• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hama dan penyakit tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) di Kecamatan Ngancar, Kediri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hama dan penyakit tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) di Kecamatan Ngancar, Kediri"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI

SISTANIA AMANDARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SISTANIA AMANDARI. Hama dan Penyakit Tanaman Nanas (Ananas comosus

L. Merr.) di Kecamatan Ngancar, Kediri. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan SURYO WIYONO.

Semakin maju dunia pertanian dan tingginya permintaan konsumen akan buah-buahan berkualitas tinggi dan berstandar internasional, membuat Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor buah memiliki tantangan yang tidak mudah dalam perdagangan buah internasional sebagai komoditas ekspor. Sebagai negara tropis, potensinya sangat besar dalam budidaya tanaman termasuk buah-buahan. Nanas merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang diekspor baik dalam bentuk segar, pengalengan (canning) maupun jus. Beberapa daerah penghasil nanas yaitu Subang, Bogor, dan Kediri. Areal pertanaman nanas semakin meluas, contohnya di Kediri, tepatnya di Kecamatan Ngancar. Semakin meluasnya pertanaman nanas memicu peningkatan permasalahan hama dan penyakit yang muncul. Sementara informasi tentang hama dan penyakit tanaman nanas masih belum banyak diketahui. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu mengetahui hama dan penyakit tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari wawancara dengan beberapa petani nanas untuk mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya nanas setempat. Lalu dilanjutkan dengan pengamatan di lapangan, pengukuran persen tanaman terserang hama, kejadian dan keparahan penyakit, proses identifikasi di laboratorium dan pengolahan data. Beberapa hama dan penyakit yang ditemukan yaitu kutu putih Dysmicoccus brevipes (Hemiptera: Pseudococcidae), uret Lepidiota sp. (Coleoptera: Scarabaeidae), tikus Rattus sp. (Rodentia: Muridae), monyet ekor panjang Macaca fascicularis (Primata: Cercopithecidae), penyakit layu/MWP (Mealybug Wilt of Pineapple), busuk pangkal batang (Thielaviopsissp.), hawar daun (Cladosporiumsp.), bercak kelabu (Pestalotiopsissp.), alga hijau, penyakit yang belum teridentifikasi yaitu penyakit dengan gejala D, E, H, dan L, serta satu jenis hama yang belum teridentifikasi.

(3)

DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI

SISTANIA AMANDARI

A34070048

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

NIM : A34070048

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr NIP.19570122 198103 1 002 NIP.19690212 199203 1 003

Diketahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 6 Maret 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Alm. Bapak Ir. Supardji dan Ibu Dyah Sutrisnawati. Penulis memiliki riwayat pendidikan sekolah di TKK. Pertiwi I Bogor (1993-1994), SDN Panaragan 1 Kota Bogor (1995-2001), SMP Negeri 4 Kota Bogor (2001-2004), dan SMA Negeri 5 Kota Bogor (2004-2007).

Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan sistem berbasis mayor minor. Penulis diterima di pilihan pertama yaitu Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Sebelum memasuki departemen, penulis menempuh masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun pertama di kelas B01. Pada tahun berikutnya penulis melanjutkan pendidikannya dengan Mayor Proteksi Tanaman dan Minor Manajemen Lahan dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul “Hama dan Penyakit Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr.) di Kecamatan Ngancar, Kediri.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu yang telah melimpahkan dukungan serta bimbingan yang tidak terhingga kepada penulis sampai saat ini, dan Alm. Bapak yang menginspirasi penulis sampai saat ini, serta Danang Yuswantoro dan Dayu Dityo Kisworo yang telah memberikan semangat dan menghibur penulis di kala jenuh.

2. Seluruh keluarga besar penulis (Alm. Sukarno dan Alm. Soebijanto) yang selalu mendukung dan memberi semangat tiada henti kepada penulis.

3. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingannya kepada penulis selama ini.

4. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr sebagai dosen penguji tamu yang selalu memberikan motivasi, kritikan, dan sarannya selama ini.

5. Ir. Ivonne Oley Sumarauw, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang selama ini telah membimbing penulis dalam masa perkuliahan.

6. Dra. Dewi Sartiami, M.Si yang telah membimbing dan memberi dukungannya kepada penulis dalam proses identifikasi kutu putih.

7. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc yang telah memberikan saran dan informasi penting mengenai penyakit layu nanas.

8. Dhamayanti Adidharma, Ph.D sebagai moderator dalam seminar tugas akhir penulis dan atas saran-saran yang telah diberikan kepada penulis.

9. Sahabat penulis yang selalu mengiringi dalam suka maupun duka serta memberikan segala dukungannya kepada penulis: Anik Nurhayati, Dolpina Antonia Ratissa, Sherly Anggraini, dan Gamatriani Markhamah.

10. Seluruh keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman baik staff pengajar, laboran, pegawai, maupun para mahasiswa kakak kelas, adik kelas, khususnya untuk DPT’44 yang sama-sama berjuang dalam penyelesaian tugas akhir ini.

11. Keluarga besar Bpk. Samsianto, Bpk. Suntoro, Bpk. Suprapto, Bpk. Puji Setiono, Bpk. Jumali, dan Bpk. Sarianto yang telah menerima penulis dengan baik dan memberikan segala dukungan serta bantuannya selama penelitian lapangan di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

12. Seluruh teman dan sahabat di Kelompok Tani “RANTAI KELUD,” Radio Komunitas Kelud.fm dan Sera.fm, khususnya Eko Soeroso, Markis, Nano, Riris, dan kawan-kawan yang telah setia menemani dan membantu penulis dalam penelitian di lapangan.

(7)

14. Dr. Warsito Tantowijoyo, Mas Giyanto, dan kawan-kawan yang telah membimbing dan membantu proses identifikasi serangga di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong, Bogor.

15. Serta teman satu pembimbing penulis dan satu lab yang telah saling memberikan dorongan dan dukungannya satu sama lain: Nur Asiah, Yulius Dika Ciptadi, Ahmad Khoerudin Latip, Radhy Alfitra, Etika Ayu Kusumadewi, Heny Emilia, Irma Utami Siagian, dan Agus Fitriani Tambun. 16. Iis Risa Maftuhah dan Lestari Febriyeni (DPT’45) yang sempat menemani

penulis dalam penelitian sebelumnya dengan segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Penulis berharap agar penelitian ini dapat dilanjutkan, sehingga bermanfaat bagi petani dan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

(8)

Halaman

Asal dan Distribusi ... 3

Kultivar Nanas... 3

Syarat Tumbuh ... 5

Budidaya Nanas... 6

Panen dan Hasil ... 7

Hama pada Tanaman Nanas ... 7

Penyakit pada Tanaman Nanas... 8

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Wawancara Petani ... 12

Pengamatan dan Pengukuran Kejadian dan Keparahan Penyakit serta Persentase Tanaman Terserang Hama... 12

Pengambilan Sampel Hama dan Tanaman Bergejala Penyakit... 15

Sweeping(Penjaringan Serangga) ... 15

Identifikasi Hama, Patogen, dan HasilSweeping... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

Lokasi Penelitian ... 17

Cara Budidaya ... 17

(9)

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 23

Hama pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar ... 24

Kutu PutihDysmicoccus brevipes(Hemiptera: Pseudococcidae) ... 24

Uret(Pineapple white grubs) Lepidiotasp. (Coleoptera: Scarabaeidae) ... 26

TikusRattussp. (Rodentia: Muridae)... 29

Monyet Ekor PanjangMacaca fascicularis(Primata: Cercopithecidae) ... 30

Gejala Hama Lainnya yang Belum Teridentifikasi ... 34

Penyakit pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar ... 35

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple(MWP) ... 35

Busuk Pangkal Batang(Base Rot)... 37

Bercak Kelabu(Gray Leaf Spot)... 38

Hawar Daun(Leaf Blight)... 39

Alga Hijau (Green Algae)/Chlorophyta... 40

Penyakit Lainnya yang Belum Teridentifikasi (Penyakit Gejala D, E, H, dan L) ... 41

Hama dan Penyakit pada Kultivar NanasSmooth Cayenne-Master Diamond 2(SC-MD 2)... 47

HasilSweepingSerangga ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN... 52

Kesimpulan... 52

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Keparahan dan nilai numerik penyakit nanas ... 13 Tabel 2 Persentase tanaman terserangLepidiotasp. danD. brevipes

padatanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan

Ngancar ... 33 Tabel 3 Persentase tanaman terserangLepidiotasp. danD. brevipesdi tiga

desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar... 33 Tabel 4 Kejadian penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang,

dan tua di Kecamatan Ngancar ... 43 Tabel 5 Kejadian penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh

(Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar... 44 Tabel 6 Keparahan penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang,

dan tua di Kecamatan Ngancar ... 45 Tabel 7 Keparahan penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh

(11)

Halaman

Gambar 1 Peta lokasi penelitian ... 11

Gambar 2 Sketsa kebun pengamatan... 12

Gambar 3 Sketsa plot pengamatansweeping.... 15

Gambar 4 Pertanaman tumpang sari nanas... 18

Gambar 5 Persiapan lahan. ... 18

Gambar 6 Bibit nanas. ... 19

Gambar 7 Pola tanam nanas ... 20

Gambar 8 Pupuk amina ... 21

Gambar 9 Pemberian ZPT ethrel ... 21

Gambar 10 Kategori buah nanas berdasarkan ukuran ... . 22

Gambar 11 Kutu putihD. brevipes... 25

Gambar 12 Gejala serangan uretLepidiotasp... 26

Gambar 13 LarvaLepidiotasp. ... 27

Gambar 14 Gejala serangan tikus Rattus sp. ... 29

Gambar 15 TikusRattussp... 30

Gambar 16 Gejala serangan monyet ekor panjang ... 31

Gambar 17 Monyet ekor panjang (M. fascicularis)... 32

Gambar 18 HabibatM. fascicularis... 33

Gambar 19 Gejala hama lain yang belum teridentifikasi ... 34

Gambar 20 Gejala MWP ... 37

Gambar 21 Gejala busuk pangkal batang ... 38

Gambar 22 Gejala bercak kelabu... 39

Gambar 23 Gejala hawar daun. ... 40

Gambar 24 Gejala alga hijau ... 41

Gambar 25 Gejala penyakit lain yang belum teridentifikasi ... 42

Gambar 26 Gejala MWP pada kultivar SC-MD2... 47

Gambar 27 KoloniD. brevipesdi bagian akar nanas kultivar SC-MD2 .. 48

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah tropis, beriklim basah, serta berada di wilayah khatulistiwa. Daerah ini memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan dengan subur, termasuk buah-buahan. Banyak jenis buah-buahan tropis yang dihasilkan Indonesia, namun kebanyakan masih membanjiri pasar lokal hanya pada saat panen raya. Baru sedikit jenis buah yang menempati pasar swalayan atau pasar internasional. Jenis buah-buahan tropis yang diperdagangkan di pasar internasional saat ini adalah pisang, mangga, alpukat, rambutan, markisa, sirsak, jambu biji, belimbing, manggis, dan nanas.

Nanas merupakan salah satu komoditas penting yang dimiliki oleh Indonesia. Buah ini menjadi komoditas ekspor andalan dalam bentuk kalengan (canning) dan jus. Selain buahnya, nanas memiliki banyak kegunaan. Daunnya dapat diolah menjadi serat (benang) yang bagus sebagai bahan pakaian tetapi masih belum dikembangkan. Pada buah nanas terdapat zat bromealin yang bersifat sebagai pemecah protein (pelunak daging) (Sunarjono 2006).

Banyak sekali daerah penghasil nanas di Indonesia, yaitu Sumatera Utara (Pematang Siantar), Riau (Tanjung Pinang, Bengkalis, dan Kampar), Sumatera Selatan (Indralaya, Tanjung Batu, Prabumulih, dan Palembang), Jawa Barat (Bogor, Lembang, dan Subang), Jawa Timur (Blitar, Jember, dan Kediri) (Sunarjono 2006).

(13)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui hama dan penyakit tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, Kediri.

Manfaat

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nanas

Nanas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaituAnanas comosus

L. Merr (syn.A. sativusSchult. f., Ananassa sativaLindl.,Bromelia ananasL.,B. comosaL.). Nanas dikenal dengan beberapa nama lokal di berbagai negara, yaitu

pina di Spanyol, abacaxi di Portugis, ananas di Belanda dan Perancis, nanas di Asia, po-lo-mah di Cina,sweet pine di Jamaika, danpine di Guatemala (Morton 1987).

Taksonomi

Klasifikasi tanaman nanas menurut Collins (1960) yaitu sebagai berikut: Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Kelas: Angiosperma (berbiji tertutup)

Ordo: Farinosae (Bromeliales) Famili: Bromiliaceae

Genus:AnanasdanPseudoananas

Asal dan Distribusi

Tanaman nanas berasal dari Amerika tropis, yakni Brazil, Argentina, dan Peru. Pada saat ini, nanas telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di sekitar khatulistiwa antara 30° LU dan 30° LS (Sunarjono 2006).

Kultivar Nanas

Menurut Nakasone & Paull (1998), kultivar nanas dibagi dalam lima kelompok yaituCayenne, Queen, Spanish, Abacaxi, danMaipure.

(15)

smooth cayenne.” Kultivar ini merupakan standarisasi nanas untuk processing

dan perdagangan buah segar, karena bentuknya yang silinder, bermata dangkal (shallow eyes), daging buah berwarna kuning, rasanya tidak terlalu asam, dan memiliki hasil produksi yang tinggi. Pilihan lokal biasanya dikenal dengan nama asalnya, seperti “Serawak” di Malaysia, “Champaka” yang merupakan asli dari India, namun banyak hidup di Hawaii. Kelemahan kultivar ini yaitu rentan terhadap kutu putih dan nematoda (Nakasone & Paull 1998).

Ciri-ciri kultivarCayenne yaitu tinggi batang dan tangkai buah 20-50 cm. Garis tengah batang yang terbesar termasuk daun berkisar 7,6-15 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun paling panjang kira-kira 101 cm, paling lebar 6,5 cm. Daun berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya pigmen antosianin dalam epidermis. Permukaan daun bagian bawah tidak memiliki antosianin, bagian ini bewarna kelabu perak karena adanya trikome yang tebal. Pada tangkai buah tumbuh cabang (slips) 0-10 buah. Jumlah dan besarnya tergantung pada kesehatan tanaman. Tunas batang (shoots) berjumlah 0-3 buah. Anakan (sucker) jumlahnya lebih sedikit dan bentuknya lebih ramping, daunnya lebih panjang daripada tunas batang. Jumlah bunga dalam rangkaian bunga berkisar 150 dan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Warna daun mahkota bunga biru pucat dengan sedikit warna ungu mengkilat.

Buah terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya mendekati silinder. Sebelum buah masak warna kulit buahnya kehitaman dan sesudah buah masak kulit buah tersebut berubah menjadi kuning oranye tua dengan beberapa corak hijau. Daging buah berwarna kuning pucat hingga kuning, hal ini tergantung pada keadaan iklim dan lingkungan sekitar. Pada panen buah musim kemarau warna daging buah berwarna lebih kuning dan jernih daripada ketika musim hujan (Hidayat 2006).

(16)

kecil-kecil, rapat, dan tajam. Tangkai buah pendek, dengan panjang berkisar 7-12 cm. Bentuk buah bagus dan berwarna kuning emas. Berat buah berkisar antara 0,9-1,3 kg. Apabila telah masak, daging buahnya juga berwarna kuning emas, kurang berair, tidak berserat, tekstur rapuh, aroma dan rasa sangat baik, serta rasanya pun manis. Kultivar“Z-Queen”atau“James Queen”dilaporkan menjadi mutan dari “Natal Queen” dan merupakan tetraploid alami (Nakasone & Paull 1998; Ashari 1995).

Spanish. Menurut Nakasone & Paull (1998), nanas kultivar ini memiliki ukuran kecil sampai medium, daun berduri, dan resisten terhadap kutu putih. Namun, kultivar ini rentan terhadap serangan larva Batrachedra sp. Nanas kultivar Spanish ini cocok dikonsumsi sebagai buah segar, tetapi tidak cocok untukcanning(pengalengan).

Abacaxi. Kultivar ini banyak ditanam di Brazil, Amerika Latin dan wilayah Caribbean untuk pasar lokal. Daun berduri dengan panjang berkisar antara 60-65 cm. Tangkai buah kaku, buah berbentuk seperti piramid. Cawan bunga dangkal, daging buah kuning pucat, kandungan serat rendah, cairan buah banyak, dan rasanya baik. Kelebihan kultivar ini yaitu tahan terhadap penyakit busuk hati dan busuk akar. Kultivar nanas ini tidak cocok untuk canning dan buah segar untuk diekspor. Namun, nanas ini disukai di pasar lokal karena air dan rasanya yang manis (Nakasone & Paull 1998).

Maipure. Nanas kultivar ini banyak ditanam di Amerika Utara dan Tengah dan dimanfaatkan sebagai komoditas perdagangan buah segar pasar lokal (Nakasone &Paull 1998).

Syarat Tumbuh

(17)

terbuka, tetapi dapat pula tumbuh subur di tempat yang ternaungi pohon besar. Namun, di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari terik, buahnya sering hangus. Tanaman masih mampu berbuah di daerah beriklim kering (4-6 bulan kering), asalkan kedalaman air tanah antara 50-150cm. Hal ini disebabkan akarnya yang dangkal, tetapi tanaman mampu menyimpan air.

Budidaya Nanas

Nanas ditanam dengan sistem dua-dua baris. Tiap baris pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak antar baris 150 cm. Namun, nanas dapat pula ditanam pada jarak antara 30-40 cm. Semakin rapat jarak tanamnya, buah yang dihasilkan semakin kecil. Untuk kebutuhan industri canning biasanya diperlukan buah berukuran kecil (jarak tanam 30 cm x 40 cm) silindris.

Pupuk kandang yang diperlukan 5-10 kg per lubang tanam. Selain itu juga digunakan pupuk buatan dengan dosis 300 kg urea, 600 kg TSP, dan 300 kg KCl per hektar per tahun. Pupuk buatan diberikan dua kali, yaitu pada umur empat minggu dan delapan minggu setelah tanam. Namun, pemberian pupuk urea yang berlebihan dapat mendorong terjadinya mahkota ganda (multiple crown) dalam satu buah sehingga menyebabkan buah menjadi kecil dan terbentuk buah ganda (satu tangkai ada banyak buah yang berdempetan).

Pemeliharaan selanjutnya yaitu pembersihan gulma, terutama alang-alang (Imperata cylindrica L.). Hal ini dilakukan karena keberadaan gulma dapat menurunkan produksi nanas antara 20-42%. Tindakan pemeliharaan yang juga dianjurkan adalah pembuatan saluran-saluran drainase untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk hati (titik tumbuh).

(18)

Panen

Buah harus dipanen seteleh tua benar atau matang pohon yaitu pada saat matanya datar dan tampak jarang. Buah nanas yang mulai matang akan mengeluarkan aroma khas dan bila dipukul (diketuk) akan mengeluarkan suara menggema. Bulan-bulan panen besar nanas yaitu Desember, Januari, dan Juli.

Hama Tanaman Nanas

Permasalahan hama merupakan salah satu kendala dalam budidaya nanas. Berikut ini merupakan beberapa hama penting yang menyerang tanaman nanas. 1. Kutu putihDysmicoccus brevipes(Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) 2. Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota grata, Rhopaea magnicornis, dan

lain-lain (Coleoptera: Scarabaeidae)

3. Onion or yellow spot thrips, Thrips tabaci(Thysanoptera: Thripidae)

4. Kutu sisik (Pineapple scale), Diaspis bromeliae (Hemiptera: Diaspididae) (Kerner)

5. TikusRattus tiomanicus, R. argentiventer, R. exulans(Rodentia: Muridae) Kutu putih, Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera:

Pseudococcidae). Serangga ini merupakan vektor Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV) yang sering menyerang pertanaman nanas. Ciri-ciri pada serangga dewasa tungkainya terlihat pendek dan membengkok. Pada tibia terdapat pori translusen. Bentuknya oval dan melebar, tersklerotisasi pada daerah lobusanal dan ruas ke-2 dari belakang. Ciri khasnya yaitu terdapat 2 seta yang besar pada bagian lobus anal, 2 porus disciodal dekat mata, dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Nainggolan 2006). Serangga ini lebih banyak menginfestasi nanas kultivar

Smooth Cayenne(Samson 1992).

Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota grata, Rhopaea magnicornis,

dan lain-lain(Coleoptera: Scarabaeidae). Hama ini merusak bagian perakaran. Larva berbentuk C (scarabaeiform) dan berpupa di dalam tanah (Pena et al.2002; Sunarjono 2006).

Onion or yellow spot thrips, Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae).

(19)

menyerang tanaman muda dan dapat meyebabkan kematian tanaman (Pena et al.

2002).

Kutu sisik (Pineapple scale), Diaspis bromeliae (Kerner) (Hemiptera:

Diaspididae). Hama ini menyerang bagian daun. Bagian buah juga banyak yang terinfestasi, terutama ratoon fruits (Pena et al. 2002). Tanaman yang terserang kutu ini daunnya akan keriput dan pucat.

Tikus Rattus tiomanicus, R. argentiventer, R. exulans (Rodentia:

Muridae). Menurut Priyambodo (2003), pada umumnya serangan tikus terjadi di pertanaman nanas yang terletak dekat pemukiman warga atau sawah dan ladang.

Penyakit pada Tanaman Nanas

Selain hama, penyakit juga menjadi kendala dalam budidaya tanaman nanas, sehingga menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas. Beberapa penyakit penting pada tanaman nanas adalah:

1. Busuk pangkal (base rot) atau busuk lunak (soft rot)

2. Penyakit layu (Mealybug Wilt of Pineapple/MWP) 3. Busuk hati (titik tumbuh)

4. Busuk akar

5. Tomatto Spotted Wilt Virus(TSWV)

6. NematodaPratylenchus brachyurus(Lesion nematodes) 7. Busuk buah bakteri

(20)

maupun karena penanganan yang kasar. Bibit-bibit yang mempunyai bidang potongan yang cukup besar pada pangkalnya, sangat rentan terhadap penyakit, terutama jika banyak hujan (Semangun 2007).

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple (MWP). Penyakit ini disebabkan oleh PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus). Gejala yang terjadi yaitu daun berwarna kuning hingga kemerahan, melengkung ke bawah dan layu mulai dari ujungnya. Ujung daun mengalami nekrotik. Jika diperhatikan tidak ada perbedaan gejala yang signifikan, jika dibedakan menurut stadia tanaman (Nainggolan 2006; Damanik 2008). Tingkat keparahan penyakit sangat tergantung kepada konsentrasi virus di tanaman tersebut. Infeksi kutu putih berpengaruh terhadap kemunculan gejala (Juarsa 2005).

Menurut Amalia (2008) berdasarkan penelitian di Subang, akibat penyakit ini petani mengalami kerugian ekonomi yang nyata (signifikan). Ketika tingkat serangan kurang dari 37%, keuntungan petani berkurang 5%. Sedangkan pada tingkat serangan di atas 40% mengakibatkan kerugian yang lebih besar, yaitu mencapai 45%. Ambang tindakan yang disebabkan oleh MWP adalah pada saat kejadian penyakit (KP) sebesar 32,59%.

Novianti (2008) menyatakan bahwa, penyakit layu dapat menyebabkan: (a) penurunan bobot akar sebesar 39,49%, (b) penurunan kualitas buah, seperti penurunan bobot buah mencapai 62,11%, serta (c) penurunan diameter buah 17,65%, dan panjang buah sebesar 26,90%. Namun, buah dari tanaman yang terserang MWP ini tetap manis seperti buah tanaman yang sehat.

Busuk hati (titik tumbuh). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan

(21)

hati ini dibantu oleh curah hujan yang tinggi dan memberikan kerugian yang lebih besar di tanah yang basah dan sejuk (±25°C) (Semangun 2007).

Busuk akar. Penyakit busuk akar disebabkan oleh cendawan

Phytophthora parasitica. Penyakit ini menyebabkan pembusukan pada sebagian besar sistem perakaran. Tanaman yang sakit pertumbuhannya terhambat, sehingga pematangan buahnya juga tertunda. Penyakit ini akan berkembang dengan baik pada kondisi pertanaman nanas yang drainasenya tidak baik atau tergenang air. Penyebaran patogen dibantu oleh curah hujan yang tinggi. Penyakit ini memberikan kerugian yang lebih besar di tanah yang lebih kering dan lebih panas (30°C) (Semangun 2007).

Tomatto Spotted Wilt Virus (TSWV). TSWV disebarkan oleh vektor

Thrips tabaci Lind. Menurut Pena et al. (2002), patogen ini menyebabkan daun nanas mengecil dan bergaris kuning.

Nematoda Pratylenchus brachyurus (Lesion nematodes). Gejala yang ditimbulkannya yaitu bintil-bintil pada akar. Nematoda ini merupakan nematoda migratori endoparasit. Nematoda dewasa meletakkan telur di jaringan akar dan tanah, namun semua stadia nematoda dapat bermigrasi ke dalam dan keluar akar. Gejalanya sangat sulit diidentifikasi di lapangan, tetapi terdapat lesio berwarna kegelapan dan merusak bagian akar (Penaet al.2002).

(22)

Penelitian dil

dilakukan di perkebunan nanas di tiga desa Manggis, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kedi dimulai pada Juli 2011 sampai dengan Agustus kukan di Klinik Tanaman dan Laboratorium Taksonom

ksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, sert Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong mpai dengan Oktober 2011.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Bahan dan Alat

lat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu ang hama dan penyakit, sampel serangga nanas, alat tulis, blangko pengamatan, botol film

hand loupe, kuas, sarung tangan, jaring serangga, sepatu boots. Sedangkan peralatan yang cawan petri, kapas, akuades, mikroskop compound

(23)

Wawancara Petani

Metode pertama yang dilakukan yaitu wawancara petani nanas menggunakan blangko wawancara yang telah disiapkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai teknik budidaya yang dilakukan oleh para petani dan hama penyakit penting yang menyerang pertanaman nanas setempat beserta cara pengendaliannya.

Pengamatan dan Pengukuran Kejadian dan Keparahan Penyakit serta

Persentase Tanaman Terserang Hama

Proses pengamatan dan pengukuran kejadian dan keparahan penyakit serta persentase tanaman terserang hama dilakukan di lapangan di tiga desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) dengan 9 kebun nanas untuk setiap desa. Pengamatan dilakukan berdasarkan pengelompokan tanaman muda (0-6 bulan), sedang (7-13 bulan), dan tua (≥14 bulan). Setiap stadia umur tanaman terdapat 3 kebun pengamatan di setiap desa. Terdapat kebun pengamatan tambahan yaitu: (a) kebun pengamatan untuk hama tikus dan kera masing-masing sebanyak 1 kebun dan (b) kebun pengamatan kultivar baru tanaman nanas di Kecamatan Ngancar. Kultivar baru tersebut adalah Smooth Cayenne-Master Diamond 2 (SC-MD 2) dengan 2 perlakuan yaitu menggunakan mulsa dan tidak menggunakan mulsa. Sehingga terdapat 30 kebun pengamatan. Pada setiap kebun pengamatan diambil 15 tanaman contoh secara diagional (Gambar 2).

Gambar 2 Sketsa kebun pengamatan.

Indrayani (2008) menyatakan bahwa pengambilan sampel dengan metode sistematik dapat memberikan hasil yang sama dengan metode acak sederhana

2 s.d. 14 berada di antaranya 1

(24)

dalam pengamatan penyakit MWP dan juga penyakit lainnya yang memiliki pola pemencaran serangan serupa dengan penyakit MWP.

Menurut Karyatiningsih (1980), pengamatan intensitas penyakit (keparahan penyakit) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang tanaman dihitung menggunakan metode Townsend dan Heuberger, dengan rumus sebagai berikut:

KP =∑ ௡௏୞୒ x 100%

Keterangan:

KP= keparahan penyakit

n = jumlah tanaman dalam setiap kategori v = nilai numerik dari kategori serangan

Z = kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi N = jumlah seluruh tanaman yang diamati

Tabel 1 berikut menyajikan keparahan dan nilai numerik penyakit yang digunakan.

