• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran KUM Berbasis Lembaga Keuangan Mikro Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Pembelajaran KUM Berbasis Lembaga Keuangan Mikro Syariah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

32 Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Oktober/2016 33

REFERENSI:

Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta. Gani, Abdul. (1984). Bimbingan Karir. Bandung: Angkasa.

Lunandi, A.G. (1987). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia. May, Rollo. (2003). Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Muhibbin, Syah. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Perss. Murad, Lesmana J. (2006). Dasar-Dasar Konseling.Jakarta: UI Press. Sumadi Suryabrata. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

ARTIKEL

Model Pembelajaran KUM

Berbasis Lembaga Keuangan

Mikro Syariah

Andang Heryahya, M.Pd.I., M.Pd.

(Kandidat Doktor UNJ dan Dosen STEI Tazkia)

ABSTRAK

Gizi buruk, menjadi pekerja kasar, mudah sakit-sakitan, sulit mendapatkan akses modal usaha, tidak mampu mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan dampak langsung dari pendapatan ekonomi dan tingkat pendidikan keaksaraan masyarakat yang rendah. Program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) hadir sebagai salah satu ikhtiar untuk mengangkat martabat masyarakat dengan mensinergikan pendidikan keaksaraan dan usaha mandiri. Tujuan utama KUM untuk mengembangkan kompetensi keberaksaraan sekaligus keberdayaan masyarakat melalui sikap dan keterampilan berusaha, agar terhindar dari jeratan kemiskinan dan kebodohan. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menemukan alternatif model pembelajaran program KUM. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan model dan strategi pembelajaran KUM berbasis Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model pembelajaran KUM berbasis LKMS mampu mengembangkan kompetensi sikap spiritual, sosial dan kompetensi keberaksaraan masyarakat sekaligus secara bersamaan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Program pendidikan KUM melalui LKMS menjadi satu model pembelajaran yang efektif.

Latar Belakang

Kemerdekaan Indonesia telah memasuki usia ke tujuh puluh satu tahun, tepat tanggal 17 Agustus 2016. Usia yang relatif tua, sejatinya sudah menjadi negara maju sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Menjadi negara dengan pendapatan perkapita dan tingkat pendidikan yang tinggi. Negara dengan tingkat kemiskinan dan laju pertumbuhan penduduk yang stabil. Negara aman adil dan damai, masyarakat hidup sejahtera lahir dan bathin. Sebagaimana cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu:

(2)

“Untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial1.”

Cita-cita kemerdekaan tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 dengan semangat Kerja Nyata. Kerja Nyata, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini, tantangan kehidupan dirasa akan semakin berat, terlebih bagi masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan ekonomi dan pendidikan rendah. Gizi buruk, pekerja kasar, mudah sakit, tidak mampu mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan dampak langsung dari pendapatan ekonomi dan tingkat pendidikan rendah. Beberapa diantara fakta kemiskinan yang satu sama lain saling terkait, bahkan membentuk lingkaran yang tak berpangkal dan tidak berujung, dikenal sebagai lingkaran kemiskinan atau benang kusut kemiskinan, suatu keadaan yang adanya tentu tidak tiba-tiba. Itulah tantangan nyata hari ini dan masa depan pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 28,59 juta orang atau 11,22 persen, bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 27,73 juta orang atau 10,96 persen2.

Dari sisi geografi s, jumlah penduduk miskin paling banyak berdomisili di pulau jawa sebesar 15,31 juta jiwa. Sementara sisanya tersebar di Sumatera sebesar 6,31 juta jiwa, Bali dan Nusa Tenggara 2,18 juta jiwa, Sulawesi 2,19 juta jiwa, Maluku sebanyak 1,53 juta jiwa, dan Kalimantan 0,99 juta jiwa3. Kemiskinan merupakan hal yang sangat

kompleks. Kemiskinan muncul karena Sumber Daya Manusia (SDM) tidak memiliki cukup kompetensi akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan ekonomi. Dimensi kemiskinan dapat diidentifi kasi menurut perspektif pendidikan, sosial budaya, politik, lingkungan, agama dan ekonomi. Kemiskinan secara ekonomi dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kemiskinan ini dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia dan membandingkannya dengan kriteria yang sudah ada. Kemiskinan juga erat kaitannya dengan pendidikan seseorang. Pendidikan merupakan lembaga yang diyakini sebagai instrumen untuk mengurangi atau menurunkan bahkan menghilangkan kemiskinan.

