• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1 MATERIAL BAJA II.1.1 SIFAT BAHAN BAJA

Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi bangunan (jembatan atau gedung) maka baja selalu ditemukan, meskipun tentu saja volumenya tidak harus mendominasi.

Tinjauan dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitas sangat cocok dipakai mengevaluasi struktur yang diberi pembebanan. Tetapi perlu diingat bahwa selain kondisi tadi akan ada pengaruh lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup struktur bangunannya. Jadi pada suatu kondisi tertentu, suatu bangunan bahkan dapat mengalami kerusakan meskipun tanpa diberikan beban sekalipun (belum berfungsi). Jadi ketahanan bahan material konstruksi terhadap lingkungan sekitarnya adalah penting untuk diketahui agar dapat diantisipasi baik.

Baja merupakan bahan campuran besi (fe), 1.7% zat arang karbon (C), 1.65% mangan (Mn), 0.6% silicon (Si), 0.6% tembaga (Cu). Baja di hasilkan dengan menghluskan biji besi dan logam besi tua bersam adengan bahan-bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tunggku bertemperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran lainnya.

(2)

Berdasrkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni lebih kecil dari 0.15%

b) Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni 0.15% - 0.29%

c) Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) yakni 0.3% - 0.59%

d) Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yahni 0.6% - 1.7%

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalmnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut:

a) Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil 210000 Mpa.

b) Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan: G = E/2(1+µ)

Dimanaa: µ = Angka perbandingan poisson

Dengan mengambil µ = 0.30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 81000 Mpa

c) Koefisien ekspansi (α),diperhitungkan sebesar : α = 11,25 × 106 per oC d) Berat jenis baja (γ), diambil sebesar 7.85 t/m3.

(3)

Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan seperti gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 . Hubungan tegangan untuk uji tarik pada baja lunak

(sumber : Carles G. Salmon, 1986)

Keterangan gambar : σ = tegangan baja ε = regangan baja A = titik proporsional

A’ = titik batas elastic

(4)

M = titik runtuh

C = titik putus

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan dengan regangan masih linier atau keadan masih mengikuti hokum hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. diagram regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyudan

daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh ats ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastic (elasticity limit). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan regangan. Disamping itu hubungan tegangan dengan regangan tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefinisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20% dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

(5)

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat mulai meleleh. Sehingga dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.

II.1.2 JENIS BAJA

Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasrkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50 dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimate (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 2002, disajikan dalam table dibawah ini :

Tabel 2.1 Kuat tarik batas dan tegangan leleh

Sumber : SNI 2002

Jenis Baja Kuat Leleh (fy) Mpa

Tegangan Tarik Batas (fu) Mpa BJ 34 210 340 BJ 37 240 370 BJ 41 250 410 BJ 50 290 500 BJ 55 410 550

(6)

II.1.3 PROFIL BAJA

Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Beberapa jenis profil baja menurut ASTM bagian I diantaranya adalah profil IWF, O,C, profil siku (L), tiang tumpu (HP) dan profil T structural.

Gambar 2.2 Profil Baja

Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi profil M mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga memiliki aplikasi yang sama.

Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang miring, dan web yang relatif lebih tebal. Profil ini jarang di gunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar pada bagian flens.

(7)

Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang mempunyai karakteristik penampang agak bujur sangkar dengan flens dan web yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang. Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien.

Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1:6. Biasnya diaplikasikan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukaan rangka (frame opening).

Profil siku atau profil L adalah profil ayang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasanya digunakan secara gabungan, yang lebih di kenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss.

II.2 BALOK

II.2.1 TEORI BALOK

Balok atau juga sering dianggap sebagai batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen structural yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok melentur.

Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen struktur lain) untuk melakukan analisisatau desain, akan lebih mudah bila memandang elemen struktur tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat mempresentasikan sedekat mungkin dengan elemen struktur aktualnya, tetapi bentuk ideal juga harus

(8)

dapat memberikan keuntungan secara matematis. Sebagai contoh pada gambar 2.3a sebuah balok ditumpu sederhana, tumpuan tersebut adalah sendi di ujung kiri dan rol di ujung kanan akan menghasilkan suatu kondisi yang dapat diperlakukan dengan mudah secara matematis, misalnya untuk mencari reaksi, momen, geser lintang dan defleksi. Sedangkan pada gambar 2.3b diperlihatkan balok kantilever yang mempunyai tumpuan jepit di ujung kiri. Jenis tumpuan demikian memberikan reaksi vertikal dan horizontal, juga tahanan rotasi. Tumpuan jepit seperti ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan statis balok. Meskipun kondisi ideal pada umumnya tidak ada pada struktur aktual, kondisi aktual dapat mendekati kondisi ideal dan harus cukup dekat untuk digunakan dalam analisis atau desain.

Gambar 2.3 Batang Lentur

II.2.2 PERILAKU LENTUR BALOK

Suatu balok yang telah dilenturkan pada radius p dengan momen M, segmen yang ada dijadikan sebagai lentur murni. Berdasarkan dua potongan melintang AB dan CD terdapat suatu jarak yang terpisah, bagian yang sama 0ab dan bcd memberikan

(9)

Dimana y adalah jarak yang diukur dari garis rotasi (garis netral). Tetapi, regangannya adalah jarak yang cocok dari garis netral. Variasi pada tegangan pada potongan melintang itu diberikan pada diagram bahan tegangan dan regangan, berputar 90o dari orientasi konvensional, menyediakan garis regangan ϵ di skalakan melalui persamaan (a) dengan jarak y pada gambar 2.3 momen lentur M diberikan dengan :

𝑀 = ∫ 𝑦𝑓𝑑𝐴𝐴 (2.2)

Dimana dA adalah suatu elemen dari suatu luasan pada jarak y (gambar 2.4c) akan tetapi, momen M dapat ditentukan jika berhubungan antara regangan dan tegangan diketahui. Jika tegangan searah dengan regangan maka f =Eϵ, persamaan (a) dan (b) menjadi :

𝑀 = 𝐸𝑃∫ 𝑌2 𝑑𝐴 = 𝐸𝐼 𝑃

𝐴 (2.3a)

Atau mengeliminasi P pada persamaan (a) :

𝑀 = 𝐸𝐼𝜖𝑦 = 𝑓𝐼𝑦 (2.3b)

Perilaku lentur dari suatu balok dengan penampang melintang persegi panjang menghasilkan suatu diagram leleh baja. Pada persamaan (d) membuat suatu garis tegangan yang panjang jika f ≤ Fy. Ketika regangan mencapai puncak yaitu pada nilai ϵy, distribusi tegangan dan distribusi regangan di tampilkan pada gambar