Tabel 1 Keparahan dan nilai numerik penyakit nanas

Keparahan penyakit (%) Nilai numerik

0 0

Untuk virus dan bakteri yang menunjukkan gejala sistemik dihitung dengan jumlah tanaman terserang dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati dikali dengan 100%. Rumus yang digunakan sama seperti rumus penghitungan kejadian penyakit (KP). Pengukuran KP dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(25)

Keterangan:

KP = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman terserang N = jumlah tanaman yang diamati

Pengukuran persentase tanaman terserang hama dilakukan dengan menggunakan rumus yang sama dengan kejadian penyakit, yaitu:

L =௡x 100%

Keterangan:

L = persentase tanaman terserang hama n = jumlah tanaman terserang

N = jumlah tanaman yang diamati

Tingkat serangan tikus dihitung berdasarkan metode irisan diagonal. Caranya dengan dibuat garis diagonal dari suatu lahan pertanaman nanas yang akan dihitung dengan batas lahan berupa pematang atau benda alami. Pada garis tanaman terdiri dari 15 tanaman contoh. Tanaman pertama (ke-1) berada pada sudut diagonal awal pengamatan dan tanaman terakhir (ke-15) berada pada sudut diagonal seberang (akhir pengamatan). Rumus yang digunakan sama seperti perhitungan persentase tanaman terserang hama.

(26)

Pengambilan Sampel Hama dan Tanaman Bergejala Penyakit

Pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala penyakit diperlukan untuk identifikasi lanjut di laboratorium. Sampel serangga hama dimasukkan ke dalam botol film yang berisi alkohol 70%. Sampel tanaman sakit diambil pada hari-hari terakhir pengamatan agar masih segar dan dibungkus menggunakan Koran. Sampel hama tikus didapatkan dengan menggunakan perangkap live trap/perangkap pasar yang dipasang di tepi kebun pengamatan nanas dengan umpan rodentisida. Pengamatan hama kera dilakukan pagi sampai dengan sore hari pada waktu tertentu yang merupakan waktu beraktifitas kera di kebun pengataman.

Sweeping(Penjaringan Serangga)

Selain dilakukan pengamatan, pengukuran, dan pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala, juga dilakukan sweeping (penjaringan serangga) di setiap kebun pengamatan nanas. Sweeping dilakukan untuk mengetahui kekayaan arthropoda yang terdapat di kebun pertanaman nanas. Proses ini dilakukan dengan menggunakan jaring serangga, lalu diayunkan sebanyak tiga kali di setiap plot. Pada tiap kebun pengamatan nanas, terdapat tiga plotsweeping yang terletak di bagian tengah kebun pengamatan dan berjarak 1 m antar plot (Gambar 3). Arthropoda yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol film berisi alkohol 70% dan dilanjutkan dengan proses identifikasi di laboratorium.

Gambar 3 Sketsa plot pengamatansweeping. 1

2 3

(27)

Identifikasi Hama, Patogen, dan HasilSweeping

Setelah dilakukan pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala, dilanjutkan dengan proses identifikasi dengan menggunakan beberapa buku kunci identifikasi. Kalshoven (1981) untuk identifikasi jenis uret, serta Williams & Watson (1988) untuk mengidentifikasi kutu putih. Selain itu juga digunakan beberapa buku lain untuk mengidentifikasi jenis serangga hasil

sweeping. Proses identifikasi kutu putih diawali dengan membuat preparat slide dari kutu putih terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan identifikasi.

Identifikasi jenis patogen dilakukan dengan pengamatan makroskopis gejala serta pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop stereo dan

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian

Pengamatan dilakukan di kebun nanas tiga desa yaitu Desa Sempu, Sugihwaras, dan Manggis. Desa Sempu memiliki luas 1350 ha, dengan ketinggian 650-700 mdpl, curah hujan sedang, suhu rata-rata harian 25°-26°C. Desa Sugihwaras memiliki suhu rata-rata harian 27°C, ketinggian tempat 700-800 mdpl, dan curah hujan sedang. Desa Manggis memiliki suhu rata-rata harian yaitu 27°-30°C, curah hujan 850-1500 mm (sedang), dan ketinggian tempat 400 mdpl. Ketiga desa tersebut sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani nanas. Luas lahan pertanaman nanas yang dimiliki Desa Sugihwaras yaitu 200 ha dengan hasil panen 10 ton/ha, Desa Manggis 212 ha dengan hasil panen dapat mencapai 36 ton/ha, sedangkan Desa Sempu 125 ha dengan hasil panen mencapai 40 ton/ha. Lahan pertanaman nanas di Kecamatan Ngancar merupakan areal pertanaman yang terluas dibandingkan dengan komoditas lainnya. Sehingga kecamatan Ngancar ini merupakan salah satu daerah penghasil nanas di Pulau Jawa selain kota Bogor, Subang, dan lain-lain.

Cara Budidaya

(29)

Gambar 4 Pertanaman tumpang sari nanas; (a) pepaya, (b) jati putih, dan (c) sengon.

Kultivar nanas yang ditanam oleh petani nanas di Kecamatan Ngancar merupakan varietas Queen. Kultivar Queen banyak ditanam di Australia dan Afrika Selatan untuk perdagangan buah segar.

Cara budidaya yang dilakukan setiap petani pada umumnya sama. Pada lahan yang baru pertama kali ditanami nanas, budidaya diawali dengan kegiatan persiapan lahan (Gambar 5). Persiapan lahan mencakup pembersihan gulma dengan cara dibajak. Pembajakan dilakukan dengan menggunakan lembu ataupun cangkul secara manual sampai tanah menjadi gembur. Setelah itu didiamkan selama 2 minggu, agar mikrofauna tanah mengalami proses adaptasi dengan baik.

Gambar 5 Persiapan lahan.

Sambil menunggu waktu 2 minggu tersebut, dilakukan proses penyiapan bibit yaitu pemilahan bibit sesuai ukuran (Gambar 6.a). Tujuan pemilahan bibit agar perawatan dapat dilakukan dengan baik di lahan dan perolehan air serta unsur hara dapat merata. Bibit dapat diperoleh dari hasil panen sebelumnya (Gambar 6.b), dibeli dari petani lain atau Perhutani. Proses pengadaan bibit dapat dilakukan dengan cara dibedol (dicabut), lalu diseblang (pengambilan bibit).

(30)

Seblang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dodos (bibit yang besar diambil, sedangkan bibit yang masih kecil dipelihara terlebih dahulu) danjebol(bibit yang besar diambil, namun bibit yang masih kecil ditimbun bersama tanaman induknya).

Gambar 6 Bibit nanas; (a) proses pemanenan bibit nanas, (b) kategori bibit nanas berdasarkan ukuran mulai dari yang terbesar (A) sampai yang terkecil (D).

Setelah proses pemilihan bibit, dilanjutkan dengan pemberian pupuk kandang, organik, bio kompos sebanyak 10-20 ton/ha. Namun, ada pula petani yang enggan menggunakan pupuk kompos karena membuat pertumbuhan gulma menjadi lebih cepat, sehingga diperlukan proses penyiangan yang lebih banyak.

Untuk bubidaya nanas pada lahan bekas tanaman tebu, cara budidaya sama-sama dimulai dengan proses pembajakan terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan penanaman, tanpa pemberian pupuk urea, hanya menggunakan kompos sebagai pupuk dasar. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman nanas yang ditanami di bekas lahan tebu pertumbuhannya lebih baik jika dibandingkan dengan yang ditanami di lahan bekas pertanaman nanas maupun komoditas lainnya.

Pada lahan yang sebelumnya bekas ditanami nanas, setelah panen, lahan pertanaman didiamkan selama 4-5 bulan guna mendapatkan bibit yang baik untuk pertanaman selanjutnya. Setelah selesai panen buah, tanah digali memanjang sebagai alur tanam, lalu tanaman induk dicabut dan dikubur (ditimbun), dilakukan pemberian pupuk kompos, dan bibit ditanam. Jarak tanam yang digunakan umumnya 60-70 cm x 15-20 cm secara single row (Gambar 7.a) dan secara

A B C D

(31)

mantenan atau biasa disebut dengan double row (Gambar 7.b) yang jarak tanamnya 70 cm (antar baris) x 20 cm (antar tanaman dalam 1 baris) x 15 cm. Luas lahan pertanaman nanas yang dimiliki atau digarap petani nanas umumnya 0,3-2 ha.

Gambar 7 Pola tanam nanas; (a)single row, (b)double row.

Setelah 2 bulan tanam, dilakukan penyiangan gulma. Proses penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual menggunakan cangkul. Penyiangan gulma dilakukan 3-4 kali selama satu musim tanam sebelum dilakukan pemupukan. Pada musim hujan penyiangan gulma dapat dilakukan sampai sebulan sekali. Setelah tanaman berumur 14 bulan biasanya penyiangan gulma sudah dihentikan.

Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kompos sebagai pupuk dasar sebelum tanam dan pupuk amina (Gambar 8) yang merupakan limbah dari pabrik penyedap rasa. Dosis penggunaan pupuk ini umumnya 1 drum/1000 tanaman nanas. Satu drum pupuk amina setara dengan 200 L, dengan harga Rp 22.000,00-24.000,00/drum. Pemupukan dimulai dari tanaman nanas berumur 3-4 bulan dan diberikan kurang lebih 3 kali selama masa tanam.

(32)

Gambar 8 Pupuk amina; (a) pupuk amina yang siap digunakan, (b) drum wadah pupuk amina.