1 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, http://

www.dpr.go.id/jdih/uu1945, (diakses 24 Semptember 2016)

2 Erman Syamsudin, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan di Indonesia (Jakarta: Direktorat

Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, 2015) h.5

3 Ibid., h. 5

Pendidikan memberikan bekal kemampuan untuk berkembang melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan menanamkan kesadaran akan pentingnya sikap dan martabat manusia. Pendidikan memberikan pengetahuan terbaik untuk menggapai masa depan. Pendidikan mampu memutus mata rantai kemiskinan yang terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan masyarakat maju sejahtera lahir dan bathin, sebagaimana cita-cita kemerdekaan di atas, dapat dicapai dengan proses pendidikan yang panjang. Pendidikan yang berkesinambungan antara pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan nonformal lebih mengedepankan prinsip keterbukaan dan fl eksibilitas yang memberikan kesempatan dan kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan kegiatan belajar yang diyakini sebagai kebutuhan yang diperlukan (community based education), baik dalam rangka peningkatan kualifi kasi pendidikan maupun untuk menemukan solusi terhadap masalah tertentu melalui program pendidikan yang relevan. Keberadaan pendidikan nonformal di tengah masyarakat sangat penting, karena tidak semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama masuk ke pendidikan formal.

Pendidikan nonformal berperan penting dalam pembangunan manusia. Pendidikan nonformal berkontribusi mewujudkan masyarakat yang bertaqwa, cerdas, berdaya ekonomi, berakhlak mulia, berkarakter produktif dan berdaya saing. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanl Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 3 yang berbunyi:

Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab4.

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai dengan keterpaduan dan saling menyempurnakan antara pendidikan formal, nonformal, dan informal. Di samping itu, pendidikan merupakan hak asasi bagi semua warga negara Indonesia, sebagaimana tercantum pada Pasal 28 B Ayat 2 dan Pasal 28 C Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal B Ayat 2 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28 C Ayat 1 “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”5.

4 Ibid., 5

5 Undang-Undang Dasar 1945, http://www.putra-putri-indonesdia.com/pembukaan-uud.html (diakses 2 November 2016)

(3)

36 37

Undang-undang tersebut hadir memenuhi hak-hak warga negara terhadap akses pendidikan telah dikembangkan pendidikan keaksaraan sebagai salah satu bagian dari pendidikan nonformal.

Pendidikan keaksaraan sejalan dengan program pengentasan kemiskinan disusun secara terarah, sistematis dan berkelanjutan dengan menggunakan program kecakapan hidup (life skill) dan usaha mandiri. Tentunya dengan mengacu pada standar keaksaraan yang jelas dan terukur sehingga hasilnya dapat memberikan manfaat terhadap produktivitas masyarakat dan dapat memberdayakan masyarakat. Pasca pendidikan keaksaraan dasar supaya dapat keluar dari jerat kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan.

Sejalan dengan agenda pendidikan tersebut, layanan pendidikan keaksaraan memegang peran strategis dan penting. Capaian program Semenjak gerakan pendidikan keaksaraan pada tahun 2005 sampai tahun 2015 terlihat meningkat. Pada tahun 2005 jumlah buta aksara di Indonesia sebanyak 14.8 juta orang. Jika melihat target dan tujuan program seharusnya pada tahun 2015 buta aksara di Indonesia sudah tercapai. Pada kenyataannya, tahun 2015 secara nasional masih terdapat sebesar 3,70% atau 5.984.075 penduduk usia 15-59 tahun masih buta aksara, dua pertiga di antaranya adalah perempuan. Tingkat ketercapaiannya dapat dilihat dalam gambar berikut ini6:

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015), h. 8.

Jika dilihat dari gambar tersebut di atas, penurunan jumlah buta aksara pada tahun 2005 sampai 2015 rata-rata turun di atas satu persen pada tiap tahunnya, hanya pada tahun 2013-2014 dan 2015 cenderung rendah, yakni di bawah satu persen.

6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaran dan kesetaran, 2016), h. 4

Sebagai gambaran umum, buta aksara tersebut menyebar hampir di semua Kabupaten/Kota di Indonesia. Gambar berikut ini adalah sebaran jumlah buta aksara pada tahun 2015, usia 15 sampai 59 tahun sebanyak 5.629.943 orang.

