• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan Pemajuan dan Perlindungan Hak Ekosob di ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dan European Commission for Human Rights

Penelitian ini menggunakan prosedur perbandingan hukum sebagai cara untuk memperbandingkan antara ASEAN Intergovernmental Commission

on Human Rights (AICHR) dan European Commission for Human Rights.

Berikut ini diuraikan prosedur perbandingan hukum. 1. Memilih topik penelitian

Topik penelitian dalam penulisan ini adalah terfokus pada pemajuan dan perlindungan HAM di ASEAN Intergovernmental Commission on Human

Rights (AICHR) dan European Commission for Human Rights.

Pemajuan HAM merupakan kewajiban negara untuk melakukan tindakan menciptakan, mempertahankan dan memulihkan realisasi semua hak. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dengan cara penyebarluasan HAM melalui memberikan informasi dan menyelenggarakan pendidikan HAM, menyelenggarakan seminar, simposium, konferensi, diseminasi informasi untuk mengenalkan HAM dan lembaga nasional dan lokal, mengumpulkan dokumen dan melakukan studi dan penelitian mengenai masalah HAM, memformulasikan dan menetapkan prinsip-prinsip dan aturan yang bertujuan menyelesaikan masalah hukum yang terkait dengan HAM, bekerjasama dengan lembaga baik di wilayahnya atau internasional yang terkait dengan penyebarluasan dan perlindungan HAM, mempertimbangkan secara periodik laporan negara mengenai hukum atau tindakan yang diambil oleh negara untuk memberikan perlindungan terhadap hak dan kebebasan yang dijamin. Sedangkan perlindungan HAM memerlukan penyusunan dan pemeliharaan kerangka perundang-undangan, peraturan dan langkah-langkah lain sehingga

(2)

commit to user

individu dan kelompok akan dapat secara bebas mendapatkan hak dan kebebasan mereka. Langkah-langkah perlindungan yang dapat dilakukan seperti dalam bentuk kompensasi moneter atau restitusi properti, rehabilitasi (hukum, psikologis, medis dan langkah-langkah sosial), kepuasan (komisi kebenaran, penuntutan pidana pelaku) dan jaminan non-repitisi (amandemen undang-undang, penghapusan lembaga tertentu) (Manisuli Ssenyonjo, 2009 : 25).

2. Menentukan tertium comparationis (obyek yang diperbandingkan)

Obyek yang akan dibandingkan adalah ASEAN Intergovernmental

Commission on Human Rights (AICHR) dan European Commission for Human Rights. ASEAN Intergovernmental commission of human Rights

(AICHR) terbentuk pada tanggal 23 Oktober 2009 pada saat KTT ASEAN ke-15 di Cha-am Hua Hin, Thailand. TOR AICHR ini harus ditinjau setiap 5 tahun untuk memperkuat mekanisme pelaksanaan. Pembentukan AICHR ini merupakan tonggak penting dalam ASEAN untuk tujuan pembangunan sosial yang progresif dan keadilan (Le Thu Huong, 2010 : 58-59). Sedangkan sistem Dewan HAM Eropa diawali dengan mengadopsi Konvensi untuk perlindungan HAM dan kebebasan fundamental pada 4 November 1950, menjamin hak-hak sipil dan politik. 13 Protokol dari Konvensi menjamin hak dan memperkokoh kerangka lembaga untuk melakukan pengawasan oleh pihak yang terikat. Kemudian Dewan mengumumkan hak ekonomi dan hak sosial pada tahun 1961 di dalam Piagam Sosial Eropa dan Beberapa protokolnya. Dewan juga terikat untuk melakukan pemajuan HAM diluar isi perjanjian, lalu dibentuklah Komisi untuk HAM pada 7 Mei 1999. Fungsi dari Komisi HAM adalah untuk independen dan tidak memihak sebagai lembaga non-yudisial yang bertujuan melakukan pemajuan pendidikan, pemeliharaan dan menghargai HAM, seperti yang tercantum dalam instrumen HAM Dewan Eropa. Fungsi lain Komisi HAM ini adalah menjadi bagian dalam pemajuan dan pencegahan permasalahan HAM (Thomas Buergenthal dkk, 2002 : 133-134).

(3)

commit to user

Berikut adalah tabulasi perbandingan antara ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dan European Commission for Human Rights.

No Perbedaan

ASEAN Intergovernmental Commission on Human

Rights (AICHR)

European Commission for Human Rights 1. Dasar Aturan Hukum dalam pemajuan dan perlindungan HAM Berdasarkan pasal 14 Piagam ASEAN maka dibentuk suatu Komisi yang dasar hukumnya adalah Tor of Reference

(ToR) AICHR

Berdasarkan Universal

Declaration of Human Rights

(UDHR) maka Dewan Eropa membentuk suatu Komisi yang dasar hukumnya adalah

Resolution (99) 50 European

No Persamaan

ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dan European

Commission for Human Rights

1. Jenis Mekanisme

Keduanya sama-sama menaungi satu kawasan regional

2. Organ Keduanya memiliki Komisi yang menangani permasalahan pemajuan dan perlindungan HAM 3. Tujuan

Pembentukan

Keduanya memiliki tujuan untuk melakukan pemajuan dan perlindungan HAM

4. Upaya Pemenuhan

HAM

Keduanya telah melakukan promosi dalam rangka pemajuan dan perlindungan untuk hak ekosob

(4)

commit to user

Commission for Human Rights

2. Tugas dan Mandat

Menjalankan tugasnya sebagai Komisi HAM di ASEAN berdasarkan

14 mandat yang tercantum pada ToR

AICHR.

Menjalankan tugasnya sebagai Komisi HAM Eropa

berdasarkan 9 mandat yang tercantum pada article 3

Resolution (99) 50.

3. 2 Tahapan Implementasi

AICHR dalam pemajuan dan perlindungan HAM

masih dalam tahap promosi

European Commission for Human Rights dalam

pemajuan dan perlindungan HAM selain sudah melakukan langkah pemajuan, Komisi ini sudah

mencapai langkah

Enforcement (perlindungan)

4. Implementasi mandat

Komisi belum dapat bekerja secara maksimal

karena terdapat ketidakseimbangan fungsi promosi dan fungsi proteksi dalam

mandat

Komisi sudah dapat bekerja secara maksimal karena terdapat keseimbangan fungsi

promosi dan fungsi proteksi dalam mandat

5. Eksistensi pengadilan

HAM

Sampai saat ini belum dibentuk pengadilan

HAM

Memiliki kewenangan untuk mengadili segala bentuk

pelanggaran HAM 6. Pemajuan

HAM yang

Beberapa pemajuan yang sudah dilakukan, yaitu : a. Mengadakan ASEAN

Beberapa pemajuan yang sudah dilakukan, yaitu : a. Terbentuknya European

(5)

commit to user telah dilakukan Youth Debates on Human Rights; b. Mengadakan program pelatihan secara berkala; c. Mengadakan program pelatihan secara regional; d. Selanjutnya mengadakan workshop.

Commission for Human Rights;

b. Konvensi Dewan Eropa tentang aksi perdagangan manusia;

c. Mengadopsi Disability

Action Plan 2006-2015;

d. Pembentukan komisi yang fokus terhadap persamaan antara laki-laki dan perempuan.

7. Perlindungan HAM yang

telah dilakukan

Belum ada perlindungan yang dilakukan

Beberapa perlindungan yang sudah dilakukan, yaitu : a. Membentuk European

Court of Human Rights;

b. Pelaksanaan putusan Pengadilan HAM Eropa; c. Dibentuknya Committee

for the Prevention of Torture (CPT);

d. Pengefektifan Konvensi Eropa untuk HAM;

e. Perkembangan hukum HAM dan kebijakan pada tingkat masyarakat Eropa; f. Mengadakan pelatihan

untuk ahli hukum;

g. Mendanai keuangan kegiatan.

(6)

commit to user 3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan

a) Persamaan : 1) Jenis Mekanisme

Keduanya merupakan badan yang sama-sama bertugas dalam pemajuan dan perlindungan HAM dalam satu kawasan regional. Keduanya dibentuk karena semakin meluasnya aktivitas global yang mengharuskan pemerintah untuk segera memberikan respon sebagai langkah pemajuan dan perlindungan HAM, tetapi terdapat batasan-batasan nasional yang menyebabkan berkurangnya kapasitas negara serta kaburnya batas-batas kedaulatan negara. Sehingga memunculkan pola politik baru yang menggabungkan kepentingan nasional ke dalam kepentingan regional.

