• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang memulai karirnya sebagai atlet pada tahun Awal bergabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang memulai karirnya sebagai atlet pada tahun Awal bergabung"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek

1. Subjek Ke-1 (O, Atlet Sprinter)

Subjek pertama merupakan atlet sprinter atau lari jarak pendek, yang memulai karirnya sebagai atlet pada tahun 2006. Awal bergabung dengan BPOC (Badan Pembinaan Olahraga Cacat) yang sekarang menjadi NPC (National Paralympic Committee), bermula dari ajakan P salah satu anggota PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) yang juga menjadi pelatih di NPC. Saat masih SD, O tidak dapat mengikuti ujian praktik olahraga. O hanya berdiri di pinggir lapangan dan melihat teman-temannya jogging di lapangan KONI. Tiba-tiba P menhampirinya dan menanyakan kenapa O hanya diam. Setelah Irul mengetahui keadaan O, P menawarkan O untuk mengikuti olahraga khusus difabel. O berminat dan setiap minggunya P menjemput O untuk latihan. Keluarga juga mendukung O dengan seperti memberikan alat-alat olahraga dan sepatu khusus untuk lari. Ketika lomba, O menggunakan egrang atau tongkat. Banyak prestasi yang telah dicapai mulai dari tingkat Kota, tingkat antar Kota, dan tingkat Provinsi.

O lahir di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1994. O bertempat tinggal di jalan Kedondong Kidul Gang 4, Surabaya. O adalah anak laki-laki pertama dari tiga bersaudara, dua adiknya adalah perempuan. Tinggal bersama ke dua orang tua dan dua adik perempuannya. O menyandang

(2)

tunadaksa kaki dimana kaki kanannya diamputasi akibat kecelakaan motor di tol perbatasan Gresik – Surabaya, ketika O masih kelas 2 SD.

Pendidikan terakhir O adalah D1 jurusan desain grafis di perguruan tinggi swasta yaitu Institut Pembangunan Surabaya. Saat ini, O bekerja freelance dalam bidang desain grafis yang membuat desain sesuai pemesanan pelanggan seperti logo dan poster. O mengaku lebih suka bekerja sendiri, membuka usaha sendiri tanpa ikut orang lain. Pada tahun 2014, O pernah bekerja bersama-sama dengan para atlet difabel lainnya. Namun pada tahun 2015, O memilih untuk keluar karena merasa tidak nyaman dengan Ketua tempat dia bekerja.

Kegiatan lain yang diikuti oleh O yakni mengikuti komunitas Helm Lover Surabaya dan bergabung sejak bulan Mei 2016. Setiap minggunya komunitas tersebut mengadakan pertemuan. Helm yang dimiliki oleh O dan temannya di komunitas tersebut, harganya lebih mahal dari helm biasa, sampai O rela mengeluarkan uang banyak untuk kegemarannya tersebut. O pernah menjual helm yang dimilikinya dan mendapat keuntung dari hasil penjualannya karena motif pada permukaan helm yang langka. Setelah dijual, kemudian O membeli helm baru dengan harga yang lebih mahal. O bercerita ada keinginan untuk melakukan usaha di bidang penjualan helm tersebut.

(3)

2. Subjek ke-2 (I, Atlet Lari)

Subjek kedua merupakan atlet lari. I memulai karir sebagai atlet lari pada tahun 2012 ketika I masih menjadi pelajar SMA. Awal bergabung BPOC saat itu karena I bertemu dan mengobrol dengan Ketua NPC Surabaya yakni Pak Amin, yang kemudian mengajaknya bergabung bersama NPC. Pada akhirnya I bergabung dan mengikuti latihan dan perlombaan hingga berprestasi dalam bidang olahraga lari. Lomba pertama yang diikuti, I langsung meraih prestasi juara pertama lari 100 meter di lomba Paralympic tingkat pelajar se-Jawa Timur. Keluarga I mendukungnya menjadi atlet. Dukungan yang diberikan yakni seperti memberi izin I untuk latihan, mengikuti lomba, serta kebebasan tinggal di asrama untuk lomba agar I menjadi mandiri. Menurut I, para difabel biasanya dikekang oleh keluarga karena keterbatasan mereka tetapi tidak untuk keluarga I yang mendidiknya menjadi mandiri.

I lahir di Surabaya pada tanggal 11 Agustus 1996. I menyandang tunadaksa tangan dimana tangan kirinya tidak sempurna sejak lahir. Sekarang I adalah mahasiswa semester lima jurusan Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Surabaya. Keseharian I dihabiskan dengan kuliah, berkumpul dengan mahasiswa lain serta mengikuti organisasi HIMA (Himpunan Mahasiswa) di jurusannya. Sudah setahun lebih I bergabung di organisasi HIMA. Sejak kuliah I tidak tinggal bersama keluarganya, tetapi tinggal di Kos dekat kampus karena tempat kuliah yang jauh dari rumah.

(4)

3. Subjek ke-3 (A, Atlet Lari)

Subjek ketiga adalah atlet lari yang memulai karirnya sebagai atlet pada tahun 2003. A bergabung dengan BPOC karena bertemu P ketika A sedang bekerja di Samsat. P merekomendasikan A untuk bertemu dengan Ketua BPOC yakni Pak Kasmin. Dari Pak Kasmin, A dites kesehatan fisiknya dan lolos kemudian bergabung dengan BPOC pada tahun 2003. Banyak prestasi yang diraih oleh A, diantaranya Walikota Cup, di Situbondo, hingga juara berkelompok futsal dengan difabel lain. Selama ini keluarga mendukung A, yakni dengan memberikan semangat sebagai acuan A untuk lebih termotivasi serta berprestasi lagi.

A menyandang tunadaksa tangan dimana tangan kirinya harus diamutasi karena ketika masih kelas 5 SD, A terkena setrum kabel di loteng rumahnya. Saat ini A berumur 33 tahun, lahir di Kota Jember. A telah berkeluarga dan memiliki satu orang anak. Sekarang A tinggal bersama keluarganya yakni ibu, istri, anak, dan adiknya di jalan Babadan Rukun 1 RT 01 RW 02, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan Surabaya. Riwayat pendidikan terakhir A adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Pekerjaan sehari-hari A yakni menawarkan jasa pembuatan STNK di Samsat Surabaya.

(5)

Tabel 1.

Jadwal Kegiatan Wawancara

No Hari, Tanggal Jenis Kegiatan Tempat

1. Senin, 25 Juli 2016 Wawancara dengan subjek pertama

Circle K, Jl. Gubernur Suryo, Surabaya 2. Rabu, 27 Juli 2016 Wawancara dengan

subjek kedua

Gedung Pendidikan Luar Biasa, UNESA Lidah Wetan

3. Rabu, 27 Juli 2016 Wawancara dengan significant other subjek kedua

Gedung Pendidikan Luar Biasa, UNESA Lidah Wetan

4. Kamis, 28 Juli 2016 Wawancara dengan significant other 1 subjek pertama

Circle K, Jl. Gubernur Suryo, Surabaya 5. Kamis, 28 Juli 2016 Wawancara dengan

significant other 2 (rekan kerja) subjek pertama

Rumah significant other, Jl. Kedondong Kidul Gang 3 Surabaya

6. Jumat, 29 Juli 2016 Wawancara dengan significant other pelatih

SDN Klampis Ngasem 5, Jl. Manyar Tirtoyoso Selatan No. 1 Surabaya 7. Minggu, 31 Juli 2016 Wawancara dengan

subjek ketiga

Rumah subjek, Jl. Babadan Rukun 1, Surabaya

8. Minggu, 31 Juli 2016 Wawancara dengan significant other 1 subjek ketiga

Rumah significant other, Jl. Babadan Rukun 1, Surabaya 9. Selasa, 2 Agustus 2016 Wawancara dengan significant other 2 (rekan kerja) subjek ketiga

Rumah significant other, Jl. Banyu Urip Jaya 4 Surabaya

(6)

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Hasil Temuan

Dari hasil penelitian ini, ditemukan jawaban sesuai fokus penelitian yaitu bagaimana dimensi dan faktor-faktor apa saja yang mendukung penyandang tunadaksa melakukan self-disclosure. Dimensi self-disclosure yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan dimensi-dimensi self-disclosure yang dikemukakan oleh Morton (1978), yaitu descriptive self-disclosure dan evaluative self-disclosure (dalam Sears 2001). Sedangkan faktor-faktor disclosure berdasarkan faktor self-disclosure yang dikemukakan oleh Derlega, dkk (1987), yakni budaya, gender, besar kelompok, perasaan menyukai atau mempercayai, kepribadian dan usia (dalam Ifdil 2013).

Berdasarkan hasil wawancara yang mengacu pada dimensi-dimensi self-disclosure dari Morton (197) dan factor-faktor self-disclosure dari Derlega, dkk (1987), peneliti menemukan beberapa temuan lapangan yang dimasukkan ke dalam tema-tema sebagai berikut.

a. Dimensi-dimensi Self Disclosure

Menurut Morton (1978), terdapat dua dimensi dari pengungkapan diri, yaitu:

1) Descriptive Self Disclosure

Melukiskan berbagai fakta mengenai diri yang mungkin belum diketaui oleh orang lain. Pengungkapan diri ini berisi informasi dan fakta-fakta tentang diri sendiri yang bersifat kurang

(7)

pribadi, seperti riwayat keluarga, kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain.

a) Subjek Pertama

Subjek O berbagi informasi kepada teman-temannya hanya sebatas hobby saja, yakni touring dan helm.

Biasae kadang kaya touring-touring (Wcr1B127). Ya helm terus sama apa ya anak-anak temen-temen sekolah gitu (Wcr1B130).

Hal ini juga dibenarkan oleh Subjek B sebagai rekan kerja dan temannya bahwa mereka mengobrol tentang motor dan komunitas helm Subjek O.

