• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Teori Permintaan

Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Definisi permintaan agar lebih akurat dapat dimasukkan dimensi geografis, misalnya ketika berbicara tentang permintaan akan pakaian di Jakarta, maka akan berbicarakan tentang berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga dalam satu periode waktu tertentu, perbulan atau pertahun, di Jakarta. Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan konsumen, selera atau preferensi konsumen, jumlah penduduk, perkiraan di masa yang akan datang, distribusi pendapatan, dan usaha-usaha produsen yang meningkatkan penjualan (Raharja dan Manurung, 2002:193).

Sementara menurut Suryawati dalam bukunya Teori Ekonomi Mikro, permintaan didefinisikan sebagai banyaknya suatu komoditi yang ingin dibeli dan dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga pada suatu saat tertentu. Secara sederhana fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai (Suryawati, 2003:12):

(2)

Fungsi tersebut dapat diartikan yaitu bahwa jumlah barang x yang diminta dipengaruhi oleh harga barang x, dimana Dx adalah jumlah barang x yang diminta konsumen dan Px adalah harga barang x yang diminta konsumen. Fungsi permintaan (demand function) adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah permintaan akan sesuatu barang dan semua faktor-faktor yang mempengaruhi. Boediono (1989:45) menyatakan bahwa permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempengaruhi, pendapatan, selera. Fungsi permintaan akan suatu barang dituliskan sebagai berikut:

Dx = f (PX, PY, M, S) ... (2.2) Keterangan :

DX = Permintaan barang PX = Harga barang itu sendiri

PY = Harga barang lain yang mempengaruhi M = Pendapatan

S = Selera

Suryawati (2005:15) menyatakan bahwa fungsi permintaan sederhana menunjukkan bahwa permintaan akan suatu barang hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri dengan asumsi variabel lain ceteris paribus. Boediono (1989:46) menyatakan bahwa permintaan suatu barang dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu, harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempengaruhi, pendapatan pembeli itu sendiri dan selera.

(3)

2. Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional mengadopsi pendekatan ilmu ekonomi dalam menjelaskan perilaku sosial sebagai peristiwa-peristiwa pertukaran. Perilaku orang akan dilihat berdasarkan kemampuannya mempertimbangkan cost dan reward dari pilihan tindakan yang akandilakukannnya. Sifat dasar manusia adalah mencari kebahagiaan dan menghindari kesulitan. Ini dapat dijelaskan dari perspektif pilihan rasional. Sebuah tindakan hanya bisa disebut rasional jika penghargaan yang didapat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Kalau dalam ekonomi reward itu bisa berarti laba, dalam peristiwa sosial lain ia bisa berupa kebahagiaan, kesenangan, kepuasan karena mendapatkan penghargaan atau tidak mendapatkan hukuman atas tindakannya tersebut. Kalau sebuah tindakan menghasilkan penghargaan, maka kemungkinan besar tindakan lama akan diulang (Becker, 1968 dalam Indah Susilowati, 1999).

Pilihan seorang individu dalam teori pilihan rasional, digambarkan oleh motivasi dari kemauan dan tujuan. Sangat mungkin bagi seseorang individu untuk mendapatkan semua keinginan atau pilihannya, seorang individu juga harus membuat pilihan untuk mewujudkan keinginannya dan apa konsekuensi yang akan didapatkan. Teori pilihan rasional digunakan untuk menghitung apa yang terbaik yang mesti dilakukan seorang individu. Seorang individu memilih untuk menjadi pengguna jasa layanan kesehatan formal seperti rumah sakit, praktek dokter, puskesmas, poliklinik. Individu tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan tidak

(4)

menjadi pengguna jasa layanan kesehatan formal (Becker,1968 dalam Indah Susilowati,1999).