Sebagai salah satu langkah mengawasi perseteruan yang sering terjadi di antara negara-negara Asia Tenggara dan membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh. Maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai Deklarasi Bangkok (http://www.aseansec.org/about ASEAN.html diakses tanggal 22 Mei 2013 pukul 10.15 WIB). Pada KTT ASEAN ke-15 di Cha-am Hua Hin, Thailand para pemimpin ASEAN menciptakan Komisi Antar pemerintah tentang Hak Manusia atau ASEAN Intergovernmental commission of

human Rights (AICHR) pada tanggal 23 Oktober 2009. AICHR

didasarkan pada ketentuan Term of Reference (TOR), TOR AICHR ini harus ditinjau setiap 5 tahun untuk memperkuat mekanisme pelaksanaan (Le Thu Huong, 2010 : 58-59). Pada Poin 5.1 ToR AICHR tentang keanggotaan dikatakan bahwa AICHR beranggotakan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 10 Negara. Hubungan mekanisme AICHR dengan mekanisme nasional sesuai dengan poin 2 huruf b ToR AICHR “Tidak campur tangan urusan dalam negeri negara-negara anggota ASEAN”.

(7)

commit to user

Sedangkan kawasan regional Eropa menaungi 47 negara didalamnya, sistem perlindungan HAM Eropa di didirikan oleh Dewan Eropa, organisasi non-pemerintah Eropa yang dibentuk pada tahun 1949. Lalu dibentuklah Komisi untuk HAM pada 7 Mei 1999. Fungsi dari Komisi HAM adalah untuk independen dan tidak memihak sebagai lembaga non-yudisial yang bertujuan melakukan pemajuan pendidikan, pemeliharaan dan menghargai HAM, seperti yang tercantum dalam instrumen HAM Dewan Eropa. Fungsi lain Komisi HAM ini adalah menjadi bagian dalam pemajuan dan pencegahan permasalahan HAM (Thomas Buergenthal dkk, 2002 : 133-134). Hubungan mekanisme European Commission for Human

Rights dengan mekanisme nasional dijelaskan dalam Article 5 Resolution (99) 50, yaitu :

(a) Komisi dapat bertindak atas informasi yang relevan dengan fungsi Komisi. Hal ini mencakup informasi yang ditujukan kepada Komisi oleh pemerintah, parlemen nasional, ombudsman nasional dan lembaga sejenis di bidang HAM, individu dan organisasi.

(b) Pengumpulan informasi yang relevan dengan fungsi Komisi tidak akan menimbulkan sistem pelaporan umum untuk negara-negara anggota.

2) Organ

Bermula dari banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi membuat semakin berkembangnya pemajuan dan perlindungan terhadap HAM. Salah satu pelanggaran yang sering terjadi dan masih menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan adalah pelanggaran terhadap hak ekosob, karena adanya Impunitas. Impunitas menurut Orentlicher adalah ketidakmungkinan, de jure dan de facto, untuk membawa para pelaku kejahatan dan kekerasan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya baik dalam proses persidangan pidana, perdata, administrasi atau displiner (Martha

(8)

commit to user

Meijer, 2007 : 115). Sehingga Organisasi Internasional yang menaungi regional Eropa (Dewan Eropa) dan Asia Tenggara (ASEAN) ini merasa memiliki sebuah tanggung jawab dan kewajiban terkait permasalahan pemajuan dan perlindungan hak ekosob.

Kemudian ASEAN membentuk ASEAN Intergovernmental

Commission on Human Rights (AICHR) pada KTT ASEAN ke-15

di Cha-am Hua Hin, Thailand (Le Thu Huong, 2010 : 58-59). Salah satu dasar hukum dibentuknya AICHR sebagai Komisi yang bertugas memajukan dan melindungi HAM adalah pada poin 1.1 ToR AICHR tentang tujuan, dikatakan bahwa AICHR “Memajukan serta melindungi HAM dan kebebasan fundamental dari rakyat ASEAN”. Sedangkan Dewan Eropa membentuk

European Commission for Human Rights pada 7 Mei 1999

(Thomas Buergenthal dkk, 2002 : 133-134). Dalam Article 1

Resolution (99) 50 dikatakan bahwa “Komisi harus menjadi

lembaga non-yudisial untuk memajukan pendidikan, kesadaran dan penghormatan terhadap HAM, sebagaimana tercantum dalam instrumen HAM Dewan Eropa”.

3) Tujuan Pembentukan

Keduanya memiliki tujuan untuk melakukan pemajuan dan perlindungan HAM. Serta memiliki kewajiban untuk melindungi kebebasan-kebebasan fundamental manusia. Selain itu keduanya memberikan kontribusi terhadap realisasi tujuan UDHR yaitu menghargai hak-hak fundamental yang dimiliki oleh setiap manusia. Salah satu hak yang menjadi sasaran pemajuan dan perlindungan adalah hak ekosob.

Pada bagian Preamble UDHR tercantum amanah yang harus dijalankan oleh negara-negara anggota terkait pemajuan dan perlindungan HAM, sebagai berikut :

(9)

commit to user

Bahwa masyarakat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Piagam Perserikatan harus menegaskan kembali keyakinan mereka dalam hak asasi manusia, dalam martabat dan nilai pribadi manusia dan hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, dan bertekad untuk meningkatkan kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik dalam kebebasan yang lebih luas.

Bahwa negara-negara anggota masing-masing telah berjanji untuk bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk mencapai dan meningkatkan rasa menghormati secara keseluruhan dan taat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Bahwa pemahaman umum dari hak-hak dan kebebasan adalah yang terpenting untuk realisasi penuh dari janji ini.

Kedua lembaga HAM ini merupakan sama-sama bagian dari pihak yang termasuk dalam UDHR, maka sudah seharusnya untuk menjalankan amanat memajukan dan melindungi HAM sesuai dengan yang dijabarkan diatas.

4) Upaya Pemenuhan HAM

Kewajiban untuk melakukan pemenuhan HAM melalui promosi adalah mengharuskan untuk melakukan tindakan menciptakan, mempertahankan dan memulihkan realisasi semua hak. Langkah-langkah untuk mempromosikan hak-hak tertentu sesuai dengan hak yang bersangkutan, pada umumnya akan berkaitan dengan pendidikan dan kesadaran publik mengenai akses ke hak-hak ekosob. Langkah yang dapat dilakukan bisa dengan cara-cara sebagai berikut (Manisuli Ssenyonjo, 2009 : 25) :

(a) Melakukan pendidikan HAM dan program pelatihan bagi para hakim dan pejabat publik;

(b) Melakukan peningkatan kesadaran dan program pelatihan tentang kesetaraan bagi pekerja yang ikut serta dalam realisasi hak-hak ekosob;

(c) Mengintegrasikan pendidikan secara formal dan informal; (d) Prinsip kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan untuk

(10)

commit to user

(e) Memajukan persamaan partisipasi laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan perempuan di sekolah-sekolah dan program pendidikan lainnya, untuk memajukan perwakilan laki-laki dan perempuan di kantor dan badan pengambilan keputusan.

Sebelum melakukan perlindungan tahap awal yang harus dilakukan adalah dengan cara pemajuan. Keduanya sama-sama telah melakukan pemajuan di kawasannya masing-masing. Keduanya melakukan pemajuan dalam bentuk promosi seperti : (a) Workshop;

(b) Seminar; (c) Dialog terbuka;

(d) Debat terkait pemajuan dan perlindungan HAM;

(e) Diadakannya pelatihan terkait pemajuan dan perlindungan HAM.

b) Perbedaan :

1) Dasar Aturan Hukum dalam pemajuan dan perlindungan HAM Dasar aturan kedua Komisi HAM ini berbeda, perbedaannya terletak pada bentuk aturan dari AICHR berbentuk ToR sedangkan pada European Commission for Human Rights bentuk aturannya adalah Resolusi (Resolution (99) 50) yang diadopsi oleh Komite Menteri Dewan Eropa.

AICHR sebagai Komisi HAM ASEAN bertugas sesuai dengan yang diamanatkan di dalam Pasal 14 Piagam ASEAN tentang Badan HAM ASEAN, yaitu :

(a) Selaras dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN terkait dengan pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi dan kebebasan fundamental, ASEAN wajib membentuk badan HAM ASEAN.

(b) Badan HAM ASEAN ini bertugas sesuai dengan kerangka acuan yang akan ditentukan oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN.

