• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA LEUKEMIA MIELOID AKUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA LEUKEMIA MIELOID AKUT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK

PENDERITA LEUKEMIA MIELOID AKUT

Putu Indah Andriani, IGAA Dwi Karmila

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

PENDAHULUAN

Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel-sel leukemia yang bersifat agresif ke dalam lapisan epidermis, dermis, maupun subkutis.Hal ini biasanya terjadi pada akhir perjalanan penyakit leukemia dan merupakan pertanda prognosis yang buruk.1Insiden leukemia kutis dikatakan bervariasi mulai kurang dari 5% sampai 40% tergantung tipe leukemia baik akut maupun kronis.2 Leukemia kutis merupakan leukemia ekstramedular yang jarang dijumpai. Hal ini sesuai dengan data dari rekam medik di Depatemen Kulit dan Kelamin RSCM sejak januari 1991 sampai mei 2004, hanya didapatkan 3 kasus leukemia kutis pada anak.1 Bagian kulit dan kelamin RSUP Sanglah telah melaporkan 1 laporan kasus leukemia kutis pada tahun 2015 tetapi belum pernah dilaporkan kasus leukemia kutis pada anak.

Kasus leukemia kutis sebagian besar terjadi pada leukemia mieloid akut dan leukemia mieloid monositik akut. Kasus ini jarang ditemukan pada leukemia tipe limfositik maupun leukemia kronis.1,3 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman terhadap 381 pasien dengan leukemia mieloid akut didapatkan 40 pasien tersebut mengalami leukemia kutis dengan prevalensi 3,7%.4Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Korea pada 75 pasien dengan leukemia kutis didapatkan 13% pasien merupakan leukemia monositik akut, 10-35% merupakan leukemia mieloid monositik akut, 1,3-3% merupakan leukemia limfositik akut, dan 6-7% merupakan leukemia limfositik kronis.5Leukemia kutis yang terjadi pada pasien leukemia mieloid akut dikatakan memiliki insiden yang lebih tinggi terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Keterlibatan kulit pada

(2)

2 leukemia mieloid akut dilaporkan 5-15% pada pasien dewasa dan sebesar 30% pada pasien anak-anak.6

Penyakit ini pertama kali di deskripsikan oleh Biesidecki pada tahun 1876 dimana infiltrasi kutaneus oleh sel ganas hematopoetik ini dapat menyebabkan erupsi di kulit dengan gambaran klinis lesi di kulit yang sangat bervariasi. Gambaran lesi di kulit dapat berupa makula, papula, plak, nodul, maupun ulkus. Dengan distribusi lesi dapat terlokalisir ataupun tersebar dan dapat terjadi pada bagian tubuh dimana saja tanpa memiliki predileksi yang khas.5,6 Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit dan pemeriksaan analisis sumsum tulang sangat penting untuk menegakkan diagnosis leukemia kutis.6

Berikut akan dilaporkan kasus leukemia kutis pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan leukemia mieloid akut. Kasus ini dilaporkan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahanan dalam menegakkan diagnosis leukemia kutis karena penyakit ini jarang terjadi dan memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

KASUS

Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun, suku Sasak, Warna Negara Indonesia, dengan nomor rekam medis 16.00.79.20. Pasien dikonsulkan dari bagian pediatri RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 12 Maret 2016 dengan keluhan utama muncul benjolan pada wajah, leher, dan badan.

Heretoanamnesis dari kakak kandung pasien dikatakan bahwa pasien muncul benjolan awalnya pada leher kanan sejak 9 bulan yang lalu, benjolan ini awalnya berwarna kuning kehijauan terasa nyeri kemudian pecah menjadi luka. Sejak 4 bulan yang lalu dikatakan benjolan semakin bertambah ukuran dan jumlahnya menyebar sampai ke wajah dan badan. Beberapa benjolan dikatakan pecah menjadi luka dan disertai dengan keluar nanah. Pasien juga tampak lemah, pucat, mengalami demam yang hilang timbul, penurunan nafsu makan, kadang disertai perdarahan gusi sejak bulan Mei 2015. Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengalami demam, pucat, penurunan nafsu makan yang semakin bertambah parah serta sesak nafas sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram. Pasien

(3)

3 kemudian dirujuk dari Rumah Sakit Umum Mataram ke RSUP Sanglah dengan suspek leukemia mieloid akut dengan diagnosis banding leukemia limfositik akut. Riwayat pengobatan yang didapatkan pasien selama 9 hari dirawat di Rumah Sakit Umum Mataram adalah ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam intravena, paracetamol 300 mg setiap 8 jam intraoral, furosemid 25 mg setiap 12 jam intraoral, dan mendapatkan transfusi PCR. Riwayat mengoleskan pengobatan topikal maupun pengobatan tradisional pada lesi di kulit disangkal oleh kakak pasien.

