• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG s 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG s 2015"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI

JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG’s 2015

(Prospect of Dairy Cattle Development Towards MDS’s 2015 in

Central Java)

KUSMANINGSIH1, SUSILOWATI1, dan KUSUMA DIWYANTO2 1

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah

2

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor

ABSTRACT

The increase of international milk price has accelerated the increasing of milk price at the farm level, so that the farmers in Central Java are very enthusiastic to raise dairy cattle. During the last five years, the dairy cattle population was tend to stagnant or decrease by 0.33%, there for milk production has also decreased. The decrease in the population due to the increasing of feed price that were not balance with the increase of milk price at the farm gate. The decrease in the population are also caused by some factor, including: (i) cattle with low milk production were slaughtered, (ii) cattle with less productive were inseminated by beef cattle, or (iii) cattle were sold outside region. Districts of Boyolali and Semarang have the highest dairy cattle population among the others. The dairy cattle population in Boyolali has tend to decrease, while that in Semarang increased by 4.42% due to the technology application of JICA to increase milk quality and quantity in some groups of farmers. A significant support from the district local government of Semarang has also accelerate the dairy cattle development. Some districts such as: Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, and Sragen are potencial for dairy cattle development, unfortunately for the time being there is a short supply for the heifers. There is a need to establish the rearing program that adapted to the environment and may use the agricultural by product for the basal feed. Through the support on breeding innovation and adaptive feed technology, the dairy cattle development in Central Java may increase the average milk consumption of the society toward MDG’s 2015.

Keywords: Dairy cattle, Central Java, MDG’s 2015

ABSTRAK

Meningkatnya harga susu di pasar internasional telah mendorong kenaikan harga susu di tingkat peternak, sehingga peternak di Jawa Tengah telah bergairah kembali untuk memelihara sapi perah. Dalam lima tahun terakhir, populasi sapi perah di Jawa Tengah cenderung stagnan atau menurun sekitar 0,33%, sehingga produksi susu juga menurun. Penurunan populasi ini disebabkan karena harga pakan yang terus meningkat tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan harga susu di tingkat peternak. Penurunan populasi sapi perah juga disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: (i) sapi dengan produksi susu rendah dipotong, (ii) sapi yang kurang produktif di IB dengan sapi potong, atau (iii) sapi dijual ke luar daerah. Dua kabupaten yang mempunyai populasi sapi perah cukup tinggi adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang. Kabupaten Boyolali populasi cenderung menurun, sementara di Kabupaten Semarang sedikit meningkat, sekitar 4,42%. Hal ini antara lain karena adanya penerapan teknologi budidaya model JICA di beberapa kelompok peternak sapi perah, dan berakibat terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas susu. Dukungan dari Pemda Kabupaten Semarang juga sangat signifikan terhadap perkembangan usaha sapi perah. Beberapa kabupaten seperti Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, dan Sragen berpotensi untuk pengembangan sapi perah, namun saat ini peternak kesulitan untuk mendapatkan bibit. Diperlukan bibit yang lebih adaptif dan mampu memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber pakan utama. Dengan dukungan inovasi perbibitan dan teknologi pakan tepat guna, pengembangan sapi perah di Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan rata-rata konsumsi susu sekaligus untuk menyongsong MDG’s 2015.

(2)

PENDAHULUAN

Millennium Development Goals (MDG’s)

atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah delapan tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai bangsa pada tahun 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di seluruh dunia. MDG’s merupakan komitmen bersama negara-negara maju maupun negara-negara berkembang dalam menangani permasalahan kemiskinan dan memenuhi hak-hak asasi manusia di dalam satu paket. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia menghadapi tantangan maupun hambatan, sehingga masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tantangan tersebut antara lain adalah: (i) masih tingginya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan terutama perempuan, (ii) belum terpenuhinya akses pendidikan dasar yang merata bagi semua orang, (iii) masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta (iv) masih tingginya angka pengangguran.

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi anak usia pertumbuhan. Setelah disapih, anak sangat memerlukan asupan gizi yang memadai agar mampu tumbuh dan berkembang fisik maupun kecerdasannya. Oleh karena itu peningkatan konsumsi susu berkaitan erat dengan upaya mencerdaskan masyarakat, sekaligus untuk mengurangi kematian bayi karena kekurangan asupan gizi. Secara umum, masyarakat di Jawa Tengah memang tidak terbiasa minum susu segar, hanya masyarakat perkotaan yang biasa meminum susu dalam bentuk olahan. Oleh karena itu sosialisasi minum susu bagi masyarakat dan anak sekolah atau dalam masa pertumbuhan menjadi sangat penting.

