• Tidak ada hasil yang ditemukan

BY NETHANIA KHALISHA - BI'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BY NETHANIA KHALISHA - BI'18"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Fiqh, Riba, Gharar

Dalam akad pertama, penjual itu menjual secara tunai dan mendapatkan bunga atas pinjaman.

Dalam akad kedua, penjual membeli kembali secara tidak tunai (harga lebih rendah) , ia rugi tapi mendapatkan kebutuhan akan uang.

Secara bahasa, Tawarruq berasal dari kata wariq

yang berarti dirham atau uang.Pembelian barang secara angsur. Penjualan kembali secara tunai

Penjualan kepada selain penjual pertama tanpa perjanjian dan tanpa disyaratkan ; jual beli

sebenarnya (al-bai’ al-haqiqi).

Standar Syariah AAOIFI menjelaskan substansi Bank A (kekurangan likuiditas) mengajukan pembiayaan kepada Bank B (kelebihan likuiditas) untuk di belikan barang tertentu.

Bank B membeli barang dari pasar komoditi seharga jumlah nominal yang di butuhkan Bank A.

Bank B menjual barang tersebut kepada bank A dengan akad murabahah secara tidak tunai

Bank A mewakilkan kepada Bank B untuk menjualkan barang tersebut ke Bank C dengan harga tunai.

Bank B menjual barang tersebut ke Bank C dengan harga tunai.

Bisa disimpulkan bahwa, tawarruq munadzam

sama seperti bai’ al-’inah, yang membedakannya

adalah jumlah pihak yang bertransaksi.

Madzhab Bai’

Al-‘Inah

Alasan

Hanafiyah Haram Hilah ribawiah

Malikiyah Haram Hilah ribawiah

Syafiiyah Makruh

al-ibratu bil alfadz la bil maqashid.

Hanabilah Haram Hilah ribawiah

Aspek Bai’

Al-‘Inah Tawarruq Fiqhi Tawarruq Mundzom Motivasi Uang (barang symbol) uang (barang symbol) Uang (barang symbol) Tawathu’ (Saling mengetahui)

Ada Tidak ada Ada

Pihak transaksi

2 pihak 3 pihak 3 pihak

Akad Murabahah

Tidak ada Tidak ada Ada

Akad Wakalah

TIdak ada Tidak ada Ada

LKS “harus” menjadi wakil pembeli.

(3)

Lembaga-lembaga fatwa dan standar syariah seperti AAOIFI, Lembaga fiqih Islam Rabithah Alam Islam dan Dewan Syariah Nasionaldi Indonesia, para ulama diantaranya, al-Qordhowi, Nazih Hammad, Qurroh Dagi. Abdullah Mani', Taqi Utsmani, Nidzom Ya'qubi danLembaga Fikih Islam Robithah alam islami telah sepakat bahwa bahwa

tawarruq tidak dibolehkan kecuali untuk

memenuhi kebutuhan mendesak karena tawarruq

termasuk rekayasa untuk melakukan praktek

ribawi (hilah ribawiyah).

Penjelasan tentang substansi dan ketentuan hukum bai’ al-inah dan tawarruq munadzdzam menyimpulkan bahwa kedua praktik tersebut dilarang dalam islam, karena substansi kedua praktik tersebut adalah pinjaman berbunga.

Diantara tujuan diharamkan bai’ al-‘inah itu

karena termasuk kategori hilah ribawiyah untuk

melakukan riba yang terlarang atau praktek simpan pinjam berbunga dengan modus jual beli.

A. Tawarruq bukan merupakan produk investasi atau pembiayaan, (bukan produk mobilisasi dana atau penyediaan likuiditas)

B. Tawarruq hanya boleh digunakan untuk menutupi kekurangan likuiditas dan meminimalisir resiko likuiditas lembaga-lembaga keuangan syariah (bukan untuk individu).

Dengan syarat berikut :

- Pembeli (pertama) tidak menjual barang

tersebut (dengan harga lebih kecil dari harga belinya) kepada penjual pertama baik secara langsung ataupun melalui perantara.

- Tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain

untuk menjual barang tersebut (harus menjual langsung)

- Terpenuhinya syarat dan rukun jual beli tidak

tunai, baik secara jual beli negosiasi maupun murabahah, mengikuti fatwa DSN murabahah.

- Memastikan keberadaan komoditas dan telah

dimiliki oleh penjual (pertama) sebelum menjualnya kembali. Dalam hal ini terdapat

wa'd (janji) yang mengikat harus dibatasi

hanya oleh salah satu pihak yang memberikan janji saja. Demikian halnya komoditas yang menjadi obyek transaksi bukan berupa emas, perak atau mata uang sejenisnya.

- Harus menunjuk secara definitif komoditas

(obyek transaksi), dengan penyimpanannya, ataupun nomor resi gedung, dengan mengacu pada standar no. 20 mengenai jual beli bursa.

- Jika komoditas belum ada saat transaksi, maka

harus disebutkan secara terperinci dalam kontrak mengenai kriteria komoditas, kuantitas, harga dan lokasi keberadaannya agartransaksi jual belinya terjadi secara sesungguhnya bukan formalitas. Selain itu diutamakan komoditas sebagai obyek transaksi.

- Qabd (delivery dan acceptance) harus

dilakukan secara benar, baik secara fisik maupun secara legal.

- Penjualan kembali komoditas itu wajib

dilakukan kepada selain penjual pertama (pihak ketiga) secara tangguh, dan tidak boleh kembali kepada penjual pertama baik

dipersyaratkan, disepakati atau urf.

- Tidak mengkaitkan akad pembelian komoditas

secara tangguh dengan akad penjualannya secara tunai.

- Nasabah tidak boleh mewakilkan kepada bank

syariah atau wakil bank dalam menjualkan kembali komoditas. Kecuali jika peraturan perundang-undangan melarang nasabah menjual komoditas sendiri, maka boleh mewakilkan kepada LKS dengan syarat

nasabah telah melakukan qabdh terhadap

(4)

- LKS tidak mewakilkan kepada pihak lain atas nama nasabah untuk menjualkan komoditas yang dibelinya dari LKS tersebut.

- Nasabah/customer tidak boleh menjual

komoditasnya kecuali nasabah sendiri atau melalui agen selain LKS, tempat nasabah membeli komoditas tersebut.

Pengalihan utang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah boleh dilakukan dengan menggunakan akad Hawalah bi al-ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak boleh menggunakan akad murabahah karena termasuk bai’ al-‘inah;

Hadits pertama :

َي ِضَر َةَرْيَرُه ْيِبَأ ْنَع

ُالله ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ : َلاَق ُهْنَع ُالله

ِهْيَلَع ْيَب ْيِف ِنْيَتَعْيَب ْنَع ىَهَن َمَّلَس َو

ٍةَع

)حيحص نسح ثيدح : لاقو يذمرتلا هاور(

Dari Abi Hurairah, ia berkata : ‘Sesungguhnya

Rasulullah Saw melarang dua akad dalam satu akad’. (H.R al-Tirmidzi, ia berkata ; Hadits ini hasan shahih)

• Hadits kedua :

ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ : َلاَق ُهْنَع ُالله َي ِضَر د ْوُعْسَم ِنْبا ِالله ِدْبَع ْنَع

َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله

ٍةَقْفَص ْيِف ِنْيَتَقْفَص ْنَع ىَهَن

دمحأ هاور

Dari Abdullah ibnu Mas’ud, ia berkata : ‘

SesungguhnyaRasulullah Saw melarang dua akad dalam satu akad’. (H.R Imam Ahmad)

• Hadits ketiga :

ُّل ِحَي َلَ : َلاَق ِل ْوسَّرلا ْنَع ِهِ دَج ْنَع ِهْيِبَأ ْنَع بْيَعُش ِنْبا ِرْمَع ْنَع

ْيِف ِناَط ْرَش َلَ َو ٌعْيَب َو ٌفَلَس

َسْيَلاَم ُعْيَب َلَ َو ْنَمْضَي ْمَلاَم ُحْب ِر َلَ َو ٍعْيَب

دتسملا يف لاقو مكاحلا هاور( َكَدْنِع

)حيحص ثيدح : كر

Rasulullah Saw bersabda : ‘Tidak boleh

menggabungkan akad pinjaman dan jual beli, tidak boleh menggabungkan dua syarat dalam akad jual beli, tidak boleh mengambil keuntungan atas obyek akad yang tidak dijamin, dan tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki’.(H.R al-Hakim, ia berkata : hadits ini shahih)

Ketiga hadits ini menunjukan bahwa two in one itu dilarang dalam Islam. Isitlah bai’atain fi bai’ah dan shafqataian fi shafqah sinonim, keduanya sama yaitu dua akad dalam satu akad / two in one.