Agar cepat berbunga, saat berumur 9 bulan tanaman nanas diberi nutrisi cairan katalis. Setelah berumur 1 tahun dan berbuah, tanaman nanas juga diberi ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) ethrel (Gambar 9) yang berguna dalam proses pematangan buah. Menurut Sunaryono (1981), larutan ethrel pada pH rendah akan terurai menjadi etilen dalam sel tanaman yang berfungsi sebagai hormon bunga. Namun, pemberiankatalisdan ZPT ethrel ini berpengaruh terhadap proses penurunan jumlah anakan hingga di bawah normal. Hal ini diduga karena nutrisi yang seharusnya digunakan untuk membentuk anakan,menjadi berkurang akibat digunakan untuk membentuk bunga dan buah.

Gambar 9 Pemberian ZPT ethrel; (a) proses pemberian ZPT ethrel oleh petani, (b) pemberian ZPT ethrel pada tanaman nanas.

Sebagian besar petani setempat tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman nanas mereka. Namun sebagian kecil petani di

a b

(33)

Desa Manggis menggunakan pestisida “Diazinon” dan “Furio” untuk mengatasi uret yang merupakan hama endemik setempat. Cara penggunaannya yaitu pangkal batang bibit dicelupkan ke dalam pestisida tersebut sebelum ditanam. Kebanyakan kedua pestisida ini digunakan secara bersamaan (dicampur) dengan dosis 104 kg/ha untuk “Furio” dan 48 kg/ha untuk “Diazinon”. Harga pestisida untuk “Furio” yaitu Rp 20.000,00/kg dan Rp 25.000,00/kg untuk “Diazinon”.

Tanaman nanas pada umumnya dapat dipanen setelah berumur 18-20 bulan. Apabila bibit yang digunakan baik, maka pada umur 15 bulan sudah dapat dipanen. Bibit yang baik umurnya lebih tua dari bibit yang biasanya, sehingga masa tanamnya lebih cepat. Pada umur 1 tahun biasanya tanaman nanas sudah berbunga. Paling cepat 5 bulan kemudian, buahnya sudah bisa dipanen. Jumlah hasil panen tergantung dari luas lahan yang ditanami serta jarak tanam yang digunakan. Biasanya 1 ha menghasilkan 80.000-100.000 buah dengan berbagai ukuran kelas buah yaitu A, B, C, dan D berdasarkan ukurannya (Gambar 10). Proporsi kelas buah yang normal dalam setiap kali panen yaitu A sebanyak 60%, B sebanyak 15%, C dan D sebanyak 25%. Adanya serangan hama dan penyakit, dapat menurunkan produksi buah kelas A hingga 30%.

Gambar 10 Kategori buah nanas berdasarkan ukuran mulai dari yang terbesar (A) hingga terkecil (D).

(34)

Hama dan Penyakit yang Sering Ditemukan

Beberapa hama dan penyakit nanas yang sering dijumpai di Kecamatan Ngancar yaitu hama uret, kutu putih, tikus, kera, penyakit layu (MWP), busuk pangkal batang, bercak kelabu, hawar daun, alga hijau serta penyakit dengan gejala D, E, H, dan L. Menurut petani setempat, penyakit yang perlu dikendalikan yaitu MWP yang disebabkan oleh PMWaV dengan kutu putih sebagai vektornya dan hama uret (khusus di Desa Manggis).

Pengendalian Hama dan Penyakit

(35)

Hama pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa hama yang menyerang tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, yaitu:

1. Kutu putihDysmicoccus brevipes(Hemiptera: Pseudococcidae) 2. UretLepidiotasp. (Coleoptera: Scarabaeidae)

3. TikusRattussp. (Rodentia: Muridae)

4. Monyet ekor panjangMacaca fascicularis(Primata: Cercopithecidae) 5. Gejala serangan hama yang belum teridentifikasi

Kutu PutihDysmicoccus brevipes(Hemiptera: Pseudococcidae)

Tanaman yang terserang kutu putih (Gambar 11) hanya diamati pada tanaman yang bergejala MWP. Penyakit MWP menyebabkan gejala sistemik, daun berwarna merah kekuningan, dan ditemukan koloni kutu putih pada bagian perakaran tanaman nanas (Gambar 11.a). Serangga ini merupakan vektor

Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV). Serangga dewasa memiliki ciri-ciri yaitu tungkainya terlihat pendek dan membengkok. Pada tibia terdapat pori translusen. Bentuk serangga ini adalah oval dan melebar. Serangga ini tersklerotisasi pada daerah lobusanal dan ruas ke-2 dari belakang. Ciri khas dari D. brevipes (Gambar 11.b) adalah terdapat 2 seta yang besar pada bagian lobus anal, 2 porus disciodal dekat mata, dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Nainggolan 2006). Karakteristik yang terpenting menurut Williams & Watson (1988) yaitu terdapat 8 segmen antena, ostiol berkembang sempurna, labium sama panjangnya dengan

(36)

Gambar 11 Kutu putih D. brevipes; (a) koloni D. brevipes di bagian perakaran, (b) preparat slideD. brevipes, (c)D. brevipesdi bagian daun, (d)D. brevipesdi bagian akar.

D. brevipes bersimbiosis dengan semut. Semut dapat membantu keberhasilan hidup koloni kutu putih dengan cara memakan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih dan dapat melindungi kutu putih dari serangan musuh alaminya (Aeni 2009). Menurut Masdiyawati (2008), kutu putih di akar memiliki korelasi positif dengan semut dan temperatur. Oleh karena itu, dalam pengendalian kutu putih juga harus disertai dengan pengendalian terhadap populasi semut, sebab semut sangat berperan dalam penyebaran kutu putih di daerah pertanaman. Infestasi kutu putih dapat mempercepat kemunculan gejala MWP (Nainggolan 2006).

a b

(37)

Uret(Pineapple white grubs) Lepidiotasp. (Coleoptera: Scarabaeidae)

Tanaman yang terserang hama uret memiliki gejala layu secara sistemik (Gambar 12.a) karena merusak bagian perakaran, sehingga menganggu proses penyerapan air dan nutrisi melalui akar. Tingkat serangan ditandai dengan akar tanaman yang habis dimakan oleh uret dan hanya meninggalkan bagian pangkal batang saja, sehingga tanaman sangat mudah dicabut (Gambar 12.b).

Gambar 12 Gejala serangan uret Lepidiota sp.; (a) bagian yang dilingkari merupakan tanaman yang terserang uret (tanaman layu dan daun berwarna kuning), (b) bagian yang dilingkari merupakan akar tanaman yang rusak terserang uret.

Larva hama ini (Gambar 13) berbentuk C (scarabeiform) dan berpupa di dalam tanah (Pena et al. 2002; Sunarjono 2006). Menurut Saragih (2009) uret menyerang tanaman muda dengan memanfaatkan akar tanaman sebagai sumber makanan sehingga dapat melangsungkan sebagian dari siklus hidupnya. Hama ini tinggal di sekitar perakaran, merusak leher akar, kulit, kambium akar, dan akar rambut pada sistem perakaran tanaman muda. Kerusakan ini akan menghambat aliran zat hara, melemahkan serta dapat mematikan tanaman. Uret yang masih muda memakan bagian-bagian akar yang lunak, tetapi kerusakan yang ditimbulkannya tidak begitu berarti. Semakin besar ukuran uret, jumlah makanan yang diperlukan akan semakin banyak, sehingga kerusakan yang akan ditimbulkannya semakin besar. Uret yang berumur tua akan memakan kulit akar

(38)

sampai habis. Kerusakan ini dapat menyebabkan terjadinya kelayuan pada tanaman muda dan sering menimbulkan kematian.

Gambar 13 LarvaLepidiotasp.

Uret disebut juga embuk (Jawa Timur), gayas (Jawa Tengah), dan kuuk

(Jawa Barat). Uret merupakan larva dari kumbang superfamili Lamellicornia. Hama uret ataupineapple white grubsterdiri dari beberapa spesies yaituLepidiota grata, Rhopaea magnicornis, dan lain-lain. Uret ini sering dijumpai pada tanah berpasir yang gembur. Apabila bergerombol, uret ini dapat menunjukkan sifat kanibalistik (Kalshoven 1981).

Pertumbuhan uret sangat cepat dan dalam waktu 2,5 bulan dapat mencapai ukuran 4 cm. Larva berkembang pada bulan Agustus. Tahap prapupa berlangsung 10-30 hari dan tahap pupa 4-5 minggu. Bila dipelihara pada wortel, perkembangannya berlangsung 300 hari. Pupa terdapat pada ruang kecil, berwarna coklat kekuningan. Sesudah keluar, imago tidak aktif selama 4 minggu dan kemudian aktif selama 2 minggu lebih (Kalshoven 1981). Menjelang berpupa, dibuat ruangan yang berdinding keras dengan permukaan sebelah dalam yang licin. Stadium istirahat terjadi di dalam ruangan ini yang kemudian diikuti dengan stadium pupa.

(39)

tersebar di dalam tanah pada kedalaman yang berbeda-beda menurut spesies uret dan sifat fisik dari tanah. Uret dapat mencapai panjang 7,5 cm. Tubuh uret dapat merentang dengan baik, tetapi bila diletakkan pada permukaan tanah posisi tubuhnya akan miring dan hanya bisa bergerak dengan menggunakan salah satu sisi tubuhnya.

Kehidupan uret sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tanah dan vegetasi, serta iklim. Tanah memegang peranan penting terutama kelembaban dan sifat fisiknya, sebab sebagian besar dari kehidupan uret berlangsung di dalam tanah. Uret biasanya ditemukan pada tanah gembur dan yang ditumbuhi rerumputan atau pada tanah yang secara periodik diolah. Perpindahan tempat uret secara vertikal dalam tanah dapat terjadi, sesuai dengan perubahan kelembaban tanah. Hal ini sebagai suatu upayanya untuk tetap hidup pada lingkunganyang optimum. Curah hujan merupakan faktor lingkungan lain yang mempengaruhi kehidupan uret. Curah hujan dan dalamnya perembesan air hujan ke dalam tanah pada permulaan musim hujan menentukan saat keluarnya kumbang dari dalam tanah. Karena tanah sudah cukup lembab hingga telur dan uret yang baru ditetaskan tidak akan mengalami kekeringan (Saragih 2009).

Pengendalian uret secara biologis tidak begitu banyak dilakukan, karena kurang efektif. Meskipun demikian, uret memiliki banyak musuh-musuh alami seperti parasitoid dari Campsomeris sp. (Hymenoptera; Scoliidae). Spesies yang paling banyak menginfeksi uret yaitu Campsomeris agilis pada uret Holotrichia helleri.

Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara pengumpulan uret yang kemudian diikuti dengan pemusnahan pada saat pengolahan tanah. Bila pola tanam yang dilakukan secara tumpang sari, sebaiknya pengolahan tanah segera dilakukan setelah panen. Stadium uret yang aktif berkisar antara 5-9 bulan. Sedangkan tanaman tumpang sari berumur 3-4 bulan. Maka hingga pada waktu panen, sebagian besar uret masih aktif dan berada di sekitar perakaran.

(40)

TikusRattussp. (Rodentia: Muridae)

Persentase tanaman terserang hama tikus sebesar 20%. Gejala serangan hama tikus ini dijumpai di Desa Sempu. Kebun pengamatan tersebut terletak berdekatan dengan pemukiman warga. Hama tikus ini menyerang tanaman nanas yang telah berbuah. Gejala serangan tikus ini ditandai dengan bekas gigitan pada buah nanas (Gambar 14.a) dan tidak adanya buah pada tanaman nanas (Gambar 14.b). Menurut Priyambodo (2003), hama tikus akan menyerang tanaman nanas sebagai makanan pengganti dari tebu.

Gambar 14 Gejala serangan tikusRattussp.; (a) bekas gigitan pada buah nanas, (b) bagian yang dilingkari menunjukkan hilangnya buah nanas dari tanamannya, (c) lubang sarang tikus.

Pada kebun pengamatan, ditemukan tanah bekas galian tikus (Gambar 14.c). Hal ini dikarenakan tikus memiliki kemampuan menggali (digging) untuk membuat sarang yang kedalamannya tidak melebihi 50 cm. Sistem sarang di dalam tanah ini sering diperpanjang oleh tikus dengan membuat lorong-lorong tambahan saling berhubungan dengan beberapa pintu alternatif, terutama bila populasi meningkat. Tikus mampu menyerang buah nanas pada bagian ujung batang, karena tikus memiliki kemampuan memanjat (climbing). Telapak kaki tikus ditunjang dengan adanya footpad (tonjolan pada kaki), cakar yang berguna

b

(41)

untuk memperkuat pegangan, serta ekor sebagai alat keseimbangan untuk memanjat. Kemampuan tikus untuk mengeratlah yang menyebabkan kerusakan pada tanaman. Beberapa komoditas hortikultura buah yang pernah dilaporkan mendapat gangguan tikus adalah nanas dan salak dengan intensitas yang sangat rendah. Buah nanas yang terserang oleh tikus ini (Gambar 15) terjadi terutama di pertanaman nanas yang terletak di dekat pemukiman warga atau sawah dan ladang. Jenis tikus yang menyerang yaitu Rattus argentiventer, R. rattus, R. exulans, danR. tiomanicus(Priyambodo 2003).

Gambar 15 TikusRattussp.

Monyet Ekor PanjangMacaca fascicularis(Primata: Cercopithecidae)

Persentase tanaman terserang hama monyet ekor panjang (M. fascicularis) sebesar 20%. Gejala serangan banyak sekali ditemukan di daerah kaki gunung Kelud di tepi jurang di Desa Sugihwaras, karena daerah tersebut berbatasan dengan hutan alami habitatM. fascisularis. Monyet ini menyerang tanaman nanas umur sedang dan tua. Gejala yang bekas gigitan pada buah nanas (Gambar 16.a), tidak adanya buah nanas pada tanaman (Gambar 16.b), dan tercabutnya tanaman nanas (Gambar 16.c).

(42)

berperan sebagai hama buah nanas. Persentase bagian tumbuhan yang dimakan oleh M. fascicularis yaitu buah 70,37%, daun/pucuk 20,37%, dan batang/kulit 9,26%. Bagian tumbuhan yang paling disukai M. fascicularis untuk dimakan yaitu buah seperti yang terjadi pada tanaman nanas (Napier & Napier 1985; Mukhtar 1982).

Gambar 16 Gejala serangan monyet ekor panjang; (a) bekas gigitan pada buah nanas, (b) bagian yang dilingkari menunjukkan hilangnya buah nanas dari tanamannya, (c) tanda panah menunjukkan pertanaman nanas yang rusak akibat dicabut olehM. fascicularis.

M. fascicularis (Gambar 17) berwarna coklat dengan bagian perut berwarna lebih muda dan seringkali disertai dengan rambut keputih-putihan yang jelas pada bagian wajah. Tubuh Macaca berukuran sedang. Rambut pada mahkota kepala tersapu ke belakang dari arah dahi. Satwa muda seringkali mempunyai jambul lebih tinggi, sedangkan monyet yang lebih tua mempunyai cambang lebat dan panjang mengelilingi muka. Panjang ekor Macacabervariasi menurut genusnya. EkorM. fascisularisberbentuk silindris dan muskular, ditutup oleh rambut-rambut pendek. Panjang ekor melebihi panjang kepala dan badan (Santosa 1993; Napier & Napier 1985).

Macaca merupakan hewan yang hidup berkelompok. Santosa (1993) menyatakan bahwa struktur populasi M. fascicularis didominasi oleh kelompok betina dewasa, jantan dewasa, dan anak-anak dengan proporsi relatif kecil. Ukuran dan tipe kelompok tidak mengalami perubahan secara signifikan. Setiap kelompok tampak satu hirarki sosial yaitu jantan dewasa yang paling tua dan besar merupakan individu paling dominan. Status dominasi ini merupakan indikator besarnya peluang dalam memperoleh makanan maupun betina yang disukai. Proses sosial terjadi karena adanya kebutuhan seksual (kopulasi),

(43)

kesehatan (grooming), dan keamanan (ancaman pemangsaan). Suatu kelompok yang sudah terbentuk cenderung bersama-sama dalam melakukan penjelajahan dan terbentuk sistem status sosial.

Gambar 17 Monyet ekor panjang (M. fascicularis); (a) ciri khas monyet ekor panjang dengan panjang ekor melebihi panjang kepala serta tubuhnya dan memiliki jambul, (b) M. fascicularis yang sedang memakan buah nanas.

M. fascicularisbersifat diurnal, aktivitasnya lebih banyak dilakukan di atas tanah (terestrial) dibandingkan dengan di pohon, namun tidur di atas pohon dilakukan untuk menghindari pemangsa. Salah satu faktor fisik yang mempengaruhi kehidupan M. fascicularis yaitu temperatur. Temperatur terendah berkisar antara 23°-24° C dan tertinggi berkisar antara 29°-30° C (Santosa 1993; Mukhtar 1982). Kisaran suhu ini sesuai dengan suhu rata-rata harian Desa Sugihwaras yaitu 27° C.

Habitat Macaca secara umum tersebar dari mulai hutan hujan tropika, hutan musim, dan rawa mangrove sampai hutan montane di Himalaya, karena hewan ini memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Mereka dapat ditemukan di Gibraltar, Afghanistan, Cina, Jepang, Filipina, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera (Napier & Napier 1985). Habitat M. fascisularis di Desa Sugihwaras terdapat di hutan alami di kaki Gunung Kelud (Gambar 18).

(44)

Gambar 18 HabibatM. fascicularis

Berikut merupakan Tabel 2 dan 3 yang menyajikan persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes berdasarkan umur tanaman (muda, sedang, dan tua) dan tiga desa contoh yang diamati (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) yang telah diolah menggunakan software SAS 9.1.3 dengan tiga kelompok ulangan dan uji lanjut Duncan α=5%.

Tabel 2 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes pada tanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan Ngancar

Hama Tanaman terserang (%)

Muda Sedang Tua

UretLepidiotasp. (Coleoptera; Scarabaeidae) 0,00A 11,11A 0,00A Kutu putihD. brevipes(Hemiptera;

Pseudococcidae) 15,56A 2,96A 14,08A

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

*Tingkat serangan kutu putih hanya diamati pada tanaman yang bergejala PMWaV

Tabel 3 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes di tiga desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar

Hama Tanaman terserang (%)

Sempu Sugihwaras Manggis UretLepidiotasp. (Coleoptera; Scarabaeidae) 0,00a 0,00a 11,11a Kutu putihD. brevipes(Hemiptera;

Pseudococcidae) 11,11a 12,59a 15,55a

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

(45)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kedua tabel tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa hama uret Lepidiota sp. lebih banyak menyerang tanaman berumur muda. Persentase tanaman terserang hama uretLepidiota sp. paling tinggi terjadi di Desa Manggis, karena uret merupakan hama endemik di daerah ini. Hama kutu putihD. brevipes

lebih banyak menyerang tanaman berumur muda. Persentase tanaman terserang hama kutu putihD. brevipespaling tinggi terjadi di Desa Manggis.