Riwayat penyakit sebelumnya, dikatakan bahwa pasien belum pernah menderita penyakit seperti yang dialami saat ini. Riwayat atopi serta alergi terhadap obat maupun makanan disangkal oleh kakak pasien. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya seperi riwayat penyakit jantung, hati, ginjal, asma, kencing manis, darah tinggi, maupun kejang.

Pasien merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Kakak pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit seperti yang dialami pasien saat ini.Pasien dikatakan lahir cukup bulan secara spontan di bidan dengan berat badan 3500 gram dan segera menangis. Pasien dikatakan telah mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Riwayat imunisasi pasien dikatakan lengkap. Riwayat tumbuh kembang pasien dikatakan normal. Riwayat nutrisi pasien dikatakan baik sampai akhirnya pasien mengalami penurunan berat badan karena nafsu makan menurun sejak mengalami penyakit ini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan pasien 34 kg, tinggi badan 145 cm, dengan keadaan umum pasien tampak lemah dan kesadaran kompos mentis. Frekuensi denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 34x/menit, temperatur aksila 36,80C, dengan VAS adalah 1. Pada status generalis pasien didapatkan kepala normasefali, pada pemeriksaan kedua konjungtiva mata tampak anemia tetapi tidak tampak ikterus maupun hiperemia dengan reflek pupil masih baik dan simetris. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan didapatkan kesan tenang. Pada mukosa gusi didapatkan hipertrofi gingival. Pada thoraks menunjukkan suara jantung S1, S2 tunggal reguler, dan didapatkan adanya murmur. Pada paru didapatkan suara nafas vesikuler tanpa ronkhi maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam batas normal, ditemukan

(4)

4 pembesaran hepar teraba 5 cm di bawah arkus kosta dan 5 cm di bawah prosesus xipoideus, dan pembesaran lien shuffner VIII. Pada pemeriksaan ekstremitas, keempat ekstremitas teraba hangat dan ditemukan edema pada kedua ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan kuku dan rambut tidak ditemukan adanya kelainan.

Status dermatologi pada wajah, servikal, dan thorak anterior didapatkan efloresensi berupa tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi dengan diameter 1 sampai 5 cm, disribusi diskrete dan beberapa tampak berkonfluen, memiliki warna merah kecoklatan (Gambar 1 sampai 3). Beberapa tumor tampak berwarna kuning kehijauan di bagian tengahnya yang disebut sarkoma granulositik atau kloroma (Gambar 4). Tampak juga beberapa ulkus diatas tumor yang ditutupi krusta berwarna merah kehitaman. Ulkus berbentuk oval dengan ukuran ulkus bervariasi 0,5x1 cm – 1,5x2 cm, memiliki tepi yang iregular, dinding landai, dan pada bagian tengah ulkus menghasilkan pus (Gambar 5). Status dermatologi pada mukosa mulut didapatkan adanya hipertrofi ginggiva (Gambar 6).

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Gambar 1, 2, dan 3.Pada wajah, servikal, dan thorak anterior didapatkan efloresensi berupa tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi dengan diameter 0,5 sampai 5 cm, disribusi diskrete dan beberapa tampak berkonfluen, memiliki warna merah kocaklatan

(5)

5 Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 12 Maret 2016 didapatkan eritrosit 3,73 103/μL (4,5-5,9); hemoglobin 9,5 g/dL (13,5-17,5); hematokrit 29,5% (41-53); trombosit 10 K/μL (150-440); leukosit 53,52 K/μL (4,1-11); neutrofil 12,98 103/μL (2,5-7,5); limfosit 2,82 103/μL (1,0-4,0); monosit 11,31 103/μL (0,1-1,2); eosinofil 0,32 103/μL (0,0-0,5); basofil 0,08 103/μL (0,0-0,1). Pemeriksaan kimia darah tanggal 12 Maret 2016 didapatkan, fungsi hati SGOT 14,6 IU/L (11-33); SGPT 6,4 IU/L (11-50); albumin 2,96 g/dL (3,5-5,2); natrium 137 mmol/L (136-145); kalium 3,74 mmol/L (3,5-5,1); chlorida 99,7 mmol/L (94-110); asam urat 3,4 mg/dL (2,0-7,0); CRP 1,4 mg/dL (0,00-5,00). Pemeriksaan apusan darah tepi tanggal 12 Maret 2016 didapatkan anemia normokromik normosititer, granulosit imatur, leukositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan gram di dasar ulkus tanggal 12 Maret 2016 didapatkan leukosit > 50/lapang pandang, ditemukan adanya bakteri cocus gram positif dan tidak ditemukan adanya bakteri gram negatif. Pemeriksaan prokalsitonin pada tanggl 14 Maret 2016 didapatkan 0,08 ng/mL (0,00-0,46).

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis banding pada pasien adalah suspek leukemia kutis dan

Gambar 4 Gambar 5

Gambar 4. Tumor tampak berwarna kuning kehijauan di bagian tengahnya yang disebut sarkoma granulositik atau kloroma

Gambar 5. Ulkus diatas tumor yang ditutupi krusta berwarna merah kehitaman.