Produksi susu di dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan nasional, kira-kira hanya mampu memasok 30% dan sekitar 70% harus dicukupi dari impor. Pada tahun 2005 permintaan susu secara nasional sudah mencapai 1,3 juta ton, sedangkan produksi susu nasional baru mencapai 0,4 juta ton. Meningkatnya harga susu dunia, telah menyebabkan susu di dalam negeri sangat kompetitif sehingga industri pengolahan susu (IPS) cenderung membeli bahan baku dari dalam negeri. Diperkirakan permintaan susu di

peningkatan populasi, perkembangan ekonomi nasional, serta kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, disamping adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan susu dan mengurangi keter-gantungan pada impor, diperlukan upaya-upaya agar produksi susu nasional terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal-hal inilah yang akan menggairahkan petani untuk lebih giat dalam mengembangkan usaha sapi perah, termasuk para peternak di Jawa Tengah. Saat ini populasi ternak sapi di Jawa Tengah tahun 2006 adalah 115.158 ekor dengan produksi susu 71.375.710 liter.

Makalah ini akan mengupas tentang peluang dan tantangan usaha sapi Perah di Jawa Tengah serta upaya-upaya yang akan dilakukan untuk ikut mewujudkan kesadaran masyarakat minum susu, serta dalam upaya meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, sesuai MDGs 2015.

PROGRAM PEMBANGUNAN SAPI PERAH

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah telah menyusun program pembangunan peternakan sapi perah, karena komoditas ini mempunyai prospek yang sangat baik. Tujuan dari program ini adalah untuk:

1. Meningkatkan pendapatan peternak sapi perah dengan mengoptimalkan usahanya melalui pemanfaatan sumberdaya domestik secara optimal, serta menerapkan good farming practice.

2. Meningkatkan kesempatan kerja masyarakat pedesaaan melalui usaha sapi perah secara berkelompok atau dalam suatu kelompok usaha bersama. 3. Meningkatkan populasi, produktivitas,

dan total produksi susu, serta menjamin produk yang lebih berkualitas agar diperoleh harga yang lebih kompetitif. 4. Memperbaiki jalur pemasaran susu agar

lebih efisien, serta meningkatkan nilai tambah melalui pengelolaan pra dan pasca panen yang lebih efektif.

5. Mendorong masyarakat agar lebih gemar minum susu segar, sekaligus dalam upaya untuk meningkatkan status gizi masyarakat.

(3)

6. Meningkatkan ketahanan pangan sumber protein hewani dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Program tersebut disusun mengingat kondisi Provinsi Jawa Tengah yang cukup kondusif untuk pengembangan sapi perah. Peternak di Jawa Tengah telah banyak mengenal sapi perah sejak jaman Belanda.

Sementara itu juga memiliki potensi sumberdaya pakan. Dengan demikian pengembangan sapi perah mempunyai potensi untuk memberi andil nyata dalam mewujudkan kesejahteraan peternak melalui: (i) penciptaan lapangan kerja, (ii) diversifikasi usaha, (iii) peningkatan pendapatan keluarga, dan (iv) perbaikan kualitas hidup keluarga.

Tabel 1. Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2002-2006 (ekor)

