• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL UPAYA MENGATASI MASALAH KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL UPAYA MENGATASI MASALAH KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL UPAYA MENGATASI MASALAH KEAMANAN PANGAN

JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

KHUSNUL KHOTIMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

ABSTRACT

KHUSNUL KHOTIMAH. The Model Of Effort Overcome The Street Food Safety Problems For Elementary Students In Bogor. Under the guidance of EVY DAMAYANTHI and EDDY S MUDJAJANTO.

The objective of this study was to develop model of effort to overcome the street food safety problems for elementary students in Bogor. This study was consisted by two phases. First one was done at 10 elementary schools in Bogor to observed condition and kind of street food for elementary students which risk unsafely and to determined intervention which would be done in second phase. First phased was designed as cross sectional study. Location was decided by purposive sampling. Second phase research was conducted at SDN “D” which was chosen in first phase. Nutrition counseling was conducted as intervention. Measuring food vendors’ PSP (knowledge, attitude, and practice) of nutrition and food safety was done in pre and post intervention. Data analysis was done by using Microsoft Excel 2007 and program SPSS. Variables’ relation was analyzed using Pearson correlation test and paired t-test. Food vendors at SDN “D” were mostly men (88.9%) in the range of age 18-40 years. They were mostly elementary degree (44.7%) and poor (55.6%). They had been working as food vendor for 1-5 years and > 1 year (44.4%). Knowledge, attitude, and practice of mostly food vendors in post intervention were better than in pre intervention. Pearson correlation test showed that knowledge of food safety and attitude of it had significantly correlated (p<0.05), but there were no significant correlation between knowledge of nutrition and attitude of it (p>0,05); knowledge of nutrition and food safety with food safety practice (p>0.05); and attitude of nutrition and food safety with food safety practice (p>0.05).

(3)

RINGKASAN

KHUSNUL KHOTIMAH. I14070088. Model Upaya Mengatasi Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Kota Bogor. Di bawah bimbingan EVY DAMAYANTHI dan EDDY S MUDJAJANTO.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan model upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis risiko ketidakamanan pada penelitian pendahuluan; (2) Merumuskan model untuk mengatasi masalah keamanan pangan PJAS di Kota Bogor; dan (3) Menganalisis model yang diberikan untuk mengatasi masalah keamanan pangan.

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan, penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan menggunakan desain cross sectional study menggunakan sebagian data dari program Ipteks bagi Wilayah (IbW) “Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kapasitas Sekolah Dasar Menuju Perilaku Gizi Seimbang di Kota Bogor”. Penelitian dilakukan di sepuluh sekolah dasar di Kota Bogor yaitu empat SD Negeri, empat SD Swasta, dan dua MI. Tujuannya adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan menggunakan desain pra experimental study dengan one group pretest-posttest design yaitu desain penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol (pembanding). Dilakukan pada sekolah dasar yang terpilih dari penelitian pendahuluan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2011.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner serta observasi langsung meliputi karakteristik penjaja PJAS, profil PJAS, pengetahuan dan sikap terhadap gizi dan keamanan pangan, praktek keamanan pangan termasuk penggunaan BTP pada jajanan. Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil umum sekolah dan fasilitas yang tersedia dari pihak sekolah yang bersangkutan. Data penelitian yang diperoleh diolah secara deskriptif dan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi dan uji beda. Alat bantu yang digunakan adalah program Microsoft excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for windows.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menganalisis risiko ketidakamanan pangan dengan beberapa kategori, yaitu risiko ketidakamanan penjaja PJAS (sikap higiene penjamah makanan), pangan (pewarna pada saus makanan, penguat rasa/flavour, es balok yang digunakan pedagang, penggunaan minyak goreng), dan lingkungan. Berdasarkan risiko ketidakamanan penjaja (rendahnya sikap higiene penjaja), risiko ketidakamanan pangan (penggunaan saos dan es balok, makanan yang dijual tidak dijamin keamanannya) dan risiko ketidakamanan lingkungan (penjaja berjualan dekat dengan saluran pembuangan air dan jalan raya), maka SDN D adalah tempat penelitian lanjutan. Efektivitas sikap upaya mengatasi masalah keamanan pangan yang dapat dilakukan adalah penyuluhan gizi dan pendampingan untuk meningkatkan PSP (Pengetahuan, Sikap dan Praktek akan gizi dan keamanan pangan) termasuk penggunaan BTP.

Penjaja PJAS di SDN D (88.9%) berjenis kelamin laki-laki dan persentase umur terbesar (55.6%) berada pada usia dewasa awal 18-40 tahun. Sebagian besar (44.7%) penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan SD dan termasuk

(4)

golongan miskin. Lama bekerja sebagai penjaja PJAS terbesar pada kisaran 1-5 tahun dan >10 tahun yaitu 44.4%.

Pengetahuan dan sikap penjaja PJAS terhadap gizi dan keamanan pangan mengalami peningkatan dari pretest ke posttest. Secara umum pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS tergolong sedang (66.7% dan 55.6%). Begitupun pada sikap gizi dan keamanan pangan tergolong sedang (55.6% dan 66.7%). Sama halnya dengan pengetahuan dan sikap, praktek keamanan pangan mengalami peningkatan dari pretest ke posttest. Secara keseluruhan praktek keamanan pangan berkategori sedang sebesar 88.9%.

Jenis PJAS yang dijual sebagian besar (53.6%) adalah makanan camilan dengan register kelompok MD (61%). Berdasarkan risiko ketidakamanan lingkungan, penjaja PJAS masih berjualan dipinggir jalan dengan kondisi terbuka dan dekat dengan saluran pembuangan air.

