• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH V AKSINASI DENGAN LARVA TIGA HAEMONCHUS CONTORTUS IRADIASI TERHADAP RESPON KEKEBALANPADADOMBA. Beriajaya* dad Sukardji P.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH V AKSINASI DENGAN LARVA TIGA HAEMONCHUS CONTORTUS IRADIASI TERHADAP RESPON KEKEBALANPADADOMBA. Beriajaya* dad Sukardji P."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Risalah Perlemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan T eknologi IsOlop dan RadiaSl; 2000

PENGARUH V AKSINASI DENGAN LARVA TIGA HAEMONCHUS

CONTORTUS IRADIASI TERHADAP RESPON

KEKEBALANPADADOMBA

Beriajaya* daD Sukardji P.**

.Balai Penelitiwl Veteriner, Bogor

..Puslitbang Teknologi Isotop daD Radiasi, BATAN, Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuml untuk mengetahui pengaruh vaksinasi dengan larva tiga cacing Haemonchus contoltusiradiasi terhadap respon kekebalan pacta domba. Sebwlyak 15 ekor domba jantan muda, jenis ekor tipis yang telah heros cacing dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 5 ekor. Kelompok satu divaksin dengan 50.000 larva tiga cacing H. contortus iradiasi sebanyak 3 kali dengan selang waktu 3 minggu dan 3 minggu kemudian ditantang per oral dengan 50.000 larva tiga cacing H. conto11us. Kelompok dua divaksin seperti kelompok satu tetapi tidak mendapat tantangan. Kelompok tiga tidak divaksin tetapi ditantang pacta hari yang sarna seperti kelompok satu. Pengarnatan dilakukan terhadap jumlah telur cacing, jumlah cacing dewasa, nilai total protein serum darah dan titer antibodi terhadap cacing H. conto11us. Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh Yallg tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah telur cacing, jumlah cacing dewasa dan titer antibodi, tetapi pengaruh yang nyata (P<0,05) terlihat pacta nilai total protein serum darah antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak divaksin. Dalam penelitiall ini belum terlihat adanya kekebalan yang protektif dari vaksin larva tiga cacing H. contorlus iradiasi pada domba yang ditunjukkan dati jumlah cacing dewasa antara kelompok yang divaksin dan kelompok yang tidak divaksin.

Kata kunci: Haemonchus contorlus, larva iradiasi, domba, vaksin

ABSTRACT

The objective of this study was to detennine the effect of vaccination with irradiated third stage larvae of Haemonchus contortus on inunwIe responses in sheep. A number of 15 young male thin-tail sheep freed of wonns were divided into 3 groups of 5. The first group was vaccinated with 50.000 irradiated third larvae of H. contortus 3 times with an interval of 3 weeks and 3 weeks later was challenged with 50.000 third larvae of H. contortus. The second group was vaccinated as group I but without challenged. The third group was not vaccinated but challenged as group I. Observations were carried out on egg counts, wonn counts, total serum protein and mItibody titer agaillSt H. contortus. The results showed there was no significant differences (P>0.05) on egg counts, wonn counts and antibody titer, but a significant difference was seen on value of serum protein between vaccinated group mId non vaccinated group. The results showed no protective inununity which is showed in wonn counts of vaccinated mId non vaccinated groups.

Key words: Haemonchus contortus, irradiated larvae, sheep, vaccine

PENDAHULUAN

tarat penelitian (9, 10). Protein yang berasal dari ekstrak

membran salman pencemaan dan disebut Hll

kemungkinan dapat digunakan sebagai antigen karena mempunyai daya proteksi yang baik (11, 12, 13). Beberapa peneliti telall memanfaatkan telmik nuklir dengan card meradiasi larva tiga cacing H. contortu5', tetapi pengarull yang ditimbulkcw belum memuaskan (14,