Gambar 1. 2 Sebaran Jumlah Buta Aksara 2015

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015), h. 9

Gambar di atas menunjukkan bahwa hampir disemua provinsi memiliki jumlah buta aksara. Namun jika dilihat dari jumlah buta aksara tertinggi ada di enam provinsi yaitu Jawa Barat, NTB, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Layanan program pendidikan keaksaraan diberikan untuk meningkatkan angka melek aksara. Sesuai dengan grand desain pendidikan keaksaraan, pasca keaksaraan dasar perlu dilanjutkan ke program keaksaraan lanjutan khususnya pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaran Lanjutan pada Bab I pasal 3 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa pendidikan keaksaraan lanjutan terdiri dari Pendidikan Keaksaran Usaha Mandiri dan Pendidikan Multikeaksaraan. Program KUM merupakan pendidikan keaksaraan yang menekankan peningkatan keberaksaraan dan pengenalan kemampuan berusaha7. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kemampuan keberaksaraan

warga belajar sekaligus pengenalan kemampuan berusaha.

Dalam pelaksanaannya, program Pendidikan KUM yang sudah berjalan hampir lima belas tahun lebih ini secara umum masih ditemukan beberapa kendala, baik

7 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan, (Jakarta:

(4)

dari sisi teknis pelaksanaan maupun dari sisi tutor, warga belajar dan fasilitas pembelajaran. Berdasarkan studi pendahuluan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan ke beberapa lembaga penyelenggara program, ditemukan setidaknya ada dua komponen utama yang cenderung masih menjadi kendala program dilapangan, pertama pada sisi proses pembelajaran dan kedua pada aspek sarana dan prasarana pembelajaran.

Keadaan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ayi Olim dalam Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, bahwa dari aspek administrasi, lembaga belum memiliki administrasi lengkap, papan nama identitas lembaga yang layak dan belum memiliki badan hukum. Adapun secara substansi adalah terbatasnya tenaga pendidik (tutor) termasuk kemampuan tutor dalam membelajarkan warga belajar, terbatasnya sumber daya dan referensi belajar kewirausahaan serta terbatasnya narasumber teknis usaha. Disamping itu, kendala yang terus berlanjut di setiap tahun adalah rendahnya tingkat partisipasi kehadiran warga belajar.

Pada sisi yang lain, peluang untuk mewujudkan proses pembelajaran KUM dengan pendekatan berbeda perlu mendapatkan ruang untuk dipertimbangkan. Salah satunya adalah dengan melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Saat ini, LKMS tumbuh di tengah-tengah masyarakat terlebih di masyarakat desa atau pinggiran kota. Peluang untuk menjadikan lembaga keuangan mikro sebagai alternatif pembelajaran KUM sangat terbuka, mengingat sebagian besar aggota (LKMS) berlatar belakang dari masyarakat dengan pendapatan ekonomi dan pendidikan rendah. Sementara data-data menunjukan bahwa masyarakat penyandang buta aksara berasal dari kalangan masyarakat miskin, sebagian besar perempuan dan berada di pedesaan atau pinggiran kota.

Kemiskinan dan Pendidikan Keaksaraan

Kemiskinan adalah salah satu masalah serius yang dihadapi di semua negara. Meski pembangunan di bidang sosial dan ekonomi menjadi agenda utama, namun pada kenyataannya jumlah masyarakat miskin bahkan di bawah garis kemiskinan cenderung masih reatif besar. Data Human Development Report hingga saat ini, diperkirakan jumlah masyarakat miskin dunia berada di angka satu milyar atau 16 persen dari jumlah penduduk dunia.

Di Indonesia, berdasarkan data Direktorat Pembinaan Pendidikan Keasaraan dan Kesetaraan pada tahun 2014, data penduduk miskin sebanyak 27.727.780 orang, data penduduk tuna aksara sebanyak 5.629.943 orang dan data anak usia sekolah tidak sekolah sebanyak 4.406.858 orang dan data pengangguran: 7.150.000 orang.

Komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mengentaskan kemiskinan dapat dilihat dari kebijakan dan produk hukum yang dilahirkan setelah menjadi peserta dalam deklarasi MDGs.

Pada pasal 5, Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2010 menyebutkan bahwa program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari (1) program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar dan pengurangan beban hidup dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin, (2) program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, (3) program penagggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, dan (4) program-program lain, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Sementara penanggulangan kemiskinan melalui sektor pendidikan, terutama pendidikan nonformal terus dilakukan pemerintah. Baik melalui program pendidikan kursus dan pelatihan, pendidikan kesetaraan Paket A, B, dan C, pendidikan anak usia dini maupun pendidikan keaksaraan.