Motor kebanyakan hahaha (Wcr3B37). He’em… ikut komunitas helm (Wcr3B41)

b) Subjek Kedua

Subjek I jika dengan orang yang tidak dekat dengannya, subjek I cenderung tertutup dan tidak banyak bicara. Berbicara hanya waktu subjek I butuh informasi atau sekedar berbagi informasi tentang perkuliahan.

Kalau saya apa kalau belum kenal gak apa jarang ngo… bicara gitu Mbak, maksudnya masih tertutup. Masih malu-malu kalau mau ngajak orang lain belum kenal bicara itu (Wcr4B241). Temen biasa? Enggak seh…(Wcr4B311). Karna saya tau temen yang ee… gak biasa curhat mana jadi mereka jarang curhat ke saya (Wcr4B313). Berarti cuma sharing-sharing kalau ada keperluan aja gitu? (Wcr4B316). Iya (Wcr4B318)

(8)

c) Subjek Ketiga

Subjek A juga berbagi informasi yang sifatnya kurang pribadi dengan orang yang tidak dekat dengannya seperti aktivitas olahraga pagi kepada tetangga yang melihatnya.

Ya biasa aja itu Mbak ya anggep ae… wis kalau pagi latihan di sini ya biasa. “lapo wong iki kok pagi-pagi sudah bangun?” wis lari-lari gitu aja wis istilahe biasa aja gitu loh Mbak orang kampung sini (Wcr6B171). Sedangkan subjek O, subjek I, dan subjek A sebagai atlet saat bersama subjek P membicarakan tentang latihan, program hingga nasihat untuk tetap latihan karena subjek O, subjek I, dan subjek A rajin datang latihan jika mendekati perlombaan saja.

Kalau sharing mengenai latihan bisa… latihan sharing di luar latihan gak pernah hanya dia sharing-nya itu tanya-tanya program. Kalau O seh susah dibilangin tapi pas lomba nurut (Wcr9B66). Susah kalau mau latihan itu event masih lama, gak bisa dibilangin. Lebih-lebih mengalihkan perhatian (Wcr9B72).

2) Evaluative Self Disclosure

Pengungkapan diri yang berisi pendapat atau perasaan pribadi, ekspresi mengenai perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan penilaian-penilaian pribadi seperti perasan cinta atau benci, hingga peristiwa-peristiwa yang memalukan.

(9)

a) Subjek Pertama

Subjek O mengungkapkan masalah pribadinya mengenai pekerjaan kepada orang-orang terdekat, seperti ketika subjek O mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Kalau masalah biasane sering itu masalah kerja. Masalah pekerjaan (Wcr1B120). Sebenere aku iku asline wis males kerjo ikut orang iku, yawis males pengene buka usaha dewe. Dulu sempet seh tahun kemarin, aku seh gabunge ket awal eh ket akhir 2014 (Wcr1B316). Rapat, solusie pasti ada anak-anak punya solusi dewe-dewe cuma si ketuae iku gak mau make solusie anak-anak sebenere de’e iku pengene gawe opo yo gawe solusine de’e dewe cuma arek-arek iku gak ono seng setuju, yawis iku akhire aku ngomong ambek pas iku kan iku ono pegawaine kono seng metu soale yo gak kerasan delok wong-wonge delok wonge iku sombong jarene arek-arek ngunu, yo aku ancen merasa de’e sombong seh akhire de’e metu gak pamitan metu. Akhire bengi iku dirapatno. Aku wis ngomong, “aku Mas wis metu ae sampe kene ae mas”, ngunu. Aslie duwit iku mau kan kongon balekno, duwit iku wis tak cekel maneh, duwit usahaku iku dikongon balekno, “oh yo gak iso mas iku duitku dewe kok”, aku ngunu. “Yawis duitmu wis nilai seng sakmono iku gowoen tapi engkok ndek buku keuangane GUBDIM iki digawe iku dicatet lek sebagai zakat nang kon”, kan gak sopan seh ngomong ngunu (Wcr1B366).

Hal ini juga sesuai dengan wawancara subjek R, yakni pacar dari subjek O. Serta subjek O menceritakan masalah keluarganya dengan subjek R.

Ya tentang ya masalah ya bisa keluarga, ya masalah pekerjaan, masalah apa aja sih (Wcr2B36). Masalah keluarga ya kaya biasa kalau ada masalah kecil ke orang tuanya sama dia gitu kaya saudaranya gitu (Wcr2B42).

(10)

Bersama rekan kerja serta teman subjek O sejak SD yakni subjek B, juga mengungkapkan masalah pribadi mengenai kekasih.

Masalah apa paleng ya masalah cewe gitu hahaha (Wcr3B45). Kadang kalau meleset-meleset dikit ya cewe gitu. Ceweku ngene bro (Wcr3B90).

b) Subjek Kedua

Subjek I menceritakan hal pribadi kepada orang terdekat yakni tentang masalah lingkungan, percintaan dan pengalaman saat subjek I diganggu oleh teman-teman SMP.

Kalau masalah orang terdekat sih biasanya kalau ya masalah kuliah, masalah… terus kalau lingkungan, kalau di PLB sendiri kalau saya di kuliah itu kan rata-rata saya kegiatan di sekolah eh di kuliah jadi temennya banyak di kuliah, jarang di rumah. Kalau di kuliah paling percintaan hahaha… anak muda gitu mbak (Wcr4B81). Ya kalau masalah curhat kalau dulu kan waktu masuk awal kuliah itu ceritanya ya masalah kalau dulu di SMA, di SMP (Wcr4B98). nah di SMP itu pernah gak punya temen gitu, tiga tahun gak punya temen, nah curhatnya itu biasanya di temen kuliah itu, dibully, misalnya gitulah (Wcr4B107). Ya awal-awal itu kalau presentasi itu malulah (Wcr4B411).

Ungkapan tersebut juga sesuai dengan yang dikatakan oleh subjek H yakni sahabat dan teman kuliah.

Kalo sama aku si lumayan banyak si Mbak. Karena mungkin curhatnya lebih sering ke aku daripada ke temen-temennya yang lain. Mungkin ya masalah cewek ya masalah temen, ya masalah pergaulan ya. Ya itulah intinya (Wcr5B74).

(11)

c) Subjek Ketiga

Subjek A yang telah bekerja juga menceritakan masalah pekerjaan dan keiikutsertaannya dalam perlombaan kepada orang terdekat.

Pekerjaan ya gini-gini aja Mbak biasa aja. Yang penting itu kalau kita ee… di… kaya apa ya dipanggilah kalau sama ketua ayo ikut lagi gitu apa namanya lomba ya harus panggilan ikut gitu loh Mbak kalau kita gak dipanggil ya gak enak kan (Wcr6B147). Hal itu juga didukung dengan pernyataan subjek S, yakni ibu subjek A bahwa subjek A selalu menceritakan pekerjaannya. Namun, subjek S menyatakan selain pekerjaan subjek A bercerita tentang anaknya.

Yo lek ada pekerjaan sepi, ada pekerjaan rame dia omongno rejeki rame, ya anake rewel ya anake opo, yo mesti diomong Mbak ya apa ya memange kan ya kurang jangkep hehehe ya (Wcr7B26).

Subjek A dengan subjek Y setiap hari bertemu di tempat kerja sering mengobrol mengenai pekerjaan, keadaan rumah subjek A dan keadaan rumah subjek Y.

Iya… setiap hari kan setiap hari ketemu kita, kan kalau gak ketemu ya dua hari sekali yawis ngomongkan pekerjaan, ngomongkan tentang keadaan rumah yang di Demak, kadang ya tentang rumah di sini (Wcr8B6). Subjek A juga menceritakan masalah hidupnya kepada subjek Y. Karena selain rekan kerja, subjek Y adalah adik kandung subjek A.

Semua masalahkan selama kita kan saudara kan kita juga bisa membantu dia ya membantu, kalau sekiranya

(12)

untuk urasan yang lebih detail seperti rumah tangga kan kita juga tidak terlalu ikut mencampuri juga, cuman kita memberikan saran saja. Kita kan juga ada tarafnya, taraf kita kan benar kita saudara tapi dalam pekerjaankan kita rekanan, jadi kalau masalah pekerjaan semua terbuka tapi kalau masalah rumah tangga ada kala juga berbicara tapi saya juga gak terlalu memberikan dia untuk keputusan seperti ini seperti ini karna apa… masalah pribadi, tergantung dianya sendiri gitu (Wcr8B54).

Sedangkan kepada pelatih subjek O dan subjek I tidak pernah menceritakan hal pribadi. Hanya subjek A yang sering mengungkapkan masalah percintaan kepada subjek P.

Ee… kalo masalah cewe ya sering A itu mesti, jadi masalah cewe mesti terbuka. Apa itu kalau… O gak pernah cerita (Wcr9B81).

b. Faktor-faktor Sel Disclosure

Terdapat enam faktor lain menurut Derlega, dkk (1987 dalam Ifdil, 2013), yaitu:

1) Budaya (culture)

Nilai-nilai yang dipahami seseorang mempengaruhi tingkat self-disclosure. Begitu pula kedekatan budaya antar individu. Baik budaya yang dibangun dalam keluarga, pertemanan, daerah, negara memainkan peranan penting dalam mengembangkan self-disclosure seseorang.

a) Subjek Pertama

Ketika subjek O bercerita, orang-orang terdekat yang menjadi pendengar tidak akan mananggapi terlebih dahulu

(13)

tetapi dengan bercandaan, kemudian tanggapannya pasti terdapat solusi jika itu permasalahan.

Ya kadang biasae guyon-guyon sek gak langsung ditanggepin (Wcr1B136). Diguyoni sek ya tanggepane pasti ada itu apa solusie kok (Wcr1B139).

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan subjek B, bahwa subjek B juga akan menanggapi dengan memberikan solusi dan subjek O mendengarkannya.

Ya saya nanggapinya kasih solusi Mbak (Wcr3B81). Ya dengerin sih orangnya(Wcr3B84).

