• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA

IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG,

KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU,

DKI JAKARTA

Oleh :

Febryanto Wardhana Utama A14105546

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

FEBRYANTO WARDHANA UTAMA. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. (Di bawah bimbingan LUSI FAUSIAH).

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memilliki potensi kelautan dan perikanan yang besar. Sumberdaya perikanan yang telah besar dimaanfaatkan adalah komoditas ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus spp.). Indonesia merupakan produsen terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7% per tahun. Produksi kerapu di Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Negara yang menjadi tujuan ekspor untuk ikan kerapu Indonesia adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina, dan Jepang. Hongkong adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk kerapu. Ekspor kerapu indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadinya over fishing ikan kerapu karena nilai ekonomisnya yang tinggi.

Salah satu wilayah yang mempunyai kontribusi dalam produksi kerapu adalah perairan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu berada di wilayah Teluk Jakarta yang memiliki banyak potensi dibidang kelautan dan perikanan, antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, dan mangrove. Ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan adalah kerapu. Karena jumlah hasil tangkapan yang cenderung menurun, saat ini pemerintah melalui DKP lebih fokus untuk mengembangkan budidaya kerapu.

Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini bernilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat ditentukan oleh pasokan benih yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas. Permasalahan utama dalam pengembangan budidaya ikan kerapu macan adalah terbatasnya benih dalam kualitas maupun kuantitas, meskipun diantara ikan kerapu lainnya, pembenihan jenis ikan ini relatif lebih mantap. Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumber daya alam yang baik, budidaya kerapu dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal untuk menjalankan budidaya kerapu, khususnya ikan kerapu macan. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu.

Berdasarkan keadaan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak diusahakan jika dilihat dari aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar.

Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek pasar, dan aspek teknis. Pada analisis finansial dianalisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periods (PP). Pada analisis pendpatan usaha dilakukan analisis R/C Ratio, dan Cost per Unit, Analisis sensitiviitas dilaukan untuk melihat daya tahan usaha terhadap perubahan biaya variabel (harga bibit ikan kerapu macan) dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan.

(3)

Analisis terhadap aspek pasar budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang dilakukan dengan melihat potensi permintaan dan penawaran di pasar. Setiap tahunnya, Hongkong mengimpor ikan kerapu hidup dalam jumlah yang besar dari mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Filipina dan Indonesia sebesar 30.000 ton sedangkan Indonesia baru bisa memasok rata-rata 267,19 ton per tahun. Harga ikan kerapu macan di Pulau Panggang berkisar antara Rp. 120.000,- sampai Rp. 125.000,- per kilogram, sedangkan di Jakarta berkisar antara Rp. 130.000,- per kilogram. Berdasarkan gambaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peluang usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang masih sangat besar dan layak untuk diusahakan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan, secara teknis masih banyak yang harus dibenahi dalam budidaya ikan kerapu macan KJA karena kebanyakan petani masih menggunakan cara tradisional yang beresiko tinggi menyebabkan kegagalan panen. Hal ini dapat dilihat dari survival rate (SR) kerapu macan budidaya yang berkisar 53,8-69,8 persen, sedangkan SR kerapu macan ideal berkisar antara 70-75 persen. Penyuluhan yang lebih intensif dan pemberian pelatihan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dari Sudin Perikanan Kepulauan Seribu dan pihak lain yang terkait diharapkan mampu meningkatkan ketrampilan pembudidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang.

Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan, maka usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA ukuran 2 kotak, 4 kotak, maupun 6 kotak dan KJT 4x4 meter layak untuk diusahakan karena memberikan tambahan manfaat yang positif setelah dianalisis dalam nilai sekarang. Hasil analisis sensitivitas pada KJA maupun KJT menunjukkan usaha ini masih memberikan keuntungan walaupun terjadi penurunan nilai SR dan kenaikan harga bibit ikan kerapu macan sebesar 10 persen.

Penelitian budidaya ikan kerapu macan dengan KJA di Pulau Panggang didapatkan bahwa usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan secara teknis tetapi harus dengan adanya perbaikan dibeberapa komponen teknis seperti pemberian pakan dan vitamin, dan penentuan lokasi yang benar-benar sesuai untuk KJA. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek pasar karena pembeli yang tersedia banyak serta mampu membeli seluruh hasil produksi petani budidaya ikan kerapu macan sesuai dengan harga pasar. Usaha budidaya kerapu macan dengan menggunakan sistem KJA layak diusahakan dari aspek finansial karena Nilai NPV yang didapat bernilai positif, IRR lebih besar dari DF, Net B/C yang lebih besar dari satu serta payback periode yang masih berada dalam umur proyek. Budidaya dengan sistem KJA lebih baik dibandingkan KJT karena keuntungan yang didapatkan lebih besar serta sensitifitas KJA terhadap perubahan biaya variabel maupun SR lebih baik dibandingkan dengan KJT.

(4)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA

IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG,

KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU,

DKI JAKARTA

Oleh :

Febryanto Wardhana Utama A14105546

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

Nama : Febryanto Wardhana Utama

NRP : A14105546

Program Studi : Ektensi Manajemen Agribisnis

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Lusi Fausia, M.Ec NIP 131 578 845

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DI PULAU PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH

Bogor, Juni 2008

Febryanto Wardhana Utama A14105546

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1984 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan A. Bangun dan S. Surbakti. Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah SD pada tahun 1989 ,SLTP pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 1 Medan, dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan Diploma 3 pada Program Studi Teknologi Informasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Setelah itu pada tahun 2005 penulis melanjutkan kembali pendidikannya ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa atas segala kasih dan Berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini mengambil topik mengenai ”Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem budidaya karamba jaring apung.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga apa yang penulis sampaikan pada skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2008

Febryanto Wardhana Utama A14105546

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH BAPA atas segala kasih dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril, semangat, bimbingan dan arahan dari semua pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta A.Bangun dan S. Surbakti serta adik-adikku tersayang Astra Yudha Riady dan Afriliany Tri Lestari yang telah memberikan dukungan moril, materil serta doa dan kasih sayang.

2. Ir. Lusi Fausia, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya.

3. Ir. Juniarti Atmakusumah, M.Si yang telah menjadi dosen evaluator yang memberikan banyak saran pada penelitian saya.

4. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan koreksi dan saran pada skripsi saya.

5. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komdik yang memberikan koreksi dan saran pada penulisan skripsi saya.

6. Someone special for the passion and love. You give me more than I need. 7. Anak-anak Mariners Camp. Iqbal, Eponk, Kincit, Alin, Inyo, Farah,

Franky, Gilang atas dukungan dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian dan skripsi.