(11)

commit to user

Selain itu AICHR dalam menjalankan tugasnya untuk pemajuan dan perlindungan sesuai dengan Pasal 14 Piagam ASEAN wajib untuk bertugas berdasarkan dengan yang tercantum pada ToR AICHR yang dibuat oleh perwakilan-perwakilan negara anggota ASEAN. Pada poin 2 tentang prinsip, AICHR wajib berpedoman sebagai berikut :

(a) Penghormatan pada prinsip-prinsip ASEAN sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Piagam ASEAN, khususnya :

(1) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN;

(2) Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN;

(3) Penghormatan hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi dan paksaan;

(4) Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintah yang konstitusional;

(5) Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan HAM, serta pemajuan keadilan sosial;

(6) Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN; dan

(7) Menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman. (b) Penghormatan pada prinsip-prinsip HAM internasional,

termasuk keuniversalan, ketidakterpisahan, saling ketergantungan dan saling keterkaitan dari seluruh HAM dan

(12)

commit to user

kebebasan fundamental, serta ketidakberpihakan, objektivitas, nonselektivitas, nondiskriminasi, serta penghindaran standar ganda dan politisasi;

(c) Pengakuan bahwa tanggung jawab utama untuk memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan mendasar terletak pada setiap Negara Anggota;

(d) Mengupayakan suatu pendekatan yang konstruktif dan non-konfortatif serta kerja sama untuk meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM; serta

(e) Mengadopsi suatu pendekatan evolusioner yang dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan norma dan standar HAM di ASEAN.

Sedangkan European Commission for Human Rights sebagai komisi HAM Eropa dalam memajukan dan melindungi HAM bekerja sesuai dengan Resolution (99) 50. Dikatakan “Menimbang bahwa tujuan dari Dewan Eropa adalah tercapainya persatuan antara Anggota dan bahwa salah satu metode yang bertujuan untuk pemeliharaan dan realisasi lebih lanjut dari HAM dan kebebasan dasar”.

Pada Article 6 (2) Resolution (99) 50 dijelaskan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh European Commission for Human

Rights, yaitu “Komisi berhak, selama menjalankan fungsinya

mendapatkan hak istimewa dan kekebalan yang diatur dalam Pasal 40 Statuta Dewan Eropa dan dalam perjanjian yang dibuat di bawahnya”.

Dasar aturan lain yang juga mengikat terkait European

Commission for Human Rights adalah pada Article 1 (a) Statuta

Dewan Eropa, dikatakan bahwa “Tujuan dari Dewan Eropa adalah untuk mencapai kesatuan antara anggota-anggotanya untuk menjaga dan merealisasikan cita-cita dan prinsip-prinsip warisan mereka dan untuk memfasilitasi perkembangan ekonomi dan sosial

(13)

commit to user

mereka”. Berdasarkan Article 1 (a) diatas maka European

Commission for Human Rights sebagai bagian dalam Statuta

Dewan Eropa, pada Article 3 “Setiap anggota Dewan Eropa harus menerima prinsip-prinsip dari aturan hukum dan kenikmatan oleh semua orang atas HAM dan kebebasan fundamental, serta berkolaborasi dengan tulus dan efektif dalam realisasi tujuan Dewan Eropa sebagaimana tercantum dalam Bab I”.

Konsekuensi dari adanya perbedaan dasar aturan antara AICHR dan European Commission for Human Rights adalah perbedaan kebijakan untuk pemajuan dan perlindungan yang diterapkan di masing-masing komisi ini. Tetapi dasar aturan keduanya harus mengacu pada standar HAM internasional (DUHAM).

2) Tugas dan Mandat

Mandat berfungsi sebagai dasar acuan untuk suatu badan atau komisi menjalankan tugasnya, agar sesuai dengan tujuan yang ingin suatu badan atau komisi itu capai. Keduanya dalam melakukan tugasnya berdasarkan dari mandat yang telah diamanahkan. Namun keduanya memiliki perbedaan yang terlihat jelas adalah dalam hal kewenangan untuk intervensi terhadap mekanisme di negara-negara anggotanya. AICHR tidak dapat melakukan intervensi seperti yang dilakukan oleh European

Commission for Human Rights.

Pada AICHR mandat yang diberikan terdapat pada poin 4 ToR AICHR, yaitu :

(a) Mengembangkan strategi-strategi pemajuan dan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental untuk melengkapi pembentukan Komunitas ASEAN;

(b) Mengembangkan suatu Deklarasi HAM ASEAN untuk menciptakan kerangka kerja sama HAM melalu berbagai

(14)

commit to user

konvensi ASEAN dan instrumen-instrumen lain yang terkait dengan HAM;

(c) Meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM di antara rakyat ASEAN melalui pendidikan, penelitian dan diseminasi informasi;

(d) Memajukan peningkatan kemampuan demi pelaksanaan kewajiban-kewajiban perjanjian HAM secara efektif oleh Negara-Negara Anggota ASEAN;

(e) Mendorong Negara-negara Anggota ASEAN agar mempertimbangkan untuk mengaksesi dan meratifikasi instrumen-instrumen HAM internasional;

(f) Memajukan pelaksanaan instrumen-instrumen ASEAN sepenuhnya terkait dengan HAM;

(g) Memberikan pelayanan konsultasi dan bantuan teknis terhadap masalah-masalah HAM kepada badan-badan sektoral ASEAN berdasarkan permintaan;

(h) Melanjutkan dialog dan konsultasi dengan badan-badan ASEAN lain dan entitas yang terkait dengan ASEAN termasuk organisasi rakyat sipil dan para pemangku kepentingan lainnya, sebagaimana tercantum dalam Bab V Piagam ASEAN;

(i) Berkonsultasi , bilamana diperlukan dengan institusi nasional, regional dan internasional serta entitas yang terkait dengan pemajuan dan perlindungan HAM;

(j) Mendapatkan informasi dari Negara-Negara Anggota ASEAN tentang pemajuan dan perlindungan HAM;

(k) Mengupayakan pendekatan dan posisi bersama tentang persoalan HAM yang menjadi kepentingan ASEAN;

(l) Menyiapkan kajian-kajian tentang isu-isu tematik HAM di ASEAN;

(15)

commit to user

(m) Menyerahkan laporan tahunan kegiatan, atau laporan lain apabila diperlukan, pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN; serta

(n) Menjalankan tugas lain yang mungkin diberikan oleh Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN.

Sedangkan mandat pada European Commision for Human

Rights terdapat dalam article 3 Resolution (99) 50, yaitu :

(a) Meningkatkanpendidikandan kesadaran HAM di negara anggota;

(b) Berkontribusi pada peningkatan ketaatan secara efektif dan penikmatan penuh HAM di negara-negara anggota;

(c) Memberikan saran dan informasi tentang perlindungan HAM dan pencegahan pelanggaran HAM. Ketika berhadapan dengan publik, apabila memungkinkan, anggota komisi memanfaatkan dan bekerja sama dengan struktur HAM di negara-negara anggota. Apabila struktur (lembaga) tersebut tidak ada, anggota komisi akan mendorong pembentukan mereka;

(d) Memfasilitasi kegiatan oumbudsman atau lembaga sejenis di bidang HAM;

(e) Mengidentifikasi kemungkinan akan adanya kekurangan pada hukum dan praktek hukum dan praktek negara-negara anggota mengenai pemenuhan HAM sebagaimana yang termaktub dalam Piagam Dewan Eropa, meningkatkan dan membantu pelaksanaan secara efektif dari standar tersebut di negara-negara anggota, di dalam perjanjian mereka dalam upaya mereka untuk memperbaiki kekurangannya tersebut;

(f) Setiap kali anggota komisi menganggap perlu, menunjukan laporan mengenai suatu hal tertentu kepada Komite Menteri atau Majelis Parlemen dan Komite Menteri;

(g) Memberikan tanggapan, apabila anggota komisi dianggap tepat, permintaan yang dibuat oleh Komite Menteri atau

(16)

commit to user

Majelis Parlemen, dalam konteks tugas mereka untuk memastikan pemenuhan dengan standar HAM Dewan Eropa; (h) Menyerahkan laporan tahunan kepada Komite Menteri dan

Majelis Parlemen ;

(i) Bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional lainnya untuk meningkatkan dan melindungi HAM serta menghindari kegiatan yang sama (ganda) yang tidak perlu;

Analisa berdasarkan perbandingan mandat antara AICHR dan European Commission for Human Rights diatas adalah terlihat bahwa AICHR tidak memiliki kewenangan untuk dapat intervensi ke dalam mekanisme negara-negara anggotanya. Seperti pada huruf (i) ToR AICHR dikatakan bahwa AICHR hanya dapat melakukan konsultasi jika diperlukan padahal seharusnya konsultasi merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Berbeda dengan

European Commission for Human Rights, pada huruf (c) Resolution (99) 50 dikatakan “Memberikan saran dan informasi

tentang perlindungan HAM dan pencegahan pelanggaran HAM”, bahkan dikatakan juga di dalam huruf (c) bahwa European

Commission for Human Rights dapat mendorong terbentuknya

lembaga HAM jika memang belum ada di negara-negara anggotanya.