Orang-orang disekitar subjek O terbuka, namun tidak langsung bercerita hal pribadi kepada subjek O melainkan lebih sering melalui cerita gurauan atau bercandaan terlebih dahulu, yang membahas pengalaman kerja, kekasih, dan lainnya.

Ya cerita cuma cerita biasa ya de’e gak langsung to the point, cerita iku lewat guyon-guyonan gitu (Wcr1B174). Yang temen-temenku ya cerita kaya apa, kaya pacare gitu terus pengalaman kerja terus opo yowis banyaklah hahaha (Wcr1B191)

Menurut subjek R, orang-orang di lingkungan sekitar subjek O adalah orang yang terbuka, karena subjek R melihat subjek O banyak memiliki teman.

Terbuka sih… lagian dia apa banyak temennya jadi pada akur sih (Wcr1B134).

Sedangkan menurut subjek B, keluarga subjek O orang-orang yang terbuka dengan subjek O. Namun untuk tetangga subjek O, subjek B kurang yakin karena yang diketahu agak tertutup.

(14)

Oh kalau dari keluarganya sih terbuka Mbak. Cuman kalau kaya apa tetanggae gitu ya agak tertutup orange soale. Ada yang terbuka ada yang tertutup, macem-macem sih, namae orang kampung soale (Wcr3B110). Subjek O dengan subjek R juga biasa bercerita tentang masalah pekerjaan dan keluarga. Subjek R tidak pernah memaksa subjek O untuk bercerita melainkan subjek O sendiri yang bercerita.

Banyaknya sih soal pekerjaan (Wcr2B49). Sama apa ya, yawis soal ya keluarga (Wcr2B51). Selama itu berteman deket, deket itu akhirnya dia cerita sendiri tapi aku gak pernah tanya dia (Wcr2B107).

Begitu juga dengan subjek B sering berbagi informasi dengan subjek O mengenai motor dan helm.

Aku sih kalau cerita ya tanya-tanya tentang helm itu Mbak (Wcr3B49). Sama motor juga biasanya (Wcr3B54). Cuma ingin berbagi ilmu kalau helm ini jenisnya apa, harganya seberapa (Wcr3B56).

b) Subjek Kedua

Orang-orang di lingkungan kampus subjek I tidak membedakan antara orang normal dengan keterbatasan.

Ee… temen-temen saya kan dari PLB mereka juga belajar untuk bagaimana menangani anak-anak difabel, kalau mereka kalau saya curhat ke mereka, mereka itu responnya mau memberi motivasi terus ee… pokoknya memberikan, tidak menyama, eh tidak membedakan antara yang normal terus sama yang difabel jadi mereka sama saja kaya curhat responnya biasa dan gak gak karna difabel terus apa yang dibalesinya kasihan-kasihan gitu enggak cuman biasa gitu (Wcr4B253). Selama subjek I terbuka, orang-orang di sekitarnya juga sama terbukanya.

(15)

Selama ini iya terbuka, maksudnya juga saya curhat mereka juga curhat ke saya kan sama saja tidak menyamakan karna saya difabel gak bisa dicurhati gitu (Wcr4B300).

Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan subjek H bahwa antara satu dengan yang lain saling mengungkapkan diri.

Ya sama sih, Sebenernya kita tukar pengalaman aja, tapi kalo aku lebih hati-hati kalau ngomong. Tapi kalau I itu sifatnya lebih blak-blakan ke aku, cuma kalo aku sedikit masih menyaring lah apa yang aku sampaikan ke dia (Wcr5B88). Di lingkungan kampus ya sangat terbuka sekali Mbak, Ya mungkin dulu pertama-tama pas MABA itu ya mungkin agak sungkan lah dengan melihat apa dengan melihat I pertama kali dengan keterbatasannya mungkin orang akan merasa kayak ada, ya mohon maaf kayak ada merasa sedikit rasa kasihan meskipun itu sedikit. Tapi lama kelamaan juga biasa-biasa aja. Kayak yawes kayak orang biasa-biasa aja. Ya mungkin memang itu lingkungannya disetting seperti itu di kampus kita Mbak (Wcr5B165).

Namun, respon ketika kedua subjek tersebut saling terbuka dengan cara bercanda. Meskipun pembahasan serius seperti masalah, awalnya keduanya juga menanggapi serius kemudian kembali lagi untuk bercanda karena sifat kedua subjek yang senang bercanda. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terlalu berlarut-larut memikirkan masalah.

Ya bercandaan aja (Wcr5B128). Ya emang gitu kalo, mungkin dasarnya ya kembali lagi ke sifat kita berdua yang memang apaya, yang (Wcr5B130). He’eh, Iya suka bercandaan. Ya pernah sih ada masalah yang serius. Cuma ya mungkin waktu itu aja serius tapi besoknya udah dibikin bercanda lagi (Wcr5B134). Iya gak perlu dipikirin lah masalahnya. Dan kalopun aku ada masalah sama dia juga gak pernah sampe

(16)

berhari-hari atau mungkin sekarang bertengkar masalah kelompok dan lain sebagainya, nanti malem udah biasa lagi (Wcr5B139).

c) Subjek Ketiga

Orang-orang di sekitar subjek A meresponnya dengan bentuk dukungan.

Ya mendukung baiklah istilahnya (Wcr6B180). Ya pasti dengerin, banyak di sini baik-baik semua. Cuma kan kalau dalam segi dukungan pasti ada. Sering saya ajak ke sana untuk latihan bareng (Wcr6B182).

Menurut ibunya yakni subjek S, teman-teman subjek A adalah orang-orang yang terbuka.

Ya iya ambek temen-temene mbak, iso iya terbuka loh temen-temene, BPOC BPOC (Wcr7B161).

Di lingkungan keluarga subjek A juga terbuka, tetapi menurut subjek Y bahwa subjek A sendiri yang kurang terbuka. Kebanyakan… keluarga saya sebenarnya terbuka. Cuma… kalau sudah apa ya… rasanya kaya mana saya, adik saya sebenere itu apa ya sudah terbuka cuman kadang kakak saya sendiri yang gak bisa terbuka dengan merekanya, karna mungkin merasa tidak ada kanyamanan. Orang mau berbicara kalau kita gak kenal dulu gak nyaman, gak akan terbuka. Sama seperti saya ke sampean. Saya kan gak kenal sampean tapi karna Mas Arif sudah mengatakan teman dari NPC, saya welcome ke jengengan, ya seperti itu. Jadi saya kan punya taraf juga gak bisa menceritakan pribadi yang detail masalah Mas Arif ke anda kalau gak Mas Arif sendiri yang cerita. Itu kan ada fase-fasenya tersendiri (Wcr8B359).

Subjek A selalu bercerita kepada subjek S. Namun, subjek S juga seperti itu kecuali saat mengungkapkan kesusahan.

(17)

Ya itu Mbak… ya ada susahne mesti cerita mbek wong tuane lah iya lah… kalau gak gitu gak melu wong tuane hahaha arek-arek iki lanang-lanange, seng wedok seng sogeh (Wcr7B17). Ndak tau cerita ndek anak susah seneng wis biasa ya biar… gak anak gak jadi masalah (Wcr7B39). Ya wis biasa wis enaknya wis gini aja tapi ya opo wis tuek mbahe hahaha anakku wis gede-gede (Wcr7B84).

Saat subjek A menceritakan kesusahannya, subjek S merespon dengan memberi nasehat agar selalu sabar.

Yawis ngene yawis sabar aja gitu aja katene ya opo. Moso katena yo anu-anu gitu yo yo gak, yang sabar ada rejekinya seng Kuoso iku luwih adil, duwe anak pitu yo opo maneh yo kudu sabar ono ae pasti ono rejeki. Yawis nganu anak ya gitu kabeh, dari sabar terus apa Mbak iyo toh… Seng Kuoso seng ngatur iyo toh (Wcr7B95). Dengan adik kandung yang juga menjadi rekan kerjanya, subjek selalu berkomunikasi, saling menceritakan masalahnya.

Cerita… selalu cerita. Dia juga tau, semua masalahnya dia saya tau, masalahnya saya juga dia tau. Gitu loh… komunikasi… semua harus ada komunikasi kalau gak ada komunikasikan antara sampean sama saya kan gak akan ketemu kalau gak ada komunikasi (Wcr8B72). Ya… harus komunikasi. Nomor satu dalam keluarga dalam lingkungan dalam semuakan nomor satu komunikasi (Wcr8B80).

Respon dari subjek Y selalu memberikan nasehat kepada subjek A. Subjek A tidak langsung menanggapi namun diam, memikirkan nasehat subjek Y.

Dia diam, dia kalau gak berekspresi diam, kadang kala sama suamiku juga. Dia kaya setiap kali saya beri nasehat, dia diam gak akan berkomen gak akan apa dia diam… mungkin juga disaring kita kan gak tau ya dalam hati orang juga gak tau, dalam hati kan luas. Dia

(18)

mungkin berpikir, mungkin juga kadang dia merasa apa yak ok seperti ini… saya tau dalam hatinya kok seperti ini, kadang keadaan saya kok seperti ini pasti ada brontak tapi dulu dia sekolah pun sempat minder begitu sampai dia dapat ijazah SMA pun sempat minder. Jadi kita ya seperti saudara cuman bisa memberikan dukungan, kalau orang kejiwaan itu susah ya salah satu saraf putus saja kita sudah bisa blank. Jadi kadang dia kita bicara dia diam aja selalu saya pegang, “lapo?”, “iyo bener omonganmu” gitu… selalu hanya itu katak-katanya dia, tapi kadang kalau dia sudah nyambung ngomong saya bilang gini dia bilang gini berarti ada kalanya nyambung tapi ada kalanya dia diam mungkin karna sudah jeluh, capek atau gimana (Wcr8B183). Di lapangan, pelatih yakni subjek P kepada subjek O, I dan A, hanya membicarakan persoalan yang ada di lapangan. Pelatih juga memberikan arahan kepada ketiga subjek utama dan ketiganya mendengarkan maupun menerima.