Pada dasarnya setiap individu cenderung untuk memaksimalkan keuntungannya. Seorang individu menjadi pengguna jasa layanan kesehatan formal (rumah sakit, praktek dokter swasta, puskesmas, poliklinik, dan lain-lain) jika kepuasan yang didapatkannya melampaui kapuasan yang didapatkan dari waktu dan sumber daya lainnya yang telah digunakan. Seorang individu menjadi pengguna jasa layanan kesehatan formal (rumah sakit, praktek dokter swasta, puskesmas, poliklinik, dan lain-lain) bukan karena motivasi dasar individu tersebut berbeda dari individu lainnya, tetapi karena perbedaan benefit and cost yang akan didapatkan. Keterlibatan dalam memanfaatkan jasa layanan kesehatan formal menjadi penting karena benefit and cost yang akan didapatkan individu tersebut dari berbagai aktivitas.

Tindak berobat terjadi ketika individu memutuskan untuk menjadi pengguna jasa layanan kesehatan formal (rumah sakit, praktek dokter swasta, puskesmas, poliklinik, dan lain-lain) setelah memikirkan kebutuhannya untuk mendapatkan layanan dan fasilitas kesehatan atau keuntungan lainnya yang lebih. Sebelum memutuskan untuk berobat, seorang individu juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan lainnya, seperti biaya mahal, layanan kesehatan tidak maksimal, dan oportunitas ekonomi yang ia dapatkan dari berobat. Pengguna akan memilih suatu keputusan bila dianggap keputusan itu memberikan lebih banyak keuntungan daripada kerugiannnya.

(5)

Sebagai individu yang rasional, pengguna akan memilih berobat ke layanan kesehatan formal (rumah sakit, praktek dokter swasta, puskesmas, poliklinik, dan lain-lain) karena telah memperkirakan manfaat yang akan diperoleh adalah masih menguntungkan dari resiko atau konsekuensi yang harus ditanggap bila layanan kesehatan formal tidak maksimal (Becker,1968 dalam Indah Susilowati,1999:45).

3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Pusat Kesehatan Masyarakat atau disingkat Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Wikipedia, 2009:1).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004, Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Adapun menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1991, Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesahatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan

(6)

terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

4. Aspek Ekonomi Kesehatan

Ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana individu disisi masyarakat melakukan pilihan. Dilihat dengan atau tanpa menggunakan sarana alat tukar (uang) guna memanfaatkan sumber daya yang langka dalam menghasilkan berbagai barang dan jasa, dan mendistribusikannya diantara individu bagi keperluan konsumsi, pada waktu sekarang atau dimasa yang akan datang, diantara berbagai individu dan kelompok-kelompok masyarakat (Samuelson, 1997:5). Dari penjelasan tesebut, ada 1 hal yang masalah utama yang dihadapi manusia disegala bidang yaitu memanfaatkan segalanya atau scarcity.

Berdasarkan masalah utama itulah, lahir 2 alasan yang mendasari kehadiran ilmu ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Pertama, adanya keterbatasan sumber daya bagi kehidupan, masyarakat, organisasi dan setiap individu. Kedua, kenyataan bahwa kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) manusia dan masyarakat tidak dapat terpenuhi dengan sempurna. Dari kedua alasan tersebut naka proses pilihan harus dilakukan. Dari pengertian pilihan / choice tersebut maka lahirlah konsep tentang opportunity cost. Opportunity cost mengandung pengertian pengorbanan. Menyadari keterbatasan sumber daya ekonomi, maka pilihan pengalokasian sumber daya tersebut bagi suatu kegiatan akan mengakibatkan hilangnya manfaat dari pengunaan sumber daya tersebut untuk kegiatan

(7)

lainnya (Lee & Mills, 1984) dalam (Mills & Gilson, 1990:105). Konsep ini cost secara khusus.

Berdasarkan fakta kelangkaan sumber daya sedangkan keinginan manusia tidak terbatas, terbentuklah landasan bagi konsep penawaran dan permintaan. Permintaan merupakan kemauan konsumen membayar berbagai barang dan jasa yang dikonsumsinya. Sedangkan penawaran, berkaitan dengan sisi produksi, yaitu bagaimana biaya faktor-faktor produksi dan harga produk itu berpengaruh terhadap barang yang ditawarkan. Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta, dengan ceteris paribus). Permintaan mengasumsikan bahwa orang yang paling tepat menilai suatu barang dan jasa adalah individu yang akan memperoleh manfaat dari barang tersebut (dalam hal ini ialah konsumen) juga diasumsikan bahwa konsumen tersebut adalah individu yang paling baik informannya tentang barang dan jasa yang akan dikonsumsi.

