• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang Kepemimpinan selalu akan menarik karena kepemimpinan berhubungan dengan manusia yang memiliki akal budi dan terkait dengan relasi dimana manusia berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kelompok atau organisasi yang memiliki tujuan bersama, kepemimpinan akan memainkan peranannya. Diakui bahwa kunci keberhasilan dalam sebuah organisasi baik itu di bidang keagamaan maupun di bidang sekuler terletak pada kepemimpinan. Meskipun menurut teori ada orang – orang tertentu yang dilahirkan dengan kharisma sebagai pemimpin, tetapi bukan berarti kepemimpinan tidak bisa dipelajari. Kepemimpinan dapat dipelajari, karena kepemimpinan juga menyangkut keterampilan, pengetahuan dan kecakapan khususnya ketika mengambil sebuah keputusan. Dipahami bahwa kepemimpinan menyangkut sikap hidup, tindakan, perbuatan, ucapan, perilaku yang membutuhkan komitmen dan kesediaan untuk terus belajar dan berproses atau seperti yang dikatakan oleh Robert P. Neuschel Kepemimpinan adalah keterampilan yang

membutuhkan kapasitas, dedikasi dan pengalaman.1

Beberapa ahli mendefinisikan Kepemimpinan seperti John C. Maxwel menyatakan bahwa kepemimpinan adalah soal pengaruh, bagaimana orang lain dapat terpengaruh oleh

sikap atau perbuatan kita.2 Andrew J. DuBrin mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah

upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan dengan petunjuk atau perintah, sehingga orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan

perubahan positif.3 Sedangkan Charles E. Keating menyatakan bahwa Kepemimpinan

merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang

untuk mencapai suatu tujuan bersama.4 Dengan tugas kepemimpinan yang meliputi dua

bidang utama yakni pekerjaan yang harus diselesaikan dan kekompakan orang –orang yang dipimpinnya. Tugas ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari gaya kepemimpinan. Kepemimpinan diperlukan untuk memberi visi dan menciptakan sikap positif dan keberanian

1 Robert P. Neuschel, Pemimpin Yang Melayani (Jakarta:Akademia,2008) 15 2

John, Maxcwell. Semua Orang Bisa Memimpin (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2014) 170

3

Andew J. DuBrin, The Complete Ideal’s Guide Leadership,( Jakarta, Prenada Media Group:2009), 4

4

(2)

2

organisasional untuk membuat perubahan.5 Memperhatikan hal ini maka dalam

Kepemimpinan berarti ada dua hal yang perlu mendapat perhatian; yang pertama adalah orang –orang yang melakukan tugasnya baik sebagaipemimpin maupun yang dipimpin dan hal yang kedua adalah tujuan bersama yang ingin dicapai.

Berhubungan dengan kepemimpinan dalam bidang keagamaan, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) yang melembaga sebagai organisasi gerejawi dalam masyarakat (berbentuk badan hukum) memiliki sistem pemerintahan yang disebut Sistem

Presbyterial Sinodal, sebuah sistem yang berasal dari tradisi Calvinis.6 Cirinya antara lain

adalah pertama, memberikan tekanan kepada peranan para presbiter yang terpanggil dan memimpin Gereja. Kedua,Teologi Reformasi menegaskan bahwa panggilan dan pengutusan itu berasal dari dua pihak. Yang pertama : panggilan batin, oleh kuasa Roh kudus dalam diri seseorang. Yang Kedua : Panggilan lahir, yaitu seseorang dipanggil dan di utus oleh gereja. Ciri yang ketiga adalah Pengelolaan secarabersama dan sehidup sepelayanan dan yang

keempat adalah Hubungan yang dinamis antara Majelis jemaat dan majelis Sinode. Para

presbiter dipanggil dan diutus untuk melayani dan memimpin gereja secara bersama. Kebersamaan itu bukan atas dasar sukarela atau terpaksa, tetapi karena misi Kristus itu yang satu dan mempersatukan presbiter.