Ya hanya soal latihan. Kalau latihan getu ya hasilnya baik. Latihan getu berarti latihan intensif, continue… tapi mereka itu kalau gak ada event latihannya juga asal-asalan gitu aja. Ya itu tadi kalau latihannya serius hasilnya akan jadi (Wcr9B93). Ya diterima dan saya kasih gambaran tentang masalahnya itu tadi, kenapa masalahnya dia “Pak kenapa saya kok gak bisa juara? Ini tadi kamu 3 bulan sebelum pertandingan asal-asalan program latihan sudah saya sampaikan. Ini 3 bulan persiapan umum, prakhusus dan khusus dan kamu gak mau memperhatikan, ya beginilah jadinya. Mungkin di tahun berikutnya kalau nurut insyaallah bisa” ya akhirnya dia bisa di tahun berikutnya (Wcr9B163). Di tempat latihan yakni lapangan Thor, atlet normal lainnya juga latihan di sana, namun para atlet difabel dan atlet normal tidak membaur, termasuk ketiga subjek utama.

Ee… kebetulan sabtu minggu ada cabor-cabor lain seperti PASI, terus RAKBI terus olahraga beladiri (Wcr9B235). He’eh… kebetulan kebersamaan bersama

(19)

latihannya tapi mereka juga minder seh tunadaksa ini sungkan, jadi mau bicara seh sungkan (Wcr9B219). Paralympic ya Paralympic sendiri sedangkan yang cabor-cabor lain kan merasa tinggi dia, prestasinya lebih tinggi misalnya dia prestasinya lebih tinggi dan dia masih utuh ya dia gak mau kumpul mereka (Wcr9B245).

2) Gender

Wanita lebih terbuka, intim dan penuh emosi dalam hal pengungkapan diri, dan sebaliknya untuk laki-laki.

a) Subjek Pertama

Ketika mengungkapkan diri kepada seseorang, subjek O dengan orang tersebut tidak berbicara dengan serius melainkan ada unsur bercanda.

Ya cerita cuma cerita biasa ya de’e gak langsung to the point, cerita iku lewat guyon-guyonan gitu (Wcr1B174). Subjek O merasa bukan orang yang terbuka dan lebih suka mengungkapkan diri dengan sesama jenis karena tidak merasa malu.

Aku seh gak-gak pernah cerita seh, biasa aku (Wcr1B111). Sesama cowo seh (Wcr1B196). Kalau ke cewe yo mungkin malu, jaim hahaha (Wcr1B198). Begitu juga dengan subjek B yang melihat subjek O lebih terbuka dengan laki-laki. Selama ini subjek O memiliki banyak teman laki-laki.

Ngelihatnya ya ke cowo mbak, soale kumpulane cowoe hahaha, biasane. Dan jarang-jarang sama cewe ya (Wcr3B118).

(20)

Sedangkan yang diungkapkan oleh subjek R, bahwa subjek O tidak memandang gender.

Dua-duanya… (Wcr2B139). b) Subjek Kedua

Subjek I tidak mudah terbuka kepada orang, melainkan butuh waktu untuk mengenal baik orang tersebut. Subjek I lebih nyaman ketika terbuka kepada sesama jenis. Menurutnya, laki-laki lebih mengerti dirinya.

Kalau saya apa kalau belum kenal gak apa jarang ngo… bicara gitu Mbak, maksudnya masih tertutup. Masih malu-malu kalau mau ngajak orang lain belum kenal bicara itu (Wcr4B241). Saya ke pria hahaha (Wcr4B321). Karna kan sama-sama pria jadi ngertilah apa yang harus dilakuin, itu… (Wcr4B323).

Sedangkan menurut subjek H, subjek I tidak selalu terbuka dengan laki-laki, tetapi tergantung dari suasana hatinya.

Wah kalo itu kayaknya gak tau ya. Soalnya kalo dilihat dari I sendiri itu apaya ya tergantung sama moodnya dia sih. Kadang dia juga suka cerita sama temen-temen ceweknya. Kadang juga lebih ke temen-temen cowoknya (Wcr5B181).

Kedua subjek tersebut saling terbuka dengan cara bercanda. Meskipun pembahasan serius seperti masalah, awalnya keduanya juga menanggapi serius kemudian kembali lagi untuk bercanda.

Ya bercandaan aja (Wcr5B128). Ya emang gitu kalo, mungkin dasarnya ya kembali lagi ke sifat kita berdua yang memang apaya, yang (Wcr5B130). He’eh, Iya

(21)

suka bercandaan. Ya pernah sih ada masalah yang serius. Cuma ya mungkin waktu itu aja serius tapi besoknya udah dibikin bercanda lagi (Wcr5B134).

c) Subjek Ketiga

Subjek A cederung tertutup tidak banyak berbicara. Namun lebih nyaman untuk terbuka dengan sesama jenis.

Bergaul sih iya cuman jarang apa itu kaya apa seh… kaya ngomong-ngomong itu jarang saya. Kalau bergaul sih pasti iya, kumpul-kumpul gitu maksude, kaya ngomong-ngomong ke anu itu jarang (Wcr6B244). Laki Mbak hahaha iya (Wcr6B239). Mboh… laki pokoknya (Wcr6B241).

Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pernyataan subjek S.

Hem… ya cowo Mbak. Lek cewe gak mesti hahaha (Wcr7B166).

Namun bagi subjek Y, tergantung orang tersebut. Subjek A akan terbuka kepada orang yang telah dipercayai. Tidak peduli jenis kelaminnya.

Dia lebih terbuka dengan orang yang benar-benar dia percaya (Wcr8B383). Gak peduli gak lihat dia wanita atau apa tapi kebanyakan dia pilih-pilih kalau untuk terbuka masalah pribadinya (Wcr8B386).

Menurut P sebagai pelatih, yang terlihat di lapangan ketiga subjek utama terbuka dengan orang tidak melihat jenis kelamin. Ketiganya terbuka kepada sesame difabel.

Ya yang jelas sesama daksa itu… terus sesama atlet senior tunanetra (Wcr9B216). Ya itu tadi sudah toh saya sampaikan ya kalau sama difabel gak terlalu tertutup sih, kalau sama difabel ya langsung

(22)

blak-blakan, kalau sama atlet-atlet Paralympic tapi kalau sama atlet lain dia gak mau (Wcr9B287).

3) Besar Kelompok

Self-disclosure lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang kelompok besar. Hal ini karena sejumlah ketakutan yang dirasakan oleh individu dalam mengungkapkan cerita tentang diri sendiri, lebih sering terjadi dalam kelompok yang kecil daripada kelompok yang besar. Dengan pendengar lebih dari satu seperti monitoring sangatlah tidak mungkin karena respon yang nantinya bervariasi antara pendengar. Alasan lain adalah jika kelompoknya lebih besar dari dua, pengungkapan diri akan dianggap dipamerkan dan terjadinya pemberitaan publik. Kemudian akan dianggap hal yang umum karena sudah banyak orang yang tahu.

a) Subjek Pertama

Subjek O merasa nyaman menceritakan hal pribadi dengan teman terdekat saja. Jika bercerita dengan banyak orang, subjek O khawatir orang tersebut tidak bisa menjaga rahasia.

Enggak seh ya cuma ke temen terdekat aja seh cerita-cerita (Wcr1B146). Ya takute orang banyak iku gak bisa opo yo gak bias jaga (Wcr1B149).

Hal tersebut sama dengan pernyataan subjek R bahwa subjek O tidak pernah menceritakan hal pribadi ke banyak orang, melainkan kepada keluarga.

(23)

Gak pernah (Wcr2B124). Ke orang tua… ke keluarganya sih (Wcr2B139).

Subjek B juga demikian, bukan hal pribadi yang diceritakan tetapi lebih ke kegemaran subjek O.

Emm… gak. Banyakan hobby yang diceritain (Wcr3B88).

b) Subjek Kedua

Dalam lingkup banyak orang, subjek I adalah orang tertutu karena tipe orang yang pemalu. Hanya kepada orang terdekat saja bisa mengungkapkan hal pribadinya.

Ya gitu tadi saya orang tipe pemalu hahaha… kelihatannya kaya kurang bisa membawa diri ke orang banyak jadi banyak tertutup kalau di orang banyak itu (Wcr4B271). Yaitu biasanya temen saya H itu tadi salah satu, kan dulu kan juga temen satu kos deket gitu jadi ya sering curhat (Wcr4B279).

Hal tersebut juga dibenarkan oleh subjek H.

Gak sih, setauku sih ngga. Karena yang di kos ku yang dulu itu ada tujuh orang ya yang satu kelas ya yang sama I juga dan yang tau masalah-masalahnya dia ya cuma aku. Jadi bisa disimpulain kalo dia gak suka cerita masalah pribadinya (Wcr5B148).

c) Subjek Ketiga

Subjek A tidak suka menceritakan hal pribadinya seperti masalahnya. Baginya lebih baik masalah diselesaikan sendiri.

Wah itu kayanya enggak sih, pribadi itu yoh… biasa (Wcr6B192). Lebih baik masalah itu saya selesaikan sendiri kalau bisa gitu Mbak aku orange, gak pernah apa itu kalau mungkin dalam segi gitu kalau bisa saya selesaikan sendiri, kalau gak bisa ya paling bilang ke

(24)

mami kaya masalah apa mungkin bantuan uang ta apa kan pasti dia minta kan… “pinjem dulu saya” nanti kaya dikembalikan kapan. Gitu aja paling (Wcr6b203). Menurut subjek S, subjek A lebih suka menyimpan permasalahan pribadinya, karena jika cerita kepada subjek S ada ketakutan akan dampak kesehatan subjek S.