Analisis korelasi pearson dihitung dari hasil pretest dan posttest. Nilai antara pengetahuan dan sikap gizi pada saat pretest dan posttest menujukkan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0.05). Hasil korelasi pada nilai pretest tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan menunjukkan tidak berhubungan nyata dan berhubungan negatif dengan praktek keamanan pangan (r=-0.08; p>0.05). Akan tetapi hasil posttest menunjukkan perbedaan yaitu tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berhubungan positif dengan praktek keamanan pangan tetapi tidak menunjukkan hubungan yang nyata (r=0.09; p>0.05). Hasil korelasi antara pretest (p=0.219; r=-0.454) dan posttest (p=0.938;r=0.030) antara sikap gizi dan keamanan pangan terhadap praktek keamanan pangan menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0.05) positif.

Masih rendahnya pengetahuan dan praktek mengenai gizi dan keamanan pangan penjaja, sehingga saran yang dapat diberikan yaitu melakukan penyuluhan/ pembinaan/pendampingan secara rutin dan merata mengenai PJAS dan manajemen keamanan pangan pada penjaja.

(5)

MODEL UPAYA MENGATASI MASALAH KEAMANAN PANGAN

JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

KHUSNUL KHOTIMAH

Skripsi

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul : Model Upaya Mengatasi Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kota Bogor

Nama : Khusnul Khotimah NIM : I14070088

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Ir. Eddy S Mudjajanto NIP. 19621204 198903 2 002 NIP. 19601119 198803 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugerah dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Model Upaya Mengatasi Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Kota Bogor” disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Ir. Eddy S Mudjajanto selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pula atas segala masukan, kritikan, nasihat, dan dorongan yang sangat bermanfaat dan selalu membuat penulis terus bersemangat dan menjadi lebih baik lagi.

2. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas saran dan perbaikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Tim penelitian (Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc, Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS, Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN) program Ipteks bagi Wilayah (IbW) dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kapasitas Sekolah Dasar Menuju Perilaku Gizi Seimbang Di Kota Bogor” yang telah mengizinkan penulis untuk ikut terlibat dalam penelitian dan menggunakan sebagian datanya untuk bahan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Desri Maulani sari, S.Gz yang telah membantu serta memberikan dukungan dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis, Rusdi Husen, S.Pd.I dan Sunaryati yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu juga kepada kakak (Arif Tirtana, S.Pd.I, Laila Uswatunnisa S.Si dan Lely Maulida ) dan adik (Asmaul Husna, Amd.Keb dan Ubay Abdi Abdau) serta Sofian Anshori.

5. Deviani Prima Dewi, Annisa Rizki Arsyaf, Ayuning Pusaningtyas, Devi Nur Oktaviani, Steffany, Yeni, Yunda, Krisna, Elfrida, Atika, Resta, dan seluruh

(8)

keluarga besar LUMINAIRE atas semangat, doa dan dukungannya selama ini. Tetap semangat berjuang.

6. Sahabat-sahabatku di Pondok Sabrina “AGGS” (Rizky, Azi, Umu, Noja, Chemy, Rima, dan Alm.Rina) atas dukungan dan doa serta persahabatan yang indah ini.

7. Teman-teman di “Kabinet Bersahabat”: Reza, Ary, Tiara, Ichanq, Suphe, Shinta, Yana, Icha, Dean, Wida, Arina, Enung, dan yang lainnya atas kenangan indah yang tak terlupakan bersama kalian.

8. Ajeng dan Sherly atas bantuan dan semangatnya.

9. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dalam proses terwujudnya skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat.

Bogor, Maret 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Serang pada tanggal 30 Juli 1989 dan diberi nama Khusnul Khotimah. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Rusdi Husen, S.PI dan Sunaryati. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai 2001 di SD Negeri Pulo Panjang, Banten kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kasemen, Banten dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Madrasah Aliyah (MA) Negeri 2 Model dan Keterampilan Serang, Banten dan lulus pada tahun 2007.

Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program prodi Ilmu Gizi. Penulis aktif di kegiatan mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) pada tahun 2007-2008, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) pada tahun 2008-2009, Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) pada tahun 2008-2010, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) pada tahun 2010-2011. Penulis juga pernah melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukadamai Kabupaten Bogor pada tahun 2010 dan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Cilegon Banten pada tahun 2011.

(10)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan ... 3 Tujuan Umum ... 3 Tujuan Khusus ... 3 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Anak Sekolah Dasar ... 5

Kantin dan Penjaja PJAS ... 6

Pangan Jajanan... 7

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keamanan Pangan ... 8

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 8

Sikap Gizi dan Keamanan Pangan ... 10

Praktek Keamanan Pangan... 10

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Desain, Tempat, dan Waktu ... 18

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Penelitian Pendahuluan ... 24

Karakteristik Penjaja PJAS ... 24

Profil PJAS... 30

Praktek penggunaan BTP pada PJAS ... 33

Sarana Lingkungan Pedagang... 35

Analisis Risiko Ketidakamanan Pangan ... 36

(11)

Penelitian Lanjutan ... 38

Karakteristik Penjaja PJAS ... 38

Pengetahuan, Sikap dan Praktek terhadap Gizi dan Keamanan Pangan ... 40

Profil PJAS... 49

Sarana Lingkungan PJAS ... 50

Hubungan Berbagai Variabel ... 50

Analisis Keefektifan Model Keamanan Pangan ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

Kesimpulan ... 55

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 19

2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian ... 21

3 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis kelamin ... 24

4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan usia ... 25

5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan ... 26

6 Sebaran penjaja PJAS bedasaran tempat berjualan ... 27

7 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pelatihan/training terkait gizi ... 27

8 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berusaha (jam/hari) ... 28

9 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berjualan (tahun) ... 29

10 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan ... 30

11 Sebaran profil PJAS di kantin menurut jenis pangan ... 31

12 Sebaran profil PJAS di luar sekolah menurut jenis pangan ... 32

13 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana lingkungan pedagang ... 35

14 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek higiene serta penanganan dan penyimpangan pangan ... 46

15 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek sarana dan fasilitas ... 47

16 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek keamanan pangan ... 47

