• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

45 Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

V.1.1. Pada uji aktivitas antitusif, pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 40,5 mL/kg BB pada mencit terbukti dapat mengurangi frekuensi batuk. V.1.2. Pada uji toksisitas akut, pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® pada tikus

putih dosis tunggal hingga volume maksimal yang secara teknis masih dapat diberikan (20mL/kg BB) tidak menimbulkan efek toksik yang merugikan maupun kematian.

V.2 Saran

Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan meningkatkan variasi dosis bahan uji dan menggunakan sebagai kontrol positif.

V.3 Ringkasan V.3.1 Latar Belakang

Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang utama untuk membersihkan saluran pernafasan dari benda asing yang menggangu. Frekuensi batuk yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas hidup. Pengobatan dengan menekan batuk (antitusif) yaitu Antitusif non narkotik kurang efektif dan Antitusif narkotik memeiliki efek samping tidak diinginkan (codein :

(2)

meningkatnya viskositas mukus, konstipasi, hipotensi, sedasi dan ketergantungan penderita. Obat antitusif baru dari tanaman tradisional secara empiris

Rimpang jahe (Zingiberis rhizome), rimpang kencur (Kaempferiae rhizome), Herba thymi (Thymi herba), akar manis (Glycyrrhizae radix). Produk obat batuk yang berasal dari herbal-herbal alam yang telah terbukti memiliki khasiat mengatasi batuk. Sediaan sirup OB Poliherbal® yang saat ini masih merupakan sediaan jamu sedang dikembangkan sebagai sediaan obat herbal terstandar. Untuk mengembangkan sediaan jamu menjadi obat herbal terstandar ini diperlukan serangkaian uji praklinis yang meliputi uji toksisitas untuk menjamin keamanan sediaan jamu tersebut dan uji aktivitas pada hewan coba untuk mengkaji efek farmakologi sediaan tersebut. Uji toksisitas yang perlu dilakukan sebagai persyaratan sediaan herbal terstandar paling tidak meliputi uji toksisitas akut dan subkronis. Uji toksisitas akut dilakukan sebelum dilakukan uji toksisitas subkronis. Uji toksisitas akut dilakukan untuk memperoleh data atau informasi tentang tingkat keamanan sediaan bahan uji pada hewan uji yang dapat diekstrapolasikan pada manusia secara tidak langsung dari hasil penelitian pada hewan uji sebagai subjek penelitian (Ngatidjan, 2006).

Uji aktivitas antitusif sediaan sirup OB Poliherbal® dilakukan pada model hewan coba yang diinduksi oleh senyawa yang menimbulkan batuk. Data tentang toksisitas dan aktivitas sediaan sirup OB Poliherbal® ini diperlukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi sebagai sediaan obat herbal terstandar sediaan tersebut dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.

(3)

V.3.2 Landasan Teori

Batuk merupakan suatu reflex pertahanan tubuh dari masuknya benda asing pada saluran pernafasan. Refleks batuk dimulai dengan aktifnya reseptor rangsangan batuk yang dapat diaktifkan dengan stimulus mekanis yaitu serabut Aδ maupun stimulus kimiawi yaitu reseptor serabut C (Widdicombe, 2001). Walaupun disebut sebagai mekanisme pertahanan tubuh, namun apabila batuk terjadi berlebihan malah akan mengganggu aktivitas dari penderita. Pemanfaaatan menggunakan bahan alam sebagai alternatif pengobatan penggunaaannnya mulai meningkat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai obat batuk.

Salah satu industri farmasi di Indonesia telah memformulasikan sebuah obat batuk yang kandungannya berasal dari bermacam-macam tanaman herbal Indonesia yaitu sediaan sirup OB Poliherbal®. Sediaan sirup OB Poliherbal® merupakan hasil dari formulasi rimpang jahe, daun mint, meniran, rimpang kencur, buah jeruk nipis, herba thyme, biji pala, akar manis, dan madu. Penelitian terdahulu menyatakan kandungan 6-gingerol dan 6-shogaol dalam jahe, eucalyptol dalam kencur, thymol dan carvacol dalam herba thyme dan menthol dalam daun mint memiliki aktivitas antitusif.