Selanjutnya pada huruf (j), AICHR hanya sekedar mendapatkan informasi terkait pemajuan dan perlindungan HAM. Sedangkan pada European Commission for Human Rights sesuai dengan huruf (e) berhak untuk melakukan identifikasi terhadap kelemahan yang ada pada mekanisme hukum negara-negara anggotanya, selain itu juga ditugaskan untuk meningkatkan dan membantu pelaksanaan agar sesuai dengan standar hukum yang dibuat.

Perbedaan ketidakseimbangan pada tugas dan mandat antara kedua komisi HAM ini maka konsekuensinya adalah adanya

(17)

commit to user

perbedaan kewenangan pada AICHR dan European Commission

for Human Rights. Ketidakseimbangan tugas dan mandat antara

fungsi pemajuan dan perlindungan bagi AICHR akan memperlambat jalannya tahap pemajuan menuju tahap perlindungan. Berbeda dengan European Commission for Human

Rights yang telah memiliki tugas dan mandat yang seimbang maka

komisi Eropa ini akan lebih mudah untuk mewujudkan tahap perlindungan di kawasannya.

3) Tahapan Implementasi

AICHR sampai saat ini masih dalam tahap promosi dan belum dapat membentuk pengadilan khusus seperti di Eropa yang bertugas untuk menangani permasalahan HAM.

Sedangkan pada European Commission for Human Rights tidak hanya dalam tahap promosi namun telah mencapai tahap perlindungan dengan membentuk pengadilan khusus yang menangani permasalahan HAM, yaitu European Court of Human

Rights (ECHR).

Salah satu realisasi perlindungan itu adalah melalui implementasi Protokol No.11 berdasarkan Konvensi HAM Eropa. Protokol ini berisi mengenai pemindahan fungsi awal dari komisi Eropa untuk HAM dialihkan kepada Pengadilan Eropa untuk pemajuan dan perlindungan HAM.

Paragraf tiga dan empat Protokol no.11 berisi penjelasan terkait pemindahan fungsi dari European Commission for Human

Rights ke European Court of Human Rights. Paragraf tiga

“Mengingat kebutuhan yang mendesak untuk merestrukturisasi sistem pengontrol yang ditetapkan oleh Konvensi dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan efisiensi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar, terutama dalam pandangan peningkatan jumlah aplikasi dan keanggotaan tumbuh dari Dewan Eropa”. Paragraf empat “Menimbang bahwa oleh karena itu

(18)

commit to user

diharapkan untuk melakukan perubahan ketentuan-ketentuan tertentu dari Konvensi, khususnya untuk menggantikan Komisi Eropa yang ada dan Pengadilan HAM dengan Mahkamah permanen baru”.

Kasus yang pernah ditangani oleh Pengadilan Eropa yaitu Pada 7 September 2000 pemohon dinyatakan bersalah oleh juri di Pengadilan Nottingham atas kasus pembunuhan putra berusia empat bulan itu, Patrick. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Bukti diberikan pada pengadilannya oleh saksi ahli medis yang menggambarkan bagaimana luka yang diderita oleh anaknya yaitu gemetar secara konsisten. Permohonan itu didasarkan pada hipotesis yang diterima mengenai “shaken baby syndrome”, juga dikenal sebagai “non-accidental head injury” (NAHI). Berdasarkan temuan dari cedera intrakranial terdiri dari ensefalopati, pendarahan subdural dan pendarahan retina diagnostik, atau setidaknya sangat kuat sugestif, penggunaan kekuatan yang melanggar hukum. Kemudian ketiga pemohon mengajukan banding atas keyakinannya.

Berdasarkan kasus diatas, maka Pengadilan Eropa memutuskan : “Seperti yang telah kami katakan bukti dan argumen Pengadilan Nottingham adalah kuat . Kami sadar bahwa saksi yang dipanggil atas nama (pemohon) belum diidentifikasi untuk kepuasan kami penyebab alternatif spesifik cedera Patrick . Tapi , di banding ini tiga pemohon berdiri sendiri dan menurut penilaian kami bukti klinis menunjukkan jauh dari NAHI . Berikut tiga pemohon itu sendiri mungkin tidak yakin dengan alasan yang sudah dinyatakan . Dalam hal apapun , pada pandangan kita tentang bukti dalam banding ini , kehadiran hanya tiga pemohon sendiri tidak dapat secara otomatis atau serta merta menyebabkan diagnosis NAHI. Isu sentral di pengadilan adalah apakah (pemohon) menyebabkan kematian putranya , Patrick , dengan

(19)

commit to user

penggunaan kekuatan yang melanggar hukum. Kami bertanya apakah bukti baru , yang telah kami dengar mengenai penyebab kematian dan jumlah kekuatan yang diperlukan untuk menyebabkan tiga pemohon , mungkin cukup mempengaruhi keputusan juri untuk menghukum. Untuk semua alasan yang disebut kami telah menyimpulkan bahwa itu mungkin . Dengan demikian permohonan tidak aman dan daya tarik ini harus diperbolehkan. Permohonan akan dibatalkan”.

4) Penerapan Mandat untuk Pemajuan dan Perlindungan HAM

AICHR belum dapat bekerja secara maksimal karena adanya ketidakseimbangan antara fungsi promosi dan fungsi proteksi dalam mandat. Fungsi proteksi sendiri adalah dengan menciptakan dan menerapkan kebijakan yang diperlukan, legislatif, peraturan hukum, inspeksi dan pelaksanaan kerangka. Selain itu langkah proteksi bisa dengan mencegah, menghukum dan menyelidiki lalu memberikan pemulihan yang efektif (Manisuli Ssenyonjo, 2009 : 24). 14 mandat AICHR yang ada hanya terdapat tiga fungsi proteksi, yaitu :

(a) Memberikan pelayanan konsultasi dan bantuan teknis terhadap masalah-masalah HAM kepada badan-badan sektoral ASEAN berdasarkan permintaan;

(b) Berkonsultasi , bilamana diperlukan dengan institusi nasional, regional dan internasional serta entitas yang terkait dengan pemajuan dan perlindungan HAM;

(c) Mendapatkan informasi dari Negara-Negara Anggota ASEAN tentang pemajuan dan perlindungan HAM.

Sedangkan fungsi promosi jauh lebih banyak yaitu 11 mandat. Pada European Commission for Human Rights telah dapat dapat bekerja secara maksimal karena fungsi promosi dan fungsi proteksi telah seimbang, yaitu dari 11 mandat terdapat empat fungsi promosi dan enam fungsi proteksi, yaitu :

(20)

commit to user

(a) Berkontribusi pada peningkatan ketaatan secara efektif dan penikmatan penuh HAM di negara-negara anggota;

(b) Memberikan saran dan informasi tentang perlindungan HAM dan pencegahan pelanggaran HAM. Ketika berhadapan dengan publik, apabila memungkinkan, anggota komisi memanfaatkan dan bekerja sama dengan struktur HAM di negara-negara anggota. Apabila struktur (lembaga) tersebut tidak ada, anggota komisi akan mendorong pembentukan mereka;

(c) Memfasilitasi kegiatan oumbudsman atau lembaga sejenis di bidang HAM;

(d) Mengidentifikasi kemungkinan akan adanya kekurangan pada hukum dan praktek hukum dan praktek negara-negara anggota mengenai pemenuhan HAM sebagaimana yang termaktub dalam Piagam Dewan Eropa, meningkatkan dan membantu pelaksanaan secara efektif dari standar tersebut di negara-negara anggota, di dalam perjanjian mereka dalam upaya mereka untuk memperbaiki kekurangannya tersebut;

(e) Setiap kali anggota komisi menganggap perlu, menunjukan laporan mengenai suatu hal tertentu kepada Komite Menteri atau Majelis Parlemen dan Komite Menteri;

(f) Memberikan tanggapan, apabila anggota komisi dianggap tepat, permintaan yang dibuat oleh Komite Menteri atau Majelis Parlemen, dalam konteks tugas mereka untuk memastikan pemenuhan dengan standar HAM Dewan Eropa.

Pada AICHR penerapan mandatnya tidak dapat melakukan intervensi jika terjadi pelanggaran di negara anggota. AICHR hanya dapat intervensi jika negara anggota yang meminta. Berbeda dengan European Commission for Human Rights yang memiliki kewenangan untuk ikut menyelesaikan permasalahan negara anggotanya tanpa harus diminta terlebih dahulu.