Menyelesaikan persoalan kemiskinan tentunya tidak bisa sebagian-sebagian, tidak cukup dengan program pemberdayaan ekonomi mikro dan yang sejenisnya. Namun, perlu sejalan dengan program peningkatan kompetensi pendidikan masyarakat, terlebih pendidikan keaksaraan. Jika program keduanya dilakukan secara bersamaan, maka dimungkinkan akan mampu menghasilkan hasil atau keluaran yang lebih bermanfaat dan bernilai. Mampu melahirkan masyarakat berdaya secara ekonomi dan berdaya secara pendidikan. Karena, dua aspek ini merupakan faktor kunci dalam proses wewujudkan masyarakat maju dan berkeadaban.

Gambaran Umum Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Lembaga Keuangan Mikro adalah8:

Lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Di Indonesia salah satu bentuk LKMS adalah Baaitul Maal wa Tamwill (BMT). Jika ditelusuri sejarahnya, Baitul Maal telah ada dari zaman Rasulullah dan telah berkembang pada zaman Khulafaur Rasyidin (zaman para sahabat nabi). Di samping

Baitul Maal, telah ada juga lembaga keuangan lain yang disebut Baitul Tamwil;

(5)

40 41

yaitu lembaga yang berfungsi untuk menampung dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan ke proyek-proyek atau pembiayaan perdagangan yang menguntungkan.

Lembaga keuangan syariah yang pertama kali dikenal di Indonesia juga bernama

Baitul Maal, yang biasanya merupakan bagian dari masjid atau pesantren untuk

menampung dana zakat, infaq, dan shadaqah. Paralel dengan perkembangan di Timur Tengah, Baitul Maal dalam perkembangannya juga melakukan fungsi yang lain, yaitu menampung dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan dengan sistem bagi hasil dalam suatu usaha, atau membiayai perdagangan yang memperoleh untung.

BMT yang tercatat pertama kali didirikan diantaranya adalah Baitul Tamwil Salman, Bandung. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Pada tahun 1995 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) memprakarsai berdirinya Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Yayasan Pinbuk) yaitu suatu lembaga yang membina Baitul maalwat tamwil (BMT), koperasi Syariah dan usaha kecil mikro (Tanjung, 2007).

Dalam rangka mencapai tujuannya, Baitul maalwat tamwil (BMT) memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai instrumen dalam pemberdayaan ekonomi dan pendidikan masyarakat, yaitu9:

1. Mengidentifi kasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota dan daerah kerjanya.

2. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan.

3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

4. Menjadi perantara keuangan antara aghniya (orang-orang kaya) dengan

dhu’afa, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah,

wakaf, hibah, dll.

5. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.

BMT didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan tujuan ini dapat dilihat bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat, tidak semata berorientasi pada keuntungan.

9 Muhamad Ridwam, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil (Yogyakarta: UII Press, 2004)

Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. Dengan demikian, fokus BMT bukan hanya pada penyaluran pembiayaan, tetapi juga ada pembinaan dan pendampingan.

Baitut Tamkin Tazkia Madani

Baitut Tamkin Tazkia Madani (BTTM) adalah salah satu lembaga keuangan mikro syariah, berdomisili di Sentul, Jawa Barat. Secara bahasa Baitut Tamkin adalah rumah pemberdayaan. Salah satu latar belakang pendirian lembaga ini adalah melihat fenomena kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Sebab kemiskinan ada, salah satunya adalah karena faktor kekurangan modal dan rendahnya pendidikan masyarakat. Lebih buruk lagi kebutuhan akan modal ini kemudian dipenuhi dari pinjaman berbasis riba yang semakin menjerat masyarakat dalam lingkaran kemiskinan. BTTM didirikan untuk memberikan tambahan modal bagi masyarakat ekonomi lemah dan memutus ikatan riba yang menjerat masyarakat.

Pola pengembangan BTTM hampir sama dengan konsep Grameen Bank, namun dalam segi operasionalnya terdapat hal yang berbeda disesuaikan dengan nilai dan prinsip ekonomi Islam. Dari segi operasionalnya, BTTM sama seperti koperasi yang berbasis syariah, karena BTTM dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya yaitu dengan menghimpun simpanan anggota dan menyalurkan kembali kepada anggota melalui produk pinjaman berbasis syariah.

Dalam prektek operasionalnya, minimal ada tiga faktor yang dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat dijadikan sebagai model pembelajaran KUM, yaitu:

1. Pendekatan Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki kontak dan interaksi regular, saling mempengaruhi, bersahabat, dan bekerjasama untuk mencapai seperangkat tujuan bersama. Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang membentuk ikatan atas dasar kesamaan, yang berinteraksi melalui mekanisme tertentu dalam rangka mencapai tujuan bersama dalam waktun yang panjang.