Dengan semakin meningkatnya minat untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit dengan pengobatan tradisional atau herbal, maka meningkat pula kekhawatiran tentang keamanan dan potensi efek samping pada tumbuhan obat yang digunakan (Wangdan, 2011). Tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat dan terbukti secara empiris sebagai obat dapat dikembangkan menjadi obat

(4)

herbal terstandar. Namun pengembangan obat tersebut harus dilengkapi dengan bukti dari data nonklinik dan klinik. Obat yang akan diuji secara nonklinik dan klini8k memerlukan data uji toksiitas yang minimal diperoleh data berupa nilai LD50 (Anonim, 2014).

Sediaan sirup OB Poliherbal® merupakan sedian jamu yang sedang dikembangkan sebagai sediaan obat herbal terstandar. Penggunaannya sebagai obat herbal terstandar, perlu diketahui keamannanya agar tidak menimbulkan efek berbahaya yang tidak diinginkan. Untuk mengembangkan sediaan jamu menjadi obat herbal terstandar ini diperlukan serangkaian uji praklinis yang meliputi uji toksisitas untuk menjamin keamanan sediaan jamu tersebut dan uji aktivitas pada hewan coba untuk mengkaji efek farmakologi sediaan tersebut. Uji toksisitas yang perlu dilakukan sebagai persyaratan sediaan herbal terstandar paling tidak meliputi uji toksisitas akut dan subkronis. Uji toksisitas akut dilakukan sebelum dilakukan uji toksisitas subkronis. Uji toksisitas akut dilakukan untuk memperoleh data atau informasi tentang tingkat keamanan sediaan bahan uji pada hewan uji yang dapat diekstrapolasikan pada manusia secara tidak langsung dari hasil penelitian pada hewan uji sebagai subjek penelitian (Ngatidjan, 2006).

Uji aktivitas antitusif sediaan sirup OB Poliherbal® dilakukan pada model hewan coba yang diinduksi oleh senyawa yang menimbulkan batuk. Data tentang toksisitas akut dan aktivitas sediaan sirup OB Poliherbal® ini diperlukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi sebagai sediaan obat herbal terstandar sediaan tersebut dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Republik

(5)

Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada hewan uji untuk menjamin keamanan penggunaanya.

V.3.3 Metode Penelitian

Penelitian menggunakan jenis penelitian kuasi ekperimen dengan rancangan penelitian the post test only with control group design. Penelitian terdiri dari uji toksisitas akut oral dan aktivitas antitusif.

Subjek uji antitusif menggunakan mencit Swiss jantan dan betina yang berumur 6-8 minggu dengan berat 20-30 g. Mencit diperoleh dari Bagian Farmakologi & Terapi, Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Uji aktivitas antitusif sediaan sirup OB Poliherbal® menggunakan metode yang dikembangkan oleh Jahan dan Siddiqui (2011). Prinsip dari metode uji antitusif ini adalah mencit diinduksi dengan sulfur dioksida (SO2) untuk menstimulasi batuk. Sediaan uji diberikan untuk melawan batuk akibat induksi SO2 pada hewan coba. Aktivitas antitusif akibat pemberian sediaan uji selanjutnya dibandingkan dengan kontrol negatif maupun kontrol positif.

