• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 3 NOMOR 2, MARET 2016 TINJAUAN PUSTAKA MANAJEMEN TRANSFUSI MASIF PADA PEDIATRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 3 NOMOR 2, MARET 2016 TINJAUAN PUSTAKA MANAJEMEN TRANSFUSI MASIF PADA PEDIATRIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

T I N J A U A N P U S T A K A

MANAJEMEN TRANSFUSI MASIF PADA PEDIATRIK

Yunita Widyastuti, Djayanti Sari, Skolastika Rani Febrianti* Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta *Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK

Perdarahan yang tidak terkontrol dan membutuhkan transfusi masif sering terjadi pada operasi mayor dan trauma yang menjadi salah satu penyebab kematian. Jumlah anak-anak yang memerlukan dukungan transfusi darah selama proses pembedahan tidaklah sedikit. Kurangnya informasi mengenai gangguan koagulasi pada kelompok umur pediatrik membuat problem tersendiri. Perlunya kebijakan terhadap pemberian transfusi darah adalah karena banyaknya resiko komplikasi yang ditimbulkan transfusi. Seorang ahli anestesi harus dapat mempertimbangkan resiko dan keuntungan pemberian transfusi.

Kata kunci. Transfusi Pediatrik

ABSTRACT

Massive blood loss commonly occurs in major surgery and trauma. Pediatric patients undergoing surgical procedures commonly require some volume of blood or blood component replacement in the perioperative period. Paediatric anaesthesiologists need to develop protocols and guidelines to manage the perioperative blood loss. Lack of information about coagulation complication in pediatric population is a problem. Transfusion policy needs to be make because of many complication is related.

Keywords. Pediatric Transfusion

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia, 80% populasi hanya mendapatkan akses sebesar 20% terhadap darah yang ‘aman’ (darah yang diambil dan dites dengan benar). Hanya 30% negara-negara di dunia yang mempunyai jasa transfusi yang menyeluruh di negaranya. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh American

Society of Anesthesiologists, kebanyakan darah

yang diberikan kepada pasien ada pada periode perioperatif. Dokter anestesi harus mengetahui implikasi dan komplikasi yang terjadi akibat transfusi darah dan harus menjadi pemimpin dalam pemberian transfusi di rumah sakit.1

Perdarahan yang tidak terkontrol dan membutuhkan transfusi masif sering terjadi pada

operasi mayor dan trauma yang menjadi salah satu penyebab kematian.Transfusi masif mempunyai survival yang jelek. Jumlah pasien yang memerlukan transfusi masif mencapai 5-15% pada kasus cedera berat. Darah yang perlu diganti hingga >40ml/kg dalam 24 jam pada pediatrik. Perdarahan yang berlanjut dapat menyebabkan kematian, terlebih pada kasus trauma. Situasi serupa juga dapat dihadapi di unit intensif maupun intra operatif. Prinsip terapi perdarahan meliputi kontrol perdarahan dan resusitasi cairan. Sebagai tambahannya, tindakan pencegahan serta terapi pada hipotermi dan asidosis juga harus dipertimbangkan.2

Dilaporkan terdapat mortalitas sekitar 45-67%. Usia pasien, durasi dan beratnya syok, Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC), dan jumlah darah

(2)

Koagulopati memiiki angka mortalitas tinggi dalam 4-6 hari setelah dirawat di rumah sakit (RS). Peningkatan mortalitas berhubungan dengan jumlah

Packed Red Blood Cell Concentrates (PRC) namun

morbiditas dan mortalitas yang cenderung tinggi bukan karena besarnya volume yang dimasukkan tetapi dalam banyak kasus karena inisial trauma dan kerusakan organ dan jaringan sekunder karena perdarahan dan hipovolemi.2,3,4

Jumlah anak-anak yang memerlukan dukungan transfusi darah selama proses pembedahan tidaklah sedikit. Kurangnya informasi mengenai gangguan koagulasi pada kelompok umur pediatrik membuat problem tersendiri. Perlunya kebijakan terhadap pemberian transfusi darah adalah karena banyaknya resiko komplikasi yang ditimbulkan transfusi. Resiko tersebut antara lain adalah inkompatibilitas, infeksi bakterial maupun virus, transfusion-related acute

lung injury (TRALI). Seorang ahli anestesi harus

dapat mempertimbangkan resiko dan keuntungan pemberian transfusi, alasan yang jelas sebelum memutuskan untuk melakukan transfusi.5

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui langkah yang tepat dalam melakukan transfusi masif pada pediatrik sehingga mengurangi tingkat mortalitas khususnya pada pasien pediatrik yang mengalami perdarahan masif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defi nisi

Transfusi masif didefinisikan sebagai penggantian total volume darah tubuh dalam waktu kurang dari 24 jam atau penggantian lebih dari 50% volume darah dalam waktu 3-4 jam. Namun, studi paling banyak menyebutkan, bahwa transfusi 10 unit atau lebih PRBC dalam 24 jam didefi nisikan sebagai kriteria transfusi masif.Defi nisi lainnya, kehilangan darah 150ml/menit, kehilangan 1,5 ml/kgBB/menit dalam 20 menit dan kehilangan darah dengan cepat dan berat dimana dibutuhkan support produk darah dengan sel darah merah dan penggantian volume dengan cairan melampaui mekanisme kompensasi tubuh. Adapula definisi lain yang menyebutkan

bahwa transfusi masif adalah transfusi >70 mL/kg atau 1 volume darah dalam 24 jam atau >35 mL/kg dalam 3 jam atau kurang.3,4,6

2.2 Fisiologi Hematologi

Hematopoesis dimulai pada minggu ketiga gestasi dengan eritropoesis di yolk sac. Pada usia 2 bulan gestasi, tempat primer hematopoesis berada di hati, yang akan mensintesis red blood

cells, platelet, dan leukosit. Pada usia 5-6 bulan

gestasi, hematopoesis akan berpindah dari hati ke sumsum tulang. Pada bayi prematur, terdapat hematopoesis ekstramedulla dengan hematopoesis sumsum tulang yang terbatas. Pada bayi, semua kavitas sumsum secara aktif terjadi hematopoetik dan bagian elemen stromal sangat tinggi. Saat pertumbuhan, hematopoesis berpindah ke tulang-tulang sentral (vertebra, sternum, costa, dan pelvis) dan sumsum di ekstremitas dan tulang kepala diganti dengan lemak. Penggantian dengan lemak ini prosesnya bertahap dan sebagian reversibel.7