2. Pinjaman Berbasis Kelompok

Model pinjaman berbasis kelompok dengan hubungan interpersonal dan kerja sama diantara anggota kelompok dapat menjadi jaminan sosial, menggantikan ketidakberdayaan masyarakat miskin untuk menyediakan agunan fi sik. Agunan pengganti ini meningkatkan jaminan kemampuan membayar pinjaman anggota kelompok melalui fungsi peer monitoring dan

(6)

sanksi. Keberhasilan model pinjaman berbasis kelompok, seperti Grameen

Bank, meningkatkan akses masyarakat miskin untuk mendapatkan pinjaman

tanpa agunan. Elemen penting dari sistem pinjaman berbasis kelompok adalah tanggung renten dan interaksi pemberi pinjaman dengan kelompok secara keseluruhan atau bahkan dengan masing-masing anggota.

3. Pertemuan majelis setiap pekan

Anggota BTTM wajib mengikuti pertemuan majelis satu kali setiap pekan. Pertemuan ini sebagai sarana untuk melakukan pendampingan usaha, memastikan para anggota meningkat kesadaran pendidikan spiritual dan sosial. Pertemuan ini sifatnya wajib, bagi yang melanggar komitmen dan tidak disiplin terhadap tata tertib disediakan sanki. Sanksi yang diberikan berupa menghapal Al Quran atau hadits, penundaan pinjaman dan sampai pada tahap diberhentikan dari keanggotaan.

Dengan pendekatan kelompok, setiap anggota wajib mengikuti pertemuan majelis satu kali dalam setiap pekannya. Adapun tempat pertemuan dilaksanakan di tempat atau rumah warga belajar, rutin dan bergantian secara bergiliran. Salah satu manfaat dari pendekatan kelompok adalah untuk meningkatkan partisipasi kehadiran anggota. Jika selama ini masalah utama program KUM rendahnya tingkat partispasi dan kehadiran warga belajar, maka dengan pendekatan ini bisa menjadi salah satu solusi.

Petemuan kelompok dilakukan dengan tujuan untuk pembinaan anggota dengan kegiatan utamanya adalah: (1) pembinaan spiritual anggota, (2) proses transaksi keuangan atau pembayaran cicilan, (3) Menabung rutin pekanan, (4) pembacaan Ikrar atau janji kelompok, (5) Bimbingan usaha warga belajar. Dan, sepuluh menit pada sesi akhir digunakan untuk tausiah dan do’a bersama. Waktu yang disediakan di setiap pertemuan majelis selama kurang lebih 60 sampai 90 menit.

Dalam pertemuan majelis tersebut, terjadi interaksi dan komunikasi antara sesama anggota kelompok dan pendamping lapangan (tutor). Terjadi interaksi pembelajaran sikap kedisiplinan, kejujuran dan sosial. Terjadi proses pembelajaran dan pendampingan usaha anggota. Terjadi proses pembelajaran pendidikan keaksaraan. Salah satu contoh pada proses akad pinjaman atau proses dalam mengembalikan cicilan. Pengisian formulir, akad transaksi usaha, diskusi sesama anggota dan lain-lain. Semuanya dilakukan oleh anggota secara tertulis. Ada proses menulis, membaca dan berhitung. Itulah sebenarnya inti dari proses pembelajaran KUM.

Simpulan

Kemiskinan merupakan masalah serius dan bisa menjadi bencana yang membawa kepada situasi buruk. Kemiskinan dapat menjadi benih keraguan atas kebenaran dan kebijaksanaan Ilahi, khususnya mengenai keadilan ekonomi. Pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya sekedar dari sisi lahiriah saja (ekonomi), namun harus bersamaan dengan dimensi pendidikan. Miskin pendidikan, hati, sikap dan karakter merupakan sesuatu yang utama untuk dijauhi.

Secara sistem LKMS, khususnya BTTM mampu mengembangkan tiga model pendekatan pembelajaran. Pertama adalah pengembangan usaha warga belajar, kedua pengembangan kemampuan atau kompetensi keberaksaraan warga belajar. Ketiga, penanaman nilai-nilai spiritual dan sikap sosial.