Disimpen sendiri mbak, gak wani ngomong (Wcr7B114). Iya… lek ngomong engkok aku iso naik darah tinggi. Lek arek macem-macem, lah gak boleh macem-macem, seng Kuoso seng ngatur nurut-nurut anake Alhamdulillah. Kanakalane anakku gak tau aku ngunu loh. Lek ono nakal-nakale ngene kan aku gak tau… wis gede-gede iso ngeroso dewe-dewe seperti itu. Moso yo opo mbak, duwe cucu dieman-eman (Wcr7B117).

Hal tersebut juga sesuai dengan subjek Y bahwa subjek A tidak suka menceritakan masalah pribadinya, karena subjek A orang yang pendiam.

Enggak… (Wcr8B332). Lebih pendiem… karna mungkin lihat kondisinya dia (WcrB334).

Sedangkan menurut subjek P, dilapangan ketiga subjek berani terbuka masalah pribadi hanya kepada atlet tunadaksa, terkadang kepada subjek P sendiri dan ketua NPC.

O biasanya begini… kalau O sih setahu saya di dalem dia ngomongnya ke mereka-mereka ini… gak pernah cerita ke yang lain ya sama sih sesama daksa ya itu mungkin ya itu komunitas daksa, kalau renang ya renang bareng anak-anak daksa itu. Kalau lebih jelasnya mesti kadang cerita ke saya kalau mereka gak tau ini mesti cerita ke saya yang lebih senior saya atau ketua saya Mas Amin itu, itu kalau cerita mereka itu diceritakan pribadinya yang jelas itu mereka itu mempertanyakan ke saya itu masalah gaji jadi mereka itu gak mau bicara sama Mas Roy yang lebih senior

(25)

atau ke Ketua langsung, ke bendaharanya pun gak berani jadi dengan saya karena saya ini kan ya saling opo iki saling bergaul di sesama mereka… saya dibutuhkan di daksa saya bergaul, saya dibutuhkan di tunawicara pura-pura jadi tunawicara, jadi kalau di tunagrahita saya menyesuaikan jadi anak-anak itu suka, gak suka sama yang pelatih senior itu saya kan fokusnya mententeng terus jadi fokusnya program latihan jadi mau dicurhati ya sungkan gitu… jadilah mereka itu (Wcr9B185).

4) Perasaan Menyukai atau Mempercayai

Seseorang lebih membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau dicintai, begitupula sebaliknya.

a) Subjek Pertama

Sifat orang yang dipercayai oleh subjek O dalam mengungkapkan diri yakni sudah mengenal lama, sering bertemu, dan pada akhirnya subjek O mengetahui karakteristik orang tersebut. Orang tersebut adalah dua orang teman sejak kuliah.

Wis kenal lama seh, kenal lama terus sering kumpul bareng, tidur ndek rumah, lek temen iku tidur ndek rumah sering terus akhire ya tau kan karakteristike orang terus akhire percaya (Wcr1B159). Ya waktu kuliah tok cuma yo sering kumpul-kumpul gitu akhire wis kenal, kenal deket, sampai saiki sek iku sek hubungan ambek koncoku siji. Ada dua seh cuma seng satue gak seberapa deket. Lek ngopi-ngopi iku bertiga cuma seng satu iku jarang hubungan, hubungan lek dijak acara tok, acara ngopi (Wcr1B302).

Kekasih subjek O merasa nyaman berbagi atau bercerita dengannya dikarenakan saling memahami pembahasan dan subjek O menuruti nasehat dari subjek R.

(26)

Nyaman… (Wcr2B56). He’eh nyambung (Wcr2B61). Kalau hobby… awalnya kenalan hobbynya beda banget gak suka dia gini, awalnya sih aku iku apa ya sama dia itu kontras banget. Habis gitu club de’e suka apa gak sama. Awalnya kan dia aku kenal dia kan suka club motor tapi akhirnya dia gak ikut-ikut tapi akhirnya sekarang dia kaya ikut club helm gitu tak dukung sih kalau sekarang (Wcr2B64).

Berbeda dengan subjek O, menurut subjek R orang yang dipercai oleh subjek O adalah keluarga.

Ke orang tua… ke keluarganya sih (Wcr2B129).

Sama halnya dengan subjek B yang merasa percaya dengan subjek O karena telah lama mengenal sejak SD dan sering bermain bersama.

Udah… dari kecil itu kan ya udah percaya gitu Mbak istilahnya sama temen sendiri (Wcr3B63).

b) Subjek Kedua

Subjek I dalam mengungkapkan diri percaya kepada orang-orang yang dapat menjaga rahasia dan mampu merespon dengan baik seperti memberi motivasi kepadanya.

Cukup apa… orangnya itu ya cukup menjaga rahasia gitu ya juga apa ya… apa ya memotivasi juga sih sama-sama membantu sama-sama membantu gitu (Wcr4B291). Sedangkan subjek H menyukai subjek I karena memiliki kegemaran yang sama, sering bertemu, dan dapat dipercaya.

Sebenere kenalnya itu gak terlalu apa ya, gak terlalu intens langsung kenalan gitu Mbak. Ya tiap hari ketemu terus akhirnya bercanda-bercanda bareng terus ya gak tau tiba-tiba akrab-akrab sendiri aja, dan kebetulan

(27)

waktu sebulan berjalan kuliah itu dia juga kos di deket kosanku mbak. Ya satu kosan cuma beda kamar. Dan memang kita juga punya hobbynya sama (Wcr5B13). Gak sih, kalo I sih enakan. Dia sudah dapat dipercaya. Bisa megang rahasia sih Mbak (Wcr5B98). Pertama ya kita mungkin lebih sering keluar dan main bareng sih mbak. Di kos itu aku cari makan juga sama I, terus pas waktu luang main-main keluar juga sama dia. Terus curhat-curhatan masalah ceweknya dia juga udah biasa gitu. Gak apa ya, gak tau sih apa yang ngebuat dia percaya . tapi ya emang cuma itu aja (Wcr5B117). Gak sih, setauku sih ngga. Karena yang di kos ku yang dulu itu ada tujuh orang ya yang satu kelas ya yang sama I juga dan yang tau masalah-masalahnya dia ya cuma aku (Wcr5B148).

c) Subjek Ketiga

Subjek A mempercayai orang yang mampu menjaga rahasia.

Itungane jarang me… memberitahu ke orang lainlah itungane mbak (Wcr6B220).

Sedangkan menurut subjek S, subjek A percaya dengannya karena subjek S sebagai orang tuanya dan sudah terbiasa bercerita dengannya.

Karna orang tua, biasa diceritain itu pasti (Wcr7B90). Subjek A sendiri juga percaya kepada subjek Y karena sudah lama mengenal, selalu memberikan nasehat, dan mampu menjaga rahasia.

Karna gini… mas A sama saya apa ya… dia kan nomor satu juga saudara, nyamannya kan karna dia sedikit banyak kan saya juga tau permasalahannya dia seperti apa, keadaan beliaunya seperti apa… jadikan dia juga tau keadaan saya seperti apa (Wcr8B86). Karna mungkin… saya orangnya terbuka ya mbak ya soale orange kalau masalah pribadi sama masa lalu kan saya

(28)

bisa mendekati. Yang mana harus bisa saya simpan sendiri, yang mana memang untuk konsumsi umum jadikan gak selalu masalahnya yang pribadi dia ke saya gak harus saya ceritakan ke orang lain cukup hanya saya saja yang tau dan beliaunya ndak perlu ada orang lain yang tau (Wcr8B104). Cuman dia kumpulannya setiap hari sama dia. Dia juga temennya itu salah satunya juga ada masalah rumah tangga dengan istrinya gitu… jadi mungkin sama-sama keadaannya seperti apa mungkin lebih nyaman juga ya. Kalau sama saya kan saya cuman bisa memberi nasehat. kalau solusi dia kepengen ini pengen ini kan saya gak berani gitu (Wcr8B344).

Sedangkan menurut pelatih ketiga subjek tersebut terbuka kesesama orang yang memiliki keterbatasan yakni sesama tunadaksa dan tunanetra. Tunanetra karena mampu berkomunikasi dengan baik dibandingkan atlet difabel lainnya.

Ya yang jelas sesama daksa itu… terus sesama atlet senior tunanetra (Wcr9B216). He’eh tunanetra mereka kan bisa diajak bicara tapi gak bisa melihat itu yang bisa dipercaya terus saya pelatih terus ketua umum. Kalau pelatih ya lihat-lihat pelatihnya dulu pelatih yang mana, kalau sama saya pasti dia ngomong (Wcr9B219). 5) Kepribadian

Orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovet melakukan pengungkapan diri lebih banyak dibandingkan mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvet.

a) Subjek Pertama

Dalam pergaulan subjek O memberanikan diri untuk mengikuti komunitas dari kegemarannya yakni Helm Lover Surabaya. Pada awalnya subjek O berusaha untuk menyesuaikan diri.

(29)

Kalau bergaul seh, kalau awale mungkin aku yo emang adaptasi sek, adaptasi dulu, mari ngunu lek wis, wis opo campur baur iku yo baru bisa (Wcr1B202). Aku kan ikut club helm iku kan jekketan seh mungkin dua bulanan (Wcr1B209). Awale yowis meneng-menengan ngene gak opo gak kenal anggotae kan akhire yowis lama-lama iso nganu iso berbaurlah (Wcr1B215). Enggak, gak kenal. Awale gabung iku lewat facebook kan, “Mas aku lebokno grub’e HL Suroboyo”, aku ngunu, “oh iyo”. Akhire pas pertama kali kopdar iku cuma ono satu tok seng dateng iku (Wcr1B220).

Kegiatan subjek O selain mengikuti komunitas tersebut, dalam kesehariannya subjek O bekerja dan berolahraga. Namun akhir-akhir ini kegiatan olahraga jarang dilakukan.

Ya kerja desain itu trus kadang ya lek mood’e apik ngunu ya desain-desain apa ya desain-desain grafis gitu, logo-logo buat di apa yo poster gitu, ya kaya gitu. Terus olahraga itu wis mulai jarang seh aku, abis… pokoke terakhir iku sebelume hari raya iku, wis abis hari raya wis gak pernah dateng (Wcr1B267).