17 Hubungan pengetahuan dan sikap gizi (pretest) ... 50

18 Hubungan pengetahuan dan sikap gizi (posttest) ... 51

19 Hubungan pengetahuan dan sikap keamanan pangan (pretest)... 51

20 Hubungan pengetahuan dan sikap keamanan pangan (posttest) ... 51

21 Hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest) ... 52

22 Hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (posttest) ... 52

23 Hubungan sikap gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest) ... 53

24 Hubungan sikap gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (posttest) ... 53

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran model upaya mengatasi keamanan pangan………..17

2 Profil register PJAS di kantin ... 32

3 Sebaran PJAS berdasarkan register di penjaja luar sekolah ... 33

4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek penggunaan BTP ... 33

5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis BTP yang digunakan ... 34

6 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tingkat pendapatan ... 39

7 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tempat berjualan ... 39

8 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan ... 40

9 Sebaran PJAS berdasarkan register ... 49

10 Sebaran PJAS berdasarkan register ... 50

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambaran umum sekolah dasar penelitian pendahuluan ... 60

2 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pendidikan ... 62

3 Sebaran risiko ketidakamanan pangan PJAS ... 63

4 Hasil uji beda Paired t-test ... 64

5 Hasil uji korelasi Pearson... 65

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman (Saparinto & Diana 2006). Pangan dan gizi merupakan komponen yang sangat penting dalam pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam meningkatkan status gizi.

Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak sekolah adalah generasi penerus. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian asupan zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Namun, pemberian makanan pada anak tidak selalu dilaksanakan dengan baik, yang dapat mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto 2006).

Masa usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa remaja sehingga asupan zat gizi yang cukup dan keamanan makanan yang dikonsumsi sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya adalah makanan jajanan. Makanan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya dikonsumsi oleh anak sekolah. Kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan sangat popular di kalangan anak-anak sekolah. Mengonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat dapat menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi anak (Haryanto 2002). Menurut penelitian Februhartanty & Iswarawanti (2004) di Bogor, bahwa makanan yang dikonsumsi oleh pelajar waktu sekolah menyumbang asupan gizi sebanyak 36% energi, 29% protein dan 52% zat besi.

Makanan jajanan sekolah perlu mendapatkan perhatian yang serius karena sangat berisiko terhadap cemaran biologi dan kimia. BPOM tahun 2004 menemukan 60% jajanan yang dijual sekolah dasar (SD) di Indonesia tidak memenuhi standar keamanan mutu dan keamanan pangan. Pada tahun 2007

(16)

terjadi 28 kejadian luar biasa (KLB) di Bogor merupakan keracunan pangan (16%), dimana terjadi di lingkungan sekolah dan pangan jajanan berkontribusi sebesar 28.5% sebagai pangan penyebab KLB. Siswa SD merupakan kelompok yang paling sering (67%) mengalami keracunan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (BPOMRI 2008).

Penelitian yang dilakukan di Bogor oleh Februhartanty & Iswarawanti (2004) menemukan Salmonella Paratypi A di 25%-50% sampel minuman yang dijual di pedagang kaki lima. Banyak kasus dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dalam jajanan sekolah banyak mengandung bakteri yang berbahaya bagi kesehatan anak-anak. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan illegal seperti boraks (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik, yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia, serta mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku pada anak sekolah meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autis. Pengaruh jangka pendek penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto 2006).

Selain masalah BTP, perilaku penjaja PJAS juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Masalah yang sering timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan dan pada saat penyajian makanan dilokasi jualan. Selain itu juga kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. (Fardiaz & Fardiaz 1994). Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan POM RI mengungkapkan bahwa >70% penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik termasuk higiene dari penjaja PJAS (Andarwulan, Madanijah, Zulaikhah 2009).

(17)

Ketidaktahuan tentang bahan makanan dapat menyebabkan pemilihan makanan yang salah dan rendahnya pengetahuan gizi akan menyebabkan sikap masa bodoh terhadap makanan tertentu. Menurut Khomsan (2002) untuk mengatasi masalah gizi, masyarakat perlu memperoleh bekal pengetahuan gizi. Memiliki pengetahuan gizi tidak berarti seseorang mau mengubah kebiasaan makannya. Mereka mungkin mengerti tentang protein, karbohidrat, vitamin, dan zat gizi lainnya yang diperlukan untuk keseimbangan diit. Tetapi mereka tidak pernah mengaplikasikan pengetahuan gizi di dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat pentingnya peranan pangan jajanan yang sehat dan aman bagi anak-anak sekolah serta banyaknya masalah yang terjadi akibat makanan jajanan, maka perlu dicari model upaya mengatasi masalah keamanan pangan Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Makanan jajanan anak sekolah dasar merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan anak sekolah dasar, namun banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan PJAS yang meliputi kurangnya higiene dan sanitasi dari penjaja PJAS maupun penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Rendahnya kualitas pangan jajanan mungkin berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan dari penjaja PJAS mengenai keamanan pangan. Berdasarkan kondisi ini, perlu dianalisis risiko ketidakamananan PJAS sehingga dapat dikembangkan sebagai model upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan anak Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan model upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan anak Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis risiko ketidakamanan pada penelitian pendahuluan

2. Merumuskan model untuk mengatasi masalah keamanan pangan PJAS di Kota Bogor.

(18)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi sebagai alternatif upaya mengatasi masalah keamanan pangan PJAS dan pengetahuan tentang pentingnya keamanan makanan jajanan yang sehat dan bebas dari pengunaan BTP yang tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah dalam menentukan penerapan kebijakan keamanan pangan kepada penjaja makanan yaitu pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Bagi pemerintah, hasil ini diharapkan bermanfaat untuk menyusun kebijakan program di bidang pangan dan gizi khususnya makanan jajanan pada anak sekolah dasar.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak sekolah (Notoatmodjo 2003).

Anak sekolah dasar disebut juga masa akhir anak-anak (Late Childhood) yaitu yang berumur antara 6-12 tahun. Pertumbuhan dan perkembangannya lebih stabil dibandingkan pada masa bayi atau remaja. Pada usia sekolah ini pertumbuhan dan perkembangan tetap terjadi tetapi laju pertumbuhan fisiknya lebih lambat. Kemampuan motorik semakin membaik, perkembangan kognitif dan kemampuan sosialnya makin matang dan pada masa ini diakhiri dengan masa pubertas baik laki-laki maupun perempuan (Faridi 2002).

Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual disekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Secara umum nafsu makannya tidak mengalami masalah. Kondisi yang demikian membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat dan bergizi (Pertiwi 1998).

Anak sekolah perlu diajar memilih dan menikmati bermacam-macam bahan pangan secara baik dan memberi pengertian adanya hubungan antara pangan dengan pertumbuhan badan serta kesehatan. Dengan demikian setelah menguasai pengetahuan tersebut, anak sekolah akan senantiasa menjaga kesehatan dan status gizinya, memiliki kebiasaan pangan yang baik, bersikap positif terhadap pangan-pangan yang bergizi, mempunyai keterampilan gizi serta mampu berperan sebagai agen perubah terhadap kebiasaan makan keluarganya.

Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan sebagai bekal penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk

(20)

anak sekolah dasar yaitu periode kritis karena masa ini merupakan motivasi untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan untuk berusaha mencapai sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan tersebut akan terus dibawa sampai dewasa (Nasoetion & Wirakusumah 1991).

Kantin dan Penjaja PJAS

Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja makanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat.

Penjaja PJAS mempunyai risiko ketidakamanan yang menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan makanan yang sehat, bergizi dan aman bagi kesehatan (Muhilal & Damayanti 2006).

Menurut Depkes RI (2001), penjaja makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain:

a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya); c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; d. Memakai celemek dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

Disamping itu, penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan dilarang antara lain:

a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;

b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);

c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung

(21)

Pangan Jajanan

Pangan jajanan menurut WHO (1996) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Makanan yang sehat, aman dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seorang anak untuk dapat hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih, tidak kadaluarsa dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan. Selain masalah gizi, keamanan pangan juga merupakan masalah yang tidak kalah penting bagi anak-anak sekolah. Makanan yang tidak bersih dan tidak aman dapat menimbulkan keracunan dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit.

Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki jenis yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.

Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin, seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain.

b. Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan, terdiri dari : (1) makanan camilan basah yaitu pisang goreng, lumpia, lemper, risoles dan lain-lain; (2) makanan camilan kering yaitu produk ekstruksi (brondong), kripik, biskuit, kue kering dan lain-lain.

c. Minuman, kelompok minuman yang biasanya dijual dikantin: (1) air putih, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri; (2) minuman ringan, dalam kemasan misalnya teh, minuman sari buah, minuman berkarbonisasi dan lain-lain, atau yang disiapkan sendiri oleh kantin misalnya es sirup dan teh; dan (3) minuman campur, seperti es buah, es campur, es cendol, es doger dan lain-lain.

d. Buah merupakan salah satu jenis makanan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk anak usia sekolah. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi setiap

(22)

hari, buah-buahan dapat dijual dalam bentuk : (1) utuh, misalnya pisang, jambu, jeruk dan lain-lain; (2) kupas dan potong, misalnya papaya, nenas, melon, mangga dan lain-lain.

Fardiaz (1997) menyatakan makanan jajanan mempunyai risiko terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini karena pada umumnya makanan jajanan dipersiapkan dengan cara kurang higiene dan masih banyak menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan dalam makanan atau melebihi batas yang diizinkan. WHO (1996) menyatakan makanan jajanan dapat mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat karena: (1) kurangnya fasilitas infrastruktur dan jasa pelayanan lain seperti penyediaan air bersih; (2) sulit mengawasi para pedagang makanan jajanan karena jenisnya beraneka ragam dan bersifat sementara; (3) tidak cukup sumberdaya untuk pengawasan dan analisis laboratorium; (4) kurangnya pengetahuan fakta yang sebenarnya tentang keadaan mikrobiologi atau data epidemiologi yang tepat tentang makanan jajanan; (5) kurangnya pengetahuan para pedagang tentang penanganan keamanan pangan; dan (6) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya makanan jajanan.

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keamanan Pangan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2008).

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibanding tidak disadari dengan pengetahuan (Notoatmodjo 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan diantaranya, yaitu :

1. Tahu (know)

Tingkatan tahu (know) ini merupakan tingkatan dari pengetahuan yang terendah. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari termasuk

(23)

ke dalam tingkat ini. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami merupakan kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu objek serta dapat menginterpretasikannya dengan benar. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menerapkan materi yang pernah dipelajarinya, seperti penggunaan rumus, metode, dan prinsip.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen secara berkaitan dan terstruktur. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menambahkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis mengarah kepada kemampuan seseorang dalam membentuk formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan seseorang melakukan penilaian terhadap suatu objek yang didasari dengan kriteria-kriteria tertentu.

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu dimiliki oleh semua orang. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, serta sumber-sumber zat gizi pada makanan. Sedangkan pengetahuan keamanan pangan merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP), penggunaannya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang tidak dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak diizinkan digunakan dalam pengelolaan makanan/minuman. Pengetahuan gizi dapat diukur dengan cara wawancara atau angket yang mencakup materi yang ingin diukur dari penjaja PJAS. Pengetahuan yang baik akan menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah (Notoatmodjo 1993).

(24)

Sikap Gizi dan Keamanan Pangan

Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak/ berperilaku terhadap orang lain, kelompok lain, suatu pemikiran, ataupun suatu objek tertentu. Sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sikap sangat menentukan bagaimana perilaku (behavior) manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan kehidupan manusia. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan manusia terhadap masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah, maupun yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya (Taryoto 1991).