8. Teman-teman X10C Murry”entes” Hadi N, Simon A, Tomson B, Alfredo Z, Panjang, Marudut H, Dongok, serta semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Laut di Indonesia...10

2.2 Biologi Ikan Kerapu...11

2.3 Prospek Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia ...13

2.3.1 Budidaya Ikan dengan Karamba Jaring Apung ...17

2.3.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem Karamba Jaring Apung ...18

2.4 Penelitian Terdahulu ...25

2.5 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ...27

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi...28

3.1.1.1 Analisis Kelayakan Finansial...29

3.1.1.2 Analisis Kelayakan Pasar...30

3.1.1.3 Analisis Kelayakan Teknis ...30

3.1.1.4 analisis dampak Terhadap Lingkungan ...31

3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat ...31

3.1.3 Analisis Sensitivitas...32

(11)

IV. METODOLOGI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...35

4.2 Jenis dan Sumber Data ...35

4.3 Metode Analisis Data...36

4.4 Analisis Kelayakan Investasi ...36

4.5 Analisis Sensitivitas ...40

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Potensi Sumber Daya Manusia ...41

5.2 Karakteristik Nelayan Pulau Panggang...42

5.3 Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang...44

5.4 Permasalahan Nelayan di Pulau Panggng ...47

VI. ANALISIS KELAYAKAN USAHA 6.1 Analisis Aspek Pasar...49

6.1.1 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Pasar...52

6.2 Analisis Aspek Teknis ...52

6.2.1 Pemilihan Lokasi Karamba Jaring Apung ...52

6.2.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem KJA 6.2.2.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan ...55

6.2.2.2 Penebaran Bibit ...56

6.2.2.3 Pemberian Pakan...57

6.2.2.4 Penyortiran (Sampling) ...60

6.2.2.5 Perbaikan dan Pembersihan Waring ...60

6.2.2.6 Pemanenan ...61

6.2.3 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Teknis ...61

6.3 Analisis Dampak Terhadap Lingkungan...62

6.3.1 Keputusan Berdasarkan Analisis Dampak Lingkungan...62

6.4 Analisis Aspek Finansial 6.4.1 Identifikasi Biaya Manfaat ...63

6.4.2 Keuntungan...76

6.4.3 Proyeksi Cash Flow...76 6.4.4 Kriteria Kelayakan Usaha

(12)

6.4.4.1 Analisis Kelayakan Investasi Usaha ...78

6.5 Analisis Sensitifitas...82

6.5.1 Penurunan SR Sebesar 10 Persen ...83

6.5.2 Kenaikan Harga Bibit Kerapu Macan 10 Persen...87

6.6 Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Finansial...91

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ...92

7.2 Saran...93

DAFTAR PUSTAKA ...94

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Ikan Kerapu Nasional...3

2. Nilai Produksi Ikan Kerapu ...3

3. Produksi Ikan Kerapu Kepulauan Seribu ...6

4. Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung ...20

5. Hubungan Antara Ukuran Benih Dengan Mata Waring ...21

6. Komposisi Pekerjaan Kepala Keluarga di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 (KK) ...41

7. Komposisi Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 ...42

8. Pendidikan Nelayan Pulau Panggang...43

9. Persentase Nelayan Menurut Penggunaan Alat Tangkap...44

10. Penghasilan Rata-rata Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap ...47

11. Ekspor Nasional Kerapu...50

12. Kondisi Fisika, Kimia Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu ...54

13. Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah Untuk Ikan Kerapu ...58

14. Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 2 Kotak ...64

15. Komponen Biaya Ikan Kerapu Macan 4 Kotak ...65

16. Komponen Biaya Investasi Ikan Kerapu Macan 6 Kotak ...66

17. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 2 Kotak...67

18. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 4 Kotak...68

19. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan 6 Kotak...69

20. Penyusutan KJA 2 Kotak...73

21. Penyusutan KJA 4 Kotak...74

22. Penyusutan KJA 6 Kotak...75

23. Analisis Kelayakan Investasi Usaha...91

24. Analisis Sensitifitas SR Turun 10 persen ...91

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogattus)...11

2. Karamba Jaring Apung...14

3. Jumlah Rumah Tangga/Pengusaha Budidaya ...16

4. Luas Lahan Budidaya Karamba ...16

5. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Karamba ...16

6. Konstruksi Karamba Jaring Apung ...17

7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu dengan Sistem KJA...34

8. Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Budidaya di Pulau Panggang ...51

9. Persiapan Wadah Karamba Jaring Apung...56

10. Proses Aklimatisasi Ikan Kerapu Macan...57

11. Pakan Alami (Rucah) Ikan Kerapu Macan...58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Proyeksi Rugi Laba KJA 2 Kotak ...96

2. Proyeksi Rugi Laba KJA 4 Kotak ...97

3. Proyeksi Rugi Laba KJA 6 Kotak ...98

4. Cash Flow KJA 2 Kotak...99

5. Cash Flow KJA 4 Kotak...100

6. Cash Flow KJA 6 Kotak...101

7. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 2 Kotak ...102

8. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 4 Kotak ...103

9. Analisis Sensitifitas Harga Bibit Kerapu Naik 10% KJA 6 Kotak ...104

10. Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 2 Kotak ...105

11. Analisis Sensitifitas SR Turun 10% KJA 4 Kotak ...106

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan potensi yang dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi kepada masyarakat. Sebagai negara maritim yang mempunyai luas perairan sekitar 5,8 juta km2, garis pantai sepanjang 81.000 km serta pantai berkarang yang menyimpan kekayaan flora dan fauna seluas 3.124.747 Ha Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut (Departemen Kelautan dan Perikanan/DKP, 2005). Saat ini sektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai salah satu pilar dalam pemulihan krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia.

Beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan antara lain sebagai berikut : (1) Permintaan ikan konsumsi dari luar negeri, khususnya ikan karang konsumsi belum dapat diakomodasi seluruhnya karena minimnya produksi Indonesia; (2) Perkembangan teknologi dibidang kelautan dan perikanan juga dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya yang belum banyak dieksplorasi; (3) Pertambahan penduduk menyebabkan permintaan barang dan jasa juga turut meningkat, selain itu juga terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dewasa ini yang lebih berorientasi pada makanan laut1).

Saat ini sumberdaya perikanan yang telah dimanfaatkan dalam skala yang cukup besar adalah komoditas ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus spp.). Ikan kerapu banyak terdapat di ekosistem terumbu karang khususnya di kawasan Asia Pasifik. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, (2005) pada

(17)

tahun 1997 kawasan ini memasok sekitar 90 persen dari total produksi kerapu dunia.

Ikan kerapu digolongkan dalam komoditas terpenting dan telah banyak informasi berbagai aspek dalam pemilihannya sebagai komoditas budidaya. Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini bernilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Dengan tingginya permintaan pasar terhadap ikan kerapu macan, usaha ikan kerapu macan harus dilakukan.

Indonesia merupakan produsen terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7 persen per tahun2). Produksi kerapu di Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, (2005) produksi ikan kerapu budidaya hanya sekitar 7.500 ton atau sekitar 15,45 persen dari sekitar 48.516 ton produksi kerapu Indonesia. Perdagangan kerapu Indonesia berkembang dengan pesat pada pertengahan tahun 1990-an dengan jumlah ekspor sebesar 300 ton pada tahun 1989 menjadi 3.800 ton pada tahun 1995. Besarnya tingkat permintaan ikan konsumsi terutama ikan kerapu disebabkan adanya permintaan pasar luar negeri terhadap ikan karang hidup konsumsi yang dikenal dengan istilah Live Reef Fish for Food (LRFF). Jumlah produksi ikan kerapu nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

Tabel 1. Produksi Ikan Kerapu Nasional Tahun Jenis Ikan 1999 (Ton) 2000 (Ton) 2001 (Ton) 2002 (Ton) 2003 (Ton) 2004 (Ton) Kerapu Karang 43.472 48.422 48.516 48.400 53.743 14.392 Kerapu Bebek - - - 5.807 Kerapu Balong - - - 1.182

Keterangan : - (Data Tidak Tersedia)

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005

Negara yang menjadi tujuan ekspor untuk ikan kerapu Indonesia adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina, dan Jepang. Hongkong adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk kerapu. Pada tahun 2000, total impor kerapu Hongkong sebesar 14.000 ton, Indonesia memasok sebanyak 252,60 ton (DKP, 2005).