Selain dengan komunitasnya, subjek R juga melihat subjek O memang mudah untuk akrab dengan orang lain dan percaya diri.

Sifatnya sih sama orang lain dia kaya gitu sama orang lain ya gak gak apa ya apa… gak minder, tetep percaya diri seh (Wrc2B22). Iya mudah bergaul (Wcr2B144). Iya… (Wcr2B148). Temen kuliahnya… tapi apa yo orangnya itu ee… sama orang cepet itu loh cepet akrab (Wcr2B150).

Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil wawancara subjek B bahwa subjek O mudah akrab dengan orang lain.

Ya gapriyak orange Mbak. Istilahe cepet akrab gitu sama orang (Wcr3B123).

(30)

b) Subjek Kedua

Subjek I dengan orang yang tidak begitu kenal akan cenderung tertutup.

Ya gitu tadi saya orang tipe pemalu hahaha… kelihatannya kaya kurang bisa membawa diri ke orang banyak jadi banyak tertutup kalau di orang banyak itu (Wcr4B271).

Dalam kesehariannya sibuk mengikuti kegiatan yang ada di kampus dan kumpul bersama teman-temannya.

Kalau biasanya waktu kuliah itu ya kan dulu kan di Gedangan, bukan di sini kampusnya (Wcr4B331). Udah pindah di sini udah baru gedungnya. Terus kalau di Gedangan kan kesehariannya, kalau sekarang, dulu di Gedangan kan lebih kekeluargaan sering ngumpul ke temen, kalau pulang kuliah langsung ke kos. Ngekos itu biasanya langsung anak-anak ngajak ngopi anak-anak itu anak-anak PLB sendiri jadi sama anak-anak UNESA sendiri belum terbiasa iya (Wcr4B336). Sama ikut organisasi-organisasi gitu. Di Himpunan Mahasiswa Jurusan Mbak (Wcr4B356).

Penilaian dari subjek H bahwa subjek I adalah orang yang cukup periang, terkadang kekanak-kanakan serta mudah bergaul.

Kalo I sendiri sih dia cukup periang ya. Meskipun ada masalah apapun dia gak memperlihatkan kalo dia terkena masalah sih. Tapi terkadang dia agak kayak kekanak-kanakan sih (Wcr5B28). Hehe, ya dia itu sifatnya itu ya kayak apa ya emang kaya anak SMA lah, ya emang mungkin dia dari background keluarganya kan emang ya dia anak terakhir ya (Wcr5B34). Tapi kalau I itu sifatnya lebih blak-blakan ke aku (Wcr5B90). Dari lingkungan di kelas aja Mbak. itu kan ada sembilan, dia gak terlalu sungkan untuk apa menegur orang terus mengajak bercanda meskipun itu

(31)

Kakak tingkat Adek tingkat ataupun ya dia fine-fine aja gitu, gak ada batasan gitu (Wcr5B195)

c) Subjek Ketiga

Subjek A sering berkumpul dengan teman-temannya, tetapi lebih pendiam atau jarang berbicara saat berkumpul.

Bergaul sih iya cuman jarang apa itu kaya apa seh… kaya ngomong-ngomong itu jarang saya. Kalau bergaul sih pasti iya, kumpul-kumpul gitu maksude, kaya ngomong-ngomong ke anu itu jarang (Wcr6B244). Menurut subjek S sendiri, subjek A mudah bergaul dan suka bercanda.

Sifate iki ya ada aduh mangkele ya ada guyonan apa yo (Wcr7B3). Temen-temennya… ya memang cuma anakku guyuan kabeh, kaya mamahe iki loh (Wcr7B171).

Berbeda dengan pernyataan subjek S, menurut subjek Y bahwa subjek A orang yang pendiam tetapi tetap mudah bergaul dengan yang lain di tempat kerja.

Mas A orangnya terlalu diam, banyak diam. Dia sebenarnya gak banyak bicara cuman ya kadang apa ya… ya seneng bercanda, bergurau sesama teman-teman satu tempat gitu kan memang semuakan banyak gitu loh kerja… kerjanya gak perorangan, kerjanya memang kelompokan kita. Kelompoknya kita ada di Manyar Kertoarjo situ, kaya tempat warung kopi gitu kita ngumpul jadi satu kalau sudah gak ada pekerjaan, siang jam 12.00 jam 01.00 kita ngumpul ngopi bareng bercanda bergurau sampe jam 04.00 sampai jam 03.00 gak masalah. Kalau ada kerjaan lagi disuruh ya berangkat lagi (Wcr8B28). Temennya banyak di Samsat juga ya juga ada masalah. Kan rata-rata kan waktu saya di Samsat saya kan memang saya dulu yang kerja di Samsat (Wcr8B391).

(32)

Di lapangan, ketiga subjek utama tidak menutup diri kepada atlet difabel lainnya.

Ya itu tadi sudah toh saya sampaikan ya kalau sama difabel gak terlalu tertutup sih, kalau sama difabel ya langsung blak-blakan, kalau sama atlet-atlet Paralympic tapi kalau sama atlet lain dia gak mau (Wcr9B287). 6) Usia

Terdapat perbedaan frekuensi pengungkapan diri dalam grup usia yang berbeda. Pengungkapan diri pada teman dengan gender berbeda meningkat dari usia 17-50 tahun dan menurun kembali.

a) Subjek Pertama

Subjek O lebih terbuka dengan orang yang seumuran dengannya, seperti pada teman kuliahnya.

Seumuran, soale yo opo yo konco-koncoku wis kebanyakan seumuran kalau yang lebih tua-tua itu tekan komunitas helm iku mau (Wcr1B296). Ya waktu kuliah tok cuma yo sering kumpul-kumpul gitu akhire wis kenal, kenal deket, sampai saiki sek iku sek hubungan ambek koncoku siji. Ada dua seh cuma seng satue gak seberapa deket. Lek ngopi-ngopi iku bertiga cuma seng satu iku jarang hubungan, hubungan lek dijak acara tok, acara ngopi (Wcr1B302).

Sedangkan subjek R melihat subjek O selama ini lebih terbuka dengan orang yang lebih tua.

Beda sih… (Wcr2B175). He’em ke keluarga lebih tua. Aku sama dia tuaan aku hahaha (Wcr2B180).

(33)

Pernyataan subjek R juga sama dengan subjek B, karena baginya orang yang lebih tua lebih banyak pengalaman yang bisa dibagi.

Ya kelihatannya lebih tua Mbak. Soale kan yang tua kadang pengalamannya lebih banyak dari pada yang seumuran itu (Wcr3B145).

b) Subjek Kedua

Subjek I tidak melihat usia seseorang, namun yang lebih utama memberikan timbal balik berupa motivasi.

Terserah sih mbak menurut saya yang penting orangnya tuh ya itu tadi memberikan motivasi, timbal baliklah istilahnya (Wcr4B363) Motivasinya misalnya ya saran terus kan kalau saya kurang pas kurang nah pas saya butuh nah di HIMA itu saya tahun ini saya ee… sering dijadikan humas, nah kan sering berhubungan dengan masyarakat nah itu mungkin salah satu motivasi supaya saya bisa lebih ee… itulah sama orang lain (Wcr4B370).

Sedangkan subjek H melihat subjek I lebih terbuka ke orang-orang yang seumuran dengan subjek I.

Yang seumuran (Wcr5B222). c) Subjek Ketiga

Subjek A lebih terbuka dengan orang yang seumuran karena dapat berkumpul atau diajak bermain bersama.

Seumuran… (Wcr6B256). Paling enak ae Mbak buat diajak ya dijak ngopi bareng gitu, jalan-jalan kemana… yang seumuran mbak (Wcr6B259).

Hal itu juga sesuai dengan pernyataan subjek S.

(34)

Sedangkan menurut subjek Y, subjek A tidak melihat usia seseorang, yang terpenting mengenal orang tersebut dan membuatnya nyaman untuk bercerita.

Gak melihat itu… kayanya gak melihat itu ya dia kalau merasa kenal, nyaman ya akan cerita (Wcr8B420). Di lingkungan atlet, menurut P ketiga subjek tidak melihat usia orang untuk terbuka, karena di NPC sendiri atlet difabel berbeda-beda usianya.

Beda… mulai usia yang paling kecil itu SD kelas 5 sampai yang senior Pak Amin itu, masih turun Pak Amin itu (Wcr9B316)

2. Analisis Temuan Penelitian

Pada bagian ini akan disampaikan hasil analisis data tentang dimensi dan faktor-faktor self-disclosure. Seseuai dengan fokus penelitian dan pemaparan data yang telah dideskripsikan.

a. Dimensi-dimensi Self Disclosure

1) Descriptive Self Disclosure

Subjek O berbagi informasi kepada teman-teman biasa hanya sebatas hobby saja, yakni touring dan helm (Wcr1B127). Hal ini juga dibenarkan oleh Subjek B sebagai rekan kerja dan temannya bahwa mereka mengobrol tentang motor (Wcr3B37) dan komunitas helm Subjek O (Wcr3B41).

(35)

Subjek I jika dengan orang yang tidak dekat dengannya cenderung tertutup (Wcr4B241) dan tidak banyak bicara (Wcr4B241). Berbicara hanya saat subjek I butuh informasi atau sekedar berbagi informasi tentang perkuliahan (Wcr4B318).

Subjek A juga berbagi informasi yang sifatnya kurang pribadi dengan orang yang tidak dekat dengannya contohnya seperti menderitakan aktivitas olahraga pagi ketika ditanya oleh tetangga saat yang melihatnya (Wcr6B171).

Sedangkan subjek O, subjek I, dan subjek A sebagai atlet saat bersama subjek P membicarakan tentang latihan, program (Wcr9B66) hingga nasihat untuk tetap latihan karena subjek O, subjek I, dan subjek A rajin datang latihan jika mendekati perlombaan saja (Wcr9B72).