2.4 b dan c, momen di atas disebut momen leleh yaitu

𝑀 = 𝐹𝑦

𝑑 2⁄ = 𝐹𝑦𝑏𝑑2

(10)

Gambar 2.4 (a) penampang balok, (b) kurva tegangan regangan, (c) penampang

melintang balok

Di mana b adalah lebar dan d adalah tinggi pada penampang melintang (gambar 2.5a). Untuk M ≤ My, momen yang cocok untuk tegangan dan regangan puncak. Jika regangan maksimum adalah 2ϵy pada gambar 2.5d, maka distribusi tegangan

ditunjukkan pada gambar 2.5e. Maka momen yang dihasilkan adalah

𝑀 = 1148𝐹𝑦𝑏𝑑2 (2.5)

Momen ini hanya 37.5% dari momen leleh yang ada walaupun regangan maksimum yang dua kali lebih besar. Masih jauh deformasi yang ditunjukkan pada gambar 2.5f, dimana sudah 90o persen dari penampang sudah mencapai leleh. Momen yang dihasilkan yaitu

(11)

Pada gambar 2.5h di tunjukkan bahwa momen telah mencapai plastis dimana momen yang ada lebih besar 0.4% dari momen pada regangan 10ϵy.

𝑀 = 𝐹

𝑦𝑏𝑑2 𝑑2

=

𝐹𝑦 𝑏 𝑑

2

4

(2.7)

Gambar 2.5 kurva tegangan-regangan pada balok baja

Momen pada persamaan (h) itu dinamakan ketahanan pada momen plastis. Yang disimbolkan dengan Mp. Ini biasanya diambil nilai batasan. Rasio antara momen plastis dan momen leleh untuk penampang di atas yaitu :

𝑀𝑝

𝑀𝑦=

𝑍

𝑆 = ξ (2.8)

(12)

II.2.3 Perilaku Lentur Balok Dengan Metode LFRD

Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah perencanaan berdasarkan tegangan kerja / working stress design (Allowable Stress

Design / ASD) dan perencanaan kondisi batas / limit state design (Load and Resistance FaktorDesign / LFRD) . Metode ASD dalam perencanaan strutkur baja

telah digunakan dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun . Dan dalam 20 tahun terakhir prinsip perencanaan struktur baja mulai beralih ke konsep LRFD yang jauh lebih rasional dengan berdasarkan pada konsep probabilitas . Berbeda dengan metode ASD yang kontrol utamanya adalah pada tegangan yang terjadi pada suatu elemen , metode LFRD yang diperkenalkan oleh AISC menggunakan faktorkelebihan beban dan koefisien reduksi kekuatan yang memungkinkan menghasilkan dimensi yang lebih rasional . Gaya – gaya ataupun momen – momen yang terjadi tidak boleh melebihi kekuatan nominal dari penampang . Koefisien reduksi kekuatan bervariasi untuk berbagai jenis keadaan , misalkan batang tarik , batang tekan , batang terlentur .

II.2.3.1 Desain LRFD Struktur Baja

Secara umum , suatu struktur dikatakan aman apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

∅𝑅𝑛 ≥ ∑ 𝛾𝑖 𝑥 𝑄𝑖 (2.9)

Bagian kiri dari persamaan 2.9 merepresentasikan tahanan atau kekuatan dari sebuah komponen atau system struktur . Dan bagian kanan persamaan menyatakan beban yang harus dipikul struktur tersebut . Jika tahanan nominal 𝑅𝑛 dikalikan suatu

(13)

faktortahanan maka akan diperoleh tahanan rencana . Namun demikian , berbagai macam beban (beban mati , beban hidup , gempa dan lain – lain ) pada bagian kanan persamaan 2.9 dikalikan suatu factor 𝛾𝑖 untuk mendapatkan jumlah beban terfaktor ∑ 𝛾𝑖 𝑥 𝑄𝑖

II.2.4 Tahanan Nominal

Tahanan nominal adalah tahanan minimum yang mampu dipikul oleh suatu elemen pada struktur. Pada tugas ini akan dibahas mengenai tahanan nominal untuk lentur balok . Perencanaan untuk lentur terhadap suatu komponen yang mendukung beban transversal seperti beban mati dan beban hidup .

II.2.4.1.Hubungan Antara Pengaruh Beban Luar

Berdasarkan peraturan standar nasional untuk struktur baja SNI 03-1729-2002 , untuk masing – masing sumbu kuat dan sumbu lemah dalam perencanaan tahanan nominal untuk lentur pada suatu balok terlentur maka harus dipenuhi syarat – syarat berikut :

Untuk sumbu kuat (sb x) harus memenuhi

𝑀𝑢𝑥≤ Ø𝑀𝑛𝑥. (2.10a)

Untuk sumbu lemah (sb y) harus memenuhi

𝑀𝑢𝑦 ≤ Ø𝑀𝑛𝑦. (2.10b)

dimana :

𝑀𝑢𝑥, 𝑀𝑢𝑦 = Momen lentur terfaktor arah sumbu x dan y menurut

(14)

𝑀𝑛𝑦 = Kuat nominal dari momen lentur memotong arah y

menurut butir 7.4, N.mm. Ø = Faktor reduksi (0,9).

𝑀𝑛𝑥 = Kuat nominal dari momen lentur penampang. 𝑀𝑛

diambil nilai yang lebih kecil dari kuat nominal penampang, untuk momen lentur terhadap sumbu x yang ditentukan oleh butir 8.2, atau kuat nominal komponen struktur untuk momen lentur terhadap sumbu x yang ditentukan oleh 8.3 pada balok baja, atau butir 8.4 khusus untuk balok pelat berdinding penuh, N-mm.

II.2.4.2 Tegangan Lentur dan Momen Plastis

Distribusi tegangan pada sebuah penampang akibat momen lentur, diperlihatkan dalam Gambar 2.6 Pada daerah beban layan, penampang masih elastik (Gambar 2.6.1), kondisi elastik berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat lelehnya (𝑓𝑦). Setelah mencapai tegangan leleh (εy), tegangan akan terus naik tanpa

diikuti kenaikan tegangan.

Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (Gambar 2.6.2), tahanan momen nominal sama dengan momen leleh Myx, dan besarnya adalah :

𝑀𝑛𝑦 = 𝑀𝑦𝑥 = 𝑆𝑥. 𝑓𝑦 (2.11)

Dan pada saat kondisi pada Gambar 2.6.4 tercapai, semua serat dalam penampang melampaui regangan lelehnya, dan dinamakan kondisi plastis. Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis Mp, dan besarnya :

(15)

Gambar 2.6

Mekanisme Struktur Baja Luluh.