Ekonomi kesehatan muncul sebagai subdisiplin dari ilmu ekonomi pada tahun 1960an bersamaan dengan dipublikasikannya dua buah makalah penting dari Kenneth J. Arrow (1963) dan Mark V. Pauly (1968) dalam Henderson (2005:306), yang keduanya diterbitkan pada the American Economic Review. Makalah Arrow telah memberikan kontribusi yang baru di bidang ekonomi kesehatan dan kebijakan kesehatan. Ekonom kesehatan mengkaji bermacam isu yang merupakan pengembangan dari sumber

(8)

kesehatan dan produksi kesehatan terhadap pasar kesehatan dan perawatan medis melalui penilaian mikroekonomi bagi intervensi dan strategi kesehatan. sehingga merekalah orang yang paling tepat untuk memberikan penilaian. Dengan dasar pengertian inilah lahir landasan mengenai consumer sovereignty (kebebasan konsumen), yaitu suatu pandangan bahwa konsumen seharusnya memiliki kebebasan di pasar dari sisi permintaan. Konsep yang melatarbelakangi permintaan ini adalah konsep utility, yaitu suatu terminologi ekonomi untuk menyatakan kepuasan. Para ekonom mengasumsikan bahwa cara orang menghabiskan pendapatannya untuk membeli barang dan jasa merupakan usaha untuk memaksimalkan kepuasannya.

Kelangkaan, needs dan wants, opportunity cost serta fungsi permintaan penawaran merupakan contoh konsep-konsep ekonomi yang penting dibahas dalam bidang kesehatan. Langkanya tenaga medis dalam melayani sejumlah besar penduduk merupakan suatu contoh adanya unsur kajian ekonomi dalam kesehatan. Contoh lain misalnya, bagaimana needs dan wants individu untuk sehat dapat terpenuhi bila dihadapkan pada sejumlah alternatif pilihan pelayanan kesehatan dengan sejumlah biaya atas pelayanan kesehatan tersebut. Selain itu, masih banyak lagi beberapa konsep dan isu ekonomi yang relevan bagi bidang kesehatan.

5. Teori Permintaan Terhadap Pelayanan Kesehatan

Pokok bahasan dalam ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada demand, supply dan distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan bukan kesehatan itu sendiri Dari sudut pandang demand,

(9)

masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya,sehingga mereka membutuhkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih tinggi. Sedangkan dari sudut pandang supply atau produksi utama dari pelayanan kesehatan adalah kesehatan dan sekaligus menghasilkan outpun lainnya. Kesehatan sendiri tidak dapat diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak dapat secara langsung dibeli atau dijual di pasar, kesehatan merupakan salah satu ciri komoditi. Singkatnya kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Kesehatan hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange (Tjiptoherijanto, 1990:34).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sngat kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menterjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain ; aspek status kesehatan saat ini, informasi status kesehatan yang lebih baik informasi tentang macam pelayanan yang tersedia,tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan kesehatan.

Pengeluaran pelayanan kesehatan yang meningkat diperlukan solusi alternatif untuk menekan peningkatan tersebut dengan lebih memperhatikan

(10)

sisi penawaran di pasar. Satu-satunya cara untuk mengendalikan laju pengeluaran yaitu dengan mengubah perilaku penyedia jasa kesehatan. Dengan mengabaikan sisi permintaaan pada pasar, mengendalikan kepentingan individu merupakan kekuatan terbesar yang mampu mengendalikan pengeluaran akan pelayanan kesehatan. Pemahanan dasar sisi permintaan pada pasar merupakan langkah penting untuk menuju tanggung jawab fiskal dalam pelayanan kesehatan.