Eritropoesis (produksi RBC) dikontrol oleh eritropoetin, suatu hormon yang dibentuk di apparatus juxtaglomerular di ginjal yang respon terhadap hipoksia jaringan lokal. Kadar hemoglobin yang tinggi pada fetus akibat dari produksi eritropoetin di hati sebagai respon PO2 intra uterin yang rendah. Kontrol eritropoesis oleh eritropoetin dimulai saat hematopoesis hepatik pada awal gestasi. Eritropoetin merupakan glikoprotein yang menstimulasi sel induk pluripoten primitif, mendifferensiasi sepanjang garis eritroid, yang dikenal secara in vitro sebagai erythroid

colony-forming unit. Sel eritroid yang dikenal paling awal

di in vivo adalah eritroblas, yang membentuk delapan atau lebih sel anak. Nukleus RBC yang imatur secara bertahap menjadi sel matur sebagai retikulosit sebelum dikeluarkan dari sumsum tulang. Retikulosit mempertahankan mitokondria residu dan kapasitas sintesis protein. Prekursor ini terutama pada RBC terlibat dalam produksi rantai globin , enzim glikolitik , dan heme. Masa hidup RBC 120 hari pada anak dan pada usia dewasa.7

Selama kehidupan embrio dan janin , gen globin berurutan diaktifkan dan dinonaktifkan . Hemoglobin embrio yang dihasilkan selama yolk sac

(3)

eritropoiesis , kemudian digantikan oleh hemoglobin janin ( hemoglobin F - α2γ2 ) selama fase hati . Selama trimester ketiga, produksi rantai gamma secara bertahap berkurang , dan rantai gamma diganti dengan rantai beta , sehingga menjadi hemoglobin A ( α2β2 ) . Beberapa faktor janin ( misalnya , bayi dari ibu diabetes ) mengalami keterlambatan onset produksi rantai beta , tetapi kelahiran prematur tidak . Hanya setelah lahir , dengan ekspansi paru-paru dan pembentukan fungsi kardiorespirasi yang normal, saturasi oksigen dengan cepat meningkat dari 65 % dalam rahim menjadi hampir 100 % . Sel darah merah janin memiliki waktu kelangsungan hidup singkat dibandingkan dengan waktu kelangsungan hidup sel darah merah anak ( 60 hari dibandingkan 120 hari ) . Sel darah merah janin memiliki membran kurang deformable dan memiliki perbedaan enzimatik dari sel-sel anak. Sel darah merah dipecah di dalam hati dan limpa , di mana mereka dianggap abnormal melalui pengubahan kandungan asam sialat membran dan oleh penipisan metabolik yang terjadi karena usia . Selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran, pertumbuhan yang cepat , hidup singkat RBC , dan penghentian eritropoiesis menyebabkan penurunan bertahap dalam kadar hemoglobin dengan titik terendah pada 8 sampai 10 minggu kehidupan . Ini disebut fi siologis titik terendah yang menonjol pada bayi prematur. Erythropoietin diproduksi sebagai respon turunnya hemoglobin dan menurunnya penghantaran oksigen. Eritropoiesis kemudian dilanjutkan dengan peningkatan jumlah retikulosit. Nilai hemoglobin bertahap meningkat , disertai dengan sintesis peningkatkan jumlah hemoglobin A. Pada bayi normal usia 6 bulan, hanya sintesis rantai gamma yang terjadi.7

Produksi prekursor netrofil dikontrol predominan oleh dua colony-stimulating factors. Prekursor netrofi l imatur paling banyak dikontrol oleh granulocyte-monocyte colony-stimulating factor (GM-CSF), yang diproduksi oleh monosit dan limfosit. GM-CSF meningkatkan masuknya sel prekursor primitif ke diferensiasi myeloid. Granulocyte

colony-stimulating factor (G-CSF) memicu produksi lebih

banyak prekursor granulosit matur. GM-CSF dan G-CSF, dapat meningkatkan produksi netrofil,

memperpendek masa produksi (baseline 10-14 hari) stem sel berubah ke netrofi l matur, dan menstimulasi aktivitas fungsional. Peningkatan netrofi l yang cepat pada infeksi disebabkan keluarnya penyimpanan netrofil dari sumsum tulang. Aktivitas ini juga dikontrol oleh GM-CSF. Netrofil bermigrasi dari sumsum tulang, bersirkulasi 6-7 jam, dan masuk ke jaringan, dan akhirnya menjadi sel yang tidak bersirkulasi. Produksi eosinofil dikontrol oleh hormod glikoprotein, yaitu interleukin-3.7

Megakariosit bentuknya besar, multinukleus, derivat dari sel induk primitif dan polipoid. Platelet merupakan invaginasi membran sel megakariosit dan akhiran dari perifer. Thrombopoeitin merupakan regulator primer dari produksi platelet. Platelet berfungsi merekatkan endothelium yang rusak dan permukaan subendotelial melalui reseptor spesifi k yaitu protein adhesive, faktor von Willebrand (vWF), dan fibrinogen. Platelet juga mempunyai butiran spesifi k yang keluar setelah stimulasi proses agregasi platelet. Sirkulasi 7-10 hari, dan seperti RBC, tidak mempunyai nukleus. Limfosit banyak terdapat di sumsum tulang di anak. Limfosit B terdapat di limpa dan limfonodi, selain itu terdapat limfosit T.7

2.3 Patofi siologi

Transfusi diberikan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan oksigen dan volume intravaskular. Tujuannya adalah untuk memulihkan/ mengembalikan volume intravascular, cardiac output, dan perfusi organ ke level normal. Tambahan distribusi oksigen ke organ dan jaringan hanya dapat ditingkatkan oleh sel darah merah melalui Whole Blood or Packed Red Blood Cells. Sehingga, meningkatnya Oxygen Carrying capacity adalah satu-satunya indikasi nyata untuk transfusi darah.1,6,9