II.2.4.3 Tahanan Nominal Pada Keadaan Stabilitas

Jika balok dapat dihitung pada keadaan stabil dalam kondisi plastis penuh maka kekuatan momen nominal dapat diambil sebagai kapasitas momen plastis.

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑀𝑛 < 𝑀𝑝 (2.13) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam stabilitas :

LTB = Lateral Torsional Buckling FLB = Flange Local Buckling WLB = Web Local Buckling

(16)

a. Kuat Nominal Lentur Penampang dengan Pengaruh Tekuk Lokal (FLB)

1) Batasan Momen

Momen leleh My adalah momen lentur yang menyebabkan penampang mulai

mengalami tegangan leleh yaitu diambil sama dengan fy.S dengan S adalah modulus

penampang elastisitas.

Kuat lentur plastis Mp adalah momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang

mengalami tegangan leleh harus diambil yang lebih kecil dari fy.Z atau 1,5.My dan Z

adalah modulus penampang plastis.

𝑍𝑥 = 𝐴2 . 𝑎 (2.14)

Dengan :

A = Luas penampang, cm2 a = Tinggi efektif, mm

(a = H – (2 . Cx))

(17)

Gambar 2.7

Pusat berat arah sumbu x (Cx) dan sumbu y (Cy).

b. Kuat Lentur Nominal dengan Pengaruh Tekuk Lateral (LTB) Kuat momen pada tipe kompak merupakan fungsi panjang tanpa pertambatan, 𝐿𝑏. Yang didefinisikan sebagai jarak antara titik-titik pada dukung lateral atau

pertambatan.

Gambar 2.8 Pertambatan Lateral.

Persamaan untuk teori elastis kuat tekuk lateral dapat diperoleh dalam teori stabilitas elastis. 𝑀𝑛 = 𝐿𝜋𝑏 . �𝐸. 𝐼𝑦. 𝐺. 𝐽 + �𝜋.𝐸𝐿𝑏� 2 . 𝐼𝑦. 𝐼𝑤 (2.15) Keterangan : Cx Cy

(18)

𝐿𝑏 = Panjang tanpa pertambatan.

G = Modulus geser baja, 80.000 Mpa.

J = Konstanta puntir (momen inersia puntir), mm4. Iw = Konstanta warping atau puntir lengkung, mm6.

E = Modulus elastisitas, 200.000 Mpa.

Iy =Momen inersia pengaku terhadap muka pelat badan,mm4.

Kuat momen nominal pada balok kompak untuk kondisi batas atas Mp untuk

inelastik maka momen kritis untuk tekuk lateral (tabel 8.31) pada SNI 03-1729-2002.

Profil I dan kanal ganda.

𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏 .𝜋𝐿 . �𝐸. 𝐼𝑦. 𝐺. 𝐽 + �𝜋 .𝐸𝐿 � 2

. 𝐼𝑦. 𝐼𝑤 (2.16)

Profil Kotak Pejal dan Berongga atau Masif.

𝑀𝑐𝑟 = 2 . 𝐶𝑏 . 𝐸 . �𝐿 𝑟𝑦𝐽.𝐴 (2.17)

𝐶𝑏 = 2,5 . 𝑀 12,5 . 𝑀𝑚𝑎𝑥

𝑚𝑎𝑥. + 3𝑀𝐴+ 4𝑀𝐵+ 3𝑀𝐶 ≤ 2,3

(19)

𝐿𝑝 = 1,76 . 𝑟𝑦 . �𝑓𝐸 𝑦 𝑟𝑦 = �𝐼𝐴𝑦 𝑓𝐿 = 𝑓𝑦− 𝑓𝑟 𝐿𝑟 = 𝑟𝑦 . �𝑥𝑓1 𝐿� . �1 + �1 + 𝑥2. 𝑓𝑙 2 𝑥1 = 𝑆𝜋 𝑥 . � 𝐸. 𝐺. 𝐽. 𝐴 2 𝑥2 = 4 . �𝐺. 𝐽�𝑆𝑥 2 .𝐼𝐼𝑤 𝑦 J = 2 . �𝑏𝑓 .𝑡 3 3 � 𝐼𝑤 = I2y .h 2 2 Keterangan :

Mmax = Momen maksimum pada bentang yang ditinjau.

MA = Momen pada ¼ bentang.

MB = Momen pada ½ bentang.

MC = Momen pada ¾ bentang.

Mcr = Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral, N.mm.

Cb = Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral.

L = Panjang bentang antara 2 pengekang yang berdekatan, mm. 𝑟𝑦 = Jari-jari girasi terhadap sumbu tengah, mm.

A = Luas penampang, mm2. Sx = Modulus penampang, mm3.

(20)

Untuk balok kompak

1) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿 ≤ 𝐿𝑝 kuat nominal komponen struktur terhadap momen lentur adalah

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 (2.18) 2) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿𝑝 ≤ 𝐿 ≤ 𝐿𝑟 kuat

nominal komponen struktur terhadap momen lentur adalah

𝑀𝑛 = 𝑐𝑏�𝑀𝑟+ �𝑀𝑝− 𝑀𝑟��𝐿(𝐿𝑟𝑟− 𝐿−𝐿)𝑝� (2.19)

3) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿𝑟 ≤ 𝐿 kuat nominal komponen struktur terhadap momen lentur adalah

𝑀𝑛 = 𝑀𝑐𝑟 ≤ 𝑀𝑝 ( 2.20)

II.2.5 Momen Plastis Penampang

Distribusi tegangan normanl pada suatu profil I akibat momen lentur yang berbeda intensitasnya diperlihatkan pada Gambar 2.9. Pada beban kerja penampang masih elastis (Gambar 2.9a) , dan mencapai maksimum pada saat serat terluar mencapai tegangan leleh Fy (Gambar 2.9b) . Bila tegangan telah mencapai Fy , maka momen

nominal atau momen leleh dinyatakan sebagai :

(21)

Gambar 2.9

Distribusi tegangan normal untuk intensitas beban berbeda

Bila seluruh penampang telah mencapai tegangan leleh , maka momen nominal yang disebut sebagai momen plastis dihitung dengan rumus :

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑍𝑥𝐹𝑦 (2.22)

Dimana 𝑍𝑥 disebut modulus plastis penampang arah sumbu kuat

Perbandingan momen plastis dan momen leleh disebut sebagai faktor bentuk yang dirumuskan sebagai berikut ;

𝜉 =

𝑀𝑝 𝑀𝑦

=

𝐹𝑦𝑍 𝐹𝑦𝑆

=

𝑍 𝑆

(

2.23)

(22)

II.2.6 Komponen Struktur Lentur

Komponen struktur yang mengalami lentur banyak dijumpai sebagai gelagar (girder), balok lantai (floor beam), balok anak (joist), gording dan masih banyak lagi komponen lentur yang lainnya ). Gelagar (girder), yaitu balok utama yang berpenampang tinggi dan biasanya sebagai tumpuan balok-balok lain. Sebagai contoh struktur yang mengalami lentur adalah balok sederhana (simple beam) yang menerima beban transversal terdistribusi merata (Gambar 2.10a). Akibat beban tersebut pada balok bekerja momen (Gambar 2.10b) dan gaya geser (Gambar 2.10c).