2) Evaluative Self Disclosure

Subjek O mengungkapkan masalah pribadinya mengenai pekerjaan kepada orang-orang terdekat (Wcr1B120), seperti ketika subjek O mengundurkan diri dari pekerjaannya (Wcr1B316). Hal tersebut sesuai dengan wawancara subjek R, yakni pacar dari subjek O (Wcr2B36). Serta subjek O menceritakan masalah keluarganya dengan subjek R (Wcr2B42). Bersama rekan kerja serta teman subjek O sejak SD yakni subjek B, juga mengungkapkan masalah pribadi mengenai kekasih (Wcr3B45)

(36)

Subjek I menceritakan hal pribadi kepada orang terdekat yakni tentang awal perkuliahan (Wcr4B411), masalah lingkungan kampus, percintaan (Wcr4B81) dan pengalaman saat subjek I diganggu oleh teman-teman SMP (Wcr4B107). Bercerita tentang masalah percintaan dan pergaulan juga sesuai dengan yang dikatakan oleh subjek H yakni sahabat dan teman kuliah (Wcr5B74).

Subjek A yang telah bekerja juga menceritakan masalah pekerjaan dan keiikutsertaannya dalam perlombaan kepada orang terdekat (Wcr6B147). Didukung dengan pernyataan subjek S, yakni ibu subjek A bahwa subjek A selalu menceritakan pekerjaannya. Namun, subjek S menyatakan selain pekerjaan subjek A bercerita tentang anaknya (Wcr7B26). Subjek A dengan subjek Y setiap hari bertemu di tempat kerja sering mengobrol mengenai pekerjaan, keadaan rumah subjek A dan keadaan rumah subjek Y (Wcr8B6). Subjek A juga menceritakan masalah hidupnya kepada subjek Y. Karena selain rekan kerja, subjek Y adalah adik kandung subjek A (Wcr8B54).

Sedangkan kepada pelatih subjek O dan subjek I tidak pernah menceritakan hal pribadi. Hanya subjek A yang sering mengungkapkan masalah percintaan kepada subjek P (Wcr9B81).

(37)

b. Faktor-faktor Self Disclosure 1) Budaya (Culture)

Ketika subjek O bercerita, orang-orang terdekat yang menjadi pendengar tidak akan mananggapi terlebih dahulu tetapi dengan bercandaan (Wcr1B136), kemudian tanggapan selanjutnya pasti terdapat solusi jika itu permasalahan (Wcr1B139). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan subjek B, bahwa subjek B juga akan menanggapi dengan memberikan solusi (Wcr3B81) dan subjek O mendengarkannya (Wcr3B84). Subjek O dengan subjek R juga biasa bercerita tentang masalah pekerjaan dan keluarga (Wcr2B51). Subjek R tidak pernah memaksa subjek O untuk bercerita melainkan subjek O sendiri yang bercerita (Wcr2B107).

Orang-orang disekitar subjek O terbuka, namun tidak langsung bercerita hal pribadi kepada subjek O melainkan lebih sering melalui cerita gurauan atau bercandaan terlebih dahulu (Wcr1B174), yang membahas pengalaman kerja, kekasih, dan lainnya (Wcr1B191). Menurut subjek R, orang-orang di lingkungan sekitar subjek O adalah orang yang terbuka, karena subjek R melihat subjek O banyak memiliki teman (Wcr1B134). Sedangkan menurut subjek B, keluarga subjek O orang-orang yang terbuka dengan subjek O. Namun untuk tetangga subjek O, subjek B kurang yakin karena yang diketahu agak tertutup (Wcr3B110).

(38)

Orang-orang di lingkungan kampus subjek I tidak membedakan antara orang normal dengan keterbatasan (Wcr4B253) (Wcr5B165). Selama subjek I terbuka, orang-orang di sekitarnya juga sama terbukanya (Wcr4B300). Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan subjek H bahwa antara satu dengan yang lain saling mengungkapkan diri (Wcr5B88). Namun, respon ketika kedua subjek tersebut saling terbuka dengan cara bercanda (Wcr5B128) (Wcr5B130). Meskipun pembahasan serius seperti masalah, awalnya keduanya juga menanggapi serius kemudian kembali lagi untuk bercanda karena sifat kedua subjek yang senang bercanda (Wcr5B134). Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terlalu berlarut-larut memikirkan masalah (Wcr5B139).

Orang-orang di sekitar subjek A meresponnya mendengarkan subjek A ketika mengungkapkan hal pribadinya (Wcr6B182) dan memberikan dukungan (Wcr6B180) dan. Di lingkungan keluarga subjek A juga terbuka, tetapi menurut subjek Y bahwa subjek A sendiri yang kurang terbuka (Wcr8B359). Subjek A selalu bercerita kepada subjek S (Wcr7B17). Namun, subjek S juga seperti itu kecuali saat mengungkapkan kesusahan (Wcr7B39). Saat subjek A menceritakan kesusahannya, subjek S merespon dengan memberi nasehat agar selalu sabar (Wcr7B95). Dengan adik kandung yang juga menjadi rekan kerjanya, subjek selalu berkomunikasi (Wcr8B72), saling menceritakan masalahnya

(39)

(Wcr8B80). Respon dari subjek Y selalu memberikan nasehat kepada subjek A. Subjek A tidak langsung menanggapi namun diam, memikirkan nasehat subjek Y (Wcr8B183).

Di lapangan, pelatih yakni subjek P kepada subjek O, I dan A, hanya membicarakan persoalan yang ada di lapangan (Wcr9B93). Pelatih juga memberikan arahan kepada ketiga subjek utama bahwa jika rajin latihan akan menuai prestasi dan ketiganya mendengarkan maupun menerima (Wcr9B163). Di tempat latihan yakni lapangan Thor, atlet normal lainnya juga latihan di sana (Wcr9B235), namun para atlet difabel dan atlet normal tidak membaur (Wcr9B219), termasuk ketiga subjek utama (Wcr9B245).

2) Gender

Subjek O ketika mengungkapkan diri kepada seseorang, tidak berbicara dengan serius melainkan ada unsur bercanda. Subjek juga merasa bukan orang yang terbuka (Wcr1B111) dan lebih suka mengungkapkan diri dengan sesama jenis (Wcr1B196) karena tidak merasa malu (Wcr1B198). Begitu juga dengan subjek B yang melihat subjek O lebih terbuka dengan laki-laki. Selama ini subjek O memiliki banyak teman laki-laki (Wcr3B118). Sedangkan yang diungkapkan oleh subjek R, bahwa subjek O tidak memandang gender (Wcr2B139).

Subjek I tidak mudah terbuka kepada orang, melainkan butuh waktu untuk mengenal baik orang tersebut (Wcr4B241).

(40)

Subjek I lebih nyaman ketika terbuka kepada sesama jenis (Wcr4B321). Menurutnya, laki-laki lebih mengerti dirinya (Wcr4B323). Sedangkan menurut subjek H, subjek I tidak selalu terbuka dengan laki-laki, tetapi tergantung dari suasana hatinya (Wcr5B181).

Subjek A cederung tertutup tidak banyak berbicara dan lebih nyaman untuk terbuka dengan sesama jenis (Wcr6B244). Namun lebih nyaman untuk terbuka dengan sesama jenis (Wcr6B239) (Wcr6B241). Namun, bagi subjek Y, tergantung orang tersebut. Subjek A akan terbuka kepada orang yang telah dipercayai (Wcr8B383). Tidak peduli jenis kelaminnya (Wcr8B386)

Menurut P sebagai pelatih, yang terlihat di lapangan ketiga subjek utama terbuka dengan orang tidak melihat jenis kelamin. Ketiganya terbuka kepada sesame difabel (Wcr9B216) (Wcr9B287).

3) Besar Kelompok

Subjek O merasa nyaman menceritakan hal pribadi dengan teman terdekat saja (Wcr1B146). Jika bercerita dengan banyak orang, subjek O khawatir orang tersebut tidak bisa menjaga rahasia (Wcr1B149). Hal tersebut sama dengan pernyataan subjek R bahwa subjek O tidak pernah menceritakan hal pribadi ke banyak orang (Wcr2B124), melainkan kepada keluarga (Wcr2B139).

(41)

Subjek B juga demikian, bukan hal pribadi yang diceritakan tetapi lebih ke kegemaran subjek O (Wcr3B88).

Dalam lingkup banyak orang, subjek I adalah orang tertutu karena tipe orang yang pemalu (Wcr4B271). Hanya kepada orang terdekat saja bisa mengungkapkan hal pribadinya (Wcr4B279). Hal tersebut juga dibenarkan oleh subjek H, bahwa subjek H mengetahui banyak tentang masalah-masalah pribadi subjek I (Wcr5B148).

Subjek A tidak suka menceritakan hal pribadinya seperti masalahnya (Wcr6B192). Baginya lebih baik masalah diselesaikan sendiri (Wcr6b203). Menurut subjek S, subjek A lebih suka menyimpan permasalahan pribadinya (Wcr7B114), karena jika cerita kepada subjek S ada ketakutan akan dampak kesehatan subjek S (Wcr7B117). Hal tersebut juga sesuai dengan subjek Y bahwa subjek A tidak suka menceritakan masalah pribadinya (Wcr8B332), karena subjek A orang yang pendiam (WcrB334).

Di lapangan ketiga subjek berani terbuka masalah pribadi hanya kepada atlet tunadaksa, terkadang kepada subjek P sendiri dan ketua NPC (Wcr9B185).

(42)

4) Perasaan Menyukai atau Mempercayai

Sifat orang yang dipercayai oleh subjek O dalam mengungkapkan diri yakni sudah mengenal lama (Wcr1B159), sering bertemu, dan pada akhirnya subjek O mengetahui karakteristik orang tersebut. Orang tersebut adalah dua orang teman sejak kuliah (Wcr1B302). Berbeda dengan subjek O, menurut subjek R orang yang dipercai oleh subjek O adalah keluarga (Wcr2B129).