Sedangkan hadits ketiga, Rasulullah memberikan contoh praktek two in one dalam akad jual beli dan pinjaman yang dilakukan secara paralel.

(5)

Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka akad pertama akanterjadi jika (tergantung)pada akad dua terjadi.

Contohnya A menjual barang x seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang x tersebut

kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta.

Transaksi di atas itu diharamkan karena ada persyaratan (ta’alluq) bahwa A bersedia menjual barang X ke B dengan syarat B kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus ini

disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan. Persyaratan ini mencegah

terpenuhinya rukun. Dalam terminologi fikih, kasus di atas disebut bai’ al-inah.

Berdasarkan keterangan dan contoh di atas, maka bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan ta’alluq yang dilarang dalam hadits

tersebut diatas adalah apabila akad kedua batal itu menyebabkan akad yang pertama menjadi batal pula. Jika ada produk / akad terdiri dari dua akad yang saling berkaitan, yang jika akad kedua batal, maka akad pertama batal, maka akad tersebut menjadi tidak sah karena ada ta’alluq (saling bergantung).

Menurut Dr. Nazih Hammad, substansi praktik two

in one ini adalah isytirath aqdin fi aqdin atau

melakukan satu akad dengan ada atau tidaknya akad lain. Seperti seseorang menjual sesuatu kepada orang lain, dengan syarat si penjual meminjamkan uang kepada si pembeli.

Dengan syarat ini, maka akad pertama menjadi

tidak pasti (gharar), termasuk ‘Two in one’ terjadi

bila semua dari ketiga faktor terpenuhi :

• Obyek sama

• Pelaku sama

• Jangka waktu sama

Contoh dari ‘two in one’ ini adalah transaski lease dan purchase (sewa – beli). Dalam transaski ini, terjadi gharar dalam akad, karena ketidak pastian akad mana yang berlaku ; akad jual beli atau akad sewa. Karena itulah, maka transaski sewa – beli ini diharamkan.

Dalam transaksi ta’alluq, terjadi gharar dalam

akad, karena ada ketidak jelasan akad mana yang berlaku ; akad beli atau akad sewa. Karena itulah, maka transaksi sewa beli ini di haramkan.

1. Fatwa DSN tentang akad yang berlaku di pegadaian syariah

• Akad yang berlaku di pegadaian syariah terdiri dari tiga akad, yaitu :

• Qard ; dimana LKS sebagai muqridh (pihak yang meminjamkan uang) dan nasabah sebagai muqtaridh (pihak yang menerima pinjaman)

• Rahn ; dimana LKS sebagaimurtahin (pihak yang meneirmaagunan)

dannasabahsebagairahin (pihak yang menyerahkanagunan)

• Ijarah ; dimana LKS sebagai musta’jir (pihak yang menyewakan) dan nasabah sebagai muajjir (pihak yang menyewa).

2. Fatwa DSN tentang Sale and Lease Back

• Akad yang berlaku dalam kontrak sale and leas back d terdiri dari dua akad, yaitu akad bai dan akad ijarah.

• Agar kedua akad tersebut tidak termasuk kedalam transakasi two in one yang diharamkan dalam Islam, maka harus mengikuti ketentuan-ketentuan syariah, yaitu:

• Pertama, Kedua akad tersebut dilakukan secara terpisah

• Kedua, Kedua akad tersebut harus berdiri sendiri, maksudnya ijarah dilakukan setelah akad bai’ telah selesai dilakukan

(6)

Istilah Maisir

Menurut bahasa, maisir

)رسيم(

adalah judi pada

masa jahiliyah. Maisir juga sering diistilahkan

dengan juzur

)رزج(

,siham

)ماهس(

dan nard

)درن(

Istilah Qimar

Qimar juga maknanya sama seperti maisir yaitu setiap taruhan, dimana menang atau kalah ditentukan oleh sesuatu yang tidak diketahui.