Balok adalah komponen struktur yang memikul beban – beban gravitasi , seperti beban mati dan beban hidup . Komponen struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan elemen tarik , sehingga konsep dari komponen struktur tarik dan tekan yang telah dijelaskan sebelumnya akan dikombinasikan pada pembahasan bagian ini . Diasumsikan bahwa balok tak akan tertekuk , karena bagian elemen yang mengalami tekan , sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu kuat ataupun sumbu lemahnya . Asumsi ini mendekati kenyataan , sebab dalam banyak kasus balok cukup terkekang secara lateral , sehingga masalah stabilitas tidak perlu mendapat penekanan lebih .

(23)

Gambar 2.10

Balok sederhana yang menerima beban terdistribusi merata

Akibat momen, penampang balok mengalami tegangan lentur (bending stress), akibat gaya geser penampang balok mengalami tegangan geser. Dalam keadaan penampang balok masih elastis distribusi tegangan lentur masih linier (gambar 2.10e). Tegangan maksimum terjadi pada serat terluar yang letaknya y dari garis netral adalah :

𝑓

𝑏

= ±

𝑀 𝑦

𝐼 (2.24) dengan M adalah momen pada penampang yang ditinjau dan I adalam momen

inersia. Tanda positif menunjukan tegangan tarik, dan tanda negatif menunjukan tegangan tekan.

(24)

Jika S = I/y, dengan S adalah modulus potongan (section modulus) maka persamaan (2.24) tersebut didapat

𝑓

𝑏

= ±

𝑀

𝑆 (2.25) Karena pada balok terlentur mengalami tarik dan tekan, maka balok dapat dipandang sebagai gabungan komponen tarik dan komponen tekan. Pada bagian tekan balok akan mengalami lateral-torsional buckling (tekuk lateral-puntir) seperti yang dapat dilihat pada (Gambar 2.11)

Gambar 2.11

Tiga posisi potongan profil yang mengalami laterat-torsional buckling

Disamping itu dapat juga mengalami local buckling (tekuk lokal) pada badan profil, seperti yang terlihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12

Lokal buckling pada balok (a) sayap tertekan (b) badan tertekan.

(a) (b) (c)

δ θ

(25)

II.2.6.1 Lentur Sederhana Profil Simetris

Rumus umum perhitungan tegangan akibat momen lentur

� 𝜎 =

𝑀 𝑐

𝐿

dapat

digunakan dalam kondisi yang umum . Tegangan lentur pada penampang profil yang mempunyai minimal satu sumbu simetri , dan dibebani pada pusat gesernya , dapat dihitung dari persamaan ;

𝑓 =

𝑀𝑥 𝑆𝑥

+

𝑀𝑦 𝑆𝑦

(

2.26) dengan

𝑆

𝑥

=

𝐼𝑥 𝑐𝑦 dan

𝑆

𝑦

=

𝐼𝑦 𝑐𝑥

(

2.27a) sehingga

𝑓 =

𝑀𝑥𝑐𝑦 𝐼𝑥

+

𝑀𝑦𝑐𝑥 𝐼𝑦

(

2.27b)

dengan : f = tegangan lentur

Mx , My = momen lentur arah x dan y

Sx , Sy = modulus penampang arah x dan y

Ix , Iy = momen inersia arah x dan y

(26)

Gambar 2.13

Modulus penampang berbagai tipe profil simetri

II.2.6.2 Perilaku Balok Terkekang Lateral Penuh

Distribusi tegangan pada sebuah penampang WF akibat momen lentur , diperlihatkan dalam Gambar 2.14 . Pada daerah layan , penampang masih dalam keadaan elastis (Gambar 2.14a) , kondisi elastis berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat lelehnya (𝑓𝑦) . Setelah mencapai regangan leleh (

𝜀

𝑦) , regangan akan terus naik tanpa diikuti kenaikan tegangan (Gambar 2.14)

ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (Gambar 2.14b) , tahanan momen nominal sama dengan momen leleh Myx , dan besarnya adalah :

𝑀

𝑛

= 𝑀

𝑦𝑥

= 𝑆

𝑥

. 𝑓

𝑦

(

2.28)

dan pada saat kondisi pada Gambar 2.14d tercapai ,semua serat dalam penampang

melampaui regangan lelehnya , dan dinamakan kondisi plastis . Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis Mp , yang besarnya ;

(27)

𝑀

𝑝

= 𝑓

𝑦

∫ 𝑦 𝑑𝐴 = 𝑓

𝐴 𝑦

𝑍

(

2.29) dengan Z dikenal sebagai modulus plastis

Gambar 2.14

Distribusi tegangan pada level beban berbeda

Gambar 2.15

Diagram tegangan – regangan material baja

Selanjutnya diperkenalkan istilah factor bentuk (shape factor , SF) yang merupakan perbandingan antara modulus plastis dengan modulus tampang , yaitu

(28)

𝑆𝐹 = 𝜉 =

𝑀𝑝

𝑀𝑦

=

𝑍

𝑆

(

2.30)

Untuk profil WF dalam lentur arah sumbu kuat (sumbu x ) , faktor bentuk berkisar antara 1,09 sampai 1,18 (umumnya 1,12) . Dalam arah sumbu lemah (sumbu

y) nilai faktor bentuk bisa mencapai 1,5. Pada saat tahanan momen plastis Mp

tercapai , penampang balok akan terus berdeformasi dengan tahanan lentur konstan

Mp , kondisi ini dinamakan sendi plastis . Pada suatu balok tertumpu sederhana

(sendi – rol) , munculnya sendi plastis didaerah tengah bentang akan menimbulkan situasi ketidakstabilan , yang dinamakan mekanisme keruntuhan . Secara umum , kombinasi antara 3 sendi (sendi sebenarnya dan sendi plastis) akan mengakibatkan mekanisme keruntuhan ) . Dalam Gambar 2.16 sudut rotasi 𝜃 elastis dalam daerah beban layan M , hingga sera terluar mencapi kuat leleh fy pada saat Myx . Sudut rotasi

kemudian menjadi inelastis parsial hingga momen plastis Mp bertambah . Dan pada

tengah bentang timbul rotasi 𝜃𝑢, yang mengakibatkan lendutan balok tak lagi kontinu .Agar penampang mampu mencapai 𝜃𝑢 tanpa menimbulkan keruntuhan akibat ketidakstabilan ini , maka harus dipenuhi ketiga macam syarat yakni kekangan lateral , perbandingan lebar dan tebal flens 𝑏𝑓

