• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persediaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam semakin tahun semakin berkurang, menyadari hal tersebut pada tahun 1980 an, pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan mendorong penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun demikian sampai tahun 1990 an, kebutuhan bahan baku industri jauh lebih besar dibandingkan pasokan bahan baku yang berasal dari hutan alam dan HTI serta hutan rakyat. Dalam kondisi yang demikian, salah satu cara mengatasinya dengan memanfaatkan limbah kayu secara maksimal (Litbang Kehutanan, 2003). Limbah kayu tersebut tersebar di areal penebangan/eksploitasi dan di lokasi industri. Limbah kayu yang terjadi di areal penebangan volumenya kurang lebih 35% dari total kayu yang dapat dimanfaatkan. Menurut Litbang Kehutanan (2003), apabila dapat dimanfaatkan limbah kayu di areal penebangan sebesar 10% saja dapat menghemat penggunaan bahan baku kayu sebesar 10% dari hutan alam.

Selain limbah kayu di areal penebangan, limbah kayu industri tidak kala pentingnya. Limbah kayu ini lebih mudah pemanfaatannya daripada limbah penebangan, relatif mudah diperoleh dan biasanya bentuknya sudah lebih baik, sehingga pengerjaannya juga lebih mudah. Jenis limbah industri tersebut seperti sebetan dan potongan. Limbah ini dapat berasal industri berbasis kayu seperti industri penggergajian, meubel dan furniture.

Limbah kayu yang dihasilkan dari indutri penggergajian lebih besar dari industri meubel dan furniture. Limbah kayu penggergajian berkisar antara 20% sampai 30%, limbah industri meubel dan furniture berkisar antara 10% sampai 15% (Litbang Kehutanan, 2005). Sebagian besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk gergajian.

Menurut Litbang Kehutanan (2005), pemanfaatan limbah kayu industri meubel dan furniture dapat meningkatkan penerimaan perusahaan serta penyerapan tenaga kerja. Perusahan penggergajian, meubel dan furniture biasanya hanya memanfaatkan limbahnya sebesar 5% sampai 10%, sedangkan sisanya terbuang begitu saja atau dijual dengan harga yang sangat murah. Limbah yang terbuang tersebut apabila dimanfaatkan akan bernilai ekonomis.

PT. Safira Tumbuh Berkembang (PT. STB) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak memproduksi mainan anak-anak, yang dengan kecermatannya

(2)

mengolah dan memanfaatkan kayu bekas atau limbah kayu sebagai bahan baku produknya menjadi bernilai ekonomis. PT STB mengelola limbah kayu dalam bentuk aneka produk mainan anak-anak seperti mainan pajangan, mainan kotak celengan berbagai motif menarik, alat mengukur tinggi badan bergambar, lampu tidur, gantungan kunci, mainan bentuk, mainan alur dan mainan bongkar pasang

(puzzle), dengan jumlah desain yang ada dipasarkan saat ini sekitar 31 jenis. Sejak

didirikan pada tahun 1993 di Ciawi Bogor, PT. STB telah memasarkan mainan anak-anak dari limbah kayu di dalam negeri maupun di luar negeri. Negara tujuan eksport saat ini hanya ke negara Swiss dengan sistem job order, di mana perusahaan menerima desain aneka bentuk mainan anak-anak dari Swiss, kemudian diproduksi sesuai pesanan. Sedangkan tempat memasarkan produk yang dihasilkan untuk dalam negeri dilakukan dengan menyediakan tempat usaha dilingkungan pabrik yang diberi nama Rumah Abia. Dalam mengembangkan usahanya PT. STB sejak Januari tahun 2008, selain memproduksi mainan anak-anak, juga mengembangkan usaha karya wisata dengan sebutan perusahaan “Factory Outing” dalam bentuk mengenal lebih dekat proses produksi pembuatan mainan anak-anak sekaligus anak terlibat dalam proses produksi seperti mewarnai langsung mainan yang dipilih sesuai dengan selera warna yang disukai masing-masing anak. Proses belajar dengan melihat proses produksi menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak yang berkunjung dan memberikan respon dalam pengembangan usaha mainan anak sekaligus menjadi media promosi dan penjualan mainan anak.

Dalam pengembangan usahanya, PT. STB memasarkan produk hasil desain sendiri lewat Internet, yaitu memperkenalkan produk dan fasilitas yang terdapat pada PT. STB kepada konsumen yang ingin tahu lebih banyak tentang perusahaan. Dengan membuka website PT. STB, konsumen dapat mengadakan janji dengan perusahaan untuk berkunjung ke sekolah mempresentasikan dan mendemontrasikan berbagai produk PT. STB. Pada saat sekolah yang dikunjungi tertarik dengan presentasi yang disampaikan, maka pada kesempatan tersebut sekolah menyepakati untuk melakukan kunjungan ke PT. STB. Pemasaran lain yang dilakukan PT. STB adalah mengikuti pameran-pameran baik pameran besar maupun bazaar pada tempat tertentu. Melalui pameran, biasanya konsumen memesan (order) beberapa produk yang dihasilkan PT. STB.

