• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II ini akan membahas mengenai matematika, metode problem solving, jarimatika, hasil belajar, kajian penelitian yang relevan, kerangka berfikir, hipotesa tindakan pembelajaran matematika dan akan dibahas secara lebih rinci berikut ini.

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika

2.1.1.1 Hakikat Matematika

Menurut Suhendra (2007:153) matematika merupakan bahan kajian yang memiliki objek yang abstrak dan dibangun melalui proses penalaran yang bersifat deduktif, yaitu kebenaran yang didapat sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Dengan kata lain, suatu kebenaran harus didasari, dibangun, dan didukung oleh kebenaran - kebenaran yang telah disepakati. Di samping itu, di dalam matematika antara satu konsep dengan konsep yang lainnya memupunyai

keterkaitan yang sangat kuat, akurat, dan jelas.

Menurut Russel dalam Hamzah B.Uno (2009:108) mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu study yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang tidak dikenal itu tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, dari penjumlahan dan perkalian ke deferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi.

Matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain: aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis (Hamzah B. Uno, 2009: 10).

(2)

8

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bidang ilmu yang perlu dimliki oleh siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa kelak akan hidup dalam masyarakat. Ilmu matematika perlu dipelajari sehingga siswa dapat memecahkan permasalahan yang akan dijumpai dalam kehidupan. 2.1.1.2 Karakteristik Matematika

Secara umum matematika memiliki ciri-ciri sebagaimana telah disepakati bersama oleh para ahli yaitu: (Abdul Halim Fathani, 2009: 58)

1. Memiliki objek kajian yang nyata

Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Objek kajian pada matematika adalah kongkrit atau nyata serta terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.

2. Bertumpu pada kesepakatan

Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Simbol dan istilah yang telah disepakati dalam matematika untuk mempermudah dalam pembahasan dan pengkomunikasian di tahap selanjutnya.

3. Berpola pikir deduktif

Dalam matematika, hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola piker yang berawal dari pemikiran yang umum menuju pemikiran yang khusus.

4. Konsisten dalam sistemnya

Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem-sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya. Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya.

(3)

9

5. Memiliki simbol yang kosong arti

Secara umum, model atau simbol matematika akan bermakna sesuatu bila dikaitkan dengan konteks tertentu. Secara umum hal ini yang membedakan simbol matematika dengan simbol bukan matematika. Kosong arti dari model-model matematika itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan sifat tersebut, ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan, dari masalah teknis, ekonomi, hingga bidang psikologi.

6. Memerhatikan semesta pembicaraan

Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila menggunakannya harus memperhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bisa sempit bisa pula luas. Bila kita bebicara tentang bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.

7. Karakteristik Matematika sekolah.

Sehubungan dengan karakteristik umum matematika diatas, dalam pelaksanaan pembelajaran matematika disekolah harus memperhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Ada sedikit perbedaan antara matematika sebagai “ilmu” dengan matematika sekolah, perbedaan itu dalam hal :

1) Penyajian, 2) Pola pikir, 3) Keterbatasan semesta, dan 4) Tingkat keabstrakan.

2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar sebagai bagian dari system pendidikan nasional, menurut kurikulum 2006 bertujuan antara lain agar siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, sehingga terdapat keserasian antara pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pembelajaran yang menekankan pada keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Hal ini dengan jelas mengisyaratkan bahwa pengajaran

(4)

10

Matematika di Sekolah Dasar juga bertujuan untuk melatih siswa memecahkan masalah. Melalui latihan pemecahan masalah, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (Nyimas Aisyah, 2008: 1.4) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

2.1.2 Metode Pembelajaran

2.1.2.1 Hakikat Metode Pembelajaran Problem Solving

Metode adalah cara kongkrit yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Metode merupakan cara mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik, atau keterampilan guru. Contoh teknik mengajar, bertanya klasikal, bertanya berantai.

Semakin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Metode problem solving mempunyai tujuan utama yaitu memberikan

(5)

11

latihan kepada siswa dalam berpikir. Metode ini dapat menghindarkan dalam pembuatan kesimpulan yang tergesa-gesa.

Menurut Rusman (2010) “dalam pembelajaran problem solving peran guru berbeda dengan peran guru di dalam kelas. Guru dalam problem solving terus berpikir tentang berberapa hal, yaitu: (1) bagaimana merancang dan menggunakan permasalahan yang ada didunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar, (2) bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, penghargaan diri, dan belajar dengan teman sebaya, (3) dan bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecahan masalah yang aktif. guru dalam pembelajaran problem solving juga memusatkan perhatianya pada: (1) memfasilitasi proses problem solving, (2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, (3) menjadi perantara proses penguasaan informasi.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, penulis menyimpulkan Pembelajaran matematika problem solving adalah pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah dikehidupan sehari-hari sebagai kontek bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang merupakan dari materi pelajaran. Selain itu siswa dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan lebih efektif, siswa juga dapat mengalaminya sendiri bukan hanya menunggu materi dan informasi dari guru, tetapi berdasarkan pada usahanya sendiri untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru dan kemudian mengintegrasikanya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.

(6)

12

2.1.2.2 Karakteristik Metode Problem Solving

Beberapa karakteristik pembelajaran problem solving (dalam Taplin, 2000)

1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa 2. Adanya dialog matematis dan konsesnsusantar siswa

3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkontruksi penyelesaiannya.

4. Guru menerima jawaban ya – tidak bukan untuk mengevaluasi 5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan

pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.

6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.

7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.

2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving

Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Hamruni (2012) metode problem solving memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan metode problem solving antara lain adalah:

1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.

2. Menantang kemampuan siswaserta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan bagi siswa.

3. Meningkatkan kativitas pembelajaran siswa.

4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

(7)

13

5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik hasil

terhadap hasil maupun proses belajaranya.

7. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

8. Lebih menyenagkan dan disukai siswa.

9. Mengembangakan kemampuan siswa untuk berpikir kritis kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

10. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 11. Mengembangkan minat untuk secara terus-menerus belajar

meskipun belajara pada pendidikan formal telah berakir.

Kelemahan metode problem solving antara lain adalah:

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan merasakan enggan untuk mencoba.

2. Keberhasialan pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

(8)

14

2.1.2.4 Sintak Pembelajaran Metode Problem Solving

Berdasarkan Standar Proses (Permendiknas No. 41 Tahun 2007), langkah-langkah pembelajaran Problem Solving tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1

Pemetaan pembelajaran Problem Solving berdasarkan Standar Proses (Permendiknas No. 41 Tahun 2007) tersaji pada tabel sebagai berikut

Fase Kegiatan/Aktivitas Guru

Fase 1

Merumuskan Masalah

Guru merumuskan masalah berdasarkan materi yang akan dibahas, meminta siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan mengenai masalah yang berbeda.

Fase 2

Menelaah Masalah

Guru membimbing siswa membahas kembali masalah yang telah dirumuskan bersama.

Fase 3

Merumuskan Hipotesis

Guru meminta siswa menyampaikan jawaban yang berbeda tiap siswa.

Fase 4

Mengumpulkan dan

mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis

Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil yang berbeda guna untuk membuktikan hipotesis jawaban.

Fase 5

Pembuktian Hipotesis

Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan, dan membuktikan hipotesis yang telah ada. Fase 6

Menentukan Pilihan Penyelesaian

Guru membimbing siswa untuk mengambilkan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah, melakukan refleksi dan menyimpulkan materi pelajaran.

Pembelajaran Sintak

Langkah dalam Standar Proses

Pendahuluan

Kegiatan Awal Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

Problem Solving Merumuskan Masalah √ Menelaah Masalah √ Merumuskan Hipotesis √ Mengumpulkan

dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis

(9)

15

Tabel 2

Implementasi Metode Problem Solving dalam Standar Proses Tabel 3 Sintak Problem Solving Lamgkah-langkah dalam Standar Proses Kegiatan Guru Merumuskan masalah

Pendahuluan Guru merumuskan suatu masalah terlebih dahulu dan mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada pembelajaran pada saat kelas berlangsung

Menelaah masalah Guru mempelajari pengetahuan untuk memperinci, dan menganalisis masalah dari berbagai sudut masalah di dalam pembelajaran.

Merumuskan hipotesis

Pendahuluan Guru dan siswa bersama-sama berimajinasi menemukan sebab akibat masalah dan penyelesaian masalah di dalam pembelajaran.

Mengumpulkan dan

mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian

hipotesis

Eksplorasi Elaborasi

Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil menemukan masalah di dalam pembelajaran dengan menggunakan tabel atau diagram

Pembuktian hipotesis

Konfirmasi Guru membahas data yang sudah di dapatkan, dari hasil bahasan tersebut, guru menghitung atau memberikan hasil data kemudian menyimpulkan. Menentukan pilihan

penyelesaian

Konfirmasi Penutup

Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka atau proses-proses yang mereka gunakan.

Pembuktian Hipotesis √

Menentukan Pilihan Penyelesaian

(10)

16

2.1.3 Jarimatika

Menurut Wulandari (2008) jarimatika adalah suatu cara berhitung (operasi KaBaTaKu/kali bagi tambah kurang) dengan menggunakan jari dan ruas jari-jari tangan. Di sisi lain jarimatika terdengar akrab bagi orang Indonesia akan mudah menangkap maksud bahwa jarimatika adalah menggunakan jari untuk matematika.

Jarimatika memperkenalkan kepada anak bahwa matematika (khususnya berhitung) itu menyenangkan. Didalam proses yang penuh kegembiraan itu anak dibimbing untuk bisa dan terampil berhitung dengan benar. Jarimatika memberikan salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut, karena jarimatika memenuhi kaidah-kaidah pembelajaran matematika yang membuat peserta didik merasakan bahwa pembelajaran sangat menyenangkan dan menantang. 2.1.3.1 Kelebihan Jarimatika

Jarimatika memiliki kelebihan untuk peserta didik, menurut Wulandari (2011: 17) kelebihan jarimatika diantaranya adalah:

1. Gerakan jari tangan akan menarik minat anak.

2. Jarimatika memberikan visualisasi berhitung. Hal ini akan membuat anak mudah melakukannya.

3. Jaeimatika tidak akan memberatkan memori otak.

4. Alatnya tidak perlu dibeli dan tidak akan pernah ketinggalan dimana menyimpannya.

2.1.4 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (Slameto 2010), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

(11)

17

belajarnya. Sudjana (2010), dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; 3)Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Matematika adalah perubahan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari sebelumnya akibat dari proses pembelajaran yang diukur dengan pemberian evaluasi oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru pada pembelajaran Matematika. Hasil belajar Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan berupa metode pembelajaran Problem Solving.

2.1.5 Hubungan Pembelajaran Matematika Problem solving jarimatika dengan Hasil Belajar Matematika.

Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar siswa, terutama pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini dikarenakan objek yang dipelajari dalam matematika bersifat abstrak, sementara daya pikir siswa SD pada umumnya masih bersifat konkret. Pada usia siswa Sekolah Dasar belum berkembang secara optimal kemampuan abstraksinya. Pembelajaran problem solving sangat tepat apabila digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar pada tingkat Sekolah Dasar.

(12)

18

Pembelajaran matematika problem solving merupakan pelajaran yang tidak mengharapkan siswa siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafalkan materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Kemudian aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini juga menekankan berpikir secara ilmiah dan menggali keterampilan siswa sehingga siswa aktif belajar matematika.

2.1.6 Hasil Penelitian Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian jenis tindakan kelas yang dilakukan oleh Samijo (2010) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematia dengan Metode Problem Solving di Kelas 4 SD Negeri Sawangan 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II Tahun 2011/2012”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pakah melalui metode pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas 4 di SD Negeri Sawangan 01. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran Problem solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri Sawangan 01.

Penelitian yang telah diuraikan diatas masih berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penerapan Pembelajaran Matematika menggunakan pembelajaran problem solving pada hasil belajar Matematika. Untuk itu, penulis tertarik mengangkat judul penelitian “Penerapan Metode Problem Solving dengan Teknik Jarimatika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas 4 SD Negeri Keseneng 01 Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2015/2016”

(13)

19

2.1.7 Kerangka Berpikir

Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas 4 SD Negeri Keseneng Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran matematika melalui ceramah dan memberikan tugas kepada siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru adalah hanya diam saja, mendengarkan, bermain sendiri, dan mengantuk. Selain itu guru dalam memberikan materi pelajaran tidak menghubungkan dengan masalah - masalah nyata yang dekat dengan kehidupan siswa, sehingga siswa kurang memperoleh pengalaman, cenderung pasif dan tanpa ada kegiatan yang melibatkan secara langsung. Hal tersebut juga menyebabkan siswa kurang tertarik atau minat belajar siswa pada mata pelajaran matematika rendah. Kurangnya minat belajar dan penguasaan siswa akan mata pelajaran matematika membuat banyak siswa belum mencapai nilai KKM akibatnya hasil belajar matematika rendah. Padahal kegiatan pembelajaran akan efektif apabila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan mengalami secara langsung.

Untuk mengatasi kondisi pembelajaran tersebut, peneliti akan menerapkan pembelajaran yang tepat yaitu Pembelajaran Problem Solving. Pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah dalam belajar matematika, sebagai ganti dari pengenalan konsep yang bersifat abstrak. Dengan demikian, proses pengembangan konsep - konsep dan ide - ide dari matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata bukan berarti konkret secara fisik dan kasat mata, tetapi dapat dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran ini lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa. Sehingga siswa lebih aktif membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.

(14)

20

2.1.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis merumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penerapan Problem Solving dengan teknik Jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Negeri Keseneng 01 Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2016/2017”.

Metode Problem Solving menjadikan anak lebih

berminat dan pembelajaran lebih

bermakna Hasil belajar siswa

menjadi rendah Permasalahan 1. Siswa kurang diberikan gambaran yang nyata atau kongkret dalam pembelajar an 2. Pembelajar an yang kurang bermakna 3. Pembelajar an bersifat teacher center. Kebutuhan 1. Siswa diberikan pembelajaran yang kongkret 2. Pembelajaran yang lebih bermakna dengan jarimatika 3. Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa

Matematika bukan lagi mempelajari tentang

konsep tetapi juga tentang masalah dikehidupan sehari-hari

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tingkat pertumbuhan pengguna internet yang menunjukan angka sangat fantastik, bahkan internet telah menjadi bagian kebutuhan dalam sebuah rumah tangga, fenomena ini

In Proceedings of Asia-Pacific Microwave Conference (APMC ’10), (pp. Design Strategy for 4G Handset Antennas and a Multiband Hybrid Antenna. Microwave imaging for

Demikian laporan hasil identifikasi kebutuhan belajar terhadap masyarakat yang dilaksanakan di wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung sebagai bahan acuan untuk

Pemeliharaan Kebun Entres kakao di Provinsi 6 Ha Monitoring dan Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Pembangunan Kebun Sumber Benih Tanaman Perkebunan Pembangunan Kebun Induk Tanaman

Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan

Dalam hal ini harga jual menggunakan metode Full Costing memperoleh laba sebesar Rp 21.950.000,- dalam sebulan , sedangkan menurut perusahaan laba yang diperoleh sebesar Rp

dalam sektor tanaman pangan adalah padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan hortikultura (sayur-sayuran dan

ABSTRAK— Minat seseorang akan sebuah produk sangat berbeda, terutama para wali murid siswa taman kanak-kanak dalam pemilihan busananya, busana pesta adalah salah satu