Kehilangan darah yang masif terjadi terutama pada trauma, operasi yang ekstensif seperti transplantasi organ padat, perbaikan aneurisma, beberapa kondisi medis lainnya. Perdarahan akan mengakibatkan kompensasi perubahan fi siologis seperti takikardi, vasokonstriksi, dan aktivasi sitokin dan hormon, sebagaimana kaskade pembekuan untuk menjaga kehilangan volume darah yang sedang berlangsung. Akibat dari hipoperfusi (syok)

(4)

adalah asidosis metabolik yang kemudian dapat terjadi hipotermia. Faktor-faktor pembekuan dan fungsi platelet akan turun pada suhu sampai 350C. Resusitasi pasien dengan kristaloid maupun koloid akan mengakibatkan hemodilusi dan berhubungan dengan dilusi faktor pembekuan, selanjutnya mengeksaserbasi perdarahan yang lebih banyak dan akhirnya terjadi koagulopati. Semua faktor-faktor tersebut akan menghasilkan suatu trias kematian: asidosis, hipotermi dan ongoing koagulopati (lingkaran setan). Perubahan fi siologis pada syok perdarahan: (i) penurunan cardiac

output, (ii) kerusakan sel akibat hipoksia dengan

efek metabolik, (iii) aktivasi kaskade koagulasi dan fi brinolitik, (iv) aktivasi mediator infl amatori dimana menyebabkan kerusakan seluler, (v) kerusakan sel endotelial yang mengaktivasi koagulasi intravaskuler dan menyebabkan koagulasi konsumtif.3,4

2.4 Komponen Darah

Seorang donor yang memberikan komponen

whole blood (WB) dapat dipecah menjadi beberapa

fraksi komponen darah lainnya. Satu unit whole blood dapat menyediakan 1 unit packed red cells (PRC), trombosit konsentrat, dan Fresh Frozen Plasma (FFP). Teknologi apheresis mampu memisahkan komponen-komponen tersebut. Penyimpanan dari komponen darah itupun berbeda-beda dalam mempertahankan fungsinya; untuk PRC disimpan pada suhu 4-10ºC, FFP pada suhu -18˚C, trombosit pada suhu ruangan 24-25ºC. Selain itu, bank darah juga menyediakan kemasan dengan ukuran pediatrik sehingga beberapa unit darah dapat dibuat dari 1 donor dewasa.5

2.4.1 Packed Red Cells (PRC)

Pa c ke d r e d b l o o d c e l l b e r s a m a a n

dengan cairan kristaloid atau koloid sebagai penggantian volume digunakan secara umum untuk transfusi sel darah merah, pada sebagian besar negara, whole blood cell concentrates (WBC) sudah tidak digunakan secara rutin. Komponen darah yang mengandung sel darah merah diindikasikan untuk terapi pada defisit kapasitas pembawa oksigen yang simtomatis. PRC paling banyak mengandung

sel darah merah, disamping WB. Sel darah merah harus kompatibel dengan klasifikasi A-B-O dan Rhesus. PRC ditransfusikan untuk mengoptimalkan penghantaran oksigen ke jaringan. Pada transfusi masif, PRC digunakan untuk mengoptimalkan penghantaran oksigen dan meminimalkan efek samping.1,5

Crossmatched test membutuhkan waktu 45

menit, dan lebih lama jika terdeteksi antibodi terhadap sel darah merah. Pada transfusi masif, setelah 10 unit PRC dalam 24 jam, maka dapat diberikan walaupun tanpa crossmatched test. PRC yang tersimpan mengakibatkan penurunan 2,3-DPG yang akan meningkatkan afinitas oksigen dan menurunkan penghantaran oksigen, sebagaimana meningkatnya rigiditas membran sel darah merah sehingga mengurangi daya tahan sel darah merah. Perubahan ini dapat diminimalkan jika penyimpanan PRC kurang dari 2 minggu saat digunakan. Volume satu unit PRC antara 200 ml dan 350 ml, dan dapat disimpan sampai 42 hari. Biasanya, satu unit yang ditransfusikan pada dewasa dapat meningkatkan konsentrasi Hb 1 g/dl dan tergantung berat badan pasien, jumlah Hb dalam transfusi, dan umur sel.1,3,5

2.4.2 Whole Blood (WB)

Fresh ( umur <24 jam) whole blood yang tidak didinginkan berisi fresh red cells, faktor koagulan fungsional dan trombosit serta mempunyai tekanan onkotik koloid yang sesuai. Dipertimbangkan pada perdarahan tidak terkontrol disertai kehilangan 1,5-2 kali volume darah dan telah tergantikan dengan produk darah. Produk darah ini mempunyai keuntungan penghantar oksigen fungsional, ekspansi volume darah secara cepat, simultan dengan agen hemostatik yang intak dan tidak berefek hipotermia.1,8,9

2.4.3 Trombosit Konsentrat (TC)

Tr o m b o s i t m e r u p a k a n f r a g m e n megakariosit yang berperan dalam hemostasis. Dipisahkan dari whole blood melalui proses sentrifugasi atau apheresis, dan dapat disimpan

(5)

5 hari pada suhu ruangan (inkubator suhu 20º-24ºC). Trombosit memiliki antigen ABO di permukannya, sehingga dapat beresiko terhadap terjadinya inkompatibilitas. Anti-A dan anti-B pada plasma trombosit jarang menimbulkan reaksi hemolisis pada sel darah merah resipien, terutama bayi dan anak-anak. Pada orang dengan golongan darah O, harus diberikan trombosit dengan golongan darah O.5,8