𝑡𝑓

,

perbandingan tinggi dan tebal web

ℎ 𝑡𝑤

(29)

II.3 Balok I Nonprismatis ( Balok Tapered )

Dasar pemikirannya sederhana bahwa ukuran (tinggi) balok disesuaikan dengan besarnya momen yang terjadi. Seperti diketahui bahwa untuk balok / portal sederhana, akibat beban merata maka momen maksimum hanya di tempat-tempat tertentu, jika simple-beam maka di lapangan, sedangkan untuk portal ada di sudut-portal. Dengan demikian jika dipakai ukuran profil yang sama di semua bentang pasti ada bagian yang tidak optimal. Oleh karena itu dengan memanfaatkan teknologi las, profil diubah sedemikian rupa menjadi bentuk tapered.

Strategi ini tentu akan cocok jika digabung dengan keunggulan baja jika digunakan dalam bentuk modul seragam, berulang dan berkuantitas besar seperti yang diterapkan pada Preengineered Steel Building. Biaya yang dikeluarkan untuk mengubah profil standar menjadi profil tapered jika dilakukan berulang-ulang akhirnya biaya produksinya dapat ditekan, dan dalam sisi lain diperoleh keuntungan dari penghematan (optimalisasi) material bajanya.

(30)

Jika digunakan teknologi pengelasan submerged-arc weld di bengkel fabrikasi maka tidak perlu bevel atau pekerjaan persiapan khusus pada bagian web yang dilas tersebut. Adapun formulasi geometri untuk pemotongan profil konvensional untuk dibuat profil tapered sbb.

Untuk desain penampang, prisipnya adalah memastikan bahwa di setiap titik, tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan ijin atau dalam format LRFD adalah Mu < 󲐀 Mn. Masalahnya, pada pembebanan merata momennya berbentuk parabola sedangkan perubahan tinggi profil tapered adalah linier. Sehingga perlu dicari lokasi tinggi kritis / critical depth (Blodget 1976) yaitu tinggi profil minimum batang

tapered yang diperlukan untuk menahan momen aktual.

Gambar 2.18 Lokasi tinggi kritis batang tapered terhadap momen aktual

Dari penelitian Blodget (1976) untuk balok tumpuan sederhana terhadap pembebanan merata maka lokasi tinggi kritis akan terletak pada ¼ bentangnya, dan bukan ditengah-tengahnya meskipun disitulah terletak momen maksimumnya.

(31)

Berbagai jenis balok taper secara umum banyak digunakan dalam industri konstruksi baja, karena keefisiensian structural yang dimilikinya, dimana dapat meminimalisir pemakaian material, kemampuan arsitekturalnya, dan tentu fungsi yang diinginkan serta dengan harga produksi yang lebih ekonomis. Namun demikian seorang perencana hanya dapat mendapatkan keseluruhan manfaat yang dimiiki balok taper jika dapat menganalisis dengan metode yang tepat, dimana dapat memperkirakan dengan tepat perilaku structural balok tersebut.

Perilaku structural kebanyakan balok tanpa pengekang lateral baik itu prismatis atau balok taper sanagat bergantung terhadap tekuk lateral torsinya, pada fenomena yang lebih kompleks dapat berupa kombinasi sumbu tekuk dan juga torsinya. Namun itu dapat dicerna secara logika, pada keseragaman dan kemudahan penggunaan, satu perilaku metode perencanaan dapat digunakan baik untuk balok perismatis juga taper. Untuk mencapai maksud tersebut pendekan paling umum adalah mencoba memodifikasi aturan dan prosedur dalam balok prismatic dengan maksud untuk melihat kemampuan lateralnya.

Tujuan sentral dari berbagai teori balok, dimana memiliki sejarah structural yang panjang salah satunya mencapai karakteristik dari berbagai perilaku balok. Dalam bidang teknik, teori balok secara tipikal diperoleh dari penggabungan dari asumsi dasar kedalam model tiga dimensi, dimana dapat memperlihatkan level hasil yang berbeda-beda. Asumsi ini kebanyakan dikenal seperti bentuk yang belum diketahui seperti perpindahan atau komponen tegangan, mungkin lebih kurang jauh lebih realistis dengan membentuk sebuah penyederhanaan yang lebih kecil, kendatipun nantinya muncul inkonsistensi tanpa diduga. Sebuah sketsa kerangka

(32)

model satu dimensi seringkali dikembangkan dan diimplementasikan secara numerical dimana dimaksudkan dalam karakteristik perilaku elastic tekuk lateral torsi dari balok taper simetris dengan badan terbuka.

Sebagai catatan balok berdinding tipis memiliki geometri tambahan, mengingat hubungan antara dua dimensi perpotongan sumbu, ketebalan dinding adalah magnitude yang lebih kecil dari panjang sumbu tengahnya.

II.4 Bentuk Dan Jenis Balok I Nonprismatis

Dalam prakteknya sendiri terdapat berbagai macam bentuk balok taper yang dapat dijumpai dilapangan maupun yang tidak sengaja dijadikan model untuk analisa perilaku balok. Dibawah ini merupakan gambaran berbagai bentuk balok taper atau balok I nonprismatis yang dapat kita jumpai di lapangan :

(33)

Gambar 2.20 Bentuk-bentuk balok I nonprismatis

Dengan memperlakukan balok I prismatic dan balok I nonprismatis sama, maka akan didapat besaran momen seperti dibawah ini :

.

Gambar 2.21 Balok taper dan balok prismatic (Polyzois and Raftoyiannis 1998)

Pembuatan balok I taper secara normal diproduksi dengan pengelasan pelat datar secara bersamaan seperti yang terjadi pada balok prismatic biasa. Saat pelat girder prismatic itu biasanya digunakan pada konstruksi jembatan, balok I taper biasanya digunakan pada bangunan baja bertingkat rendah. Dengan spesifikasi yang banyak

(34)

tersedia dari balok taper itu, menyebabkan industry bangunan baja dapat menyesuaikan harga pabrikasi dengan harga materialnya untuk mendapatkan struktur yang ekonomis dari bagian portal yang diinginkan. Bangunan baja bertingkat rendah, pada kolom maupun kasau biasanya dibuat sebagai balok taper untuk menempatkan dimana material structural yang diinginkan.

Perencanaan balok I taper diatur dalam pasal tambahan pada AISC ( American Institute of Steel Construction) LRFD (Load and Resistance Factor Design). Kendati demikian, lampiran F melarang perencana pada balok taper memiliki area flens yang sama dan balok bukan balok langsing ( ). Menariknya pada prakteknya bangunan baja bertingkat rendah memerlukan area flens yang tidak sama dan balok yang langsing, untuk mencapainya spesifikasi pada ketetapan untuk balok taper itu, dengan rasio kelangsingan ( h/tw) dari tabel B5.1 pada spesifikasi jangan melebihi λr

dimana dirumuskan pada tegangan lentur dibawah ini :

𝜆𝑟 = 5.70 �𝐹𝐸𝑦 (2.31)

II.5 Teori Metode Elemen Hingga (FEM)

Balok I nonprismatis yang merupakan material baja yang nonlinear dapat di analisis melalui rumus pendekatan yang berdasarkan metode elemen hingga. FEM merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi dalam suatu komponen struktur. Finite element methode juga dapat dipakai untuk perhitungan struktur, fluida, elektrik, static, dinamik, dan lain-lain. FEM juga dikenal sebagai metode kekakuan atau displacement methode karena yang

(35)

didapat terlebih dahulu dari perhitungan adalah perpindahan baru kemudian mencari gaya batang.

Dikarenakan perhitungan matematis yang kompleks, FEM secara utama dikembangkan untuk deformasi linear yang kecil dimana matriks kekakuan konstan. Pada kasus deformasi yang besar, matriks kekakuan dan gaya dalam menjadi fungsi dari perpindahan. Nonlinear FEM digunakan untuk memperbaiki parameter material dari pandangan pelat elastis yang tinggi. Dalam bab ini, dikembangkan model FEM nonlinear untuk deformasi geometri yang besar. dalam hal ini akan digunakan suatu model untuk memperbaiki deformasi yang ada pada struktur balok.

Suatu balok merupakan suatu batang, yang berarti satu dimensi lebih besar dari dua elemen struktur yang dapat menahan gaya transversal pada perletakan yang ada. Balok yang umum dapat digunakan sebagai struktur tersendiri atau dikombinasikan untuk membentuk struktur portal bangunan yang umum digunakan pada bangunan dan dapat digunakan pada varisai beban secara luas dengan berbagai arah. Karena kita bekerja pada gambaran struktur 2D , maka digunakan suatu balok sederhana yang membentuk suatu balok 3D di bawah pengaruh gaya yang dipakai pada balok .

II.6 Program Abaqus

Analisa tekuk lateral pada balok I nonprismatis dengan menggunakan program Abaqus 6.10, maka dalam hal ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai program Abaqus itu sendiri. Abaqus adalah paket program simulasi rekayasa yang kuat, didasarkan pada metode elemen hingga, yang dapat memecahkan masalah

(36)

mulai dari analisis linier relatif sederhana sampai simulasi nonlinier yang paling menantang. Abaqus berisi perpustakaan yang luas dari unsur-unsur yang dapat memodelkan hampir semua geometri apapun. Program ini memiliki daftar yang sangat luas dari model material yang dapat mensimulasikan perilaku sebagian besar bahan rekayasa, termasuk logam, karet, polimer, komposit, beton bertulang, busa yang lentur dan kuat, dan bahan geoteknik seperti tanah dan batuan.

Gambar 2.22 Tampilan Program Abaqus/CAE 6.10

Dirancang sebagai alat simulasi untuk keperluan umum, Abaqus dapat digunakan untuk mempelajari lebih dari sekedar masalah struktural (stres / perpindahan). Program ini dapat mensimulasikan masalah di berbagai bidang seperti perpindahan panas, difusi massal, manajemen termal dari komponen listrik (ditambah termal-listrik analisis), akustik, mekanika tanah (ditambah cairan pori-stres analisis), analisis piezoelektrik, dan dinamika fluida.

Abaqus menawarkan berbagai kemampuan untuk simulasi aplikasi linier dan nonlinier. Masalah dengan beberapa komponen dimodelkan dengan mengaitkan

(37)

geometri mendefinisikan masing-masing komponen dengan model bahan yang sesuai dan menentukan interaksi komponen. Dalam Abaqus, analisis nonlinier otomatis memilih penambahan beban yang tepat dan toleransi konvergensi dan terus menyesuaikan mereka selama analisis untuk memastikan bahwa solusi yang akurat dan efisien diperoleh.

Semua analisis dibahas sejauh ini telah linear: ada hubungan linier antara beban diterapkan dan respon dari sistem. Sebagai contoh, jika sebuah pegas nonlinier meluas statis oleh 1 m di bawah beban 10 N, maka akan memperpanjang oleh 2 m ketika beban 20 N diterapkan. Ini berarti bahwa dalam fleksibilitas Abaqus / Standar analisis linier dari struktur hanya perlu dihitung sekali (dengan merakit matriks kekakuan dan pembalik itu).

Tanggapan linier dari struktur untuk kasus beban lainnya dapat ditemukan dengan mengalikan vektor baru beban oleh matriks kekakuan terbalik. Selain itu, respon struktur terhadap kasus berbagai beban dapat ditingkatkan oleh konstanta dan / atau ditumpangkan pada satu sama lain untuk menentukan responnya terhadap kasus beban yang sama sekali baru, dengan ketentuan bahwa kasus beban baru adalah jumlah (atau beberapa) dari yang sebelumnya. Ini prinsip superposisi kasus beban mengasumsikan bahwa kondisi batas yang sama digunakan untuk semua kasus beban

II.6.1 Komponen Dari Model Analisis Abaqus

Model ABAQUS terdiri dari beberapa komponen yang berbeda yang bersama-sama menggambarkan fisik masalah yang akan dianalisis dan hasil yang akan diperoleh. Minimal model analisis terdiri dari:

(38)

II.6.1.1 Geometri diskrit

Elemen hingga dan node menentukan geometri dasar struktur fisik yang dimodelkan dalam ABAQUS. Setiap elemen dalam model merupakan bagian diskrit struktur fisik yang diwakili oleh unsure yang saling berhubungan satu sama lain oleh node. Koordinat dari node terhubung dengan elemen yang mana setiap node terhubung satu samalain dengan node yang terdiri dari model geometri. Gabungan dari keseluruhan elemen dan node pada model di sebut mesh.biasanya mesh hanya perkiraan dari struktur geometri yang sebenarnya.

Jenis elemen, lokasi, bentuk serta jumlah elemen yang saling bertautan mempengaruhi hasil dari simulasi. Semakin besar kerapatan mesh dengan semakin besarnya jumlah elemen pada mesh akan semakin akurat hasil yang di peroleh.dengan kerapatan yang meningkat pada mesh maka waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis dan mengumpulkan hasil juga meningkat. Hasil yang diperoleh biasanya pendekatan untuk solusi fisik yang ditinjau . besarnya perkiraan yang di buat dalam model geometri, perilaku material dan kondisi batas serta beban yang di berikan menentukan seberapa sesuai hasil simulasi yang dilakukan.

II.6.1.2 Properti Elemen

ABAQUS memiliki berbagai macam elemen, banyak elemen geometri tidak didefinisikan sepenuhnya oleh koordinat node, seperti lapisan shell komposit atau dimensi bagian I-beam tidak didefinisikan oleh node elemen. Data geometris tambahan yang mendefinisikan sifat fisik elemen diperlukan untuk menentukan model geometri yang benar.

(39)

Sifat dari material yang di gunakan harus di tentukan, data dari bahan berkualitas tinggi dengan modelmateri yang kompleks sehinnga ketepatan dari hasil ABAQUS terbatas dengan data material yang di berikan.

II.6.2 Beban dan Kondisi Batas

Bentuk paling umum dari pembebanan adalah: • Beban titik

• Beban tekanan pada permukaan • Distribusi traksi pada permukaan

• Beban terdistribusi dan momen di tepi shell • Kekuatan tubuh, seperti gaya gravitasi, • Beban termal

Kondisi batas untuk membatasi model dalam kondisi tetap, atau bergerak seperti yang di tentukan. Hal ini lah yang memberikan kekakuan pada model.

II.6.3 Analisis Nonlinier

Masalah struktur nonlinier adalah dimana perubahan kekakuan struktur sebagai deformasi. Semua struktur fisik nonlinier. Analisis linier adalah pendekatan nyaman yang sering memadai untuk keperluan desain. Hal ini jelas tidak memadai untuk simulasi struktural, termasuk proses manufaktur, seperti tempa, analisis kecelakaan, dan analisis komponen karet, seperti ban atau mesin tunggangan.

Karena kekakuan kini bergantung pada perpindahan, fleksibilitas awal tidak bisa lagi dikalikan dengan beban yang diterapkan untuk menghitung perpindahan untuk beban

(40)

apapun. Dalam analisis implisit nonlinear matriks kekakuan struktur harus dirakit dan dibolak-balik berkali-kali selama analisis, sehingga jauh lebih mahal untuk memecahkan daripada analisis implisit linear. Dalam analisis eksplisit biaya meningkat dari analisis nonlinier adalah karena penurunan dalam interval waktu yang stabil.

Karena respon dari sistem nonlinier bukan fungsi linear dari besarnya beban yang diterapkan, tidak mungkin untuk menciptakan solusi untuk kasus beban yang berbeda oleh superposisi. Setiap kasus beban harus didefinisikan dan dipecahkan sebagai analisis terpisah.

Ada tiga sumber non-linear dalam simulasi mekanika struktural:

 Nonlinier Bahan  Nonlinier Batas  Nonlinier Geometri

II.6.3.1 Nonlinier Bahan

Kebanyakan logam memiliki hubungan stress / strain cukup linear pada nilai regangan rendah "Bahan.", Tetapi pada strain tinggi materi, di mana titik respon menjadi nonlinier dan ireversibel.

Nonlinieritas material mungkin berkaitan dengan faktor-faktor lain selain kekakuan. Data nilai regangan dan kegagalan material keduanya bentuk nonlinieritas material. Sifat material juga bisa menjadi fungsi temperatur dan bidang standar lainnya

(41)

Gambar 2.23 Stres-regangan kurva untuk bahan elastis-plastik di bawah ketegangan uniaksial

Grafik 2.24 Tegangan-regangan kurva untuk bahan karet

II.6.3.2 Nonlinier Batas

(42)

balok kantilever, yang ditunjukkan pada Gambar 2.25, yang mengalihkan bawah beban yang diterapkan sampai berhenti.

P

Gambar 2.25 Balok kantilever dibebani sampai berhenti di tumpuan

Defleksi vertikal ujung berhubungan linier dengan beban (jika defleksi kecil) sampai kontak berhenti. Maka ada perubahan mendadak dalam kondisi batas pada ujung balok, mencegah defleksi vertikal lanjut, sehingga respon dari balok tidak lagi linear. Nonlinearities Boundary sangat terputus: bila kontak terjadi selama simulasi, ada perubahan besar dan seketika dalam respon struktur.

Contoh lain dari nonlinier batas adalah memasukkan bahan ke dalam cetakan, relatif mudah di bawah tekanan diterapkan sampai mulai memasuki cetakan. Sejak saat itu tekanan harus ditingkatkan untuk terus membentuk ke dalam cetakan karena perubahan kondisi batas.

II.6.3.3 Nonlinier Geometri

Sumber ketiga nonlinier berhubungan dengan perubahan geometri struktur selama analisis. Nonlinier geometrik terjadi setiap kali besarnya perpindahan mempengaruhi respon struktur. Hal ini bisa disebabkan oleh:

• Besar defleksi atau rotasi. • tegangan / beban awal.

(43)

Sebagai contoh, balok kantilever dimuat secara vertikal di ujung

Gambar 2.26 Defleksi besar balok kantilever

Jika defleksi ujung kecil, analisis dapat dianggap sebagai kurang linier. Namun, jika defleksi ujung besar, bentuk struktur berubah, karena adanya perubahan kekakuan. Selain itu, jika beban tidak tetap tegak lurus balok, aksi beban pada struktur terjadi perubahan signifikan. Sebagai mengalihkan kantilever balok, beban dapat dianggap menjadi tegak lurus komponen balok dan komponen bertindak sepanjang balok. Kedua efek ini berkontribusi pada respon nonlinier dari balok kantilever (yaitu, perubahan kekakuan balok sebagai beban yang dibawanya meningkat).

Orang akan berharap defleksi besar dan rotasi untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap cara struktur membawa beban. Akan tetapi, perpindahan tidak perlu harus relatif besar untuk dimensi struktur untuk nonlinier geometri untuk menjadi penting.

Dalam contoh ini ada perubahan dramatis dalam kekakuan panel seperti deformasi. Dengan demikian, meskipun besarnya perpindahan, relatif terhadap dimensi panel, cukup kecil, ada nonlinier geometrik yang signifikan dalam simulasi, yang harus dipertimbangkan.

(44)

Sebuah perbedaan penting antara produk analisis harus dicatat di sini: secara default, Abaqus / Standar mengasumsikan deformasi kecil, sementara Abaqus / eksplisit mengasumsikan deformasi yang besar.