No Kabupaten/Kota 2002 2003 2004 2005 2006 R(%) 1 Kabupaten Cilacap 19 19 0 0 8 (19,45) 2 Kabupaten Banyumas 1.934 1.814 1.920 2.023 1.637 (4,08) 3 Kabupaten Purbalingga 21 85 91 97 99 47,35 4 Kabupaten Banjarnegara 29 29 29 45 49 14,01 5 Kabupaten Kebumen 24 24 25 26 27 2,99 6 Kabupaten Purworejo 170 170 176 91 91 (14,46) 7 Kabupaten Wonosobo 821 110 118 161 205 (29,31) 8 Kabupaten Magelang 1.785 2.004 1.946 1.845 1.618 (2,43) 9 Kabupaten Boyolali 63.848 56.193 57.948 58.792 59.887 (1,67) 10 Kabupaten Klaten 7.899 7.899 5.809 5.859 5.757 (7,72) 11 Kabupaten Sukoharjo 532 587 599 609 621 3,94 12 Kabupaten Wonogiri 0 0 0 0 0 0,00 13 Kabupaten Karanganyar 2.502 301 208 231 376 (37,74) 14 Kabupaten Sragen 28 34 30 19 8 (26,89) 15 Kabupaten Grobogan 280 280 397 414 383 8,15 16 Kabupaten Blora 43 44 36 29 21 (16,40) 17 Kabupaten Rembang 4 4 5 7 4 0,00 18 Kabupaten Pati 208 517 188 194 219 1,30 19 Kabupaten Kudus 293 293 285 233 243 (4,57) 20 Kabupaten Jepara 28 28 28 28 16 (13,06) 21 Kabupaten Demak 0 0 17 62 89 0 22 Kabupaten Semarang 27.692 28.241 30.625 31.888 32.546 4,12 23 Kabupaten Temanggung 254 254 140 147 194 (6,51) 24 Kabupaten Kendal 36 40 39 41 41 3,30 25 Kabupaten Batang 52 52 66 76 78 10,67 26 Kabupaten Pekalongan 137 139 149 154 120 (3,26) 27 Kabupaten Pemalang 14 8 20 12 14 0,00 28 Kabupaten Tegal 181 216 0 333 374 19,89 29 Kabupaten Brebes 21 15 18 20 9 (19,09) 30 Kota Magelang 36 23 13 10 11 (25,65) 31 Kota Surakarta 103 202 204 204 179 14,82 32 Kota Salatiga 6.769 7.681 7.721 7.721 7.961 4,14 33 Kota Semarang 2.962 3.715 2.409 2.409 2.227 (6,88) 34 Kota Pekalongan 234 240 302 268 260 2,67 35 Kota Tegal 67 75 130 68 25 (21,84) 36 Jumlah 119.026 111.336 111.691 114.116 115.158 (0,82)

(4)

KONDISI USAHA SAPI PERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Dalam lima tahun terakhir ini populasi sapi perah di Jawa Tengah cenderung stagnan atau sedikit menurun dari 119 ribu ekor (2002) menjadi 115 ribu ekor (2006). Penurunan populasi tersebut disebabkan antara lain karena: (i) sapi dengan produksi rendah dipotong, (ii) sapi yang kurang produktif di IB dengan sapi potong, atau (iii) sapi dijual ke luar daerah.

Dua kabupaten yang mempunyai populasi sapi perah cukup tinggi adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang, masing-masing dengan populasi sekitar 59 ribu ekor dan 32 ribu ekor (Tabel 1). Namun di Kabupaten Boyolali populasi cenderung menurun, sementara di Kabupaten Semarang sedikit meningkat, sekitar 4,42%. Semakin membaiknya harga susu dalam beberapa bulan terakhir ini telah menyebabkan peternak sapi perah di Jawa Tengah bergairah kembali. Sapi dengan produksi rendah sekarang tetap dipertahankan. Harga sapi bibit sebagai

replacement juga menunjukkan peningkatan

yang sangat signifikan. Peternak yang akan

menambah populasi sapi perah mengalami kesulitan mendapatkan bibit, atau kalaupun ada harganya sangat mahal.

Gambar 1 menunjukkan beberapa kota/ kabupaten yang memiliki populasi sapi perah lebih dari 1000 ekor berturut-turut adalah Kota Salatiga (7961 ekor), Kabupaten Klaten (5727 ekor), Kota Semarang (2227 ekor), Kabupaten Banyumas (1637 ekor) dan Kabupaten Magelang (1618 ekor). Keempat lokasi tersebut dalam lima tahun terakhir ini populasinya cenderung terus menurun, kecuali di Kota Salatiga yang meningkat sekitar 3,2%. Penurunan populasi ini menyebabkan produksi susu menurun dari 80 juta liter (2002) menjadi 71 juta liter (2006), seperti ditujukkan pada Gambar 2 dan 3. Beberapa Kabupaten seperti Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, dan Sragen berpotensi untuk pengembangan sapi perah, namun saat ini peternak kesulitan untuk mendapatkan bibit. Bibit yang diperlukan di kawasan dataran rendah ini adalah bibit yang lebih adaptif dan mampu memanfaatkan limbah pertanian (jerami padi atau jagung sebagai sumber serat) sebagai sumber pakan utama.

