• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR. luar negeri atau barang-barang yang dikirim ke luar negeri. 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR. luar negeri atau barang-barang yang dikirim ke luar negeri. 6"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR

A. Tinjauan Umum terhadap Ekspor –Impor

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarmita

disebutkan bahwa pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagang ke

luar negeri atau barang-barang yang dikirim ke luar negeri.6

Kegiatan ekspor-impor pada dasarnya adalah suatu perjanjian atau

kontrak. Istilah kontrak berasal dari Bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam

Bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst. Pengertian perjanjian atau

kontrak diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: Misalnya,

Indonesia ke Jepang. Sementara mengekspor adalah mengirimkan barang

dagangan ke luar negeri. Misalnya, coklat dan kopi Indonesia banyak yang

diekspor ke Eropa. Sementara eksportir adalah pedagang besar yang

mengirimkan barang-barang dagangan ke luar negeri.

Sedangkan kata impor dalam istilah dagang adalah memasukkan

barang dagangan dari negeri asing atau barang-barang yang didatangkan dari

luar negeri. Misalnya Indonesia mengimpor mesin-mesin dari Jerman.

Pengimpor atau importir adalah pedagang yang mengimpor barang atau

memasukkan barang dagangan dari luar negeri.

6

WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta: 1985, hal. 269

(2)

“Pernjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.7

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak,

Dalam hukum Eropa Kontintental, syarat sahnya perjanjian diatur di

dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru)

Belanda. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya

perjanjian, yaitu:

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,

c. Adanya objek,

d. Adanya kausa yang halal.8

Ekspor-impor merupakan salah satu bentuk perikatan perdata yang

memiki kekhususan unsur di dalamnya, maka dalam kajian mengenai

ekspor-impor, objek kajian ini tidak terlepas dari jual-beli perdata secara umum.

Selain itu, berkaitan dengan kekhususan ekspor-impor sebagai suatu bentuk

kegiatan perdata, maka perlu juga dikaji terlebih dahulu tentang kegiatan

jual-beli perusahaan, atau dalam Bahasa Belanda dikenal dengan handelskoop.

Di dalam Pasal 1457 KUH Perdata disebutkan bahwa “Jual-beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar

harga yang telah dijanjikan.” Dari pengertian ini dapat ditarik unsur-unsur

antara lain adanya perjanjian, adanya salah satu pihak yang mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan benda, dan adanya pihak yang lain yan

mengikatkan dirinya untuk membayar harga.

7

H. Salim H.S., S.H., M.S. dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of

Understanding (MoU), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 7

8

(3)

“Pihak yang satu” dalam pengertian di atas disebut penjual, sedangkan

“pihak yang lain” adalah pembeli. Maka dari penjelasan unsur di atas dapat

diperjelas bahwa jual- beli adalah suatu perjanjian timbal balik antara penjual

dan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk

membayarkan suatu harga benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri

untuk membayar harga benda sebagai yang sudah diperjanjikan.

Di samping jual-beli perdata seperti yang disebutkan di atas, ada lagi

yang dinamakan jual-beli perusahaan (handelskoop). Menurut Zeylemeker

dalam bukunya “Handelskoop” (2009), menberikan definisi handelskoop

sebagai berikut: “Handelskoop is in deze tegenstelling op te vatten als de

koopoverenkomst als bedrijfshandeling, de handeling van de kooplieden en alle anderen, die uit hoofde van hun bedrijf of beroep kopen en verkopen9

Menurut sarjana Indonesia, Hartono Hadisoeprapto, yang

menggunakan istilah “jual beli perniagaan”, mendefinisikannya sebagai

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, definisi tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut: “Jual-beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual-beli

sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha

lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau jabatannya melakukan

perjanjian jual-beli.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa jual-beli perusahaan

merupakan perbuatan perusahaan. Pernyataan ini diperkuat dengan tambahan

bahwa “Handelskoop is op te vatten als bedrijfshandeling” (“Handelskoop

harus diartikan sebagai perbuatan perusahaan”).

9

Amir M.S., Ekspor Impor: Teori dan Penerapannya, Jakarta: Penerbit PPM, 2003, hal. 1

(4)

“perjanjian jual-beli di dalam dunia perniagaan, yaitu antara orang-orang

yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Seperti yang

terjadi dalam ekspor-impor, ini merupakan jual-beli antar negara yang

dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai

pekerjaannya”10

Digunakannya istilah perniagaan tersebut oleh Hartono Hadisoeprapto

sebenarnya hanya sekedar mengambil istilah umum yang mudah diingat,

yang sebenarnya secara yuridis telah dihapuskan oleh Stb. 1938 – 276 dan

diganti dengan istilah perusahaan. Jika konsekuen dengan perubahan tersebut

seharusnya digunakan istilah jual-beli perusahaan. Hartono Hadisoeprapto

tetap menggunakan istilah jual-beli perniagaan dengan alasan bahwa rasio

seseorang akan tertuju kepada adanya transaksi-transaksi perdagangan. .

11

Dari penjelasan mengenai jual-beli secara umum dan jual-beli

perusahaan di atas, maka dapat ditarik suatu hubungan antara jual-beli Ekspor, dipandang dari sudut Indonesia adalah perbuatan

mengirimkan barang ke luar Indonesia, sedangkan impor adalah sebaliknya,

yaitu memasukkan barang dari luar negeri ke dalam Indonesia. Dipandang

dari sudut jual-beli perusahaan, perbuatan ekspor- impor adalah perikatan

yang timbul dari perjanjian jual-beli perusahaan yang telah ditutup.

