MEDIA PENDIDIKAN MERUPAKAN KONSEP PEMBAHARUAN DALAM PENERAPAN PEMIKIRAN HARUN NASUTION
Hambali1)
1Dosen PGSD Universitas Serambi Mekah Banda Aceh
Abstrak
Harun Nasution adalah sosok ilmuan muslim yang amat berwibawa dan disegani oleh intelektual muslim baik luar maupun dalam negeri, sekaligus menjadi sumber masalah yang menimbulkan perdebatan yang disebabkan pemkirannya pada umumnya berbeda yang dianut umat Islam Indonesia.Harun Nasution dikenal ahli dalam bidang teologi dan filsafat, juga memahami bidang hukum, tasawuf, politik, pembaharuan, pendidikan dan ilmu sosial lainnya. Penelitian ini dapat menemukan pencerahan khususnya kemajuan pendidikan baik dalam konteks intelektual maupun dalam pembaharuan sistem yang diterapkan dalam dunia kampus dewasa ini. Dengan menelaah berbagai buku sehinga pendekatan konseptual ini menghasilkan konsep pendidikan yang diinginkan dan diterapkan oleh Harun Nasution antara lain: menumbuhkan tradisi ilmiah, memperbaharui kurikulum, pembinaan tenaga dosen, menerbitkan jurnal ilmiah, pengembangan perpustakaan, pengembangan organisasi, pembukaan program pascasarjana, menjadikan IAIN sebagai pusat pembaharuan pemikiran dalam Islam. Dari keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Harun Nasution ahli bidang teologi dan filsafat, seorang pemikir yang modern, rasional dan liberal. Dilihat dalam konteks fungsi dan perannya Harun Nasution seorang pendidik yang sejati dan berhasil dengan baik. Kepakarannya dalam bidang ilmu teologi dan filsafat dan ide-ide pembaharuan sebagai alat merobah masyarakat dengan menggunakan pendidikan sebangai media paling efektif dan sentral dalam kemajuan.
1. PENDAHULUAN
Harun Nasution adalah sosok ilmuan muslim yang amat berwibawa dan disegani oleh kalangan intelektual muslim, baik di dalam maupun luar negeri, dan sekaligus menjadi sumber timbulnya berbagai masalah yang menimbulkan perdebatan. Setiap kali orang mendengar namanya, yang terbayang adalah bahwa ia seorang mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki keahlian dalam bidang teologi dan filsafat yang bercorak rasional dan liberal. Dengan corak pemikiran teologinya yang demikian itu, Harun Nasution dikenal pula sebagai ilmuan yang banyak mengemukakan gagasan dan pemikiran yang berbeda dengan pemikiran yang umumnya dianut umat Islam Indonesia.
Dalam hal ini Harun Nasution juga memperkenalkan teologi yang rasional dan liberal seperti Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkand. Harun Nasution melihat bahwa untuk mengatasi berbagai keterbelakangan umat Islam di Indonesia dalam berbagai bidang harus dilakukan dengan mengubah paham teologi tradisonal menjadi teologi yang rasional dan liberal. Kecenderungan yang demikian itu, membawa implikasi
timbulnya tuduhan dari masyarakat pada umumnya kepada Harun Nasution sebagai muslim yang kebaratan dan sekular.
Dari permasalahan diatas dapat diperhatikan bahwa untuk merobah keterbelakangan dalam berbagai bidang mestilah mengubah paham teologi tradisional. Harun Nasution pakar teologi dan filsafat juga seorang pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya dalam pendidikan ia telah melakukan pembaharuan-pembaharuan yang tak ternilai dengan materi adanya. Pendidikan Indonesia pada tempo dulu terbatas dalam hafalan, teks book thinking, menganut mazhab tertentu, kurikulum yang statis dan berbagai keterbelakangan lainnya sehingga peneliti menarik mengkaji pemikiran seorang teologi, dalam merobah pola pikir masyarakat Indonesia melalui media pendidikan sebagai alat yang sentral perubahan yang diharapkan.