Gambar 6. Hipertrofi ginggiva

(6)

6 suspek pioderma ganggrenosum. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien dari bagian dermatologi adalah rawat bersama, kompres terbuka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit setiap 8 jam, krim natrium fusidat topikal setiap 12 jam. Untuk membantu menegakkan diagnosis kerja, pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi lesi kulit apabila trombosit pasien sudah mencapai 50 K/μL dan pemeriksaan faal hemostatis didapatkan dalam batas normal. Selain itu akan dilakukan juga pemeriksaan kultur dasar luka pada dasar ulkus.

Bagian pediatri mendiagnosis banding pasien dengan observasi hiperleukositosis, trombositopenia berat dan organomegali et causa suspek leukemia mieloid akut dengan diagnosis banding et causa suspek leukemia mieloid kronis fase krisis blast dan hipoalbuminemia. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien berupa rawat inap, dengan pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, kebutuhan cairan 1780 ml/hari, hidrasi 2500 ml/m2 atau 2925 ml/hari, transfusi TRC sampai trombosit > 20 K/μL, albumin 1mg/kg/hari atau 34 mg dalam 170 ml setiap 24 jam. Pemeriksaan darah lengkap setiap hari, rencana pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan Ro Thorax dan echo.

PENGAMATAN LANJUTAN I: HARI KE-7 (18 Maret 2016)

Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan pada wajah, leher, dan badan masih sama seperti sebelumnya. Nafsu makan pasien masih kurang, ditemukan perdarahan gusi dan tidak didapatkan demam.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih lemah dan kesadaran kompos mentis. Frekuensi denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 30x/menit dan suhu aksila 36,50C. Status generalis masih didapatkan sama seperti sebelumnya. Status dermatologi pada wajah, leher, badan didapatkan effloresensi yang masih sama seperti sebelumnya.

Pasien dilakukan biposi kulit untuk pemeriksaan histopatologi dengan mengambil lesi yang terdapat di thorax anterior (Gambar 7). Sebelum tidakan biopsi telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan faat hemostatis. Pemeriksaan darah lengkap yang diakukan pada tanggal 16 Maret 2016 didapatkan hasil eritrosit 3,01 103/μL (4,5-5,9); hemoglobin 7,99 g/dL

(7)

(13,5-7 17,5); hematokrit 23,73% (41-53); trombosit 57,93 K/μL (150-440); leukosit 61,24 K/μL (4,1-11); neutrofil 41,33 103/μL (2,5-7,5); limfosit 3,81 103/μL (1,0-4,0); monosit 14,41 103/μL (0,1-1,2); eosinofil 0,01 103/μL (0,0-0,5); basofil 1,69 103/μL (0,0-0,1). Hasil pemeriksaan faal hemostasis pada tanggal 17 maret 2016 didapatkan PPT kontrol 14,2 detik, PTT pasien 16 detik, INR 1,4, APTT kontrol 34,8 detik, APTT pasien 43 detik, Waktu perdarahan 1,00 detik, dan waktu pembekuan 7,00 detik. Hasil pemeriksaan kimia darah pada tanggal 16 maret 2016 didapatkan ALP 57 mg/dL (0-300); Bilirubin total 0,55 mg/dL (0,3-1,3);Bilirubin direk 0,2 mg/dL (0,0-0,3); Bilirubin indirek 0,35 mg/dL (0,0-0,8); SGOT 11,7 U/L (11-33); SGPT 4,4 U/L (11-50); Total protein 5,88 g/dL (6,0-8,0); Albumin 3,92 g/dL (3,5-5,2); Globulin 1,96 μg/dL (3,2-3,7); Gamma GT 16 U/L (11-49); BUN 6mg/dL (8-23); Creatinine 0,26 mg/dL (0,7-1,2). Selain dilakukan tindakan biopsi, pasien juga dilakukan pemeriksaan kultur pada dasar ulkus. Pada saat yang bersamaan juga dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang dari bagian patologi klinik.

Bagian kulit dan kelamin masih mendiagnosis banding pasien dengan supek leukemia kutis dan suspek pioderma ganggrenosum sampai menunggu hasil pemeriksaan biopsi kulit dan aspirasi sumsum tulang. Penatalaksanaan yang diberikan masih sama seperti sebelumnya berupa kompres terbuka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit setiap 8 jam, krim natrium fusidat topikal setiap 12 jam, selain itu juga dilakukan perawatan luka setelah biopsi dengan menggunakan salep gentamisin topikal setiap 12 jam.

Bagian pediatri mendiagnosis banding pasien dengan observasi hiperleukositosis, trombositopenia berat dan organomegali et causa suspek

Gambar 7

Gambar 7. Lokasi pengambilan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi

(8)

8 leukemia mieloid akut dengan diagnosis banding et causa suspek leukemia mieloid kronis fase krisis blast dan hipoalbuminemia. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien berupa rawat inap, dengan pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, kebutuhan cairam 1780 ml/hari, hidrasi 2500 ml/m2 atau 3000 ml/hari, transfusi TRC apharesis 1x340 ml, albumin 1mg/kg/hari atau 34 mg dalam 170 ml setiap 24 jam. Pemeriksaan darah lengkap setiap hari, menunggu hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan Ro Thorax dan echo.