Ekspor-impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang

kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor dilakukan oleh penjual di

Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar negeri. Jadi,

ekspor-impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli.

10

Menurut Hartono Hadisoeprapto dalam buku Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum

Dagang, Yogyakarta: FH UII, 2006, hal. 211

(5)

perusahaan dengan ekspor-impor. Dimana kegiatan ekspor-impor merupakan

kegiatan penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli, setelah pihak

penjual dan pembeli melaksanakan perjanjian jual-beli perusahaan

sebelumnya, dimana kedua pihak berada di dua negara yang berbeda. Dapat

dikatakan bahwa ekspor-impor merupakan unsur pertama dari pada

pelaksanaan jual-beli perusahaan.

Dalam hukum dagang internasional, dewasa ini berkembang beberapa

metode pembayaran yang telah merubah sistem pembayaran dalam transaksi

ekspor-impor, di antaranya yang lazim adalah sebagai berikut:

a. Letter of Credit (L/C)

Letter of Credit secara mudah dapat diartikan sebagai “jaminan

pembayaran bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank

(issuing bank) atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain

di negara eksportir (advising/negotiating bank) untuk kepentingan pihak

eksportir (beneficiary/penikmat) dimana eksportir diberi hak untuk

menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah

uang yang disebutkan dalam surat itu.

Letter of Credit menjadi jembatan bagi eksportir dan importir

yang terpisah oleh negara dan belum saling mengenal dengan baik. L/C

akan memudahkan pelunasan pembayaran, mengamankan dana yang

disediakan importir dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan,

serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait. Eksportir dapat

menggantungkan kepercayaan pada L/C karena pembayaran terjamin.

(6)

jaminan. Sedangkan bagi importir, dengan adanya L/C tersebut berarti

dengan dana minimum importir dapat mengimpor barang

setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir akan merasa aman karena bank

akan menolak pembayaran kalau semua pembayaran L/C terpenuhi.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dalam cara pembayaran

Letter of Credit ini terdapat beberapa pihak yang terlibat, di antaranya:

1) Opener (Applicant) yaitu sebutan lain untuk importir yang

melaksanakan pembukaan L/C.

2) Opening bank (issuing bank) yaitu bank devisa tempat importir

melaksanakan pembukaan L/C.

3) Advising bank yaitu bank yang menjadi koresponden issuing bank di

negara eksportir.

4) Beneficiary yaitu sebutan lain untuk eksportir yang menerima

pembukaan L/C dari pihak applicant.

5) Negotiating bank yaitu bank dimana beneficiary dapat menguangkan

dokumen ekspor tersebut. Sering terjadi advising bank dan

negotiating bank ada pada bank yang sama.

Dasar untuk dapat membuka L/C biasanya adalah suatu sales

contract atau ada suatu confirmation of sales. Proses pembukaan L/C

dimulai dengan adanya kontrak jual-beli antara penjual dan pembeli yang

menyiaratkan pembukaan L/C sebagai cara pembayarannya.12

12

Soedjono Dirdjonosisworo , Pengantar Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Refika Aditama, 2006, hal. 77

(7)

b. Advance Payment (Pembayaran Terlebih Dahulu)

Yang dimaksudkan dengan pembayaran terlebih dahulu adalah

suatu sistem pembayaran dimana pihak eksportir (penjual) akan

mengirim barang dagangannya setelah ia menerima pembayaran harga

barang tersebut.

Dalam hal cara pembayaran di muka, importir berpeluang untuk

memperoleh kerugian, sebaliknya hal ini dapat mendatangkan

keuntungan bagi pihak eksportir. Hal ini disebabkan karena dalam cara

pembayaran ini importir melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum

eskportir mengirimkan uangnya. Untuk cara pembayaran yang seperti ini

sebaiknya dilakukan antara importir dan eksportir yang sudah saling

kenal dan saling percaya, ataupun untuk jumlah impor barang yang relatif

kecil.13

1) Jika bonafiditas dan kejujuran pihak eksportir sudah dikenal di

kalangan pedagang secara luas.

Karena itu, metode pembayaran secara advance payment ini

sangat jarang diikuti dalam praktek, kecuali dalam hal-hal sebagai

berikut:

2) Jika ada hubungan khusus antara eksportir dengan importir, misalnya

ada hubungan saudara, hubungan teman atau hubungan antara

perusahaan yang terafilifasi dalam suatu group usaha.

13

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku Keempat, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 129

(8)

3) Jika transaksi tersebut terhadap order barang-barang yang harganya

relatif rendah. Misalnya pemesanan dengan surat atas pembelian

buku, atau benda-benda lainnya.

c. Open Account

Metode pembayaran ini merupakan kebalikan dari metode

pembayaran advance payment, dimana barang yang bersangkutan dikirim

terlebih dahulu kepada importir, kemudian setelah barang diterima oleh

pihak importir tersebut, baru kemudian dilakukan pembayaran oleh

importir sebagai hutang.

Karena itu sistem open account ini menimbulkan resiko bagi

pihak eksportir, berhubung adanya kemungkinan pembayaran yang tidak

sesuai dengan perjanjian, kurang atau terlambatnya pembayaran, atau

bahkan karena satu dan lain hal, harga tidak dibayarkan sama sekali.