Gambar 1. Peta penyebaran sapi perah di Provinsi Jawa Tengah

Kualitas susu yang dihasilkan peternak sapi perah di Jawa Tengah rata-rata rendah (jumlah bakteri > 5 juta/cc, Total Solid: 10,6-11%).

(i) keterbatasan pemberian pakan konsentrat (kuantitas dan kualitas), (ii) hijauan yang sulit diperoleh pada musim kemarau, (iii) tata

(5)

belum memenuhi syarat teknis atau belum menjalankan good farming practice, serta (iv) panjangnya alur transportasi susu (petani, pengumpul/loper, KUD/koperasi dan IPS). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas sapi perah di Jawa Tengah relatif masih belum optimal yang dicerminkan dengan rendahnya tingkat produksi sekitar rata-rata 6 – 8 liter/ hari. Hal ini disebabkan karena bibit sapi perah umumnya sudah tua dan tidak pernah dilakukan seleksi dengan baik. Selain itu tata laksana pemeliharaan sapi masih dilakukan secara tradisional, serta keterbatasan peternak dalam menyediakan pakan yang berkualitas dalam jumlah cukup. Pengamatan menunjuk-kan calving interval (jarak kelahiran) relatif masih sangat panjang > 18 bulan.

Beberapa tahun terakhir sebelum tahun 2007, harga susu di tingkat peternak relatif sangat rendah. Rata-rata harga susu yang diterima peternak berkisar antara Rp. 1.900,- - Rp. 2.500,- /liter, tergantung kualitas yang dihasilkan. Harga susu impor bila dikonversi-kan setara dengan susu segar sudah sekitar Rp. 5.000/liter. Kondisi ini memang belum menguntungkan peternak, karena harga pakan konsentrat terus meningkat. Idealnya rasio

harga susu dan pakan konsentrat berkualitas adalah sekitar 2 : 1.

Mata rantai tataniaga atau pemasaran susu dari peternak sampai kepada konsumen akhir relatif sangat panjang. Peternak mengirimkan susu ke pengumpul (loper), kemudian menuju tempat penampungan susu sementara, selanjutnya ke Koperasi KUD, GKSI, IPS (Industri Pengolahan Susu). Peternak jarang yang memasarkan susu langsung kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena minum susu segar belum membudaya. Mekanisme tataniaga ini mengakibatkan tingginya biaya pemasaran susu, disamping resiko menurunnya kualitas susu.

Sementara itu diversifikasi usaha produk atau pengolahan susu untuk menjadi bahan makanan yang lebih berkualitas belum berkembang di daerah-daerah sentra produksi susu. Usaha pembuatan minuman segar, keju atau produk lain dalam skala rumah tangga agar meningkatkan nilai tambah bagi peternak sapi perah mungkin perlu digalakkan. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini belum ada investor yang tertarik mengembang-kan industri pengolahan susu, sehingga sebagian besar susu harus dijual di luar Jawa Tengah.

(6)

Gambar 3. Peta produksi susu di Provinsi Jawa Tengah

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa bukan hanya produksi susu yang rendah, tetapi konsumsi susu penduduk di Jawa Tengah juga masih sangat rendah. Oleh karena itu pengembangan usaha sapi perah harus diimbangi dengan sosialisasi minum susu segar bagi masyarakat, terutama anak-anak pada masa pertumbuhan.

PROSPEK USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH

Usaha ternak sapi perah merupakan salah usaha industri berbasis perdesaan dan padat karya. Agribisnis ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak, karena setiap 2-4 ekor sapi memerlukan sedikitnya seorang tenaga kerja untuk memelihara. Kegiatan on farm usaha ini seperti kegiatan pascapanen juga mampu menciptakan lapangan kerja yang tidak sedikit. Produk yang dihasilkan dari usaha ini tidak hanya susu, tetapi juga sapi bakalan yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan daging, terutama pedet jantan.