15,16,17),

Tujuan dari penelitian ini adalall untuk mengetahui pengaruh vaksinasi dengan larva cacing H. contortus yang telah diradiasi terhadap respon kekebalan pacta domba yang diukur dari jumlah telur daD cacing dewasa, nilai total protein dalam serum daD titer antibodi. Cacing nematoda S.:11uran pencemaan yang banyak

menyeratlg temak domba dan karnbing adalall

Haemonchus contortus. Cacing ini terdapat di lambUlIg kelenjar datI banyak menghisap darall. Sebagai akibatnya hewan menjadi anaemia dcll1 terlilmt oedema di rallang bagian bawah (bottle jaw) (1). Temak domba dcw kambing Ulnumnya terserang cacing nematoda dari berbagai spesies dan cacing H. contortus merupakan spesies yang dolninan (2). Gejala yang Ulnum terlilmt

hewan menjadi kurus dan sering menimbulkan kematian terutama hewan muda (3, 4).

Kontrol terl1.1dap penyakit cacing yang Ulnumnya dilakukan di Indonesia menggunakan obat cacing (antelmintik) (5) dan perbaikan lnanajemen peternak.lI1 (6). Kelemahan penggunaarl antellnintik hila digunakan secata terns menerus dapat menimbulkan resistensi obat (7, 8) dan residu dalarn jaringan tubulI. Usaha penanggulangan penyakit cacing dengan menggtmakan vaksin merupakan pilihan yang terbaik tetapi sayangnya vaksin tersebut belmn ada dipasaran karena masih dalarn

BAHAN DAN METODA

Dewan percobaan

Lima belas ekor domba jantan yang berumur 4-5

bulan dan telal\ bebas dari infeksi cacing dibagi menjadi

3 kelompok rnasing-rnasing

5 ekor. Kelompok pertama

(2)

Risalah Pe,temuan Ilmiah Penelilian dan Pengemfungan leknologi lsalop dan Radlasi 2fXKJ

iradiasi sebanyak 3 kali dengan selang wakhl 3 minggu daD 3 minggu kemudian dilakllkan taI1tangan dengan 50.000 larva infektif. Kelompok kedua dilakukall vaksinasi seperti kelompok pertama tetapi tidak ditantang. Kelompok ketiga tidak divaksinasi tetapi ditangtang seperti kelompok pel1a1na.

ternyata berbeda nyata (P<O,O5). Rata-rata jwnlah telur cacing antara kelompok yang divaksin dan tanpa divaksin tidak berbeda nyata (P>O,O5), tetapi berbeda nyata (P<O,O5) dengan kelompok yang tidak ditantang. Larva cacing yang mendapat iradiasi mengalami peruballan dalam siklus hidupnya, dimana setelah menjadi cacing dewaS<1 mempunyai telur-telur yang steril (23). Telur-telur tersebut tidak mempunyai morula sehingga tidak dapat berkembang menjadi larva atau dengan kala lain telur-telur tersebut mati. Dari data ini belum terlilmt perbedaan jUInlall telur cacing antara kelompok yang divaksin dan tidak divaksin. Vaksinasi dengan larva iradiasi belum dapat merangsang kekebalan sehingga hewan tetap peka terhadap infeksi langtang.

Domba donor

Scbanyak 2 ekor domba jantan yang berumur 4-5 bulan digunakan sebagai donor. Domba tcrsebut diberi antelmintik 3 kali dengan sclang 3 Iwi untuk membebaskan dari ilueksi cacing. Sebanyak 5.000 larva infektif cacing Haemonchus contortus diberikan secara oral kepada domba donor. Setelah tiga minggu. domba tersebut mengllasilkml telur cacing dalam tinjanya. Tinja domba ditampung dengml tempat penmnpungan tinja yang diikat pada dt1erah sekitar anus. Tinja tersebut kemudian dibiakan UIltuk mendapatkan larva cacing. Pekerjaan ini harns diulang beberapa kali untuk

mendapat larva caGing dalmnjumlall banyak.

Tabel2. Rata-rata jumlah cacing dewasa dalam

abomasum domba dari masing-masing kelompok

Kelompok

Vaksin daD ditantang Vaksin tanpa

ditantang-Rata-rata 1515

837

1432

-Tanoa ~sin tetaoi ditan~g

lradiasi larva

Sebanyak saul juta larva cacing H. con/or/us dari pupukan tinja berasal dari domba donor yang ltanya diinfeksi cacing H. con/or/us diradiasi dengan menggunakan gallUna cell 220 dengan dosis 500 GY di Pusat Aplikasi lsotop daD Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Pasar Jumat, Jakarta. Larva yang telah diradiasi dalam keadr'lan masih segar digtmak.'1D unulk vaksinasi hewan. Proses ini diulang 3 kali karena vaksinasi dilakukaIl 3 kali.

