• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refrat Edema Pulmo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refrat Edema Pulmo"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

REFRAT

EDEMA PARU

KARDIOGENIK DAN NON KARDIOGENIK

OLEH: Ghea Sugiharti J500080052 PEMBIMBING: dr. Riana Sari Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2012

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien edema paru secara

komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.

Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24

(3)

B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bahwa edema paru merupakan keadaan emegensi yang bisa mengancam jiwa sehingga dapat mendiagnosa dengan tepat serta dapat mengetahui etiologi dan pelaksanaannya.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi

Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial paru dan air space paru.

Edema paru terjadi dari darah karena adanya aliran cariran keruang intertsisial paru yang

selanjutnya ke alveoli paru, yang melebihi aliran limfatik. Dalam keadaan normal terjadi

pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang intertsisial.

Edema paru timbul ketika alveolus dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes ke keluar (Putra, 2009). Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi. (Soewondo, 1989).

B. Etiologi

Menurut Ingram dan Braunwald (2005), bahwa klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus yaitu sebagai berikut.

1. Ketidak-seimbangan Starling Forces : a. Peningkatan tekanan kapiler paru :

(5)

 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b. Penurunan tekanan onkotik plasma :

 Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).  Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran

napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome).

a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb). c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,

alpha-naphthyl thiourea). d. Aspirasi asam lambung. e. Pneumonitis radiasi akut.

(6)

g. Disseminated Intravascular Coagulation.

h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j. Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik :

a. Post Lung Transplant.

b. Lymphangitic Carcinomatosis. c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas

• High Atitude Pulmonary Edema.

• Neurogenic Pulmonary Edema.

• Narcotic overdose.

• Pulmonary embolism.

• Eclampsia

• Post Cardioversion.

• Post Anesthesia.

• Post Cardiopulmonary Bypass.

Menurut murni dkk secara umum edema paru secara umum dibagi kedalam dua kelompok, secara etiologi yaitu :

1. Edema paru karena penyakit diluar jantung (Edema paru non cardiogenik)

(7)

Dari beragam kasifikasi di atas, edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Udema hidrostatik seperti pada gagal jantung, adalah akibat dari meningkatnya permeabilitas merupakan akibat dari jejas paru, yaitu Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Udema yang sering terjadi adalah akibat dari meningkatnya tekanan hidrostatik dan permeabilitas vaskuler.

B. Patogenesis Edema Paru

Patogenesis uedma paru dapat dibagi menjadi dua peristiwa. Yaitu, berpindahnya cairan dari rongga vaskuler kedalam interstisium dan masuknya cairan kedalam rongga

alveolar Dalam ruang interstisial terdapat reseptor justakpiler yang peka terhadap pembengkakan, rangsangan pada reseptor tersebut akan menimbulkan takipneu. Apabila tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik benar-benar terganggu maka air akan meninggalkan ruang interstisial menuju alveoli, surfaktan akan terlepas dan menyebabkan alveoli kolaps. Alveolus yang kolaps semula berbintik kemudian tergenang air, terjadi sembab alveolar yang terisi protein dan akhirnnya juga darah. Setelah tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat, maka hubungan interendotel terganggu dan protein mengalir ke interstisial. Apabila hal ini terus meningkat, maka

edema akan menetap.

(8)

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arhythmia dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada akhirnya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

Secara patofisiologis edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru. Akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan volume berlebihan di ventrikel kiri atau obstruksi jalur keluar dari

ventrikel kiri. Dampak akhir yang ditimbulkan adlah hipoksia berat.

2. Edema paru non kardiogenik

Ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan edema paru yang disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, misal apa penyakit hati (sirosis) dan sindrom nefrotik. Tekanan intertsisial yang menurun dengan cepat akibat pengosongan udara dalam rongga pleaura akan menimbulkan edema pleura. Demikian pula tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan menimbulkan edema intertsisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis peradangan atau keganasan dapat pula menimbulkan edema paru. Beberapa penyebab lain misalnya infeksi, aspirasi dan syok, menimbulkan edema paru difus berhubungan dengan hemodinamika. Beberapa penyebab edema pulmo non kardiogenik adalah sebagai berikut :

a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS), adalah sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar yang difus sebagai akibat dari respon peradangan

(9)

yang mendasarinya, pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah. ditandai dengan distress pernafasan, hipoksemia berat, infiltrat difus pada kedua paru. Patofisiologi ARDS adalah jejas paru difus akut yang dipicu secara langsung oleh saluran nafas (aspirasi isi lambung atau inhalasi bahan

toksik) atau secara tidak langsung yaitu melalui sirkulasi sistemi seperti sepsis.

b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

(10)

h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Gejala-gejala umum lain termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), pusing, kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada

muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium. Meski secara klinik kenyataannya sukar di deteksi:

Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan

memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru

menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini

(11)

merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi

hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat

dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.