Dengan penjelasan di atas, bisa disimpulkan

bahwa qimar dan maisir bisa diartikan ‘setiap

permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut’.

Setiap permainan atau pertandingan, baik

berbentuk game of chance, game of skill ataupum

natural events, harus menghindari terjadinya

zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus

menanggung beban pemain lain.

Maisir bisa mencakup bisnis, permainan dan pertandingan. Selama terdapat keempat kriteria tersebut di atas, maka bisnis, permainan dan pertandingan termasuk maisir (judi).

1. Taruhan

)ةنهارم / ةرطاخم(

2. Pelaku berniat mencari uang dengan mengadu nasib.

3. Pemenang mengambil mengambil hak orang lain yang kalah (Zero sume game),

4. Harta yang dipertaruhkan dari peserta (pelaku) bukan dari pihak lain seperti sponsrship atau yang lainnya

1. Bagi hasil : untung bersama - rugi bersama

2. Jual beli & ijarah : untung dengan resiko (rugi)

Dalil Al-Qur’an :

ُم َلَ ْزَ ْلْا َو ُباَصْنَ ْلْا َو ُرِسْيَمْلا َو ُرْمَخْلا اَمَّنِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

َتْجاَف ِناَطْيَّشلا ِلَمَع ْنِم ٌسْج ِر

َنوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل ُهوُبِن

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (al Maidah ; 90)

Pertama, Resiko yang melekat dalam setiap investasi.

Resiko jenis ini harus ada dan melekat dalam setiap akad investasi, sesuai dengan kaidah fikih

al-ghurmu bi al-ghunmi,al-kharraj bi al-dhaman.

Dalam investasi, resiko harus berbanding lurus dengan keuntungan, jika ada resiko maka ada hak keuntungan dan sebaliknya.

Resiko dalam bisnis memiliki tiga kretiria :

• Dapat diabaikan (al-gharar al-yasir).

Untuk suatu tolerable risk, kemungkinan dari kegagalan haruslan lebih kecil dari

padakemungkinan tingkat keberhasilannya

• Tidak dapat dihindarkan / invitable / la

yumkinu at-taharruz ‘anhu

Mengindikasi bahwa tingkat penambahan nilai dari suatu aktifitas transaksi tidak dapat diwujudkan tanpa adnya kesiapan untuk menanggung resiko.

(7)

• Tidak diinginkan dengan sengaja /

unintentional / ghairu maqshud

Mengisyaratkan bahwa tujuan dari suatu transaksi ekonomi yang normal adalah untuk menciptakan nilai tambah, bukan untuk menanggung resiko. Sehingga resiko bukan

merupakan sesuatu yang menjadi keinginan dari suatu transaki keuangan dan investasi.

Kedua, resiko yang tidak dibolehkan adalah spekulasi dan taruhan seperti maisir (judi).

Spekulasi adalah istilah yang biasa di pakai di pasar modal. Spekuasi adalah prilaku negatif dalam

bahasa Arab dikenal dengan mudharabah dan

muqamarah. Spekulasi istilah yang di pakai di pasar modal.

Dari definisi ini, karakteristik spekulasi yaitu :

1. Menjual barang yang belum di miliki. 2. Melakukan transaksi formalitas.

3. Transaksi yang pertama yang dilakukan oleh spekulan adalah transaksi formalitas itu belum sempurna karena barang belum dimiliki.

4. Membeli untuk langsung dijual ketika itu. 5. Spekulan membeli barang bukan untuk dimiliki,

tetapi untuk langsung dijual.