Rata-rata jumlah cacing dewasa dan cacing muda dalam abomasum domba daTi setiap kelompok dapat dilihat dalam Tabel 2 dan 3. Rata-rata jumlah cacing dewasa antara kelompok yang divaksin dan tidak divaksin tidak berbeda nyata (p>O,O5), tetapi berbeda nyata dengan kelompok yang tidak ditantang. lradiasi larva cacing belum dapat membuat proteksi terltadap infeksi tantang karena tidak merangsang timbulnya kekebalan. Hal ini kemungkinan karena pemberian vaksin dilakukan tiga kali dengan selang waktu 3 minggu. Pemberian vaksin umurnnya dilakukan 2 kali dengan maksud untuk meningkatkan kekebalan dan

selang waktu yang terlalu lama (3 minggu)

memungkinkan kekebalan yang terbentuk akan turun kemmbali (24). Akibat dari iradiasi, sebagian larva tumbuh menjadi dewasa, tetapi tidak menghasilkan telur cacing yang dapat berkembang dan sebagian lagi tetap menjadi cacing muda atau proses perkembangannya lebih lama.

Pengamatan

Pengambilan sronpel berupa tinja 6 minggu

setelah tantangan dan serum daraJl dilakukan setiap

minggu. Tinja diperiksa untuk menentukan jumlah telur

cacing (18). Serum diperiksa untuk menentukan total

serum protein yang dilakukan menurut metoda Lowry et

al (19) daD titer antibodi dengan menggunakan ELISA

(20) dan antigen yang digunakan berasal dari larva

cacing (21). Lilna minggu setelah uji tantang semua

hewan diblmuh dan cacing H. contortus yang terdapat di dalam lambung kelenjar (abomasum) dilritung (22).

Tabel3. Jumlah cacing muda dalam abomasum domba

dari masing-masing kelompok

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok

Vaksin daD ditantang

Vaksin tanp:a

Qi!~~~

Rata-rata

2942 1148 1134 Hasil perllitungan jumlah telur cacing tiap gram

tinja 3 minggu setelall ditantang dapat dililmt dalmu Tabel I.

Tanpa v*~in tetapi ditantan~

Rata-rata jumlah telur cacing tiap gram tinja 5

minggu setelah ditantang pad a domba yang

divaksin dengan larva iradiasi

Tabcl

Rata-rata jumlah cacing muda kelompok vaksin

tanpa ditantang dan kelompok tanpa vaksin tetapi

ditantang tidak berbeda nyata (P>O,O5),

tetapi berbeda

nyata (P<O,O5)

dengan kelompok vaksin daD ditantang.

Cacing muda merupakan bagian daTi pertumbuhan

cacing, dimana sebagian besar larva iradiasi hanya

tumbuh menjadi cacing muda atau perkembangannya

menjadi lambat. Pemotongan

hewan 5 minggu setelah

tantangan seharusnya sudah cukup untuk melihat

perkembangan cacing. Hal ini juga terlihat pada

Kelompok

Vaksin dan ditantang Vaksin tanoa ditantang

Rata-rata 1944

62 1713

--Tanpa

v~sin teta~tantan~

Rata-rata jurnlah telur cacing antara ketiga

kelompok yang diperiksa 5 minggu setelah ditantang

(3)

Risa/ah PeltemlJan //miah Penelilian dan Pengembangan /ekn%gi /salOp dan Radia5~ 2(x)()

iradiasi sebanyak 3 kali dengan selang waktu 3 minggu daD 3 minggu kemudian dilaktlkan tantangan dengan 50.000 larva infektif. Kelompok kedua dilakukan vaksinasi seperti kelompok pertama tetapi tidak ditantang. Kelompok ketiga tidak divaksinasi tetapi ditangtang seperti kelompok pertama.