PENGAMATAN LANJUTAN II: HARI KE-12 (23 Maret 2016)

Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan pada wajah, leher, dan badan masih sama seperti sebelumnya. Nafsu makan pasien dikatakan semakin berkurang disertai dengan perdarahan gusi, dan didapatkan demam.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih lemah dan kesadaran kompos mentis. Frekuensi denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 30x/menit dan suhu aksila 370C. Dari hasil pengukuran status antropometri pasien terdapat kesan gizi kurang dengan berat badan menurun menjadi 26,5 kg dan lingkar lengan atas 11,5 cm. Status generalis masih didapatkan sama seperti sebelumnya. Status dermatologi pada wajah, leher, badan didapatkan efloresensi yang masih sama seperti sebelumnya dengan luka setelah biopsi terawat baik.

Hasil pemeriksaan biopsi kulit pada tanggal 23 Maret 2016 didapatkan sediaan potongan jaringan kulit mengandung infiltrasi sel-sel blast tersusun difus dengan morfologi sel berukuran besar dengan sitoplasma eosinofilik luas sebagian bergranule, inti bulat, kromatin halus, dengan anak inti prominent. Sebagian sel blast lainnya menunjukkan morfologi sel berukuran sedikit lebih besar dari limfosit matur, sitoplasma sedang sampai luasbasofilik, inti bentuk bulat sampai oval, kromatin granular halus, dengan anak inti prominen beberapa tampak multipel. Tampak pula maturasi sampai neutrofil. Pada beberapa fokus tampak bentukan granuloma dengan infiltrat radang PMN neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Gambaran morfologi mengesankan infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast menurut pulasan konvensional Hematoksilin Eosin (Gambar 8,9,10). Hasil pemeriksaan kultur dasar luka pada tanggal 18 maret 2016 didapatkan

(9)

9

Staphylococcus aureus terisolasi signifikan sebagai agen penyebab infeksi dan

cefalosforin generasi 1 dapat dipertimbangkan sebagai agen pilihan terapi

Hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada tanggal 21 maret 2016 didapatkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sehingga dapat disimpulkan adanya kesan leukemia mieloid akut. Hasil pemeriksaan Ro thorax pada tanggal 20 maret 2016 (Gambar 11) didapatkan kesan cor prominent dengan suspek pneumonia (mohon korelasi klinis dan laboratorium). Hasil pemeriksaan echo pada tanggal 22 maret 2016 didapatkan

Gambar 8.

Infiltrasi kutaneus oleh sel mieloblast dan monoblast ( ) dan tampak maturasi sampai neutrofil ( )

Gambar 8

Gambar 9

Gambar 9.

Sebagian sel blast lainnya menunjukkan morfologi sel berukuran sedikit lebih besar dari limfosit matur, sitoplasma sedang sampai luas ( )

Gambar 10

Gambar 10

Pada beberapa fokus tampak

bentukan granuloma dengan infiltrat radang PMN neutrofil, limfosit, dan sel plasma ( )

(10)

10 regurgitas mitral dan trikuspid ringan, serta efusi perikardial ringan sehingga tidak ada penatalaksaan khusus dan tidak ada kontraindikasi untuk pemberian kemoterapi.

Bagian kulit dan kelamin mendiagnosis kerja pasien dengan leukemia kutis. Penatalaksanaan yang diberikan masih sama seperti sebelumnya berupa kompres terbuka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit setiap 8 jam, krim natrium fusidat topikal setiap 12 jam, selain itu juga dilakukan perawatan luka setelah biopsi dengan menggunakan salep gentamisin topikal setiap 12 jam. Penatalaksaan selanjutnya untuk leukemia kutis adalah pemberian kemoterapi sesuai dengan leukemia yang mendasarinya. Pemberian kemoterapi menyesuaikan dengan bagian peditari.

Bagian pediatri menegakkan diagnosis kerja pasien dengan leukemia mieloid akut, hipoalbuminemia (membaik), regurgitasi mitral dan trikuspid ringan dengan efusi perikardial ringan dan gizi kurang. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien berupa pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, kebutuhan cairan 1780 ml/hari, hidrasi 2500 ml/m2 atau 3000 ml/hari, kebutuhan kalori 2590 kkal/hari dan kebutuhan protein 34 gram/hari, pasien rencana akan diberikan kemoterapi sesuai protokol leukemia mieloid akut berupa vinkristin dan siklofosfamid. Pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan

immunophenotypingdan bone survey.

PEMBAHASAN

Leukemia merupakan keganasan pada sel darah putih sehingga terjadi akumulasi sel darah putih abnormal pada sumsum tulang, sirkulasi, dan dapat menyebar ke organ lainnya seperti hati, limpa, kelenjar limfe, kulit, gusi dan meningeal.7,8 Patofisiologi terjadinya leukemia karena adanya ploriferasi abnormal, ekspansi

Gambar 11

Ro thorax didapatkan kesan cor

prominent dengan suspek pneumonia

(11)

11 klonal, dan berkurangnya apoptosis (program kematian sel) pada sel darah putih tersebut sehingga elemen darah putih yang normal digantikan dengan sel keganasan. Berdasarkan jenis sel progenitor yang mengalami transformasi keganasan, penyakit leukemia dibedakan menjadi leukemia mieloid dan limfositik. Kedua jenis leukemia tersebut kemudian dibedakan lagi menjadi leukemia akut dan kronis berdasarkan maturasis selular sel keganasan yang ditemukan dalam sumsum tulang. Pada leukemia akut dikatakan dominan terdapat sel imatur yang belum berdiferensiasi dengan baik biasanya dalam bentuk sel blast sedangkan pada leukemia kronis ditemukan lebih banyak sel yang matur dibandingkan dengan leukemia akut.Gambaran klinis yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia sangat bervariasi tergantung infiltrasi sel keganasan tersebut. Pasien biasanya mengalami anemia dengan keluhan merasa cepat lelah tampak pucat, selain itu juga mudah mengalami perdarahan dan memar, demam, mudah mengalami infeksi, dan dapat disertai dengan adanya pembesaran pada kelenjar limfe, hati, limpa, maupun menimbulkan manifestasi pada kulit. Pada leukemia akut dikatakan gejala klinis tersebut muncul secara cepat dan akan memburuk secara progresif sejak diagnosis leukemia tersebut ditegakkan, sedangkan pada leukemia kronis lebih sering diagnosa ditemukan secara insidental karena didapatkan adanya splenomegali atau abnormalitas pada hasil pemeriksaan darah.4,9,10,11

Leukemia kutis merupakan salah satu manifestasi ekstramedular dari leukemia dengan infiltrasi sel-sel leukemia yang bersifat agresif ke dalam epidermis, dermis, maupun subkutan.Mayoritas penyakit ini ditemukan pada leukemia mieloid akut M4-M5 yaitu sekitar 10-50% sedangkan pada LMA M0,M1,M2,M3 atau pada fase krisis blast dari leukemia mieloid kronis sekitar 10%.1,2

Manifestasi klinis leukemia pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi lesi spesifik maupun lesi yang tidak spesifik (leukemids).1 Lesi spesifik disebabkan karena penyebaran sel leukemia secara agresif ke kulit. Lesi spesifik ini dapat disertai juga dengan penyebaran sel leukemia pada sumsum tulang ataupun tanpa penyebaran sel leukemuia pada sumsum tulang. Gambaran lesi spesifik leukemia kutis disertai dengan penyebaran sel leukemia pada sumsum

(12)

12 tulang dapat berupa papula, nodul, tumor dengan ukuran diameter bervariasi dengan batas yang tegas dapat teraba seperti masa padat yang kenyal atau keras. Lesi tumor pada leukemia kutis yang teraba keras dapat disertai dengan ulkus atau tanpa ulkus dan ditutupi dengan krusta. Lesi nodular memiliki warna yang bervariasi dari coklat, kuning, merah, ungu.4 Pada kasus leukemia akut dikatakan lesi tersebut berkembang dengan cepat sedangkan pada leukemia kronis berkembang lebih lama.4 Selain gambaran klinis yang disebutkan diatas, pada leukemia mieloid akut M4-M5 juga dapat ditemukan adanya plakat leukemik yang menyebabkan penebalan pada kulit kepala, alis dan pipi sehingga tampak sebagai facies leonina.1 Bentuk khusus leukemia kutis kongenital yang terjadi pada neonatus berupa gambaran lesi papular atau nodular dengan tekstur yang kenyal dan mudah digerakkan dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter berwarna coklat kemerahan, biru keabuan, atau ungu

(blue-berry muffin lession). Leukemia kutis ini tampak pada 50% kasus sebagai

menifestasi awal.1,11,12Gambaran lesi spesifik leukemia kutis tanpa disertai infiltasi sel leukemia pada sumsum tulang disebut sarkoma granulositik atau kloroma. Lesi ini berupa tumor berwarna hijau karena pigmentasi kehijauan dari enzim mieloperoksidase di dalam sel mieloid, ukuran bervariasi dengan diameter 1-3 cm. Selain pada kulit, tumor juga dapat ditemukan pada tulang periosteum atau tulang kranial, kelenjar lakrimalis, jaringan retroorbital, kelenjar getah bening, dan panyudara.1,4 Lesi kulit non spesifik pada leukemia kutis juga bervariasi, lesi ini timbul pada pasien leukemia tetapi tidak terdapat infiltrasi sel leukemia pada kulit. Lesi non spesifik terjadi pada 30-40% pasien leukemia sebagai purpura, petekie, dan ekimosis karena terjadi trombositopenia.1,4 Beberapa penelitian melaporkan urutan tersering gambaran lesi kulit pada leukemia mieloid akut yaitu berupa nodul (50%), ekimosis (26%), plakat (22%), purpura (17%), dan makula (13%).1

Berdasarkan anemnesis pada kasus didapatkan gejala klinis leukemia pada pasien berupa demam, badan terasa lemah dan tampak pucat, serta mengalami gusi berdarah sejak mei 2015. Sebelum mucul keluhan tersebut, didapatkan juga keluhan berupa benjolan berwarna kuning kehijauan pada leher sejak mei 2015yang dikatakan semakin bertambah besar kemudian sempat pecah.