6. Menciptakan permintaan palsu agar harga barang itu naik atau turun.

7. Tanpa pertimbangan , data dankajian (spekulatif).

8. Ada unsur taruhan atau bertaruh nasib.

Diantaracontoh-contoh spekulasi : short selling (al-Bai’ ‘ala al-Maksyuf), At-ta’amul bi

al-ikhtiyarat, asy-syart al-Jaza’i.

sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu fatawa :

ْنَأ َوُه َو ِةَراَجِ تلا ُرَطَخ : ِناَرَطَخ ُرَطَخْلا

َةَعْلِ سلا ى ِرَتْشَّي

ُلَّك َوَتَي َو ٍحْب ِرِب اَهَعْيِبَّي ْنَا ِدْصَقِب

َلَ اَذَهَف ، َكِلَذ ْيِف ِالله ىَلَع

ُكَت َلَ ُةَراَجِ تلاَف )....( ،راَّجُّتلِل ْهِنم َّدُب

ُرَطَخْلا َو. َكِلَذِب َّلَِإ ُن ْو

َوْمَأ َلْكَأ ُنَّمَضَتَي ْيِذَّلا ُرِسْيَمْلا : ىِناَّثلا

ِلِطاَبْلاِب سِاَّنلا ِلا

ُهُل ْوُسَر َو ُالله ُهِمَّرَح ْيِذَّلا اَذَهَف

Resiko terbagi menjadi dua, yang pertama adalah resiko bisnis, yaitu seseorang yang membeli barang dengan maksud menjualnya kembali dengan tingkat keuntungan tertentu, dan dia

bertawakkal kepada Allah atas hal tersebut. Ini merupakan resiko yang harus diambil oleh para pebisnis.... bisnis tidak mungkin terjadi tanpa hal tersebut.

Yang kedua adalah maisir yang berarti memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Spekulasi inilah yang dilarang Allah dan RasulNya.

Beberapa fatwa DSN menjelaskan tentang praktik spekulasi tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Fatwa DSN tentang sharf

Dalam fatwa DSN tentang sharf dijelaskan bahwa transaksi jual beli mata uang dengan tujuan spekulasi itu diharamkan, sebagaimana penjelasan fatwa sebagai berikut:

Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

• Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) • Ada kebutuhan transaksi atau untuk

berjaga-jaga (simpanan)

• Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan

secara tunai (attaqabudh).

• Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

(8)

2. Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal..(1)

Dalam fatwa DSN tentang pasar modal dijelaskan bahwa transaksi pasar modal yang diharamkan adalah setiap transaksi yang ada unsur

spekulasinya sebagaimana penjelasan fatwa dibawah ini:

a. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan

menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung

unsur dharar,gharar, riba, maisir, risywah,

maksiat dan kezhaliman.

b. Transaksi yang mengandung unsur

dharar,gharar, riba, maisir, risywah,

maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:

• Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;

• Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah)

yang belum dimiliki (short selling);

• Insider trading, yaitu memakai

informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas

transaksi yang dilarang; Menimbulkan informasi yang menyesatkan;

• Margin trading, yaitu melakukan

transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan

• Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain;

• Dan transaksi-transaksi lain yang

mengandung unsur-unsur diatas.

Ketentuan Regulasi

Pertama, Mendapatkan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL).

• Sesuai dengan peraturan menteri perdagangan pasal 9 nomor :

32/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung, disebutkan hal-hal berikut:

• Setiap perusahaan wajib memiliki SIUPL.

• Perusahaan yang baru melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diberikan SIUPL Sementara dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun.

• SIUPL Sementara menjadi SIUPL Tetap dengan masa berlaku selama perusahaan

menjalankan kegiatan usahanya, apabila perusahaan telah melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan program pemasaran, kode etik, dan peraturan perusahaan. Kedua, tidak termasuk money game atau lebih khusus tidak menjalankan sistem skema pyramida.

• Undang-undang Republik indonesia Nomor 7

tahun 2014 Tentang perdagangan Pasal 9 telah menjelaskan sebagai berikut:

• “Pelaku Usaha Distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam

mendistribusikan Barang.

• Yang dimaksud dengan “skema piramida” adalah isitilah/nama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang.

• Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut”.