Model pembelajaran ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan sikap dan keterampilan usaha. Warga belajar menjadi berdaya, baik secara fi nancial, emosional maupun spiritual. Model pembelajaran ini dilandasi oleh tiga motivasi secara bersamaan, pertama motivasi pada aspek spiritual, kedua pengembangan/ rintisan usaha warga belajar dan ketiga pengembangan kemampuan keberaksaraan. Model pembelajaran yang secara bersamaan, mensinergikan antara majelis taklim, pendampingan usaha dan pendidikan keaksaraan.

(7)

44 45

DAFTAR PUSTAKA

Antonio Syafi i, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta, Gema Insani Press, 2001 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Acuan Penilaian dan Pemberian Sertifi kat

Pendidikan Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Orientasi Tutor Pendidikan

Keas-araan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Pelaksanaan Orientasi Tutor

Program Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Penilaian Pendidikan

Keas-araan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Penyelenggaraan dan

Pembela-jaran Pendidikan Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebu-dayaan Nomor 42 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keasaraan Lanju-tan, Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Pendidikan Keasaraan

Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Silabus Pendidikan Keasaraan Usaha

Mandiri. Jakarta, 2015.

Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Jogyakarta, UII Press, 2004

Yulizar D. Sanrego, Fiqh Tamkin (Fiqh Pemberdayaan) Membangun Modal Sosial

dalam Mewujudkan Khairu Ummah. Jakarta, LPPM Tazkia, 2015

ARTIKEL

Menumbuhkan Kemampuan Dasar

Kewirausahaan Melalui Penerapan

Model Appreciative Inquiry

bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri

di PKBM Al-Alim, Kota Palangka Raya

Muhamad Aff andi

(Universitas Palangkaraya)

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kewirausahaan bagi warga belajar Keaksaraan Usaha Mandiri melalui penerapan model appreciative inquiry di PKBM Al-Alim, baik selama maupun pascapembelajaran. Subyek pada kajian ini merupakan 10 orang warga belajar keaksaraan usaha mandiri yang terdapat dalam satu rombongan belajar. Pada kajian ini, digunakan multiinstrumen antara lain angket, evaluasi serta uji portofolio. Adapun data yang nantinya ditampilkan akan disajikan dalam bentuk deskriptif serta tabel.

Hasil kajian ini, yakni kemampuan dasar kewirausahaan diperoleh melalui pre test dan post test yang terdiri dari 20 item soal. Pada saat pre test, diperoleh rata-rata sebesar 55. Adapun pasca penerapan model appreciative inquiry, diperoleh hasil post test sebesar 78. Data tersebut kemudian diolah melalui pendekatan one-group, pretest-post test design, yakni hasil post test-pre test sehingga diperoleh hasil 23, atau mengalami peningkatan sebesar 41,81%.

Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model appreciative inquiry mampu memberikan kemampuan dasar kewirausahaan bagi warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya.

Kata Kunci: appreciative inquiry, kemampuan dasar kewirausahaan, keaksaraan usaha mandiri

Gambar

Gambar di atas menunjukkan bahwa hampir disemua provinsi memiliki jumlah  buta aksara

Referensi

Dokumen terkait

Temuan ini tidak sesuai dengan pernyataan Patnoad, (2001) bahwa paparan dapat mencakup iklan baik di koran, televisi, radio, internet atau saluran komunikasi lainnya, dapat

Proyek ini menggunakan bahan smartdek dalam pembuatan pelat lantai dengan pertimbangan, bahwa penggunaan smartdek dapat mempermudah dan mempercepat proses pelaksanaan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan Ekuitas,

Berdasarkan evaluasi dari perancangan dan prototipe sistem high availability dengan menggunakan Oracle Data Guard, maka sistem yang diusulkan ini dapat menjamin keberlangsungan

Peneliti mengambil tema dalam penelitian ini yang berjudul “HUBUNGNGAN INTENSITAS MELAKSANAKAN SHALAT DHUHA SEBAGAI COPING STRESS SISWA MENGHADAPI UJIAN NASIONAL

Jumlah pelecypoda yang di temukan pada stasiun 1 sebanyak 70 individu dengan tingkat kepadatan 46667 ind/ha yang berasal dari 2 spesies yaitu Polymesoda coaxans

Berdasarkan uji spesifikasi model yang telah dilakukan serta dari perbandingan goodness of fit -nya, maka model regresi yang digunakan dalam mengestimasikan pengaruh

Dari hasil data primer dan data skunder maka dilakukuan pengolahan data sebagai berikut, yaitu perhitungan curah hujan rencana dan intensitas curah hujan, perhitungan debit