(13)

13 Pada bulan desember 2015 dikatakan muncul benjolan berwara merah kecoklatan di bagian wajah, leher, dan badan yang jumlahnya semakin bertambah banyak. Semua keluhan ini dikatakan bertambah parah dan disertai dengan sesak nafas sejak maret 2016. Keluhan penyakit ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Sesuai dengan pustaka gejala leukemia yang terjadi pada pasien sesuai dengan leukemia akut. Pada leukemia akut terjadi proses insufisiensi pada sumsum tulang terjadi lebih cepat sehingga memiliki gambaran klinis penyakit yang lebih serius seperti yang terjadi pada kasus.

Berdasarkan pemeriksaan fiisk pada kasus yang mendukung diagnosis leukemia adalah ditemukan adanya tanda anemia pada kedua konjungtiva mata, hipertrofi gingival pada mukosa gusi, pembesaran hepar teraba 5 cm di bawah arkus kosta dan 5 cm di bawah prosesus xipoideus dan pembesarn lien shuffner VIII. Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan adanya efloresensi berupa tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi dengan diameter 0,5 sampai 5 cm, disribusi diskrete dan beberapa tampak berkonfluen, memiliki warna merah kocaklatan serta adanya gambaran tumor berwarna kuning kehijauan di bagian tengahnya yang disebut sarkoma granulositik atau kloroma. Sesuai dengan pustaka adanya infiltrasi sel leukemia ke sumsum tulang pada kasus leukemia dapat menyebabkan gejala berupa anemia. Pada kasus ini sel leukemia ini sudah mengalami infiltrasi ke organ lain seperti pada gusi sehingga menyebabkan terjadi nya hipertropi gingiva. Pada pustaka dikatakan bahwa hipertrofi gingiva lebih sering ditemukan pada kasus leukemia mieloid akut.4 Selain itu sel leukemia pada kasus ini juga sudah mengalami infiltrasi ke hati dan limpa sehingga terdapat hepatosplenomegali. Hubungan antara awitan terjadinya leukemia kutis dengan terjadinya leukemia sangat bervariasi. Tiga puluh delapan persen pasien didiagnosis mengalami leukemia kutis pada saat yang bersamaan dengan diagnosis leukemia sedangkan sebanyak 7% pasien mengalami leukemia kutis sebelum terjadi infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang.1 Keadaan terjadinya leukemia kutis sebelum terjadinya infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang merupakan manifestasi leukemia ekstramedular primer yang disebut sebagai aleukemik leukemia kutis atau kloroma, mieloid sarkoma, atau granulositik sarkoma.1Infiltasi sel leukemia

(14)

14 pada kulit berupa kloroma pada kasus ditemukan sebelum muncul gejala dan tanda leukemia lainnya, dimana pada kasus ditemukan tumor berwarna kuning kehijauan pada leher sejak bulan mei 2015. Setelah muncul lesi tersebut dikatakan kemudian muncul gejala dan tanda leukemia lainnya pada bulan mei 2015. Pada bulan desember 2015 kemudian muncul gambaran leukemia kutis spesifik berupa nodul dan tumorseperti yang disebutkan pada pustaka. Hal ini menunjukkan adanya infiltrasi sel leukemia pada kulit serta sumsum tulang. Berdasarkan pustaka dikatakan lesi leukemia kutis berupa nodul dan tumor merupakan gambaran lesi spesifik yang paling sering ditemukan.2,4

Penyakit leukemia kutis memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi sehingga banyak memiliki diagnosa banding sesuai dengan gambaran klinis lesi kulit yang ditemukan.4,13 Pada kasus ini pasien didiagnosis banding dengan pioderma ganggrenosum karena memiliki gambaran klinis berupa nodul dan tumor yang beberapa sudah pecah sehingga membentuk ulkus pada lesi tersebut.4 Berdasarkan pustaka dikatakan bahwa pioderma ganggrenosum merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang belum diketahui etiologinya ditandai dengan adanya infiltrasi sel neutrofil steril pada kulit. Pioderma ganggrenosum juga memiliki gambaran klinis yang bervariasi berupa ulkus, bula, pustular, dan bentuk vegetatif. Untuk menegakkan diagnosis pioderma ganggrenosum harus dieklusi kemungkinan terjadinya infeksi (bakteri, virus, dan jamur), penyakit vaskular (statis, oklusi, dan vaskulitis) serta kemungkinan adanya keganasan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi dan kultur.14 Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit dan kultur dasar luka untuk menyingkirkan diagnosis dari pioderma ganggrenosum

