14 2.1 Kajian Pustaka
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai teori-teori yang mendukung dari berbagai sumber dan hasil – hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini yang meliputi penelitian terdahulu, dan teori pendukung lainnya. Uraian yang ada pada kajian pustaka dibawah ini diharapkan dapat memberikan landasan ilmiah mengenai perumusan metode, arah penelitian dan pemecahan masalah.
2.1.1 Keseimbangan Kehidupan-Kerja ( Work-Life Balance )
2.1.1.2 Definisi Keseimbangan Kehidupan-Kerja ( Work-Life Balance ) Dalam bekerja seorang pegawai harus bisa menyeimbangkan waktu ketika bekerja dan waktu sebelum-setelah bekerja. Schermerhorn dalam Ramadhani (2013) mengungkapkan bahwa Work-Life Balance adalah kemampuan seseorang dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sejalan denganya teori diatas Work-Life Balance diartikan sebagai kemampuan seorang individu dalam memenuhi pekerjaan dan komitmen berkeluarga mereka serta tanggung jawab non-pekerjaan lainnya. Delecta (2011) dalam Ganapathi (2016 :126).
McDonald dan Bradley (2005) dalam Pangemanan et.al (2017: 2) menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja adalah sejauhmana
seseorang merasa puas dengan menjalankan segala peran dalam kehidupan diluar dan didalam pekerjaannya. Tingkat kepuasan menjalankan peran ganda dalam individu berkenaan dengan keseimbangan dengan mempertahankan segala aspek dalam kehidupannya. Hudson (2005:3)
Work-Life Balance merupakan konsep luas yang melibatkan prioritas pekerjaan (karir dan ambisi) dan dengan kehidupan (kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembangn spritual). Singh dan Khana (2011). Kemudian Noor (2011) memaparkan lebih spesifik mengenai Work-Life Balance sebagai pengelolaan yang efektif atas pekerjaan dan aktivitas lain yang juga merupakan sebuah hal yang penting seperti keluarga, kegiatan komunitas, pekerjaan sukarela, pengembangan diri, wisata dan rekreasi.
Berdasarkan pengertian diatas keseimbangan kehidupan-kerja (work-life
balance) adalah keseimbangan kehidupan antara waktu untuk diri sendiri,
keluarga, teman, agama dan karir dimana seorang individu harus bisa mengatur untuk mengurangi kesenjangan antara kehidupan saat bekerja dan kehidupan pribadinya. Selain itu keseimbangan kehidupan kerja merupakan pemenuhan atas tutuntutan pekerjaan dengan tidak mengganggu kehidupan lain diluar pekerjaannya atau waktu yang tidak tercampur untuk urusan pekerjaan.
Secara umum berkaitan dengan waktu bekerja, fleksibilitas, kesejahteraan, keluarga, waktu luang dan sebagainya. Seorang individu harus mampu membagi peran pada kehidupan kerja maupun kehidupan pribadi karena keseimbangan akan mencapai tingkat kepuasan tersendiri bagai individu tersebut.
2.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Kehidupan Kerja ( Work-Life Balance )
Dibawah ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seorang individu meraih keseimbangan kehidupan-kerja menurut Paulose dan Sudarsan (2014:5) sebagai berikut :
1. Gender
Peran seorang individu berdasarkan gender adalah hal yang sering diterapkan dalam sistem pembagian tugas dilingkungan keluarga secara tradisional. Dengan demikian hal tersebut rentan mengalami konflik peran jika mereka terjundalam dunia kerja.
2. Perencanaan kerja
Perencanaan jam kerja yang fleksibel dan kebijakan – kebijakan kerja juga membantu pegawai untuk bisa menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan perannya di luar pekerjaan.
3. Dukungan Organisasi
Seperti mendapat dukungan dari atasan atau rekan kerja memberikan pengaruh untuk seorang pegawai bisa menyeimbangkan kehidupan-kerja nya. Semakin tinggi dukungan yang diberikan dan didapatkan di tempat kerja semakin tinggi pula keseimbanga kehidupan-kerja pegawai.
4. Dukungan Keluarga
Hal ini begitu penting karena awal mula kehidupan seorang pegawai adalah berasal dari kehidupan keluarga terlebih dahulu. Dengan mendapatkan
dukungan dari keluarga memberikan dampak energi positif untuk bekerja dengan baik hingga mencai Work-life Balance.
5. Job Stress
Ketidaknyamanan atau situasi tegang di lingkungan pekerjaan membuat pegawai cenderung tertekan dan mempengaruhi kehidupan baik pada pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
2.1.1.3 Keuntungan Menerapkan Program Work-Life Balance
Program keseimbangan kehidupan kerja memberikan manfaat yang baik bagi perusahaan atau organisasi dan bagi pegawai itu sendiri. Berikut ini adalah manfaat yang diterima jika diterapkannya program Work-Life Balance menurut Lazar (2010) dalam Pangemanan (2017 : 2) :
A. Bagi Organisasi
1. Mengurangi tingkat absensi dan keterlambatan pegawai. 2. Meningkatkan hasil kerja pegawai.
3. Adanya loyalitan dan komitmen seorang pegawai. 4. Tingginya retensi pelanggan.
5. Berkurangnya Turnover pegawai. B. Bagi Pegawai
1. Meningkatnya kepuasan kerja.
2. Semakin tingginya keamanan kerja (job security).
3. Meningkatkan kontrol terhadap lingkungan kehidupan-kerja. 4. Berkurangnya tingkat stres kerja
2.1.1.4 Indikator-Indikator Keseimbangan Kehidupan Kerja ( Work-Life Balance )
Indikator-indikator untuk mengukur Work-Life Balance menurut McDonald dan Bradley (2017) dalam Pangemanan et al.,(2017) terdiri dari:
1. Time balance (keseimbangan waktu), Time balance merujuk pada jumlah waktu yang dapat diberikan oleh individu, baik bagi pekerjaannya maupun hal-hal diluar pekerjaannya.
2. Involvement balance (keseimbangan keterlibatan), merujuk pada jumlah atau tingkat keterlibatan secara psikologis dan komitmen suatu individu dalam pekerjaannya maupun hal-hal diluar pekerjaannya.
3. Satisfaction balance (keseimbangan kepuasan). merujuk pada jumlah tingkat kepuasan suatu individu terhadap kegiatan pekerjaannya maupun hal-hal di luar pekerjaannya.
2.1.2 Kejenuhan Kerja ( Burnout )
2.1.2.1 Definisi Kejenuhan Kerja ( Burnout )
Melaksanakan pekerjaan yang telah diberikan oleh atasan pegawai dituntut untuk mengerjakan secara serius dan jika perlu dijadikan perioritas hal tersebut bisa menimbulkan kejenuhan (Burnout) terhadap pekerjaannya.. Maharani dan Triyoga (2012) menyatakani Burnout merupakani gejala kelelahan emosionali yang disebabkani oleh tingginyai tuntutani pekerjaani, yang seringi dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhani orang banyak.
Sari (2015) menyatakan bahwa Burnout syndrome adalah suatu kumpulan gejala fisik, psikologis dan mental yang bersifat destruktif akibat dari kelelahan kerja yang bersifat monoton dan menekan. Burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan. Ditunjukan seperti menjaga jarak dengan kolega maupun bersikap sinis kepada mereka, membolos, sering terlambat dan keinginan pindah yang kuat, Rahman (2007 : 219). Reaksi emosi negatif yang terjadi dilingkungan kerja saat seseorang mengalami tekanan yang berkepanjangan adalah kejenuhan kerja menurut Maslach (2005:2-3)
Dari penjelasan diatas Burnout adalah kejenuhan dalam bekerja, kelelahan secara fisik, emosional dan mental akibat dari keterlibatan dalam bekerja dengan jangka waktu yang panjang terhadap situasi yang penuh dengan tuntutan emosional menyebabkan penarikan diri dari lingkungan organisasi dan menurunnya pencapaian kinerja.
2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Burnout
Kejenuhan kerja (Burnout) pada diri seorang pegawai dipengaruhi oleh dua faktor menurut Sihotang (2004) yaitu :
1. Faktor Eksternal
Meliputi kondsi lingkungan kerja yang kurang baik, kesempatan mendapatkan promosi jabatan, imbalan yang diterima tidak mencukupi, kurangnya dukungan dari rekan kerja, dan tuntutan kerja yang monoton. 2. Faktor Internal,
2.1.2.3 Gejala-Gejala Burnout
Menurut Smith, dkk (2011) dalam Romadhoni (2015) gejala Burnout adalah sebagai berikut:
1. Gejala fisik, meliputi merasa lelah dan terkuras oleh waktu, menurunnya kekebalan tubuh, perubahan nafsu makan atau tidur.
2. Gejala emosional, meliputi merasa gagal dan selalu ragu dengan kemampuan, merasa tidak berdaya,kehilangan motivasi, semakin sinis, menurunnya kepuasan kerja.
3. Perilaku, meliputi lari dari tanggung jawab, menunda-nunda dalam menyelesaikan sesuatu, menggunakan obat-obatan atau alcohol dalam menyelesaikan sesuatu, frustasi.
2.1.2.4 Indikator Kejenuhan Kerja (Burnout)
Indikator Burnout menurut Maslach (2007) dalam Watuseke et,al (2019 : 1962) adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik, Seperti susah tidur, serangan sakit kepala, kurangnya nafsu makan, individu merasakan adanya anggota badan yang sakit. 2. Kelelahan emosional, Seperti depresi, mudah marah, cepat tersinggung. 3. Kelelahan mental, Seperti bersikap sinis terhadap orang lain, cenderung
merugikan diri sendiri, pekerjaan maupun organisasi.
4. Rendahnya penghargaan terhadap diri, Seperti individu tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja diri sendiri dan kurangnya motivasi.
5. Depersonalisasi, Seperti menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis,dan tidak peduli dengan lingkungan dan orang-orang
2.1.3 Kepuasan Kerja
2.1.3.1 Definisi Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2015:202) Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang ditunjukan pegawai karena pekerjaannya yang menyenangkan dan ia juga mencintai pekerjaanya. Keadaan emosional yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang adalah pengertian kepuasan dari Luthans (2006:243).
Perasaan positif mengenai pekerjaan yang dihasilkan dari evaluasi karakter-karakter pekerjaanya , Robbins dan Judge (2015) dalam Pangemanan et al., (2017:3) Seseorang individu bekerja dengan perasaan yang positif akan mememiliki kepuasaan kerja yang lebih tinggi begitu juga sebaliknya.
Isniar budiarti et al., (2018:139) menyatakan kepuasan kerja sebagai hasil kinerja seorang pegawai yang ditunjukan kepada perusahaan atau organisasi. Perasaan senang yang ditunjukan karena hasil pemenuhan nilai-nilai kerja dari persepsi pekerjaannya. Noe et al., (2006).
Kepuasan kerja merupakan perasaan mengenai hasil kerja yang diraih lebih baik daripada persepsi mengenai pekerjaan sebelumnya. Kepuasan kerja seorang pegawai bisa dilihat dari tingkat produktifitas dan seberapa besar kecintaannya terhadap pekerjaannya.
2.1.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Sutrisno (2010) Ganapathi (2016:127) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Faktor psikologis,
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.
2. Faktor sosial,
Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan maupun karyawan dengan atasan.
3. Faktor fisik,
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya.
4. Faktor finansial,
Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
2.1.3.4 Indikator-Indikator Kepuasan kerja
Banyak ahli menjelaskan indikator untuk mengukur kepuasan kerja salah satunya Hasibuan (2015:205) dalam Pangemanan et al., (2017) yang mengemukakan lima indikator mengenai kepuasan kerja, yaitu:
1. Komitmen
Mengukur kesetiaan pegawai dengan pekerjaanya, perusahaanya, jabatannya dicerminkan dengan pegawai bersedia menjaga dan membela perusahaannya didalam atau diluar dari orang lain yang tidak bertanggung jawab.
2. Kemampuan
Hasil kerja yang ditunjukan baik dari segi kualitas dan kuantitas sesuai dengan uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Mengerjakan tugasnya dengan memenuhi aturan dan perjanjian baik dengan dirinya sendiri maupun dengan pihak lain.
4. Kreatifitas
Kemampuan pegawai untuk mengerjakandan menyelesaikan tugas dengan mengembangkan kreatifitas sehingga lebih baik lagi.
5. Tingkat Upah
Gaji yang diberikan perusahaan harus seuai dengan apa yang diberikan oleh pegawainya.
6. Kompensasi tidak langsung
Pemberian balas jasa yang layak atas waktu, tenaga dan prestasi yang dicapai.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan yang nyaman dilihat dari fasilitas yang memadai, iklim kerja yang baik dan hubungan baik dengan atasan, rekan kerja serta bawahan. 2.1.4 Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini, disajikan daftar penelitian terdahulu atau teori yang telah dipaparkan atau dijabarkan sebelumnya.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Judul, Metode Penelitian,
Sample, Populasi Hasil
Persamaan Perbedaan 1. Januar Watuseke, Bernhard Tewal, Yantje Uhing (2019) Judul:
Analisis Pengaruh Burnout Dan Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Turnover Intention Karyawan (Studi Pada Pt. Jumbo Swalayan Manado)
Metode:
Teknik Analisis Jalur Sample :
Responden Sebanyak 76 orang.
Burnout berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepuasan kerja
Persamaan:
Variabel Burnout sebagai independen, dan Variabel Kepuasan kerja
Perbedaan:
Pada penelitian saya menggunakan Variabel Work-Life Balance dan Variabel Kepuasan kerja sebagai variabel dependen.
metode yang digunakan berbeda. Serta tempat penelitiannya pun berbeda.: 2. Albertus James, Sylvia Diana Purba. (2017) Judul:
Efek Moderasi Dukungan Organisasi Dan Mediasi Work-Life Balance Pada Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja (Studi
Kasus Karyawan Wanita Di Pt Bank Central Asia, Tbk.)
Metode:
Analisis jalur The Simple Mediation and Moderation Model Sample :
Sampel sebanyak 45 karyawan
Work-Life Balance memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja bagi para karyawan. Persamaan:
Variabel Work-Life Balance sebagai independen, dan Kepuasan kerja sebagai variabel Dependen
Perbedaan:
Pada penelitian saya menggunakan Variabel Burnout dan metode yang digunakan berbeda. Serta tempat penelitiannya pun berbeda.
No Nama
Judul, Metode Penelitian,
Sample, Populasi Hasil
Persamaan Perbedaan 3 Friane Livi P.Riane Johnly Pio Tinneke M. Tumbel (2017) Judul :
Pengaruh Work-Life Balance Dan Burnout Terhadap
Kepuasan Kerja Metode
Analisis Regresi Berganda Sample:
Sample jenuh sebanyak 32 responden Work-Life Balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Burnout berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja Persamaan :
Variabel yang digunakan dan metode yang dipakai
Perbedaan:
Tempat penelitian dan jumlah responden 4. Nur Intan Maslichah Kadarisman Hidayat (2016) Judul:
Pengaruh Work-Life Balance Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Pada Perawat Rs Lavalette Malang Tahun 2016)
Metode:
Analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial Sample :
Sampel yang diambil sebanyak 63 responden
Work-life balance, lingkungan kerja fisik, dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction. Persamaan:
Variabel Work-Life Balance sebagai independen, dan Kepuasan kerja sebagai variabel Dependen
Perbedaan:
Pada penelitian saya menggunakan Variabel Burnout dan metode yang digunakan berbeda. Serta tempat penelitiannya pun berbeda.
5. I Made Devan Ganapathi (2016)
Judul:
Pengaruh Work-Life Balance Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
(Studi Pada Pt. Bio Farma Persero) Metode:
Deskriptif dan kausal Sample :
Primer yang diperoleh dari wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada 92 responden serta data sekunder berupa dokumen dari perusahaan.
Work-Life Balance berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan. Persamaan:
Variabel Work-Life Balance sebagai independen, dan Kepuasan kerja sebagai variabel Dependen
Perbedaan: Pada penelitian saya
menggunakan Variabel Burnout dan metode yang digunakan berbeda. Serta tempat penelitiannya pun berbeda.
6. D.S.R. Adikaram Bank Associate, (2016) Judul:
Impact Of Work Life Balance On Employee Job
Satisfaction In Private Sector Commercial Banks Of Sri
Lanka Metode:
Korelasi dan Regresi Sample :
Jumlah sample sebanyak 150 responden Work-Life Balance mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Persamaan:
Variabel Work-Life Balance sebagai independen, dan Kepuasan kerja sebagai variabel Dependen dependen
Perbedaan:
Pada penelitian saya menggunakan Variabel Burnout.
No Nama
Judul, Metode Penelitian,
Sample, Populasi Hasil
Persamaan Perbedaan 7 Allan Cheng Chieh Lu, Dogan Gursoy. (2016) Judul:
Impact Of Job Burnout On Satisfaction And Turnover Intention: Do Generational Differences Matter?
Metode:
Statistik deskriptif dan Regresi
Sample : Sample sebanyak 677 Responden Burnout berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja Persamaan:
Variabel Burnout sebagai independen, dan Kepuasan kerja sebagai variabel Dependen dependen
Perbedaan:
Pada penelitian saya menggunakan Variabel Work-life balance 8 Y. P. s. Kanwar, A. K. Singh and A. D. Kodwani (2009) Judul:
Work-Life Balance And Burnout As Predictors Of Job Satisfaction In The It-Ites Industry
Metode:
Analisis Regresi
Sample :
Jumlah responden sebanyak 313 orang terdiri dari 218 pria dan 95 wanita Ditemukan bahwa Work-Life Balance berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan Burnout berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Persamaan :
Variabel yang digunakan dan metode yang dipakai
Perbedaan:
Tempat penelitian dan jumlah responden
2.2 Kerangka Pemikiran
Salah satu langkah dalam meraih tujuan adalah dengan cara dibentuk sebuah keseimbangan kehidupan-kerja. Oleh karena iu keseimbangan kehidupan-kerja adalah salah satu cara penting yang bisa membawa perusahaan atau organisasi mencapi tujuan dengan bersama-sama menuntaskannya. Selain itu kejenuhan dalam bekerja haruslah diminimalisir demi mengurangi resiko tidak tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tingkat kejenuhan pada diri seorang pegawai pun perlu dilihat seberapa besar berpengaruhnya
kepada hasil kerja yang dicapai. Pencapaian hasil kerja pun akan mempengaruhi kepuasan pegawai baik positif maupun negatif.
2.2.1 Pengaruh antar Variabel
Kerangka Pemikiran ini menjelaskan bahwa Keseimbangan kehidupan-kerja (X1) dan Kejenuhan kerja (X2) berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Pegawai (Y).
A. Pengaruh Keseimbangan kehidupan-kerja (X1) terhadap Kepuasan karyawan (Y)
Dalam jurnal Efek Moderasi Dukungan Organisasi Dan Mediasi
Work-Life Balance Pada Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja
(2017) oleh Albertus James, Sylvia Diana Purba. hasil dari penelitian ini yaitu
Work-Life Balance memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja bagi para
karyawan diukur melalui indicator kerjasama, kekompakan, dan kepercayaan yang membuat karyawan yakin dalam mengerjakan tugas-tugas lebih baik. Kemudian penelitian yang dilakukan
I Made Devan Ganapathi (2016) Pengaruh Work-Life Balance Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Studi Pada Pt. Bio Farma Persero adanya pengaruh antara Keseimbangan kehidupan-kerja dengan kepuasan kerja karyawan.