(UU RI No. 7 tahun 2014 Pasal 9Tentang perdagangan)

(9)

Indikator Money Game Dan Skema Pyramida

Money game adalah suatu kegiatan pengumpulan uang atau kegiatan menggandakan uang yang pada praktiknya pemberian bonus atau komisi diambil dari penambahan atau perekrutan anggota baru, dan bukanlah dari penjualan produk. Dan kalaupun ada penjualan produk, hal itu hanyalah kamuflase.

Untuk mengenali money game bisa dikenali dari indikator berikut :

• Untuk bergabung, diwajibkan harus bayar.

• Setelah bergabung, kita menerima hak untuk

menjual sesuatu (bisa berupa produk dagangan, tapi itu hanyalah samaran).

• Kita mendapatkan hak untuk merekrut orang

yang akan bertindak sama seperti kita (mencari orang lain untuk direkrut)

• Kita dibayar karena kita merekrut banyak

orang, bukan karena menjual barang atau

produk kepada non member. (Seminar APLI 26

Maret 2012 tentang Waspada Money Game)

• Target utama MLM adalah bonus.

• Secara bisnis, tidak mungkin ngambil untung

dari penjualan produk. seperti bisnis jualan pulsa.

• Substansi MLM adalah mobilisasi uang dan

member

Dengan adanya indikator di atas, pertanyaan bisnisnya adalah:

• Apakah uang perndafatara itu digunakan

perusahanan untuk membiayai operasionalnya?.

• Bagaimana mengelola - sekian banyak – para

member?.

• Pertanyaan ini untuk menjawab asumsi

bahwa MLM akan tetap berjalan jika leveling dan rekruting tetap berjalan.

Aspek fatwa DSN

DSN meminta mereka memenuhi checklist 11 kaidah,

1. Apakah dalam praktek PLBS yang dilakukan itu tidak terdapat obyek transaksi riil yang diperjual belikan?

2. Apakah obyek PLBS tersebut Merupakan sesuatu yang diharamkan atau dipergunakan untuk sesuatu yang diharamkan?

3. Apakah dalam transaksi PLBS tersebut mengandur unsur gharar?

4. Apakah dalam praktek PLBS tersebut terjadi kenaikan harga / biaya yang

berlebihan(excessive mark-up)?

5. Apakah komisi yang diberikan perusahaan kepada mitra usaha (anggota) tidak

berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume penjualan dan bukan merupakan pendapatan utama mitra usaha (anggota) dalam PLBS tersebut? 6. Apakah bonus yang diberikan oleh

perusahaan kepada mitra usaha (anggota) tidak jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan perusahaan?

7. Apakah terdapat bonus atau komisi secara passif yang diperoleh tanpa melakukan pembinaan kepada para mitra usahanya (anggota) dan atau penjualan produk? 8. Apakah komisi atau bonus yang diberikan oleh

perusahaan kepada mitra usaha (anggota)

menimbulkan ighra?

9. Apakah terdapat eksploitasi dan ketidak adilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dan anggota berikutnya? 10. Apakah sistem perekrutan keanggotaan,

bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan Mengandung unsur yang bertentangan akidah, syariah dan akhlak? 11. Apakah setiap mitra usaha (angota) yang

melakukan perekrutan keangotan tidak berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mira usaha (angota) yang direkrutnya?

(10)

Untuk menghindari terjadinya maisir dalam sebuah permainan, misalnya pembelian tropy atau bonus untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain, melainkan dari para sponsorship yang tidak ikut bertanding.

Dengan demikian, tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak lain. Pemberian tropy atau bonus dengan cara tersebut, dalam istilah fikih dikenal dengan istilah adil dan halal hukumnya.

Substansi Maqashid ‘Illat Solusi

Setiap permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut

Menghindarkan kemalasan kerja karena impian dan spekulasi, permusuhan antara sesama.

Taruhan tropy atau bonus

untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain

(11)

Risywah (suap-menyuap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Kriteria Risywah:

1. Ada hadiah yang dberikan calon penerima manfaat (pelaku suap)

2. Mafaat yang menjadi target adalah prilaku terlarang

3. Penerima hadiah memberikan manfaat karena hadiah tersebut (Besarannya sesuai dengan urf)

4. Dipersyaratkan (baik hadiah diberikan kepada penerima suap sebelum layanan atau

setelahnya).