Setiap unit berisi minimal 5,5x1010 platelet dan disimpan pada suhu 20-240C dengan goncangan yang ringan maksimum sampai lima hari. Satu unit platelet dari WB diperkirakan dapat meningkatkan jumlah platelet pada pasien dewasa 70 kg sekitar 5000-10.000/mm3 dan pada anak berat 18 kg 15.000/mm3. Satu unit platelet apheresis berisi minimal 3x1011 dalam 200-400 ml plasma atau ekuivalen dengan sekitar 6 unit platelet dari WB. Dosis untuk pediatrik adalah 0,1-0,3 unit/kgBB atau 10-15ml/kgBB, biasanya akan meningkatkan 30.000-90.000/mm3. Pada trombositopenia delusional dengan kehilangan darah yang masih berlangsung atau koagulopati konsumtif (misal DIC), dosis yang lebih besar (0,3 unit/ kg atau lebih) dibutuhkan untuk menaikkan platelet diatas 50.000/mm3. Karena platelet disuspensikan dalam plasma yang berisi anti A dan anti B isoaglutinin, harus ABO kompatibel dengan RBC resipien. Beberapa donor mempunyai titer isoaglutinin yang tinggi yang dapat menimbulkan hemolisis pada resipien jika volume plasma yang diberikan cukup banyak. Transfusi plasma inkompatibel, platelet derivat WB pada resipien dewasa tidak menyebabkan hemolisis yang bermakna karena volume plasma sedikit. Namun, platelet apheresis (dan platelet derivat WB untuk anak) seharusnya ABO kompatibel dengan RBC resipien. Platelet penting untuk hemostasis yang berkaitan dengan injury vaskuler pada operasi dan berperan penting dalam kontrol perdarahan operasi. Platelet juga untuk menjaga keutuhan

barrier endothelial saat kehilangan darah.

Jumlah platelet dibutuhkan lebih banyak

untuk adekuatnya hemostasis pada operasi dibandingkan kebutuhan untuk mencegah perdarahan spontan. Jumlah platelet 10.000/ mm3 dibutuhkan untuk mencegah baik pada perdarahan spontan maupun perdarahan dari prosedur invasif minor (misal tusukan lumbal, penempatan akses). Jika terdapat tanda-tanda perdarahan yang jelas atau ancaman perdarahan banyak pada operasi, dibutuhkan angka trombosit 30.000-50.000/mm3. Target 50.000/mm3 juga dibutuhkan pada transfusi masif. Platelet juga dibutuhkan pada anak dengan jumlah yang cukup namun fungsinya terganggu. Beberapa obat-obatan (misal aspirin, NSAID, plavix, glikoprotein IIa/IIIb reseptor inhibitor seperti abciximab) dan beberapa kondisi (misal gagal ginjal dengan angka blood

urea nitrogen > 60 mg/dl) menyebabkan fungsi

platelet abnormal, yang dapat mengganggu hemostasis operasi, dimana membutuhkan jumlah platelet yang lebih banyak minimal sampai berhentinya medikasi atau digantikan platelet yang tersimpan. Beberapa tindakan yang membutuhkan nilai yang lebih besar (100.000/mm3) seperti intrakaranial, mata, dan operasi telinga.5

Tidak ada ambang batas yang jelas mengenai jumlah platelet dan perdarahan secara klinis pada perioperatif, setiap anak harus dinilai secara individual pada lapangan operasi untuk bukti dari perdarahan yang abnormal. Sayangnya, belum ada alat untuk menilai fungsi platelet disamping pasien.5

2.4.4 Fresh Frozen Plasma (FFP)

Komponen Fresh Frozen Plasma merupakan porsi cairan yang dipisahkan dari whole blood kemudian dibekukan selama 8 jam. FFP berisi protein yang berfungsi menjaga integritas vaskuler, termasuk faktor koagulasi (kecuali faktor VIII, dimana cepat mengalami kerusakan), protein antikoagulan, dan protein yang terlibat dalam fibrinolisis. Kadar faktor pembekuan bervariasi dalam batas normal donor sehat, variabilitas ini tercantum sebagai konsentrasi pada tiap unit FFP. 1,5,8

(6)

Penyimpanan FFP dapat berlangsung sampai 36 bulan pada suhu 25ºC. Produk FFP setelah dicairkan pada suhu 37ºC, selama kurang ±30 menit, harus diberikan dalam 24 jam bila disimpan pada suhu 1º-6ºC. Volume 1 unit bervariasi dari 180-300 mL. Adanya anti-A dan anti-B isoaglutinin pada FFP mengharuskan tes kompatibilitas ABO. Bila golongan darah resipien tidak diketahui, dapat diberikan plasma dari donor golongan darah AB karena tidak mengandung anti-A maupun anti-B.5,8

Salah satu indikasi utama untuk FFP adalah memperbaiki koagulopati akibat transfusi masif. Indikasi lain termasuk pemanjangan waktu protrombin ( PT ) sebelum operasi atau dalam kondisi perdarahan , reversal darurat warfarin , atau defisiensi protein koagulasi spesifik c bawaan atau diperoleh dimana konsentrat faktor atau faktor rekombinan tidak tersedia ( misalnya untuk defi siensi faktor XI). Pemberian vitamin K tidak boleh diabaikan pada anak-anak yang diberikan warfarin , memiliki insufusiensi hati, atau yang mungkin memiliki rawat inap yang berkepanjangan . Koreksi dari peningkatan ringan PT ( misal INR < 1,5 ) jarang diperlukan.5

2.4.5 Cryoprecipitate

Cryoprecipitate didapatkan dari pencairan

FFP pada suhu 4º-6ºC, berisi sebagian besar plasma dan menghilangkan protein kemudian disuspensikan kembali menjadi residu plasma (15-25 mL) dan dibekukan kembali.