Sapi juga menghasilkan kotoran, atau manure/faeces, yang bila diolah dengan benar dapat menghasilkan energi (biogas) dan pupuk organik (kompos). Saat ini masih sedikit

peternak di Jawa Tengah yang mengolah dan memanfaatkan faeces dengan baik dan benar, padahal dengan kenaikan harga BBM dan pupuk kimia, kotoran sapi perah dapat dikembangkan menjadi produk alternatif penghasil energi. Di daerah Sukoharjo dan Sragen, saat ini telah dikembangkan usaha sapi perah yang produk unggulannya adalah kompos dengan susu sebagai bonus. Pola ini mungkin dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengembangkan usaha sapi perah di Jawa Tengah. Selain layak ekonomis, pola ini sangat sesuai dengan budaya masyarakat Jawa Tengah yang sangat tertarik pada pengembangan pertanian organik.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa usaha sapi perah ini sangat berarti dalam membang-kitkan perekonomian masyarakat di pedesaan. Usaha ini secara langsung juga dapat berkontribusi dalam menyumbang pengadaan sapi bakalan, karena hanya 50% pedet yang dilahirkan adalah betina. Sehingga, secara alami peternakan sapi perah juga berkontribusi pada pengadaan sapi bakalan, dan sapi afkir masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Namun apabila populasi sapi perah akan ditingkatkan, aplikasi IB dengan

semen sexing (semen X) hanya akan

(7)

untuk memanfaatkan teknologi inovatif sexing sperma yang dikembangkan BBIB Singosari dalam program pemanfaatan semen X.

Usaha untuk mendorong perkembangan sapi perah di Jawa Tengah juga harus dibarengi dengan sosialisasai kesadaran gizi masyarakat untuk mengkonsumsi susu segar. Langkah ini sangat strategis karena meningkatnya asupan gizi bagi anak usia pertumbuhan dan pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan kualitas SDM, sehingga dapat meningkatkan dayasaing di era globalisasi. Rendahnya kemampuan daya beli masyarakat mungkin bukan alasan yang tepat, karena masyarakat lapis bawah di Jawa Tengah banyak yang mengalokasikan pengeluaran untuk keperluan yang tidak produktif, misalnya: membeli rokok, membayar pulsa, dlsb.

KONDISI PERMASALAHAN DI LAPANG Agribisnis sapi perah di Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi berbagai masalah yang cukup berat, baik yang bersifat makro maupun mikro. Aspek makro mungkin harus menjadi pemikiran pemerintah pusat bersama pemerintah daerah, serta lembaga legislatif. Modal atau kredit murah dalam jangka panjang masih menjadi masalah yang sangat besar bagi peternak yang ingin meningkatkan skala usahanya. Rantai pemasaran yang panjang, serta kebijakan dan dukungan dalam promosi maupun tataniaga pemasaran menjadi masalah lain yang juga harus ditangani pemerintah.

Kelembagaan yang ada, seperti koperasi, pada prinsipnya sudah sangat tepat. Namun perlu lebih diberdayakan, sehingga peternak benar-benar memperoleh kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dan pemasaran susu dengan harga yang layak. Dinas Peternakan sepenuhnya dapat membantu dukungan teknis, antara lain pencegahan dan pemberantasan penyakit. Bersama BPTP, Perguruan Tinggi, Swasta dan instansi/institusi lainnya, Dinas Peternakan juga akan proaktif dalam menyalurkan informasi dan inovasi yang sangat diperlukan peternak. Masalah utama dalam hal ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar peternak (SDM) hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sehingga sulit diajak berubah ke arah yang lebih maju.

Masalah teknis yang cukup menonjol adalah harga pakan (konsentrat) yang mahal, sehingga peternak tidak memberi pakan sesuai kebutuhan. Masalah kesadaran untuk menerapkan good farming practice juga menjadi kendala tersendiri, sehingga kualitas susu yang dihasilkan masih rendah. Hal ini berujung pada harga rendahnya susu yang diterima peternak.. Harga susu yang rendah akan berakibat sulitnya peternak untuk mencukupi pakan yang berkualitas. Masalah-masalah ini timbul karena adanya interaksi antara kualitas SDM, harga susu, serta masih belum mantapnya kelembagaan di tingkat desa yang berperan sebagai agen untuk membina peternak.

Bibit sapi perah menjadi masalah serius, karena di Jawa Tengah masih sedikit usaha pembesaran (rearing) yang mampu menyedia-kan bibit pengganti (replacement) berkualitas. Saat ini kekurangan bibit menjadi masalah tersendiri, karena peternak sudah terlanjur memotong sapi betina yang kurang produktif, atau mengawinkan dengan sapi potong. Mutasi sapi juga sangat cepat, sementara identifikasi dan recording produksi belum berjalan dengan baik. Dengan demikian ancaman terjadinya

inbreeding tidak mustahil. BIB-Daerah saat ini

juga belum sepenuhnya dapat menyediakan semen dari elite bull. Oleh karena itu masalah perbibitan harus dapat diatasi, karena di Jawa Tengah terdapat BPTU Sapi Perah di Batu Raden dan ada BIB-D yang cukup bagus.

Investasi dalam bidang persusuan di Jawa Tengah juga masih terbatas. Hal ini kemungkinan karena permasalahan akses terhadap modal dan rendahnya koordinasi antar instansi atau lembaga terkait. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY telah membuat kesepakatan untuk bekerjasama dalam mendorong agribisnis sapi perah bagi kesejahteraan masyarakat. Sasarannya bukan hanya untuk peternak, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang lebih berkualitas.

UPAYA-UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah telah dan akan terus melakukan langkah-langkah konkrit untuk mendorong

(8)

perkem-bangan usaha dan agribisnis sapi perah. Sasaran yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan dayasaing dan kesejahteraan peternak, dan pada saat yang sama juga melakukan upaya untuk mendorong masyarakat untuk lebih memahami manfaat susu sebagai sumber gizi bagi keluarga.

Pemberdayaan kelompok peternak dan mengoptimalkan kelembagaan koperasi persusuan yang sudah ada akan terus dilakukan bersama instansi terkait dengan harapan agar peternak mempunyai posisi tawar yang lebih baik dalam memasarkan produknya. Harga susu yang atraktif di tingkat peternak diharapkan dapat mendorong peternak sapi perah untuk mengadopsi inovasi dan melakukan good farming practice. Dengan kelembagaan yang lebih handal, peternak diharapkan juga akan mudah untuk memperoleh informasi, sarana input produksi, serta pemasaran produk. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk lembaga penelitian dan perguruan tinggi.

Dinas Peternakan juga secara langsung terus berupaya agar skala usaha sapi perah dapat ditingkatkan, baik melalui program PMUK, KKP, dlsb., maupun dengan mendorong peran swasta atau lembaga keuangan untuk membantu peternak dalam menambah populasi. Bila saat ini skala usaha masih berkisar 2-3 ekor/KK, diharapkan dapat meningkat menjadi 4-5 ekor/KK. Subsidi kredit murah jangka panjang dengan waktu tenggang yang cukup, sangat diperlukan.

Dalam aspek teknis upaya yang terus dilakukan adalah menyiapkan informasi, bahan penyuluhan, maupun inovasi yang terkait dengan sistem budidaya maupun diversifikasi

on farm. Teknologi budidaya juga terus

diperbaiki, seperti program yang telah dilakukan dengan bantuan JICA. Model dalam program ini pada prinsipnya mengadopsi keberhasilan peternak di Jawa Barat, serta diperkaya dengan beberapa teknologi tepat guna. Dengan program ini bukan hanya produksi dan produktivitas meningkat, tetapi kualitas susu juga dapat diperbaiki. Dalam program ini peternak secara langsung belajar dan praktek, atau learning by doing, sehingga potensi SDM dan sumberdaya yang ada dapat lebih dioptimalkan.

Walaupun peternakan rakyat yang menjadi target utama dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis peternakan sapi perah, Dinas Peternakan juga mendorong swasta atau investor untuk ikut berpartisipasi. Kemudahan dalam perijinan, dukungan teknis dan administrasi, serta bantuan lainnya diharapkan mampu menggairahkan investor untuk mengembangkan usaha sapi perah di Jawa Tegah. Peningkat produksi susu di Jawa Tengah nantinya diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan konsumsi susu, dan pada gilirannya dapat mewujudkan generasi penerus yang lebih tangguh.

Diyakini, upaya untuk pengembangan usaha sapi perah ini akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus dapat mendorong perkembangan ekonomi perdesaan. Kegiatan usaha sapi perah juga memberi alternatif kepada kaum wanita untuk melakukan berbagai kegiatan seperti pemberian pakan, pemerahan dan kegiatan pascapanen. Hal-hal tersebut diatas sangat sesuai dengan MDG’s 2015, karena secara langsung akan menyentuh masyarakat perdesaan yang perlu mendapat perhatian.

PENUTUP

Tujuan MDG’s 2015 diantaranya adalah untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan. Selain itu MDGs juga diarahkan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kelaparan atau kurang gizi, sekaligus untuk mengurangi pengangguran. Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dikembangkan di Jawa Tengah, karena banyak kawasan yang sesuai dan didukung kesiapan SDM serta sumberdaya lokal lainnya. Secara ekonomis, saat ini usaha sapi perah sangat atraktif dan prospektif. Produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama untuk anak pada masa pertumbuha, sehingga ancaman lost generation dapat diantisipasi dan diatasi.

Perkembangan usaha sapi perah yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir ini diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pembenahan dalam berbagai hal, mulai dari hulu sampai hilir, dengan mendorong usaha yang berwawasan agribisnis. Kelembagaan

(9)

yang ada lebih diberdayakan, peran masyarakat dan swasta lebih diutamakan, dan pemerintah lebih berperan sebagai motivator, dinamisator dan (de) regulator. Namun dalam hal-hal tertentu Dinas Peternakan akan tetap melakukan rawing, misalnya dengan

penguatan BIB-Daerah, atau kegaiatan di UPT lainnya. Koordinasi dan kerjasama dengan semua pihak merupakan hal yang sulit, namun harus diwujudkan agar usaha sapi perah di Jawa Tengah dapat berkembang merebut peluang pasar yang sangat menjanjikan.

Populasi sapi perah yang stagnan, ke depan akan terus didorong untuk semakin berkembang, sehingga produksi susu dapat terus meningkat. Untuk itu diperlukan bibit yang lebih banyak dan lebih adaptif, yang dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber pakan utama. Dengan dukungan inovasi perbibitan dan teknologi pakan tepat guna, pengembangan sapi perah di Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan rata-rata konsumsi susu yang saat ini cenderung terus menurun.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2000. Millennium development goals Sebuah Info singkat. file://G:\milenium

dg.htm.

ANONIMUS. 2006. Sumber-sumber tujuan pembangunan milenium. UN Volunteers Indonesia for Peace and Development. file:// G:\milenium.htm.

ANONIMUS. 2008. Menjadikan pertanian sebagai tumpuan. Poultry Indonesia. file: //G:\ Majalah Poultry Indonesia Online.

ANONIMUS. 2008. Grand design strategi pengembangan persusuan DIY – Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi DIY – Jawa Tengah.

DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH. 2007. Buku potensi peternakan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah.

DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH. 2007. Buku saku peternakan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Bagaimana peran lembaga perkoperasian. Apakah ada, jika tidak kemungkinan ini yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadi penurunan populasi sapi perah di Jawa Tengah.

Jawaban:

1. Sudah ada peran dari lembaga per-koperasian. Di tempat kami ada koperasi mandiri Adi Luhur di Kabupaten Semarang akan tetapi aktivitasnya belum optimal. Penurunan populasi disebabkan harga pakan yang sangat tinggi sehingga petani tidak mampu menyediakan pakan dengan kualitas bagus sehingga produktivitas sapi perah menjadi rendah.

Gambar

Gambar 1 menunjukkan beberapa kota/
Gambar 2. Produksi susu di Provinsi Jawa Tengah
Gambar 3. Peta produksi susu di Provinsi Jawa Tengah

Referensi

Dokumen terkait

Ketika di dalam koloni terdapat bunga yang akan mekar, nutrisi dari inang akan lebih banyak tersedot untuk bunga mekar tersebut daripada untuk kuncup baru.. Kematian

Kebiasaan membolos yang sering dilakukan oleh siswa tentu akan berdampak negatif pada dirinya, misalnya dihukum, diskorsing, tidak dapat mengikuti ujian, bahkan bisa dikeluarkan

Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan dalam debit banjir adalah hujan yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pada waktu yang sama (Sosrodarsono, 1989).. Data

Tender adalah tawaran untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau menyediak menyediakan an barang yang diberikan oleh syarikat

Jumlah objek pada proses pelacakan menggunakan particle filter berbanding lurus dengan waktu pemrosesan, sedangkan pada pelacakan dengan metode Histogram of Oriented Gradient

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan kepemilikan institusional sebagai variabel independen, sedangkan

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya

Teman-teman seperjuangan penulis ; Desy, Steffie, Bunga, Evelyn, Sandy, Bima, Anda, Alya, Nora, Mitha, Robby, dan teman-teman penulis lainnya yang telah memberikan pendapat,