Risywah diharamkan menurut Islam, sesuai dengan nash al-Qur’an dan al-hadits Rasulullah Saw

diantaranya :

ْأَت َلَ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

ْنَأ َّلَِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْيَب ْمُكَلا َوْمَأ اوُلُك

ْمُكْنِم ٍضاَرَت ْنَع ًةَراَجِت َنوُكَت

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (An-Nisaa ; 29)

Hadits Ibnu ‘Umar r.a :

ِنْبا ِالله ِدْبَع ْنَع

ُل ْوُسَر َنَعَل : َلاَق ُهْنَع ُالله َي ِضَر رَمُع

ُالله ىَّلَص

َمَّلَس َو ِهْيَلَع

ىِشَت ْرُمْلا َو ْىِشاَّرلا

تلاو دواد وبأ هاور

نسح ثيدح لاقو يذمر

حيحص

Yang artinya, Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata: ‘Rasulullah Saw melaknat pelaku suap dan penerima suap’.

Illat pelarangan Risywah

Mengambil/mencuri hak orang lain (aklu

amwalinnasi bil bathil)

Ada maqashid (tujuan), dibalik pelarangan risywah. Dalam Islam, sejatinya, setiap orang mendapatkan hak, upah, prestasi itu karena kerja, produktifitas, kontribusi riil dan amal nyatanya. Setiap pekerjaan itu ditunaikan dengan

sebaik-baiknya, maka ia berhak mendapat reward yang

lebih baik pula

Kaidah umumnya risywah itu diharamkan, yaitu

setiap pemberian kepada pihak lain.

1. Membayar untuk mendapatkan haknya atau menghindarkan tindakan dzalim

terhadapnya

jika seseorang memberi sesuatu kepada orang lain untuk mendapatkan sesuatu yang

menjadi haknya, maka hadiah yang diberikan itu bukan risywah, karena tidak termasuk makna risywah tersebut, maka pemberian seperti ini dibolehkan.

Kedua hal tersebut dibolehkan selama tidak mengakibatkan bahaya kepada pihak lain

2. Memberi secara sukarela setelah menerima jasa (tanpa disyaratkan)

Misalnya, si A dinyatakan lulus sebagai karyawan, dan selanjutnya diminta untuk melakukan pemberkasan. Setelah resmi menjadi pegawai, Si A kemudian memberikan hadiah ke pada orang – orang yang berjasa membantu pemberkasan tersebut. Maka

hadiah tersebut tidak termasuk risywah yang

(12)

Transaksi ini dilarang karena obyek (barang dan /jasa) yang ditransaksikan juga dilarang. Misalnya minuman keras, bangkai, daging babi dan

sebagainya.

Jadi transaksi jual beli minuman keras adalah haram walaupun akad jual belinya sah. Dengan demikian, bila ada nasabah yang mengajukan pembiayaan pembelian minuman keras kepada LKS dengan menggunakan akad murabahah, maka walaupun akadnya sah tetapi transaksi ini haram karena obyek transaksinya haram.

1. Barang yang masyru’ (legal).

2. Bisa di serah terimakan waktu akad.

3. Jelas diketahui oleh para pihak akad.

4. Obyek akad harus ada pada waktu akad.

Kriteria dan ketentuan hukum pendapatan non halal

• Dana non halal adalah setiap pendapatan

yang bersumber dari usaha yang tidak halal (al-kasbu al-ghairi al-mayru’).()

• Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

menjelaskan beberapa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah tersebut yaitu :

a) Usaha Lembaga keuangan konvensional, seperti usaha perbankan konvensional dan asuransi konvensional.

b) Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi, tingkat (nisbah) utang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.

c) Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang terlarang. d) Produsen, distiributor, serta pedagang

makanan dan minuman yang haram

e) Produsen, distributor dan atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral atau bersifat mudarat. Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa dana yang tidak halal adalah pendapatan dari usaha yang tidak halal, seperti :

- Bunga atas transaksi pinjaman

- Dividen dari transaksi emiten (dengan

prosentase utang non halal lebih dominan dari modalnya).