Ekspor kerapu indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadinya over fishing ikan kerapu karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Meskipun ekspor ikan kerapu terus mengalami penurunan, tetapi nilai ekspor yang dihasilkan masih cukup tinggi sehingga ikan kerapu tetap masih menjadi komoditi yang menjanjikan untuk ekspor. Nilai produksi ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Produksi Ikan Kerapu

Tahun Jenis Ikan 2001 (Rp) 2002 (Rp) 2003 (Rp) 2004 (Rp) Kerapu Karang 509.113.698 617.975.592 561.328.311 147.186.349 Kerapu Bebek - - - 213.901.280 Kerapu Lumpur - - - 49.021.850

Keterangan : - (Data Tidak Tersedia)

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005

Ikan kerapu macan hasil budidaya juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung di laut. Keunggulan yang pertama adalah ukuran ikan yang seragam, yang memungkinkan pembudidaya untuk

(19)

memanen ikan pada saat ukuran panen/konsumsi yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi yaitu pada saat ikan berbobot delapan ons. Yang kedua adalah pasokan ikan kerapu macan hasil budidaya dapat terus menerus ada karena dapat diatur masa penanaman dan panen sesuai dengan kebutuhan pembudidaya/pasar.

Nilai produksi ikan kerapu yang cukup besar dan keunggulan ikan kerapu hasil budidaya dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung membuat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah menjadikan ikan kerapu sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.

Salah satu wilayah yang mempunyai kontribusi dalam produksi kerapu adalah perairan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu berada di wilayah Teluk Jakarta yang memiliki banyak potensi dibidang kelautan dan perikanan, antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, dan mangrove. Ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan adalah kerapu.

Sebagai wilayah kabupaten di dalam Propinsi DKI Jakarta, maka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu banyak memiliki ke-khasan yang memerlukan pendekatan khusus pula dalam proses pembangunannya. Beberapa ke-khasan tersebut adalah : (1) Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah wilayah kepulauan yang terdiri atas 110 buah pulau-pulau sangat kecil dan perairan yang luas; (2) Penduduk yang menempati hanya 11 pulau pemukiman yang terpencar dari selatan ke utara dan hampir semua adalah warga pendatang; (3) Alternatif kegiatan pembangunan yang relatif terbatas yaitu utamanya perikanan tangkap dan pariwisata dan lain-lain.

Mengingat potensi perairan yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan

(20)

laut kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa reef flat, laguna (goba) dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat (perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan budidaya laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan mencapai 4.376 Ha (Soebagyo, 2004).

Untuk memulai kegiatan pengembangan marikultur tersebut, Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahap awal tengah mempelopori mengembangkan budidaya laut percontohan skala besar di empat pulau untuk dijadikan areal budidaya rumput laut dengan sistem longline dan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA (karamba jaring apung/cage culture) oleh masyarakat, terutama penduduk Pulau Panggang.

Jumlah produksi kerapu di Perairan Kepulauan Seribu antara tahun 1994 sampai 2004 sebesar 555,55 ton, tetapi produksi kerapu setiap tahunnya cenderung menurun. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), jumlah tangkapan ikan kerapu nasional antara tahun 2002-2003 mengalami penurunan sebesar 72,78 persen. Hal ini disebabkan oleh penangkapan yang banyak menggunakan potasium sianida dan terjadinya over fishing. Karena jumlah hasil tangkapan yang cenderung menurun, saat ini pemerintah melalui DKP lebih fokus untuk mengembangkan budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu di Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 3.

(21)

Tabel 3 Produksi Ikan Kerapu di Kepulauan Seribu

Tahun Produksi (Kg) Pertumbuhan (%)

1994 27.856,40 -1995 19.246,24 -30,90 1996 21.494,10 11,67 1997 23.726,50 10,38 1998 29.141,90 22,82 1999 62.491,46 114,13 2000 63.075,86 0,93 2001 36.466,34 -42,18 2002 119.100,00 226,60 2003 62.410,00 -72,78 2004 90.540,00 45,07 Rata-rata 50.504,44 15,67

Sumber : Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu, 2005

Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk budidaya kerapu karena memiliki pantai berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat yang paling baik bagi kerapu. Menurut penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB, 2002), potensi budidaya kerapu di Kepulauan Seribu seluas 359,49 Ha yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Panggang. Kondisi fisik di pulau-pulau diatas sangat baik untuk membudidayakan kerapu, terutama budidaya dengan menggunakan Karamba Jaring Apung (KJA). Pemanfaatan lahan ini diharapkan dapat menjadi alternatif mata pencaharian penduduk di Kepulauan Seribu yang mayoritas pekerjaannya adalah nelayan tangkap.

1.2 Perumusan Masalah

Keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat ditentukan oleh pasokan benih yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas. Permasalahan utama dalam pengembangan budidaya ikan kerapu macan adalah terbatasnya benih dalam

(22)

kualitas maupun kuantitas, meskipun diantara ikan kerapu lainnya, pembenihan jenis ikan ini relatif lebih mantap. Permasalahan kedua yang dihadapi oleh pembudidaya adalah keterbatasan modal yang membatasi untuk dilakukannya pengembangan usaha budidaya ikan kerapu macan. Pengetahuan mengenai teknik budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA juga merupakan permasalahan yang ditemui di Pulau Panggang yang berakibat pada tidak optimalnya hasil budidaya KJA pembudidaya.

Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Panggang memiliki prospek yang sangat bagus untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA. Sumberdaya alam berupa pantai berkarang yang merupakan habitat kerapu yang sangat baik untuk budidaya dengan sistem KJA merupakan sebuah nilai tambah bagi perairan Kepulauan Seribu.

Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumber daya alam yang baik, budidaya kerapu dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Budidaya ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Panggang masih diusahakan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang.

Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal untuk menjalankan budidaya kerapu, khususnya ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan budidaya ikan kerapu khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di

(23)

Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu.

Berdasarkan keadaan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak diusahakan jika dilihat dari aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar.