Enam puluh ekor mencit Swiss dari kedua jenis kelamin yang dibagi menjadi 6 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan dan 5 betina. Kelompok I-IV merupakan kelompok perlakuan diberi sediaan sirup OB Poliherbal®, kelompok V merupakan kontrol positif diberi kodein sulfat per oral dan kelompok VI merupakan kontrol negatif diberi akuades. Kelompok I: diberi sediaan OB Poliherbal® l 1,5mL/kgBB (1/3dm), kelompok II: diberi sediaan OB Poliherbal® l 4,5mL/kgBB (1dm), kelompok III: diberi sediaan OB Poliherbal® 13,5mL/kgBB (3dm), kelompok IV: diberi sediaan OB

(6)

Poliherbal® 40,5mL/kg BB (9dm), kelompok V: diberi kodein sulfat 20 mg/kg BB (maksimal dalam volume 40,5mL/kgBB), kelompok VI: diberi akuades 40,5mL/kgBB

Semua mencit diaklimatisasi paling tidak selama 7 hari. Mencit yang telah dipuasakan dimasukkan dalam ruang pengamatan selama 5 menit untuk diamati frekuensi batuk yang terjadi pada menit ke-0 atau sebelum induksi batuk. Mencit selanjutnya diberi sediaan sirup OB Poliherbal® dengan dosis sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan (Kelompok I-IV). Satu jam setelah perlakuan mencit diinduksi batuk dengan gas SO2. Induksi batuk dilakukan dengan memasukkan mencit ke dalam sebuah desikator yang di bawahnya diletakkan tabung yang berisi 2mL larutan natrium hidrogen sulfit (NaHSO3) 500 mg/mL dalam akuabides. Di atas tabung dalam desikator diletakkan plat berlubang dari proselin untuk menempatkan hewan coba. Ke dalam tabung yang berisi larutan NaHSO3 ditambahkan 0,2mL asam sulfat (H2SO4) untuk menghasilkan gas SO2. Reaksi NaHSO3 dengan H2SO4 untuk menghasilkan gas SO2. Setelah 15 detik reaksi berlangsung, mencit yang telah diberi sediaan OB Poliherbal® ditempatkan di atas plat dalam desikator selama 30 detik agar terpapar SO2 untuk menginduksi batuk. Setelah 30 detik diinduksi, mencit diambil dari desikator dan ditempatkan di ruang pengamatan. Frekuensi batuk yang terjadi pada mencit akibat induksi SO2 diamati selama 5 menit.

Selisih frekuensi batuk yang ditimbulkan pada menit ke 0 dan menit ke 60 untuk masing-masing tikus dihitung. Selanjutnya selisih frekuensi batuk dihitung rerata dan standar deviasinya (SD) untuk tiap kelompok perlakuan. Rerata selisih

(7)

frekuensi batuk dibandingkan antar kelompok dengan uji ANAVA dilanjutkan dengan uji t.

Subjek uji toksisitas oral adalah 50 ekor tikus putih galur Wistar (Rattus novergicus) dari kedua jenis kelamin, berumur 11-12 minggu dengan berat badan antara 119-130 g. Tikus putih diperoleh dari unit pengadaan hewan uji Bagian Farmakologi & Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lima puluh ekor tikus putih terdiri atas 25 ekor jantan dan 25 ekor betina dibagi menjadi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 5 jantan dan 5 betina. Masing-masing kelompok diberikan sesuai pembagian dosis. Kelompok I : dosis 3mL/kg BB tikus putih (1 dm), kelompok II : dosis 6mL/kg BB tikus putih (2 dm), kelompok III : dosis 12mL/kg BB tikus putih (4dm), kelompok IV : dosis 20mL/kg BB tikus putih (6,67dm, volume maksimal yang secara teknis dapat diberikan), kelompok V : kontrol, diberi akuades 4mL/200gBB (20mL/kgBB).