Sikap gizi dan keamanan pangan merupakan perasaan, keyakinan, dan kecendrungan untuk bertindak dalam pengolahan pangan jajanan yang memperhatikan kandungan gizi, serta keamanan pangan agar menghasilkan pangan jajanan yang aman. Faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kebiasaan (habits), norma sosial (social norms), dan pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan diambil. Kebiasaan menunjuk pada tindakan yang secara otomatis dilakukan seseorang pada suatu keadaan tertentu, tanpa atau dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Norma sosial menunjuk pada adanya harapan-harapan mengenai tindakan apa yang seharusnya dilakukan seseorang, yang secara umum maupun secara khusus ada pada kelompok dimana seseorang itu berada. Apabila norma sosial lebih kuat pengaruhnya, maka individu akan bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh norma sosial daripada menurut pada kehendak sikapnya. Sedangkan pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan menunjuk pada adanya sanksi atau penghargaan atau sikap perilaku yang dilakukan (Taryoto 1991).

Praktek Keamanan Pangan

Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang terdiri atas bahaya biologis/mikrobiolois, kimia dan fisik. Bahaya keamanan pangan terdiri dari (BPOM 2006):

1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti Salmonella, E.Coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.

2. Bahaya kimia, adalah bahan kima yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan

(25)

(BTP) yang tidak digunakan semestinya, pestisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan, dan sejenisnya.

3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka misalnya pecahan kaca, kawat stepler, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya.

Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.

 Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dengan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring dan melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewaspadai sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI 2001).

Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan. Kebanyakan penjual makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk berbagai pemakaian dan belum menggunakan sabun untuk mencuci peralatan yang kotor. Karena peralatan yang digunakan umumnya terbuat dari bambu dan kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba. Piring, gelas, sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran di lantai waktu persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin memperparah keadaan (Fardiaz dan Fardiaz 1994).

Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah praktek higiene dan sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi sangat mungkin berada di produk pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen

(26)

yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu mikroba indikator sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut, tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan adanya S. aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Andarwulan, Madanijah, & Zulaikhah 2009).

 Penanganan dan Penyimpanan Pangan

Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan menjadi dua yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar. Tempat penyimpanan bahan makanan kering harus selalu bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau oleh serangga dan tikus, sirkulasi udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak terbawah dengan lantai 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu harus selalu diawasi (Subandriyo 1994).

Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Memilih bahan baku yang aman yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan menggunakan bahan pangan setelah tanggal kadaluarsanya. Mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta membuang bagian yang busuk atau memar (Nuraida et al 2009).

 Sarana dan Fasilitas

Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan fasilitas. Berdasarkan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12 menyatakan bahwa pangan jajanan yang dijajakan harus memiliki konstruksi sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi pangan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain: mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), serta tempat sampah.

Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai persyaratan yaitu : (1) Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak pengering; (2) Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissu di tempat makan dan tempat pengolahan/persiapan makan; (3) Tersedia suplai air bersih yan cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun

(27)

untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel, dan bahan pembersih sepeti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan kerja karyawan kantin/penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi dengan dipotong pendek dan diikat (Nuraida et al 2009).

 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyimpanan atau pengangkutan makanan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi sifat khas makanan (Depkes RI 2001).

Penggunaan BTP dilakukan bila betul-betul diperlukan dalam pengolahan makanan dan tidak dibenarkan untuk tujuan menyembunyikan dari cara pengolahan yang tidak baik atau mengelabui konsumen, misalnya menutupi mutu bahan baku yang kurang baik. Pengaturan dan pengawasan BTP dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja yang digunakan pada pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan (Depkes RI 2001).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan: 1. Pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

2. Pemanis

Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Winarno 1997). Biasanya digunakan pada makanan

(28)

yang ditujukan pada penderita diabetes mellitus atau makanan diit agar badan langsing. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan makanan jajanan umumnya adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan 300 kali gula alami.

3. Pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan menghambat fermentasi, pengasam dan pengurai lain terhadap makanan yang disebabkan oleh organisme (Winarno 1997). Umumnya, dikenal dipasaran dengan sebutan anti basi.

4. Penyedap rasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 dan diperbaiki menjadi No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Jenis bahan penyedap yaitu penyedap alami terdiri dari bumbu alami, herbal, dan daun, misalnya esensial dan turunannya, oleoresin, isolate penyedap, penyedap dari sari buah, ekstra tanaman dan hewan. Sedangkan penyedap sintesis merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai penyedap alami (Cahyadi 2008).

Dampak penggunaan BTP selama ini kurang dipahami oleh para produsen maupun konsumen. Dampak dari kesalahan dosis maupun kesalahan pemilihan jenis bahan tambahan memang tidak langsung dirasakan. Dampak ini baru terasa beberapa waktu kemudian, setelah terjadi akumulasi dalam tubuh. Oleh karena itu, memberi peringatan kepada masyarakat tentang risiko dan manfaat BTP merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan (Saparinto & Diana 2006).

Menurut Judarwanto (2008), makanan jajanan menyumbang asupan energi bagi anak sekolah 36%, protein 29% dan zat besi 52%, namun masalah keamanan pangan jajanan baik dari segi mikrobiologi maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) masih sangat penting untuk diperhatikan, yaitu dengan menjamin konsumen memperoleh pangan yang aman untuk kesehatan. Dampak dari kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan antara lain karacunan pangan karena proses penyiapan dan penyajian yang tidak higiene, risiko berbagai penyakit karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

(29)

Pada tahun 2005, Badan POM RI melakukan pengujian terhadap 861 makanan jajanan anak sekolah di 195 sekolah dasar di 18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 makanan jajanan) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan minuman ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus atau sambal (61.5%) serta kerupuk (56.3%). Dari total makanan jajanan tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang dilarang, yaitu rhodamin B, methanil yellow, dan amaranth (Rachmawati 2005).

Secara umum, jajanan yang dijual pedagang kaki lima di SD kualitasnya sangat memprihatinkan bila ditinjau dari aspek kesehatan. Data Badan POM tahun 2010 menunjukkan adanya jajanan yang tidak memenuhi syarat dengan ditemukannya dari 2.984 sampel yang diuji, 45% diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin B, methanol yellow atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin, dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas, serta ada yang tidak memenuhi uji cemaran mikroba karena mengandung Escherichia coli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya perlindungan pada anak sekolah, padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah menjadi aktivitas rutin mereka (Permata 2010).

(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pangan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Namun, apabila penanganan dan pengelolaannya tidak baik dan benar maka pangan tersebut tidak terjamin dalam hal aspek gizi dan keamanannya. Pangan tersebut jika dikonsumsi manusia dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang. Keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel yang menyebabkan risiko ketidakamanan, yaitu karakteristik penjaja, lingkungan dan pangan.

Karakteristik penjaja merupakan variabel yang membedakan antara masing-masing penjaja. Penjaja PJAS berperan penting dalam penyediaan makanan jajanan yang sehat dan bergizi serta terjamin keamanannya. Pengetahuan dan sikap penjaja PJAS sangat mempengaruhi tindakannya dalam melakukan pengolahan. Pengetahuan tentang suatu hal yang positif akan menyebabkan orang tersebut mempunyai sifat yang positif, kemudian mempengaruhi niatnya untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yang akan diwujudkan dalam suatu praktek. Dengan pengetahuan maka penjaja lebih mengetahui bagaimana praktek yang sebaiknya dilakukan dalam keamanan PJAS. Oleh karena itu, pengetahuan, sikap dan praktek penjaja mengenai gizi dan keamanan pangan sangat menentukan keamanan pangan jajanan yang dijual.

Karakteristik lingkungan sekolah yang meliputi sarana dan fasilitas serta kondisi kantin yang terdapat di sekitar sekolah akan menggambarkan keamanan pangan jajanan. Lingkungan yang kotor dan berdebu akan mempengaruhi kebersihan dari makanan sehingga makanan yang dijual tidak terjamin akan keamanannya. Sedangkan risiko ketidakamanan dari pangan didasarkan pada jenis pangan dan register pangan jajanan yang dijual.

Salah satu upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan yaitu pemberian intervensi berupa penyuluhan dan pendampingan gizi. Tujuan dari intervensi adalah untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan PJAS, sehingga terbentuk model upaya mengatasi masalah keamanan pangan.

(31)

Keterangan :

variabel yang diteliti variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran model upaya mengatasi keamanan pangan Pengetahuan, sikap dan praktek penjaja

akan gizi dan keamanan pangan

Karakteristik Lingkungan

 Sarana dan fasilitas

 Kondisi kantin Karakteristik Penjaja PJAS

 Umur

 Jenis kelamin

 Pendapatan

 Pendidikan

 Sarana penjualan

Peraturan sekolah dan peraturan Diknas mengenai PJAS

Keamanan Pangan Jajanan

Peningkatan pengetahuan gizi dan keamanan pangan PJAS

Intervensi Penyuluhan dan Pendampingan Gizi

Pangan:

 Jenis pangan

 Register pangan

Model Upaya Mengatasi Keamanan Pangan

(32)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan sebagian data dari program Ipteks bagi Wilayah (IbW) dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kapasitas Sekolah Dasar Menuju Perilaku Gizi Seimbang di Kota Bogor” (Dwiriani, Damayanthi, Kustiyah, dan Briawan 2011). Penelitian dilakukan di 10 sekolah dasar di Kota Bogor yaitu empat Sekolah Dasar Negeri (SDN), empat Sekolah Dasar Swasta (SDS), dan dua Madrasah Ibtidaiyah (MI). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan: (1) seluruh SD tersebut merupakan SD yang berada di Kota Bogor, (2) SD tersebut telah mewakili SD yang berada di Kota Bogor dengan adanya SDN favorit, SDS favorit dan MI. Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan.

Penelitian lanjutan menggunakan desain pra experimental study dengan one group pretest-posttest design yaitu desain penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol (pembanding) (Riyanto 2011). Dilakukan pada sekolah dasar terpilih pada penelitian pendahuluan berdasarkan analisis risiko ketidakamanan pangan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian pendahuluan adalah penjaja PJAS (kantin dan luar sekolah) di sepuluh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 81 orang, sedangkan pada penelitian lanjutan contoh adalah penjaja PJAS di sekolah terpilih (SDN D) yang berjumlah sembilan orang. Penjaja PJAS adalah penjaja di lingkungan sekolah yang berjualan sepanjang hari yang lokasinya tetap di suatu tempat baik di kantin sekolah maupun lingkungan luar sekolah.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan penjaja PJAS menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan yaitu karakteristik penjaja PJAS meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat berjualan, lama berusaha (jam/hari dan tahun), pendapatan, dan sarana

(33)

penjualan. Profil PJAS meliputi jenis pangan dan register pangan jajanan yang dijual. Data mengenai lingkungan penjaja PJAS dilihat berdasarkan observasi langsung. Pengetahuan, sikap dan praktek mengenai gizi dan keamanan pangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum intervensi (pretest) dan setelah intervensi (posttest). Sedangkan jenis data sekunder diperoleh dari sekolah meliputi profil umum sekolah dan fasilitas yang tersedia. Secara rinci, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara Pengumpulan

Data Primer

1 Karekteristik Penjaja PJAS - Umur

- Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Tempat berjualan

- Lama berusaha (jam/hari dan tahun) - Pendapatan - Sarana penjualan Wawancara menggunakan kuesioner 2 Profil PJAS - Jenis pangan - Register Observasi langsung

3 Lingkungan penjaja PJAS Observasi langsung

4 Pengetahuan dan sikap terhadap gizi dan keamanan pangan

Wawancara menggunakan kuesioner

(pretest dan posttest)

5 Praktek keamanan pangan Wawancara menggunakan

kuesioner (pretest dan posttest)

Data Sekunder

1 Profil sekolah dan fasilitas Arsip data sekolah

Analisis risiko ketidakamanan pangan penelitian pendahuluan didasarkan pada variabel yang mempengaruhi keamanan pangan jajanan anak sekolah yaitu penjaja, pangan dan lingkungan. Hasil yang diperoleh kemudian dirumuskan sehingga terbentuk model upaya mengatasi masalah keamanan pangan melalui pemberian intervensi. Intervensi yang diberikan pada SDN D adalah penyuluhan gizi dan pendampingan kepada seluruh penjaja PJAS. Para penjaja PJAS dikumpulkan dalam satu ruangan kelas dan sebelum dilakukan penyuluhan gizi terlebih dahulu melakukan pretest menggunakan kuesioner terhadap pengetahuan, sikap dan praktek keamanan pangan penjaja PJAS. Penyuluhan gizi dilakukan satu kali selama 1 jam dengan materi berupa syarat makanan sehat, bahaya keamanan pangan dan cara pencegahan, syarat penjaja dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan, label pangan dan

(34)

penggunaan minyak goreng. Setelah penyuluhan gizi, dilakukan pendampingan selama dua minggu dengan pendekatan secara personal kepada penjaja PJAS. Materi pendampingan berupa kebersihan pakaian, alat dan tempat penjaja dalam menjual makanan, menghindari merokok dekat dengan makanan, menutup makanan agar terhindar dari debu dan lalat. Tahap akhir adalah melakukan wawancara kembali menggunakan kuesioner untuk melihat perubahan pengetahuan, sikap dan keamanan pangan penjaja setelah intervensi (posttest).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan statistika dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows. Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, cleaning dan analisis.

Data karakteristik penjaja PJAS seperti jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Umur dikelompokkan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun) berdasarkan Papalia & Olds (1986). Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tidak sekolah (TS), tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Data pekerjaan dikategorikan sebagai pekerjaan utama dan sampingan. Data pendapatan didasarkan pada BPS (2008) dengan pendapatan perkapita kurang dari Rp 176.216,00 termasuk pada kategori miskin, sedangkan lebih dari Rp 176.216,00 termasuk pada kategori tidak miskin.

Pengetahuan gizi, sikap serta praktek keamanan pangan penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan dinilai berdasarkan jumlah benar terhadap pertanyaan yang diberikan, kemudian diskor dan dikelompokkan sesuai kategori yang telah ditetapkan. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS diukur dengan 20 pertanyaan. Jawaban yang diperoleh kemudian diskor 1 jika jawaban benar dan 0 jika jawaban salah, sehingga skor pengetahuan gizi dan keamanan pangan berkisar 0-20. Sikap diukur dari jumlah penjaja PJAS dalam setuju atau tidak setuju terhadap 20 pernyataan yang berkaitan dengan aspek gizi dan keamanan pangan. Pernyataan yang diajukan terdiri dari penyataan positif dan negatif. Skor pada pernyataan positif jika setuju adalah 1 dan tidak setuju adalah 0, sedangkan pada pernyataan negatif skor jika setuju adalah 0 dan tidak setuju adalah 1. Praktek gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan skala jawaban, yaitu Ya dan Tidak. Hasil yang diperoleh dari pengetahuan, sikap dan

(35)

praktek keamanan pangan dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang sebagai berikut (Khomsan 2000):

 Skor < 60% : Kurang

 Skor 60-80% : Sedang

 Skor >80% : Baik

Pengkategorian beberapa variabel disajikan secara rinci pada Tabel 2. Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian

No Variabel Kategori Skala

Pengukuran

Keterangan 1. Karakteristik Penjaja

- Umur  Dewasa awal (18-40 tahun)

 Dewasa menengah (41-65 tahun)

 Dewasa akhir (>65 tahun)

Ordinal Papalia & Olds (1986)

- Jenis kelamin  Laki-laki

 Perempuan Ordinal Persentase

- Pendidikan  TS (0 tahun)

 Tidak tamat SD (1-5 tahun)

 SD (1-6 tahun)  SMP (7-9 tahun)  SMA (10-12 tahun)  Perguruan Tinggi Ordinal Persentase - Pekerjaan  Utama

 Sampingan Ordinal Persentase

- Tempat berjualan  Di dalam sekolah

 Di luar sekolah Ordinal Persentase

- Pelatihan/Training terkait gizi

 Pernah

 Tidak pernah Ordinal Persentase

- Pendapatan  Miskin (< Rp 176.216,00 )

 Tidak miskin ( > Rp 176.216,00 )

Ordinal BPS (2008)

2. Pengetahuan dan

sikap penjaja PJAS terhadap gizi dan

keamanan pangan

(pretest dan posttest)

 Kurang : skor < 60

 Sedang : skor 60-80

 Baik : >80 Ordinal Khomsan (2000)

3. Praktek keamanan

PJAS (pretest dan

posttest)  Kurang : skor < 60  Sedang : skor 60-80  Baik : >80 Ordinal Khomsan (2000) Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS version 16.0 for windows. Jenis analisis yang akan dilakukan adalah analisis deskriptif, uji korelasi, serta uji beda. Uji korelasi yang digunakan yaitu korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan anatara pengetahuan gizi dan sikap gizi (pretest dan posttest), pengetahuan dan sikap keamanan pangan (pretest dan posttest), pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest dan posttest), serta sikap gizi

(36)

dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest dan posttest). Sedangkan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan, sikap gizi dan keamanan pangan, serta praktek keamanan pangan antara pretest dan posttest maka dilakukan uji beda Paired t-test.

Definisi Operasional

Model keamanan pangan adalah suatu cara atau langkah untuk mengatasi masalah keamanan pangan PJAS.

Risiko ketidakamanan adalah faktor-faktor yang menyebabkan pangan jajanan yang dijual tidak aman untuk dikonsumsi didasarkan pada penjaja PJAS, pangan yang dijual dan lingkungan tempat berjualan.

PJAS (Pangan Jajanan Anak Sekolah) adalah makanan dan minuman yang diolah di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap yang dijual di sekitar lingkungan sekolah.

Penjaja PJAS adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung mengelola kantin dan berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian.

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan yaitu bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti kempal, pemucat dan penetral.

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan diri.

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan yang meliputi menyediakan air bersih, tempat sampah dan lain sebagainya.

Sarana dan fasilitas adalah sarana yang dimiliki oleh penjaja PJAS yang digunakan untuk persiapan, pengolahan dan penyajian pangan. Pengetahuan Gizi adalah pengetahuan tentan peran makanan dan zat gizi,

serta sumber-sumber zat gizi pada makanan.

Pengetahuan keamanan pangan adalah pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan jika makanan terkena cemaran dan hal-hal yang harus dilakukan untuk melindungi makanan agar aman.

Sikap Gizi adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak/berperilaku dalam proses pengolahan PJAS dengan memperhatikan kandungan gizi, sumber zat gizi, dan fungsi zat gizi.

(37)

Sikap Keamanan Pangan adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak/berperilaku dalam proses pengolahan PJAS yang sesuai dengan aturan berlaku sehingga menghasilkan PJAS yang aman.

Praktek keamanan pangan adalah tindakan penjaja PJAS untuk mencegah pangan dari bahaya, yaitu meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan, serta sarana dan prasarana.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan pada sepuluh sekolah dasar, yaitu empat SDN, empat SDS, dan dua MI di Kota Bogor. Dari kesepuluh sekolah dasar ini, tiga sekolah dasar tidak memilki penjaja dalam lingkungan sekolah (kantin). Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan. Gambaran umum mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki pada sepuluh sekolah dasar dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Penjaja PJAS Jenis Kelamin

Penjaja PJAS berjenis kelamin laki-laki sebesar 70.4% sedangkan perempuan 29.6%. Penjaja PJAS laki-laki paling banyak di SDS B (10.0%) dan MI B (10.0%), sedangkan penjaja PJAS perempuan paling banyak di SDS C (5.0%). Sebaran penjaja PJAS menurut jenis kelamin secara rinci tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis kelamin

Sekolah

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % SDN A 7 7.8 2 2.2 9 11.1 SDN B 6 6.7 3 3.3 9 11.1 SDN C 6 6.0 4 4.0 10 12.3 SDN D 6 6.7 3 3.3 9 11.1 SDS A 0 0.0 4 10.0 4 4.9 SDS B 8 10.0 0 0.0 8 9.9 SDS C 4 5.0 4 5.0 8 9.9 SDS D 4 6.7 2 3.3 6 7.4 MI A 8 8.0 2 2.0 10 12.3 MI B 8 10.0 0 0.0 8 9.9 Total 57 70.4 24 29.6 81 100 Umur

Papalia & Olds (1986) membagi usia dewasa menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Bagian terbesar (64.2%) penjaja PJAS adalah usia dewasa awal 18-40 tahun (Tabel 4). Kelompok usia ini merupakan kelompok usia dewasa

(39)

awal yang memiliki produktivitas tinggi. Usia penjaja PJAS yang lebih tinggi kemungkinan mempunyai pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik daripada penjaja PJAS dengan usia muda karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi tentang gizi dan keamanan pangan lebih banyak, baik dari televisi, radio, majalah/koran, petugas kesehatan maupun media lainnya, namun juga memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang terbaru sehingga mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosional. Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa awal, kecuali SDN C yang memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa menengah lebih banyak (6.0%).

Tabel 4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan usia

Sekolah

Umur

18-40 tahun 41-65 tahun >65 tahun Total

n % n % n % n SDN A 8 8.9 1 1.1 0 0 9 11.1 SDN B 5 5.6 4 4.4 0 0 9 11.1 SDN C 4 4.0 6 6.0 0 0 10 12.3 SDN D 5 5.6 4 4.4 0 0 9 11.1 SDS A 3 7.5 1 2.5 0 0 4 4.9 SDS B 6 7.5 2 2.5 0 0 8 9.9 SDS C 5 6.3 3 3.8 0 0 8 9.9 SDS D 3 5.0 3 5.0 0 0 6 7.4 MI A 8 8.0 2 2.0 0 0 10 12.3 MI B 5 6.3 3 3.8 0 0 8 9.9 Total 52 64.2 29 35.8 0 0 81 100.0 Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan penjaja PJAS merupakan faktor penting dan pendidikan merupakan usaha untuk mengadakan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi (Contento 2007). Informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diperoleh seseorang (WHO 2000).

Tingkat pendidikan penjaja PJAS dalam penelitian ini antara tidak sekolah hingga strata 1 (S-1). Sebanyak 46.9% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan SD dan hanya 2.5% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan Diploma dan Strata (S-1). Pendidikan S-1 terdapat di SDS C, hal ini dilakukan untuk mengisi

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran model upaya mengatasi keamanan pangan Pengetahuan, sikap dan praktek penjaja
Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian
Tabel 3 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Multimedia adalah kombinasi dari teks, gambar, suara, animasi, dan video yang disatukan dalam komputer untuk disimpan, diproses dan disajikan secara linear maupun interaktif,

Bank sangat kompleksitas dalam melakukan kegiatan perbankan,salah satunya transaksi dalam kegiatan tabungan yang meliputi yaitu buka rekening,setoran,penarikan,informasi

The increment in revenue portion contributed by the property and investment division is a takeaways factor for hedging risk looming from new construction

Receptionist menyerahkan pendaftaran pasien ke bagian Rekam Medis untuk dicarikan berkas Status Pasien Rawat Jalan sesuai dengan Nomor Rekam Medik dan

Setelah berhasil merilis mini album pertama Senja Dalam Prosa akan merilis album yang berjudul FANA. Album ini yang memberi nama FANA adalah mantan vokalis Senja Dala

Ibu Treesia Sujana, MN selaku Wali studi selama ± 1 tahun, Kemudian Ibu Natalia Ratna Yulianti, S.Kep, Ns, MAN selaku Wali studi selama ±2 tahun yang sudah

DANIEL 8:9 Maka dari salah satu tanduk itu muncul suatu tanduk kecil, yang menjadi sangat besar ke arah selatan, ke arah timur dan ke arah Tanah Permai.. Pdt Gerry

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji persoalan mengenai “Perkawinan Madureso” yang terjadi di Desa Trimulyo Kecamatan Guntur Kabupaten Demak