Perjalanan kebersamaan itu nampak melalui persidangan – persidangan Sinode yang dihadiri oleh para Presbiter dari jemaat – jemaat. Mereka hadir dalam persidangan itu bukan sebagai wakil jemaat, tetapi sebagai presbiter gereja yang menentukan arah kebijaksanaan pelayanan dan kepemimpinan dibawah terang FirmanTuhan. Sesuai prinsip kebersamaan, para presbiter bertanggungjawab kepada lembaga kebersamaan di lingkup jemaat (Majelis Jemaat) yang bertindak sebagai pimpinan jemaat maka kepada Majelis Sinode (lembaga yang secara permanen menggalang kebersamaan) itulah majelis – majelis jemaat yang mempertanggungjawabkan pelayanan dan kepemimpinannya. Selanjutnya Majelis sinode itu sendiri mempertanggungjawabkan pelayanan dan kepemimpinannya kepada persidangan

yang dihadiri oleh presbiter dari jemaat-jemaat. 7

Dalam Tata Gereja GPIB, peraturan pokok III di jelaskan bahwa Majelis Sinode (MS) adalah lembaga yang dibentuk oleh Persidangan Sinode untuk mewujud nyatakan

5

Robert, 35

6

Majelis Sinode, Tata Gereja : Majelis Sinode GPIB ( Jakarta: 2010), 10-11

7

(3)

3

Pemerintahan Kristus dalam memimpin perjalanan kebersamaan GPIB secara kolektif kolegial di antara dua persidangan Sinode. Status Majelis Sinode adalah pimpinan Sinodal GPIB selaku Pimpinan adminstratif dan pengelola Sinodal, sebagai Pembina Sinodal

kepejabatan dan lembaga –lembaga sinodal yang berada di bawah naungan GPIB.8

Pada Tata Gereja GPIB, aturan mengenai Fungsionaris itu terdiri dari 11 orang

Presbiter dengan ketentuan: 9 a.Ketua umum: Pendeta b. Ketua I : Pendeta c. Ketua II:

Pendeta d. Ketua III: Diaken/Penatua/Pendeta e. Ketua IV : Diaken/Penatua f. Ketua V : Diaken/Penatua g. Sekretaris Umum : Pendeta h. Sekretaris I : Pendeta i. Sekretaris II : Diaken/Penatua j. Bendahara : Diaken/Penatua k.Bendahara I : Diaken/Penatua

Fungsionaris Majelis Sinode ini bekerja dengan pembidangannya masing-masing, dan melaksanakan tugas kepemimpinan dengan sebuah kesadaran bahwa tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dalam hal inilah dapat dilihat bahwa jika kepemimpinan dalam sebuah organisasi sekuler lebih menekankan pada seorang individu sebagai pemimpin tunggal namun dalam kepemimpinan presbiterial sinodal lebih menekankan pada kolektif kolegalial.

Majelis Sinode dalam melaksanakan kepemimpinannya, diperhadapkan dengan berbagai tuntutan yang mengharuskannya dapat melaksanakan semua tugasnya dengan baik untuk membawa GPIB ke arah visi dan misinya. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah, memperhatikan model sistem presbiterial Sinodal dalam kesejajaran dan bagaimana memberikan pengaruh agar jemaat dapat bersama- sama mencapai tujuan bersama di tengah- tengah kepelbagaian budaya dan pendidikan dari masing –masing Fungsionaris Majelis Sinode. Perlu diketahui bahwa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) adalah persekutuan warga dalam wujud jemaat – jemaat yang berada di Indonesia, meliputi wilayah di luar pelayanan Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Gereja Masehi Injli Timor (GMIT). Dengan kehadirannya di 26 provinsi dan tersebar dari kota sampai desa, menunjukkan bahwa jemaat GPIB adalah jemaat yang heterogen, yang hadir di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.

