LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA PULMO
Dosen Pengampu:
Ns. Julvainda Eka P.U, M.Kep
Disusun Oleh:
Julius Afta Setyonugroho (2003022)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS KARYA HUSADA SEMARANG
2023/2024 A. Pengertian
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ektravaskuler dalam paru (Hanna, 2020).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat. (Smeltzer & Bare, 2019).
B. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Maria (2019) penyebab edema paru, yaitu:
1. Kardiogenik
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya payah jantung kiri dan adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh- pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk, serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non Kardiogenik a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, infark paru c. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru dibagi menjadi dua yaitu:
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
e. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re- expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
D. Patofisiologi/Pathway 1. Patofisiologi
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotic protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru yaitu:
a. Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan
normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial.
b. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.
Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup. Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema interstisial
diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik).
Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari edema paru tersebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah,. Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaliknya edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edema paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein plasma.
2. Pathway
Faktor Non Kardiogenik Faktor Kardiogenik
Gagal Jantung Kiri
ARDS Lung Injury
Infeksi pada Paru
Tekanan Kapiler Paru Meningkat
Penumpukan Cairan di Alveoli
Gangguan Pertukaran CO2 dan O2 Rongga Paru Dipenuhi Cairan
Penurunan Ekspansi Paru Gangguan Pertukaran Gas
Nyeri
Penurunan O2 dalam Darah Sesak
Pola Nafas Tidak Efektif
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Penurunan pemenuhan Kebutuhan O2
E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2019 ).
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien mengeluh sesak nafas dan nyeri dada sampai tembus belakang
b. Riwayat penyakit sekarang
Perawat memberikan pertanyaan kepada pasien terkait riwayat penyakitnya sekarang dan pasien mengatakan nafasnya sesak dan nyeri dada tembus sampai belakang.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
Berkuangnya Energi
Intoleransi Aktivitas Lemah
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
3. Review of System (ROS)
Meliputi keadaan umum, kesadaran, skala koma glaslow, TB/BB, TTV, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem perkemihan, sistem persyarafan, sistem imun, sistem reproduksi, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, sistem integumen, sistem sensori, dan sistem hematologi.
F. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kessehatan, risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal (PPNI, 2016). Diagnosa yang muncul pada pasien edema pulmo yaitu:
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas 2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus- kapiler
5. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena
G. Rencana Tindakan Keperawatan NO
DP
TUJUAN &
KRITERIA HASIL (SLKI)
INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
TANDA TANGA
N
1 Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka masalah Pola Nafas Tidak Efektif akan teratasi dengan kriteria hasil:
- Dispnea menurun - Frekuensi napas
membaik
- Kedalaman napas membaik
Manajemen Jalan Napas Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat - Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Dian
2 Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka masalah Nyeri Akut akan
Manajemen Nyeri Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Dian
teratasi dengan kriteria hasil:
- Keluhan nyeri
menurun
- Meringis menurun - Kesulitan tidur
menurun
- Pola napas membaik
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) - Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3 Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka masalah Intoleransi Aktivitas akan teratasi dengan kriteria hasil:
- Saturasi oksigen meningkat
- Dispnea saat
aktivitas menurun - Perasaan lemah
menurun
- Frekuensi napas membaik
Manajemen Energi Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
Dian
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
4 Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka
masalah Gangguan
Pertukaran Gas akan teratasi dengan kriteria hasil:
- Dispnea menurun - Gelisah menurun
- Napas cuping
hidung menurun - Pola napas membaik
Pemantauan Respirasi Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik) Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Dian
5 Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka masalah Perfusi Perifer Tidak efektif akan teratasi dengan kriteria hasil:
- Denyut nadi perifer
Perawatan Sirkulasi Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis.
nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle- brachial index)
Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
Dian
meningkat
- Edema perifer
menurun
- Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik
pengambilan darah di daerah keterbatasan perfusi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok - Anjurkan berolahraga rutin - Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
H. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan”
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat menggambil keputusan untuk mengakhiri asuhan keperawatan, memodifikasi asuhan keperawatan, atau meneruskan rencana asuhan keperawatan (Hariono, 2018)
I. Daftar Pustaka
Bulechek, Gloria M. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth edition.
USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier.
Herdman. T. Heather. 2019. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC.
Moorhead, Sue. 2020. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier.
Smeltzer, S. & Bare, B. 2020. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.