(21)

commit to user 5) Eksistensi Pengadilan HAM

Pengadilan di ASEAN belum dibentuk karena AICHR dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM baru sampai tahap promosi. Sedangkan pada European Commission for Human Rights sudah membentuk pengadilan yang memang khusus menangani permasalahan HAM dan memiliki kewenangan untuk mengadili segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi.

Pada Article 5 Protokol no.11 berisi penjelasan terkait permulaan eksistensi dari Pengadilan permanen Eropa untuk HAM setelah adanya pemindahan fungsi dari European Commission for

Human Rights, yaitu :

(a) Tanpa mengurangi ketentuan dalam paragraf 3 dan 4 di bawah ini, masa jabatan para hakim, anggota komisi, panitera dan Wakil Panitera akan berakhir pada tanggal berlakunya Protokol ini.

(b) Permohonan yang masih tertunda sebelum komisi ini yang masih dinyatakan belum dapat diterima, pada tanggal berlakunya Protokol ini harus diperiksa oleh Pengadilan sesuai dengan ketentuan Protokol ini.

(c) Permohonan yang telah dinyatakan dapat diterima pada tanggal berlakunya Protokol ini akan terus ditangani oleh anggota Komisi dalam jangka waktu satu tahun setelahnya. Setiap pemeriksaan permohonan yang belum selesai dalam jangka waktu tersebut di atas harus dikirimkan ke Pengadilan yang akan memeriksa mereka sebagai kasus yang dapat diterima sesuai dengan ketentuan Protokol ini.

(d) Sehubungan dengan permohonan dalam komisi, setelah berlakunya Protokol ini dan telah mengadopsi laporan sesuai dengan Pasal 31 Konvensi yang sebelumnya, laporan tersebut harus dikirimkan kepada pihak-pihak, yang mana para pihak tidak dapat mempublikasikannya secara bebas. Sesuai dengan

(22)

commit to user

ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Protokol ini, kasus mungkin dirujuk ke Pengadilan. Panelis Hakim Agung akan menentukan apakah salah satu dari Chambers atau Grand Chamber akan memutuskan kasus ini. Jika kasus tersebut telah ditetapkan oleh Chamber, keputusan Chamber bersifat final. Kasus tidak dirujuk ke Pengadilan yang ditangani oleh Komite Menteri yang mana bertindak sesuai dengan ketentuan mantan Pasal 32 Konvensi yang sebelumnya.

(e) Kasus yang masih tertunda sebelum diputuskan oleh Pengadilan pada tanggal berlakunya Protokol ini, maka akan dikirimkan ke Grand Chamber of Court, yang akan memeriksa mereka sesuai dengan ketentuan Protokol ini.

(f) Kasus yang masih tertunda sebelum diputuskan oleh Komite Menteri berdasarkan aturan Pasal 32 dari Konvensi yang sebelumnya, pada tanggal berlakunya Protokol ini harus diselesaikan oleh Komite Menteri bertindak sesuai dengan Pasal tersebut.

Kemudian eksistensi Pengadilan HAM Eropa ditandai dengan memiliki yurisdiksi sesuai dengan article 32 Protokol no.11, yaitu :

(a) Yurisdiksi Pengadilan berlaku untuk semua hal yang menyangkut penafsiran dan penerapan Konvensi dan Protokol tambahan, sebagaimana diatur dalam article 33,34 dan 47; (b) Perselisihan mengenai apakah Mahkamah memiliki yurisdiksi

apa tidak, Mahkamah yang akan memutuskan. 6) Pemajuan HAM yang telah dilakukan

Berikut ini adalah pemajuan HAM yang telah dilakukan oleh AICHR :

(a) Mengadakan ASEAN Youth Debates on Human Rights guna agar masyarakat lebih memahami pentingnya pemajuan dan

(23)

commit to user

perlindungan terhadap HAM. Kegiatan ini dilakukan pada 4-5 April 2013 di Philipina;

(b) Mengadakan program pelatihan secara berkala mengenai HAM melalui kegiatan AICHR Advanced Training Program on

Human Rights;

(c) Mengadakan program pelatihan secara regional terkait pemajuan untuk akses mendapatkan keadilan HAM;

(d) Selanjutnya mengadakan workshop secara regional mengenai hak untuk hidup damai.

Sedangkan pemajuan HAM yang dilakukan oleh European

Commission for Human Rights melalui :

(a) Terbentuknya European Commission for Human Rights yang berkontribusi dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Selain itu komisi ini juga memfasilitasi untuk pemenuhan HAM di Eropa;

(b) Perdagangan manusia yang melanggar hak-hak dan mempengaruhi kehidupan orang-orang Eropa tidak terhitung jumlahnya. Terjadi juga eksploitasi dan pelecehan. Kemudian untuk tujuan melindungi dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM ini Konvensi Dewan Eropa tentang aksi perdagangan manusia mulai diberlakukan pada 1 Februari 2008. Negara-negara meratifikasi Konvensi ini dengan dipantau oleh Group

of Experts on Action against Trafficking in Human Beings

(GRETA) yaitu kelompok ahli yang melakukan aksi anti perdagangan manusia;

(c) Mengadopsi Disability Action Plan 2006-2015 yaitu rencana aksi cacat 2006-2015 yang berisi 15 aksi termasuk partisipasi dalam kehidupan politik, masyarakat dan budaya, pendidikan, informasi dan komunikasi, tenaga kerja, aksesibilitas lingkungan dan transportasi. Selain juga perhatian terhadap

(24)

commit to user

kebutuhan perempuan dan anak-anak cacat dan orang-orang cacat;

(d) Kesetaraan gender berarti kesamaan kemampuan, pemberdayaan, tanggung jawab dan partisipasi dari kedua jenis kelamin di semua bidang publik dan private. Ini juga berarti akses yang sama terhadap distribusi sumber daya antara perempuan dan laki-laki. Ini berarti menerima dan menghargai perbedaan perempuan dan laki-laki dalam perannya masing-masing di masyarakat. Dengan demikian maka dibentuknya sebuah komisi yang fokus terhadap persamaan antara laki-laki dan perempuan.

7) Perlindungan HAM yang telah dilakukan

Belum ada perlindungan yang dapat dilakukan oleh AICHR sampai saat ini. Sedangkan European Commission for Human

Rights sudah ada beberapa perlindungan HAM yang telah

dilakukan, yaitu :

(a) Dengan membentuk European Court of Human Rights, Eropa sudah memiliki kepastian dan kejelasan hukum untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di regionalnya; (b) Kemudian pelaksanaan putusan Pengadilan HAM Eropa

dengan menghargai Konvensi Eropa untuk perlindungan hak asasi dan kebebasan fundamental merupakan bagian dari putusan Pengadilan HAM Eropa yang penting dari sistem Dewan Eropa untuk perlindungan HAM, kepastian hukum, demokrasi dan karena semua itu untuk stabilitas demokrasi dan penyatuan masyarakat Eropa;

(c) Selanjutnya telah dibentuknya Committee for the Prevention of

Torture (CPT), komite anti kekerasan yang telah bertugas

untuk melakukan pencegahan tindakan sewenang-wenang terhadap kemerdekaan individu di Eropa;

(25)

commit to user

(d) Perlindungan yang juga dilakukan adalah pengefektifan Konvensi Eropa untuk HAM dalam sistem nasional dan pada tingkatan masyarakat Eropa;

(e) Perkembangan hukum HAM dan kebijakan pada tingkat masyarakat Eropa menjamin penuh dan efektifnya perlindungan HAM serta pencegahan terhadap tindak kekerasan. Hukum HAM dan pembuat kebijakan bertanggung jawab kepada sekretariat beberapa komite non-pemerintah dalam mempersiapkan tuntutan mengikat dan tidak mengikat instrumen hukum seperti Konvensi dan rekomendasi tentang HAM;

(f) Mengadakan pelatihan untuk ahli hukum guna memastikan harmonisasi implementasi dari Konvensi Eropa untuk HAM; (g) Mendanai keuangan kegiatan untuk mendukung negara-negara

anggota dalam mengimplementasikan Konvensi HAM Eropa, instrumen lain Dewan HAM Eropa dan untuk menguatkan ketahanan Pengadilan HAM Eropa, dengan :

(1) Melestarikan dan mempromosikan nilai-nilai fundamental umum tentang hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum;

(2) Menjamin mekanisme yang efektif untuk memverifikasi kompatibilitas legislasi dan praktek administrasi dengan menggunakan Konvensi, termasuk menjamin penyelesaian masalah domestik yang efektif;

(3) Memfasilitasi implementasi dari langkah-langkah nasional untuk mencegah atau memperbaiki pelanggaran HAM.

Selain itu proyek-proyek perserikatan dana Hak Asasi Manusia berkontribusi untuk memastikan:

(1) Cara memperbaiki yang efektif untuk siapa pun dengan keluhan yang dapat diperdebatkan sebagai pelanggaran terhadap Konvensi;

(26)

commit to user

(2) Bahwa ada prosedur domestik yang mematuhi kewajiban prosedural berdasarkan Konvensi untuk melakukan investigasi yang efektif dan menangani kasus-kasus pelanggaran berat terhadap Konvensi;

(3) Bahwa ada suatu mekanisme yang efektif untuk memverifikasi kompatibilitas rancangan undang-undang dan praktek administrasi dengan Konvensi;

(4) Bahwa organisasi yang memadai, operasi dan infrastruktur pelayanan publik administratif dan hukum benar-benar berlaku.

Dengan demikian, persamaan yang dimiliki oleh AICHR dan

European Commission for Human Rights keduanya sama-sama suatu badan

atau komisi yang secara khusus menangani permasalahan HAM di kawasan regionalnya masing-masing. Selain itu kedua kawasan regional ini yaitu regional ASEAN dan regional Eropa sama-sama membuat kebijakan untuk memajukan dan melindungi HAM dengan dibentuknya komisi khusus HAM. Tujuan dari pembentukan komisi HAM ini juga sama-sama sebagai salah satu cara untuk berkontribusi dalam realisasi tujuan yang tercantum dalam UDHR yaitu berkewajiban untuk melakukan pemajuan dan perlindungan HAM. Kedua komisi ini pun memiliki persamaan dalam melakukan tahap pemajuan dengan cara promosi melalui kegiatan workshop, pelatihan, seminar, dialog terbuka dan kegiatan lainnya. Dalam menjalankan tugas untuk pemajuan dan perlindungan HAM kedua komisi ini beracuan kepada mandat yang tercantum dalam ToR AICHR untuk komisi HAM di ASEAN dan dalam

article 3 Resolution (99) 50 untuk komisi HAM di Eropa.

Sedangkan perbedaan yang dimiliki oleh kedua komisi ini adalah keduanya memiliki dasar hukum yang berbeda. Tahapan implementasi yang telah dicapai pun berbeda. Pada AICHR tahap implementasinya baru pada tahap pemajuan sedangkan pada European Commission for Human Rights tahap yang dicapai bukan lagi pada tahap pemajuan tetapi sudah pada tahap perlindungan HAM. Perbedaan selanjutnya adalah pada penerapan mandat,

(27)

commit to user

pada AICHR mandat yang ada terdapat ketidakseimbangan antara fungsi promosi dan perlindungan. Berbeda dengan European Commission for

Human Rights mandat yang ada telah seimbang untuk melakukan fungsi

promosi dan proteksi. Selanjutnya keberadaan pengadilan di AICHR belum dapat terbentuk karena belum dapat mencapai tahapan perlindungan, sedangkan pada European Commission for Human Rights keberadaan pengadilan sudah diakui dan bahkan sudah berfungsi sebagai langkah perlindungan HAM. Pada tahapan pemajuan AICHR dengan European

Commission for Human Rights, keduanya sama-sama telah melakukannya di

kawasan masing-masing. Baik melalui bentuk seminar tentang pelatihan mekanisme HAM, workshop dan pendidikan yang terkait dengan mekanisme HAM di regional. Namun pada tahapan perlindungan AICHR belum mampu untuk melakukannya, berbeda dengan European Commission for Human

Rights yang telah banyak melakukan kegiatan sebagai langkah perlindungan

terhadap pelanggaran HAM. Kemudian hal yang juga menjadi bagian dalam proses pemajuan dan perlindungan HAM adalah terkait hambatan-hambatan yang ditemui pada saat pembuatan maupun pada saat penyampaian mengenai mekanisme HAM di kawasan regional ASEAN dan Eropa. Dengan mengetahui secara jelas hal-hal yang menjadi hambatan bagi mekanisme HAM regionalnya maka AICHR maupun European Commission for Human

Rights dapat mencari solusi penyelesaiannya.

B. Langkah-Langkah ASEAN untuk Memperkuat Fungsi AICHR dalam Memajukan dan Melindungi Hak-Hak Ekosob di Negara-Negara Anggotanya

Proses perjalanan dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM pasti akan menemui suatu hambatan atau tantangan yang akan membuat semakin sulit untuk menegakan HAM. Namun tantangan atau hambatan ini seharusnya dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mencari solusi penyelesaiannya oleh badan atau komisi yang memang menangani permasalahan HAM. Berikut ini akan dijabarkan tantangan atau hambatan

(28)

commit to user

yang ditemui oleh AICHR maupun European Commission for Human Rights pada saat proses pembentukan mekanisme HAM di kawasan regionalnya.

Pada European Commission for Human Rights menghadapi berbagai tantangan dalam pekerjaannya, seperti :

(a) Salah satu hambatan yang terbesar adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat diandalkan. Pemerintah biasanya tidak memiliki kepentingan dalam mengungkapkan pelanggaran HAM atau kesenjangan dalam perlindungan HAM. Sehingga komisi harus mengandalkan organisasi non-Pemerintah, media dan pengamatan sendiri untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi HAM di negara tertentu. Hal ini tidaklah mudah, terutama karena informasi yang diterima berasal dari berbagai sumber. Sehingga perlu adanya kepastian lagi agar informasi yang diterima sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

(b) Selain itu, hambatan yang ditemui pada saat merumuskan suatu mekanisme HAM yaitu di satu sisi saat merumuskan harus berdasarkan ketulusan dan keterbukaan untuk menangani isu-isu HAM yang kemudian dijadikan sebagai draft laporan. Kemudian di sisi lain, mekanisme seharusnya ditulis dengan bahasa diplomatik. Pada saat pembuatannya harus jujur, tidak menyinggung pihak manapun sehingga tidak meninggalkan kerjasama yang disepakati dan komunikasi yang terbuka. Pada saat pembuatan mekanisme HAM ini pun jangan sampai menimbulkan anggapan adanya kegiatan advokasi bagi kelompok tertentu atau dianggap tidak melakukan kegiatan promosi HAM oleh pihak-pihak lainnya.

(c) Kemudian hambatan lain yang ditemui adalah mekanisme HAM yang dibuat harus tetap sejajar dengan semua perkembangan di bidang HAM. Standar HAM yang dijadikan sebagai pedoman pada saat penyelesaian kasus pelanggaran HAM oleh European Commission for Human Rights maupun oleh Pengadilan Eropa untuk HAM harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang ada. Jadi komisi melakukan pekerjaannya

(29)

commit to user

selain melakukan penelitian juga harus memastikan bahwa tidak melewatkan perkembangan HAM.

Selanjutnya pada AICHR tantangan atau hambatan yang ditemui adalah (Kementerian Luar Negeri RI Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, 2002 : 55) :

(a) Kendala dalam memajukan dan melindungi HAM oleh AICHR untuk kawasan ASEAN yaitu belum menemukan kesamaan pandangan mengenai visi dan misi dalam penerapan HAM di kawasan regionalnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang tiap negara anggota dan heterogenitas yang tinggi menyebabkan sulitnya menemukan titik temu untuk merumuskan suatu peraturan-peraturan yang dapat memenuhi kebutuhan HAM.

(b) Kendala lain adalah negara-negara anggota masih berpandangan bahwa masalah HAM merupakan masalah dalam negeri masing-masing. Meskipun beberapa negara anggota mengakui bahwa masalah HAM bersifat universal, namun terdapat perbedaan substansial antara norma-norma internasional yang berlaku dengan masalah yang dihadapi di tingkat regional seperti kawasan Asia Tenggara.

(c) Kurangnya tindak lanjut implementasi pelaksanaan dari kesepakatan atau persetujuan yang telah dicapai dalam kerjasama antara negara-negara anggota ASEAN. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang HAM ASEAN. Hanya sebagian kecil kelompok saja yang paham mengenai HAM ASEAN.

(d) Hambatan selanjutnya yang ditemui adalah kurangnya usaha untuk mempromosikan program-program HAM, baik ditingkat lokal masing-masing negara ASEAN maupun di tingkat regional. Hal ini karena masing-masing negara anggota masih memprioritaskan untuk meningkatkan citra pemerintah negara-negara ASEAN.

Selain itu hambatan yang memperlama berkembangnya HAM di ASEAN adalah karena promosi yang dilakukan masih kurang sehingga

(30)

commit to user

pengetahuan masyarakat ASEAN mengenai pemahaman mekanisme HAM ASEAN masih sangat terbatas. Pemahaman tersebut hanya diketahui oleh sebagian kecil interest group atau kelompok yang berkepentingan di tingkat ASEAN (Cicilia Rusdiharini. 2002 : 57).