I. RIWAYAT HIDUP DAN
KARYA-KARYANYA
A. Riwayat Hidup Harun Nasution Harun Nasution dilahirkan di Pematang Siantar, daerah Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada hari
Selasa, 23 September 1919. Ia adalah putera dari lima bersaudara.Yang tertua diantara saudaranya itu adalah Mohammad Ayyub yang kemudian di susul oleh Khalil, Sa’adah, dan adik perempuannya Hafshah. Ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang Ulama kelahiran Mandailing yang bercukupan serta pernah menduduki jabatan sebagai Qadi, penghulu, Kepala Agama, Hakim Agama dan Imam Mesjid di Kabupaten Simalunggung. Karena kemampuannya dalam bidang ekonomi ia berkesempatan pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji pada saat masih muda (Penulis, Tim, 1989: hal 4-5).
Sedangkan ibunya yang berasal dari Tanah Bato adalah seorang putri ulama asal Mandailing, dan masa gadisnya pernah bermukim di Mekkah dan pandai bahasa Arab. Kedua orang tua Harun Nasution yang berpendidikan agama yang demikian itu telah memberikan sumbangan dan peran yang amat besar dalam menanamkan pendidikan agamanya (Nata, Abuddin, 2005: hal 263)
Harun Nasution memulai pendidikannya pada sekolah Dasar milik Belanda, Hollandsch Inlandsch School (HIS) yang di tempuh selama 7 tahun dan
selesai tahun 1934 yang pada waktu itu ia sudah berusia 14 tahun. Selama belajar di Sekolah Dasar ini Harun Nasution berkesempatan mempelajari bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum. Setelah itu ia meneruskan studinya ke Moderne Islamietische Kweekschool (MIK) selama tiga tahun (Penulis, Tim 1989 :164).
Selanjutnya ia harus mendalami agama Islam di Mekkah agar lebih lurus pemikirannya. Akan tetapi, setelah lebih kurang satu tahun lamanya berada di Mekkah ia pada tahun 1938 memutuskan untuk pergi ke Mesir. Ia tertarik untuk belajar di Mesir, karena pemikir muslim progresif yang ia temukan pada saat di Bukit Tinggi merupakan lulusan Universitas di Mesir.ia menerima banyak informasi mengenai perkembangan pemikiran Islam modern di Mesir dari Mukhtar Yahya. Sebagai seorang modernis, Yahya pernah berkata kepada Harun Nasution: ”Seorang modernis seperti kamu (Nasution) lebih baik belajar di Mesir” (Badri Yatim dan Hamid Nasushi, 2002: hal 165).
Dengan pertimbangan untuk mencari tempat belajar yang lebih sesuai dengan sifat modernisnya itulah akhirnya orang tuanya merelakan ia pergi ke
Mesir. Di Mesir ia kuliah di Fakultas Ushuluddin pada Universitas Al-Azhar (Syarif Hidayatullah, 1993:9). Di negeri bersejarah ini, Harun mulai mencoba mendalami Islam. Namun ia juga belum menemui kepuasan. Dengan alasan ketidakpuasan inilah, Harun Nasution memutuskan pindah studi ke Universitas Amerika di Kairo. Di Universitas ini, Harun tidak lagi mendalami Studi Islam, melainkan ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial (Nasution, Harun, 1998: 5). Dari American University Kairo ini, Harun memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) dalam bidang Sosial Studies pada tahun 1952 dengan nilai sangat memuaskan, yaitu rata-rata B+ atau A (Nata, Abuddin; 265-266).
Dengan bekal gelar BA dari American University serta ditambah dengan pengalaman sebagai aktivitas di PERPINDOM, serta didukung oleh kemampuan berbahasa Arab, Inggris, dan Belanda, Harun Nasution untuk sementara waktu tidak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Ia memilih bekerja disebuah perusahaan swasta di Mesir. Dalam kesempatan ini pula ia menikah dengan seorang wanita Mesir dan beberapa tahun kemudian diangkat sebagai pegawai di Konsulat,
sedangkan konsulatnya adalah H.M. Rasyidi yang kemudian menjadi Menteri Agama Pertama Republik Indonesia. Beberapa tahun kemudian Harun Nasution dipanggil pulang untuk bekerja di Departemen Luar Negeri Jakarta, hingga akhirnya ia ditempatkan sebagai sekretaris di Kedutaan Besar Indonesia di Brusel Belgia. Ketika bekerja di Brusel, terjadi gejolak politik yang berimplikasi
pada keadaan yang kurang
menguntungkan bagi Harun Nasution (Nasution, Harun, 1998 : 266-267).
Sebagai seorang aktivis, Harun Nasution dituduh sebagai pendukung atau simpatisan bagi kelompok yang mengadakan pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Selain itu sikap politik Harun Nasution sebagai seorang yang anti PKKI dan anti Soekarno menyebabkan ia berhenti dari karier diplomatik. Ia masuk daftar hitam, dicekal memasuki wilayah Indonesia dan negara-negara lain yang punya diplomatik dengan Indonesia seperti Mesir. Hal ini membuat ia tidak bisa kembali ke Jakarta karena pemerintah Soekarno yang berkuasa pada waktu itu. Untunglah seorang diplomat berkebangsaan Mesir yang tidak tahu bahwa Harun di cekal, memberikan visa
kepada Harun Nasution dan istrinya untuk masuk ke Mesir.
Setelah itu, Harun Nasution melanjutkan studinya selama dua setengah tahun untuk memperoleh gelah Ph.D, dengan menyelesaikan disertasi dengan ilmu Kalam (teologi) dengan judul ”The Place of Reason in Abduhs, Its Impact on His Theological System and
Views” (Kedudukan Akal Teologi
Muhammad Abduh, Pengaruh pada Sistem dan pendapat-pendapat Teologinya) pada tahun 1968. Setelah meraih gelar Doktor, Harun Nasution kembali ke tanah air dan mencurahkan perhatiannya pada pengembangan pemikiran Islam di Indonesia melalui Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun pertama di IAIN, kehadiran Harun Nasution belum dapat diterima sepenuhnya. Namun didukung penuh oleh para pimpinan dan pejabat di lingkungan Departemen Agama, khususnya ketika Mukti Ali, lulusan McGill, diangkat Menteri Agama. Nasution sendiri diangkat menjadi Rektor beberapa tahun kemudian. Kedudukan ini membuatnya leluasa menyebarkan ide-ide yang modern secara lebih luas lainnya. Selanjutnya setelah selesai dari
tugasnya sebagai Rektor (1973-1984) Harun Nasution dipercayai sebagai Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga akhir hayatnya. Berkat ketekunannya mengelola pascasarjana ini telah lahir ratusan Doktor dalam bidang ilmu agama Islam yang kini telah banyak yang menjadi orang nomor satu di lembaga pendidikan yang dipimpinnya (Nasution, Harun, 1998 : 269-270).
B. Karya-karya Harun Nasution Harun Nasution juga tercatat sebagai ilmuan yang produktif dalam bidang karya ilmiah. Diantara karya-karya ilmiah yang dihasilkannya adalah sebagai berikut:
1. Buku Islam di tinjau dari Berbagai Aspeknya. Dalam bukunya yang terdiri dari dua jilid ini Harun Nasution memperkenalkan Islam secara umum dan komperehensif. Di dalam buku tersebut selain memberikan pengantar umur tentang ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf, Harun Nasution juga berbicara tentang hukum Islam, pranata sosial, sumber ajaran Islam, ibadah, sejarah dan peradaban Islam, dan politik. Dengan buku tersebut Harun
Nasution ingin memperkenalkan Islam dalam sosoknya yang untuh dan komperehensif, bukan Islam yang selama ini hanya dipahami satu aspek saja. Menurut Harun Nasution pandangan umat terhadap ajaran Islam terlampau sempit. Dalam bidang teologi misalnya mereka hanya mengenal teologi Ash’ariyah dengan sifat dua puluhnya, dan dalam bidang fiqih hanya mengenal fiqih Syafi’i saja. Demikian seterusnya dalam bidang lainnya.
Kehadiran buku tersebut telah mengundang kritik yang tajam dari kalangan Islam yang tradisionalis normatif. Menurut kelompok ini,
Harun Nasution telah
memperkenalkan Islam yang berbelit-belit dan sulit. Kritik atas buku tersebut lebih lanjut datang dari H.M. Rasyidi. Menurutnya, Harun Nasution dengan bukunya itu telah memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang berpikir orientalis yang merugikan umat Islam (Rasyidi, H.M, 1983 : 5). Menanggapi kritik yang demikian itu, Harun Nasution mengatakan bahwa:
Berbagai mazhab dan aliran itu, baik dalam bidang tauhid maupun
bidang ibadah, hukum, tasawuf, filsafat, pembaruan, dan sebagainya masih dalam kebenaran dan tidak keluar dari Islam. Tegasnya masih dalam garis-garis yang ditentukan oleh Al-qur’an dan hadits (Badri Yatim dan Hamid Nasushi, 2002 : 179-181).
Adanya kritik yang demikian itu tidak membuat Harun Nasution mundur dari misinya. Buku tersebut malah menjadi buku teks wajib dalam mata kuliah Pengantar Agama Islam.
2. Buku pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Buku yang berasal dari kumpulan ceramah dan kuliah dan di terbitkan pertama kali tahun 1975 oleh penerbit Bulan Bintang ini membahas tentang pemikiran dan pembaharuan dalam Islam. Buku Filsafat Agama buku yang pertama kali di terbitkan pada tahun 1973 oleh Bulan Bintang Jakarta ini, berisi kumpulan kuliah dan ceramah yang ia sampaikan dalam berbagai kesempatan di beberapa perguruan tinggi. Buku ini selain membahas tentang berbagai
pengertian tentang agama, juga berisi uraian tentang unsur-unsur agama (percaya kepada adanya yang ghaib
(Tuhan), keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat di tentukan oleh hubungan yang baik dengan kekuatan ghaib, adanya respons emosional yang mengambil bentuk ibadah, serta adanya sesuatu yang di nilai sebagai yang suci. (sakral).
3. Buku filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Buku yang di terbitkan oleh Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1973 ini membahas filsafat Islam dan tasawuf secara singkat. Buku ini juga berasal dari kumpulan ceramah yang pernah ia sampaikan pada kelompok diskusi kajian agama Islam di Institut Ilmu Keguruan dan Pendidikan (IKIP) Jakarta, Universitas Nasional serta bahan-bahan perkuliahan yang ia sampaikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Isi terkandung dalam buku ini tentang pemikiran filsafat yang berasal dari al-Kindi, ibn Sina, al-Razi, al-Ghazali, dan ibn Rusyid, serta pemikiran para sufi sebagai Rabi’ah al-Adawiyah, Abu Yasiz al-Bustami, al-Hallaj, ibn Arabi dan al-Ghazali.
4. Buku Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1972 oleh UI Press. Di dalam buku ini selain dapat dijumpai uraian tentang pengertian teologi, juga dibahas tentang latar belakang lahirnya teologi dalam Islam yang dihubungkan dengan peristiwa politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib
dengan Gubernur Bashrah
Mu’awiyah. Dari sebab-sebab masalah politik tersebut lahirlah aliran teologi Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy’ariyah, Maturidiyah Bhukara dan Maturidiyah Samarkand.
5. Buku Muhammad Abduh dan Teologi Rasional. Buku yang berasal dari disertasi Harun Nasution ketika mengambil program Doktor di McGill University, Montreal, Canada ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1987 oleh UI Press. Didalamnya dapat ditemui pembahasan tentang kedudukan akal dalam teologi Muhammad Abduh, serta pengaruhnya terhadap sistem dan pandangan teologinya.
6. Akal dan Wahyu. Buku ini diterbitkan pada tahun 1978 oleh
Yayasan Idayu dan Selanjutnya oleh UI Press. Didalamnya terdapat uraian tentang pengertian akal, kedudukan akal di dalam Al-qur’an, perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam serta peranan akal dalam pemikiran keagamaan.
7. Islam Rasional. Buku yang berasal dari kumpulan makalah yang disunting oleh Saiful Muzani dan pertama kali diterbitkan oleh Mizan, pada tahun 1995 ini berbicara tentang corak pemikiran rasional agamais pada abad kesembilan belas. Selain itu buku ini juga membahas tentang Islam rasional yang pernah muncul di abad klasik yang dalam hal ini Mu’tazilah (Nata, Abuddin, 2005:270-274).
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
II. PEMIKIRAN PENDIDIKAN
PERSPEKTIF HARUN
NASUTION
Konsep pendidikan menurut Harun Nasution harus disesuaikan dengan konsep manusia menurut Al-qur’an dan hadis. Konsep manusia menurut ajaran Islam, bukan hanya terdiri dari tubuh, seperti yang terdapat dalam filsafat
materialism, tetapi tersusun dari unsur jasmani dan rohani (Bertrand Rusell, 2002: 1020). Dalam pada itu unsur rohani bukan pula terdiri hanya dari daya intelek seperti yang terdapat dalam filsafat Barat, tetapi daya berpikir yang disebut akal dan daya merasa yang disebut kalbu.
Dengan demikian manusia tersusun dari dua unsur, unsur materi (jasmani atau tubuh) dan unsur immateri (ruh). Tubuh manusia berasal dari tanah di bumi, sedangkan ruh manusia berasal dari substansi immateri di alam gaib. Tubuh mempunyai daya-daya fisik atau jasmani, seperti mendengar, melihat, merasa, mencium, dan daya gerak seperti menggerakkan tangan, kaki, kepala, dan lain-lain. Sedangkan ruh yang juga disebut al-nafs mempunyai dua daya, yakni daya berpikir yang disebut akal yang berpusat di kepala dan daya rasa yang disebut kalbu yang berpusat di dada ( Nasution,Harun, 2000: 400).
Adapun pemikiran Harun Nasution adalah sebagai berikut:
a. Menumbuhkan tradisi ilmiah. Upaya ini ia lakukan dengan cara mengubah sistem perkuliahan yang semula bercorak hafalan, texbook thinking dan cenderung menganut mazhab tertentu, menjadi sistem
perkuliahan yang mengajak mahasiswa berfikir rasional, kritis, inovatif, objektif dan menghargai perbedaan pendapat. Dalam kaitan ini menurut Harun Nasution, pendidikan tradisional harus diubah, dengan memasukkan mata pelajaran-mata pelajaran tentang ilmu pengetahuan modern (sains) ke dalam kuri-kulum madrasah. Juga mendirikan sekolah-sekolah modern di samping madrasah-madrasah yang telah ada, sehingga dapat memproduk ahli-ahli Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ( Nasution,Harun, 1992: 208).
b. Pembinaan tenaga dosen.
Upaya ini dilakukan dengan cara membentuk Forum Pengkajian Islam (FPI) dan diskusi yang dibagi kedalam diskusi mingguan dan bulanan. Pada setiap kali diskusi tersebut para dosen diwajibkan membuat makalah ilmiah dengan bobot dan standar yang ditentukan, dan kemudian menyajikannya dalam forum ilmiah. Dengan cara demikian, para dosen ditantang untuk mau membaca dan mendalami bidang keahliannya. Pembinaan tentang dosen berikutnya dilakukan dengan mendorong para
dosen untuk meningkatkan pendidikan formalnya dengan mengambil gelar Magister dan Doktor pada berbagai perguruan tinggi, baik yang ada didalam maupun di luar negeri. Seiring dengan upaya meningkatkan mutu tenaga belajar, maka pada tahun 1982 telah dibuka Program Pascasarjana untuk Strata 2 (S2) dan Strata 3 (S3) yang langsung beliau pimpin. Program ini dibuka sebagai kelanjutan dari Program Purna Sarjana (PPS) yang telah ada sebelumnya. Karena itulah dosen-dosen IAIN tidak dikirim ke Mesir melainkan ke dunia Barat untuk mempelajari Islam dari segi metodologinya serta cara berpikir rasional, sehingga mereka akan dapat menjadi ulama yang berpikir rasional ((Rievaz,
https://rievaz.wordpress.com/2007/12/ 25).
c. Menerbitkan jurnal ilmiah.
Seiring dengan upaya
menciptakan tradisi ilmiah dan meningkatkan mutu akademik para dosen, Harun Nasution juga menggagas terbitnya jurnal ilmiah. Melalui jurnal ini berbagai makalah ilmiah yang disusun para dosen dan disajikan dalam forum tersebut kajian
diatas, dilanjutkan dengan diterbitkannya pada jurnal ilmiah. Dengan cara demikian, para dosen memiliki kesempatan ini untuk mempublikasikan dirinya, mengasah keahliannya, serta memiliki peluang untuk mendapatkan angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkatnya.
d. Pengembangan Perpustakaan.
Sejalan dengan upaya
meningkatkan mutu akademik serta menumbuhkan tradisi ilmiah, Harun Nasution berupaya melakukan pengembangan perpustakaan. Upaya ini dilakukan antara lain dengan membangun gedung perpustakaan yang memadai, jumlah buku yang memadai, serta sistem pelayanan yang lebih baik.
e. Pengembangan Organisasi. Upaya ini antara lain dilakukan dengan cara memperjuangkan rasionalisasi Fakultas dan Jurusan di lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang semula relatif banyak dan tersebar di beberapa daerah, kemudian disederhanakan menjadi 5 Fakultas, yaitu 4 Fakultas dan 1 Fakultas di Pontianak.
f. Menjadikan IAIN sebagai Pusat Pembaruan Pemikiran dalam Islam.
Upaya ini antara lain, Harun Nasution mengadakan reformasi fundamental terhadap IAIN, dengan cara memperbaharui kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya memuat bidang kajian agama dan aliran mazhab tertentu saja, maka di zaman Harun Nasution kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditambah dengan kajian ilmu
kalam dengan berbagai
aliran/mazhabnya, filsafat dengan berbagai dan mazhabnya, tasawuf, antropologi, filsafat umum, perbandingan agama, bahkan juga
ilmu-ilmu alam (Mulyadhi
Kartanegara, 2000: 246).
Julukan yang diterima IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Pusat Pembaruan Pemikiran dalam Islam tersebut muncul karena pengaruh dari serangkaian usaha yang dilakukan Harun Nasution, terutama dalam rangka menumbuhkan tradisi ilmiah sebagaimana tersebut diatas. Melalui usahanya ini telah lahir berbagai sarjana tamatan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang mampu berfikir rasional, kritis, inovatif, terbuka, objektif, luas, dan mendalam. Para sarjana tersebut kemudian menulis berbagai karya tulis ilmiah yang dipublikasikan dalam buku, jurnal, surat kabar dan sebagainya, hingga membentuk opini publik dan menjadi rujukan bagi IAIN lainnya di
Indonesia ((Rievaz,
https://rievaz.wordpress.com/2007/12/ 25).
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pemikiran Harun Nasution tentang pendidikan merupakan usaha Harun Nasution mewujudkan tujuan pendidikan Islam agar dapat mewarnai keberagamaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula pandangannya tentang ajaran dasar dan non dasar, bukanlah untuk membingungkan umat Islam Indonesia, namun justru mengantarkan umat kepada pemahaman terhadap ajaran Islam secara utuh serta mengeleminir terjadinya konflik akibat klaim kebenaran setiap kelompok dalam masyarakat Islam. Paham rasional Harun Nasution tidak identik dengan rasionalisme dalam filsafat Barat, namun Harun Nasution ingin menunjukkan bahwa sebenarnya
ajaran Islam itu rasional dan sekali lagi Harun tidak bermaksud merasionalisme-kan ajaran Islam (Rievaz, https://rievaz. wordpress.com/ 2007/12/25).
Untuk mewujudkan gagasanya itu, sesuai dengan hakekat penciptaan manusia, maka sarjana muslim atau ulama yang harus dihasilkan oleh IAIN adalah sarjana muslim atau ulama yang berkembang akal dan daya pikirnya serta halus kalbu dan daya batinnya. Dengan kata lain, sarjana atau ulama yang dihasilkan IAIN haruslah sarjana muslim dan ulama pengetahuannya bukan hanya terbatas pada pengetahuan agama saja, tetapi juga mencakup apa yang lazim disebut pengetahuan umum, serta akhlak dan budi pekerti yang luhur.
3. PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan penelitian konseptual tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dilihat dari segi keahliannya, Harun Nasution adalah sebagai ahli ilmu kalam dan filsafat Islam yang disegani dan berpengaruh dengan corak pemikirannya yang rasional dan cenderung liberal.
Dilihat dari segi misinya, Harun Nasution adalah sebagai orang yang visioner. Ia ingin mengubah keadaan umat Islam kepada keadaan yang lebih maju dengan cara mengubah pola pikir tradisionalnya itu dengan pola pikir yang rasional dan cenderung liberal.
Dilihat dari segi fungsi dan perannya, Harun Nasution adalah sebagai seorang pendidik yang sejati dan berhasil dengan baik. Kemampuannya dalam bidang ilmu teologi dan filsafat serta ide-ide pembaruan yang dimilikinya hanyalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat dengan menggunakan pendidikan, yakni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai medianya yang paling efektif dan signifikan. Ia telah berhasil melahirkan sejumlah tokoh yang kini amat disegani pemikirannya.
Mereka itu adalah Antho Mudzhar, Mansour Faqih, Fakhri Ali, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra. Dien Syamsuddin, Saiful Muzani dan masih banyak lagi yang lainnya.
4. DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim dan Hamid Nasushi (2002).
Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Jakarta: IAIN
Jakarta Press
Bulletin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, nomor 215/Th.XX September 1993
Nasution, Harun, (1998), Islam Rasional
Gagasan dan Pemikiran.
Bandung: Mizan
(1992), Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah
Pemikiran dan
Gerakan. Cet. IX,
Jakarta: Bulan Bintang, (2000), Islam Rasional
Gagasan dan
Pemikiran. Cet. VI,
Bandung: Mizan, Nata, Abuddin, (2005). Tokoh-tokoh
Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Mulyadhi Kartanegara,(2000), “Membangun Kerangka Ilmu: Perspektif Historis,” dalam Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo (ed.), Problem
dan Prospek IAIN Antologi
Pendidikan Tinggi Islam,
Jakarta: Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama.
Penulis, Tim, (1989). Refleksi
Pembaharuan Pemikiran
Islam: 70 Tahun harun
Nasution, Jakarta: LSAF
Rasyidi,H.M (1983). Koreksi Terhadap
Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari berbagai
Aspeknya, Jakarta: Bulan
Bintang,
Rievaz, (2007), Harun Nasution Ajaran
Dasar dan Non Dasar Paham
Rasional, diakses dari
https://rievaz.wordpress.com/20 07/12/25/harun-nasution-ajaran- dasar-dan-non-dasar-paham-rasional/ dikutip pada tanggal 12 Mei 2-15
Rusell, Bertrand. (2002), History of
Western Phiolosophy and its Connection with Political and Sosial Circumstances from the Earliest Times to the Present Day. Diterjemahkan oleh Sigit
Jatmiko, dkk dengan judul Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,.