C. Diagnosis Edema Paru

Tabel 1. Perbedaan Klinis Edema Paru Kardiak dan Edema Paru Non Kardiak

Edema Paru Kardiogenik

(12)

Anamnesis Pemeriksaan klinik Perifer : S3 gallop/Kardiomegali: JVP : Ronkhi : Tes Laboratorium EKG : Foto thoraks : Enzim kardiak : PCWP : Shunt : Intrapulmoner : Cairan : Edema/protein :

Pennyakit Jantung Akut

Akral dingin (+) Meningkat Ronkhi basah

Iskemia/infark Distribusi edema perihiler

Mungkin meningkat 18 mmHg ˃ Meningkat ringan 0,5 ˂

Pennyakit Dasar di Jantung Luar

Akral hangat, nadi meningkat (-)

Tidak meningkat Ronkhi kering

Biasanya norma Distribusi edeme perifer

Biasanya normal 18 mmHg ˂ Sangat meningkat 0,7 ˃

JVP : Jugularis Venous Pressure

PCWP :Pulmonary Capilory Wedge Pressure

(13)

Edema paru kardiogenik berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dispnea, karena kejadiannya sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Pasien batuk-batuk dan biasanya pada posisi duduk agar dapat mempergunakan otot bantu napas dengan baik saat respirasi, atau sedikit bungkuk ke depan, sesak hebat disertai sianosis, berkeringat dingin, batuk dengan sputum warna kemerahan (pnk frothy sputum).

Edema paru non kardiogenik muncul sebagai respon terhadap berbagai trauma dan penyakit yang mempengaruhi paru secara langsung (seperti aspirasi isi lambung, pneumonia berat, dan kontusio paru) atau secara tidak langsung (sepsis sistemik, trauma berat, pankreatitis).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada edema paru kardiak ditemukan frekuensi napas yang meningkat, dilatasi alae nasi, retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikular menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pau terdengar ronkhi basah kasar setengah lapangan paru atau lebih sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II mengeras, dan tekanan darah meningkat.

3. Pemeriksaan Penunjang 1)Foto toraks

Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda-tanda bendungan paru, akibat edema intertsisial atau alveolar.

1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah perifer 2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer

3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru

(14)

Hilus berkabut : batas hilus tak jelas

Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral dan meluas tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern) disertai garis kerley A, B, dan C. Gambaran radiologi seperti terlihat pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru non kardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang tampak normal.

Pada foto toraks edema paru non-kardiologik nampak infiltrat difus bilateral yang ringan atau alveolar, bercak-bercak (patchy bilateral) atau konflurens. Sulit untuk membedakan foto toraks antara ARDS dan edema paru karena gagal jantung.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :

1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus) 2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

3. Kranialisasi vaskuler

4. Hilus suram (batas tidak jelas)

5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar 1. Edema intertsisial

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi)

(15)

Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru

1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru) 2. Edema “Butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 4. Bat’s Wing

1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang memiliki kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)

2) Elektrokardiografi

biasanya EKG normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda isekemik atau infark biasanya hipertrovi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik non iskemik terdapat gambaran gelombang T negatif lebar dengan QT memanjang dan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil.

(16)

Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally (penyakit jantung koroner)

4) Laboraorium :

Pada edema paru kardiogenik :

• Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

• Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

• Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

• Kadar BNP (Brain Naturetic peptide) untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan penyakit lain seperti asma bronkial akut.

Pada edema paru non kardiogenik / ARDS:

• Hasil analisa gas darah normal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2 yang dihirup (FiO2) menurun < 200 mmHg. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena eleminasi CO2 menurun.

• Lekositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC),yang dapat terjadi pada keadaan sepsis, trauma berat atau trauma kepala.

• Gangguan faal hati dapat terjadi karena timbulnya multiple organ dysfunction syndrome (MODS)

Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk membedakan antara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis.

(17)

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure.

• Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,

• sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema.

Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU) setting.

D. Penatalaksanaan

Dalam Alsegaf dan Mukti (2009), disebutkan bahwa terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan tetap memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat edema paru harus segera diatasi.

Terapi edema paru kardiak harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakan yaitu sebagai berikut :

1. Posisi ½ duduk.

2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

(18)

4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).

6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. 7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit

atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

Penatalaksanaan edema paru non kardiogenik adalah : 1. Memperbaiki ventilasi dengan:

a. Pemberian O2 sehingga O2 dalam udara inspirasi mencapai 50-100% b. Intubasi endotrakheal

(19)

2. Mempertahankan sirkulasi, dengan :

a. Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over hidrasi 3. Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :

a. Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih rendah

b. Bila obat atau racun sebagai penyebab, beri obat antagonis.

E. Komplikasi

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.

F. Pencegahan

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

G. Prognosis

Prognosis jangka panjang dari edema paru ini sangat tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab yang dapat di obati atau pencetus, serta faktor kormobiditas yang menyertai.

Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan oleh kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat pasien

(20)

dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan sebelum serangan. Diantara beberapa gejala edema paru ini terdapat tanda dan gejala gagal jantung.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Edema paru terjadi karena adanya cairan dari darah ke ruang intertsisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dapat dibagi berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu sebab kardiogenik dan nonkardiogenik.

2. Pada dasarnya edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik dapat dibedakan secara klinis yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

3. Terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat edema paru harus segera di tangani.

4. Prinsip penanganan edema paru nonkardiogenik / ARDS yaitu mengatasi hipoksemia berat, mengobati penyakit dasar ARDS, dan tindakan suportif untuk mencegah komplikasi.

5. Penatalaksanaan edema paru secara spesifik tergantung penyakit yang mendasari, dengan sasaran output yaitu sirkulasi, pertukaran gas, dan mekanikal paru.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi, M. 2010. Sirkulasi paru, edema paru dan cairan pleura. Diakses dari

http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/edema-paru/ tanggal 18 juni 2012

2. Umar, N. 2010. Sistem pernafasan dan suctioning jalan nafas. Diakses dari http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1940/1/anastesiologinazaruddin.pdf pada tanggal 18 juni 2012

3. Pikir, B. S. 2010. Diagnosis dan pengelolaan edema paru kardiogenik akut. http//www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09diagnosisedema085.pdf/09diagnosisedema 085.hrml tanggal 19 juni 2012

4. Mukty, dkk. Sembab paru (Edema paru). Dalam : Alsagaff,H.,Mukty a, editors. Dasar-dasar Ilmu penyakit paru, surabaya: Airlangga University Press;2009.p.323-8 5. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. 2005. Acute pulmonary

edema. Diakses dari www.nejm.org tanggal 19 juni 2012

6. Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik

Akut. http://www.dunia-kesehatan.com/. Tanggal 20 juni 2012

7. Andrew Baird. 2010. Acute pulmonary oedema – management in general practice. In : AustRAliAn FAmily PhysiciAn Vol. 39, no. 12.

8. Hamsavir, E. Diagnosis dan Penatalaksanaan Pada Edema Paru. Dalam: koleksi artikel dan jurnal kesehatan. Dipublikasikan tanggal 12 februari, 2010.

(22)

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-edema-paru.html. diakses tanggal 20 juni 2010.

9. Nabili. S, 2010. Pulmonary Edema. Diakses dari http//:www.medicinet.com. tanggal 20 juni 2012.

10. Angerio AD, Kot PA. 1995. Pathophysiology of pulmonary edema.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8000933. diakses tangal 21 juni 2012. 11. Anonim. 2009. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.

http://www.dunia-kesehatan.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=60:diagnosis-dan-pengelolaan-edema-paru-kardiogenik-akut-&catid=36:penyakit-paru-paru&Itemid=55. Diakses

Gambar

Gambar 1. Edema intertsisial
Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bangunan Masjid Salman, Bandung pemilihan sutruktu atap berdasarkan pada tidak adanya keharusan dalam menggunakan kubah, juga karena ketidaksiapan

Berdasarkan ketiga-tiga buah buku yang dikaji iaitu buku Tatabahasa Dewan, Tatabahasa Asas dan Nahu Melayu Mutakhir, dapat dirumuskan bahawa terdapat beberapa perbezaan antara

Penertiban pasar simpang aur (Jalan AURI) yang selama ini ditempati untuk berjualan, dan sekarang jalan tersebut telah dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peran Dinas Pertanian dan Kehutanan Terhadap Pengawasan Hutan Lindung (Studi Kasus Desa Gunung Kijang Kecamatan Gunung Kijang

Use Case : buku serah kantung, daftar kantung, buat lap periodik, buat lap bulanan, buat lap kinerja harian, buat lap periodik incoming, buat lap hasil uji

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

[r]

jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, data