Cryopresipitate berisi cryoglobulin yang kaya

akan fi brinogen, faktor von Willebrand, faktor VIII, faktor XIII, dan fi bronektin.1,5,8,9

Cryoprecipitate diindikasikan untuk terapi

defisiensi faktor XIII, disfibrinogenemia, dan hipofibrinogenemia. Komponen darah ini tidak lagi digunakan untuk terapi penyakit Von

Willebrand atau hemofi lia tipe A.5

2.5 Proporsi Cairan Tubuh

Setiap akan melakukan anestesi, seorang ahli harus sudah membuat perhitungan cairan tubuh dari pasien. Volume darah dari bayi premature proporsinya lebih besar (90-100 mL/kg) dibandingkan

dengan bayi aterm (80-90 mL/kg), bayi usia 3 bulan-1 tahun (70-80 ml/kg), anak yang lebih tua (70 ml/kg). Pertimbangan lainnya adalah habitus anak. Pada obesitas, volume darah sekitar 60-65 ml/kg.5

Total cairan tubuh bayi baru lahir 75-80% dan menurun secara bertahap sebagai otot dan lemak yang meningkat sesuai umur sampai usia dewasa sekitar 60%. Cairan ekstraseluler 45% berat badan pada neonatus aterm dan 30% pada usia 1 tahun, dibandingkan pada dewasa sebesar 20%. Pada bayi aterm, lebih dapat mengkompensasi dibandingkan prematur, namun pada bayi baru lahir, mempunyai rasio luas permukaan dengan berat badan yang besar, cairan tubuh yang lebih besar, keterbatasan ginjal dalam mengkonsentrat, insensible water

loss yang lebih besar, dan aliran darah yang tinggi

sehingga mengakibatkan lebih mudah dehidrasi.5,10 Dari estimated blood volume (EBV), inisial hemoglobin atau hematokrit, estimasi dapat dihitung

maximum allowable blood loss (MABL) sebelum

dilakukan transfusi RBC. Minimum hematokrit yang diperbolehkan tergantung pada kebutuhan individual anak. Keseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan tergantung pada beberapa faktor, termasuk oksigen content di darah, cardiac output, distribusinya, dan kebutuhan metabolik. Pada anak dengan penyakit pulmonal berat atau penyakit jantung kongenital membutuhkan hematokrit yang lebih besar dibandingkan anak yang sehat. Bayi preterm membutuhkan hematokrit yang lebih tinggi untuk mencegah apnea, mengurangi kerja jantung dan respirasi, dan meningkatkan

outcome neurologi. Keputusan untuk mentransfusi

dikomunikasikan dengan neonatologist. Anak yang sehat dapat mentoleransi hematokrit dibawah 30%, diberikan saat nilainya 20-25% untuk bayi sampai dengan usia 3 bulan atau 20% untuk usia yang lebih besar jika tindakan operasi berpotensi kecil terjadi peradarahan postoperasi.5

O b s e r v a s i l a p a n g a n o p e r a s i ( u n t u k mengestimasi kehilangan darah) dan monitoring tanda vital, hematokrit, urin output, dan central

venous pressure (CVP) dapat membantu menilai

adekuatnya penggantian volume. Jika prosedur diperkirakan mengakibatkan kehilangan darah yang signifi kan dan atau pergeseran cairan, anestesiologis

(7)

menandatangani persetujuan transfusi. Sebelum dilakukan trasnfusi sel darah merah, dilakukan uji kompatibilitas ABO dan Rh. ABO dan tipe antigen Rh ditentukan, dan indirect antiglobulin test (IAT) atau screen dilakukan pada serum pasien untuk mendeteksi alloantibodi yang diluar perkiraan terhadap RBC. Uji tipe dan screen berlangsung 30-45 menit. Jika screen negative dan tidak ada antibodi yang tidak diduga ditemukan, membutuhkan 15-30 menit sehingga terjadi crossmatched terhadap PRBC. Jika antibody positif dan alloantibody terdeteksi, pelacakan selanjutnya menentukan apakah antibody signifi kan secara klinis. Sebelum transfusi, darah harus dicek identitas resipien dan kecocokan dengan PRBC yang akan ditransfusikan.4,6,8

Terdapat tiga elemen dalam penanganan perdarahan masif yaitu ekspansi volume atau penggantian dengan kristaloid dan koloid, optimalisasi oksigenasi jaringan dengan transfusi menggunakan sel darah merah, dan koreksi koagulopati serta menangani sumber perdarahan. Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan volume sirkulasi dan menghentikan sumber perdarahan (damage kontrol surgery). Dalam konteks ini, anemia normovolemik ditoleransi lebih baik daripada anemia hipovolemik. Banyaknya infus cairan harus berpedoman pada darah yang hilang, tingkat perdarahan, dan kondisi hemodinamik pasien. Penggunaan agresif kristaloid mendilusikan faktor koagulasi dan trombosit, mendukung koagulopati dan multiorgan dysfunction. Pemberian koloid dapat dipertimbangkan, terutama syok hemoragik. Namun demikian, infus koloid sintetik seperti hidroksietil-starch (HES) atau dekstran berhubungan dengan terjadinya reaksi anafi laksis, perubahan fungsi trombosit, penghambatan polimerisasi fibrin, dan stimulasi fibrinolysis yang berakibat terhadp timbulnya koagulopati. Pada pediatrik, penggunaan Albumin 5% umum digunakan untuk resusitasi. Setiap milliliter darah yang hilang diganti dengan 2-3 ml kristaloid isotonik atau 1 ml 5% albumin yang merupakan human

colloid. Namun, tidak ada bukti yang jelas bahwa

koloid lebih superior daripada kristaloid 4,6,8

Pada transfusi masif ukuran atau jumlah transfusi adalah yang utama, demikian juga kualitas harus mempertimbangkan penggunaan kateter

urin, jalur vena sentral, dan monitor arteri invasif.5 Metode umtuk estimasi MABL yaitu: (1) taksiran jumlah RBC yang bersirkulasi, (2) persamaan algoritme yang dimodifikasi, dan (3) proporsi sederhana. Metode yang paling terdepan adalah proporsi sederhana. Contoh perhitungan dengan hematokrit yang diijinkan 25%.

MABL = EBV x (hematokrit anak- hematokrit minimum yang diijinkan)

Hematokrit anak

Contoh: anak dengan berat badan 10 kg, EBV = 70ml x 10 kg = 700 ml, hematokrit 42.