- Pendapatan dari usaha perjudian, jual beli

minuman memabukkan, barang yang merusak moral dan atau menimbulkan mudharat.

- Dana – dana tersebut itu diharamkan

menurut Islam, sebagai mana nash – nash

yang melarangkan transkasi ribawi, maisir,

khamr dan lain sebagainya

Ketentuan Pendapatan halal yang (tidak) sepenuhnya halal

Pendapat pertama : Sebagian ulama berpendapat, bahwa dana halal yang bercampur dengan dana non halal itu hukumnya haram.

Pendapat kedua, Sebagian ulama berpendapat, bahwa jika dana yang halal lebih dominan dari pada dana non halal, maka keseluruhan dana

tersebut menjadi halal. () Mereka berargumen

(13)

1. Dana non halal tidak untuk dimanfaatkan oleh pemiliknya

Para ulama sepakat tentang dua hal penting :

• Pertama, Pendapatan non halal hukumnya haram, oleh karena itu tidak boleh di manfaatkan oleh pemiliknya (pelaku usaha

haram tersebut) untuk kebutuhan (hajat)

apapun, baik secara terbuka ataupun dengan

cara hilah, seperti digunakan untuk

membayar pajak.

• Kedua, Modal usaha tetap halal, jika bersumber dari usaha yang halal.

• Ketiga, Pendapatan non halal harus diberikan atau disalurkan kepada pihak lain sebagai sedekah. Sebagaimana penjelasan dalam Standar Syariah AAOIFI Bahrain sebagai berikut:

ُهْن ِم ِصُّلاخَّتلا ِب ِجا اوْلا ِم َّراحُمْلا ِرُصْنُعْلاِب ُعاافِتْنِ ْلَا ُز ْوُجاي الَ

ِ ياأِب

عِاافِتْنِ ْلَا ِه ْوُج ُو ْنِمٍهْج او

انااك ٍقْي ِراط ِ ياأِب اكِلاذ ىالاع ُلُيااحَّتلا الَ او

.ِبِئا ارَّضلا ِعْفادِب ْوال او

Pendapatan non halal tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan apapun, walaupun dengan cara hilah, seperti digunakan untuk membayar pajak.

2. Pengelolaan Dana non halal untuk program pemberdayaan masyarakat

• Pertama, Mayoritas ulama berpendapat,

bahwadana non halal hanya boleh disalurkan

untuk fasilitas umum (mashlalih

al-ammah), seperti pembangunan jalan raya dan MCK.

• Kedua, sebagian ulama, seperti Syeikh Yusuf

al-Qardhawi dan Prof. Dr. al-Qurrah Dagi

berpendapat, bahwa dana non halal boleh di salurkan untuk seluruh kebutuhan sosial (aujuh al-khair), baik fasilitas umum ( al-mashalih al-ammah), ataupun selain fasilitas umum, seperti hajat konsumtif faqir dan miskin, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat.

• Parfum beralkohol – Khilaf

• Donor Darah/Ginjal atau anggota tubuh

lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Diantara faktor-faktor tersebut yang lebih memungkinkan sebagai akar penyebab masalah dan berkaitan dengan tugas guru menciptakan kegiatan belajar mengajar (KBM)

hasil uji perbedaan dua rata-rata (uji t) peningkatan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan hasil

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memilih metode spektrofotometri ultraviolet sebagai metode yang digunakan untuk penetapan kadar α-mangostin dalam plasma

Data cakupan Jampersal Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2011 sebesar 1214 ibu bersalin, pencapaian tersebut hanya 52,7% dari sasaran ibu bersalin yaitu 2304 ibu

1) Klik menu Rekam Data, pilih LPE, akan muncul tampilan berikut ;.. Angka-angka yang muncul di tampilan tersebut di atas sudah otomatis, tidak perlu diubah-ubah. Klik

Selain itu berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan supervisor terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran yaitu: (1) rendahnya penguasaan siswa

6233 Kedung Guwosari Pajangan 04 SUYUDI M.. AMAT

Pada siklus pertama ini peneliti setelah menerapkan pendekatan yang ditawarkan, yaitu pendekatan behavior dalam konseling kelompok ditemukan hasil sebagai berikut;