Aspek finansial dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya dan pemasukan untuk megusahakan budidaya kerapu sistem KJA sehingga dapat diketahui apakah budidaya diatas layak atau tidak secara finansial. Aspek teknis dilakukan untuk mengetahui apakah lokasi KJA yang dipilih layak atau tidak dilihat dari segi kondisi alam dan ketersediaan input yang digunakan dalam usaha. Aspek pasar perlu dianalisis untuk mengetahui berapa besar tingkat permintaan dan penawaran kerapu di pasar sehingga dapat diketahui peluang pasar yang dapat diraih.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA di Pulau Panggang ditinjau dari:

1. Aspek finansial 2. Aspek pasar 3. Aspek teknis 4. Analisis sensitifitas

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

a. Masyarakat Pulau Panggang sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usaha maupun pengembangan usaha budidaya kerapu macan.

b. Calon investor/pengusaha sebagai bahan pertimbangan sebelum berinvestasi pada usaha budidaya kerapu macan dengan sistem KJA.

c. Pihak pihak yang terkait khususnya Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu untuk membantu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang dalam usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan hanya pada ruang lingkup budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan diatas. Penelitian ini tidak menganalisis karamba Jaring tancap (KJT) yang juga terdapat di Pulau Panggang dikarenakan KJT telah dilarang penggunaannya oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. KJT dilarang karena keberadaannya yang terlalu dekat dengan pantai dan konstruksinya yang menancap langsung ke dasar perairan sehingga menyebabkan rusaknya terumbu karang dan mengganggu jalur kapal bersandar.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Laut di Indonesia

Secara garis besar, perikanan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik di darat maupun di laut. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang melakukan penangkapan terhadap hewan air dan tumbuhan air. Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan manusia dalam membudidayakan hewan dan tumbuhan air.

Menurut DKP (2005), sumberdaya perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah perairan yaitu : (1) Perairan barat yang meliputi perairan : Selat Malaka, timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Cina Selatan, dan timur Kalimantan; (2) Perairan timur yang meliputi perairan: Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara, dan Laut Banda.

Karakteristik perairan barat Indonesia ditandai dengan perairan yang subur (banyak terdapat fitoplankton), dangkal dan sumberdaya ikan yang dominan adalah ikan demersal dan pelagis kecil. Ikan pelagis besar hanya terdapat di barat Sumatera, selatan Jawa, dan Selat Makassar. Di perairan timur Indonesia, ikan yang dominan adalah ikan pelagis besar. Akibat dari over fishing, saat ini jumlah ikan di perairan barat Indonesia lebih rendah dibandingkan perairan timur. Daerah lain yang mengalami over fishing adalah perairan utara Jawa, Selat Malaka, dan Selat Bali. Pada perairan timur Indonesia hanya udang saja yang telah diekplorasi dalam jumlah besar, seperti di perairan Laut Arafura dan Papua.

(26)

2.2 Biologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah ikan yang hidup di ekosistem terumbu karang. Bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal (punggung) dan poterior (badan). Habitat ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak alga dan karangnya, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya mematuk makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis Crustaceae (rebon, dogol, dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan pelagis kecil (tembang, teri, dan belanak). Bentuk tubuh ikan krapu macan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Sumber: www.fishbase.com

(27)

Klasifikasi Ikan Kerapu Macan3) Class : Chondrichthyes

Sub class : Ellasmobranchii Ordo : Percomorphi

Divisi : Perciformes Famili : Serranidae

Genus : Epinephelus

Species : Epinephelus fuscoguttatus

Di pasar internasional kerapu dikenal dengan nama grouper atau trout. Kerapu mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Dari semua spesies tersebut, bisa dikelompokkan ke dalam tujuh genus meskipun hanya tiga genus yang sudah dibudidayakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus.

Spesies kerapu komersial Chromileptes altivelis termasuk jenis Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu bebek. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung, dan kawasan perairan terumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kep. Karimunjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur (estuary grouper) 3)www.fishbase.com

(28)

mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga Kerapu Hitam. Spesies ini paling banyak dibudidayakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.

2.3 Prospek Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia

Budidaya laut (Marine culture) adalah suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik laut dalam wadah dan perairan yang terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ada beberapa jenis sistem budidaya yang bisa digunakan di laut, yaitu sistem sistem kandang (Pen culture), sistem karamba (Cage culture), dan tali panjang (Longline). Sistem budidaya yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sistem kandang dan sistem karamba.

Sistem kandang adalah metode budidaya yang membatasi suatu wilayah di laut dengan luasan tertentu dengan menggunakan kurungan tancap (dikenal dengan Karamba Jaring Tancap /KJT) atau kurungan apung (dikenal dengan Karamba Jaring Apung/KJA). Sistem ini juga biasa digunakan pada budidaya ikan air tawar dan air payau, tetapi tingkat keberhasilannya di laut masih belum maksimal dibandingkan dengan di air tawar dan payau.

Sistem karamba adalah metode budidaya dengan cara membuat suatu bangunan semi permanen di laut dan menempatkan jaring di tengahnya dengan kedalaman tertentu. Sistem ini yang paling banyak digunakan pada budidaya laut di Indonesia. Bentuk dari Karamba Jaring Apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar 2.

(29)

Gambar 2 Karamba Jaring Apung

Produksi kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal. Harga jual kerapu dalam kondisi hidup lebih mahal dibandingkan dalam keadaan mati (segar). Harga ikan Kerapu Bebek (Chromileptis altivelis) ditingkat produsen atau pembudidaya KJA mencapai Rp 390.000 per kilogram, sedangkan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Rp 90.000 per kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari laut yang hanya bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan long line. Alat tangkap ini hanya bisa menangkap ikan satu per satu sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah yang besar. Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing dibeberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap juga mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga menyebabkan ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal

(30)

permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan hidup.

Kegiatan budidaya kerapu macan relatif lebih mudah dan peluang keberhasilannya juga tinggi dibandingkan budidaya ikan kerapu jenis lain, udang maupun bandeng tambak. Kerapu macan mudah untuk dibudidayakan karena tingkat kelangsungan hidup-nya (survival rate) tinggi serta pakan alami (rucah) bisa menggunakan ikan laut jenis apapun. Kendala teknis yang paling banyak ditemukan adalah ketersediaan benih kerapu, karena selama ini pembudidaya sangat tergantung dari hasil tangkapan di laut. Namun ketersediaan benih yang berasal dari laut tidak kontinyu dan semakin lama semakin sedikit.

Menurut Sari (2006), tingkat pemanfaatan kerapu hasil tangkapan di Kepulauan Seribu telah melampaui batas optimal yang disarankan. Produksi penangkapan dan produksi budidaya kerapu pada interaksi optimal sebesar 32.798 kilogram per tahun untuk penangkapan dan budidaya sebesar 28.348 kilogram per tahun. Permasalahan benih telah dapat sedikit teratasi dengan adanya BBL yang menjual benih kerapu yang berkualitas tinggi dan harga yang lebih murah, serta hatchery yang ada di Bali dan Situbondo (Jawa Timur) sehingga pembudidaya kerapu tidak lagi sepenuhnya bergantung pada benih yang berasal dari laut.

Berdasarkan keadaan diatas dapat dilihat usaha budidaya kerapu macan memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Meskipun demikian analisis kelayakan usaha budidaya kerapu tetap diperlukan untuk mencegah kerugian investor/pembudidaya kerapu sebelum menanamkan modalnya.

Pengembangan budidaya dengan sistem karamba yang dilakukan pemerintah beserta instansi yang terkait menyebabkan peningkatan usaha

(31)

budidaya dengan karamba. Hal ini ditandai dengan pertambahan Jumlah Rumah Tangga (JRT)/perusahaan budidaya (Gambar 3), luas lahan budidaya (Gambar 4), dan jumlah produksi perikanan budidaya karamba (Gambar 5). Menurut DKP (2005), dari tahun 1999-2004 JRT mengalami kenaikan rata-rata sebesar 27,34 persen, luas lahan budidaya 41,26 persen, dan produksi sebesar 16,24 persen.