Baku emas untuk menegakkan kasus leukemia kutis adalah pemeriksaan histopatologi dari kulit untuk menentukan adanya infiltrasi sel leukemia pada kulit.1,4 Pemeriksaan histopatologi ini dapat didukung dengan pewarnaan imunohistokimia untuk melihat asal sel leukemia tersebut dan konfirmasi diagnosis leukemia mieloid akut.4,15 Profil immunophenotyping pada leukemia mieloid tersebut dapat dilihat dari pewarnaan imunohistokimia.8,15 Pemeriksaan sitogenetik juga dapat dilakukan untuk mengetahui abnormalitas kromosom pada kasus leukemia.8,15 Selain itu diperlukan juga pemeriksaan aspirasi sumsum tulang

(15)

15 dan pemeriksaan biopsi sumsum tulang untuk melihat adanya infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang.

Hasil pemeriksaan histopatologi pada kasus didapatkan adanya infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast, dengan sebagian sel blast lainnya menunjukkan morfologi sel berukuran sedikit lebih besar dari limfosit matur, sitoplasma basofilik berukuran sedang sampai luas. Selain itu didapatkan juga pada beberapa fokus tampak bentukan granuloma dengan infiltrat radang PMN neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Berdasarkan pustaka gambaran histopatalogi leukemia mieloid akut tersebut menunjukkan berbagai tingkatan deferensiasi monosit dan mieloid, memiliki sel mononuklear berbentuk oval sampai bulat yang berukuran lebih besar dengan sitoplasma yang berukuran lebih besar. Beberapa kasus leukemia kutis pada leukemia mieloid akut juga dapat ditemukan gambaran seperti granuloma anulare.4 Gambaran histopatologi pada kasus ini didukung dengan gambaran apusan dari aspirasi sumsum tulang yang menunjukkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sesuai dengan kesan leukemia mieloid akut. Pada apusan sumsum tulang tidak ditemukan adanya aktivitas sistem erotroid maupun sistem megakariosit sehingga dapat disingkarkan adanya leukemia meiloid kronis. Berdasarkan pustaka pada leukemia mieloid kronis dapat ditemukan adanya berbagai gambaran granulosit, eosinofilia, basofilia, eritrosit yang memiliki nukleus atau berbentuk tear drop.7 Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terdapat infiltrasi sel leukemia berupa mieloblast dan monoblast baik pada kulit maupun sumsum tulang yang disebabkan oleh leukemia mieloid akut. Gambaran histopatologi yang ditemukan pada pioderma ganggrenosum berupa infiltrasi neutrofil pada dermis tanpa diserta infiltrasi sel mieloblast dan monoblast sehingga diagnosis banding pioderma ganggrenosum dapat disingkirkan. Pada kasus juga telah dilakukan pemeriksaan kultur pada dasar ulkus didapatkan adanya Staphylococcus aureus terisolasi signifikan sebagai agen penyebab infeksi. Infeksi bakteri pada kulit ini bisa disebabkan karena infeksi sekunder akibat kondisi imunokompromis yang dialami pasien leukemia akibat infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang.16

(16)

16 Patogenesis terjadinya manifestasi ektramedular dari leukemia pada kulit masih belum diketahui dengan pasti. Molekul blast neural cell adhesion

(CD56) dikatakan berimplikasi pada patogenesis terjadinya manifestasi

ekstramedular ini. Terdapatnya blast neural cell adhesion (CD56) pada kulit dapat memediasi interaksi antara Lymphocyte Function-Associated antigen-1 (LFA-1),

Intacellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), Cutaneus Leucocyte Antigen (CLA)

dan E-selectin. Suatu studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa leukemia mieloid akut dengan CD56 positif memiliki manifestasi kulit yang lebih sering daripada leukemia mieloid akut dengan CD56 negatif.Cho-Vega, dkk menyatakan hipotesis bahwa adanya reseptor kemokin dan molekul adesi yang mirip pada sel leukemia dengan sel T memori normal yang terdapat pada kulit dapat menjelaskan mengalami jenis leukemia tertentu dapat menjadi leukemia kutis. Untuk mendukung hipotesis ini diperlukananalisa immunophenotyping yang menunjukkan bahwa ekspresi blast sebagai antigen sel T berhubungan dengan insiden leukemia kutis yang lebih tinggi. Interaksi antara Cutaneus Lymphocyte