Kekasih subjek O yakni subjek R merasa nyaman berbagi atau bercerita dengannya (Wcr2B56) dikarenakan saling memahami pembahasan (Wcr2B61) dan subjek O menuruti nasehat yang disarankan oleh subjek R (Wcr2B64). Sama halnya dengan subjek B yang merasa percaya dengan subjek O karena telah lama mengenal sejak SD dan sering bermain bersama sampai sekarang (Wcr3B63).

Subjek I dalam mengungkapkan diri percaya kepada orang-orang yang dapat menjaga rahasia dan mampu merespon dengan baik seperti memberi motivasi kepadanya (Wcr4B291). Sedangkan subjek H menyukai subjek I karena memiliki kegemaran yang sama yaitu menonton film (Wcr5B13), sering bertemu, dan subjek I dapat dipercaya untuk menjaga rahasian (Wcr5B98) (Wcr5B117). Meskipun orang lain juga sering bertemu dengan subjek I, hanya subjek H mengetahui banyak masalah pribadinya (Wcr5B148).

(43)

Subjek A mempercayai orang yang mampu menjaga rahasia (Wcr6B220). Sedangkan menurut subjek S, subjek A percaya dengannya karena subjek S sebagai orang tuanya dan sudah terbiasa bercerita dengannya (Wcr7B90). Kepada subjek Y juga merasa percaya karena sudah mengenal lama (Wcr8B86), selalu memberikan nasehat (Wcr8B344), dan juga mampu menjaga rahasia (Wcr8B104).

Sedangkan menurut pelatih ketiga subjek tersebut terbuka kesesama orang yang memiliki keterbatasan yakni sesama tunadaksa dan tunanetra (Wcr9B216). Tunanetra karena mampu berkomunikasi dengan baik dibandingkan atlet difabel lainnya (Wcr9B219).

5) Kepribadian

Subjek O dalam pergaulannya tiga bulan akhir ini memberanikan diri untuk masuk ke dalam lingkungan baru yakni mengikuti komunitas dari kegemarannya yakni Helm Lover Surabaya (Wcr1B209). Pada awalnya subjek O berusaha untuk menyesuaikan diri (Wcr1B215) dan pada akhirnya sampai sekarang subjek O dapat berbaur dengan anggota komunitas tersebut (Wcr1B202) (Wcr1B220).

Kegiatan subjek O selain mengikuti komunitas tersebut, dalam kesehariannya subjek O bekerja dan berolahraga. Namun akhir-akhir ini kegiatan olahraga jarang dilakukan (Wcr1B267).

(44)

Selain dengan komunitasnya, subjek R juga melihat subjek O memang mudah untuk akrab dengan orang lain (Wcr2B150) dan percaya diri (Wrc2B22). Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil wawancara subjek B bahwa subjek O mudah akrab dengan orang lain (Wcr3B123).

Subjek I dengan orang yang tidak begitu kenal akan cenderung tertutup, karena subjek I adalah tipe pemalu (Wcr4B271). Dalam kesehariannya sibuk mengikuti kegiatan yang ada di kampus yakni organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa (Wcr4B356) dan kumpul bersama teman-temannya (Wcr4B336). Penilaian dari subjek H bahwa subjek I adalah orang yang cukup periang, terkadang kekanak-kanakan (Wcr5B28) serta mudah bergaul. Kepada subjek H, subjek I tidak pernah sungkan atau malu (Wcr5B90). Di lingkungan kampus, subjek I juga tidak sungkan untuk menegur orang kemudian mengajak bercanda meskipun orang tersebut tidak seangkatan dengannya (Wcr5B195).

Subjek A sering berkumpul dengan teman-temannya, tetapi lebih pendiam atau jarang berbicara saat berkumpul (Wcr6B244). Hal tersebut juga sesuai dengan cerita subjek S bahwa subjek A adalah orang yang pendiam (Wcr8B28) tetapi tetap mudah bergaul dengan yang lain di tempat kerja (Wcr8B391).

(45)

Di lapangan, ketiga subjek utama tidak menutup diri kepada atlet difabel lainnya. Bersama dengan atlet difabel lain, ketiga subjek tidak sungkan. Namun kepada atlet normal, cenderung tertutup (Wcr9B287).

6) Usia

Subjek O lebih terbuka dengan orang yang seumuran dengannya karena lebih sering berkumpul dengan teman yang seumuran, seperti teman kuliahnya (Wcr1B302). Sedangkan subjek R melihat subjek O selama ini lebih terbuka dengan orang yang lebih tua (Wcr2B180). Pernyataan subjek R juga sama dengan subjek B, karena baginya orang yang lebih tua lebih banyak pengalaman yang bisa dibagi (Wcr3B145).

Subjek I tidak melihat usia seseorang, namun yang lebih utama memberikan timbal balik berupa motivasi (Wcr4B363). Contoh motivasi yang diberikan, anggota HIMA menempatkan subjek I di bidang Humas agar subjek I terbiasa dan lebih percaya diri ketika dihadapkan pada masyarakat (Wcr4B370). Subjek H melihat subjek I lebih terbuka ke orang-orang yang seumuran dengan subjek I (Wcr5B222).

Subjek A lebih terbuka dengan orang yang seumuran karena dapat mudah diajak untuk berkumpul dan pergi kesuatu tempat (Wcr6B259). Subjek S juga melihat demikian (Wcr7B182). Sedangkan menurut subjek Y, subjek A tidak melihat usia

(46)

seseorang, yang terpenting mengenal orang tersebut dan membuatnya nyaman untuk bercerita (Wcr8B420).

Di lingkungan atlet, menurut P ketiga subjek tidak melihat usia orang untuk terbuka, karena di NPC sendiri atlet difabel berbeda-beda usianya. Ketiga subjek tidak sungkan untuk bercerita kepada sesama difabel meskipun tidak semuanya (Wcr9B316).

Berdasarkan uraian di atas dapat di jelaskan dengan skema berikut ini:

Gambar 2. Skema Temuan Tema pada Subjek O

Evaluatif Self-disclosure Descriptive Self-disclosure Budaya Besar Kelompok Perasaan Mempercayai Gender Kepribadian Usia Subjek O Timbal Balik

(47)

Dari skema tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi self-disclosure yakni descriptive self-self-disclosure dan evaluative self-self-disclosure ditemukan pada subjek O. Keenam faktor yang mendukung pengungkapan diri, yaitu budaya, besar kelompok, perasaan mempercayai, gender, kepribadian, dan usia yang kesemuanya mempengaruhi subjek O untuk menungkapkan diri. Ditemukannya juga faktor lain yakni timbal balik dalam mengungkapkan diri. Subjek ingin mendapatkan timbal balik dari pendengar berua solusi.

Gambar 3. Skema Temuan Tema pada Subjek I

Dari skema tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi self-disclosure yakni descriptive self-self-disclosure dan evaluative self-self-disclosure ditemukan pada subjek I. Faktor-faktor yang mendorong subjek I untuk mengungkapkan diri hanya ada lima faktor, yaitu budaya, besar kelompok, perasaan mempercayai, gender, dan kepribadian. Faktor usia tidak

Subjek I Descriptive Self-disclosure Evaluatif Self-disclosure Budaya Besar Kelompok Perasaan Mempercayai Gender Kepribadian Timbal Balik

(48)

mempengaruhi subjek. Faktor baru yang ditemukan adalah faktor timbal balik. Subjek mengharapkan pendengar akan memberikan motivasi kepadanya.

Gambar 4. Skema Temuan Tema pada Subjek A

Dari skema tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi self-disclosure yakni descriptive self-self-disclosure dan evaluative self-self-disclosure ditemukan pada subjek A. Faktor-faktor yang mendorong subjek A untuk mengungkapkan diri ada lima faktor, diantaranya adalah budaya, besar kelompok, perasaan menyukai, kepribadian dan usia. Faktor gender tidak mempengaruhi subjek dalam mengungkapkan diri. Laki-laki ataupun perempuan subjek tidak melihat hal tersebut, yang terpenting orang tersebut dapat dipercaya subjek dan membuat nyaman untuk bercerita.

Subjek A Kepribadian Descriptive Self-disclosure Evaluatif Self-disclosure Budaya Besar Kelompok Perasaan Menyukai Usia

Gambar

Gambar 2. Skema Temuan Tema pada Subjek O
Gambar 3. Skema Temuan Tema pada Subjek I
Gambar 4. Skema Temuan Tema pada Subjek A

Referensi

Dokumen terkait

Ia mengatakan bahwa “sembilan kelompok bisnis mengendalikan separuh media cetak di Indonesia” dan bahwa para pemilik media “melihat media sebagai pasar belaka.” Yanuar Nugroho

Kelayakan teoritis Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) berbasis model inkuiri terbimbing yang dikembangkan secara _ keseluruhan menghasilkan persentase sebesar 95,91% dengan

GUF tidak memenuhi dan melalaikan kewajiban pembayaran PPN terlebih dahulu sebagaimana yang diperjanjikan dalam pasal 12 EPC Contract (bukti P.5), Penggugat dengan

Menimbang, bahwa putusan Mahkamah Militer Tinggi I-Medan tersebut telah diberitahukan kepada Pemohon Kasasi pada tanggal 24 Maret 2004 dan Pemohon Kasasi

identitas nasional berkaitan erat dengan fungsinya yang ketiga yaitu sebagai ketiga yaitu sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya !enyatuan berbagai suku bangsa alat

“Masyarakat yang Berdaya Saing” menunjukkan visi Pemerintah Kabupaten Landak yang bercita-cita mewujudkan masyarakat Kabupaten Landak yang memiliki keunggulan

Serta hubungan antara gambar atau tampilan dalam iklan sebagai (1) Gambar berupa alat fasilitas yang digunakan dalam pelayanan jasa (2) Gambar berupa hasil jasa dari

Jika amplitudo ( A) diperbesar tanpa redaman (tidak ada energi yang hilang) maka aliran energi menjadi semakin besar... Jika jarak dari sumber digandakan maka