0 5000 10000 15000 20000 25000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun J um la h (bua h )

Sumber : Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005

Gambar 3 Jumlah Rumah Tangga/Pengusaha Budidaya Karamba Jaring Apung

0 200 400 600 800 1000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun L u as ( H a )

Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005 Gambar 4 Luas Lahan Budidaya Karamba

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun Ju m lah ( T o n )

Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan, 2005

Gambar 5 Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Karamba

(32)

Daerah yang telah berhasil mengembangkan budidaya kerapu dengan sistem KJA antara lain Kabupaten Munu, Bali, Kepulauan Riau, dan Bangka. Perkembangan teknologi budidaya kerapu saat ini diharapkan mendorong daerah lain yang memiliki pantai dengan karakteristik seperti habitat kerapu dapat mencoba untuk melakukan budidaya kerapu.

2.3.1 Budidaya Ikan dengan Karamba Jaring Apung

Karamba Jaring Apung (KJA) adalah sistem budidaya yang paling banyak digunakan di Indonesia. KJA telah dilakukan di Jepang pada tahun 1954 dan kemudian menyebar ke Malaysia pada tahun 1973. Di Indonesia KJA mulai dikenal pada tahun 1976 di Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten dimulai pada tahun 1979. Salah satu kelebihan KJA adalah ikan dapat dipelihara pada kepadatan yang tinggi tanpa kekurangan oksigen. Konstruksi KJA dapat dilihat pada Gambar 6.

Waring

Sumber: Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Laut di Jaring Apung Gambar 6 Konstruksi Karamba Jaring Apung

(33)

Sarana dan prasarana yang idealnya digunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu antara lain:

1. Rakit

Konstruksi wadah budidaya ikan kerapu macan merupakan konstruksi berupa rakit. Rakit adalah kotak yang dilengkapi dengan pelampung yang biasanya berupa tong plastik atau sterofoam. Rakit ini merupakan wadah untuk melekatkan atau mengikat jaring. Rakit biasanya terbuat dari kayu dengan ukuran bingkai 8 x 8 meter, dimana tiap rakit terbagi menjadi 4 kotak berukuran 3,5 x 3,5 meter. 2. Waring

Waring adalah kantong yang terbuat dari jaring. Waring digunakan sebagai wadah untuk memelihara ikan kerapu. Untuk pembesaran ikan kerapu, jaring yang digunakan berukuran 3,5 x 3,5 x 3,5 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1-2 inci.

3. Perahu

Perahu merupakan sarana transportasi petani karamba. Perahu ini juga dapat digunakan untuk pencarian pakan alami ikan kerapu (rucah). Idealnya setiap petani KJA memiliki minimal 1 perahu.

2.3.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu Dengan Sistem Karamba Jaring Apung a. Lokasi Usaha

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar KJA dapat berjalan dengan baik seperti terdapat pada Tabel 4. Dalam hal tata letak, persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi karamba adalah sebagai berikut:

(34)

1. Terlindung dari angin dan gelombang besar

Angin dan gelombang besar dapat merusak konstruksi sarana budidaya (rakit) dan dapat menggangu aktifitas budidayaseperti pemberian pakan. Tinggi gelombang yang disarankan untuk budidaya kerapu tidak lebih dari 0,5 meter. 2. Kedalaman perairan

Kedalaman perairan ideal untuk budidaya ikan kerpau macan yang menggunakan karamba jaring apung adalah 5-15 meter. Perairan yang terlalu dangkal (kurang dari lima meter) dapatmempengaruhi kualitas air karena banyak sisa pakan yang membusuk. Pada perairan yang kedalamannya lebih dari 15 meter dibutuhkan tali yang panjang untuk mengikat jangkar sehingga dibutuhkan tambahan biaya.

3. Jauh dari limbah pencemaran

Lokasi yang jauh dari buangan limbah seperti limbah indusri, pertanian, rumah tangga, dan tambak sangat dianjurkan untuk budidaya iakn kerapu macan dengan sistem KJA. Limbah rumah tangga biasanya dapat menyebabkan tingginya bakter perairan. Limbah industri dapat membuat konsentrasi logam berat di perairan tinggi. Sementara limbah tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan sehingga organisme penempel seperti teritip dan kerang-kerangan tumbuh subur dan dapt menyebabkan jaring menjadi tertutup.

4. Dekat sumber pakan

Sumber pakan yang dekat dengan lokasi karamba sangat penting karena pakan merupakan kunci keberhasilan budidaya ikan kerapu macan. Daerah penangkapa ikan dengan menggunakan lift net merupakan lokasi terbaik karena pakan berupa ikan segar dapt diperoleh dengan mudah dan murah.

(35)

5. Sarana transportasi

Tersedianya sarana transportasi yang baik dan mudah diakses adalah suatu keuntungan tersendiri pada lokasi budidaya ikan kerapu macan karena memberikan kemudahan dalam hal pengangkutan pakan dan hasil panen.

Tabel 4 Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung Parameter

Faktor Ekologi Nilai Bobot Bobot Nilai

> 1.0 = 5 10

0.5 - 1.0 = 3 6

A. Tinggi Air Pasang (meter) High Tide (meter)

< 0.5 = 1

2

2

0.2 - 0.4 = 5 10

0.005 - 0.2 = 3 6

B. Arus (meter / detik)

Marine Current (meter/second)

0.4 - 0.5 = 1

2

2

> 10 = 5 10

4 - 10 = 3 6

C. Kedalaman Air dari dasar Jaring (meter)

Water Depth from Net Bottom

(meter) < 4 = 1 2 2 5 = 5 10 3 - 5 = 3 6 D. Oksigen Terlarut (ppm) Soluble Oxygen (ppm) < 3 = 1 2 2 Jarang = 5 10 Sedang = 3 6 E. Perubahan Cuaca Weather Change Sering = 1 2 2 Faktor Pendukung Baik = 5 5 Cukup = 3 3 A. Sumber Listrik Electric Supply Kurang = 1 1 1 Baik = 5 5 Cukup = 3 3 B. Sumber Pakan Feed Supply Kurang = 1 1 1 Baik = 5 5 Cukup = 3 3 C. Tenaga Kerja Manpower Kurang = 1 1 1 Baik = 5 5 Cukup = 3 3 D. Ketersediaan Benih Fry Supply Kurang = 1 1 1 Baik = 5 5 Cukup = 3 3 E. Pencemaran Pollution Kurang = 1 1 1 Sumber: Sunyoto, 2000

(36)

Pada tabel evaluasi penilaian lokasi KJA diatas nilai bobot menunjukkan tingkatan kondisi ideal dari parameter pada nilai yang tertera pada kolom nilai bobot, sedangkan bobot menunjukkan tingkat kepentingan dari parameter-parameter diatas.

b. Persiapan Wadah

Kegiatan persiapan wadah meliputi pencucian jaring atau waring dengan mesin penyemprot samapai bersih. Setelah itu dipasang di karamba dengan diikat dengan tali dan diberi pemberat berupa batu atau jangkar yang diikat di keempat ujung waring. Ukuran mata jaring yang digunakan harus disuaikan dengan ukuran benih yang akan ditebar. Hubungan antara ukuran mata jaring dan ukuran benih dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hubungan Antara Ukuran Benih dengan Mata Waring