Dengan pemaparan tantangan dan hambatan yang ditemui dalam proses pemajuan dan perlindungan oleh AICHR maupun European

Commission for Human Rights diatas, maka seharusnya ASEAN dapat

mengidentifikasi langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan agar dapat mengembangkan AICHR sebagai Komisi HAM di Asia Tenggara.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan yang juga telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa antara European Commission for

Human Rights dengan AICHR memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Perbedaan tersebut dikarenakan memang AICHR baru terbentuk dan masih dalam proses untuk mempromosikan terkait pemajuan dan perlindungan HAM khususnya di negara-negara anggota ASEAN.

Perbandingan yang telah diuraikan diatas pun dapat memperlihatkan kelemahan yang dimiliki oleh AICHR sebagai komisi yang menangani permasalahan HAM secara regional. AICHR sebagai komisi HAM belum memiliki standar mekanisme HAM yang sesuai dengan standar HAM internasional. Selain itu AICHR belum dapat melakukan langkah perlindungan HAM karena masih terfokus pada langkah pemajuan HAM saja. Lalu pada AICHR terdapat ketidakseimbangan mandat yang dimiliki karena fungsi untuk melindungi tidak dapat memenuhi kebutuhan HAM, mandat yang dimiliki justru lebih banyak yang bersifat untuk promosi. Kemudian kelemahan AICHR selanjutnya karena memang masih baru sampai tahap pemajuan maka AICHR mengalami ketertinggalan dengan belum dapat membentuk pengadilan HAM yang memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran HAM.

AICHR juga belum dapat mengimplementasikan peraturan yang telah dibuatnya sehingga belum dapat melakukan perlindungan terhadap individu yang terkena kasus pelanggaran HAM. Dengan masih banyaknya kelemahan

(31)

commit to user

yang dimiliki, maka AICHR belum dapat menjawab kebutuhan HAM di regional ASEAN. Oleh karena itu, ASEAN sebagai organisasi yang menaungi regional Asia Tenggara harus dapat berperan untuk memperkuat fungsi dari AICHR yang tujuannya adalah sebagai komisi pemajuan dan perlindungan HAM. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat ASEAN lakukan agar dapat memperkuat fungsi AICHR sebagai komisi HAM :

1. ToR AICHR yang dijadikan sebagai dasar aturan hukum untuk pemajuan dan perlindungan HAM perlu untuk lebih disempurnakan lagi isinya secara keseluruhan. Penyempurnaan pada mandat AICHR yang tidak seimbang akan fungsinya, penyempurnaan juga harus dilakukan untuk Komisi AICHR ini agar kedepannya semakin jelas terkait fungsi dan kewenangannya. Seperti yang sudah dilakukan oleh Komisi HAM Afrika yang telah menambahkan Protokol Piagam Afrika tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Bangsa mengenai pendirian Pengadilan Afrika tentang HAM dan Bangsa (1998/2004) Protokol ini mulai berlaku pada Januari 2004 dan proses pembentukan Pengadilan mulai berjalan. Lalu pada Juli 2004 Komisi Afrika memutuskan untuk melebur Pengadilan HAM Afrika dan Pengadilan Afrika untuk keadilan (Pelatihan Advokasi Hukum Asia Tenggara : 62). Kualitas dari ToR AICHR sendiri masih jauh di bawah standar instrumen HAM internasional, Deklarasi Universal HAM (DUHAM). Kualitas disini dapat dilihat pada mandat yang tercantum di dalam ToR AICHR poin 4. Tidak ada secara khusus dan detail mengenai fungsi untuk perlindungan HAM (http://www.article19.org/index.php diakses pada tanggal 10 Desember 2013 pukul 09.15). Dalam menjalankan kerjanya, AICHR wajib berpedoman pada prinsip-prinsip menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah dan tidak campur tangan urusan dalam negeri negara-negara anggota ASEAN. Prinsip-prinsip ini justru tidak selaras dengan standart HAM internasional (Prasetyo Hadi Purwandoko dan Sasmini, 2011 : 6). Seperti pada poin 4.9 ToR AICHR “Berkonsultasi, bilamana diperlukan, dengan institusi nasional, regional,

(32)

commit to user

dan internasional serta entitas yang terkait dengan pemajuan dan perlindungan HAM”, maka jelas pada poin ini bahwa AICHR tidak dapat melakukan intervensi jika terjadi pelanggaran HAM. Hal seperti dapat memberikan kesempatan kepada negara-negara untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan secara sewenang-wenang tanpa bisa dikontrol oleh AICHR. Seharusnya AICHR membandingkan lebih terperinci lagi dengan Komisi HAM regional di kawasan lainnya. Banyak peraturan yang belum dapat memenuhi kebutuhan HAM yaitu untuk melindungi, bahkan justru memungkinan adanya celah untuk terjadinya pelanggaran di negara-negara anggota karena kurangnya penerapan prinsip-prinsip perlindungan HAM. Misalnya kasus Myanmar dan Kamboja. Myanmar dalam bentuk kekerasan politik dan penindasan etnis minoritas seperti Rohingya (yang tak diakui sebagai warganegara Myanmar hingga kini) dan Kamboja (dalam bentuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada era Pol Pot 1975-1979) adalah suatu pelanggaran berat HAM dan kejahatan internasional yang patut menjadi perhatian bersama yang tidak cukup diserahkan melalui mekanisme nasional saja. Padahal di antara negara anggota ASEAN sendiri tidak semuanya memiliki lembaga HAM nasional. Hanya negara Indonesia, Philipina, Malaysia dan Thailand (Prasetyo Hadi Purwandoko dan Sasmini, 2011 : 6). Berbeda pada European Commission for Human Rights yang dapat melakukan intervensi dengan memberikan masukan dan saran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi bahkan dapat mendorong untuk terbentuknya lembaga HAM di negara yang bersangkutan. Seperti yang tercantum pada article 3 Resolution 99 (50) “Memberikan saran dan informasi tentang perlindungan HAM dan pencegahan pelanggaran HAM. Ketika berhadapan dengan publik, apabila memungkinkan, anggota komisi memanfaatkan dan bekerja sama dengan struktur HAM di negara-negara anggota. Apabila struktur (lembaga) tersebut tidak ada, anggota komisi akan mendorong pembentukan mereka”. Di dalam Konvensi HAM Eropa juga dikatakan bahwa Pengadilan HAM Eropa

(33)

commit to user

memiliki yurisdiksi atas pengaduan-pengaduan terhadap 47 Negara Anggota Dewan Eropa, pihak-pihak utama pada Konvensi HAM Eropa. Jika dibandingkan dengan badan-badan HAM regional lainnya sebagai instrumen yang efektif untuk mempromosikan dan menegakkan HAM, kekuasaan penegakkan ECHR memiliki efek yang jauh lebih besar pada HAM daripada ketentuan dalam AICHR. Kombinasi IACHR tentang Komisi dan Pengadilan memiliki banyak efek yang sama (John Arendshorst, 2009 : 8).

2. ASEAN seharusnya rutin melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap negara-negara anggota untuk terus meningkatkan fungsi dari AICHR sebagai komisi HAM. Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya terlihat bahwa antara Negara-Negara anggota ASEAN, yaitu :

a) Kendala dalam memajukan dan melindungi HAM oleh AICHR untuk kawasan ASEAN yaitu belum menemukan kesamaan pandangan mengenai visi dan misi.

b) Negara-Negara anggota masih berpandangan bahwa masalah HAM merupakan masalah dalam negeri masing-masing.

c) Kurangnya tindak lanjut implementasi pelaksanaan dari kesepakatan atau persetujuan yang telah dicapai dalam kerjasama antara negara-negara anggota ASEAN.

d) Kurangnya usaha untuk mempromosikan program-program HAM, baik ditingkat lokal masing-masing negara ASEAN maupun di tingkat regional

Maka jelas bahwa dibutuhkan untuk melakukan pengontrolan dan pengawasan secara rutin oleh ASEAN agar pengertian tentang HAM dapat tersampaikan dengan baik di Negara-Negara anggota, maka akan dapat mempercepat AICHR untuk memasuki tahapan melindungi Negara-Negara anggota ASEAN yang terjadi pelanggaran HAM. Dengan melakukan pengawasan dan pengontrolan tersebut juga dapat

(34)

commit to user

terbentuknya komunikasi dengan Negara-Negara anggota terkait perkembangan pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan ASEAN. ASEAN sebagai organisasi yang menaungi kawasan Asia Tenggara harus dapat menyadarkan negara-negara anggota bahwa permasalahan HAM bukan hanya sekedar masalah nasional tetapi permasalahan universal. Dengan secara rutin melakukan dialog terkait HAM bersama perwakilan dari Negara anggota. Menurut Malvin Aldy staff di Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri, ASEAN Ministerial