Gejala Hama Lainnya yang Belum Teridentifikasi

Pada kebun pengamatan juga ditemukan gejala serangan hama yang belum teridentifikasi. Gejala serangan hama ini terjadi di Desa Manggis pada tanaman yang sudah berbuah. Gejala tersebut berupa gigitan pada buah nanas (Gambar 19.b), hilangnya buah nanas pada tanaman, serta ditemukannya kotoran (Gambar 19.a) dan lubang sarang dari hama tersebut (Gambar 19.c). Ukuran kotoran tersebut lebih besar dari kotoran tikus. Ukurannya yaitu panjang sekitar 2,2 cm dan lebar 1 cm. Persentase tanaman yang terserang hama ini yaitu sebesar 13,33%. Hama ini diduga termasuk ke dalam jenis mamalia, karena dilihat dari bekas gigitannya pada buah nanas yang terserang.

Gambar 19 Gejala hama lain yang belum teridentifikasi; (a) kotoran hama tersebut, (b) bekas gigitan pada buah nanas, (c) lubang sarang hama tersebut.

a

b

(46)

Penyakit pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, selain ditemukan hama juga ditemukan beberapa beberapa penyakit pada tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, yaitu:

1. Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple(MWP) 2. Busuk pangkal batang(base rot)

3. Bercak kelabu(gray leaf spot)

4. Hawar daun(leaf blight)

5. Alga hijau(green algae)

6. Gejala penyakit D 7. Gejala penyakit E 8. Gejala penyakit H 9. Gejala penyakit L

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple(MWP)

Penyakit layu (MWP) merupakan salah satu penyakit penting yang perlu dikendalikan di pertanaman nanas di Kecamatan Ngancar. Berdasarkan hasil wawancara, MWP baru menjadi trending topic pada 2 tahun terakhir ini. Petani setempat menyebut MWP dengan sebutanvirus kuning.

Menurut Amalia (2008) berdasarkan penelitian di Subang, akibat penyakit ini petani mengalami kerugian ekonomi yang nyata (signifikan). Ketika tingkat serangan kurang dari 37%, keuntungan petani berkurang 5%. Sedangkan pada tingkat serangan di atas 40% mengakibatkan kerugian yang lebih besar, yaitu mencapai 45%. Ambang tindakan yang disebabkan oleh MWP adalah pada saat kejadian penyakit (KP) sebesar 32,59%.

Penyakit ini disebabkan oleh PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus). Gejala tampak yaitu bagian daun layu berwarna kuning kemerahan secara sistemik (Gambar 20). Selain itu ditemukan kutu putih D. brevipespada bagian akar tanaman yang berperan sebagai vektor PMWaV.

(47)

sangat khas. Gejala yang terlihat berupa daun berwarna kuning hingga kemerahan, melengkung ke bawah dan layu mulai dari ujung, ujung daun nekrotik. Pada serangan lanjut, tanaman menjadi mati akibat pertumbuhan akar terhambat sehingga tidak mampu menyerap unsur hara dari tanah dan terjadi kematian daun sehingga menganggu proses fotosintesis (Collins 1968; Nainggolan 2006; Damanik 2008). Hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada tanaman nanas di Kecamatan Ngancar.

Berdasarkan penelitian Novianti (2008), penyakit layu dapat menyebabkan: (a) penurunan bobot akar sebesar 39,49%, (b) penurunan kualitas buah, seperti penurunan bobot buah mencapai 62,11%, serta (c) penurunan diameter buah 17,65%, dan panjang buah sebesar 26,90%. Namun, buah dari tanaman yang terserang MWP ini tetap manis seperti buah tanaman yang sehat.

Akibat akhir dari serangan penyakit layu ini adalah penurunan bobot tajuk tanaman karena kandungan air yang semakin sedikit. Pengaruh penyakit layu ini juga akan mengurangi bobot buah nanas yang dihasilkan. Seperti diketahui, ukuran buah sangat ditentukan oleh hasil fotosintat karbohidrat. Hasil fotosintesis atau asimilasi karbon sangat ditentukan dari jumlah daun yang sehat. Dengan demikian bobot, panjang, dan diameternya tidak akan bertambah, namun buah tetap menjadi matang. Buah akan tetap kecil dan tidak laku untuk dipasarkan.

(48)

Gambar 20 Gejala MWP; (a) tanaman tampak layu sistemik, (b) gejala MWP di lapangan, (c) warna daun kuning kemerahan.

Busuk Pangkal Batang(Base Rot)

Patogen dari penyakit busuk pangkal batang yaitu cendawan Ceratocystis paradoxa, namun pada saat identifikasi ditemukan konidia cendawan

Thielaviopsis sp. yang merupakan fase anamorf dari C. paradoxa. Gejala penyakit ini yaitu daun bagian bawah yang menguning, layu, serta bagian pangkal batang yang membusuk berwarna coklat (Gambar 21).

Menurut Semangun (2007), gejala dapat timbul pada batang, pangkal daun, buah dan bibit. Gejala yang tampak yaitu pada pangkal bibit nanas terjadi busuk lunak yang berwarna coklat meluas ke atas (daun-daun). Hal ini terjadi pada saat sebelum atau sesudah bibit dipindah ke lapang. Bagian daun timbul bercak-bercak putih kekuningan atau coreng-coreng (streak) yang melebar dan pendek. Buah matang yang terinfeksi membusuk, berwarna kuning, lalu berubah menjadi hitam mulai dari bidang potongan tangkai dan mengeluarkan bau yang khas. Kerugian terbesar yang diakibatkannya yaitu pada saat buah setelah dipetik. Menurut Adisa (2007), telah terdeteksi poduksi enzim hidrolitik padaC. paradoxa

yang menginfeksi nanas.

Patogen ini hanya dapat menginfeksi melalui luka, baik luka pemotongan maupun karena penanganan yang kasar. Bibit-bibit yang mempunyai bidang

a

b

(49)

potongan yang cukup besar pada pangkalnya, sangat rentan terhadap penyakit, terutama jika banyak hujan (Semangun 2007).

Gambar 21 Gejala busuk pangkal batang; (a) bagian pangkal batang membusuk berwarna kecoklatan, (b) daun bagian bawah tanaman menguning, (c) bagian yang dilingkari merupakan konidiaThielaviopsissp.

Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit busuk pangkal batang memiliki tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada tanaman nanas berumur sedang, namun lebih banyak menginfeksi pada tanaman muda.

Bercak Kelabu(Gray Leaf Spot)

Penyakit ini disebabkan oleh cendawanPestalotiasp. Gejala yang tampak yaitu bagian daun terdapat bercak berwarna putih kecoklatan (kelabu) dengan bentuk yang tidak teratur (Gambar 22). Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman tua dengan tingkat keparahan penyakit yang paling tinggi.

a

b

(50)

Gambar 22 Gejala bercak kelabu; (a) bagian yang dilingkari merupakan konidia

Pestalotia sp., (b) bercak berwarna kelabu pada daun, (c) gejala bercak kelabu di lapangan.

Pestalotia sp. merupakan patogen sekunder yang saprob pada jaringan mati serta parasit lemah yang menginfeksi luka, baik itu luka mekanis pada kondisi lembab. Penularan patogen ini dapat dibantu oleh air. Selain nanas, patogen ini juga menyebabkan penyakit bercak daun kelabu pada pinus dan teh (CABI 2007).

Hawar Daun(Leaf Blight)

Gejala penyakit hawar daun yaitu terdapat bercak-bercak kuning yang membulat pada daun (Gambar 23). Gejala ini merupakan gejala awal dari hawar daun. Bercak akan meluas dan berwarna kecoklatan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cladosporium sp. Tanaman nanas berumur muda lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingan dengan tanaman berumur sedang dan tua. Menurut Semangun (2007), selain di Indonesia, penyakit hawar daun ini juga dilaporkan di Malaysia.

a

b

(51)

Gambar 23 Gejala hawar daun; (a) bercak kuning pada daun, (b) gejala hawar daun di lapangan, (c) tanaman nanas yang terserang hawar daun, (d) konidiaCladosporiumsp.

Alga Hijau (Green Algae)/Chlorophyta

Selain cendawan patogen tumbuhan, terdapat alga hijau yang menyerang tanaman nanas di Kecamatan Ngancar. Alga hijau tumbuh pada permukaan daun bagian atas dan tampak seperti bercak-bercak hijau membulat (Gambar 24). Kemungkinan alga hijau ini dapat mengganggu proses fotosintesis tanaman yang menjadi inangnya. Alga hijau banyak ditemukan pada kebun nanas yang ditumpangsarikan dengan pinus. Kondisinya yang lembap di kebun tumpangsari tersebut sangat mendukung pertumbuhan alga.

Alga hijau (green algae) memiliki kloroplas berwarna hijau yang sangat mirip dengan kloroplas tumbuhan. Berbagai spesies alga hijau uniseluler hidup sebagai plankton atau menghuni tanah yang lembap. Beberapa spesies hidup secara simbiotik di dalam eukariota lainnya dan memberikan sebagian produk fotosintetiknya untuk cadangan makanan inangnya (Campbell & Mitchell 2000).

a

c

b

(52)

Gambar 24 Gejala alga hijau; (a) gejala alga hijau di lapangan, (b) terdapat bercak-bercak hijau pada daun, (c) gambar mikroskopi alga hijau (mikroskop stereo), (d) Gambar mikroskopi alga hijau (mikroskop

compound).

Penyakit Lainnya yang Belum Teridentifikasi

(Penyakit Gejala D, E, H, dan L)

Penyakit gejala D menyerang daun (Gambar 25.a). Gejala yang tampak yaitu bercak putih kekuningan yang menggerombol. Penyakit ini paling banyak menyerang tanaman umur sedang dengan keparahan tertinggi. Penyakit dengan gejala E (Gambar 25.b) yaitu terdapat mosaik pada daun dan apabila diraba, permukaan daun akan terasa tidak merata (mosaik yang menggelembung). Penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman tua. Gejala penyakit H yaitu terdapat bercak coklat tidak beraturan pada bagian daun (Gambar 25.c). Kejadian penyakit ini tersebar merata di tiga desa contoh, namun dengan tingkat keparahan yang berbeda. Desa Manggis memiliki tingkat keparahan penyakit gejala E (Gambar 25.d) terendah dibandingkan dengan kedua desa lainnya. Penyakit dengan gejala L juga menyerang daun. Sepintas gejala L ini mirip dengan gejala E, namun perbedaannya mosaik tidak menggelembung seperti pada gejala E.

a b

(53)

Gejala penyakit L lebih banyak terjadi di Desa Sugihwaras dan menyerang tanaman berumur tua.

Gambar 25 Gejala penyakit lain yang belum teridentifikasi (bagian yang dilingkari); (a) gejala penyakit D, (b) gejala penyakit E, (c) gejala penyakit H, (d) gejala penyakit L.

a b

(54)

Hasil wawancara mengenai penyakit yang sering ditemui, menunjukkan kesamaan dengan hasil pengamatan di lapangan. Namun, terdapat penyakit lain yang ditemukan selain dari hasil wawancara. Berikut merupakan persentase kejadian dan keparahan penyakit berdasarkan umur tanaman (muda, sedang, dan tua) dan desa tiga contoh yang diamati (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) yang disajikan pada Tabel 4, 5, 6, dan 7. Pengolahan data dianalisis menggunakan program SAS 9.1.3 dengan tiga kelompok ulangan dan uji lanjut Duncan α=5%.

Tabel 4 Kejadian penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan Ngancar

Penyakit Patogen Kejadian penyakit (%)

Muda Sedang Tua

Busuk pangkal batang Thielaviopsissp. 13,33A 11,85A 7,41A

Bercak kelabu Pestalotiasp. 14,07A 12,59A 14,81A

Hawar daun Cladosporiumsp. 19,26A 11,11A 13,34A

Penyakit layu PMWaV 15,56A 2,96A 14,08A

Alga hijau Alga hijau* 0,00A 2,97A 0,00A

Gejala D patogen D* 15,56A 7,41A 14,07A

Gejala E patogen E* 4,45A 8,89B 31,85B

Gejala H patogen H* 2,22A 1,48A 5,56A

Gejala L patogen L* 0,00A 0,00A 1,48A

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

(55)

Tabel 5 Kejadian penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar

Penyakit Patogen SempuKejadian penyakit (%)Sugihwaras Manggis

Busuk pangkal batang Thielaviopsissp. 14,07a 4,45a 14,07a

Bercak kelabu Pestalotiasp. 20,00a 11,11a 10,37a

Hawar daun Cladosporiumsp. 32,59a 7,41b 3,71b

Penyakit layu PMWaV 11,11a 12,59a 15,55a

Alga hijau Alga hijau* 1,48a 1,48a 0,00a

Gejala D patogen D* 20,00a 7,41a 9,63a

Gejala E patogen E* 20,00a 10,37a 14,81a

Gejala H patogen H* 3,71a 3,33a 2,22a

Gejala L patogen L* 0,00a 1,48a 0,00a

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

(56)

Tabel 6 Keparahan penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan Ngancar

Penyakit Patogen Keparahan penyakit (%)

Muda Sedang Tua

Busuk pangkal batang Thielaviopsissp. 7,11a 7,52a 4,00a

Bercak kelabu Pestalotiasp. 2,82a 2,67a 3,11a

Hawar daun Cladosporiumsp. 3,85a 2,52a 2,81a

Penyakit layu PMWaV 15,56a 2,96a 14,08a

Alga hijau Alga hijau* 0,00a 0,59a 0,00a

Gejala D patogen D* 4,59a 6,67a 3,41a

Gejala E patogen E* 1,19a 2,96b 9,92b

Gejala H patogen H* 0,44a 0,30a 0,89a

Gejala L patogen L* 0,00a 0,00a 0,74a

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

(57)

Tabel 7 Keparahan penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar

Penyakit Patogen Keparahan penyakit (%)

Sempu Sugihwaras Manggis Busuk pangkal batang Thielaviopsissp. 8,29a 2,37a 7,96a

Bercak kelabu Pestalotiasp. 4,30a 2,22a 2,07a

Hawar daun Cladosporiumsp. 6,81a 0,89b 1,47b

Penyakit layu PMWaV 11,11a 12,59a 15,55a

Alga hijau Alga hijau* 0,30a 0,30a 0,00a

Gejala D patogen D* 5,78a 7,11a 3,41a

Gejala E patogen E* 4,45a 4,00a 5,62a

Gejala H patogen H* 0,74a 0,74a 0,15a

Gejala L patogen L* 0,00a 0,74a 0,00a

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

*Belum teridentifikasi

(58)

Hama dan Penyakit pada Kultivar NanasSmooth Cayenne-Master Diamond 2

(SC-MD 2)

Kulivar nanas Smooth Cayenne-Master Diamond 2(SC-MD2) merupakan kultivar nanas baru yang diintroduksi di Kecamatan Ngancar. Kultivar ini ditanam di satu petak kebun di Desa Sugihwaras dan diberi dua jenis perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu menggunakan mulsa plastik dan tanpa mulsa plastik.

Setelah dilakukan pengamatan, terdapat gejala MWP dan kutu putih D. brevipes yang merupakan vektor dari PMWaV. Kondisi tanaman yang menggunakan mulsa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tanaman tanpa mulsa (Gambar 26.a). Tanaman tanpa mulsa dapat tumbuh dengan ukuran normal (Gambar 26.b). Hal ini dikarenakan tanah yang menggunakan mulsa memiliki temperatur yang lebih tinggi, sehingga populasi kutu putih lebih banyak. Berdasarkan penelitian Masdiyawati (2008), bahwa kutu putih di akar memiliki korelasi positif dengan semut dan temperatur. Sehingga penyakit MWP lebih parah telihat pada tanaman yang menggunakan mulsa.

Gambar 26 Gejala MWP pada kultivar SC-MD2; (a) gejala MWP pada kultivar SC-MD2 di kebun percobaan, terlihat kondisi tanaman yang menggunakan mulsa plastik bergejala lebih parah dan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan tanaman tanpa mulsa, (b) daun menguning, menggulung ke bawah, dan tanaman layu sistemik.

Menurut Hidayat (2006), gejala MWP pada nanas kultivar Smooth Cayenne setelah diinkubasi PMWaV yaitu daun berubah warna menjadi kuning oranye, mati ujung daun, layu kering, keriting, dan melengkung ke bawah. Hal

(59)

ini sama halnya dengan gejala yang tampak pada kultivar SC-MD2 di Desa Sugihwaras. Gejala MWP menyerang hampir seluruh tanaman nanas kultivar ini di kebun uji coba.

Kultivar Smooth Cayenne memang lebih rentan daripada kultivar Queen

yang lebih resisten terhadap hama penyakit. Nakasone & Paull (1998) menyatakan bahwa, kultivar ini rentan terhadap kutu putih dan nematoda. Pernyataan ini terbukti dengan ditemukannya kutu putih nanas kultivar SC-MD2 yang diintroduksi di Kecamatan Ngancar (Gambar 27).

Gambar

Gambar 8Pupuk amina; (a) pupuk amina yang siap digunakan, (b) drum wadah
Gambar 11Kutu putih D. brevipes; (a) koloni D. brevipes di bagian perakaran,
Gambar 18 Habibat M. fascicularis
Gambar 21Gejala busuk pangkal batang; (a) bagian pangkal batang membusuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji kisaran inang isolat bakteri penyebab penyakit busuk lunak Pada beberapa tanaman sayuran .... Komposisi media Na (Nutrient

Penelitian untuk mengetahui pengaruh nematoda parasit tumbuhan terhadap tingkat keparahan penyakit layu (MWP) telah dilaksanakan pada perkebunan nanas milik rakyat di

Dosen Pembimbing (Ir. Benyamin Foekh, MS dan Dr. Setya Budhi Udrayana, S.Pt, M.Si). Penelitian ini dilakuka di Desa Margo Urip Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri, Jawa

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian hama terpadu (PHT) nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis, kejadian penyakit layu

Semua sampel akar dan tanah yang diambil dari tanaman nanas bergejala layu ditemukan sudah terinfestasi beberapa jenis nematoda parasit tumbuhan, terutama

Virus yang berasosiasi dengan penyakit ini yaitu pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2 yang telah berhasil diekstrak dari tanaman nanas

Penyakit busuk buah pada nanas (fruit collapse) masuk ke Indonesia diduga berasal dari bibit yang diimpor dari Filipina tetapi penyebab penyakit busuk buah pada nanas di

Gambar 1 Gejala penyakit layu pada nanas klon MD2 a gejala layu pada tajuk tanaman, b perbedaan daun tanaman sehat dan tanaman sakit, c reduksi akar pada tanaman sakit, d gejala lesi