Salah satu tugas Majelis Sinode dalam melaksanakan kepemimpinannya adalah mempersiapkan program kerja yang akan dibahas dalam persidangan Tahunan. Disebut Persidangan tahunan karena dilakukan setiap tahun pada bulan Februari. Persidangan ini

8

Tata gereja, 48

9

(4)

4

wajib dihadiri oleh presbiter jemaat GPIB. Persidangan Tahunan ini adalah persidangan yang penting karena melibatkan jemaat GPIB yang terdiri dari 322 jemaat dan melibatkan peserta +800 orang. Sehingga untuk pelaksanaannya selalu menggunakan dana yang cukup besar.

Persoalannya kemudian adalah hasil persidangan yang berupa program kerja yang telah disepakati dalam kebersamaan seharusnya juga menjadi acuan bagi jemaat ketika kembali ke daerah mereka masing-masing. Namun pada prakteknya ketika para jemaat kembali di jemaatnya dan menyusun program kerja masing–masing, hasil keputusan persidangan tersebut seolah–olah tidak lagi terkait. Memperhatikan model kepemimpinan transformatif bisa dikatakan bahwa majelis sinode gagal dalam melaksanakan kepemimpinannya. Mencermati hal ini pertanyaannya adalah apakah Majelis Sinode telah menunjukkan kepemimpinannya? dan bagaimanakah upaya transformatif yang dilakukan oleh Majelis Sinode dalam memberikan pengaruhnya pada proses penyusunan program yang akan diikuti oleh semua jemaat seperti yang menjadi tujuan bersama. Keberadaan sebagai sebuah team work yang harus menunjukkan kekompakan kerja dan menjadi teladan tentunya perlu dibangun berdasarkan pemahaman akan kepemimpinan kolegial yang terkandung dalam prinsip presbiterial sinodal.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan adanya kenyataan yang menunjukkan bahwa terjadi proses pelaksanaan berorganisasi GPIB yang belum efektif dan maksimal dari pemahaman sistem presbiterial sinodal tersebut hal ini kemudian menghasilkan dua rumusan masalah dalam penelitian ini yakni:

1. Bagaimanakah Kepemimpinan Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat XX dalam sistem Presbiterial Sinodal ?

2. Apakah Kepemimpinan Majelis Sinode XX telah melaksanakan sistem Presbiteral Sinodal dalam pelaksanaan program ?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisa kepemimpinanan Majelis Sinode XX dalam sistem Presbiterial Sinodal dan pelaksanaan kepemimpinan Majelis Sinode XX secara Presbiterial Sinodal. Tujuan umum tersebut disesuaikan dengan fokus

(5)

5

penelitian, selanjutnya dijabarkan kedalam tujuan yang bersifat khusus sebagai berikut: a. Kepemimpinan Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat. b.Kepemimpinan Majelis Sinode dalam Sistem Presbiterial Sinodal di GPIB.

I.4 Manfaat Penelitian

Sebagai suatu karya ilmiah maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis, secara umum diharapkan pembahasan tentang kepemimpinan Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat XX dalam sisitem presbiterial dapat menjadi salah satu penelitian yang melengkapi penelitian sebelumnya terkait bidang organisasi gereja khususnya untuk tipe dan gaya kepemimpinan Kristen sehingga secara umum dapat mengembangkan secara konseptual dalam teologi kepemimpinan. Selain itu penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kegiatan praktis dalam pelaksanaan kepemimpinan fungsionaris Majelis Sinode dalam sistem presbiterial sinodal sebagai pemimpin dan juga seluruh majelis jemaat sebagai presbiter.

I.5 Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatakan kualitatif . Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang bagian yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain- lain secara holistik. Pendekatan kualitatif menghasilkan data deskripsi berupa kata – kata, gambar dan bukan angka –angka. Dikatakan demikian karena menurut Mansford penelitian kualitatif bertujuan untuk menemukan gagasan sikap, pandangan, serta nilai yang dimiliki bersama paling kurang oleh sebagian besar jemaat/ fungsionaris sinode terkait dengan kepemimpinan yang berlandaskan pemahaman presbiterial sinodal dalam siklus hidup kehidupan bergereja atau

berjemaat10 khususnya di GPIB.