No Ukuran Benih (cm) Ukuran Mata Jaring Satuan

1 2 - 3 4 mm

2 3 - 5 4 mm

3 5 - 7 4 mm

4 7 - 9 0,5 inchi

5 > 9 1 - 2 inchi

Sumber: Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung, 2004

c. Penebaran Ikan

Benih kerapu macan yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan di karamba jaring apung berasal dari benih yang dibeli dari hatchery di Gondol, Situbondo, dan Lampung. Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu air tidak teralalu tinggi. Aklimatisasi dilakukan agar ikan tidak stres dengan perbedaan suhu dan salinitas antara pembenihan dan pembesaran. Aklimatisasi dilakukan dengan cara memasukkan kantong plastik berisi ikan kedalam calon

(37)

media pemeliharaan. Kantong dibiarkan mengapung selama 10-15 menit, setelah itu ikatannya dibuka dan ikan dibiarkan keluar dari plastik dengan cara menenggelamkan setengah mulut plastik sehingga ikan keluar dengan sendirinya.

d. Pemberian Pakan

Pemilihan jenis pakan pada ikan kerapu macan harus didasarkan pada kemauan ikan untuk memangsa pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi, dan nilai ekonomisnya. Jenis pakan adalah ikan rucah segar (ikan-ikan non ekonomis penting) dengan kandungan lemak rendah seperti jenis selar, tanjan, dan benggol karena harganya relatif murah dan nilai gizinya masih mencukupi untuk ikan budidaya.

Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari dengan feeding rate (FR) sebesar sepuluh persen dari bobot tubuh pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00

WIB dan sore hari pada pukul 16.00-17.00 WIB. Benih kerapu dengan berat

kurang dari 5-10 gram berat tubuh umumnya perlu diberi pakan lebih dari tiga kali sehari untuk memaksimalkan pengambilan pakan dan mempercepat pertumbuhan ikan. Semakin besar ukuran ikan, semakin kurang frekuensi pemberian pakan, tanpa memberi pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan. Jika ikan diberi makan dua kali setiap harinya, pemberian pakan harus dilakukan pada pagi hari dan petang. Untuk ikan yang diberi makan sekali sehari, lebih baik dilakukan pada waktu petang sebelum matahari terbenam. Tidak baik memberi pakan pada siang dan sebelum petang, karena sinar matahari yang terik. Pada waktu tersebut, ikan kerapu cenderung beristirahat di dasar wadah pemeliharaan dan umumnya kurang aktif makan. Jika pembudidaya ikan menerapkan pemberian pakan sampai kenyang dan mendistribusikan pakan secara merata, maka hal ini akan mencegah

(38)

ikan makan dengan agresif dan dengan demikian mengurangi terbuangnya sisa pakan ke dasar wadah dan .memperkecil pencemaran. Hindari cara pemberian pakan dengan melemparkan begitu saja sejumlah pakan baik ikan rucah atau pellet ke dalam wadah tanpa memeriksa kebiasaan makan dari ikan-ikan tersebut karena akan banyak pakan yang keluar dari dasar karamba dan menjadi limbah yang mencemari perairan sekitar. Pemberian pakan diharapkan tidak meninggalkan sisa pada dasar wadah pemeliharaan karena sisa pakan akan menjadi incaran ikan-ikan diluar wadah, terutama ikan buntal yang sangat berbahaya dan dapat merobek waring.

Penambahan multivitamin pada ikan laut dapat menambah kekebalan tubuh ikan, mempercepat pertumbuhan, menceagah terjadinya pembengkokan badan, dan mempertinggi tingkat kelulus hidupan (Survival rate/SR). Dosis pemberian vitamin atau multivitamin dan mineral mix adalah sebesar satu sampai dua persen dari berat pakan.

e. Penyortiran (Sampling)

Ikan kerapu adalah ikan yang memiliki tingkat kanibalisme yang tinggi. Faktor penyebab terjadinya kanibalisme adalah ukuran ikan yang tidak seragam, kepadatan yang terlalu tinggi, kekurangan pakan, dan kualitas air yang jelek. Kegiatan pemilahan ukuran atau penyortiran dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan, penentuan dosis pakan, dan SR. Sampling dilakukan seminggu sekali dengan mengambil ikan secara acak sebanyak sepuluh persen dari jumlah ikan yang ada. Pada saat sampling dilakukan perhitungan, pengukuran panjang, dan berat tubuhnya sehingga dapat diamati SR-nya. Dari hasil sampling kita juga

(39)

dapat menentukan jumlah pakan yang harus diberikan, yaitu sepuluh persen dari biomassa ikan.

f. Perbaikan dan Pembersihan Waring

Penggantian dan pembersihan waring selama masa pemeliharaan mutlak dilakukan. Waring kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel, seperti kerang, teritip, dan alga. Apabila hal ini dibiarkan maka dapat menghambat pertumbuhan kerapu dan menimbulkan penyakit. Biasanya waring berukuran 8 mm akan kotor setelah dua minggu, waring ukuran 25 mm akan kotor diatas dua minggu, dan waring ukuran 38 mm akan kotor setelah dua bulan.

Jaring kotor dijemur terlebih dahulu kemudian disemprot dengan air sampai seluruh kotoran yang menempel terlepas dari waring. Sebelum dipasang kembali waring harus diperiksa terlebih dahulu, sehingga apabila ada yang robek dapat diperbaiki. Ikan baronang yang merupakan pemakan tumbuhan dapat membantu membersihkan waring dari biota penempel khususnya dari jenis tumbuhan. Waring berukuran 3 x 3 x 3 meter dapat dimasukkan 15-20 ekor ikan baronang. g. Pemanenan

Pada budidaya kerapu macan hasil panen biasanya dijual atau dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan segar, maka pemanenan sebaiknya dilakukan pada sore hari karena suhu relatif lebih rendah. Pemanenan pada sore hari diharapkan dapat mengurangi tingkat stres pada ikan.

Ada dua metode pemanenan yang biasanya diterapkan pada budidaya ikan kerapu macan yaitu metode panen selektif dan metode panen total. Panen selektif merupakan pemanenan terhadap ikan yang telah mencapai ukuran tertentu menurut keinginan pasar. Panen total merupakan pemanenan secara keseluruhan

(40)

yang biasanya dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam skala besar, tetapi ukuran seluruh ikan telah memenuhi kriteria jual.

Alat panen yang biasanya digunakan adalah scoop net yang terbuat dari kain kasa. Scoop net yang kasar tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan luka yang dapat menyebabkan penyakit dan stres pada ikan pada saat dibawa ke tempat penjualan/konsumsi. Pemanenan ikan dilakukan dengan cara mengangkat waring pemeliharaan dengan tongkat kayu. Tongkat kayu diletakkan pada bagian dasar waring kemudian diangkat sehingga waring terbagi menjadi dua bagian sehingga dapat memudahkan pengambilan ikan dari waring secara selektif maupun total.