Dengan berbagai pemasaran yang dilakukan Rumah Abia, khususnya pemasaran dalam negeri (domestik), seyogyanya jika dikaitkan dengan faktor

(3)

penawaran dan permintaan. pemasaran produk mainan anak-anak dari limbah kayu berkembang dan prospeknya menjanjikan atau cerah karena jumlah dan tingkat pertumbuhan anak usia 2 - 6 tahun meningkat setiap tahunnya yaitu sekitar 27% ( BPS, 2009). Tahap pertumbuhan usia 2 – 6 tahun anak butuh stimulasi untuk mempercepat atau menguatkan berbagai kemampuan anak seperti kemampuan motorik, konsentrasi, mengenal bentuk dan warna dan kreativitas anak (Hasuki, 2010). Namun fakta dilapangan, volume penjualan produk mainan anak-anak yang dilakukan PT. STB belum sesuai dengan harapan dan cenderung hanya mempertahankan keberadaan perusahaan belum menuju pengembangan usaha.

Beberapa masalah yang dihadapi perusahaan adalah sistem produksi mainan anak hanya 1 (satu) kali produksi untuk setiap jenis desain mainan anak yang dibuat dan desain yang menumbuhkan kreatifitas anak terbatas sehingga pada waktu konsumen menginginkan suatu produk mainan anak yang sama, sering sekali sudah tidak diproduksi Rumah Abia; sebagian besar produk mainan anak ditetapkan dengan harga yang tidak terjangkau masyarakat pada umumnya. Sedangkan permasalahan yang dihadapi konsumen dapat diduga (disinyalir) konsumen kurang mengenal atau bahkan tidak mengetahui produk mainan anak-anak PT. STB dan jenis produk yang dipasarkan; keterbatasan informasi yang diperoleh konsumen dimungkinkan menjadi penyebab kurang atau belum dikenalnya produk PT. STB; desain mainan anak berupa puzzle (bongkar pasang) yang dapat mempercepat dan menguatkan kemampuan mengasah motorik dan kreativitas anak belum disesuikan dengan kemampuan anak Indonesia pada umumnya, sehingga anak-anak hampir tidak bisa menyusun mainan puzzle tersebut yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan pada anak. Selain itu, mainan anak dari bahan lain seperti plastik atau logam atau playstation (vedio game) menjadi mainan anak pilihan alternatif yang dipilih konsumen.

Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka untuk mengetahui sejauhmana pengenalan konsumen terhadap produk mainan anak-anak dari limbah kayu akan mempengaruhi konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk mainan anak-anak dari limbah kayu, diperlukan pengamatan terhadap perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan konsumen untuk membeli produk mainan anak-anak. Menurut Angel et al (1994) yang dimaksud dengan perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk (barang) dan jasa termasuk proses keputusan yang

(4)

mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi perusahaan, penulis menfokuskan pengamatan pada tulisan Angel et al (1994) dalam bukunya Behaviour Consumer (perilaku Konsumen) yaitu, terdapat 5 faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli barang maupun jasa, yaitu 1) pengenalan kebutuhan; 2) pencarian informasi; 3) Evaluasi Alternatif; 4) pembelian dan 5) evaluasi setelah pembelian. Kelima faktor ini penting dilakukan guna memperoleh masukan dari konsumen tentang produk mainan anak dari limbah kayu yang dipasarkan PT. STB untuk proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.

Sejalan dengan kondisi di atas maka penulis mendalami kajian tentang perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian suatu produk dan merumuskan judul penelitian “Strategi Peningkatan Produk Mainan Anak-Anak dari Limbah Kayu PT. Safira Tumbuh Berkembang”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi PT. STB, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apakah yang mendasari konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk mainan anak dari limbah kayu PT. STB?

b. Bagaimana rencana pengembangan produk mainan anak-anak dari limbah kayu yang akan dilaksanakan PT. STB?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengenalan konsumen terhadap produk mainan anak-anak dari limbah kayu pada PT. STB/Rumah Abia.

b. Menyusun strategi pemasaran pengembangan usaha produk mainan anak-anak dari limbah kayu PT. STB (Rumah Abia).

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi PT. STB dalam pengembangan usaha produk mainan anak-anak.

(5)

b. Sebagai rujukan bagi usaha sejenis dalam pengembangan usaha.

c. Memberikan kontribusi dalam pengembangan pengetahuan dan penerapan metoda analisis suatu kajian pengembangan usaha mainan anak dari limbah kayu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan kelemahan yang didapat saat penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) bentuk miskonsepsi siswa perlu diketahui

• Semua produk yang dihasilkan melalui proses yang sama seharusnya menerima pembagian dari biaya gabungan, yang besarnya proporsional dengan unit fisik yang sama dan tidak berbeda

menampilkan permainan alat musik kompang disertai nyanyian yang memuat syair puji-pujian terhadap Allah SWT dan Rasulullah, maka Pertunjukan Atraksi Kompang

Sekolah Penelitian ini dapat menjadi salah satu pengetahuan tentang sikap siswa terhadap matematika serta minat dan motivasi siswa yang berada di siswa di SMP Negeri 3 Gedangsari

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan data yang diperoleh di Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Sahabat maka penulis mengambil kesimpulan sebagai jawaban atas

[r]

Setelah dilakukan scenario, diusulkan bagi pemangku kebijakan agar dilakukan pemotongan arus distribusi beras dan gula yaitu pada komoditas beras adalah Grosir/agen jadi

rehabilitasi yang dimaknai hanya sebagai proses yang memang harus dilakukan, kemudian Blummer kembali menjelaskan makna muncul tidak begitu saja melainkan hasil