Salah satu pendekatan dari sisi permintaan yaitu memperlakukan pelayanan kesehatan seperti investasi yang lain, yang akan meningkatkan produktivitas masa depan. Termaktub dalam istilah ekonomi, pelayanan kesehatan meningkatkan human capital (Fuchs, 1982; Mushkin, 1962; dalam Henderson, 2005). Sumber daya digunakan untuk meningkatkan kesehatan melalui penurunan konsumsi saat ini dengan harapan konsumsi yang akan datang meningkat. Investasi dalam human capital dipengaruhi oleh biaya saat ini, besaran keuntungan masa depan, jangka waktu keuntungan masa depan itu direalisasikan dan preferensi individu. Ini sangat tidak relevan ketika investasi human capital dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan atau dikeluarkan untuk biaya pendidikan. Seseorang yang ingin berinvestasi pada pendidikan adalah orang yang sama yang ingin menghabiskan waktu dan uang untuk meningkatkan kesehatan mereka.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi permintaan kesehatan dapat dikategorikan sebagai faktor yang berasal dari pasien dan faktor yang berasal dari dokter. Faktor yang berasal dari pasien antara lain status kesehatan,

(11)

karakteristik demografi dan kemampuan ekonomi. Dokter dapat mempengaruhi permintaan melalui posisi mereka sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan pensehat/ konsultan (agen) kepada pasien mereka. Dokter memiliki posisi yang unik menciptakan permintaan dari jasa pelayanan mereka sendiri karena dokter berlaku juga sebagai agen (Henderson, 2005:308).

6. Karakteristik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Konteks Ekonomi

Pokok bahasan dalam ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada demand, supply dan distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan bukan kesehatan itu sendiri. Dari sudut pandang demand, masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya, sehingga mereka membutuhkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih tinggi. Sedangkan dari sudut pandang supply / produksi utama dari pelayanan kesehatan adalah kesehatan dan sekaligus menghasilkan outpun lainnya. Kesehatan sendiri tidak dapat diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak dapat secara langsung dibeli atau dijual di pasar kesehatan merupakan salah satu ciri komoditi. Singkatnya kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Kesehatan hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange (Tjiptoherijanto, 1990 dalam Andhika, 2010:52).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat

(12)

kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menterjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini, informasi status kesehatan yang lebih baik informasi tentang macam pelayanan yang tersedia,tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan kesehatan.

Jasa pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan jasa pelayanan ekonomi lainnya. Jasa pelayanan kesehatan atau jasa pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seorang. Karena sifatnya yang sangat heterogen, jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif.

Beberapa karakteristik khusus jasa pelayanan kesehatan yaitu intangibility, inseparability, inventory, dan inkonsistensi (Santerre dan Neun, 2000) dalam Andhika (2010:53). Intangibility merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan yang tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, atau mengecap jasa pelayanan kesehatan. Inseparability yaitu karakteristik dimana produksi dan konsumsi jasa pelayanan kesehatan terjadi secara simultan (bersama).

(13)

Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien. Inventory merupakan karakteristik dimana jasa pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan oleh pasien nantinya. Inkonsistensi merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan dimana komposisi dan kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun jasa pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya jasa pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi atau pembedahan per kapita) (Palutturi: 2005:69).

7. Hubungan antar variabel

a. Pengaruh Pendapatan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat berpendapatan rendah, akan

(14)

mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000 dalam Andhika 2010; Mills & Gilson,1990:109).

Sebagian besar jasa pelayanan kesehatan merupakan barang normal di mana kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk jasa pelayanan kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi tidak menyukai jasa pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan jasa pelayanan medis harus dikurangi (Palutturi, 2005:72).

Kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah teori konsumsi dan ekonomi kesejahteraan merurut Pindyck dan Rubinfeld (1998:132). Individu dalam mecapai kesejahteraan tertentu akan mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa, yang dalam hal ini konsumsi jasa ditekankan dalam bentuk jasa pelayanan kesehatan. Kurva kepuasan konsumsi barang dan kesehatan menjelaskan bahwa kepuasan seseorang ditentukan oleh konsumsi kesehatan dan konsumsi barang yang dibatasi oleh garis pendapatan (Joko, 2005:98).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan biaya jasa pelayanan kesehatan akan juga berpengaruh terhadap jumlah jasa pelayanan kesehatan yang diminta. Jika pendapatan meningkat, maka garis pendapatan akan bergeser ke kanan sehingga jumlah barang dan

(15)

kesehatan meningkat. Konsumsi barang dan kesehatan berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan individu tersebut. Jadi dalam hal ini konsumsi kesehatan ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan juga akan mempengaruhi konsumsi kesehatan. Faktor tersebut antara lain biaya jasa kesehatan dan jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan serta jumlah tanggungan keluarga (Joko, 2005:99).

Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumsi kesehatan sangat banyak, terutama yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi, dan budaya seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan kebiasaan. Besar kecilnya kekayaan dapat mempengaruhi konsumsi kesehatan. Misalnya pada masyarakat yang berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang lebih dulu, setelah kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan. Faktor yang berpengaruh langsung terhadap pendapatan, misalnya biaya yang terkait dengan jasa pelayanan kesehatan, menjadikan biaya jasa pelayanan kesehatan naik. Keadaan ini menurunkan konsumsi kesehatan, karena dengan naiknya biaya kesehatan akan menurukan pendapatan relatif, yaitu pendapatan tetap sementara biaya kesehatan naik (Joko, 2005:99-100).

Miler dan Meineres (1997) dalam Andhika (2010:54), Engel sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga, melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Keempat butir kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah jika

(16)

pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil, persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan, persentase pengeluaran untuk konsumsi keperluan rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah dan tabungan semakin meningkat.

Scheiber (1990:66) dalam Essential of health economics oleh M. Dewar (2009:87) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan kesehatan bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Permintaan untuk kesehatan sangat sensitif terhadap harga dan pendapatan. Hubungan antara pendapatan dan jumlah permintaan penggunaan jasa pelayanan kesehatan dapat menjadi barang normal ketika penelitian di dasarkan kepada respon individu. Data makroekonomi yang membandingkan agregat pendapatan dan pengeluaran kesehatan secara luas menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan barang yang superior. Hal ini berlaku baik pada Negara-negara industri maupun Negara berkembang.

b. Pengaruh Biaya atau Harga Kunjungan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap jasa pemeliharaan kesehatan. Biaya atau harga pelayanan kesehatan dengan permintaan jasa pelayanan kesehatan berpengaruh negatif. Meningkatnya

(17)

harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi (Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson, 1990:112).

Sangat penting untuk dicatat bahwa hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada keadaan pasien mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh dokter. Keputusan dari dokter sangat mempengaruhi dalam length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan lain-lain. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan medis segera maka faktor biaya mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand. Hubungan biaya dengan demand yang bersifat negatif pada pelayanan rumah sakit terutama pada pelayanan yang bersifat efektif (Sukri, 2005:155).

c. Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yang dikemukakan oleh Nicholson (2003), yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al,1975; Mills & Gilson,1990:120).

(18)

d. Pengaruh Pendidikan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Faktor sosial dan budaya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan mempengaruhi nilai pentingnya kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap penting nilai kesehatan, sehingga akan mengkonsumsi jasa kesehatan lebih banyak dibandingkan masyarakat yang pendidikan dan pengetahuannya lebih rendah. Faktor budaya setempat juga sangat menentukan konsumsi kesehatan (Joko, 2005:102).

Grossman mengembangkan model dimana kesehatan dipandang sebagai stok modal yang menghasilkan output kehidupan yang sehat. Individu dapat mengadakan investasi pada kesehatan yang dikombinasikan dengan waktu (kunjungan dokter) dengan membeli input (jasa medis). Model Grossman menghipotesiskan bahwa permintaan terhadap modal kesehatan berhubungan negatif terhadap umur, positif terhadap tingkat upah dan pendidikan. Grossman percaya pula bahwa umur, pendapatan dan pendidikan memiliki efek pada permintaan jasa pelayanan kesehatan baik sebagai modal kesehatan maupun sebagai

(19)

derived demand dalam rangka untuk menjaga tingkat kesehatan tertentu (Rahmatia, 2004:38).

Status pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan. (Joko, 2005:105).

e. Pengaruh Jenis Penyakit terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Tingkat kekayaan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pelayanan kesehatan. Ini terjadi karena variasi kekayaan petani di desa sangat kecil. Namun ada kecenderungan bahwa keluarga yang lebih kaya lebih banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan bukanlah barang inferior karena meningkatnya tingkat kekayaan suatu rumah tangga tidak menyebabkan permintaan pelayanan kesehatan turun. Masyarakat pedesaan telah menempatkan faktor kesehatan sebagai jasa yang penting. Demikian juga faktor-faktor yang lain, secara statistik tidak

(20)

berpengaruh terhadap permintaan pelayanan kesehatan di desa karena variasinya kecil. Usia dan penyakit cenderung meningkatkan pelayanan kesehatan. Gejala ini wajar karena semakin tua seseorang, kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga cenderung lebih banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Demikian juga semakin banyak jenis penyakit/gangguan kesehatan yang diderita oleh masyarakat, akan meningkat pula akses pelayanan kesehatan (Joko, 2005:106-107). f. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan

Kesehatan

Kualitas layanan kesehatan berpengaruh positif terhadap permintaan layanan kesehatan, kualitas layanan meliputi penilaian mengenai keputusan dokter, penanganan medis yang dilakukan, tingkat kemanjuran dll. Semakin tinggi kualitas layanan yang diberikan maka semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990:122).

g. Pengaruh Umur terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan Umur dapat berpengaruh terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Deolikar (1992) menunjukkan hasil bahwa faktor umur dapat mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan pada anak-anak, sedangkan penelitian Emy Poerbandari (2003) menunjukkan hasil bahwa usia rawan mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan.

(21)

h. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Deolikar (1992) menunjukkan hasil bahwa faktor umur dapat mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan pada anak-anak, sedangkan penelitian Emy Poerbandari (2003) menunjukkan hasil bahwa usia rawan mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan.

i. Pengaruh kelengkapan fasilitas terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Kelengkapan fasilitas dapat berpengaruh terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan. Semakin lengkap fasilitas yang disedikan Puskesmas maka semakin meningkat permintaan jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas. Hasil penelitian Hutapea (2009) menunjukkan bahwa kelengkapan fasilitas mempunyai hubungan dengan permintaan jasa pelayanan kesehatan.

j. Pengaruh pemeriksaan dokter terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Ketepatan pemeriksaan dokter dapat berpengaruh terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan. Semakin tepat diagnosa dan resep yang diberikan dokter kepada pasien di Puskesmas maka semakin meningkat permintaan jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas.

(22)

B. Kajian Empiris

Kajian empiris untuk menunjang penelitian ini yang berkaitan dengan permintaan akan pelayanan kesehatan, antara lain adalahsebagai berikut:

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu yang Berkaitan Dengan Permintaan Akan Pelayanan Kesehatan

No

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Wasis Budiarto (1996) Permintaan (Demand Analisis) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Mojokerto Keadaan demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di desa berbeda dengan keadaan di kota. Demand puskesmas di desa dipengaruhi oleh positif oleh kebutuhan dan biaya sedangkan di kota, pengaruh waktu, jarak dan pekerjaan cukup dominan. Untuk di kota elastisitas demand dipengaruhi oleh jarak sedangkan di desa yang berpengaruh adalah biaya 2. Haeruddin (2007) Analisis Permintaan

Jasa Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf di Kabupaten Gowa

Faktor pendapatan, pendidikan, umur mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dalam hubungannya dengan permintaan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah syekh yusuf sungguminasa. Faktor jarak mempunyai

pengaruh yang signifikan dan konsumsi terhadap pelayanan kesehatan tidak dipengaruhi oleh naik turunnya pendapatan (fixed). Jadi, meskipun pendapatan berubah

(23)

No

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian (bertambah atau berkurang), maka pengeluaran terhadap pelayanan kesehatan tidak berubah 3. Widyatama Putra (2010) Analisis Permintaan Penggunaan Layanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Milik Pemerintah Di Kabupaten Semarang Faktor yang mempengaruhi penggunaan layanan kesehatan khususnya di Kabupaten Semarang. Beberapa faktor tersebut adalah pendapatan keluarga, biaya kunjungan, tingkat pendidikan, jarak dan kualitas layanan kesehatan. Dengan metode analisis regresi linier berganda, beberapa faktor tersebut dicari pengaruhnya terhadap frekuensi kunjungan ke layanan kesehatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, jarak dan kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi kunjungan ke layanan kesehatan 4. Yuli Eko Sarwono

(2011) Analisis Permintaan Masyarakat Akan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Di Kota Semarang Pendapatan keluarga, umur, tingkat pendidikan, kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi kunjungan ke layanan kesehatan. Peningkatan layanan di Puskesmas merupakan hal yang perlu dilakukan agar meningkatkan

(24)

No

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian frekuensi kunjungan ke puskesmas Kota Semarang 5. Jolene Skordis-Worralla, Kara Hanson, AnneMills (2011) Estimating the demand for health services in four poor districts of Cape Town, South Africa

Hasil penelitian bahwa yang menimbulkan biaya transportasi

menunjukkan dengan melewati, yang mungkin timbul karena persepsi kualitas yang buruk, dan menunjukkan kebutuhan untuk meningkatkan persepsi dan mungkin juga realitas kualitas di sektor publik lokal jika fasilitas ini untuk

memenuhi fungsi mereka sebagai 'jaring pengaman' bagi yang paling rentan. Mendorong orang untuk menggunakan layanan pada tingkat kurang parah kesehatan yang buruk dapat

meningkatkan

identifikasi awal penyakit menular, meningkatkan baik hasil kesehatan individu dan konsekuensi kesehatan masyarakat 6. Anna May Harkin

(2011)

Equity Of Access To Health Services

Hasil penelitian bahwa dalam menangani masalah pemerataan akses ke layanan dan ketidakadilan bertahan diuraikan dalam bagian sebelumnya,

Sub-kelompok Ekuitas Akses kepada Layanan

Kesehatan dan proses konsultasi NAPS / Kesehatan umumnya akan perlu

(25)

No

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian memperhitungkan Perkembangan kondisi pasien. 7. Kathryn H. Jacobsen dkk (2010) Considerations in the selection of healthcare providers for mothers and children in Bo, Sierra Leone: reputation, cost and location

Hasil penelitian bahwa dari 1.091 ibu selama sensus rumah tangga dari dua lingkungan Bo pada bulan April 2010 menyatakan Reputasi adalah pertimbangan utama bagi sekitar setengah dari wanita, biaya adalah prioritas kedua yang paling umum, dan lokasi fasilitas kesehatan adalah

pertimbangan utama untuk kurang dari 7% dari peserta. Sebagian besar wanita mengatakan mereka akan memilih penyedia baru jika biaya bukan penghalang. karakteristik sosial-ekonomi bukan merupakan prediktor signifikan dari apakah biaya, lokasi atau reputasi terpilih sebagai

pertimbangan peringkat tertinggi. Bukti ini untuk pentingnya reputasi dalam perawatan kesehatan bahkan di daerah rendah sumber daya pengambilan keputusan menyoroti kebutuhan untuk sistem kesehatan untuk mengatasi masalah kualitas dan responsif, dan bukan hanya biaya, dalam rangka meningkatkan akses ke dan pemanfaatan

(26)

No

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian pelayanan kesehatan

C. Kerangka Konseptual

Berangkat dari apa yang telah diungkapkan Grossman bahwa ada sejumlah stok kesehatan disetiap invidu, maka seorang individu pasti akan berusaha menjaga stok kesehatannya dengan mengkonsumsi (atau investasi) sejumlah pelayanan kesehatan. Namun, mengingat karakteristik pelayanan kesehatan yang heterogen, maka konsumen harus menentukan pilihan pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkannya.

Pilihan konsumen atas suatu pelayanan kesehatan tidak berdiri sendiri. Pilihan tesebut dipengaruhi oleh sederet faktor penentu. Dengan mengetahui pengaruh faktor-faktor penentu yang ada sedianya dapat diketahui bagaimana proses pilihan si konsumen dalam memilih pelayanan kesehatan. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan (Grossman, 1972:214). Dalam hal ini investasi dianggap sebagai jumlah permintaan individu terhadap pelayanan kesehatan, dengan unit analisis yaitu jumlah atau frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Jadi, investasi inilah yang akan menjadi variabel bebas (dependent variable) dalam analisis ini. Diasumsikan bahwa jumlah atau frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan kuantitas permintaan individu terhadap pelayanan kesehatan atas permasalahan kesehatan yang dimiliki individu tersebut.

(27)

Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990:125).

Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Biaya atau harga pelayanan kesehatan dengan permintaan pelayanan kesehatan berpengaruh negatif. Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. (Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson, 1990:126).

Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Semakin jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Hal ini sesuai dengan teori permintaan yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al,1975; Mills & Gilson,1990:126-127).

Tingkat pendidikan seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir, daya tangkap dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Tingkat pendidikan dan pengetahuan mempengaruhi nilai pentingnya kesehatan.

(28)

Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap penting nilai kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannnya, masyarakat lebih menganggap penting faktor kesehatan (Andersen et al, 1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre & Neun, 2000).

Jenis penyakit mempengaruhi permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Semakin berat jenis penyakit seseorang, akan lebih meningkatkan permintaannya terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sebab semakin kompleks penyakit yang dideritanya berarti semakin tinggi pula penanganan yang harus dilakukan yang berarti akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan.

Kualitas layanan kesehatan berpengaruh terhadap permintaan layanan kesehatan, kualitas layanan meliputi penilaian mengenai keputusan dokter, penanganan medis yang dilakukan, tingkat kemanjuran dll. Semakin tinggi kualitas layanan yang diberikan maka semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990:131). Kerangka pemikiran yang ingin dipaparkan dalam penulisan ini dapat divisualisasikan dalam Gambar 1.

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Analisis Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Madiun Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Madiun pendapatan biaya kunjungan jarak pendidikan jenis penyakit

waktu pelayanan umur

jenis kelamin kelengkapan fasilitas pemeriksaan dokter

(29)

Gambar 2.1 menguraikan tentang bagaimana pengaruh dari faktor tingkat pendapatan, biaya atau harga kunjungan, jarak, tingkat pendidikan, jenis penyakit, kualitas layanan, umur, jenis kelamin, kelengkapan fasilitas dan pemeriksaan dokter terhadap besarnya permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kabupaten Madiun.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (Supranto, 1997:167). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Pendapatan keluarga, Biaya Kunjungan, Jarak, Tingkat Pendidikan, Jenis Penyakit, Waktu pelayanan, Umur, Jenis kelamin, Kelengkapan fasilitas, Pemeriksaan dokter diduga berpengaruh positif terhadap Jumlah kunjungan ke Puskesmas di Kabupaten Madiun.

2. Trend kunjungan masyarakat terhadap Pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) di Kabupaten Madiun diduga meningkat.

Gambar

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu  yang Berkaitan Dengan  Permintaan Akan  Pelayanan Kesehatan
Gambar  2.1  menguraikan  tentang  bagaimana  pengaruh  dari  faktor  tingkat  pendapatan,  biaya  atau  harga  kunjungan,  jarak,  tingkat  pendidikan,  jenis  penyakit,  kualitas  layanan,  umur,  jenis  kelamin,  kelengkapan  fasilitas  dan  pemeriksaan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran kimia sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik asam basa, banyak

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Inilah yang membedakan protocol frame relay dengan protocol pendahulunya (contoh : X.25, SNA, dll), bahwa mekanisme penecekan pada level frame data tidak terjadi, di level frame

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

PENGARUH LATIHAN PUSH UP FENGAN TAHANAN JARI TERHADAP HASIL PASING ATAS PADA ATLET PUTRI EKTRAKURIKULER BOLA VOLI SMAN 1 LEMBANG. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu