E-ISSN: 2656-615X
MANAJEM EN LIKUIDITAS, RISIKO LIKUIDITAS, STRUKTUR MODAL DAN PROFITABILITAS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA
Okky Afriwan1, Lale Puspita Kembang2, Leon Mizana Aulia El Hakim3 STMIK MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan bukti empiris tentang pengaruh pengaruh likuiditas terhadap risiko likuiditas, struktur modal dan profitabilitas bank. Populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah bank-bank konvensional yang ada di Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2000-2005. Metode pen gambilan sampel adalah adalah dengan metode purposive sampling. Pengump ulan data dilakukan dengan pooling data (time series dan cross-sectional). Sampel akhir penelitian berjumlah 377 bank - tahun. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda dengan bantuan program SPSS. Untuk menguji hipotesis digunakan tiga model persamaan.
Hasil penelitian menunjukk an bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap risiko liku iditas, struktur modal dan profitabilitas. Selain itu, Non Performing Loans juga memp unyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas. Bank yang melakuk an investasi pada aset likuid non-cash akan mengurangi risiko likuiditasnya karena memuunnya Yolume kredit. Ketika bank memiliki aset likuid non-cash yang besar, maka bank semakin liquid dan bank dapat beroperasi hanya dengan memiliki modal inti yang rendah. Ketika bank memiliki aset likuid non-cash yang besar, maka bank semakin likuid tetapi pendapatan bank semakin rendah. Agar bank memperoleh manfaat dari investasinya berupa pendapatan, likuiditas, dan diversifikasi untuk mengurangi risikonya, maka bank harus menentukan besamya investasi pada aset likuid noncash.
Kata-kata kunci: Manajemen likuiditas, Struktur Modal, NonxPerforming Loans dan Profitabilitas I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan ekstemal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Kondisi tersebut menuntut bank untuk meningkatkan praktek tata kelola bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko, agar bank mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis perbankan.
Fungsi utama dari bank adalah menghasilkan dan menjual pelayanan finansial yang diinginkan oleh masyarakat. Salah satu hal yang paling penting dari pelayanan itu adalah dengan memberikan p e l a y a n a n kredit. Tetapi, tentu saja dana bank tidak semuanya dapat digunakan atau dialokasikan dalam bentuk pinjaman. Hal tersebut disebabkan karena banyak pinjaman yang tidak likuid baik karena maturitasnya maupun karena pinjaman yang
diberikan bank tidak dapat dikembalikan. Sehingga bank tidak dapat memenuhi kebutuhan kas secara
cepat.
Bank selain harus memenuhi pennintaan likuiditas para peminjam melalui lini kreditnya, juga harus memenuhi permintaan likuiditas dari para deposan melalui rekening koran. Hal tersebut membuat bank harus memperhatikan solvabilitas dan likuiditasnya. Secara tradisional, bank akan bernsaha untuk memperoleh modal untuk menutupi ketidakmampuan bank memenuhi kewajibannya (insolvency) dengan memiliki aset yang likuid (kas dan surat- surat berharga) untuk menghadapi penarikan yang tidak terduga oleh para deposan atau menghadapi ketidakmampuan peminjam melunasi pinjamannya (Saidenberg dan Strahan,
Bank yang memiliki aset yang likuid, terutama aset likuid non-cash (surat• surat berharga) dalam jumlah yang proporsional membuat bank menjadi semakin likuid. Dengan melakukan investasi pada aset likuid non-cash
E-ISSN: 2656-615X
(aset likuid bukan kas), bank juga akanmemperoleh manfaat bernpa pendapatan, likuiditas, diversifikasi untuk mengurangi risiko likuiditasnya. Investasi juga cenderung menstabilkan earning dari bank dan dapat memberikan tambahan pendapatan ketika sumber pendapatan lain (terutama bunga dari pinjaman) menurun. Likuiditas yang dimiliki oleh bank akan mempengaruhi struktur modal bank. Bank yang memiliki likuiditas yang tinggi, dapat beroperasi dengan hanya memiliki modal inti yang sedikit. Bank-bank yang memiliki likuiditas yang rendah seharusnya memiliki modal inti yang besar.
Jika bank berfokus pada kinerjanya, maka bank akan memilih untuk melakuk an penempatan dana pada aset yang mampu memberikan pendapatan yang optimal. Dengan menyalurkan dananya terhadap kredit maka bank akan memperoleh pendapatan yang cendernng lebih besar bernpa bunga kredit dibandingkan apabila bank tersebut menyalurkannya pada investasi aset likuid non-cash. Meningkatnya volume kredit akan meningkatkan pro:fitabilitasnya dan kinerja bank, apabila bank tidak mengalami risiko Non Performing Loans, akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur kepada bank. Tetapi pembelian investasi aset likuid non-cash dalam jumlah yang besar dan marketable cenderung untuk mengurangi pendapatan rata-rata bank dari earning asset-nya, ceteris paribus, cenderung mengurangi profitabilitas. Sehingga dalam melakukan manajemen terhadap risikonya, manajemen menghadapi trade-off antara profitabilitas dan likuiditas yang harus dipenuhi.
2. Rumusan Masalah
Secara lebih spesifik permasalahan-permasalahan akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap risiko likuiditas bank? 2. Apakah likuiditas mempunyai pengaruh
yang negatif terhadap struktur modal bank? 3. Apakah likuiditas mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank?
4. Apakah Non Performing Loans mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas baikk?
II. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Bank
Menurut Undang-undang Nornor 7 tahun .1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun
1998 pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak- pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan Rl Nomor 792 tahun 1990 pengertian bank adalah Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dengan kata lain bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut transaksinya bank dapat dibedakan menjadi Bank Devisa dan Bank Non Devisa. Bank Devisa adalah bank yang dapat mengadakan transaksi internasional seperti ekspor dan impor, jual beli valuta asing, dll. Sedangkan Bank Non Devisa, adalah bank yang tidak dapat melakukan transaksi intemasional atau dengan kata lain hanya dapat melakukan transaksi dalam negeri saja (Irmayanto, 2001).
2. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan bank dapat bersumber dari: 1. Dana pihak kesatu
Dana pihak kesatu adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau para pemegang saham, baik para pemegang saham pendiri maupun pihak pemegang saham yang ikut dalam usaha bank tersebut pada waktu kemudian, tennasuk para pemegang saham publik. Dalam neraca bank, dana modal sendiri tertera dalam rekening modal dan cadangan yang tercantum pada sisi pasiva (liabilities). Dana modal sendiri terdiri dari beberapa bagian (pos), yaitu: modal disetor, agio saham, cadangan• cadangan dan laba ditahan.
E-ISSN: 2656-615X
2. Dana lembaga lainnyaDana lembaga lainnya (pihak kedua) adalah dana-dana pinjaman yang berasal dari pihak luar, yang terdiri atas dana-dana sebagai berikut: callmoney, Pinjaman Biasa Antarbank, Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), Pinjaman dari Bank Sentral (BI).
3. Dana pihak ketiga
Dana pihak ketiga adalah dana yang berupa simpanan dari pihak masyarakat, berupa tabungan, simpanan deposito, simpanan giro. Dana• dana yang dihimpun masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank).
3. Alokasi Dana Bank
Dana yang telah berhasil dihimpun dari dana pihak kesatu, dana pihak ketiga dan dana lembaga lainnya, perlu dikelola secara efektif dan efisien, melalui strategi penempatan dana atau alokasi dana (investasi dana bank) berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, karena penempatan dana mempunyai beberapa tujuan yaitu (Martono, 2002):
Alokasi dana bank atau investasi dana bank yang terdapat pada sisi aktiva neraca bank dapat disalurkan dalam bentuk (Dendawijaya, 2000).
4. Kecukupan Modal Bank
Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Taswan, 2006). Bank Indonesia menetapkan kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio/CAR) PBI No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum sebesar 8% yang diukur dari persentase tertentu terhadap Akiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
CAR adalah ra sio yang m emperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yan g m en gandun g risik o (kr edit, p enyert aan , sur at berharga, tagih an pada bank lain ) iku t dibiayai dari dan a m odal sendiri bank disam pin g m em peroleh dana- dan a dar i sum ber diluar ban k. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kin erja bank un tuk m engukur kecukupan m odal yan g dimi liki bank untuk men unjan g akt iva yan g m engan d un g ata u m enghasilkan risiko, mi saln ya kr edit yan g diberik an . C AR m eru pak an in dik ator terhadap kem am puan bank untuk m enutupi
penurun an akti van ya sebagai aki bat dari keru gi an-keru gi an bank yan g disebabkan oleh aktiva yan g berisik o.
5. Risiko Bank
Perusahaan finansial (bank) sama seperti halnya dengan perusahaan non• finansial menghadapi risiko didalam menjalankan bisnisnya. Adapun risiko yang dihadapi oleh bank adalah (Peraturan BI No:5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum):
a. Risiko K.redit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. b. Risiko Pasar adalah risiko yang timbul
karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar adalah suku bunga dan nilai tukar.
c. Risiko Likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Risiko likuditas dapat melekat pada aktivitas fungsional perkreditan (penyedian dana), tresuri dan investasi, kegiatan pendanaan dan instrumen uang.. d. Risiko Operasional adalah risiko yang antara
lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya masalah ekstemal yang mempengaruhi operasional bank.
e. Risiko Hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. f. Risiko Reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negative yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
f. Risiko Strateg.ik adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan st:rategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
g. Risiko Kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan Risiko Kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara konsisten.
6. Pengertian Manajemen Likuiditas
Manajemen likuiditas merupakan suatu proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua
E-ISSN: 2656-615X
kewajiban bank yang segera hams dibayar sesuaihari jatuh temponya. Pengendalian likuiditas bank dilaksanakan setiap hari berupa jaminan agar semua alat-alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank seperti uang kas dan saldo giro pada BI dapat dimanfaatkan guna memenuhi tagihan dari nasabah atau masyarakat yang datang setiap saat misalnya dana s.impanan giro, para deposan dan pinjaman dari bank lain yang jatuh tempo.
Sebagai lembaga intennediasi keuangan untuk menjaga likuiditasnya bank harus menyediakan uang kas yang jumlahnya cukup setiap harinya. Dalam hal ini bank tidak boleh menggunakan semua simpanan nasabah, tetapi harus tersedia tunai di bank setiap hari guna melunasi bila para deposan menarik dananya.
7. Permasalahan Likuiditas yang Dihadapi Oleh Bank
Salah satu tugas yang penting yang dihadapi oleh manajemen bank adalah memastikan ketersediaan likuiditas yang dimiliki oleh bank Bank disebut likuid jika bank memiliki sejumlah dana untuk memenuhi kewajiban bank secara cepat atau secara cepat dapat meningkatkan dana likuidnya, baik dengan meminjam atau dengan menjual sejumlah asetnya. Didalam melaksanakan kewajibannya, bank rnenghadapi berbagai macam permasalahan likuiditas yang disebabkan oleh:
a. Bank meminjam sejumlah besar deposito jangka pendek, kemudian melakukan pemberian kredit jangka panjang untuk memenuhi permintaan kredit dari konsumen. Sebingga, bank menghadapi pennasalahan ketidakseimbangan antara maturitas atas asetnya dengan maturitas terhadap kewajibannya. Permasalahan yang timbul akibat adanya situasi yang tidak seimbang (mismatch situation) tersebut adalah jika bank memiliki proporsi kewajiban yang sangat besar, dan hams dibayar secara cepat, misalnya permintaan deposito, dan membayar pinjaman di pasar uang.
b. Sensitivitas bank terhadap pembahan tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga naik, maka beberapa deposan akan menarik dananya untuk memperoleh return yang
lebih tinggi dalam investasi selain bank. Beberapa peminjam akan menunda pennintaan kredit barunya atau mempercepat melunasi pinjamannnya.
Sehingga, perubahan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi pennintaan konsumen terhadap deposito dan pennintaan
konsumen akan kredit, dimana kedua hal tersebut dapat mempengaruhi posisi likuiditas bank. Lebih jauh lagi, pergerakan tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi nilai pasar aset bank yang akan dijual untuk memenuhi likuiditas tambahan, dan pada akhirnya akan mempengaruhi biaya pinjaman di pasar uang.
8. Strategi Manajemen Likuiditas
Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban- kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa penangguhan. Oleh karena itu, bank dapat dikatakan likuid apabila:
a. Bank tersebut memiliki cash asset sebesar kebutuhan yang digunakan untuk memenuhi likuiditasnya.
b. Bank tersebut memiliki cash asset yang
lebih kecil dari kebutuhan likuiditasnya,
tetapi mempunyai aset atau aktiva lainnya
(misalnya surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya.
c. Bank tersebut m em p unyai kem am puan untuk m enciptak an cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang.
Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, bank harus melakukan manajemen terhadap likuiditas melalui strategi lik:uiditas. Adapun strategi untuk mengelola likuiditas adalah (Rose, 2002):
1. Asset Liquidity Management Strategies, yaitu strategi likuiditas yang dapat digunakan manajemen untuk menghindari risiko likuiditasnya dengan memiliki aset- aset yang likuid (earning assets), yang pada mnumnya dalam bentuk kas dan pasar sekuritas. Ketik:a lik:uiditas dibutuhkan, aset tertentu akan dijual untuk menambah kas sampai dengan semua permintaan kas bank terpenuhi. Strategi manajemen likuiditas ini sering disebut juga asset conversion karena dana likuid meningkat dengan menjual atau mengubah aset noncash menjadi kas, seperti, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Surat Berharga Komersial (Commercial Paper), Surat Berharga yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali (Reverse Repo), Akseptasi Bank.
2. Borrowed Liquidity (liability) Management Strategies, yaitu manajemen bank berusaha meningkatkan dana likuidnya dengan
E-ISSN: 2656-615X
meminjam di pasar uang, sepertiFasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bank Indonesia (FPJPBI), Surat Berharga yang Dijual dengan Janji Dibeli Kembali (Repo), Surat Berharga yang diterbitkan oleh bank.
Strategi ini sering disebut juga sebagai purchased liquidity atau liability management. Meminjam dana likuid memiliki beberapa keuntungan, yaitu bank dapat memilih untuk meminjam hanya ketika bank m em erlukan dana. Tidak seperti m emi liki aset lik:uid, dim an a bebera pa aset ham s tetap dimi liki sepanjan g waktu, yang dapat menurunk an return potensial bank, karena aset likuid biasanya memiliki pendapatan yang rendah. Selain itu dengan menggunakan dana yang dipinjam, maka volume dan komposisi portofolio aset bank tidak akan berubah, jika bank merasa cukup dengan memiliki aset yang ada saat ini. Sedangkan menjual aset untuk memenuhi likuiditas akan menurunkan ukuran perusahaan oleh karena total aset yang dimiliki menurun. 3. Balanced (Assets and Liability) Liquidity Management Strategies.
Oleh karena risiko yang melekat pada meminjam likuiditas dan biaya karena memiliki aset yang likuid, maka sebagian besar bank lebih memilih untuk menggunakan strategi manajemen likuiditasnya, melalui manajemen terhadap aset dan liabilities-nya, dengan strategi balanced liquidity management. Untuk: memenuhi pennintaan likuiditas yang diharapkan, bank mengalokasikan dananya pada aset (pada prinsipnya memiliki sekuritas yang marketable dan penempatan pada bank lain), sedangkan untuk memenuhi kebutuhan anticipated liquidity lainnya diperoleh melalui lini kredit dari bank koresponden atau pemasok dana lainnya.
9. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan literatur maka dikembangkan empat hipotesis mengenai pengaruh likuiditas terhadap risiko likuiditas bank, pengaruh likuiditas terhadap struktur modal bank, pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas serta pengaruh Non Performing Loans terhadap profitabilitas. Berikut akan dijelaskan pengembangan hipotesis satu persatu.
a. Likuiditas dan Risiko Likuiditas Bank
Bank sebagai lembaga keuangan hams berusaha untuk memenuhi permintaan likuiditas nasabahnya. Untuk menjalankan fungsi intermediasinya dengan maksimal
maka bank hams dapat menentukan strategi manajemen likuiditas, dengan melakukan investasi pada aset likuid non-cash yang mampu memberikan manfaat yang paling maksimal bagi bank yaitu berupa berupa pendapatan, likuiditas, diversifikasi untuk mengurangi risikonya.
Dalam melakukan penempatan terhadap dananya, bank dihadapkan pada prioritas penempatan dananya. Prioritas utama dalam alokasi dana adalah berupa cadangan utama (primary reserve) yang dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum, keperluan operasi bank, semua penarikan simpanan, dan pennintaan pencairan kredit dari nasabah.
Prioritas kedua di dalam alokasi dana bank adalah penempatan dana-dana kedalam cadangan sekunder / aset likuid non-cash yang dapat memberikan pendapatan bagi bank dan terdiri dari surat-surat berharga paling likuid yang setap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank, seperti Sertifikat Bank Indonesia atau sekuritas jangka pendek lainnya.
Prioritas ketiga di dalam alokasi dana bank adalah penyaluran kredit. Dasar pemikirannya adalah setelah bank mencukupi cadangan utamanya serta kebutuh an cadangan likuiditas maka bank barn dapat menentukan besarnya volume k:redit yang akan diberikan. Ketika proporsi aset likuid non-cash semakin besar, maka volume k:redit bank menjadi rendah. Ketika proporsi aset likuid non• cash semakin rendah, maka volume kredit bank menjadi tinggi. Berdasarkan hal ini maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
b. Likuiditas dan Struktur Modal Bank
Bank yang memiliki aset yang likuid, terutama aset likuid non-cash ( surat• surat berharga) dalam jumlah yang proporsional membuat bank menjadi semakin likuid. Dengan melakukan investasi pada aset likuid non-cash (aset likuid bukan kas), bank juga akan memperoleh manfaat berupa pendapatan, likuiditas, diversi:fikasi untuk mengurangi risiko likuiditasnya. Likuiditas yang dimiliki oleh bank akan mempengaruhi struktur modal bank Bank yang memiliki likuiditas yang tinggi, dapat beroperasi dengan hanya memiliki modal inti yang sedikit. Bank-bank yang memiliki likuiditas yang rendah seharusnya memiliki modal inti yang besar.
E-ISSN: 2656-615X
hipotesis sebagai berikut:H: Likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap struktur modal bank.
c. Likuiditas, Non Performing Loans dan Profitabilitas Bank
Dalam kegiatan operasionalnya, kinerja bank akan diukur dari peningkatan profitabilitas bank dari tahun ke tahun. Profitabilitas yang tinggi, sebagian besar disebabkan karena bank memiliki penempatan kredit yang cukup tinggi sehingga tank mendapatkan pendapatan bunga yang cukup besar. Tetapi jumlah penem patan ked it yan g tinggi m embawa konsekuensi risik o yan g tin ggi pula aki bat tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur (Non Performing Loans/NPL) yang tinggi.. Semakin tinggi NPL bank, berarti semakin besar risiko yang ditanggung bank melalui penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) yang semakin besar yang pada akhirnya akan mengurangi profitabilitas bank. Jika dibandingkan dengan apabila bank tersebut menyalurkannya pada yang rendah, karena penempatan bank pada aset-aset yang likuid memiliki risiko investasi aset likuid non-cash, bank hanya akan mendapatkan pendapatan bunga yang rendah atau bahkan tidak berisiko, misal penempatan pada SBI yang risk free rate. Tetapi dengan memiliki aset likuid non-cash yang cukup membuat bank dapat memenuhi permintaan likuiditas baik dari nasabah maupun dari peminjam. Sehingga dalam melakukan manajemen terhadap risiko likuditasnya, manajemen menghadapi trade-off antara profitabilitas dan likuiditas yang harus dipenuhi. Berdasarkan hal ini maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
Hs: Likuditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas.
H: Non Performing Loans mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas.
10. Variabel Kontrol
Penggunaan variabel kontrol bertujuan untuk memurnikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini diharapkan signifikansi variabel independen menjadi tinggi dan memperkecil error term. Penelitian
ini menggunakan variabel kontrol berupa Kecukupan Modal Bank (CAR), total aktiva bank (SIZE), Non Performing Loans (NPL) dan Reserve Requirement (RR). Kecukupan modal bank mempunyai pengaruh yang positif terhadap profitabilitas. Manajemen risiko likuiditas mengarahkan agar bank mengurangi penempatan dananya pada aset-aset yang berisiko, sehingga secara tidak langsung dengan melakukan manajemen risiko akan mempengaruhi kecukupan modal bank. Ketika bank memiliki risiko likuiditas yang besar akibat penempatan dana pada aset yang berisiko, seharusnya bank memiliki kecukupan modal yang besar. Dengan memiliki modal yang besar, maka dapat bank menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleb aktiva yang berisiko. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa bank yang memiliki kecukupan modal yang besar menunjukkan bahwa bank memiliki aktiva dengan risiko yang besar, yang dapat menghasilkan profitabilitas yang tinggi (high risk, high return).
Total aktiva bank mempunyai pengaruh yang positif terhadap risiko likuiditas dan memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal bank.
Besamya total aktiva yang dimiliki
memperlihatkan ukuran bank. Bank yang besar memiliki akses yang lebih mudah terhadap pasar uang untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, sehingga memungkinkan bank-bank tersebut untuk melakukan manajemen likuiditas lewat pasivanya. Keuntungan utama pada manajemen pasiva adalah bahwa aktiva dapat digeser dari instrumen pasar uang Yang memberikan keuntungan yang rendah menjadi kredit yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko bkuiditas bank.
Bank-bank besar memiliki risiko likuiditas yang lebih besar daripada bank- bank
kecil. Sehingga semakin besar total aktiva suatu
bank, maka bank-bank tersebut hams memiliki modal inti yang lebih besar. Sedangkan bank-bank kecil dapat beroperasi hanya dengan memiliki modal inti yang lebih sedikit (Infobank, 2003).
Non Performing Loans (NPL) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
profitabilitas bank. Besarnya NPL yang
dimiliki memperlihatkan besarnya risiko kredit
yang dimiliki oleh bank akibat tidak
terpenuhinya kewajiban nasabah untuk membayar kredit. Pertumbuhan volume kredit yang semakin
E-ISSN: 2656-615X
profitabilitas yang lebih besar, membawakonsekuensi terjadinya NPL. Ketika NPL bank semakin meningkat, maka profitabilitas bank akan menurun akiba semakin besarnya penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) yang semakin besar.
Reserve Requirement (RR) adalah
ketentuan bagi setiap bank umum untuk
menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga
yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro
wajib minimum (GWM) berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia,
sebesar 5%. RR merupakan prioritas pertama bagi
bank untuk menempatkan dananya. Sehingga
dengan adanya prioritas penempatan dana oleh bank maka RR akan mempengaruhi risiko likuiditas. 1. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah 132 bank konvensional yang beroperasi di Indonesia periode tahun 2000 sampai dengan 2005. Metode pengambilan sampel penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu pemilihan anggota sampel berdasarkan kriteria tertentu (Cooper dan Schindler, 2003). Bank konvensional akan menjadi sampel jika memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Merupakan bank konvensional yang telah mempublikasikan laporan keuangannya pada
Direktori Bank Indonesia dengan periode pelaporan tahun 2000 sampai dengan 2005.
b. Bank tersebut dalam tahun yang diteliti tidak sedang melakuk:an merger. Bank harus memiliki data yang dibutuhkan dalam penelitian dengan lengkap. Bank memiliki profitabilitas yang positif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pooling data (time series dan cross sectional). Teknik pooling data dilakukan dengan menjumlahkan seluruh perusahaan yang memenuhi kriteria, pada tahun 2000-2005. Apabila suatu perusahaan pada salah satu tahun pengamatan tidak memenuhi kriteria sedangkan tahun lainnya dalam periode pengamatan memenuhi kriteria, maka perusahaan dimasukkan dalam sampel penelitian. Keunggulan pooling data ini adalah diperolehnya jumlah sampel yang lebih besar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan power of test dari penelitian.
Berdasarkan metode pengambilan sam pel dan pengum pulan data, sam pel pen
elitian ini berjum lah 442 ban k/tahun . Setelah mengeluarkan data-data ekstr im outlier) dan melakukan pengujian normalitas, maka jumlah data yang valid hanya 377 bank/tahun selama periode tahun 2000-2005. 2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan yang dipublikasikan dari tahun 2000-2005, berupa nilai aset likuid (non• cash assets) yang dimiliki oleh bank, Loan to Deposit Ratio (LDR), Modal Inti bank, Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), total aktiva bank, Non Performing Loans (NPL), dan Reserve.
5. Teknik Analisis
Tekn ik analisis data dalam penelitian ini menggun akan regresi bergan da dengan bantuan pro gr am SPSS . Pengujian terhadap hipotesis pada dasam ya dilakuk an setelah deteksi outlier dan uji pelanggaran asumsi klasik. Hal ini bertujuan agar basil perhitungan tersebut dapat diinterpretasikan secara tepat dan efisien.
a. Deteksi Outlier
Outlier adalah kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya. Deteksi terhadap outlier secara univariate dapat dilakukan dengan menentukan nilai batas yang akan dikategorikan sebagai outlier, yaitu mengkonversikan nilai data kedalam skor standardized atau yang biasa disebut Z- skor. Menurut Hair (1998) untuk kasus sampel kecil (kurang dari 80), maka standar skor dengan nilai ± 2,5 dinyatakan outlier, sementara untuk sampel besar standar skor dinyatakan outlier jika nilainya pada kisaran 3 sampai 4. Hal ini relatif sama dengan penggunaan standar deviasi yang berkisar 2,5 atau 3 atau 4 standar deviasi, disesuaikan dengan besamya sampel yang dimiliki.
Dengan menggunakan standar skor 3 (sampel relatif besar, yaitu sebanyak 442 perusahaan tahun) maka data yang tennasuk outlier dikeluarkan dari sampel. Hal mi dilakukan dalam beberapa kali sehingga dalam sampel sudah tidak terdapat outlier lagi. Jumlah sampel akhir dari penelitian ini adalah 377 perusahaan-tahun.
b. Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan regresi berganda dalam menguji hipotesis haruslah menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi
E-ISSN: 2656-615X
klasik. Dalam penelitian ini asumsi klasik yangdianggap penting adalah tidak terjadi multikolinearitas antara variabel independen, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi heteroskedastisitas, serta normalitas.
1. Uji Multikolinearitas
Mu1tikolinearitas yaitu adanya hubungan yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas akan mengakibatkan ketidakpastian estimasi, sehingga mengarahkan kesimpulan pada pemerimaan hipotesis nol. Hal ini menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak signifikan dan standar deviasi sangat sensitif terhadap perubahan data. Menurut Gujarati (2003), sebaiknya dalam regresi berganda tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen. Gejala multikolineritas dideteksi dengan menggun akan nilai tolerance (TO L), Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance variabel independen < 0,10 berarti terdapat korelasi antar variabel independen. Jika nilai tolerance variabel independen > 0,10 berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika nilai Variance Inflation Factor (VI F) variabel independen > 10 berarti terdapat multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel independen <10 berarti tidak terdapat multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
2. Uji Autokorelasi
Model penelitian yang baik adalah tidak terjadi autokorelasi. M enurut Gujarati (2003), autokorelasi yaitu adanya hubungan kesalahan-kesalahan yang muncul pada data runtun waktu (time series). Apabila terjadi gejala autokorelasi maka estimator least square masih tidak bias, tetapi menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat menggunakan Uji Durbin-Watson (Uji DW). Rule of thumb dari uji DW adalah sebagai berikut: jika 0<d<dl maka terdapat autokorekasi positif, jika dl<d<du maka tidak ada keputusan apakah terdapat autokorelasi positif, jika 4-dl<d<4 maka terdapat autokorelasi negatif, jika 4-dud<4• dl maka tidak ada keputusan mengenai korelasi negatif , dan jika
du<d<4-du maka tidak terdapat autokorelasi baik positif atau negatif.
Selain itu, deteksi gejala autokorelasi dapat rnenggunakan uji Run Test. Run test digunakan untuk rnelihat apakah data residual adalah acak atau random. Hal ini dapat dilihat dari signifikansi nilai test. Apabila signifikansi nilai test < 5%, berarti residual tidak random atau terjadi autokorelasi antara nilai residual. Apabila signifikansi nilai test > 5% , berarti residual random atau tidak terjadi autokorelasi antara nilai residual (Ghozali, 2005).
3. Uji Heteroskedastisitas
Model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Gujarati 2003) heteroskedastisitas terjadi apabila variabel penganggu atau residual m e m i l i k i varian yang berbeda dari satu observasi ke observasi lainnya, atau varian antar ariabel independen tidak sama. Hal ini melanggar asumsi homoskedastisitas, yaitu setiap variabel penjelas mempunyai varian yang sama (konstan). Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dapat digunakan uji Glejser, dengan rneregres nilai absolute residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003). Jika variabel independen signifikan secara statistik, berarti terdapat heteroskedastisitas.
Apabila terjadi hetero
skedastisitas, estimator least square masih tidak bias, etapi menjadi tidak efisien (Gujarati, 2003). Jika varians diketahui, untuk memperbaiki model dapat digunakan regresi Weighted Least Square (WLS) Gujarati, 2003), yang dapat ditimbang dengan absolute residual, atau residual kuadrat, atau salah satu variabel independen. 4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Hal ini disebabkan uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak dapat digunakan uji statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S). Apabila nilai Kolmogorov• mirnov signifikan, maka residual tidak terdistribusi secara normal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
E-ISSN: 2656-615X
statistik deskriptif, hasil pengujian hipotesis danpembahasan hasil penelitian. 1. Statistik Deskriptif
Dalam statistik deskriptif, terdiri dari tiga pokok bahasan, yaitu statistik deskriptif strategi likuiditas bank, statistik deskriptif aset likuid noncash yang dimiliki bank, dan statistik deskriptif variabel penelitian.
a. Strategi Likuiditas Bank
Dari statistik deskriptif dibawah diperoleh hasil bahwa bank-bank yang ada di Indonesia, sebagian besar menggunakan strategi asset conversion, dengan permcran:
• Bank yang melakukan strategi asset conversion sebanyak 58 bank.
• Bank yang melakukan strategi balanced liquidity sebanyak 22 bank. 3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu likuiditas dan risiko likuiditas bank, likuiditas dan struktur modal bank, serta likuiditas, Non Performing Loans dan profitabilitas bank. Pembahasannya adalah sebagai berikut.
a. Likuiditas dan Risiko Likuiditas Bank
Hipotesis pertama menyatakan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap risiko likuiditas bank. Risiko likuiditas bank diukur dengan menggunakan proksi LDR. Hipotesis ini terdukung karena koe:fisien LIQ pada model (1) bernilai -0,876 dan signifikan pada a 1 %. Hal ini berarti semakin besar aset likuid yang dimiliki bank (semakin likuid suatu
bank), maka semakin rendah risiko
likuiditas bank. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap risiko likuiditas bank.
Ketika bank memiliki prinsip
kehati-hatian, maka bank lebih
memprioritaskan untuk mengurangi
risikonya. Dalam penelitian ini, dimana lebih berfokus pada manajemen risiko likuditas maka bank akan melakukan investasi dananya pada aset likuid noncash yang dapat memberikan manfaat likuiditas dan pendapatan. Sehingga investasi dalam
bentuk aset likuid noncash akan
mempengaruhi volume kredit yang
akan diberikan oleh bank. Semakin
besar proporsi investasi bank pada aset
likuid noncash, maka volume kredit
yang diberikan semakin menurun.
b. Likuiditas dan Struktur Modal Bank
Hipotesis kedua menyatakan bahwa
likuiditas mempunyai pengaruh yang
negatif
terhadap struktur modal bank. Struktur
modal bank diukur dengan menggunakan proksi MI. Hipotesis ini terdukung karena
koefisien LIQ pada model (2) bernilai
0,188 dan signifikan pada a 1 %. Hal ini berarti
semakin besar aset likuid yang dimiliki bank
(semakin likuid suatu bank), maka semakin
rendah struktur modal bank. Seh.ingga dapat ditarik kesimpulan bahwa likuiditas
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
struktur modal bank.
Bank yang memiliki aset yang likuid, terntama aset likuid non-cash (surat• surat berharga) dalam jumlah yang proporsional
membuat bank menjadi semakin likuid.
Dengan melakukan investasi pada aset likuid non-cash (aset likuid bukan kas), bank juga
akan memperoleh manfaat berupa
pendapatan, likuiditas, diversifikasi untuk
mengurangi risiko likuiditasnya. Likuiditas yang dimiliki oleh bank akan mempengaruhi
struktur modal bank. Bank yang memiliki
likuiditas yang tinggi, dapat beroperasi
dengan hanya memiliki modal inti yang sedikit. Bank-bank yang memiliki likuiditas
yang rendah seharusnya memiliki modal inti
yang besar.
c. Likuiditas, Non Performing Loans dan Profitabilitas Bank
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa likuiditas mempunyai pengarnh yang negatif terhadap profitabilitas bank. Profitabilitas bank diukur dengan menggunakan proksi ROA. Hipotesis ini terdukung karena koefisien LIQ pada model (3) bernilai -0,017 dan sign.ifikan pada a. 1%. Hal ini berarti semakin besar aset likuid yang dimiliki bank (semakin likuid suatu bank), maka semakin rendah profitabilitas bank. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa
Non Performing Loans secara mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank. Profitabilitas bank diukur dengan menggunakan proksi ROA. Hipotesis ini terdukung karena koefisien NPL pada model (3) bemilai -0,083 dan signifikan pada a 1 %. Hal ini berarti semakin besar Non Performing Loans bank, maka semakin rendah
E-ISSN: 2656-615X
profitabilitas bank. Sehingga dapat ditarikkesimpulan bahwa Non Performing Loans
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank.
Dalam melakukan manajemen risiko, bank menghadapi trade-off antara likuiditas dan profitabilitas. Ketika bank lebih berinvestasi pada aset yang likuid (earning asset), dapat memberikan pendapatan bagi bank tetapi tidak sebesar pendapatan yang diperoleh bank oleh karena penempatan pada kredit dalam jumlah yang besar dengan risiko yang besar (high risk, high return) tanpa mengalami peningkatan NPL.
d. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang mempengaruhi
risiko likuiditas bank adalah Reserve
Requirement (RR), dan SIZE. Variabel RR memiliki pengaruh negatif terhadap risiko likuiditas (LDR) bank. Hal in.i berarti semakin besar Reserve Requirement (RR) maka risiko likuiditas (LDR) bank akan semakin rendah. Variabel SIZE memiliki pengaruh positif terhadap risiko likuiditas (LDR) bank. Hal ini berarti semakin besar total aktiva suatu bank maka semakin besar risiko likuiditas (LDR) bank.
Variabel kontrol yang mempengaruhi struktur modal bank secara signifikan adalah SIZE bank. Variabel SIZE memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal. Bank-bank besar memiliki risiko likuiditas yang besar jika dibandingkan dengan bank-bank kecil. Sehingga semakin besar total aktiva suatu bank, maka bank-bank tersebut hams memiliki modal inti yang lebih besar. Sedangkan bank- bank kecil dapat beroperasi hanya dengan memiliki modal inti yang lebih sedikit.
Sedangkan variabel kontrol yang mempengamhi profitabilitas bank secara signifikan adalah CAR dan NPL bank. Variabel CAR memiliki pengaruh yang positif terhadap profitabilitas. Variabel NPL memiliki pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas. Hal ini berarti bahwa semakin besar risiko bank karena memiliki NPL yang tinggi, maka semakin rendah profitabilitas
(ROA) bank.
1. Pengujian Asumsi Klasik
Setelah dilakukan pengujian awal mengenai nonnalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas, ternyata 2 model yang digunakan tidak lulus uji heteroskedastisitas. Pada model yang
digunakan terdapat beberapa variabel yang terkena heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena data menghimpun berbagai ukuran
(kecil, sedang dan besar). Oleh sebab itu
dilakukan perbaikan model dengan menggunakan Weighted Least Square. Setelah menggunakan WLS yan g ditim ban g dengan residual kuadrat, absolute residual, dan
beberapa variabel independen, ternyata
hasilnya tetap ada beberapa variabel yang masih
terkena heteroskedastisitas. Sehingga model
yang digunakan untuk pengujian hipotesis
tetap menggunakan model awal dengan
beberapa variabel yang terkena
heteroskedastisitas. a. Uji Multikolinearitas
Gejala multikolineritas dideteksi
dengan menggunakan uji nilai tolerance
(TOL) dan VIF. Menumt Gujarati
(2003) semakin besar nilai VIF maka
semakin tinggi multikolinearitas antara
variabel independen. Jika nilai VIF
mendekati 1 dan TOL lebih besar dari 0,1 maka tidak terdapat multikolineritas yang berbahaya dalam model penelitian (Hair et al, 1998). Nilai VIF untuk
pengujian hipotesis 1,2,3 dan 4
mendekati 1 dan nilai TOL tidak ada yang kurang dari 0,1. Oleh karenanya
ketiga model regresi yang digunakan
untuk: pengujian hipotesis bebas dari
multikolinieritas yang berbahaya. Nilai tolerancedan VIF dapat dilihat pada halaman Iampiran.
b. Uji Autokorelasi
Deteksi gejala autokorelasi
dilakukan dengan menggunakan uji Run
Test. Hal ini dapat dilihat dari signifikansi nilai test. Apabila nilai test signifik:an maka
model terkena autokorelasi. Berdasarkan
basil pengujian tidak satupun dari ketiga
model regresi yang digunakan memiliki
nilai test yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa model terbebas dari adanya autokorelasi. Nilai dan signifiakansi nilai test dapat dilihat pada halaman lampiran.
. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Berdasarkan uji ini jika nilai variabel independen atau kontrol tidak signifikan, maka model bebas dari heteroskedastisitas. Namun pada model regresi
E-ISSN: 2656-615X
memperlihatkan adanya nilai variabel yangsignifikan, yang berarti model terkena hetero. Pada model (2) dengan variabel dependen MI terdapat variabel yang terkena hetero, yaitu variabel LIQ. Sedangkan pada model (3) dengan variabel dependen ROA terdapat variabel yang terkena hetero, yaitu variabel
CAR. Apabila terjadi heteroskedastisitas,
estimator least square masih tidak bias, tetapi
menjadi tidak efisien (Gujarati, 2003). Oleh sebab itu model masih dapat digunakan dalam pengujian. Nilai dan signifikansi variabel independen dan kontrol dapat dilihat pada halaman lampiran.
d. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah variabel
pengganggu atau residual dalam model regresi terdistribusi secara normal, digunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Kolmogorov-Smirnov signifikan,
maka eror tidak terdistribusi normal.
Berdasarkan hasil pengujian, model I dan 3 eror terdistribusi normal (tidak signifikan dalam a, 5%). Sementara itu pada model 2 nilai Kolmogorov-Smirnov signifikan pada a, 5%. Hal ini menunjukkan bahwa eror tidak terdistribusi dengan normal. Namun karena sampel cukup besar maka diharapkan model masih dapat digunakan.
Bagian ini membahas tiga pokok bahasan, yaitu simpulan, implikasi penelitian, keterbatasan dan saran.
1. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh likuiditas terhadap risiko likuiditas, struktur modal dan profitabilitas pada industri perbankan di Indonesia. Secara ri:nci penelitian ini bertujuan menguji apakah likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap risiko likuiditas bank, menguji apakah likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap struktur modal bank, menguji apakah likuiditas mempunyai pengamh yang negatif terhadap profitabilitas bank dan menguji apakah
Non Performing Loans mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank. Berdasarkan hasil pengujian dan analisisnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Likuiditas mempunyai pengaruh yang
negatif terhadap risiko likuiditas bank.
Artinya bahwa semakin besar aset likuid yang dimiliki bank (semakin likuid suatu bank), maka semakin rendah risiko likuiditas bank yang ditunjukkan dengan LDR.
b. Likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap struktur modal bank. Artin ya bahwa semakin besar aset likuid yang dimiliki bank (semakin likuid suatu bank), maka semakin rendah
struktur modal yang dimiliki bank yang
ditunjukkan denga.n MI.
c. Likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank. Artinya semakin besar aset likuid yang dimiliki bank ( semakin likuid suatu bank), maka semakin rendah profitabilitas bank yang ditunjukkan dengan ROA.
d. Non Performing Loans mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas bank.
Artinya semakin besar Non
Performing Loans bank maka
semakin rendah profitabilitas bank yang ditunjukkan dengan ROA.
2. Implikasi Penelitian
Bank merupakan lembaga keuangan yang didalam menjalankan fungsinya, didasarkan pada kepercayaan masyarakat. Bank harus mampu memberikan keyakinan kepada nasabahnya bahwa mereka bisa mempercayai bank untuk mengelola dananya. Dana yang dih.impun tersebut hams dikelola secara efektif dan efisien dengan mengalokasikan dana tersebut pada investasi yang dapat memberikan t.ingkat rentabilitas yang tinggi, dan dapat menjaga posisi likuiditas bank agar tetap aman, dengan memilih strategi yang tepat bagi bank. Sela.in memilih strategi manajemen likuiditas yang tepat, bank juga hams mernilih surat berharga yang paling likuid dan dapat dengan secepatnya dapat membantu kebutuhan likuiditas bank , tetapi tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi bank. Manajemen lik:uiditas yang dilakukan oleh bank pada akhirnya akan mempengaruhi risiko likuiditas bank, struktur modal dan profitabilitas bank. Sehingga dengan melakukan manajemen terhadap likuiditasnya bank mampu memenuhi fungsi intermediasinya dan menunjukk an keseriusan bank untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu dengan adanya peraturan yang baru dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penjaminan dana masyarakat yang ada di bank, dimana mulai
E-ISSN: 2656-615X
tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya,dana m asyar ak at yan g ada di bank hanya dijam:i n oleh pem erin tah han ya sam pai dengan Rp. 100 juta, m em buat m asyarak at sem akin sele ktif un tuk mem ilih bank yan g m emilik i kin erja yan g baik. Hal tersebut dilakuk an oleh m asyarak at un tuk memperoleh keam anan terhadap dan an ya. Sehingga bank dapat mem ulai untuk membenahi kinerjan ya dengan m engiku ti pera tur an perban kan yan g telah ditetapkan dengan beru sah a un tuk m em egang prinsip kehati-hatian yan g tercan tum dalam im plem entasi 25 base Core principles for Effective Banking Supervision. a. Keterbatasan Saran
1. Model yang digunakan untuk menguji hipotesis sebaiknya terbebas dari masalah asumsi klasik. Pada penelitian ini tidak semua uji asumsi klasik terpenuhi. Terdapat model yang terkena heteroskedastisitas. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak robust sehingga peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan model yang dapat mengakomodasi masalah tersebut.
2. Model yang digunakan untuk menguji hipotesis sebaiknya terbebas dari masalah asumsi klasik. Pada penelitian ini tidak semua uji asumsi klasik terpenuhi. Terdapat model yang terkena heteroskedastisitas. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak robust sehingga peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan model yang dapat mengakomodasi masalah tersebut.
3. Data yang diperoleh dari website bank Indonesia, hanya memberikan gambaran tentang bank secara umum, sehingga penelitian yang dilakukan kurang spesifik. Penelitian lnrrang spesifik disebabkan karena setiap bank memiliki karakteristik yang berbeda.
4. Penelitian mengenai manajemen risiko di Indonesia masih belum banyak dilakukan sehingga referensi penulis tentang penelitian manajemen risiko masih belum memadai.
5. Pemberlakukan Basell Accord II di Indonesia belum memiliki masa pengamatan yang memadai, sehingga penelitian berikutnya diharapkan dapat melihat apakah terdapat perbedaan likuiditas sebelum pemberlakuan Basel/
Accord II dan sesudah pemberlakukan
Basel/ Accord II, untuk melihat
keseriusan perbankan untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian.
6. Penelitian berikutnya diharapkan dapat memperluas penelitian terhadap risiko- risiko lain yang dihadapi oleh bank.
Daftar Pustaka
Cooper, Donald R., and Pamela, Schindler, 2003, Business Research Methods, 8 Edition, Mc Graw-Hill, Unitated State.
Dendawijaya, Lukman, 2000, Manajemen
Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi
3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Gujarati, D. 2003, Basic Econometric, McGraw-Hill,
New York.
Hair, Jr., Joseph F., Rolph E. Anderson, Ronald L.
Tatham, and William C. Black, 1998,
Multivariate Data Analysis, 5" Edition,
Prentice-Hall, New Jersey.
lkatan Akuntansi Indonesia, 1999, Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta Salemba Empat.
Infobank, 2003, Rapor Biru Perbankan
Nasional, No.289, Juni.
Innayanto, 2001, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya. Jakarta Media Ekonomi Publishing-
Universitas Trisakti, Juli.
Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya. Penerbit EKONISA, Kampus
Fakultas Ekonomi Uil Y ogyakarta.
Rose, Peter. S, 2002, Commercial Bank
Management, International Edition,
McGraw- Hill, New York. Saidenberg, Marc
R, and Philip E. Strahan, 1999, Are
Banks Important for Financing Large
Business? Current Issues in Economics and
Finance 5(12).
Taswan, 2006, Manajemen Perbankan: Konsep,
Teknik dan Aplikasi (Bank Risk Assessment),
UPP STIM YKPN. Peraturan BI No:
5/8/PBl/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum. Peraturan BI No.
3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan