• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas suatu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, guna mendapat suatu jawaban atas persoalan-persoalan penelitian yang telah disebutkan di bab sebelumnya. Dalam bab ini juga akan memberikan gambaran tentang Burjo dan pedagang Burjo di Salatiga.

4.1. Gambaran Umum Usaha Pedagang Burjo di Salatiga 4.1.1. Gambaran Umum Wilaya Penelitian

Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terbagi atas 14 RW dan terdiri dari 85 RT dengan batas wilaya sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Blotongan

Sebelah Selatan : Kelurahan Mangun Sari Sebelah Barat : Desa Blotongan

Sebelah Timur : Desa Bugel

Kelurahan Sidorejo Lor Kota Salatiga mempunya luas wilaya 152,607 Ha, dengan karakteristik tana bergelombang ± 65%, tanah miring ± 25% dan tanah datar ± 10% ketinggian tanah dari permukaan laut berkisar antara 450 sampai 800 meter, dengan keadaan suhu udara berkisar antara 24 derajat C – 31derajat C.

Berdasarkan data statistik kependudukan 2011, penduduk Kelurahan Sidorejo Lor berjumlah: 13.352 jiwa, dengan rincian Laki-laki 6.523 dan Perempuan 6.829 jiwa yang tergabung dalam 4.174 KK dengankepadatan penduduk kurang lebih 878 jiwa per km. Untuk lebih bisa melihat lebih jelas maka di bawah ini disajikan peta wilayah penelitian.

(2)

Gambar 1.2 Sumber : (wikipedia.com, diunduh 28 agustus 2015)

4.1.2. Profil Singkat Pedagang Burjo

Perkembangan Pedagang Burjo di Salatiga yaitu di awal tahun 2000 di mana para pedagang yang sebagian besar berasal dari Kuningan Jawa Barat, mulai datang di Salatiga membuka usaha yang dikenal dengan nama Warung Burjo. Warung ini sebagian besar menyajikan makanan instan yang siap saji seperti Indo Mie dan juga minuman sachet. Kehadiran mereka mengikuti perkembangan pasar, dalam hal ini adalah keberadaan beberapa kampus menjadi pasar yang tepat untuk mereka membuka usaha. Warung Burjo sudah tersebar di beberapa kota-kota besar seperti Yogyakarta, Solo dan Semarang usaha-usaha mereka memang selalu berdiri di area kampus dan juga sebagian di area pabrik. Terhitung dari tahun 2000 hingga tahun 2015 sudah berdiri 18 warung Burjo yang tersebar

(3)

dibeberap titik di Kota Salatiga, ini menunjukkan perkembangan usaha Burjo cukup cepat. Untuk lebih jelas dibawah ini dilampirkan tabel pemilik Burjo yang pertama kali berdiri hingga 2015.

Tabel 4.1.

Pemilik Burjo Berdasarkan Nama tempat, tahun dan Pendidikan

NO Nama

Pemilik

Asal Daerah Pendidikan Terakhir Alamat Burjo Jumlah Karyawan Tahun Berdiri

1 Abidin Kuningan SMP Kemiri 1 2 orang 2000

2 Om Item Kuningan SMP Kemiri Barat 3orang 2001

3 Tatang Kuningan SMP Kemiri 3 3 orang 2004

4 Ardi Kuningan SD Kauman 2 orang 2004

5 Galang Kuningan SMP Kemiri Barat 2 orang 2005

6 Wawan Kuningan SMP Seruni 2 orang 2005

7 Agus Kuningan SD Kemiri 1 2 orang 2006

8 Ungkus Kuningan SD Sumopuro 2 orang 2007

9 Agus Kuningan SD Kalimangka 2 orang 2007

10 Imam Kuningan SD Kemiri Barat 2 orang 2009

11 Ardi Kuningan SD Kipenjawi 2 orang 2009

12 Dadang Kuningan SMP Domas 2 orang 2012

(4)

14 Ipin Kuningan SMA Kemiri 2 1 orang 2013

15 Udin Kuningan SD Kemiri Candi 3 orang 2013

16 Ungkus Kuningan SD Kartini 2 orang 2014

17 Sahim Kuningan SD Cungkup 2 orang 2014

18 Wanto Kuningan SMA Kemiri 2 2 orang 2015

Sumber: Data Primer 2015

Dari tabel di atas terlihat ada dua orang pemilik Burjo yang memilik lebih dari satu usaha Burjo. Pemilik yang memiliki warung lebih dari satu biasanya memberi kepercayaan kepada karyawannya untuk mengelola Burjonya, hal ini di pertegas oleh Kang Ardi pemilik Burjo yang ada di Kipenjawi dan Kauman dan juga Cecep karyawan yang kebetulan di beri kepercayaan untuk mengelola.

Gambar 1.2. Burjo yang Pertama Kali Berdiri di Salatiga (2000), Kemiri 1.

(5)

“Saya punya 2 warung yang satu saya yang kelolah sendiri sementara yang satunya itu saya kasi kepercayaan sama karyawan lama saya dulu untuk jaga sampai sekarang” (wawancara 5 Agustus 2015) Kang Cecep

“Dulu saya ngikut sama kang Ardi waktu masi punya 1 Burjo, trus akhirnya buka Burjo baru saya yang di minta untuk urus. Kalau soal gaji pasti bedalah yah di banding saya masi jadi karyawan pasti kasinya lebih banyak” (wawancara 5 Agustus 2015).

4.2. Modal Sosial Pedagang Burjo di Salatiga

Modal merupakan hubungan sosial, artinya suatu energi sosial yang hanya ada dan membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan dimana ia memproduksi dan mereproduksi, sehingga yang termasuk modal sosial ialah hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Modal sosial (Social Capital) dalam tulisan ini dilihat dari unsur pokok yang terdapat dalam modal sosial yang dipaparkan oleh Hasbullah, 2006 dalam bukunya Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). Unsur-unsur pokoknya antara lain : Partisipasi dalam jaringan, Trust (kepercayaan atau rasa percaya), Norma sosial, Nilai-nilai. Adapun kelompok pedagang yang dikaji adalah para pedagang Burjo di Salatiga.

4.2.1. Jaringan

Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologis khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok itu sendiri. Pada kelompok sosial biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kekeluargaan (repeated sosial experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi kebutuhan (religious beliefs) cenderung memiliki kohesif tinggi, tetapi rentang jaringan maupu kepercayaan (trust) yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan serta dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih

(6)

luas. Pada tipologi kelompok yang disebut terakhir akan lebih banyak menghadirkan dampak positif bagi kelompok maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas (Putnam, 2006).

Model jaringan yang di bentuk oleh pedagang Burjo lebih kepada jaringan kekeluargaan artinya bahwa mereka saling menopang antara sesama pedagang, dari jaringan ini kemudian dikembangkan denga membangun relasi yang lebih luas untuk bisa tetap survive menjalnkan usaha mereka. Dikatakan keluarga karena Usaha Burjo sengaja di desain dengan model yang sama yaitu semua mengunakan istilah “Burjo” , agar bisa membedakan dengan Warung Burjo lainya biasanya di belakang istilah Burjo di tambah istilah-istilah dari daerah mereka atau biasanya hanya menambahkan nama pemilik misalkan Burjo Katineung, Burjo Moro Artos, Burjo Kamemeut, nama-nama ini adalah nama yang di berikan sesuai dengan keinginan pemilik Burjonya. (Wawancara 17 Juli 2015)

Gambar 1.3. Burjo Katineung di Domas

Jaringan kekerabatan merupakan jaringan yang memanfaatkan hubungan kekeluargaan untuk memperluas interaksi di dalam jaringan itu sendiri. Jaringan kekerabatan dimanfaatkan beberapa Pedagang Burjo sebagai metode penyerapan tenaga kerja, terutama bagi anggota keluarganya sendiri yang membutuhkan pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh ikatan kekerabatan yang menghasilkan ikatan yang lebih kuat antara pemilik usaha dengan para karyawannya yang berasal dari keluarganya sendiri. Hal ini seperti yang dinyatakan Field bahwa keluarga yang didukung oleh hubungan berdasarkan

(7)

kekerabatan, telah memainkan suatu peranan penting dalam pencarian pekerjaan (Field, 2005: 73). Hal ini diperjelas dengan beberapa penuturan responden di bawah ini;

Kang Abidin (pemilik)

“Kita mah kalau buka usaha apalagi Burjo di rantau, yang memang orang-orangnya semua dari Kuningan uda jadi keluarga, yah ibaratnya sebelum kita minta tolong ke orang lain kan bisa ke teman satu daerah dulu, apalagi kan usaha kita semua sama.” (wawancara 22 Juli 2015).

Kang Dadang (pemilik)

“Kalau Burjo orang-orangnya pasti dari kuningan semua, kita kan sistimnya kalau cari karyawan kan cuma dari mulut ke mulut aja, kita prinsipnya misalkan saya punya Burjo trus ada keluarga saya nganggur dan kebetulan mau kerja yah pasti gak cari orang lain, kecuali kalau keluarga uda gak ada yang baru cari orang-orang lain itupun paling teman.” (Wawancara 22 Juli 2015).

Kang Acep (Karyawan)

“Saya dulu diminta kang Rohim kerja di Burjonya, dulu saya tetangganya di kampung , jadi dari pada saya nganggur yah sudah mending ikut.” (wawancara 22 Juli 2015).

Dari penuturan di atas menggambarkan bahwa model yang digunakan pedagang Burjo untuk memperluas interaksi jaringan yaitu dengan interaksi lingkup keluarga. Bagi mereka membangun usaha yang serupa itu sudah menjadi bentuk kerja sama dan juga sudah menjadi bagian dari keluarga. Pedagang Burjo jika dilihat dari kuantitas di Salatiga dari tahun ketahun semakin meningkat, dan uniknya adalah mereka semua berasal dari daerah yang sama yaitu dari Kuningan, alasan mereka sederhana yaitu membangun ciri khas, seperti yang di sampaikan Kang Abidin dan Om Itam pemilik Burjo senior di Salatiga saat di wawancara :

Kang Abidin

“Kalau pedagang Burjo di manapun pasti semua pemiliknya dan karyawanya semua orang dari Kuningan semua, emang uda turun temurun seperti itu, dan sudah dari dulu seperti itu. Selama saya buka usaha Burjo belum pernah menukan orang yang di luar dari kuningan yang bekerja maupun jadi pemiliknya, yah mungkin ada sih warung-warung yang meniru tapi kan tetap aja berbeda karena kalau kami bikin harga itu harus semua seragam” (wawancara 23 Juli 2015).

Kang Ungkus

“Semua orang dari sana, saya kurang tau persis kenapa begitu kita cuma ibarat mewarisi aja nama Burjo aja yang dulu ngasi itu uda meninggal.” (wawancara 24 Juli 2015)

(8)

Dari penuturan informan di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman keluarga bagi pedagang Burjo tidak berarti harus ada hubungan darah, melainkan orang yang sudah satu wilayah yang bersiap membangun usaha bersama-sama sudah termasuk bagian dari keluarga mereka.

4.2.2. Trust (Kepercayaan)

Kepercayaan (trust) ini merupakan unsur utama dalam membina sebuah hubungan antar dua individu atau lebih, terutama dalam sebuah hubungan kerjasama dan kepercayaan juga merupakan alasan utama yang juga sebagai modal sosial individu untuk mencapai tujuannya. Kepercayaan satu sama lain (mutual trust) berguna untuk tetap menjaga hubungan yang telah terbina agar tetap terpelihara dengan baik. Kepercayaan yang terjadi menghasilkan suatu hubungan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga kepercayaan yang terjadi akan sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh individu, apakah dia akan mempercayai seseorang ataupun tidak. Sebagai seorang pengusaha dan warga masyarakat kepercayaan dalam suatu hubungan, akan menjadi sangat penting jika hubungan tersebut dilandasi kepercayaan, seperti diungkapkan oleh pedagang Burjo Kang Ungkus dan kang Dadang yang di beri kepercayaan menjadi pemilik di Burjo selasar Kartini dan di daerah Domas:

Kang Ungkus

“Dulu saya masi jadi karyawannya kang Agus yang kemiri 1, Cuma pas ada modal bos buka Burjo lagi, jadi saya dikasi kepercayaan mengelola Burjo barunya, tapi bos juga tidak sepenuhnya pake modalnya untuk buka Burjo baru tapi saya yang nambain kekurangnya, jadi kalau pembagian modalnya paling saya 40 % kang agus 60% karena karyawan masi saya yang bayar” jadi selisihnya nda begitu banyak. Kita mah orang-orang Burjo kalau sabar kerjanya pasti kalau bos buka Burjo baru pasti gak ngasi orang lain yang kelola tpi pasti karyawanya yang dikasi kepercayaan untuk kelola.” (wawancara 24 Juli 2015) Kang Dadang

“Saya pertama di Jogja jadi karyawan Burjo, trus di sana karena bos uda tua saya di kasi kepercayaan jalankan usahanya, pas di sana sudah berkembang saya kasi sodara saya yang jaga, trus saya ke sini (Salatiga) buka Burjo baru, di sini di bantu teman-teman saya dapat tempat yang strategis karena dekat pabrik akhirnya bisa juga bekembang saya sudah punya 2 Burjo, semua yang jaga sodara-sodara saya aja yang dari kampung, saya paling Cuma beli bahan-bahan doang.” (wawancara 24 Juli 2015)

Melihat pernyataan-pernyataan yang diungkapkan di atas dapat diketahui bahwa setiap hubungan yang di bangun pedagang Burjo kepada sesama pedagang Burjo sangat kental dengan nilai kekerabatan, dan selalu dilandasi dengan kepercayaan, menurut mereka kepercayaan sangat penting dan harus ada karena hubungan itu ada (tercipta) kalau ada rasa percaya dan saling memahami

(9)

kondisi. Kalau tidak ada kepercayaan satu sama lain (mutual trust) dalam suatu hubungan maka hubungan tersbut akan kacau (Putnam 2006). Sementara model kepercayaan yang dibangun pedagang Burjo ke pelanggan lebih kepada prinsip saling kenal, artinya kepercayaan bisa di bangun jika penjual dan pelanggan sudah saling mengenal, hal ini di perjelas melalui penuturan beberapa pemilik Burjo di Salatiga.

Kang Abidin

“Di sini mah santai aja, anak-anak juga kalau uda akrab kita tidak pernah membatasi mau masuk di tempat kerja kami mutar musik atau apa yang penting tidak menganggu pas jam istrahat aja dengan menganggu tetangga aja kita biarkan saja. Paling juga mereka yang udah kita kenal yang sering kesini. Kita juga kadang maklumi anak-anak kalau lagi gak ada uang minta dicatat aja dulu yang penting ngomong aja, tapi yang di kenal dekat aja gak semua juga” (Wawancara 7 Agustus 2015).

Kang Galang

“Kadang-kadang ada anak-anak yang ngambil rokok aja trus di catat kita biarin aja, tapi itu yang uda akrab, mereka juga kalau belum akrab kan pasti sungkan, kadang-kadang saya juga butuh mereka apalagi saya kan juga suka musik jadi kadang minta di anak-anak mahasiswa jadi intinya saling percaya aja” (Wawancara 7 Agustus 2015).

Kang Agus

“Saya mah cuek aja anak-anak kalau mau ngutang asal jangan kelewatan biarin aja, intinya yang penting kenal aja, yakin aja mereka pasti bayar.” (Wawancara 7 Agustus 2015).

Dari penuturan beberapa pedagang Burjo di atas menunjukan bahwa kesaling percayaan adalah salah satu modal dalam usaha mereka, bagi mereka dalam usaha yang namanya rugi itu pasti pernah terjadi, tapi kepercayaan yang kita terus bagi akan menggantikan kerugian yang pernah kita alami. Kepercayaan tentunya perlu di dasari dengan prinsip saling kenal, karena ini berdagang jadi tentu tidak sembarang juga memberi kepercayaan kepada orang melainkan harus saling mengenal.

4.2.3. Norma

Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Menurut Hasbullah (2006) aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Menurut Fukuyama (2000), norma merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh birokrat atau pemerintah. Norma terbentuk

(10)

melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau sesuatu kelompok masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul modal sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Menurut Liu et. al (2014) tingkah laku modal sosial penduduk secara langsung digambarkan melalui norma, nilai dan aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Dari hasil penelitian, penulis mengelompokkan peran norma pada proses pengembangan usaha dalam beberapa dua tipe, yaitu norma kesopanan dan norma kejujuran.

Pertama Kesopanan, bentuk norma dari karyawan kepada Pemilik dan Pelanggan kesopanan merupakan salah satu norma yang diterapkan pedagang Burjo, hal ini dilakukan untuk memanimalisir terjadinya anggapan negatif, terutama anggapan dari pemilik dan karyawan, artinya hal ini akan berpengaruh terhadap loyalitas pemilik terhadap karyawanya terlebih kepada anggapan pelanggan. Hal serupa disampaikan oleh Fukuyama bahwa sanksi sosial dapat berfungsi sebagai komplementer untuk merangsang mekanisme efek moda sosial terhadap kinerja ekonomi. Agar lebih jelas berikut penuturan beberapa informan.

Kang Dadang

“Jelas kalau mau disenangi banyak orang yah mesti sopan, saya sama karyawan saya memang senang sama orang yang murah senyum mudah akrab dengan orang karena ini ngaruh sama jualan juga” (Wawancara 5 Agustus 2015)

Kang Sahim

“Ia pasti harus sopan sih ramah sama pembeli, kalau gak ramah melayani pembeli pasti sepi, orangkan pasti nyari yang nyaman, tidak selalu nyari barang murah jualan murah tapi karyawanya tidak santun yah pasti orang malas dateng” (Wawancara 7 Agustus 2015)

Hal ini juga dipertegas oleh beberapa penuturan dari responden yang sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa

Dewo (Mahasiswa)

“Yah selain dekat dari kos memang juga pedagang Burjo pada mudah akrab dengan pembeli, jadinya bikin orang betah apalagai kalau uda sering kesana kan pasti kita mau ke warung lain juga uda malas .” (wawancara 3 Juli)

Kiki (Mahasiswa)

“Ne,,, aku paling karena kebanyak teman-teman sukanya nongkrong disitu aja sih,,,.” (wawancara 3 Juli).

(11)

Guruh (Karyawan)

“Nyaman wae sih ,,, orang burjonya pada ramah-ramah,,, trus tempat untuk nongkrong juga enak karena aga terbuka tempatnya,,,.” (Wawancara 5 juli)

Vita ( Mahasiswa )

Seneng aja sih, nek (kalau) lagi suntuk di kost paling ikut nongkrong mbe (sama) temen-temen yang emang kenal aja sih kadang, kebetulan juga kenal sama yang jual dan akrab”

Gambar 1.4. Pembeli

Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa keberlangsungan usaha Burjo juga sangat ditentukan dengan terciptanya prinsip kesopanan dalam melayani para pembeli. Bagi pedagang Burjo, harga jualan murah tidak selalu menjadi alasan utama larisnya sebuah dagangan tetapi juga modal keramahan dan bagaimana menciptakan suasana nyaman bagi pelanggan juga sangat berpengaruh.

Kedua, kejujuran; norma ini lebih kepada pembagian waktu kerja para karyawan, dan juga kejujuran selama proses bekerja berjalan. Pada pedagang Burjo umunya jumlah karyawan adalah satu sampai tiga orang, waktu mereka kerja ditentukan oleh pemilik, ada yang jam kerja dari pagi sampai 6 sore dan ada yang 6 sore sampai jam 12 malam, pembagian jam kerja ini dilakukan berdasarkan kesepakatan yang di buat antara pemilik dan karyawan. Ada juga yang pemilik sekaligus menjadi karyawan artinya pemilik juga ikut dalam jam kerja, hal ini terkadang dilakukan apabila jumlah karyawanya jumlahnya hanya satu, atau juga pas lagi ramai pembeli. Aturan yang di buat pemilik tidak terlalu mengikat artinya hanya diberlakukan sanksi gaji di potong jika seandainya ada karyawan yang melanggar jam kerja yang telah ditentukan. Tapi di survey yang dilakukan penulis tidak ditemukan

(12)

adanya sanksi yang dilanggar oleh karyawan, untuk mengkaji lebih mendalam berikut penuturan dari beberapa karyawan Burjo.

Kang Udin

“Aturanya cuma harus buka tepat waktu aja,,,,, dengan harus teliti pas bekerja selain itu juga harus ramah, sama pembeli” (wawancara 26 Juli)

Kang Maman Herliman

“Belum pernah ada sanksi sih sejauh ini, yah gak mungkin ada yang langgar pemiliknya tinggal sama-sama juga, paling ada yang langgar jam kerja misalkan buka lebih terlambat dari jam yang telah ditentukan.” (wawancara 28 Juli)

Kang Cecep

“Jarang ya karena bos juga tinggal sama-sama dengan kita di warung jadi karyawan ada yang mau langgar aturan kan pasti mikir, mungkin ada sih di tempat lain Cuma di sini mah kayaknya belum pernah, di tempat lain juga kalau Burjo di sekitar sini gak ada tu”. (wawancara 29 Juli )

Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa para karyawan Burjo dalam hal kepercayaan cukup berhasil karena tidak ditemukan adanya pelanggaran atau sanksi yang diberikan pemilik kepada karyawanya.

Sementara dari aktivitas para karyawaan saat bekerja juga menjadi hal penting di mana tidak semua orang di beri kepercayaan, menjalankan kepercayaan tersebut secara jujur, untuk melihat lebih jauh bagaimana kejujuran yang di ciptakan para karyawan Burjo maka peneliti menyajikan data wawancara sebagai berikut.

Kang Wawan

“Di burjo ini kan sudah serba di atur sama Bos jadi kita hanya menjual aja taunya, jadi kalau mau aneh-aneh jelas gak bisa, bos juga sudah catat berapa persediaan barang yang di jual.”(wawancara 2 Agustus 2015)

Kang Yayan Herianto

“Kita dengan karyawan lainya ibarat sedang bersaing bagaimana supaya kita dipertahankan oleh bos jadi pasti pada berusaha menunjukan sisi baik termasuk sifat jujur.”(Wawancara 2 Agustus 2015) Kang Robeth

“Kalau di tanya itu mungkin semua akan jawab jujur sih mas, tapi kalau untuk Burjo sendiri sepertinya pada jujur-jujur semuah tu karyawanya, soalnya yang kerja juga paling keluarga sendiri, atau nda teman dekat aja sih”. (Wawancara 2 Agustus 2015)

(13)

Neneng Hismawaty

“Kalau saya sih mikirnya saya nyari kerja susah-susah trus uda dapat kerjaan pasti saya jalani pekerjaanya dengan baik, itu aja intinya kalau namanya orang yang tidak jujur pasti tidak disenangi orang kan, kan sayang gara-gara kayak gita di pecat kan nyari lagi kerjaan baru”.(Wawancara 2 Agustus 2015)

Dari penuturan di atas memang agak berbeda-beda tetapi yang dapat ditarik sebagai kesimpulan adalah, bahwa para karyawan Burjo masing-masing memiliki asumsi sendiri tentang kejujuran dalam bekerja, dari asumsi tersbut tidak ditemukan dari mereka yang melanggar aturan yang di di buat oleh pemilik dalam hal ini adalah ketidak jujuran dalam bekerja. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Fukuyama bahwa rasa percaya dapat membuat orang bertindak sebagaimana yang diarahkan oleh orang lain karena ia meyakini bahwa tindakan yang disarankan orang lain tersebut merupakan salah satu bentuk pembuktian kepercayaan yang diberikan kepadanya (Coleman (2009 : 418)

4.3. Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga

Proses dalam memenuhi kebutuhan manusia tentu tidak terlepas dari cara bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkunganya, demikian halnya dengan masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan dan pedesaan mereka akan melakukan aktivitas berdasarkan kekayaan alam karakteristik budaya, sosial, ekonomi, yang ada di sekitarnya dalam rangka memenuhi keberlangsungan hidupnya. Jika dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup ternyata mengalami masalah, maka masyarakat sebagai kelompok orang yang saling berinteraksi akan mengoptimalkan relasi-relasi sosial yang ada, baik secara individu maupun sebagai kelompok.

Masyarakat pada umumnya berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah sosial yang berbasis pada kekerabatan, kekeluargaan atau pertemanan. Oleh karena itu selalu ada strategi atau langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan sosial ekonomi, sehari-hari sehingga dapat melangsungkan hidupnya. Setiap orang melakukan perjuangan dipastikan atas dasar pemikiran rasional untuk mencapai tujuan tertentu.

Keberlangsungan usaha pedagang Burjo, sangat ditentukan oleh kepribadian dari pedagang Burjo itu sendiri, kepribadian yang dimaksudkan adalah kejujuran, dan tentunya loyalitas dalam

(14)

bekerja, jika merujuk pada pandangan Putnam mengatakan bahwa, kejujuran, kepercayaan, dan loyalitas itu adalah fitur fitur kehidupan sosial, di mana dengan pendekatan tersebut sangat memungkinkan untuk digunakan oleh partisipan untuk berbuat bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama (Putnam) .

Keberlangsungan Usaha dalam penelitian dikaji dengan mengadaptasi beberapa aspek-aspek penting dalam suatu usaha, antara lain yaitu :

(1) Permodalan yang meliputi segala sesuatu tentang modal yang dipakai dan cara menjalankannya. (2) Sumber Daya Manusia yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja.

(3) Produksi yang meliputi bahan baku dan sarana prasarana.

(4) Pemasaran yang meliputi Pengembangan produk (desain produk, penganekaragaman hasil), riset komunikasi, distribusi , penetapan harga dan pelayanan. Dalam pengkajian keberlangsungan usaha tersebut, yaitu keberlangsungan permodalan, keberlangsungan sumber daya manusia, keberlangsungan produksi dan keberlangsungan pemasaran, menitik beratkan dan bersumber pada tiga kata kunci yang tersirat dalam definisi keberlangsungan usaha yaitu memenuhi kebutuhan, mengembangkan sumber daya dan melindungi sumber daya.

4.3.1. Keberlangsungan Permodalan

Permodalan merupakan suatu aspek terpenting dalam menentukan suatu keberlangsungan usaha, karena tanpa modal dalam hal ini modal uang suatu usaha tidak dapat berjalan atau tidak dapat dibangun atau dirintis kembali.

Pengusaha Pedagang Burjo di Salatiga, dalam memenuhi kebutuhan akan modal untuk usaha ada yang berasal dari modal sendiri dan ada yang merupakan modal pinjaman. Modal sendiri (modal perorangan) merupakan modal yang berasal dari uang pribadi pengusaha, bisa merupakan modal usaha yang sejak dulu ada karena usahanya merupakan usaha rintisan atau bisa merupakan murni modalnya pengusaha sendiri datang dari kantongnya. Modal pinjaman merupakan modal yang diperoleh dengan cara meminjam baik itu meminjam kepada orang atau lembaga keuangan seperti Bank. Berikut hasil wawancara yang dilakukan ke beberapa pemilik Burjo.

(15)

Kang Wanto

“Awalnya saya merintis usaha saya sebenarnya, tidak yakin karena mengingat pendidikan saya hanya lulusan SMP mana mungkin mampu mengembangkan usaha ini, tapi karena terinsipirasi dari pedagang-pedagang lain yang bahkan hanya lulusan SD tapi bisa sukses dalam berdagang, yah sudah saya mulai mencoba dengan bermodalkan uang seadaanya dan juga di beri pinjaman keluarga terdekat yah alhamdulilah hari ini bisa jualan .” (Wawancara 28 Juli)

Hal serupa juga di sampaikan pemilik Burjo yang warungnya terletak di Kemiri 1 Kang Abidin

“Saya awalnya membuka warung Burjo awalnya karena beberapa keluarga saya sebelumnya memang membuka warung Burjo juga, boleh dikatakan saya hanya melanjutkan usaha keluarga, Cuma dalam hal modal saya pakai modal sendiri ada sih pinjaman Cuma dari keluarga sendiri, kalau pinjam ke BANK nanggung karena buka usaha Burjo modal tidak terlalu banyak jadi mending kalau mau pinjam yah sesama keluarga saja.” (Wawancara 3 Juni 2015)

Kang Ipin

“Saya pake modal sendiri hasil tabungan saya dengan istri”. ( Wawancara 8 Juni 2015) Kang Udin

“Modal sendiri, ada sih pinjaman sama keluarga di kampung cuma itu untuk nambah-nambahin kekurangan sih” (Wawancara 9 Juni)

Melihat penuturan di atas dapat di lihat bahwa pemilik usaha Burjo di Salatiga biasanya modal mereka berasal dari dua sumber yaitu :

1. Modal sendiri 2. Modal Pinjaman

Pengusaha-pengusaha Burjo ini untuk menambah modal permodalan, biasanya mereka meminjam di keluarga terdekat, seperti di ungkapkan kang Dadang pemilik Burjo Domas “Dalam membuka usaha Burjo kalau modal kurang mencukupi kami pinjam ke keluarga, ada juga sih pinjam ke orang lain tapi itu kalau sudah sangat kepepet”. Kang Dadang menganggap modal sudah cukup apabila sudah bisa menyewa lahan untuk jualan dan modal produksi, berikut penuturan Kang Dadang

(16)

Kang Dadang

“tidak meminjam modal kesiapapun semua bersal dari modal sendiri,pokoknya sedikit-sedikit cukuplah, yang penting uda bisa sewa tempat aja nanti isinya pelan-pelan kalau rejeki yah pasti nambah.”( Wawancara 27 Juli)

Dalam menjalankan permodalan supaya sirkulasi modal tetap berjalan dengan lancar para pengusaha memiliki strategi, strategi merupakan alat mencapai suatu tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya (Chandler, 1962).

Strategi yang sering kali dijalankan pengusaha Burjo untuk menjaga supaya sirkulasi permodalan tetap berjalan denga lancar tampa hambatan, seperti ungkapan informan Kang Abidin dalam membeli kebutuhan dagangan caranya adalah dengan belanja mingguan dan juga menetapkan hari ramai pelanggan, selain itu juga dalam berbelanja kebutuhan dagangan saya mengunakan system langganan, yang terpenting juga adalah pembukuan harus ketat, berikut penuturan Kang Abidin.

Kang Abidin

“Saya belanja mingguan jadi kalau seminggu gak habis kan jangka waktu kadarluwarsa barang dagangan kan tidak cepat jadi kerugian modal bisa antisipasi. Trus jumlah barang yang di beli harus di target dengan melihat aktivitas pelanggan sehari-hari, kalau misalkan hari libur yang mending beli barangnya sedikit saja karena dapat dipastikan pelangganya tidak terlalu banyak, apalagi tempat saya lingkungan kampus” (Wawancara 21 Juli 2015)

Bila ditarik lebih jauh aspek permodalan (keuangan) merupakan faktor penunjang dan pendukung keberhasilan dalam berwirausaha dalam hal ini Usaha Burjo, permodalan dalam hal keuangan ini dapat dipergunakan untuk modal operasional pengolahan usaha, seperti untuk produksi, biaya produksi, pembelian bahan baku, promosi, pemasaran, membayar upah Karyawan dan sebagainya.

4.3.2. Keberlangsungan Sumber Daya Manusia

Keberlangsungan sumber daya ini merajuk pada individu-individu yang ada dalam sebuah organisasi (Ruky, 2003). Sumber daya manusia atau lebih sering disebut tenaga kerja merupakan suatu potensi, jika kekuatan sumber daya manusia ini ditingkatkan kualitas dan kompetisinya. Untuk meningkatkan potensi tenaga kerja sangat perlu dilakukan suatu pelatihan-pelatihan ketrampilan,

(17)

pengarahan secara terus menerus dari pemilik usaha, karena hal ini penting bagi kemajuan dari usaha khususnya Usaha Burjo.

Dalam meningkatkan kualitas pekerja pemilik usaha Burjo lebih kepada pendekatan kekerabatan artinya dalam memilih karyawan mereka memprioritaskan sanak keluarga atau setidaknya satu wilayah dengan pemilik. Dalam proses perekrutan karyawan, persyaratan untuk bisa diterima sebagai karyawan Burjo tidak ketat, artinya yang di utamakan adalah hanyalah loyalitas kerja dan kejujuran, seperti yang dikatakan oleh salah seorang karyawan Burjo yang ada di Kemiri 1 :

Udin (Karyawan Burjo kemiri 1)

“Dulu saya dapat informasi dari teman kalau kang Abidin (pemilik Burjo Kemiri satu) lagi butuh karyawan di tempatnya, kebetulan kan saya kenal jadi ngomongnya ma enak kalau saya butuh kerjaan, dan kebetulan juga gak ada kerjaan cuma nganggur di kampung, mau cari kerja lain kan paling gak ada, mau gimana ijazah cuma smp mana ada yang nerimah, kalau di burjo ma ijazah nda terlalu di utamakan yang penting mau kerja aja” ( Wawancara 27 Juli 2015)

Hal yang agak berbeda yang disampaikan oleh Kang Arif dan Galang salah seorang karyawan Burjo di Domas dan Kemiri Barat,

Kang Arif

“Saya ma dulu di suruh kerja sini karena kebetulan kang Dadang (pemilik), rumahnya dekat dengan saya jadi dia liat keseharianku hanya di rumah gak ada kerjaan, makanya karena mungkin dari itu Kang Dadang prihatin makanya di tawarinlah saya untuk ikut dia ke Salatiga untuk kerja di burjonya, dulu persyaratanya cuma sebatas arahan saja, cuma di tanya kalau mau sukses yah kerja apa pun harus jujur dan ramah sama pelanggan cuma seperti itu doang, saya ma gak pernah dimintain ijazah yang penting bisa itung-itungan udah gitu aja” (Wawancara 5 Agustus 2015)

Kang Galang

“Gak ada persyaratan sih, cuma paling kita di beri tau strategi dalam berbelanja kayak pembukuan trus cara buat makan agar sama dengan Burjo lainya, cuma itu aja sih, trus kalau soal jujur ma itu pasti juga di minta ” (Wawancara 5 Agustus 2015)

Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa para pedagang Burjo sangat menampakan bahwa sumber daya manusia tidak selalu dilihat dari latar belakang pendidikan, artinya dengan modal spirit bekerja dan juga loyalitas juga bisa menjadi modal utama dalam melangsungakan sebuah usaha. Selain itu juga kekompakan dan kebersamaan membangun sebuah usaha adalah salah satu keunggulan mereka. Prinsip mereka yang penting kita semua bisa mencari nafkah bersama-sama tidak perlu ada kata unggul, yang penting kita kebagian kerja itu sudah nilai kebersamaan, kalau belum

(18)

mampu mendirikan usaha awali dulu menjadi karyawan. Hal serupa yang di ungkapkan oleh Kang Agus dulunya hanya karyawan di salah satu Burjo dan sekarang sudah mampu mendirikan Burjo sendiri, berikut penuturannya.

Kang Agus

“Dulu mah saya karyawan di Jakarta usahanya juga yah Burjo, 3 tahun saya kerja sambil nabung akhirnya bisa punya modal trus disuruh buka Burjo baru sama bos saya dulu, akhirnya saya mencoba merantau ke Salatiga kebetulan sudah ada teman di sini, sambil dibantu keluarga separuh dalam permodalan alhamdulilah saya bisa buka Burjo sendiri” (Wawancara 5 Agustus).

Dari hasil lapangan di atas tentang keberlangsungan sumber daya manusia pedagang Burjo di Salatiga dapat diketahui bahwa yang utama dalam memulai usaha adalah tekad yang kuat serta kesabaran, dan juga loyalitas. Dari survey lapangan dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang Burjo hanya lulusan SMP, artinya secara kapasitas mungkin pada level permainan strategi menjalankan usaha mereka akan kalah. Namun mereka cukup berhasil mensiasati hal tersbut dengan menjadikan prinsip kekeluargaan sebagai strategi awal sehingga mereka mampu survive dalam menjalankan usaha mereka.

4.3.3. Keberlangsungan Penjualan

Dasar penjualan atau pemasaran adalah konsep kebutuhan manusia. Manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang bersifat kompleks, yang meliputi kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan, kebutuhan sosial rasa memiliki dan dimiliki dengan kasih sayang, dan kebutuhan pribadi untuk mendapatkan pengetahuan dan ekspresi diri. Kebutuhan-kebutuhan sosial dan kebutuhan pribadi tersebut tidak dijumpai di perbelanjaan manapun

Pengembangan penjualan, distribusi untuk memenuhi kebutuhan barang jasa oleh konsumen maupun industri pengguna (jaringan pemasaran), penetapan harga, pelayanan pada konsumen dan persaingan, merupakan segala sesuatu aktivitas yang berhubungan dengan keberlangsungan pemasaran.

Menu yang di jual oleh pedagang Burjo adalah sebagian besar menu instant, seperti Indo Mie, Kopi Sachet, ada pun beberapa makanan lainya seperti nasi Sarden, Bubur Kacang Ijo, selain itu juga Burjo terkadang menerima titipan dari orang lain untuk di jual yaitu berupa gorengan. Hal ini hampir

(19)

semua Burjo di Salatiga menjual menu yang sama itu alasanya kehadiran Burjo menjadi unik dan memiliki ciri khas sendiri dalam usahanya.

Dalam pemilihan tempat berjualan para pengusaha Burjo identik dengan lingkungan Kampus dan juga lingkungan pabrik, karena di sekitar itu pula akan bersebaran kos-kosan para mahasiswa dan para karyawan pabrik. Di kota Salatiga khususnya, keberadaan Burjo di dominasi di satu kecamatan yaitu kecamatan Sidorejo, di mana di kecamatan inilah terletak Kampus UKSW dan juga pabrik, dari 18 Burjo yang ada di Salatiga untuk saat ini semuanya terpusat di daerah yang tidak jauh dari kampus. Dari hasil lapangan di temukan beberapa alasan dari para pemilik Burjo terkait keberadaan Burjo selalu berada dilingkungan Kampus dan juga Pabrik.

Kang Agus

“Kalau dekat kampus kan mahasiswa pasti sebelum berangkat kuliah atau sepulang kuliah kan terkadang masi suka nongkrong tu jadi otomatis akan laris apalagi Burjo mah yang dijual yah paling kopi, mie,,kalau yang saya amatin selama ini kan pelajar lebih senang ngopi-ngopi sambil nongkrong bareng”. (Wawancara 5 Agustus 2015)

Kang Abidin

“Mahasiswa kan suka nongkrong, yah jadi kita sesuaikan saja dengan apa yang kita jual dengan kesenangan pelanggan, trus kecenderungan kan kalau mahasiswa seharian full itu aktivitas selalu ada jadi pasti ada saja yang mampir” (Wawancara 6 Agustus 2015)

Kang Rohim

“Burjo saya kan dekat koskosan jadi anak-anak mahasiswa kalau mau keluar jauh kan uda pada malas jadi pasti larinya kesini, apalagi cuma mau beli indo mie apa kopi. Yah tidak semua mahasiswa sih yang jajan ada juga tu warga-warga sini yang kebetulan lewat trus mampir”( Wawancara 6 Agustus 2015) Kang Ungkus

“Kalau milih lingkungan kampus sih karena memang namanya kampus kan pasti mahasiswa banyak yah, dan itu aktivitasnya di situ-situ aja jadi kita kalau jualan setidaknya adalah pelanggan yang pasti, apalagi dekat kos-kosan biasanya kalau pagi kan mereka senangan ngopi sarapan jadi pasti adalah yang jajan” (Wawancara 6 Agustus 2015)

Dari penuturan informan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha Burjo lebih condong kepada lingkungan kampus dengan alasan, mahasiswa di luar aktivitas kuliah kebanyakan memilih untuk

(20)

mencari tempat yang nyaman untuk nongkrong sambil minum kopi atau makan. Selain itu juga ciri khas warung Burjo di desain sederhana harga terjangkau dan juga menu yang disajikan sebagian besar menu instan menjadi alasan para mahasiswa untuk menghabiskan waktu di Burjo. Untuk menjawab lebih jauh tentang peran modal sosial antara pelanggan dan pedagang Burjo, maka berikut disajikan hasil wawancara dengan beberapa pelanggan.

Budi (Mahasiswa)

“Uda dari dulu sih saya memang senang nongkrong di Burjo, apalagi kita akrab dengan para penjualnya, trus pada ramah-ramah semua juga tidak terlalu basa basilah aturanya kalau di Burjo, yah teman-teman juga kebanyakan di sini semua jadi yah semakin betah” (wawancara 6 Agustus 2015)

Acep (Karyawan)

“Nyaman aja sih mas meskipun jarak tempat tinggal saya hitungan jauh karena daerah Salib Putih, asik aja sih apalagi di sini kebanyak orang-orang dari luar jawa yang pada jajan jadi senang aja rasanya kita saling kenal dengan mereka, trus orang Burjonya juga sopan-sopan semua yah hitunganya kalau disini tu kita mau ngapain aja kayak bebas aja gitu” (wawancara 6 Agustus 2015)

Ricky (Mahasiswa)

“Beta kebetulan kos dekat jadi mau pi mana lagi, su akrab dengan dong yang jual, apalagi katong pu teman-teman banyak stay di sini, baru kalau son ada uang bisa utang dulu karena dong su percaya juga jadi su jadi biasa sa” (saya kebetulan kos dekat jadi mau ke mana lagi , sudah akrab dengan mereka yang jual, apalagi saya punya teman-teman ada semua di sini. Baru di sini juga kalau tidak ada uang bisa utang dulu, karena mereka yang jual sudah percaya) (wawancara 7 Agustus 2015)

Alwin (Mahasiswa)

“Disini enak saya kalau makan di sini di tulis saja jarang langsung bayar nanti kalau su (sudah) ada uang baru kasi lunas samua (semua), setiap hari juga teman-teman nongkrong di sini jadi seru to, minum kopi sambil main kartu” (wawancara 7 Agustus 2015)

Sementara itu dari tanggapan warga yang juga sering jajan di warung Burjo mengatakan; Mas Danang

“ Menurut saya yang membedakan warung yang lain dengan Burjo yaitu jualanya yang memang semuanya pelayananya cepat, yah cuma jual Indo Mie, trus kacang Ijo yang memang sudah matang tinggal di panasin kalau ada yang mau pesan, kayak rokok mereka kan nda jualan bungkusan tapi ketengan jadi yah bisa mengikuti isi kantong.”( wawancara 7 Agustus 2015)

(21)

“Burjo kan selalu buka lebih awal jadi hampir tiap pagi sebelum kerja minum kopi dulu atau sarapan, jadi otomatis kita sudah sangat akrab dengan yang jual karena sudah akrab jadinya keseringan.” (wawancara 7 Agustus)

Bu Tri

”Nek aku paling tumbas bubur kacang ijo mas, nukokne anakku nek ra putuku. Tur cedak omah juga, wes kenal sing dodolan. Males niku lhe mas nek adoh ki” ( kalau saya paling beli bubur kacang hijau mas, beliin anakku atau cucuku. Apalagi dekat rumah juga, sudah kenal yang jualan. Males itu lho kalau jauh) (wawancara 8 Agustus)

Dari penuturan beberapa responden di atas dapat di gambarkan bahwa larisnya usaha-usah Burjo sangat ditentukan dengan keberadaan Burjo yang selalu berada di lingkungan yang padat penduduk seperti lingkungan kampus. Selain itu juga modal sosial yang dimiliki para pedagang Burjo sangat terlihat lewat tindakan yang dilakukan saat melayani pembeli. Jiwa melayani, kejujuran, dan kepercayaan yang dimilik para pedagang Burjo membuat mereka selalu berpikir positif menanggapi segala bentuk interaksinya dalam berdagang.

4.4. Peran Modal Sosial Terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo

Kegaitan berdagang yang dilakukan oleh pedagang Burjo menjadikan mereka melakukan proses interaksi dengan orang-orang disekitarnya. Hubungan-hubungan yang dibangun oleh para pedagang Burjo di Salatiga bukanlah hubungan yang tampa arti melainkan terdapat peran modal sosial didalamnya. Melalui peran modal sosial tersebut maka para pedagang Burjo dapat memberdayakan usaha mereka dalam persaingan pasar, khusunya dalam berdagang.

Peran modal sosial terhadap keberlangsungan usaha pedagang Burjo, dengan mengacu pada di mensi modal sosial yaitu, Trust, Jaringan dan Norma.

Trust lebih kepada kepercayaan yang terbangun antara pedagang dengan karyawanya dan juga kepada pembeli. Dalam hubungan yang di bangun antara pemilik dan karyawan tidak hanya sebagai hubungan partner dalam berjualan, tetapi lebih kepada pemahaman kekeluargaan, atau dalam isitilah pedagang Burjo lebih suka mengunakan istilah kerabat.

Dari data wawancara yang dilakukan peneliti di temukan bahwa pemahaman keluarga bagi pedagang Burjo adalah kesiapan dalam membangun sebuah usaha secara bersama-sama, artinya keluarga tidak hanya dilihat sebagai ikatan hubungan darah tetapi lebih kepada kebersamaan.

(22)

Hubungan kekerabatan yang dimiliki kelompok pedagang Burjo telah menjadi nilai-nilai bersama bagi mereka bahwa ikatan keluarga dianggap sebagai ikatan batin yang kuat dibandingakan dengan orang luar keluarganya. Hubungan kekerabatan masih dianggap penting dan utama di kalangan pedagang Burjo karena anggota keluarga yang lain adalah bagian dari sebuah kalangan pedagang dengan anggota keluarganya. Dengan kata lain ikatan keluarga muncul sebgai perasaan yang kuat dan sudah terbentuk di dalam masyarakat, khususnya pedagangn Burjo.

Bagan 4.2 : Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan UsahaPedagang Burjo di Salatiga

Keberlangsungan Permodalan

 Menjaga sirkulasi permodalan

 Mencegah dan mengatasi modal macet Keberlangsungan Penjualan  Pemilihan tempat berjualan  Pelayanan pada konsumen  Persaingan  Penetapan harga Keberlangsungan Sumber Daya  Kekompakan  Loyalitas  Spirit bekerja

 Tekad yang kuat serta kesabaran

Kepercayaan Jaringan Norma

Relasi

Ketaatan

Perluasan Saudara, Teman dan Relasi Usaha

Kejujuran

Kekeluargaan

Norma saling menghargai, saling menguntungkan (terkandung nilai pencapaian) dan aturan yang dibuat dengan asumsi

kekompakan dalam membuat aturan mulai dari harga jualan dan juga jenis menu yang di jual. Kerja Sama

Keberlangsungan Usaha

(23)

4.5. Refleksi Penelitian

Modal sosial pedagang Burjo di Salatiga sebagian besar teraplikasi dalam pelayanan mereka terhadap pelanggan, keramahan dan sifat merendah kepada pelanggan adalah hal yang pertama akan kita jumpai jika berkujung ke warung mereka. Lebih jauh lagi jika memahami para pedagang Burjo di sana kita akan menemukan bagaimana mereka membangun pemahaman tetang nilai kekeluargaan di tempat rantau atau yang bagi pedagang Burjo biasanya di sebut “kerabat”.

Kehadiran pedagang Burjo di Salatiga yang mana semuanya berasal dari Kuningan menjadi warna tersendiri di kalangan para pedagang yang ada di Salatiga. Menariknya adalah para pedagang Burjo membangun warung saling berdekatan, dan sebagian besara sasaran pasarnya adalah kalangan mahasiswa, tidak mengherankan jika di Jawa tengah di mana ada Kampus di sekitar itu ada Burjo seperti halnya di Salatiga. Jika di lihat dari jumlah pembeli yang datang warung Burjo bisa di sebut salah satu warung yang paling laris di Salatiga. Sistem kerja di pedagang Burjo sangat sederhana karena pemilik Burjo sekaligus mengambil peran jadi karyawan juga, jika kita berkunjung ke Burjo kita bisa melihat jumlah orang yang berjulan di masing-masing Burjo paling banyak adalah 3 orang, sistem kerja mereka adalah bagi waktu ada yang shift pagi sampai sore dan juga ada yang malam.

Keberhasilan pedagang Burjo dapat dilihat dari jumlah Burjo yang berkembang di Salatiga terhitung dari tahun 2000 hingga 2015 jumlah Burjo sudah mencapai 23 Burjo. Bagi pedagang Burjo dalam berdagang hal yang paling utama yang harus dimiliki adalah kesabaran, dan pelayanan yang ramah kepada pembeli, sekalipun harga jualan kita mungkin jauh lebih murah di banding yang lainnya tapi pelayanan kita kurang baik maka bisa dipastikan pelanggan kita sangat kecil. Selain itu juga sesama

(24)

para pedagang Burjo dalam menjalankan usahanya kecenderungan mengunakan sistem kekerabatan untuk saling menopang sesama pedagang Burjo selama mereka ada di perantauan saat berjualan. Dalam pemahaman pedagang Burjo sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa istilah kerabat bagi pedagang Burjo tidak berarti harus memiliki hubungan dara tetapi orang yang siap bekerja sama dalam membangun sebuah usaha itu sudah termasuk sebagai kerabat.

Dari semua narasumber dalam hal ini adalah pedagang Burjo, semuanya bersepakat bahwa ramah sopan dan menciptakan kenyamanan pada pelanggan adalah prinsip utama yang digunakan para pedagang Burjo. Sementara dari para pelanggan yang sebagian besar adalah mahasiswa, mengutarakan beberapa pandangan yang beragam, ada yang mengatakan bahwa karena Burjo selalu ada di sekitar kos-kosan sehingga ramai pengunjung, juga ada yang mengatakan bahwa Burjo di anggap seolah-olah milik sendiri karena tidak ada aturan ketat seperti yang di gunakan warung-warung lainya, ada juga yang beranggapan bahwa warung Burjo menyediakan menu yang serba instant. Ragam pandangan ini sebenarnya tidak ada yang keliru melainkan semua berkonotasi dan dimiliki oleh semua pedagang Burjo.

Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa bukan hanya persoalan tempat yang strategis, namun yang lebih penting adalah trust yang dimiliki oleh pedagang Burjo, para pedagang Burjo bersepakat bahwa ada tata nilai yang mesti di anut, mulai dari penggunaan nama yaitu Burjo, keseepakatan harga jual dan meu yang di jual dan juga perluasan jaringan dengan basis kekeluargaan yang dalam hal ini adalah orang Kuningan. Ciri khas yang ditemukan dari penelitian ini adalah, para pedagang Burjo adalah orang yang berasal dari satu daerah Kuningan Jawa Barat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Fukuyama bahwa kekuatan modal selalu bergantung pada bagaimana individu menempatkan diri dalam aktivitas yang dilakukannya, pencapaian modal adalah efek dari pola yang individu bangun.

Jika melihat latar belakang pendidikan para pedagang Burjo sebagian besar pendidikan mereka adalah lulusan SD dan SMP. Hal ini peneliti berasumsi bahwa latar belakang pendidikan tidak selalu menjadi indikator keberhasilan seseorang, melainkan loyalitas kerja dan juga modal sosial sebagi hal yang harus di utamakan dalam mengembangkan sebuah usaha. Modal sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kepercayaan Norma dan Jaringan, ketiganya tidak bisa di ukur dari satu dimensi

(25)

melainkan satu kesatuan. Untuk lebih jelas hubungan segi tiga di bawa ini bisa menjadi acuan untuk melihat modal sosial.

Gambar 1.3 Hubungan Dimensi Modal Sosial (diolah 15 Oktober 2015)

Gambar segitiga di atas menunjukan bahwa ketiganya memilik umpan balik yang pada akhirnya berimplikasi kepada kekuatan segitiga dalam hal ini adalah survive jika hanya mengandalkan satu dimensi tiudak bisa dikatakn sebagi modal sosial, hal ini dipertegas oleh Putnam bahwa modal sosial menunjuk pada ciri-ciri organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi. jaringan horisontal yang terkoordinasi dan kooperatif itu akan menyumbang pada kemakmuran dan pada gilirannya diperkuat oleh kemakmuran tersebut.

Survive kepercayaan

Gambar

Gambar 1.2  Sumber : (wikipedia.com, diunduh 28 agustus 2015)
Gambar 1.2.  Burjo yang Pertama Kali Berdiri di Salatiga (2000), Kemiri 1.
Gambar 1.3.  Burjo Katineung di Domas
Gambar 1.4. Pembeli
+2

Referensi

Dokumen terkait

Namun perbaikan perekonomian terus dilakukan oleh pemerintah juga koperasi intako yang menaungi mayoritas dari pengusaha industri tas dan koper (Intako)

meningkat kapasitas pelayanan air bersih dengan mendaur ulang air sungai yang banyak tersebar didaerah perbukitan dengan metode pengerukan dasar sungai dan penurapan

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pembelajaran pendidikan tinggi, Universitas Darma Persada menyusun “Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan” yang mencakupi hak dan

Rincian 7 : Nilai Premi dan Nilai Klaim menurut Jenis Penutupan tahun 2012. Nilai premi dan nilai klaim baik yang diterima maupun yang dibayar dari masing-masing jenis penutupan

HASiL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REyIEW KARYA ILMIAH:JURNALILMIAH. CORRELAT10N OF BLAStt PERCENTAGE TO CD34 0F BONE MARROW IN

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PERASAAN KESEPIAN PADA USIA LANJUT DI PADUKUHAN.. KRAMEN SIDOAGUNG, GODEAN, SLEMAN

bagi yang di luar Jakarta pada Bank Indonesia setempat. Bagi nasabah yang sudah ditutup rekeningnya

mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran perubahan 2015, seperti tersebut dibawah