temyata berbeda nyata (P<O,O5). Rata-rata jumlah telur cacing antara kelompok yang divaksin dan tanpa divaksin tidak berbeda nyata (P>O,O5), tetapi berbeda nyata (P<O,O5) dengan kelompok yang tidak ditantang. Larva cacing yang mendapat iradiasi mengalami perubahan dalam sikIus hidupnya, dimana setelah menjadi cacing dewasa mempunyai telur-telur yang steril (23). Telur-telur tersebut tidal mempunyai morula sehingga tidak dapat berkembang menjadi larva atau dengan kata lain telur-telur tersebut mati. Dari data ini belum terlilmt perbedaan jwnlall telur cacing antara kelompok yang divaksin dan tidak divaksin. Vaksinasi dengan larva iradiasi belum dapat merangsang kekebalan sehingga hewan tetap peka terhadap infeksi tangtang.

Domba donor

Sebanyak 2 ekor domba jantan yang berurnur 4-5 bulan digunakan sebagai donor. Dornba tersebut diberi antelrnintik 3 kali dengan selang 3 lmri untuk rnernbebaskan dari iIlfeksi cacing. Sebanyak 5.000 larva infektif cacing Haemonchus con/or/us diberikan secara oral kepada dornba donor. Setelah tiga rninggu, dornba tersebut menglmsilkaxl telur cacing dalam tinjanya. Tinja domba ditampung dengan tempat penaxupungan tinja yang diikat pada dc'lerah sekitar anus. Tinja tersebut kemudian dibiakan untnk mendapc'ltkc'111 larva cacing. Pekerjaan ini Imrus diulaxlg beberapa kali untuk

mendapat larva cacing dalaxn jUlnlall banyak.

Tabel 2. Rata-rata jumlah cacing dewasa dalam abomasum domba dari masing-masing kelompok

Kelompok

Vaksin daD ditantang

~aks~pa ditantan~

Rata-rata

1515

837

1432

Tanpa v~sin tetapi

ditantang-lradiasi larva

Sebanyak sanl juta larva cacing H. contortus dari pupukan tinja berasal dari domba donor yang hanya diinfeksi cacing H. contortus diradiasi dengan menggunakan ganuna cell 220 dengan dosis 500 GY di Pusat Aplikasi Isotop daD Radiasi, Badan Tefu1ga Atom Nasional, Pasar Jumat, Jakarta. Larva yang telah diradiasi dalam kead.1an masih segar digunakan unnlk vaksinasi hewan. Proses ini diulang 3 kali karena vaksinasi dilakukall 3 kali.

Rata-rata

jumlah cacing dewasa daD cacing muda

dalam abomasum domba dari setiap kelompok dapat

dilihat dalam Tabel 2 daD 3. Rata-rata jumlah cacing

dewasa antara kelompok yang divaksin daD tidak

divaksin tidak berbeda nyata (p>O,O5), tetapi berbeda

nyata dengan kelompok yang tidak ditantang. lradiasi

larva cacing belum dapat membuat proteksi terlmdap

infeksi tantang karena tidak merangsang timbulnya

kekebalan. Hal ini kemungkinan karena pemberian

vaksin dilakukan tiga kali dengan selang waktu 3

minggu. Pemberian vaksin umumnya dilakukan 2 kali

dengan maksud untuk meningkatkan kekebalan dan

selang waktu yang terlalu lama (3

minggu)

memungkinkan kekebalan yang terbentuk akan turun

kemmbali (24). Akibat daTi iradiasi, sebagian larva

tumbuh menjadi dewasa, tetapi tidak menghasilkan

telur

cacing yang dapat berkembang daD sebagian lagi tetap

menjadi cacing muda atau proses

perkembangannya

lebih

lama.

Pengamatan

Pengmnbilan smnpel berupa tinja 6 minggu setelah tantangan daD serum darall dilakukan setiap minggu. Tinja diperiksa untuk menentukan jmnIah telur cacing (18). Serum diperiksa untuk menentukan total serum protein yang dilakukan menurut metoda Lowry et al (19) daD titer antibodi dengan menggunakan ELISA (20) d.w antigen yang digunakan berasal dari larva cacing (21). Lima minggu setelah uji tantang semua hewan dibunuh dan cacing H. contortus yang terdapat di dalam lambung kelenjar (abomasum) dilliumg (22).