II.6.4 Solusi Permasalahan Nonlinier

ABAQUS menggunakan metode Newton-Raphson dalam mendapatkan solusi dari masalah non linier. Dalam analisa nonlinier tidak dengan memcahkan satu persamaan seperti pada analisa linier, solusi diperoleh dengan menerapkan bebantertentu secara bertahap sehinnga di peroleh solusi akhir. Seringkali abaqus harus malakukan beberapa kali proses iterasi, jumlah tanggapan incremental adalah perkiraan solusi untuk masalah non linier. Dengan demikian ABQUS melakukan incremental dan iterasi untuk mendapatkan solusi nonlinier.

II.6.4.1 Metode Newton-Raphson

Metode newton raphson adalah metode pendekatan yang menggunakan satu titik awal dan mendekatinya dengan memperhatikan slope atau gradient pada titik tersebut.

Titik pendekatan ke n+1 dituliskan sebagai berikut

(45)

Metode ini tidak dapat digunakan ketika pendekatannya berada pada titik ekstrim atau puncak, karena pada titik ini nilai F1(x)=0 sehingga nilai penyebut dari 𝐹(𝑥)

𝐹1(𝑥)= 0 Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 2.27 Grafik pendekatan newton-raphson dengan titik pendekatan berada di puncak

Bila titik pendekatan berada pada titik puncak, maka titik selanjutnya akan berada di tak berhingga.

Metode ini menjadi sulit atau lama mendapatkan penyelesaian ketika titik pendekatannya berada di antara dua titik stasioner.

Bila titik pendekatan berada diantara dua titik puncak akan dapat mengakibatkan hilangnya penyelesaian (divergensi).

(46)

Hal ini disebabkan titik selanjutnya berada pada salah satu titik puncak atau arah pendekatannya berbeda

Gambar 2.28 Grafik pendekatan newton-raphson dengan titik pendekatan berada diantara 2 titik puncak

Untuk dapat menyelesaikan kedua permasalahan pada metode newton raphson ini, maka metode newton raphson perlu di modifikasi dengan :

1. Bila titik pendekatan berada pada titik puncak maka titik pendekatan tersebut harus di geser sedikit, x1=x1±δ dimana δ adalah konstanta yang ditentukan

(47)

2. Untuk menghindari titik–titik pendekatan yang berada jauh, sebaliknya pemakaian metode newton raphson ini di dahului oleh metode tabel, sehingga dapat di jamin konvergensi dari metode newton raphson.

Gambar 2.29 Langkah pertama iterasi (Iterasi Kesetimbangan dan Konvergen dalam Abaqus)

Pada gambar menunjukkan respon nonlinier struktur pada penambahan beban kecil. Kekakuan awal di tunjukkan adalah K0, yang di dasari pada u0 dan ∆P untuk menghitung koreksi perpindahan ca pada struktur.konfigurasi berubah menjadi ua.

Kekakuan baru dari struktur menjadi Ka berdasarkan ua dan Ia sehingga perbedaan P

dan Ia dapat di hitung

𝑅𝑎 = 𝑃 − 𝐼𝑎 (2.33)

Dimana Ra adalah kekuatan sisa dari iterasi

Jika Ra adalah 0 dalam derajat kebebasan model maka titik akan berada pada kurva

(48)

nonlinier cukup mustahil untuk mendapatkan nilai nol sehingga abaqus membandingkannya dengan nilai toleransi kekuatan sisa, abaqus menerima pembaruan konfigurasi solusi keseimbangan. Secara umum diatur pada 0,5% dari nilai rata-rata kekuatan struktur dari waktu ke waktu. Abaqus secara otomatis melakukan hal ini.

Jika nilai toleransi kurang, maka P dan Ia akan seimbang sehingga ua akan berada

pada konfigurasi kesetimbangan struktur pada dengan beban yang di tetapkan. Namun sebelumya abaqus akan melakukan koreksi perpindahan ca lebih kecil

relative terhadap perpindahan total. ∆𝑢𝑎 = 𝑢𝑎− 𝑢0 jika ca lebih besar dari

perpindahan incremental abaqus akan melakukan iterasi lain, keduanya harus sudah dirasa cukup untuk mendapatkan hasil sebelum dilakukan penambahan beban.

Jika solusi dari iterasi belum juga diperoleh maka abaqus akan melakukan iterasi lain agar keseimbangan tercapai. Dalam lanjutan iterasi ini kekakuan yang dipakai adalah Ka yang di peroleh dari hasil iterasi sebelumnya bersama dengan Ra untuk menetukan

(49)

Gambar 2.30 Langkah kedua iterasi

Abaqus menghitung kekuatan sisa yang baru Rb dengan menggunakan kekuatan dari

konfigurasi yang baru pada struktur, ub. kemudian kekuatan sisa terbesar pada derajat

kebebasan Rb akan di bandingkan terhadap toleran si kekuatan sisa dan koreksi

perpindahan untuk iterasi yang ke dua, cb. dibandingkan dengan peningkatan

perpindahan sehingga ∆𝑢𝑏 = 𝑢𝑏− 𝑢0, jika di perlukan abaqus akan melakukan iterasi lagi selanjutnya.

Gambar

Gambar 2.1 . Hubungan tegangan untuk uji tarik pada baja lunak
Tabel 2.1 Kuat tarik batas dan tegangan leleh
Gambar 2.2 Profil Baja
Gambar 2.4 (a) penampang balok, (b) kurva tegangan regangan, (c) penampang  melintang balok
+7

Referensi

Dokumen terkait

100.000 Penduduk Jumlah di suatu wila penduduk yah di pada wilayah kurun wakt dan pada u tertentu tahun yang sama x 100.000 lain kesehatan pelayanan sarana dan

Selain meningkatkan nilai pihak internal, Good Corporate Governance juga meningkatkan nilai melalui penerapan dengan para pemegang saham diantaranya menyediakan laporan

Hal penting dalam tulisan ini adalah menujukkan bagaimana surplus process berdasarkan proses resiko compound Poisson dihubungkan dengan Brownian motion with Drift

Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Presindo Akademika, Jakarta, 1985, hal 75.. baik selama pemeriksaan Pengadilan, tidak mendapat ganti kerugian, mengeluarkan uang

Terpeliharanya citra positif JICA sebagai lembaga donor Jepang di Indonesia tentunya tak lepas dari aktivitas media relations humas internal JICA yang terjalin

Masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan terkait kepenuhan syarat, integritas, independensi dan kecakapan terhadap nama-nama yang telah diumumkan oleh Tim Seleksi

Penulis menanyakan apa upaya yang sedang atau telah dilakukan untuk meningkatkan usaha Sate Pasar Lama, kemudian pemilik Sate Pasar Lama menjawab bahwa beliau

Judul dari risalah ini adalah Kaimoku (Membuka Mata), dengan tujuan penulisan: mendorong orang-orang agar terbuka matanya untuk menerima Saddharma Pundarika Sutra