Hutcheson (2012:5) mengungkapkan bahwa:“Work-Life Balance adalah suatu bentuk kepuasan pada individu dalam mencapai keseimbangan
kehidupan dalam pekerjaannya”. Program Work-Life Balance yang diterapkan dalam suatu perusahaan diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepuasan kerja pada karyawan sehingga dapat menimbulkan semangat kerja bagi karyawan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya terhadap perusahaan.
B. Pengaruh Burnout (X2) terhadap Kepuasan Karyawan (Y)
Burnout atau Kejenuhan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara simultan untuk Work-Life Balance dan Burnout terhadap kepuasan kerja, didapati bahwa Work-Life Balance dan Burnout berpengaruh secara negatif signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulawesi Utara karyawan dimana karyawan mengalami kelelahan fisik, emosi dan berkurangnya prestasi personal yang berakibat turunnya kepuasan kerja karyawan. Pangemanan, Riane Johnly Pio Tinneke M. Tumbel (2017).
Pemaparan mengenai Burnout pun dikemukakan oleh Januar Watuseke,
Bernhard Tewal, Yantje Uhing. (2019) dalam junal Analisis Pengaruh
Burnout Dan Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Turnover Intention
Karyawan (Studi Pada Pt. Jumbo Swalayan Manado) mendapatkan hasil bahwa kejenuhan yang pengaruh negatif menyebabkan terjadinya penurunan pada kepuasan kerja. Namun penelitian ini berpengaruh tidak signifikan
karena kepuasan kerja disebabkan karena terdapat fakto lain yang lebih mempengaruhi kepuasan kerja
Kanwar et al., (2009) dalam jurnal Work-Life Balance And Burnout As Predictors Of Job Satisfaction In The It-Ites Industry mendapatkan hasil bahwa Burnout memiliki pengaruh negatif dimana kejenuhan semakin tinggi maka kepuasan semakin redah begitu pula sebaliknya jika kejenuhan semakin rendah maka kepuasan akan semakin tinggi.
Albertus James et al., (2017)
Januar Watuseke et al., (2019)
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Keseimbangan Kehidupan-Kerja (X1)
1. Time balance (keseimbangan waktu), 2. Involvement balance (keseimbangan keterlibatan) 3. Satisfaction balance (keseimbangan kepuasan) McDonald et al. (2017) Kepuasan Kerja (Y) 1. Komitmen 2. Kemampuan 3. Kejujuran 4. Kreatifitas 5. Tingkat Upah
6. Kompensasi tidak langsung 7. Lingkungan kerja Hasibuan (2015) Kejenuhan Kerja (X2) 1. Kelelahan Fisik 2. Kelelahan emosional 3. Kelelahan mental
4. Rendahnya penghargaan diri 5. Depersonalisasi
Maslach (2007)
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013: 96), perumusan hipotesis merupakan langkah ketiga dalam penelitian setelah mengemukakan kerangka berpikir dan landasanteori. Hipotesis merupakan jawaban semetara dari permasalahan yang akan diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan rumusan masalah diatas telah diambil hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
H1 : Keseimbangan kehidupan - kerja di Pusat Litbang SDA Bandung
baik dan pengelolaan kejenuhan kerja pegawai yang baik serta kepuasan kerja pegawai tinggi pegawai di Pusat Litbang SDA Bandung.
H2 : Kepuasan kerja pegawai dapat dipengaruhi oleh keseimbangan kehidupan kerja di Pusat Litbang SDA Bandung.
H3 : Kepuasan kerja pegawai dapat dipengaruhi oleh kejenuhan kerja di Pusat Litbang SDA Bandung.
H4 : Kepuasan kerja pegawai dapat dipengaruhi oleh keseimbangan
kehidupan kerja dan kejenuhan kerja secara simultan di Pusat Litbang SDA Bandung.