Tabcl 3. Jumlah cacing muds dalam abomasum domba dari masing-masing kclompok

BASIL DAN PEMBABASAN

Hasil perllitungan jumJah telur cacing tiap gram tinja 3 minggu setelall ditantang dapat dilillat dalaJu Tabel I.

Tabcll. Rata-rata jumlah tclur cacing tiap grdm tinja 5

minggu sctelah ditantang pada domba yang

divaksin dcngan larva iradiasi

Rata-rata jumlah cacing muda kelompok vaksin

tanpa ditantang dan kelompok tanpa vaksin tetapi

ditantang tidak berbeda nyata (P>O,O5),

tetapi berbeda

nyata (P<O,O5)

dengan kelompok vaksin clan ditantang.

Cacing muda merupakan bagian dari pertumbullan

cacing, dimana sebagian besar larva iradiasi hanya

tumbuh menjadi cacing muda atau perkembangannya

menjadi lambat. Pemotongan

hewan 5 minggu setelah

tantangan seharusnya sudah cukup untuk melillat

perkembangan cacing. Hal ini juga terlihat pada

KelomDok

Rata-rata

1944 62 171.3 Vaksin daD ditantang

Vaksin tanpa ditantanJ!.

Tanoa vaksin tetaoi ditantang

Rata-rata jmnlah telur cacing antara ketiga

kelompok yang diperiksa 5 minggu setelah ditantang

(4)

Risa/ah Perlemuan //miah Penelilian dan Pengf'l77bangan r t'/inologi /solop dan Radiasi, 2fXXJ

kelompok yang tanpa vaksin tetapi ditantang.dimana setengall dari jumlah cacing yang berkembang ada.1all cacing mud:'l. Untuk mengurangi jmnlah cacing muda maka pemotongan hewan untuk keperluan perhitungan cacing hams lebih lama setelah hewan ditantang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pernberian 50.000 larva iradiasi cacing H. contortus pacta dornba belurn rnenimbulkan daya proteksi terhadap infeksi tantangan. Selang pemberian vaksin selama 3 lninggu dan pengulangan vaksinasi sampai tiga kali tidak perlu dilakukan mengingat akibat dari itu kernungkinan daya proteksi hewan malahan tunm: Perlu diteliti lebih lanjut apakah dosis pernberian larva iradiasi sudah tepat sellingga dapat rnenirnbulkan respon kekebalan.

Tabel4. Rata-rata nilai total protein serum 5 minggu

setelah ditantang pad a domba yang divaksin

dengan larva iradiasi

Kelompok

Vaksin dan ditantang

Vaksin tanpa ditantan~

Rata-rata

9.738 6.860 5.766

Tanpa vaksin tetapi ditantan~

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Veteriner, Bogor yang telah memberi izin dan fasilitas sehingga penelitian ini terlaksana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Gozali Mukti, Ir Harison dan para teknisi di bagian Parasitologi dan Bioteknologi yang telah membantu penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

SOULSBY E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Anilnals (7 ed). Bailliere, Tindall, London.

2.

BERIAJAYA and COPEMAN D B (1997) An

estimate

of seasonality

and intensity of infection

with gastrointestinal nematodes in sheep and

goats in West Java. Jurnal J/mu Ternak don

Veteriner

2: 270-276.

3.

BERIAJAYA and STEVENSON P. 1986. Reduced

productivity in small ruminant in Indonesia as a

result of gastrointestinal

nematode

infections. In

Livestock Production and Diseases in the

Tropics, (eds M.R. Jainudeen, M. Mahyuddin

and J.E. Hulm). Proceedings of tile 5 th

Conference Institute Tropical

Veterinary

Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia.