Maka MABL = 700 x (42-25) = 285 ml 42

MABL hanya untuk estimasi. Hematokrit aktual akan bervariasi sesuai dengan kecepatan kehilangan darah dan penggunaan kristaloid. Terapi inisial dengan mengganti defi sit cairan dan memenuhi kebutuhan maintenance. Pemberian cairan tambahan secara langsung akan mengganti kehilangan darah dan kehilangan kompartemen ketiga. Setiap milliliter darah yang hilang diganti dengan 2-3 ml kristaloid isotonik atau 1 ml 5% albumin. Namun, mahal, dan tidak ada bukti yang jelas bahwa koloid superior daripada kristaloid.5

Jika kehilangan darah melebihi MABL atau jika hematokrit turun sampai 20-25% (terutama jika hilangnya darah diperkirakan selama operasi atau di periode pemulihan), transfusi dengan PRBC atau WB dapat segera dimulai. Jika perdarahan postoperasi kemungkinan terjadi (misal fusi spinal posterior, operasi jantung terbuka, eksisi luka bakar, dan graft), dilakukan transfusi sampai level yang lebih besar daripada hematokrit minimum yang diijinkan.5

2.6 Manajemen Transfusi

Informed consent merupakan bagian penting

dari transfusi. Hal ini diperlukan untuk semua produk transfusi darah kecuali pada kondisi darurat. Dokter harus menjelaskan kepada pasien dan orang tuanya tentang rencana transfusinya, risiko, manfaat, dan pendekatan alternatifnya. Seorang saksi, bersama dengan orang tua dan / atau wali dari pasien, harus

(8)

komponen yang diberikan, waktu pemberian dan kerja tim. Bila ada on going bleeding (perdarahan yang sedang berlangsung) dengan perkiraan memerlukan setidaknya 4 unit PRC dalam 4 jam untuk dewasa atau 40 ml/kg pada anak-anak yang mengalami perdarahan masif yang diantisipasi atau tidak diantisipasi, segera (Gambar 1): 4,11,12,14

(1) identifikasi pasien, identifikasi dan tangani sementara perdarahan aktif,

(2) stabilkan kondisi, lalu konsul atau rujuk ke pusat rujukan,

(3) panggil Blood Transfusion Service (BTS) atau tim

pelayanan tansfusi darah untuk mengaktifk an

Massive Transfusion Protocol

(4) rencanakan intervensi bedah untuk penanganan perdarahan dengan

a. ambil darah lengkap, cek INR/PTT, fi brinogen, elektrolit, kreatinin, Ca2+, Mg2+, laktat serum, crossmatched darah, Analisa Gas Darah (AGD)

b. hangatkan semua cairan

c. baru dilakukan intervensi medis baik bedah atau radiologi

d. berikan anticoagulant reversal (vit. K 10 mg

iv, Heparin Protamin 1 mg untuk setiap 100 U heparin intravena)

(5) Memulai manajemen transfusi

a. Dewasa : 6 Unit PRC, FFP 1500 cc dan

Apharesis Trombocyte 1 unit

b. Anak-anak : PRC 15 ml/kg dan FFP 10-15 cc/ kg dan TC 5-10 ml/kg

(6) Mengevaluasi ulang darah lengkap, INR/PTT, fi brinogen dan kimia darah yang dirasa perlu (Tabel 1), jika :

a. Nilai INR > 1.5, maka berikan FFP 10-15 mL/ kg dan bisa diulangi sampai INR terkontrol b. Nilai platelet :

(i) Pasien stabil, platelet < 2 x 109/L (ii) Pasien tidak stabil, platelet 30 x 109/L

– 50 x 109/L

(iii) Pasien dengan perdarahan aktif atau prosedur invasive, platelet < 50 x 109/L berikan trombosit 5-10 mL/kg. c. Fibrinogen < 100 mg/dl, dapat diberikan

1-2 unit/10 kgBB cryopresipitat untuk meningkatkan fibrinogen dan lakukan monitoring fi brinogen selama pemberian

transfusi. Adapun perhitungan yang lebih tepat dalam pemberian cryopresipitat adalah sebagai berikut :

(i) Hitung EBV (Estimated Blood Volume) (mL)

(ii) EBV x (1 – Hematokrit) = Volume plasma (mL)

(iii) (Fibrinogen target – actual Fibrinogen) x Volume plasma = kebutuhan Fibrinogen (mg)

(iv) kebutuhan fi brinogen/432 mg = jumlah unit Cryopresipitat

Tabel 1. Nilai Normal untuk Komponen Koagulasi

(7) Pe r t i m b a n g a n m e n g h e n t i k a n t e r a p i penggantian darah jika syok teratasi dan perdarahan tertangani

(8) Untuk perdarahan lebih lanjut, ulangi protokol transfusi masif berdasarkan hasil laboratorium dengan konsultasi lebih dahulu dengan BTS. Selama ini dapat dipertimbangkan pemberian antifi brinolitik (asam tranexamat 10 mg/kg iv), rekombinan faktor VIIa (0,02 – 0,05 mg/kg bolus intravena)

(9) Yang perlu dijaga adalah

a. Tekanan darah sistolik > 70 mmHg b. Urin output > 0,5 cc/kg/jam c. Temperatur tubuh > 35˚C, pH > 7,1

d. Hb > 7 g/dL dengan PRC 2-10 unit, pediatrik 15 cc/kg

e. Trombosit > 75.000 atau > 100.000 (pada CNS Injury) dengan apheresis trombosit 1 unit pada dewasa, pediatrik 5-10 ml/kg f. INR < 1,7 dengan FFP 500 – 1500 ml dewasa

atau 10-15 ml/kg pada pediatrik

g. Fibrinogen > 1 g/L dengan cryopresipitat 10 unit dewasa, pediatrik 1 unit/10 kg

(9)

2.7 Reaksi yang Merugikan pada Transfusi Transfusi produk darah pada anak mempunyai resiko yang lebih besar dibandingkan dewasa. Pada usia anak yang lebih muda, resiko lebih besar, 37:100.000 pada usia kurang dari satu tahun, 18:100.000 pada semua pediatrik, dibandingkan dewasa 13:100.000. Kalkulasi ini berdasar pada transfusi sel darah merah, dan bukan pada produk darah lainnya terutama fresh frozen plasma (FFP) dan platelet.13

Transfusi RBC dapat mendatangkan beberapa tipe reaksi transfusi. Toksisitas dari pengawet PRBC dapat menimbulkan beberapa komplikasi terutama pada bayi usia kurang dari 4 bulan. Larutan pengawet antikoagulan mempunyai komposisi NaCl, dekstrosa, adenine, manitol, trisodium sitrat, asam sitrat, dan sodium fosfat.2,6,11

Sitrat dan kalsium

Antikoagulan sodium sitrat di produk darah mengikat kalsium yang terionisasi dan pada volume transfusi yang tinggi, terutama FFP, dapat mengakibatkan hipokalsemia sementara. Metabolisme sitrat menghasilkan bikarbonat yang mengakibatkan alkalosis dan selanjutnya hipokalemia. Selama operasi, hipokalsemia ditandai dengan hipotensi walaupun penggantian volume adekuat. Penurunan yang berat pada kalsium terionisasi mengakibatkan tekanan nadi menyempit

dan pemanjangan interval QT. Hipotermi dan imaturitas fungsi hati mengganggu metabolism sitrat. Monitoring yang frekuen dari kalsium, pH, dan potassium diperlukan saat transfusi dengan volume yang tinggi (>25ml/kgBB). Koreksi kalsium glukonat (100 mg/kg) untuk penggantian rutin dan kalsium klorida (10-20 mg/kg) untuk penggantian cepat atau darurat, namun hati-hati, infus kalsium klorida yang cepat dapat mengakibatkan kematian.2,6,11

Potassium

RBC yang tersimpan memiliki potassium ekstraseluler yang banyak. Pada kecepatan transfusi yang rutin sehari-hari (10-20 ml/kg dalam 2-4 jam), K+ dari transfusi dapat ditoleransi. Transfusi RBC yang cepat yang berisi konsentrasi K+ ekstraseluler yang tinggi dapat mengakibatkan gangguan jantung fatal pada bayi, terutama bila disertai dengan asidosis dan pemberian obat-obatan atau cairan intravena yang mengandung K+. Penggunaan RBC washed,

extracellular volume reduced atau segar ( < 5-7 hari)

mungkin diperlukan. Resusitasi dengan kristaloid atau koloid sebagai pengganti infus cepat K+ pada RBC.2,6,11

Selain reaksi tersebut di atas, ada juga beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat pemberian transfusi. Adapun komplikasi tersebut terangkum pada tabel 2.

Tabel 2. Reaksi Transfusi

Kejadian Patofi siologi Gejala dan tanda Manajemen

Hemolisis akut Akibat alloantibodi (paling banyak ABO) dan terkadang autoantibodi menyebabkan hemolisis

intravaskuler yang cepat dengan aktivasi pembekuan (DIC), aktivasi mediator infl amatori dan gagal ginjal akut

Demam, menggigil, mual , nyeri dada, nyeri punggung, nyeri pada lokasi transfusi, hipotensi, dyspnea, oliguria, dan urin gelap

Resiko reaksi tipe ini jarang (1:30,000), tapi mortalitasnya tinggi (sampai 40%). Hentikan transfusi; jaga renal output dengan cairan intravena dan diuretik (furosemide atau mannitol); terapi DIC dengan heparin; dan supportif lainnya Hemolisis lambat Akibat alloantibody setelah

transfusi dan mengakibatkan kerusakan sel darah merah yang ditransfusikan, biasanya oleh hemolisis ekstravaskuler.

Demam, jaundice, anemia. Jumlah kecil dapat menjadi hemolisis kronis.

Dicatatkan dalam rekam medis untuk kehati-hatian selanjutnya. Terapi suportif. Resiko 1:2500.

Reaksi febris Biasanya disebabkan oleh leukoagglutinin pada sitokin resipien atau komponen biologis aktif lainnya.

Demam. Dapat menggigil.

Suportif. Pertimbangkan transfusi selanjutnya dengan leukocyte-poor products. Resiko 1:200.

(10)

Kejadian Patofi siologi Gejala dan tanda Manajemen Reaksi alergi Penyebabnya sebagian besar

tidak diketahui. Pada defi siensi IgA, reaksi terjadi akibat antibody terhadap IgA.

Gatal, bengkak kemerahan, kadang menggigil dan demam. Pada reaksi berat, dapat terjadi anafi laksis dengan tanda: dyspnea, edema pulmo.

Reaksi ringan-sedang: diphenhydramine. Reaksi yang lebih berat: epinephrine subcutan dan steroid intravena. Resiko reaksi alergi ringan-sedang 1:1000; reaksi anafi laksis berat 1:150,000.

Transfusion-related acute lung injury

Acute lung injury terjadi 6 jam setelah transfusi. Faktor pasien: infeksi, operasi, terapi sitokin. Faktor komponen darah: lipid, antibodi, sitokin. Interaksi faktor tersebut selama transfusi mengakibatkan lung injury yang sulit dibedakan dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome)

Tachypnea, dyspnea, hypoxia. Terdapat gambaran interstitial difus. Evaluasi kardiak normal.

Dapat dipertimbangkan produk yang lebih baru: PRC < 2 minggu, platelet < 3 hari, mencuci komponen untuk mencegah sindrom. Management: supportif. Resiko 1:2000–1:3000 tiap transfusi

Koagulopati dilusional

Kehilangan darah masif dan transfusi dengan penggantian dengan cairan atau komponen darah dan defi sien faktor pembekuan

Perdarahan . Penggantian faktor pembekuan atau platelet dengan komponen darah yang sesuai.

Kontaminasi bakteri

Kontaminasi mengakbatkan pertumbuhan bacteria atau menghasilkan endotoksin yang bermakna secara klinis

Menggigil , demam tinggi, hipotensi, gejala-gejala lain dari sepsis atau endotoksemia.

Stop transfusi; mengidentifi kasi bakteri penyebab;

membutuhkan antibiotik Graft-versus-host

disease

Lymphosit dari donor ditransfusikan pada pasien immunoincompetent.

Sindrom melibatkan beberapa organ, biasanya kulit, liver, traktus gastrointestinal dan sumsum tulang

Preventif: irradiasi (> 1500 cGy) komponen seluler darah ditransfusikan pada individu dengan sindrom immunodefi ciency kongenital atau dapatan, transfusi intrauterine, bayi yang sangat prematur, dan donor keluarga pasie.