Semua tikus diaklimatisasi paling tidak selama 7 hari. Sebelum diberi sediaan uji tikus dipuasakan selama 14-18 jam namun tetap diberi minum secukupnya. Selanjutnya sediaan diberikan satu kali sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok perlakuan. Pakan diberikan lagi 3-4 jam setelah pemberian bahan uji. Pengamatan terhadap keadaan fisik, gejala-gejala toksik yang muncul, dan kemungkinan kematian hewan uji dilakukan selama 24 jam pertama sesudah pemberian dosis tunggal sirup OB Poliherbal®. Selanjutnya pengamatan dilakukan tiap hari selama 14 hari terhadap sistem kardiovaskuler, pernafasan, somatomotor, kulit dan bulu, mukosa, mata dsb. Perhatian khusus diberikan akan adanya tremor, kejang, salivasi, diare, letargi,

(8)

lemah, tidur dan koma. Pengamatan meliputi waktu timbul dan hilangnya gejala toksik serta saat terjadinya kematian. Hewan uji yang sekarat dikorbankan dan dimasukkan dalam perhitungan sebagai hewan yang mati. Hewan ditimbang sedikitnya 2 kali dalam 1 minggu untuk menentukan rerata pertambahan berat badan per hari. Semua hewan uji dikorbankan untuk dilakukan pemeriksaan makroskopis dan histopatologi terhadap beberapa organ dalam yang diambil yaitu jantung, hati, paru, pankreas, lambung, ginjal, otak, limpa, testis, dan ovarium.

Adanya efek toksik dari sediaan yang diberikan dianalisis dan dievaluasi berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50%) yaitu dosis sediaan sirup OB Poliherbal® yang menimbulkan kematian pada tikus putih. Nilai LD50 dihitung menggunakan analisis probit berdasarkan jumlah kematian hewan uji pada 24 jam pertama pengamatan. Evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya efek toksik dan spektrum efek toksik yang timbul akibat pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® juga dilakukan berdasarkan pengamatan gejala-gejala fisik, pemeriksaan makroskopis maupun histopatologi

V.3.4 Hasil Penelitian

V.3.4.1 Uji Aktivitas Antitusif Sediaan Sirup Ob Poliherbal®. Frekuensi batuk kelompok yang diberi sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 1,5; 4,5; 13,5 mL/kgBB tidak berbeda bermakna (p>0,05) dibandingkan kontrol yang hanya diberi akuades. Kelompok mencit yang diberi sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 40,5 mL/kgBB jauh lebih kecil (p<0,05) dibandingkan kontrol yang hanya diberi akuades. Namun, frekuensi batuk kelompok mencit yang diberi kodein tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang hanya mendapatkan akuades (Tabel 8).

(9)

Hasil ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan efek antitusif, diperlukan dosis OB Herbal yang lebih tinggi (9 kali dosis lazim).

V.3.4.2 Uji Toksisitas Akut Oral Sediaan Sirup Ob Poliherbal®. Hasil uji toksisitas akut oral sediaan Sirup OB Poliherbal® pada tikus putih yang meliputi potensi ketoksikan akut (LD50), gejala efek toksik dan spektrum efek toksik. Hasil pengamatan terhadap potensi ketoksikan akut sediaan sirup OB Poliherbal® yaitu 24 jam pertama tidak ditemukan hewan uji yang mati. Selanjutnya pengamatan terhadap hewan uji diteruskan selama 14 hari. Hasil pengamatan juga tidak ditemukan hewan uji yang mati. Sehingga nilai LD50 ditentukan berdasarkan (dianggap) dosis terbesar yang secara teknis masih dapat diberikan kepada hewan uji, yaitu 20mL/kg BB. Sampai akhir penelitian yaitu pada hari ke-14, juga tidak ditemukan gejala-gejala fisik yang menunjukkan tanda-tanda toksisitas dan semua hewan uji masih dalam keadaan hidup.