Rata-rata nilai total protein senun yang diperiksa

5 minggu setelah ditantang dapat dilihatdalam Tabel 4. Rata-rata nilai total protein antara kelompok yang divaksin daD yang tidt1k divaksin berbeda nyata (P<0,05). Pemberian VakSillasi dengan larva iradiasi meningkatkan nilai total protein serum. Peningkatan ini kemungkinan karena terbentuknya zat-zat seperti gamma globulin yang menyusun antibodi. Pemberian larva iradiasi merangsang timbulnya respon, tetapi apakah respon ilU protektif? Hal ini hams sejalan dengan data jWulall cacing dewasa dan titer antibodi.

Rata-rata titer antibodi daTi ketiga kelompok domba yang divaksin dengatl larva iradiasi dapat dilihat dalam Tabel 5. Titer atrtibodi ini tidt1k berbeda nyata (P>0,05) antara san! kelompok dengan kelompok yang lain. Pemberian vaksinasi dengan larva iradiasi akan menyebabkan kellaikan titer antibodi. Hal ini terlihat dati sampel yang dipeTiksa sebelum uji tantang dimana titer antibodi daTi kelompok hewan yang divaksin sedikit lebih tinggi walaupun tidak nyata perbedaannya (P>0,05) (15,24).

Antigen yang diberikatl berupa larva tiga cacing H. con/or/us yang telah diradiasi. Akibat daTi radiasi kemungkinan rantai asam atnino yang menyusun protein daTi antigen tersebut terputus selungga larva tersebut berkurang daya patogenitasnya. Hal ini terlillat pacta Tabel 1 daD 2, dilnana kelompok vaksin yang tidak ditantang menghasilkan jumlah telur dtw jumlah cacing yang sedikit. Pemberiatl larva yang berkurang daya patogenitasnya kemungkilkw akan menimbulkan respon. Dalam hal ini respon tersebut belum terlihat walaupun ke.1ompok yang divaksin dt111 ditantang memperlihatkan total protein serum yang lebih tinggi (Tabcl 4). Tidak timbulnya respon kekebalatl kemungkinan karcna dosis pcmberian larva iradiasi sebanyak 50.000 tcrlalu bcsar schingga perlu diteliti dosis yang tepat agar rcspon tcrscbut timbul. Selain itu selang pemberian dan banyaknya pemberian perlu juga diteliti schingga diketalmi secara tepat kapan vaksinasi l1anls diulang.

4.

HANDAYANI S.W. and GATENBY R.M. 1988.

Effects of management

system, legume feeding

and antIlelmintic treatment on tIle performance

of Iambs in North Smnatra. Tropical Animal

Health and Production 20: 122-128.

5. BERlAJA Y A. 1986. The significant importance of gastrointestinal nematodiasis on village sheep in an upland area of Garut, West Java. Penyakit

Hewan 88: 130-133.

BERIAJA Y A daD SUHARDONO. 1998.

Penanggulangan nematodiasis pada ruminansia kecil secara terpadu antara rnanajemen, nutrisi daD obat cacing. Pros. Seminar Nasional Peternakan don Veteriner. 18-19 Nopember 1'997. Bogor.

Tabel 5. Titer antibodi 5 minggu setelah ditantang pada domba yang divaksin dengan larva iradiasi

(5)

R/:sa/ah Pertemuan //miah Pene/itian dan Pengembangan leknologi /sotop dan Radias~ 2fXXJ

7.

WALLER P.J., ECHEVARRIA F., EDDI C.;

MACIEL S., NARI S. and HANSEN J. W. 1995. Antheltnintic resistance of nematodes in sheep flocks in South Atnerica. r,'eterina,:v Record

136: 620.

16. SIVANATHAN

S.,

DUNCAN

J.L.

URQUHART G.M.

1984. Some

ililluencing immunization of sheep

ilTadiated Haemonchus contortus

v'eterinary

Parasitology 16: 113-123.

and

factors

with

larvae.

8.

WALLER

P.l.

1994. The development of

antllelmintic resistance in nuninant livestock.

Acta Tropica 56: 233-243.

7. BERIAJAYA, ADIWINATA G. dan

PARTODIHARDJO S. 1994. Sturn pendahuluan tentang larva cacing Haemonchus contortus yang diradiasi pacta kelinci. Risa/ah Pertemuan J/miah Ap/ikasi Isoto! don Radiasi do/am bidang Industri. Pertanian don Lingkungan. 14-15 Desember 1993. Jakarta.