Sistem pembayaran open account ini sering dilakukan antara

induk perusahaan dengan anak anak perusahaan atau dengan perusahaan

yang terafiliasi, ataupun dilakukan jika pihak importir memiliki reputasi

yang baik di kalangan perusahaan ekspor-impor.

d. Consignment (Konsinyasi)

Metode pembayaran atas dasar konsinyasi ini merupakan suatu

variasi lain dari sistem pembayaran dengan open account. Dalam sistem

konsinyasi, pihak importir juga baru akan membayar harga setelah

(9)

Hanya saja dalam hal ini, pihak importir menerima barang

tersebut untuk kemudian menjual lagi kepada pihak ketiga. Kemudian

setelah barang tersebut laku terjual kepada pihak ketiga dan telah dibayar

harganya oleh pihak ketiga tersebut, baru kemudian harganya setelah

dipotong selisihnya, dikirim kepada pihak eksportir yang merupakan

penjual semula dari barang tersebut. Pembayaran harga secara konsinyasi

kepada pihak eksportir tersebut biasanya dilakukan dengan cara-cara

berikut:

1) Dengan langsung mengirim harga kepada pihak eksportir setelah

dipotong selisih harga untuk tiap-tiap jual-beli;

2) Atau harga baru dibayar kepada eksportir dalam waktu tertentu

setelah barang laku terjual kepada pihak ketiga;

3) Ataupun jika jual-beli dilakukan secara rutin, harga dibayar setelah

pihak ketiga membayar harga, tetapi kepada eksportir oleh impotir.

Berarti sekali bayar untuk beberapa pengiriman.

Cara pembayaran dengan konsinyasi ini menguntungkan pihak

ekspotir dan importir. Eksportir akan memperoleh kemudahan untuk

memasarkan barangnya ke luar negeri karena banyak importir yang

berminat. Sementara itu bagi importir juga menguntungkan karena

importir tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembayaran harga barang

terlebih dahulu. Tugas utama importir adalah mencari pihak ketiga yang

berminat untuk membeli barang tersebut14

14

Ibid., hal. 99

(10)

e. Documentary Collection15

Metode pembayaran dengan cara documentary collection adalah

cara pembayaran dalam ekspor-impor dengan penggunaan dokumen yang

disebut Bills of Exchange.

Dalam hal ini pihak importir harus membayar harga barang

setelah shipping documents tiba di bank importir. Pembayaran harga

tersebut dipertukarkan dengan shipping documents yang bersangkutan.

Karena itu, tanpa adanya pembayaran harga barang, shipping documents

tidak diberikan oleh pihak bank. Dan tanpa shipping documents di

tangannya, pihak importir tidak dapat mengambil barang impor yang

bersangkutan.

Dalam praktek ada dua macam Bills of Exchange, yaitu:

1) Clean bills

Yaitu bills of exchange yang tidak memerlukan dokumen-dokumen

supportif lainnya. Jadi tidak diperlukan dokumen kepemilikan

barang seperti bill of lading dan sebagainya

2) Documentary bills

Yaitu bills of exchange yang diperkuat oleh kelengkapan

dokumen-dokumen suportif lainnya, seperti dokumen-dokumen kepemilikan barang, dan

lain-lain.

15

(11)

f. Documentary Credit

Sistem pembayaran documentary credit dipakai untuk

menjembatani kepentingan pihak eksportir agar barang dikirim setelah

harga dibayar, sementara bagi eksportir agar harga dibayar setelah barang

diterima. Dalam hal ini suatu pembayaran dilakukan via bank sebagai

perantara, tanpa terlebih dahulu menunggu tibanya barang atau tibanya

dokumen. Kewajiban ini dilakukan dengan kewajiban dari pihak importir

untuk membuka letter of credit (L/C) di bank negara importir, untuk

kemudian oleh bank tersebut diteruskan kepada bank di negara eksportir.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa antara suatu negara dengan

negara lainnya adalah saing berbeda bila ditinjau dari sudut pemilikan sumber

alam, iklim, penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

ekonomi dan sosial, dan lain sebagainya. Perbedaan tersebut memungkinkan

suatu negara memiliki keunggulan dan keistimewaan untuk dapat

memproduksi suatu barang tertentu. Hal ini dimungkinkan kareana suatu

negara memiliki faktor-faktor produksi lebih dari negara lain sehingga negara

tersebut dapat memproduksi barang yang lebih bersaing. Apabila keunggulan

suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan faktor alam,

maka negara itu disebut mempunyai keunggulan mutlak (absolute

advantage), sedangkan apabila keunggulan suatu negara dalam memproduksi

suatu barang yang lebih murah karena lebih baik dalam mengkombinasikan

faktor-faktor produksi, maka negara tersebut mempunyai keunggulan dalam

(12)

B. Peraturan Hukum yang Mengatur tentang Ekspor-Impor

Setiap negara memiliki peraturan serta sistem perdagangan yang

berbeda-beda. Karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor-impor,

misalnya para pengusaha atau para petugas bank, sangat perlu mengikuti

perkembangan peraturan serta sistem perdagangan internasional, baik yang

berlaku di Indonesia atau di negara lain.

Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, maka peraturan umum

tentang pelaksanaan ekspor-impor dan lalu lintaws devisa yang berlaku

dewasa ini di Indonesia adalah PP Nomor 1 Tahun 1982, tentang pelaksanaan

ekspor impr dan lalu lintas devisa.

Untuk menjalankan peraturan pemerintah tersebut, maka ditetapkan

beberapa peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh instansi yang

berwenang untuk itu, antara lain:

1. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

118/MPP/Kep/II/2003 junto No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto No.