Antigen dengan E-selectin yang terdapat pada sel endotel di dermis dapat

menjelaskan terjadi leukemia kutis. Endothelial intercellular adhesion molecule-1 yang berinteraksi dengan lymphocyte function associated antigen-1 pada sel blast juga memiliki peran penting dalam terbentuknya lesi di kulit.8,9,17Faktor genetik dikatakan juga dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Pasien dengan sindrom down, sindrom bloom, sindrom klinefelter, dan kelainan kromosom lainnya dikatakan memiliki insiden terjadinya penyakit ini lebih tinggi. Studi sitogenetik menunjukkan bahwa 50% pasien dengan LMA M4-M5 akan berkembang menjadi leukemia kutis. Studi kariotipik menunjukkan terdapat translokasi pada pada kromosom 8 dan 21 pada leukemia mieloid akut.8,15 Pada kasus belum dilakukan pemeriksaan immunophenotypingmaupun analisa sitogenetik.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien leukemia kutis adalah kemoterapi sistemik sesuai dengan jenis leukemia yang mendasarinya. Pada pustaka dikatakan bahwa pasien dengan leukemia mieloid akut dapat diobati dengan kematerapi saja, tetapi apabila ada lesi kulit yang resisten atau relaps dapat diobati dengan whole body electron beam radiation diikuti dengan kemoterapi.

(17)

17 Kemoterapi sistemik yang adekuat dikatakan hanya mampu mengontrol dan mempertahakankan remisi pada sumsum tulang tetapi tidak dapat mengontrol lesi leukemia kutis. Sebaliknya terapi radiasi saja hanya dapat mengontrol lesi leukemia kutis tetapi tidak dapat mencegah relaps pada sumsum tulang karena blast dari kulit dapat menyebar kembali ke sumsum tulang. Terapi kemoterapi yang disarankan pada pustaka adalah kombinasi vinkristin, siklofosfamid, dan metrotreksat.1,4 Pada kasus rencana akan diberikan terapi kemoterapi leukemia mieloid akut sesuai protokol di RSUP Sanglah berupa kombinasi vinkristin dan siklofosfamid.

Pasien dengan leukemia kutis menunjukkan prognosis penyakit yang buruk. Menurut penelitian oleh Baer, dkk melaporkan pasien leukemia kutis pada leukemia mieloid akut, sebanyak 40% memiliki leukemia meningeal dan sebanyak 90% juga disertai keterlibatan ekstramedular lainnya.1 Pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa angka harapan hidup pasien leukemia kutis adalah rata-rata 1,3 bulan sampai 3,6 bulan dari sejak diagnosis leukemia kutis ini ditegakkan.4 Pada kasus dapat disimpulkan prognosis nya adalah dubius ad malam.

SIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus leukemia kutis pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun penderita leukemia mieloid akut. Diagnosis pada kasus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis terdapatkan gejala leukemia berupa demam, badan tampak lemah, pucat, adanya gusi berdarah disertai dengan munculnya benjolan pada kulit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya gambaran spesifik infiltrasi sel leukemia pada kulit berupa nodul dan tumor multipel serta gambaran lesi kloroma seperi pada pustaka. Selian itu pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya gambaran infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang berupa anemia, infiltrasi sel leukemia pada hati dan limpa berupa hepato dan splenomegali serta infiltasi sel leukemia pada mukosa gusi berupa hiperplasia ginggiva. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adalah gambaran histopatologi sesuai dengan gambaran leukemia kutis pada pustaka berupa infiltrasi kutaneus oleh mieloblast

(18)

18 dan monoblast. Pada pemeriksaan apusan dari aspirasi sumsum tulang didapatkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sesuai dengan kesan leukemia mieloid akut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terdapat infiltrasi sel leukemia berupa mieloblast dan monoblast baik pada kulit maupun sumsum tulang yang disebabkan oleh leukemia mieloid akut. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien leukemia kutis adalah kemoterapi sistemik sesuai subtipe leukemia yang mendasarinya. Pada kasus rencana akan diberikan kemoterapi vinkristin dan siklofosfamid sesui dengan protokol kemoterapi leukemia mieloid akut dari bagian pediatri RSUP Sanglah. Prognosis pada kasus adalah dubius ad malam.

Gambar

Gambar 1  Gambar 2  Gambar 3
Gambar 4  Gambar 5

Referensi

Dokumen terkait

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan

Sering ditemukan gejala  panas dan pucat tanpa perdarahan.Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir

Diagnosis kerja dari pasien ini adalah Leukemia Limfoblastik Akut dengan Multiple Limfadenopati.Kemudian ditunjang dari hasil pemeriksaan BMP yang dilakukan di RS

Manifestasi pada orbit eyelid berupa proptosis dan squamous cell carcinoma masing-masing terjadi pada satu orang.. Kesimpulan : manifestasi okular yang terjadi

mengetahui profil penderita Leukemia Mieloblastik Akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif yang dilaksanakan pada Februari.. semua

Penelitian ini membahas tentang perbedaan kesintasan 5 tahun pasien leukemia akut tipe LLA dan LMA di RSKD dengan menggunakan desain kohort retrospektif. Data didapatkan dari

Simpulan, gambaran karakteristik responden anak leukemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi adalah mayoritas anak usia sekolah 6-12 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan dalam

Dokument ini membahas tentang kesintasan pasien leukemia limfoblastik akut di anak di RSUP Dr. Wahidin