9. MUNN E.A. 1993. Development of a vaccine against Haemonchus contortus. Parasitology

Today 9: 338-339.

10. MUNN E.A. 1997. Rational design of nematode

vaccines: hidden antigens. International Journal

for Parasitology 27: 359-366.

18. WHITLOCK H. V. 1948. Some modification of the

Mc Master helminth egg-counting

technique and

apparatus.

Journal of the Council for Scientific

and Industrial Research

21: 117-118.

SMITH T.S., MUNN E.A., GRAHAM M.,

TAVERNOR A.S. and GREENWOOD C.A.

1993. Purification mId evaluation of the integral membrane protein H II as a protective antigen against Haemonchus contortus. International Journal for Parasitology 23: 271-280.

1.9. LOWRY O.H., ROSENBORGH N.J., FARR A.L. and RANDALL R.J. 1.951.. Protein measurement with fol.in phenol reagent Journal of Biological Chemistry 1.93: 265-275.

20. MUKTI

M.R.

,

BERIAJA

Y A,

SURYONO,

PARTODIHARDJO S. 1994. Penggunaan

Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk

mendeteksi antibodi antilarva Haemonchus

contortus di dalaIn serum domba. Risalah

Pertemuan I/miah Ap/ikasi Isoto! don Radiasi

do/am bidang Industri, Pertanian don

Lingkungan. 14-15 Oesember

1993. Jakarta.

12. MUNN E.A., SMITH T.S., GRAHAM M.,

GREENWOOD C.A., T A VERNOR A. S. and COETZE G. 1993a. Vaccination of Merino

lambs against haemonchosis with

membrane-associated proteins from adults parasite. Parasitology 106: 63-66.

13. MUNN E.A., SMITH T.S., GRAHAM M.,

TAVERNOR A.S. and GREENWOOD C.A.

1993b. The potential value of integral membrane proteins in tile vaccination of Iambs against Haemonchus contortus. International Journalfor Parasitology 23: 261-269.

21. SMITH W.D. 1977. Antilarval antibodies in the

serum and abomasal mucus of

sheep

hyperinfected with Haemonchus contortus. Research in Veterinary ,S'cience 22: 334-338.

22. Manual of Veterinary Parasitological Laboratory

Teclmiques. 1971. Teclmical Bulletin No 18,

Her Majesty's Stationery

Office. London.

14. JARRETT W.F.H., JENNINGS F. W., McINTYRE

W.I.M., MULLIGAN W. and SHARP N.C.C. 1959. Studies on ilmnunity to Haemonchus contortus infection: Vaccination of sheep using a single dose of x-irradiated larvae. American Journal of f/eterina,:v Research 20(26): 527-530.

23. BITAKARAMIRE P.K. 1973. Prelimillal)' studies on tile immunization of cattle animal against Fasciolasis using gamma irradiated metacercarie of Fasciola gigantica. Isotop and Radiation in Parasitology III. Proc. Panel Kabete, 1971.

lAEA Viena : 23.

15. URQUHART G.M., JARRETT W.F.H., JENNINGS F. W., McINTYRE W.I.M. and MULLIGAN W. 1966. ImmlUuty to Haemonchus con/or/us infection: relationship between age and successful vaccination with irradiated larvae.

American Journal of ,,'eterinary Research 27:

1645-1648.

24. TIZARD I.R. 1995. lmmunologv. An introduction. Fourth Edition. Saunders College Publishing,

USA.

(6)

Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitlan dan Pengembangan T eknologi Isotop dan RadiaSl; Z(X)()

DISKUSI

HARYANTO

NIZAR NASRULLAH

Apakah yang dimaksud dengan larva tiga, ap.1kah acta larva-larva lain, kalau acta mengclpa digunakml larva tiga untuk memvaksin domba ?

Mohon penjelasan apakah telur-telur cacing pada K2 tidak menjadi lebih gaIlas pada generasi berikutnya ?