27/KP/I/1982, tentang Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

2. Keputusan Menteri Perdagangan No. 131/MPP/Kep/I/2003, tentang

Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan di Bidang Ekspor.

3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

299/MPP/Kep/VII/1997 junto No. 28/KP/Kep/I/1982, tentang

Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Impor.

4. Keputusan Menteri Perdagangan No. 789/MPP/Kep/XII/1997 junto No.

79/MPP/Kep/XII/2002 junto SK No. 230/MPP/Kep/VII/1997, tentang

(13)

Sebelum berlakunya PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan

Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, telah berlaku beberapa Peraturan

Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan ekspor-impor. Namun

dengan semakin berkembangnya masyarakat dan semakin meningkatnya

kegiatan ekspor-impor, maka peraturan-peraturan lama tersebut dianggap

tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan.

Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 1 Tahun 1982

adalah dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan pembangunan

ekonomi serta memperlancar perdagangan luar negeri, sehingga perlu disusun

tata cara pelaksanaan ekspor-impor yang mudah dan praktis.

Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dalam bidang ekspor-impor

ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat daya saing

ekspor Indonesia yang mengalami kemerosotan akibat dari pengaruh

resesi dunia, diskriminasi tarif dan saingan dari negara-negara produsen

lainnya.

2. Menciptakan suatu suasana agar dapat melakukan suatu usaha

penerobosan pasar serta siap menghadapi saingan dari negara-negara

produsen lainnya.

3. Membebaskan para eksportir dan kewajiban menjual devisa yang

diperolehnya kepada Bank Indonesia, agar devisa tersebut dapat

(14)

barang modal guna menunjang ekspornya, maupun untuk mendapatkan

hasil yang maksimal dari penggunaan devisanya.

4. Menyempurnakan cara pembayaran transaksi ekspor-impor, dengan

memperluas cara pembayaran dari yang telah ada sebelumnya hingga

cara pembayaran yang sesuai dengan yang lazim digunakan dalam

perdagangan internasional.

5. Menyediakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dengan syarat

yang lunak.

Selain Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan

Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, peraturan perundang-undangan yang

lebih rinci tentang tata laksana ekspor-impor dianggap masih diperlukan

dalam rangka mempermudah para pelaku ekspor-impor dalam melaksanakan

kegiatannya. Oleh dasar itu, maka Presiden menerbitkan Inpres Nomor 4

Tahun 1985. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 Tanggal 4 April 1985

ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengatur kelancaran arus lalu lintas

barang antar pulau, ekspor dan impor. 16

C. Pihak-pihak dalam Ekspor-Impor

Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus

memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang

membuatnya. Jika subjek hukumnya adalah “orang” (natuurlijke

persoon)orang tersebut harus sudah dewasa. Namun, jika subjeknya “badan

hukum” (recht persoon) harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum.

16

Daud S.T. Kobi., Buku Pintar Transaksi Ekspor-Impor, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011, hal. 32

(15)

Kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang

sama dalam melakukan kontrak. Oleh karena itu, dalam hukum perjanjian,

yang dapat menjadi subjek hukumnya adalah individu dengan individu atau

pribadi dengan pribadi, badan hukum dengan badan hukum.17

Perdagangan internasional sesungguhnya merupakan ikatan kontrak

antara dua pihak, yaitu pihak importir yang dengan kata lain disebut pembeli

(buyer) dengan eksportir yang biasa disebut dengan penjual (seller). Di antara

kedua kelompok inilah sesungguhnya terjadi ikatan kontrak perdagangan

internasional. Namun dalam pelaksanaannya, kedua kelompok ini

membutuhkan sarana dan prasarana maupun bantuan dari pihak lain dengan

peranannya masing-masing. untuk mendukung terlaksananya proses

perdagangan internasioanal. Maka secara garis besar, pihak-pihak pelaksana

dalam ekspor-impor dapat dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok besar, yaitu

kelompok importir, kelompok eksportir, kelompok indentor, kelompok

promosi, dan kelompok pendukung18

1. Kelompok Importir

.

Setiap pihak pelaksana dalam proses ekspor-impor memilik hak dan

kewajiban serta peran masing-masing dalam memperlancar pelaksanaan

ekpor impor tersebut. Berikut penjelasan yang lebih terpenci tentang

pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan ekspor-impor.

17

Syahmin A.K., Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 3

18

(16)

Importir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin

untuk memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Importir

lazim juga disebut pembeli (buyer). Dalam perdagangan internasional,

importir memikul tanggung jawab kontraktual atas terlaksananya dengan

baik barang yang diimpor. Para importir umumnya terdiri dari

pihak-pihak di bawah ini:

a. Pengusaha Impor (Import Merchant)

Pengusaha Impor adalah badan usaha yang diberi izin oleh

pemerintah dalam bentuk TAPPI (Tanda Pengenal Pengakuan

Importir) untuk mengimpor barang yang khusus disebut dalam izin

tersebut, dan tidak berlaku untuk barang lain di luar yang disebut

dalam TAPPI tersebut.

b. Approved Importer (Approved Traders)

Approced Importer adalah pengusaha impor yang secara khusus

diistimewakan oleh pemerintah (Departemen Perdagangan) untuk

mengimpor komoditi tertentu untuk tujuan tertentu pula yang

dipandang perlu oleh pemerintah, misalnya importir cengkeh,

importir bahan baku plastik, importir gandum dan lain-lain.

c. Importir Terbatas

Pemerintah memberikan izin khusus kepada Perusahaan Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Perusahaan Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) untuk mengimpor mesin-mesin dan bahan baku

yang diperlukannya sendiri (bukan untuk diperdagangkan). Izin ini

(17)

dekeluarkan oleh BPKM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) atas

nama Menteri Perdagangan,

d. Importir Umum (General Importer)

Importir Umum adalah perusahaan impor yang khusus mengimpor

aneka mata-dagangan. Perusahaan yang memperoleh status sebagai

importir umum ini kebanyakan merupakan Persero Niaga atau

perusahaan dagang Negara yang mengimpor berbagai barang, mulai

dari barang kelontong sampai instalasi lengkap suatu pabrik.

e. Sole Agent Importer

Sole Agent Importer adalah perusahaan asing yang mengangkat

perusahaan setempat sebagai kantor perwakilannya untuk

memasarkan hasil produksinya atau menunjuk suatu agen tunggal

yang akan mengimpor hasil produksinya ke Indonesia.

Sebagai pihak dalam suatu perikatan perdata, maka importir

memiliki kewajiban, yaitu membayar harga barang yang dibelinya pada

waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1513 KUH Perdata. Bilamana hal

yang berhubungan dengan tempat itu tidak ditetapkan di dalam perjanjian

sejumlahnya menentukan tempat pembayaran yaitu di tempat dan pada

saat penyerahan barang. Dalam hal tidak ada ketentuan mengenai tempat

penyerahan, maka penyerahan dilakukan di mana barang berada pada

saat perjanjian jual-beli dibuat. Mengenai pembayaran, hal ini dilakukan

di tempat tinggal kreditur (penjual) sesuai dengan ketentuan bahwa utang

(18)

berdasarkan Pasal 1393 ayat (2) KUH Perdata. Selain membayar harga

barang, importir juga berkewajiban untuk melaksanakan pengambilan

barang atas biaya sendiri, apabila tidak diatur dengan cara lain dalam

perjanjian jual-beli. Cara lain tersebut misalnya apabila pembeli meminta

supaya barang yang dibelinya diantar ke rumah atas biaya penjual.

Demikian menurut ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata.

Di samping memiliki kewajiban, importir juga memiliki hak-hak.

Salah satunya, importir berhak menerima jaminan dari eksportir

mengenai kenikmatan tentram dan damai dari tidak adanya cacat

tersembunyi. Hak yang kedua adalah hak untuk menunda pembayaran

harga barang, apabila importir diganggu dalam menikmati barang yang

dibelinya oleh tuntutan hukum berdasarkan suatu hak, ataupun importir

mempunyai alasan yang patut untuk mengkhawatirkan bahwa ia akan

diganggu dalam penguasaannya atas barang yang dibelinya hingga

barang itu sampai ke tangan importir, kecuali bila eksportir meminta

jaminan yang telah ditetapkan di dalam perjanjian bahwa importir harus

membayar harga.

2. Kelompok Eksportir

Eksportir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin

untuk menjual atau mengirim hasil produksinya kepada pembeli di luar

negeri. Eksportir lazim disebut juga dengan penjual atau seller.

(19)

a. Produsen – Eksportir

Para produsen yang sebagian hasil produksinya memang

diperuntukkan untuk pasar luar negeri, yang ekspornya diurus sendiri

oleh produsen yang bersangkutan.

b. Confirming House (Export Commision House/Export-Indent House)

Confirming house ialah perusahaan lokal setempat yang didirikan

sesuai degan perundang-undangan atau hukum setempat tapi bekerja

untuk dan atas perintah kantor indukya di luar negeri.

c. Pedagang Ekspor (Export-Merchant)

Pedagang Ekspor ialah badan usaha yang diberi izin pemerintah

dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Kartu Angka

Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor

komoditi yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan itu. Pedagang

Ekspor bekerja untuk dan atas kepentingan produsen dalam negeri

yang diwakilinya.

d. Agen Ekspor (Export-Agent)

Bilamana hubungan antara Export-Merchant dengan produsen tidak

hanya sebagai rekanan biasa, tapi sudah meningkat dengan suatu

ikatan perjanjian keagenan, maka dalam hal ini Export-Merchant itu

juga disebut juga sebagai Export-Agent.

e. Wisma Dagang (Trading House)

Wisma Dagang adalah suatu perusahaan ekspor-impor yang besar

dan dapat mengimpor dan mengekspor aneka komoditi dan

(20)

perdagangan dunia, dan memperoleh fasilitas tertentu dari

pemerintah baik dalam bentuk fasilitas perbankan maupun dalam

bidang perpajakan.

Secara lebih terperinci kewajiban yang dimiliki oleh eksportir

menurut Pasal 1474 KUH Perdata adalah Menyerahkan (levering) barang

yang dijual serta melakukan penanggungan terhadapnya.19

Pada barang-barang yang bergerak perbedaan antara penyerahan

secara nyata dan penyerahan secara hukum sering sekali sukar dibedakan

oleh karena dalam barang tersebut, penyerahan secara nyata biasanya

mencakup pula penyerahan menurut hukum sebagaimana yang disebut di

dalam Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Penyerahan

barang bergerak, kecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan

penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik,

atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana

kebendaan itu berada.”

Penyerahan

barang dalam poin a ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu

penyerahan barang secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan

menurut hukum (juridische levering).