Meeting (AMM) merupakan salah satu forum dialog yang dapat

berfungsi sebagai langkah pengawasan dan pengontrolan. Dengan pertemuan AMM yang dapat dilakukan setiap tahunnya ini, perwakilan Negara anggota harus menyampaikan perkembangan HAM di negaranya masing-masing sehingga akan terlihat sejauh mana Negara-Negara anggota telah mengimplementasikan mandat untuk pemajuan dan perlindungan HAM yang tercantum dalam Piagam ASEAN. Kemudian pertemuan yang lebih tinggi lagi adalah pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT ASEAN) yang diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Pertemuan Kepala Negara yang menjadi perwakilan dapat membuat sebuah kebijakan sebagai bentuk sanksi dari pengawasan dan pengontrolan ketika ada Negara anggota yang tidak melakukan pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan ASEAN. Selain itu juga semakin aktif dan gencar untuk melakukan promosi ke Negara-Negara anggota. Sehingga negara-negara anggota dapat merasa dengan keberadaan AICHR di regional ASEAN dapat membantu permasalahan HAM nasional mereka. Maka ketika negara-negara anggota sudah merasa membutuhkan keberadaan AICHR, mereka akan lebih mudah untuk menyatukan visi misi dari masing-masing negara.

3. ASEAN disarankan lebih realistis dalam penentuan sasaran, fleksibel dalam cara penyampaian kepada masyarakat di kawasan Asia Tenggara serta berorientasi ke masa depan dalam perspektif politik. Dalam hal ini diperlukan komitmen politik yang kuat dari negara-negara ASEAN untuk

(35)

commit to user

menjadikan AICHR ini menjadi suatu institusi yang berjalan optimal dalam tugas dan fungsinya. Komitmen seluruh negara-negara anggota ASEAN diperlukan untuk mendukung peran AICHR dalam melaksanakan fungsi pemajuan dan perlindungan HAM di ASEAN. Maka dari itu penyatuan visi misi tiap negara anggota ASEAN dibutuhkan agar pada saat Pertemuan Menteri ASEAN untuk membicarakan permasalahan HAM di kawasan, setiap negara anggota dapat menyatukan suara untuk berkontribusi memajukan dan melindungi HAM di ASEAN.

4. Agar perlindungan di regional ASEAN lebih terjamin keadilan dan kepastiannya maka ASEAN harus segera membentuk sebuah Pengadilan seperti pada regional Eropa yang telah memiliki sebuah Pengadilan permanen khusus HAM Eropa yang memiliki yurisdiksi untuk memutuskan setiap perkara HAM. Namun, karena ASEAN sampai saat ini masih dalam tahapan pemajuan, maka ASEAN secara rutin melakukan penelitian terkait apa saja yang menghambat proses pemajuan dan perlindungan HAM sehingga AICHR dapat menaggulangi permasalahan yang dapat memperlama proses pemajuan HAM. Untuk mengatasi kelemahan dalam pendekatan historis keterlibatan konstruktif, ASEAN dapat memodifikasi perihal AICHR untuk menyertakan Pengadilan HAM dengan kekuasaan untuk mengeluarkan keputusan yang mengikat. Pengadilan semacam itu akan memberikan Pengadilan, badan yang berisi untuk menentukan apakah State Peace and Development

Council (SPDC) melanggar HAM dan ketentuan Piagam hukum

humaniter internasional. Pengadilan HAM regional yang paling menonjol saat ini adalah ECHR. ECHR yang menyediakan untuk kedua petisi individu dan keluhan antarnegara, merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari Konvensi Eropa. Sebuah Piagam regional yang luas disusun untuk mempromosikan perdamaian multinasional di bangun dari Perang Dunia II. ECHR dirancang tidak untuk menggantikan undang-undang HAM dalam negeri, melainkan untuk melayani setelah

(36)

commit to user

pemulihan domestik. Konvensi Eropa menyatakan preferensi yang jelas untuk resolusi keluhan domestik, mandat konsultasi penuh pemerintah dalam pemeriksaan keluhan. Jika Konvensi Eropa dan ECHR digunakan sebagai contoh untuk pembentukan Pengadilan HAM ASEAN, ketentuan tersebut akan meredakan kekhawatiran negara-negara anggota atas ancaman terhadap kedaulatan nasional dan keramahtamahan regional (John Arendshorst, 2009 : 10).

Struktur lain yang mungkin untuk Pengadilan HAM ASEAN dicontohkan oleh Komisi Inter-Amerika tentang HAM (IACHR). IACHR sedikit memiliki kemiripan dengan ECHR dalam hal ini terdiri dari Komisi dengan kekuatan investigasi dan penasehat dan Pengadilan dengan yurisdiksi perdebatan dan konsultasi. Namun, proses IACHR menangani pelanggaran HAM yang potensial terfokus lebih banyak pada investigasi Komisi daripada penuntutan di Pengadilan. Jika IACHR digunakan sebagai model untuk Pengadilan HAM ASEAN, pendekatan Komisi pertama akan membantu menjawab kekhawatiran anggota tentang kedaulatan nasional (John Arendshorst, 2009 : 10).

5. Kemudian untuk membantu agar AICHR mencapai langkah perlindungan, maka AICHR dapat melakukan kerjasama melalui bergabung dengan pertumbuhan populasi regional lainnya (sebagai lawan global) sistem HAM. Karena badan HAM regional dapat menikmati beberapa keuntungan yang berbeda dengan badan global seperti PBB. Badan HAM regional dapat memanfaatkan obligasi geografis, sejarah dan budaya di antara negara-negara tetangga, rekomendasi, seringnya bertemu dengan resistensi kurang dari yang dikeluarkan oleh badan global. Badan HAM regional juga dapat mempublikasikan informasi tentang HAM lebih mudah dan efektif dan mereka kurang rentan terhadap kompromi umum yang berasal dari kecurangan politik. Sistem seperti ini menggunakan berbagai metode untuk mencapai tujuan mereka dalam mempromosikan HAM dalam wilayah geografis mereka diberikan. Sebagai contoh, sistem Eropa difokuskan pada Pengadilan HAM Eropa (ECHR) dan yang telah

(37)

commit to user

dihasilkan dari keputusan telah membantu meringankan penambahan anggota baru dan beragam kepada masyarakat Eropa. Sebaliknya, meskipun sistem Inter-Amerika termasuk Pengadilan, komponen utamanya adalah Komisi pada HAM (IACHR), sebuah badan HAM yang tidak memiliki paralel dalam sistem Eropa. Sistem Afrika lebih instruktif sebagai dasar untuk perbandingan dimasa depan. Tetapi Pengadilan Afrika saat ini dalam proses pengembangan sebagai lembaga (John Arendshorst, 2009 : 8).

Dengan melakukan kerjasama dengan badan HAM regional lainnya, maka ASEAN dapat mengambilnya sebagai contoh untuk pelaksanaannya di kawasan ASEAN ini. Dengan melihat pelaksanaan badan HAM regional lain diharapkan ASEAN tidak hanya selalu terfokus pada melakukan pemajuan tetapi mulai untuk melakukan tahap perlindungan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara ini di ketahui beberapa hal Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah / wilayah / kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung

Setelah pelaksanaan Survei Akreditasi Puskesmas, sebutkan kegiatan yang telah Setelah pelaksanaan Survei Akreditasi Puskesmas, sebutkan kegiatan yang telah

 Sebagai contoh, jika hanya terdapat 10% dari keseluruhan employee yang mempunyai kantor pribadi, maka merupakan suatu cara perancangan yang beralasan apabila satu

Kajian Ditinjau dari kekerabatan bahasa Jawa tersebut membagi bunyi konsonan dalam Yogyakarta, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia bahasa Indonesia menjadi 23 konsonan yaitu

Salah satu jalan yang dilakukan adalah adalah mempertahankan dan meningkatkan kepuasan konsumen yang telah ada, yang dapat dilakukan dengan penelitian secara mendalam

Rawatan kumbahan adalah satu sistem di mana air kumbahan daripada rumah atau mana premis yang disalirkan ke loji rawatan kumbahan melalui paip pembetungan untuk menjalani proses

Penelitian ini bukan hanya membahas tentang bagaimana perempuan dapat menyuarakan hasrat dan keinginannya hingga terbebas dari marjinalisasi sebagai bintang porno

Pada peralatan ini menggunakan komponen berupa transformator step-down 220/12 VAC yang bertujuan untuk menurunkan tegangan, diode bridge pada diode ini bertujuan sebagai