SUKARDJI P. (BERlAJA Y A)

SUKARDJI P. (BERIAJA Y A)

Dari uraian tadi jelas bahwa cacing muda dan

cacing dewasa

menjadi rendah dan bentuk fisik cacing

kelihatan steril tidak mampu

lagi bereproduksi.

Kare",'! L3 adalall larva yang paling patogen/ganas

daD banyak ditemui di daun-dawl rumput untuk dilnakan domba. pada rase L3 itu yang paling patogen hams dirangsang (dilelnal1kan) dengan iradiasi dengan harapan dapat memberikan respon kekebalan yang optinml.

RIY ANTI S.

Penyakit apa saja yang mllmnnya menyerang pada domba daD temak nuninansia lain, dan sampai dimana kerugiannya ?

SUHARYONO

SUKARDJI P. (BERIAJA Y A)

1. Haemonchus contortus akan dimnbil telun1ya dalmn

upaya menentukan EPG, bagaimana cara

membedakan

telur dari cacing lainnya karena dalam

usus banyak

jenis cacing lainnya.

2. Pembuatan

vaksin pada wnumnya dilakukan di virus,

kalau penemtlan untuk parasit tentunya lama,

bagailnana caranya mempercepat

penemuan vaksin

tersebut "

1. Banyak penyakit yang menyerang domba/ternak ruminansia sehingga merugikan.

2. Penyakit yang menyerang hewan antara lain..

Distomatosis, scabies. kaskado. TBC, anthrax,

anaplasmois,

dU.

Kerugiannya : Menurunnya produksi dan kualitas daging sapi dengan kematian.

SUKARDJI P. (BERIAJA Y A)

BINT ARA H. SASANGKA

Menurut pengalaman

Saudara,

mana yang lebih

efektif pembuatan

vaksin dengan

bantuan iradiasi atau

metode

yang Iainnya ?

I. Karena sebelUlu penelitiml ini cacing telah dibersiltkml daTi ulbuh aDak domba yang akan dipakai penelitian, setelah bersih barn dipakai untuk penelitian. Jadi dalmu pemeliharaan karena tidak tercemar cacing lain.

2. Untuk vaksin virus dengan iradiasi memang sulit, dosis iradiasi optimc'llpun belUll1 banyak diketalmi, haI ini telaIl kalui konsultasikan ke Balitvet.

SUKARDn P. (BERIAJAYA)

Pembuatan vaksin iradiasi masih jarnng

sedangkan metode konvensional telall banyak dihasilkan seperti vaksin ND, Gumboro, rabies dIl. dibuat dengan tidal menggunakan iradiasi.

Gambar

Tabel 2.  Rata-rata  jumlah  cacing  dewasa  dalam abomasum domba dari masing-masing kelompok
Tabel 5.  Titer  antibodi  5  minggu  setelah ditantang pada domba yang divaksin dengan larva iradiasi

Referensi

Dokumen terkait

Nilai pendidikan kejujuran lainnya yang terkandung dalam teks cerita randai “Malangga Sumpah” adalah nilai-nilai pendidikan kejujuran yang berindikasi pada sikap

Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas borneo vortex terhadap curah hujan ekstrim penyebab banjir terjadi pada tanggal 06

Hipotesis yang diajukan (1) reputasi auditor berpengaruh terhadap pemberian opini going concern oleh auditor, (2) auditor client tenure berpengaruh terhadap

Pemberian pupuk kandang yang lebih banyak (dosis 5 kg dan 4 kg) pada ukuran lubang tanam yang besar (75 x 75 x 75 cm) memberikan persentase hidup dan pertumbuhan tanaman jati

01 Dinas Kelautan dan Perikanan.. Sub Unit Organisasi

Kesuksesan Sistem Informaasi DeLone dan McLean yang telah direspesifikasi dan dikenal dengan nama Knowledge Management System (KMS) Variabel penelitian yang

4821.10.10.00 --Label yang membentuk bagian kemasan untuk --Labels that form part of packing for 4821.10.10.00 --Label dari jenis yang digunakan untuk perhiasan, --Labels of

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan seorang guru bidang studi PENJASORKES di SMP Methodist Pekanbaru diperoleh informasi bahwa