Kelebihan besi Tidak terdapat mekanisme fi siologis terhadap pengeluaran kelebihan besi. Organ target: liver, jantung, dan endocrine. Pada pasien yang menerima transfusi red cell dalam periode panjang, akan meningkatkan kelebihan besi

Tanda dan gejala disfungsi organ dipengaruhi oleh besi

Pemberian kronik iron chelator seperti deferoxamine.

BAB III PENUTUP

Jumlah anak-anak yang memerlukan dukungan transfusi darah selama proses pembedahan tidaklah sedikit. Kurangnya informasi mengenai gangguan koagulasi pada kelompok umur pediatrik membuat problem tersendiri. Perlunya kebijakan terhadap pemberian transfusi darah adalah karena banyaknya resiko komplikasi yang ditimbulkan transfusi. Resiko tersebut antara lain adalah inkompatibilitas, infeksi bakterial maupun virus, transfusion-related acute

lung injury (TRALI). Seorang ahli anestesi harus

dapat mempertimbangkan resiko dan keuntungan pemberian transfusi, alasan yang jelas sebelum memutuskan untuk melakukan transfusi.

Transfusi produk darah pada anak memepunyai resiko yang lebih besar dibandingkan dewasa. Sistem organ yang belum matur dan kemampuan pengaturan suhu dan metabolisme yang terbatas dapat menyebabkan potensial masalah. Pada neonatus terjadi relatif polisitemia, pada usia 3-6 minggu kehidupan, akan terjadi anemia fi siologis.

(11)

Sebelum dilakukan anestesi, hendaknya dilakukan penghitungan estimasi volume darah dalam tubuh dan estimasi kehilangan darah yang diijinkan yang akan digunakan untuk memulai transfusi red blood cells. Dalam melakukan transfusi harus mempertimbangkan klinis pasien, bukan hanya hasil laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller, Ronald D. 2009. Miller’s Anesthesia Seventh Edition. Chapter 55: Transfusion Theraphy. Churcill Livingstone. p.1739 – 1764. 2. Pediatric Trauma Society. 2007. Massive

Transfusion Protocol. Diakses 18 Februari 2015,

http://pediatrictraumasociety.org/multimedia/ fi les/clinical-resources/MTP-3.pdf

3. Makroo, R.N., Walia, R., Bhatia, A., Gupta, R., 2011. Massive transfusion: where are we now?.

Apollo Medicine. p. 53-56.

4. Andreas Meiβner and Peter Schlenke. Massive Bleeding and Massive Transfusion. Transfus Med

Hemother, Apr 2012; 39(2):73-84.

5. Coté, CJ., Lerman, J., Todres, ID (Ed) . 2009. A Practice of Anesthesia for Infants and Children 4th Edition. Chapter 10: Strategies for Blood Product Management and Reducing Transfusions. p.195-219.

6. Lee, AC., Heitmiller, ES. 2014. Preventing Pediatric Transfusion-Associated Incidents of Hyperkalemic Cardiac Arrest : Wake Up Safe

Quality Improvement Initiative. Diakses 24 Februari 2015, http://www.apsf.org/newsletters/ html/2014/June/01_pedhyper.htm.

7. Scott JP. 2005. Nelsson Essentials of Pediatric.

Section XX: Hematology. 5ed. Elsevier. p. 693 8. Norfolk, D. 2013. Handbook of Transfusion

Medicine 5th Edition. United Kingdom Stationery offi ce: Blackwell.

9. Barash, PG. et al. 2013. Clinical Anesthesiology 7th Edition. Chapter 16: Hemostasis and Transfusion Medicine. Lippincott Williams & Witkinns: p.408

10. Davis, PJ., Cladis, FP., Motoyama, EK. 2011. Smith’s Anesthesia for Infants and Children 8th Edition. Chapter 5: Regulation of Fluid and Electrolytes. Elsevier & Mosby Inc : p.116 11. Chidester, SJ.,Williams, N., Wang, W., Groner,

JI. A Pediatric Massive Transfusion Protocol. J

Trauma Acute Care Surgery, Nov 2012; 73(5)

12. NSPBCP Guideline for The Appropriate Use of Blood Component/Product during Massive Transfusion in Nova Scotia. March 2013. www. gov.ns.ca/health/nspbcp/

13. Barclay, L. 2011. Transfusion Guideline in

Children Reviewed. Diakses 12 Maret 2015 :

http://www.medscape.com/viewarticle/756203 14. Clinical Guide to Transfusion Medicine.

Canadian Blood Service. March 2013. www. transfusionmedicine.ca

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Tabel 2. Reaksi Transfusi
Gambar 1. Algoritma Transfusi Masif  12

Referensi

Dokumen terkait

Kalau dalam tahap meditasi ini dirasakan atau pun merasa melihat sesuatu, jangan hiraukan terus kepada pemusatan kepada talining urip (nafas). Dengan

Dampak yang dirasakan setelah perempuan melakukan pernikahan usia dini antara lain adalah adanya sikap tertekan yang dirasakan oleh perempuan setelah menikah,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri kain poliester yang terdeposit senyawa HDTMS terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif yaitu

Bila proses memasak dimulai, lampu cook/reheat mulai menyala terus-menerus dan lampu timer padam. Jika waktu preset kurang dari total waktu memasak yang diperlukan untuk fungsi

Permeasi obat diuji melalui uji in vitro pada membran kulit hewan uji dengan metode difusi sel menggunakan dapar fosfat dan uji konsentrasi sediaan

Manisan nanas tanpa bertabur gula lebih disukai panelis (60% panelis) dibandingkan dengan manisan nanas yang bergula.. Manisan nanas tanpa gula warnanya lebih cerah yaitu lebih

Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban anggaran induk terdiri dari tiga komponen, yakni anggaran operasi, anggaran modal, dan anggaran keuangan, sementara pada PT

Skala intensi menunda tugas-tugas akademik dalam penelitian ini disusun oleh penulis sendiri dan didasarkan pada teori yang diungkapkan oleh Schouwenburg ( Ferarri dkk, 1995)