2.4 Penelitian Terdahulu

Maulana (2003) menganalisis kelayakan usahatani pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya KJA. Analisis yang dilakukan berdasarkan aspek pasar, teknis, finansial, dan lingkungan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah usahatani tersebut layak diusahakan. Nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang dihasilkan memberikan kemungkinan untuk pengembangan usahatani tersebut. Berdasarkan analisis sensitivitas dan switching value dapat disimpulkan usahatani tersebut kurang peka terhadap perubahan yang telah diasumsikan.

(41)

Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pengangkutan dan penyusutan ikan.

Atmoko (2006) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani pembesaran dan pemasaran ikan mas. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas berdasarkan aspek pasar, teknis, finansial, dan lingkungan. Selain itu juga menganalisis tingkat sensitivitas kelayakan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani pembesaran ikan mas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan analisis biaya pemasaran. Hasil dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa dari aspek pasar, aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek finansial usahatani tersebut dapat dijalankan. Usahatani diatas memiliki tingkat kepekaan yang rendah terhadap perubahan yang telah diasumsikan. Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan menyebabkan tingginya marjin pemasaran ikan mas.

Herlina (2006) melakukan penelitian usaha budidaya pendederan ikan kerapu macan Pulau Semak Daun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Metode yang digunakan adalah analisis dekriptif untuk menganalisis data yang tidak termasuk dalam aspek finansial dan analisis kuantitatif untuk analisis data finansial. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan usaha budidaya tersebut dari aspek pasar, teknis,

(42)

dan manajemen layak untuk diusahakan. Secara finansial tidak dapat diusahakan karena nilai jual benih yang dihasilkan dibawah harga pasar, namun usaha tersebut dapat layak diusahakan apabila harga benih yang dijual mengikuti harga pasar.

2.5 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Penulis Persamaan Perbedaan

Maulana

• Menganalisis kelayakan usahatani pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya KJA.

• Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi.

• Analisis Marjin pemasaran dan saluran pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani.

Atmoko

• Menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani

pembesaran ikan mas

berdasarkan aspek pasar, teknis, finansial, dan lingkungan

• Menganalisis tingkat sensitivitas kelayakan usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume

produksi.

• Analisis Marjin pemasaran dan saluran pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani.

Herlina

• Menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen.

• Dilakukan pada usaha pendederan ikan, tidak pada pembesaran.

(43)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi

Pengertian proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas, maka perlu diadakan pemilihan diantara berbagai macam proyek yang dapat diusahakan. Tujuan utama dilakukannya studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari kesalahan investasi yang memakai dana relatif besar yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan secara ekonomi.

Manfaat yang diharapkan dari studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi kepada pengambil keputusan untuk memutuskan dan menilai alternatif proyek investasi yang akan dilakukan. Analisis yang bisa digunakan dalam menganalisis kelayakan suatu investasi, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi.

Dalam melaksanakan analisis proyek terdapat aspek-aspek yang saling berkaitan dan secara bersama-sama menentukan keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tertentu. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), beberapa aspek yang mempengaruhi kelayakan suatu proyek adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek hukum, dan aspek ekonomi suatu negara.

Aspek pasar dan pemasaran melihat tentang permintaan dan penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai oleh usaha.

(44)

Aspek teknis berhubungan dengan hal-hal teknis yang diperlukan dalam suatu proyek, seperti alat-alat yang digunakan, fasilitas produksi, dan lokasi. Aspek keuangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dana yang dibutuhkan untuk usaha. Aspek hukum berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut hukum dan ketentuan yang berlaku di negara tempat proyek akan dilaksanakan.

Kelayakan aspek-aspek diatas akan menentukan apakah suatu usaha yang akan dianalisis layak atau tidak diusahakan. Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek pasar, dan aspek teknis.

3.1.1.1 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis aspek finansial merupakan analisis manfaat-biaya yang berpusat pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya (Kadariah, 1980). Analisis finansial penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang terlibat langung dalam pelaksanaan proyek yang dilaksanakan.

Menurut Gittinger (1986), unsur-unsur dalam analisis finansial antara lain: 1. Harga yang digunakan adalah harga pasar

2. Pembayaran transfer, yaitu pajak merupakan biaya proyek dan sebagai pengurang laba. Subsidi akan mengurangi biaya proyek sehingga menambah manfaat proyek

3. Waktu perolehan return (penerimaan) 4. Kelayakan investasi

(45)

3.1.1.2 Analisis Kelayakan Pasar

Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis kelayakan usaha dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan rencana pemasaran suatu produk dan rencana penyediaan input produksi. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai (Kotler, 2005). Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat-alat yang digunakan perusahaan secara terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Alat-alat itu diklasifikasikan dan dikenal dengan istilah empat P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi) (Kotler, 2005).

Pangsa pasar (market share) juga termasuk aspek yang harus dikaji untuk mengetahui berapa besar permintaan pasar dan berapa yang mampu dipasok oleh produsen, terutama produsen ikan kerapu dari Kepulauan Seribu umumnya dan Pulau Panggang pada khususnya. Setelah pangsa pasar diketahui, dapat dilihat posisi para petani karamba di Pulau Panggang di pasar sehingga dapat disusun langkah-langkah strategis untuk memperbaiki posisi petani karamba untuk menambah pangsa pasarnya.

3.1.1.3 Analisis Kelayakan Teknis

Analisis teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi). Menurut Gittinger (1986), analisis ini meliputi keadaan tanah dan

(46)

potensinya, ketersediaan air, varietas benih yang cocok dengan areal proyek, pengadaan produksi, mekanisasi, pemupukan, dan alat-alat kontrol yang diperlukan. Variabel utama yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga kerja dan transportasi.

Sistem agribisnis yang dimulai dari hulu, on farm, dan hilir dapat juga diterapkan pada budidaya ikan kerapu KJA untuk membantu peningkatan efisiensi dan produktivitas budidaya ikan kerapu KJA sehingga hasil yang didapat oleh petani dapat meningkat. Selain itu petani juga dapat lebih meningkatkan mutu produknya karena sistem agibisnis adalah sebuah sistem yang sangat terstruktur sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.

3.1.1.4 Analisis Dampak Terhadap Lingkungan

Analisis dampak terhadap lingkungan adalah analisis yang dilakukan terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi pada saat usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA dilaksanakan. Parameter yang dianalisis meliputi kecerahan air dan kandungan kimia perairan serta dampaknya terhadap jalur pelayaran/bersandarnya kapal.

3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat

Dalam analisis proyek, tujuan analisis harus disertai dengan definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat adalah sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya-biaya yang umumnya dimasukkan dalam perhitungan analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang berpengaruh langsung terhadap suatu investasi,

(47)

seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah pengeluaran untuk pembangunan yang tahan lama seperti bangunan, mesin, peralatan dan biaya untuk penggantiannnya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan perusahaan seperti biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, dan pembayaran kembali (angsuran bunga dan angsuran pokok serta pajak).

Manfaat adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya. Manfaat yang dihitung merupakan manfaat yang dapat diukur (tangible) dari hasil penjualan produk. Menurut Kadariah (1980), manfaat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

a. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan atau penurunan biaya.

b. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan oleh adanya proyek tersebut biasanya dirasakan oleh orang tertentu beserta masyarakat berupa adanya efek berganda (multiplier) dan skala ekonomi yang lebih besar, misalnya perubahan dalam produktifitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian.

c. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup.

3.1.3 Analisis Sensitivitas

Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak

(48)

layak dilaksanakan. Dalam analisis ini setiap kemungkinan harus dicoba, hal ini diperlukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Perubahan-perubahan yang perlu diperhatikan adalah : (1) perubahan harga jual produk; (2) keterlambatan pelaksanaan proyek; (3) kenaikan biaya; (4) perubahan volume produksi.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Melihat prospek budidaya kerapu yang cukup tinggi, banyak individu maupun perusahaan tertarik untuk mengusahakan budidaya ini. Tetapi karena masih rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kerapu dan budidaya kerapu khususnya dengan menggunakan sistem KJA, banyak calon pengusaha yang kurang berminat berinvestasi di bidang ini.

Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang merupakan daerah yang sangat potensial untuk melakukan usaha budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA. Sampai saat ini hanya sedikit pengusaha maupun individu yang melakukan usaha budidaya ini, sehingga menarik untuk dikaji apakah usaha budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA layak atau tidak layak diusahakan di Pulau Panggang.

Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek finansial, aspek teknis, dan aspek pasar. Kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek antara lain Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Periode. Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan usaha budidaya kerapu dengan sistem KJA pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

(49)

Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA

• Penurunan Jumlah Ikan Kerapu Hasil Tangkapan Langsung

• Teknik Budiadaya Ikan Kerapu Yang Masih Belum Benar

• Kekurangan Modal dan Bibit Ikan Kerapu Macan • Kelebihan Ikan Kerapu hasil Budidaya dibanding

Tangkapan Langsung

Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA

Analisis Kelayakan Usaha

Analisis Aspek Teknis Analisis Aspek Pasar Analisis Aspek Finansial

Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Dengan Sistem KJA Layak

Evaluasi dan Saran Tidak Layak

Analisis Dampak Lingkungan

(50)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan sengaja (purposive). Pulau Panggang dipilih sebagai lokasi penelitian karena budidaya kerapu dengan menggunakan sistem KJA di Kepulauan seribu paling banyak berada disini walaupun jumlahnya belum terlalu banyak. Penelitian ke lapangan dilakukan pada bulan Maret 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa cross section data. Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan produksi dan wawancara menggunakan kuesioner. Responden yang diambil dilihat berdasarkan jumlah petak keramba dominan yang dimiliki oleh petani budidaya KJA. Data primer yang diperoleh adalah biaya investasi, biaya operasional, dan pendapatan pembudidaya. Data sekunder berasal dari beberapa sumber serta buku-buku yang dapat dijadikan referensi yang relevan terhadap penelitian ini. Data sekunder yang digunakan antara lain kondisi fisika perairan Pulau Panggang, teknik budidaya ikan kerapu, jumlah produksi, dan ekspor ikan kerapu.

(51)

4.3 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dari aspek pasar dan aspek teknis, dan analisis dampak lingkungan sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data finansial.

4.4 Analisis Kelayakan Investasi

Analisis finansial merupakan analisis untuk menilai proyek dari suatu badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dengan proyek. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis aspek finansial usaha budidaya ikan kerapu macan dengan sistem KJA di Pulau Panggang meliputi:

a. Penentuan umur ekonomis proyek didasarkan kepada umur investasi yang paling lama yaitu perahu selama lima tahun. Hal ini dilakukan dengan asumsi selama investasi masih ada dan dapat digunakan maka usaha akan tetap bisa berjalan.

b. Penentuan discount factor (DF). DF yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tingkat suku bunga deposito pada bulan Februari sampai Agustus 2008 (suku bunga deposito Bank Mandiri) yaitu sebesar 5,25 persen.

c. Harga produk yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar pada saat penelitian dilakukan sebesar Rp 120.000 - Rp 125.000.

d. Faktor-faktor yang diukur dalam analisis sensitifitas adalah kenaikan biaya pembelian bibit ikan kerapu dan penurunan survival rate (SR) ikan kerapu

(52)

macan sebesar sepuluh persen berdasarkan inflasi rata-rata pada tahun 2007 sampai maret 2008 sebesar delapan persen4).

Analisis kelayakan finansial yang sering digunakan dalam penilaian kegiatan produksi (proyek) adalah :

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (Nilai bersih sekarang) adalah jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi yang dianggap sebagai biaya investasi selama waktu tertentu, atau selisih antara total present value dari benefit dengan total present value dari cost. Secara matematis pengertian diatas dapat diformulasikan sebagai berikut :

atau :

= + − = n 0 t t ) i 1 ( Ct Bt NPV

Dimana : Bt = Benefit bruto proyek pada tahun t Ct = Biaya bruto proyek pada tahun t i = Suku bunga

t = 0,1,2,3,...,n

Proyek dapat dijalankan apabila nilai NPV ≥ 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan sebesar Social Opportunities of Capital. Jika NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang akan dipergunakan untuk proyek tersebut.

(53)

b. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat suku bunga suatu usaha dalam jangka waktu tertentu (i rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Secara matematis formulasi dari IRR adalah sebagai berikut :

(

" '

)

" ' ' ' i i NPV NPV NPV i IRR ⎟× − ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = Keterangan :

I’ = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif

i” = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ NPV” = NPV pada tingkat bunga i’”

Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate/DR) yang berlaku, maka dari aspek finansial usaha layak untuk dilaksanakan. Pada penelitian ini tingkat DR yang digunakan sebesar 5,25% yang merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Mandiri yang berlaku mulai 25 Februari 2008 sampai dengan 31 Agustus 2008.

c. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt – Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt – Ct < 0). Untuk menghitung indeks terlebih dahulu dihitung

Gambar

Tabel 2. Nilai Produksi Ikan Kerapu
Tabel 3 Produksi Ikan Kerapu di Kepulauan Seribu
Gambar 1 Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Gambar 2 Karamba Jaring Apung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Malinowski’s Conceptualization of Basic Needs and Cultural Responses. Basic Needs

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh model cooperative integrated reading and composition terhadap kemampuan menentukan struktur teks eksposisi, yakni berdasarkan

Hal tersebut terbukti dengan lebih baiknya pen- capaian hasil postes kemampuan ber- pikir orisinil siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan ke- las kontrol,

Analisa perhitungan rem menghasilkan gaya pedal yang dibutuhkan untuk mengerem saat jalan turun dengan sudut 10 o adalah 65,42 N, memiliki daya pengereman sebesar 1423,26

Penggunaan media pembelajaran plastisin untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini.. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat , Vol

524 ATIK HIDAYATI SMPS Muhammadiyah Kediri Kota Kediri Lulus 525 CHOLIDAH SDS Plus Arrahman Kota Kediri Tidak Lulus 526 11056302820012 ENDAH CAHYAWATI MI Raudlatul Muhtadiin Kota

11 Sulistyana.dkk., 2012, Analisa Pengaruh Lingkungan Pengendapan Batubara Terhadap Kandungan Sulfur batubara. Geologi Dan Studi Batubara Seam M2, Formasi Muaraenim,

We did not find the expected negative correlation between serum ICTP and homocysteine concentra- tions, which suggests that cross-linking of type I col- lagen does not decrease in