I.6 Teknik pengumpulan data

Adapun beberapa cara pengumpulan data yang dilakukan yakni: (1) Observasi partisipatif. Maksudnya peneliti mengamati dan turut terlibat dalam kegiatan penatalayanan

10

(6)

6

Gereja GPIB karena merupakan salah satu pendeta dari Gereja protestan Indonesia di bagian barat yang turut terlibat dalam penyusunan program khususnya di tingkat jemaat. (2) wawancara mendalam biasanya digunakan agar mendapatkan data secara lebih mendalam

dan rinci11 oleh karena itu, untuk mengerti gejala tersebut peneliti mewawancarai peserta

penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum yang kemudian mengarah pada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menjalankan

kepemimpinan di gereja secara luas maupun khusus oleh informan kunci.12 Hal tersebut

diperlukan dalam memahami berbagai sudut pandang serta permasalahan terkait proses kepemimpinan berdasarkan sistem presbiterial sinodal dalam praktiknya di aras sinodal maupun Mupel dan khususnya di tingkat jemaat-jemaat. Lebih lanjut Informan dalam penelitian merupakan Para fungsionaris Majelis Sinode yang terdiri dari 11 orang.

I.7. Garis besar Penulisan

Pada bagian pertama (bab I) tesis ini merupakan pendahuluan dari penelitian yang berisi latar belakang masalah khususnya kepemimpinan di GPIB serta permasalahannya, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan garis besar penulisan.

Bagian kedua (bab II) dari penulisan tesis ini merupakan landasan teori yang terdiri dari teori-teori kepemimpinan secara umum, maupun khususnya dalam konteks bergereja dan teori terkait pemahaman Presbiterial Sinodal.

Bagian ketiga (Bab III) dari tesis ini menguraikan secara lengkap hasil penelitian atau temuan di lapangan terkait kepemimpinan dalam sistem presbiterial sinodal yang dijalankan di GPIB.

Pada bagian keempat (Bab IV) merupakan analisa terkait permasalahan yang telah di

temukan terutama mengacu pada temuan pada bagian ketiga berdasarkan teori-teori yang di gunakan pada bagian kedua tesis ini.

Lebih lanjut bagian (Bab V) kelima dari tesis ini merupakan kesimpulan dan saran terkait penelitian yang telah dilakukan dan dikaji secara mendalam.

11

Sugiyono, Metode Penelitian kombinasi (Bandung: Alafabeta, 2012), 188.

12

J. R. Raco dikutip oleh John W. Creswell, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, karakteristik, dan keunggulannya (Jakarta: PT. Widya sari Indonesia, 2010), 9.

Referensi

Dokumen terkait

KAJIAN ISI, BAHASA, KETERBACAAN, DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BUKU TEKS BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK.. UNTUK KELAS XI SMA/MA/SMK/MAK SEMESTER 1

 Mahasiswa bisa membuat perencanaan batang tekan dengan memperhitungkan semua persyaratan sesuai dengan peraturan yang dipakai. 1, 2,

Motivasi dan hasil belajar siswa untuk pelajaran biologi masih rendah seperti halnya di kelas VIIE MTs N Surakarta II dikarenakan, dalam kegiatan belajar mengajar guru masih

Jika peserta didik dapat menjelaskan dari dasar khilafah sesuai dengan tema yang diterima yaitu: definisi, dan contoh praktik dalam kehidupan maka nilai siswa= 1,00,a. Jika

Jenis pengendap juga berpengaruh terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan,rendemen yang dihasilkan dengan pengendap jenis etanol lebih besar dibanding pengendap jenis

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

Hasil penelitian yang menunjukan nilai ekonomi air total resapan hutan lindung Gunung Sinabung dan hutan lindung TWA Deleng Lancuk di Desa Kuta Gugung dan Desa Sigarang

[r]