20

Selanjutnya menurut Pasal 1474 KUH Perdata, kewajiban lain

dari eksportir ialah menanggung. Adapun ketentuan menanggung ini,

yakni “adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda

yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat

19

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, hal. 369

20

(21)

barang tersebut yang tersembunyi tersembunyi, atau yang sedemikian

rupa sehingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.21

21

Ibid., hal. 371

Mengenai unsur penguasaan secara tentram adalah dengan

menghindarkan barang dari gangguan yang dapat datang dati pihak

ketiga dengan melakukan perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatigedaad). Mengenai cacat tersembunyi, menurut Pasal 1504

KUH Perdata, si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat

tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya. Kriteria cacat

tersembunyi yang mendapat penanggungan dari penjual ialah cacat yang

sedemikian seriusnya hingga barang itu tidak dapat dipergunakan untuk

pemakaian yang dimaksudkan, atau mengurangi pemakaian terhadap

barang yang dibeli, atau apabila cacat tersembunyi tersebut diketahui

oleh si pembeli, ia sama sekali tidak akan membelinya, atau hanya akan

membelinya apabila mendapatkan pengurangan harga.

Sementara itu yang menjadi hak-hak eksportir adalah menerima

hak atas harga barang yang dijual serta menerima hak reklame, yaitu hak

penjual atas barang-barang bergerak yang dijual secara tunai untuk

menuntut kembali barangnya yang belum dibayar lunas oleh pembeli

dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penyerahannya.

Selama barang tersebut masih di tangan pembeli, demikian ketentuan

(22)

3. Kelompok Indentor

Yang dimaksud dengan indent adalah permintaan seorang pembeli

kepada importir untuk mengimpor barang tertentu dengan harga yang telah

ditetapkan. Importir mempunyai jangka waktu tertentu untuk menerima

atau menolak permintaan tersebut.22

a. Para pemakai langsung

Perlu diketahui bahwa tidak semua

peminat barang impor melaksanakan impornya sendiri, tapi malah

sebagian besar pelaksanaan impor itu mereka serahkan kepada perusahaan

yang sudah biasa mengimpor barang tertentu. Maka secara singkat dapat

disebutkan bahwa indentor adalah pihak peminat terhadap suatu barang

yang menempatkan pesanan (mengindent) kepada pihak importir yang

sudah biasa mengimpor barang tertentu.

Para indentor ini terdiri dari:

Para pemakai langsung ini misalnya pabrik-pabrik otomotif yang

sering meng-indent suku cadang yang dibutuhkan ke luar negeri.

b. Para pedagang

Sebagai contoh pihak pedagang sebagai pelaku indent adalah

pengusaha toko grosir besar atau departement store yang biasanya

melakukan indent untuk memesan barang-barang dagangan mereka.

c. Para pengusaha perkebunan, industriawan, dan instansi pemerintah

Kebanyakan para pengusaha industri dan perkebunan serta instansi

pemerintah dalam memenuhi kebeutuhan barang impor biasanya

22

Tumpal Rumapea, Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal. 196

(23)

menempatkan indent pada para importir, mengadakan kontrak

pengadaan barang impor, ataupun menunjuk importir sebagai handling

importer mereka.

4. Kelompok Promosi

Kegiatan promosi adalah upaya penjual untuk memperkenalkan

komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli. Tujuannya adalah

untuk menarik minat calon pembeli terhadap komoditas yang

diperkenalkan. Promosi ekspor adalah upaya penjual (eksportir)

memperkenalkan komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli di

luar negeri (importir) dengan tujuan menarik minat mereka untuk membeli

komoditas yang diperkenalkan dengan pembayaran dengan valuta asing.

Pada umumnya media yang digunakan untuk promosi dalam perdagangan

internasional adalah surat-menyurat, karena penjual dan pembeli

berdomisili di dua negara yang berbeda. Beberapa bentuk dokumen

surat-menyurat dalam promosi perdagangan internasional adalah introduction

letter dan letter of inquiry for a quotation.23

a. Kantor Perwakilan dari produsen atau eksportir asing di negara

konsumen atau importir.

Kelompok promosi ini pada umumnya terdiri dari:

b. Kantor Perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang ada di

luar negeri maupun di dalam negeri

(24)

c. Misi perdagangan dan Badan Pameran Dagang Internasional (BPEN),

yaitu suatu instansi yang khusus didirikan Departemen Perdagangan

untuk melakukan kegiatan pengembangan dan promosi komoditi

Indonesia ke luar negeri, serta badan usaha seperti Indonesia Trade

Center yang didirikan di luar negeri seperti New York, London,

Jeddah dan lain-lain.

d. Kantor Bank Devisa di dalam maupun luar negeri.

e. Atase Perdagangan dan Trade Commisioner, ataupun bagian ekonomi

dari tiap kedutaan di luar negeri.

f. Majalah Dagang dan Industri ataupun Trade Directories termasuk

lembaran kuning Buku Petunjuk Telepon merupakan sarana promosi

yang lazim pula.

g. Brosur atau leaflet yang dibuat oleh masing-masing pengusaha ekspor

termasuk price list yang dikirim dengan cuma-cuma pada setiap

peminat.

5. Kelompok Pendukung

Seperti yang telah diutarakan sebalumnya bahwasanya importir dan

eksportir merupakan pelaksana utama dalam perdagangan internasional.

Namun di samping itu terdapat pula badan usaha lain yang mempunyai

peranan yang besar pula dalam menunjang serta menjamin kelancaran

pelaksanaan ekspor-impor secara keseluruhannya. Di antara

(25)

a. Bank (Bank Devisa)24

Bank Devisa adalah pihak yang ikut terlibat hampir dalam setiap

transaksi perdagangan luar negeri sebagai perantara dalam hal

pembayaran dan sebagai penyedia jasa pembiayaan. Bank devisa

berperan penting dalam memberikan jasa perkreditan, baik dalam

bentuk kredit ekspor maupun uang muka jaminan L/C impor. Di

samping itu, bank devisa berperan dalam pelaksanaan pembukaan

L/C impor, penerimaan L/C ekspor maupun negosiasi dokumen

pengapalan itu. Bank juga sangat berguna dalam penyampaian

dokumen pengapalan, penelitian keaslian dokumen pengapalan serta

verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan.

b. Perusahaan Pengangkutan (Carrier)

Perusahaan pengangkutan yang disebut juga pengangkut adalah pihak

yang mengangkut barang dari suatu negara ke negara lain dan

mengeluarkan surat bukti pengiriman barang yang disebut Bill of

Lading (B/L) dan/atau Air Waybill. Pengangkut bertanggung jawab

terhadap barang-barang yang diangkut mulai pada saat diterimanya

dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima.

Dalam Pasal 468 KUHD, disebutkan: “Persetujuan pengangkutan

mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang

yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya

barang tersebut.”

24

(26)

Jenis-jenis pengangkutan antara lain:

1) Pengangkutan darat

Pada dasarnya pengangkutan melalui darat itu digunakan untuk

menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau

daerah yang lain di satu pulau. Pengangkutan melalui selat

dengan kapal ferry dikategorikan sebagai pengangkutan darat.

Yang dapat diangkut melalui darat ialah hewan dan barang. Sifat

lainnya dari pengangkutan melalui darat ini ialah hampir

seluruhnya bersifat nasional.25 2) Pengangkutan laut

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992

tentang Pelayaran disebutkan bahwa: “Pelayaran adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan, ke

pelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya.”

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 Pasal 8 ayat

1 disebutkan bahwa perusahaan angkutan laut nasional atau badan

hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dapat melakukan

kerjasama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan

hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha

patungan (joint venture) dengan membentuk perusahaan angkutan

laut nasional.

25

Hanil Basri Siregar, Hukum Pengangkutan, Medan: Kelompok Studi Fakultas Hukum, Medan: 2002, hal. 23

(27)

Pengangkutan laut dapat kita bagi atas:

a. Pengangkutan antar pulau, dan

b. Pengangkutan ke luar negeri.

3) Pengangkutan udara

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan

pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk

satu perjalanan atau lebih dari satu bandara ke bandara udara yang

lain atau beberapa bandara (Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1995). Pada dasarnya yang diangkut dengan angkutan

udara adalah dominan untuk penumpang, di samping itu juga

diangkut barang-barang yan bersifat segar, relatif ringan dan

bernilai tinggi.

Dalam sistem angkutan udara dengan multimoda transport ada

beberapa pihak yang terkait dalam penyelenggaraan angkutan

barang. Pihak-pihak yang terkait adalah:

a) Pengirim barang

Pengirim barang dalam sistem angkutan udara bisa saja

bukan pemilik barang, tetapi pihak yang diberikan kuasa

untuk melakukan pengiriman barang.

(28)

Pihak pengangkut dalam angkutan udara adalah perusahaan

angkutan udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk

melakukan pengangkutan barang ke suatu tujuan tertentu.26

c. Perusahaan Asuransi

Perusahaan Asuransi adalah pihak yang menjamin resiko

kehilangan atau kerusakan akibat adanya bahaya selama masa

pengangkutan. Resiko atas barang baik di darat maupun di laut

tidak mungkin dipikul sendiri oleh para eksportir maupun importir.

Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang

dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu

persetujuan yang menerangkan bahwa pihak penanggung (the

insurer) berjanji akan mengganti kerugian sehubungan dengan

kerusakan, kerugian ataupun kehilangan laba yang diharapkan (laba

khayal) yang dialami oleh pihak tertanggung (the insured) dan

disebabkan oleh suatu kejadian tak tersangka, mengenai perjanjian

mana pihak tertanggung harus membayar uang premi kepada

penanggung. Persetujuan asuransi ini dicantumkan secara terperinci

dalam apa yang lazimnya disebut polis asuransi yang ditanda

tangani oleh pihak penanggung.27

Dalam hal ini, maskapai asuransi memegang peranan yang tak

dapat diabaikan dalam merumuskan persyaratan kontrak

26

Sinta Uli, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut,

Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan: USU Press, 2000, hal. 87

27

(29)

perdagangan internasional yang dapat menjamin resiko yang

terkecil dalam tiap transaksi itu.

d. Pemerintah (Departemen-departemen teknis)

Pemerintah berperan sebagai pihak yang mengeluarkan surat izin

untuk mengekspor dan mengimpor barang serta memungut

pajak-pajak yang berkenaan dengan transaksi ekspor dan impor. Salah

satunya organ pemerintah yang berperan dalam proses

ekspor-impor ialah pabean. Ketentuan tentang pabean diatur dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU tersebut, disebutkan bahwa kepabranan

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas

lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta

pemungutan bea masuk dan bea keluar. Selanjutnya dalam ayat (2)

dijelaskan bahwa daerah pabean adalah wilayah Republik

Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang di

atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslsif dan

landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang

Kepabeanan. Pabean berperan sebagai alat pemerintah yang

bertindak sebagai penjaga gawang lalu-lintas komoditi

internasional, di samping mengamankan pemasukan keuangan

negara bagi kepentingan APBN, juga membantu eksportir dan

(30)

e. Surveyor

Suveyor adalah pihak ketiga setelah eksportir dan importir yang

netral dan objektif untuk memberikan kesaksian atas mutu, jenis,

kuantum, keaslian, kondisi (baru atau second hand), harga, nomor

Pos CCCN dan tarif bea dari komoditi atau produk yang

diperdagangkan. SGS (Societe Generale De Surveillance) dan PT.

SUCOFINDO (Super Intending Company of Indonesia) ialah dua

surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah berdasarkan Inpstruksi

Presiden Nomor 4 Tahun 1985 untuk memeriksa kebenaran atau

kecocokan barang-barang yang akan diimpor maupun diekspor

dengan mengeluarkan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP).

f. Lembaga dan Instansi Lainnya yang Berwenang

Berbagai lembaga dan instansi yang berwenang disini dimaksudkan

sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan

berbagai sertifikat sesuai ketentuan yang berlaku seperti Kamar

Dagang dan Industri (KADIN), laboratorium tertentu, dan lain

sebagainya.

D. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor-Impor

Transaksi perdagangan luar negeri dapat dilihat sebagai dua sisi, yaitu

sebagai transaksi ekspor maupun transaksi impor. Dari sudut penjual

(31)

transaksi impor. Oleh karena itu, tata cara pelaksanaan kedua transaksi ini ada

baiknya dikaji secara terpisah.

Adapun prosedur dalam pelaksanaan ekspor secara sistematis dapat

dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Eksportir menerima order/pesanan dari langganan di luar negeri.

2. Bank memberitahukan telah dibukanya suatu dokumen barang untuk dan

atas nama eksportir.

3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir (maker pemilik

barang).

4. Eksportir menyelenggarakan pengepakan barang khususnya untuk

diekspor.

5. Eksportir memesan ruangan kapal dan mengeluarkan surat order pada

Maskapai Pelayaran.

6. Eksportir menyelesaikan semua formulir ekspor dengan semua instansi

ekspor yang berwenang.

7. Eksportir menyelenggarakan pemuatan barang ke atas kapal dengan atau

tanpa mempergunakan perusahaan ekspedisi.

8. Eksportir mengurus tanda terima barang dengan maskapai pelayaran.

9. Eksportir menutup asuransi laut dengan maskapai asuransi.

10. Menyiapkan faktur dan surat-surat penting pengapalan lainnya.

11. Menarik wesel kepada importir dan menerima hasilnya dari surat

penawaran bank.

12. Penawaran bank mengirimkan petunjuk pemuatan barang kepada yang

(32)

Sementara itu, prosedur impor adalah sebagai berikut:

1. Importir menempatkan order (pesanan) kepada eksportir luar negeri.

2. Importir membuka surat hutang untuk dan atas nama eksportir di luar

melalui bank di dalam negeri.

3. Bank menyelenggarakan pembukaan surat hutang untuk eksportir melalui

bank di dalam negeri.

4. Surat pemuatan barang diterima oleh bank diterima oleh bank di dalam

negeri dari korespondennya di luar negeri.

5. Importir menyerahkan rekening kepada Maskapai Pelayaran (atau

agennya yang menyangkut barang-barang itu untuk ditukarkan dengan

DO (delivery order).

6. Importir menyelesaikan bea-bea masuk dengan pabean.

7. Importir mengambil barang-barang dari maskapai pelayaran setelah

semua formalitas impor dipenuhi.

8. Melunasi wesel pada hari jatuh temponya, kalau hal itu belum

diselesaikan sebelumnya dengan bank.

Pada umumnya tata cara perdagangan dalam lebih tidak berbeda

dengan perdagangan dalam negeri, hanya perdagangan luar negeri agak lebih

sulit dan lebih berbelit-belit. Hal ini disebabkan faktor-faktor berikut:

1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan (geopolitik).

2. Barang harus dikirim atau diangkut dari satu negara ke negara lainnya

melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari

(33)

3. Antara satu negara dengan negara lainnya tidak jarang terdapat

perbedaan dalam bahasa, mata uang, takaran dan timbangan, hukum dan

usance dalam perdagangan dan lain-lain.

Oleh karena itu dalam melakukan perdagangan luar negeri, diperlukan

pengetahuan yang cukup luas misalnya dalam segi teknis pembiayaan baik

impor maupun ekspor, masalah perasuransian, masalah shipping, urusan

Referensi

Dokumen terkait

Alloh telah berjanji bagi orang-orang yang menikah, bahwa Ia pasti akan menolong-nya, sebagaimana dalam sabda Nabi yang mulia  : “ Tiga manusia yang Alloh pasti akan

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran biologi Kelas IX-F semester I mengenai konsep

Oleh karena sebuah jaringan transmisi udara satu phasa terdiri dari dua buah penghantar yang sejajar dengan jarak d meter antara satu dengan yang lain ( d

a) Bagian pertama, di bagian depan, yaitu nama cabang (alkil). b) Bagian kedua, di bagian belakang, yaitu nama rantai induk. Rantai indukadalah rantai terpanjang dalam molekul.

Praktikan yang terkena sanksi gugur modul wajib mengganti praktikum pada hari lain dengan nilai modul tetap 0. Waktu pengganti

Kemenarikan dalam penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran yang digunakan dengan menggunakan LKS berbasis scientific approach dalam pembelajaran IPA kelas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik ligasi duktus biliaris pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan model sirosis hati (Cirrhosis

Komponen kriteria pendidikan yang bermutu, antara lain: (1) materi pelajaran dirasakan manfaatnya oleh peserta didik baik dirasakan langsung maupun dikemudian, memberi