Pengamatan terhadap keadaan fisik, gejala-gejala toksik yang timbul terhadap 5 kelompok tikus perlakuan dan kontrol dilakukan pada 24 jam pertama dan dilanjutkan setiap hari sampai hari ke-15. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada tanda-tanda kelainan fisik maupun gejala atau perilaku yang berbeda antara masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol pada 24 jam pertama. Tanda-tanda toksik seperti tremor, hipersalivasi, lakrimasi, eksoftalmus, nistagmus, ptosis, kejang, bulu rontok, diare, hipoaktif, tidur, koma penampilan kotor dan penurunan berat badan tidak terlihat pada ke-5 kelompok tersebut. Pengamatan dilanjutkan sampai hari ke-15, hasil pengamatan juga tidak ditemukan adanya kelainan fisik ataupun gejala-gejala toksik. Pada hari ke-15

(10)

semua tikus ditimbang dan dihitung rerata pertambahan berat badan per hari (Average Daily Gain). Pada tikus jantan, pertambahan berat badan per hari selama 14 hari kelompok I, II, dan III tidak berbeda (p>0,05) dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 3 mL/kgBB, 6 mL/kgBB, dan 12 mL/kgBB selama 14 hari tidak menimbulkan perbedaan rerata pertambahan berat badan per hari tikus jantan dibandingkan dengan kelompok yang diberi akuades. Namun, pertambahan berat badan per hari selama 14 hari pada kelompok IV yang diberi sirup OB Poliherbal® dosis 20 mL/kgBB menunjukkan perbedaan yang signifikan dibanding kelompok kontrol (p<0,05). Hal ini secara konsisten juga terjadi pada kelompok betina. Pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® pada dosis 20 mL/kgBB juga menunjukkan penurunan pertambahan berat per hari yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok tikus betina, rerata pertambahan berat badan per hari kelompok I tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 3 mL/kgBB selama 14 hari tidak menimbulkan perbedaan rerata pertambahan berat badan per hari tikus betina dibandingkan dengan kelompok yang diberi akuades. Berbeda halnya kelompok II,III, dan IV, pada kelompok tersebut terdapat perbedaan rerata pertambahan berat badan per hari yang signifikan (p<0.05) dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® dosis 6 mL/kgBB, 12 mL/kgBB dan 20 mL/kgBB selama 14 hari menimbulkan perbedaan rerata pertambahan berat badan per hari tikus betina dibandingkan dengan kelompok yang diberi akuades.

(11)

Spektrum efek toksik Setelah dilakukan penimbangan pada hari ke-15, semua tikus dikorbankan, dan diambil organ jantung, hati, paru, pankreas, lambung, ginjal, otak, limfa, usus, testis, dan ovarium. Tiap organ ditimbang dan dibuat preparat untuk pemeriksaan histopatologi. Berat organ jantung, hati, paru, pankreas, lambung, ginjal, otak, limfa, testis, dan ovarium pada semua kelompok percobaan menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05) baik pada tikus jantan maupun tikus betina. Perbedaan ini tejadi tampaknya karena terapat perbedaan berat badan. Namun, hasil pemeriksaan beberapa organ dalam tikus secara makroskopis pada hari ke-15 menunjukkan tidak terdapat kelainan organ dalam yang diperiksa pada semua kelompok hewan uji, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® dengan dosis tunggal sampai dosis 20 mL/kg BB tidak menimbulkan perubahan terhadap organ dalam tikus yang diperiksa. Selanjutnya hasil pemeriksaan histopatologi terhadap beberapa organ dalam tikus menunjukkan tidak terdapat kelainan histologi organ dalam yang diperiksa pada semua kelompok hewan uji, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan yang disebabkan pemberian sediaan sirup OB Poliherbal®. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian sediaan sediaan sirup OB Poliherbal® sampai dosis 20 mL/kg BB atau dosis 12,5 kali dosis lazim untuk manusia tidak menunjukkan kelainan histologi pada organ jantung, hati, paru, pankreas, lambung, ginjal, otak, limfa, testis, dan ovarium yang diperiksa.

(12)

V.3.5 Pembahasan

Hasil uji aktivitas antitusif menunjukkan bahwa frekuensi batuk kelompok mencit yang diberi sirup OB Poliherbal® dosis 40,5 mL/kgBB jauh lebih kecil (p<0,05) dibandingkan kontrol yang hanya diberi akuades. Namun, dosis tersebut merupakan 9 kali dosis lazim yang diberikan. Beberapa bahan alam yang terdapat dalam Sirup OB Poliherbal® ini telah digunakan secara empiris untuk mengobati batuk, bahkan beberapa di antaranya telah dikaji aktivitas farmakologinya pada uji praklinis baik secara in vitro atau in vivo pada hewan coba. Zingiberis rhizoma (Zingiber officinale) dikenal dengan nama jahe mengandung 1-dehidro-[6]-gingerdion, 6-shogaol, 6-dehidroshogaol & heksahidrokurkumin dan 12-dehidrogingerdion yang aktif sebagai antiinflamasi (Han et al., 2012; Li et al., 2012) dan mempunyai aktivitas antitusif (Pashar et al., 2012). Menthae folium atau Mentha piperita L mengandung minyak atsiri yang terbukti mempunyai aktivitas antifungi, antimikroba dan antinosiseptif (Sharkhiez et al., 2012; Taher 2012). Phyllanthi herba (Phyllanthus nirurii) dikenal dengan nama meniran telah banyak dikaji aktivitasnya sebagai antioksidan, antibakteri dan imunomo stimulan (Amin et al., 2012; Nworu et al., 2010). Kaempferiae rhizoma (Kaempferiae galanga) atau kencur mengandung senyawa sterol, triterpenopid, alkaloid, saponin, tannin, dan karbohidrat (Rajendra et al., 2011). Kaempferia rhizoma terbukti memiliki aktivitas antiinflamsi, analgesik, nematisidal, mosquito repellent, larvasidal, vasorelaksan, sedatif, antineoplastik, antimikroba, dan antialergi (Umar et al., 2011).

(13)

Citrus aurantii fructus dikenal dengan jeruk nipis terbukti mengandung flavonoid O-glikosida dan flavon termetilasi (Ma et al., 2011) terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dan antikolinesterase (Loizzo et al., 2012). Thymi herba atau Thymus vulgaris mengandung geraniol, 4-thujanol/terpinen-4-ol, timol & linalool (Schmidt et al., 2012) yang sudah dikenal luas sejak lama sebagai antihelmin, ekspektoran, antiseptik, antimikroba, antifungi, antioksidan, antivirus, karminatif dan sedatif (Fachini-Queiroz et al., 2012). Myristicae semen dikenal dengan nama pala (Myristicae arillus) mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat miristin dan safrol. Buah pala termasuk rempah yang sejak lama digunakan sebagi penyedap rasa untuk berbagai bentuk masakan. Secara empiris minyak atsiri buah pala digunakan untuk mengatasi nyeri haid, gangguan tidur, mual muntah, dan rematik. Berbagai uji praklinis terbukti buah pala mempunyai aktivitas sebagai antimikroba (Shaefei et al., 2012), antioksidan dan antiangiogenik (Piaru et al., 2012; Akinboro et al., 2011), dan antiinflamasi (Jin et al., 2012; Lee & Park 2011). Licorice yang dikenal dengan nama akar manis (Glycyrrhiza glabra) telah dikenal luas secara empiris untuk mengurangi batuk dan sakit tenggorokan. Uji preklinis sebagai antitusif juga telah dibuktikan (Jahan & Siddiqui, 2012). Madu atau honey terbukti mempunyai aktivitas antioksidan (Erejuwa et al., 2110) dan telah dikaji dalam meredakan batuk dan meningkatkan kualitas tidur pada anak yang terkena infeksi saluran pernafasan bagian atas (Cohen et al., 2012).

Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat efek toksik dari penggunaan sediaan sirup OB Poliherbal® melalui uji toksisitas akut oral terhadap tikus dan

(14)

melihat efek farmakologi dengan uji aktivitas antitusif terhadap mencit yand dinduksi batuk. Dari hasil uji toksisitas akut terbukti bahwa pemberian sediaan sediaan sirup OB Poliherbal® pada tikus putih hingga dosis maksimal yang secara teknis masih dapat diberikan pada tikus putih yaitu 20mL/kg BB tidak menimbulkan gejala keracunan maupun kematian pada tikus putih. Apabila suatu bahan yang pada pemberian dosis tertinggi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji, maka dosis tertinggi tersebut dianggap sebagai nilai LD50 dari bahan yang diuji (Ngatidjan, 2006). Berdasarkan hal ini, maka dapat disimpulkan bahwa nilai LD50 sediaan sirup OB Poliherbal® pada tikus putih adalah lebih dari 20mL/kgBB (=21g/kgBB). Berdasarkan nilai LD50 ini maka sediaan sirup OB Poliherbal® dapat dikategorikan dalam sediaan yang relatif kurang berbahaya karena mempunyai nilai LD50 > 15g/kgBB (Loomis,1978).

Rerata pertambahan berat badan per hari lebih rendah dibandingkan kelompok tikus kontrol tanpa bahan uji. Hasil ini menunjukkan bahwa sediaan sirup OB Poliherbal® yang diberikan dapat menurunkan pertambahan berat badan per hari. Kalau dilihat dari kandungannya, beberapa kandungan dalam sediaan sirup OB Poliherbal® menunjukkan efek penurunan berat badan, yaitu Zingiberis rhizome atau Zingiber officinale (Mishra et al., 2012) dan Menthae folium atau Mentha piperita L (Barbalho et al., 2009).

Hasil pemeriksaan fisik, makroskopis maupun histopatologi organ dalam pada uji toksisitas akut ini juga tidak ditemukan efek toksik atau efek merugikan setelah pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® sampai dosis tertinggi (20mL/kg BB). Hasil pemeriksaan ini mendukung data nilai LD50 yang diperoleh yang

(15)

menunjukkan sediaan sirup OB Poliherbal® aman dikonsumsi dan tidak membahayakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian sediaan sirup OB poliherbal dosis tunggal hingga 20mL/kg BB tidak akan menimbulkan efek toksik.

V.3.6 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1. Pada uji aktivitas antitusif, pemberian sediaan sirup OB poliherbal dosis 40,5 mL/kg BB pada mencit terbukti dapat mengurangi frekuensi batuk.

2. Pada uji toksisitas akut, pemberian sediaan sirup OB Poliherbal® pada tikus putih dosis tunggal hingga volume maksimal yang secara teknis masih dapat diberikan (20mL/kg BB) tidak menimbulkan efek toksik yang merugikan maupun kematian.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah saluran irigasi di bendungan tanju bagi masyarakat atau kesejahteraan walaupun penghasilanya setahun dengan hadir bendungan tanju adanya irigasi ini dapat

Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata berat badan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa Phosphatydilcoline 5% per hari selama empat minggu. Hasil

Merk Sirup dan Minuman Serbuk dalam Kemasan yang Dipakai dalam Pembuatan Es Sirup yang Berasal dari Pedagang di Sekolah Dasar Kecamatan Depok-Sleman Yogyakarta.. Asal sampel

Dosis kotoran ayam yang diberikan pada tanaman jagung manis tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah baris per tongkol, panjang tongkol per tanaman dan

Salah satu faktor yang diketahui memperngaruhi resistensi terhadap DOX adalah adanya peningkatan protein transporter pengeluaran obat keluar sel, P-glycoprotein

1) Gambaran histologi tiroid (ukuran folikel, bentuk epitel folikel, dan koloid lumen folikel) pada tikus jantan galur Wistar hipotiroid sesudah pemberian dosis tinggi

Sediaan krim ekstrak ikan kutuk memberikan efek yang sama dengan efek yang diberikan oleh Bioplacenton, hal ini ditunjukkan dengan pada hari ke-7, rerata jumlah makrofag

Penelitian lainnya yang dilakukan Dewi [18] dengan menggunakan ekstrak etanol 70% daun sirih merah pada dosis 50 mg/kgBB dan dosis 100 mg/kgBB, mampu menurunkan kadar glukosa darah