• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANOMALI GAYA BERAT, KEGEMPAAN SERTA KELURUSAN STRUKTUR GEOLOGI DAERAH JOGJAKARTA DAN SEKITARNYA. Bambang S. Widijono & Budi Setyanta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANOMALI GAYA BERAT, KEGEMPAAN SERTA KELURUSAN STRUKTUR GEOLOGI DAERAH JOGJAKARTA DAN SEKITARNYA. Bambang S. Widijono & Budi Setyanta"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANOMALI GAYA BERAT, KEGEMPAAN SERTA KELURUSAN STRUKTUR GEOLOGI

DAERAH JOGJAKARTA DAN SEKITARNYA

Bambang S. Widijono & Budi Setyanta Pusat Survei Geologi

Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122

S A R I

Daerah Jogjakarta dan sekitarnya sebagian besar ditutupi oleh endapan Kuarter berupa aluvium dan endapan gunung api muda, sehingga penyebaran elemen struktur geologi secara vertikal maupun lateral tidak diketahui. Oleh karena itu analisis data gaya berat merupakan salah satu cara untuk mengenali adanya gejala struktur geologi yang terkubur oleh endapan muda.

Kelurusan struktur geologi regional yang dikenali dari sebaran anomali Bouguer dan kelurusan struktur geologi lokal yang dikenali dari anomali sisa memberikan kesan bahwa daerah penelitian telah mengalami proses deformasi secara intensif. Adanya sesar naik dan lipatan dengan arah relatif barat - timur, sesar geser dengan arah relatif barat daya - timur laut dan tenggara - barat laut, serta sesar turun dengan arah utara - selatan menunjukkan bahwa daerah penelitian telah terdeformasi akibat gaya tekan utama utara - selatan yang ditimbulkan oleh tumbukan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.

Analisis pemodelan gaya berat arah AB dan CD menunjukkan adanya sesar geser dan sesar naik maupun sesar turun pada batuan alas hingga batuan Tersier. Beberapa sesar seperti sesar-sesar Bogowonto, Nanggulan, Sentolo, Imogiri, dan Opak diduga telah mengalami reaktivitas hingga menyesarkan batuan Kuarter. Bencana gempa bumi yang melanda daerah Jogjakarta dan sebagian Jawa Tengah tanggal 27 Mei 2006 disebabkan oleh reaktivitas sesar Opak. Belajar dari pengalaman ini maka keberadaan sesar-sesar aktif di daerah penelitian dan daerah lain di Indonesia perlu dikaji lebih mendalam.

Kata kunci : anomali, gaya berat, struktur geologi, gempa bumi

ABSTRACT

The region of Jogjakarta and the surrounding area which are generaly covered by young sediment, consist of aluvium and volcanic deposits. Because of this phenomenon, lateral and vertical distribution of geological structural element are still unknown.

Therefore, gravity data analysis is a good tool to delineate geological structural element burried by young sediment deposits.

Regional and local geological structural lineaments which are detected by Bouguer and residual gravity anomaly analyses, inform that deformation processes have occurred intensively in this area. The occurrences of east-west trending fold and northeast-southwest trending thrust fault, northwest-southeast trending strikeslip fault, and north-south trending normal fault indicate that deformation process was caused by north-south compressional principal stress generated by subduction Eurasian plate and Indo-Australian plate.

Gravity modelling analysis of AB and CD sections indicate the presence of strike slip fault, thrust fault and normal fault within the basement and Tertiary rocks. Several faults, such as Bogowonto, Nanggulan, Sentolo, Imogiri and Opak Faults, are interpreted to be reactivated and faulted the Quarternary deposits. Earthquake hazard that took place in Jogjakarta and

th

surrounding area on May 27 , 2006 by the reactivation of Opak Fault. Referring to this experience, the study of active faults in this area is necessary.

Keywords : anomaly, gravity, geological structure, earthquake

Geo-Resources

(2)

PENDAHULUAN

Daerah penelitian secara geografis terletak pada bujur 110° BT hingga 111° BT, dan pada lintang 7°15' LS hingga 8°30’ LS (Gambar 1). Sementara secara administratif pemerintahan, daerah penelitian terletak di Kabupaten Bantul, Kulonprogo, Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta, dan sebagian termasuk Kabupaten Purworejo, Magelang, Boyolali, Sukoharjo, Semarang, Propinsi Jawa Tengah.

Pada hari Sabtu, 27 Mei 2006, pukul 5.57 WIB daerah ini diguncang oleh gempa bumi dengan skala 6,3 skala Richter yang berpusat di daerah pantai sekitar Parangtritis, Bantul, dengan kedalaman pusat gempa lebih kurang 11 km di bawah permukaan laut (data USGS, 2006).

Peristiwa alam tersebut menyebabkan lebih dari 5000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya luka-luka, serta ratusan ribu bangunan rumah rusak berat.

Informasi yang diperoleh dari website USGS (United

States Geological Survey, Departement of Interior,

2006) menyatakan bahwa mekanisme sesar yang terjadi adalah sesar geser. Pada peta anomali Bouguer lembar Surabaya skala 1:1.000.000 diketahui bahwa daerah tersebut dilalui oleh garis-garis kontur anomali yang rapat berpola sejajar dengan arah relatif timur laut - barat daya.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa

adanya kelurusan-kelurusan di tempat lain yang juga berpotensi sebagai sumber bencana seandainya terjadi gempa bumi serupa di masa mendatang. Dengan adanya informasi mengenai struktur geologi yang ada di daerah tersebut, diharapkan masyarakat tahu akan adanya tempat-tempat yang berpotensi sebagai sumber gempa bumi, sehingga pihak yang berwenang dalam upaya merencanakan suatu pengembangan wilayah, dapat mempertimbangkan risiko yang disebabkan oleh gempa bumi tersebut. Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah mengkaji peta-peta anomali gaya berat yang sudah terbit, dan mengkompilasinya. Data sigi gaya berat tersebut kemudian diproses, sehingga diperoleh anomali regional dan anomali sisa (residual ). Setelah itu ditarik kelurusan-kelurusan geologi yang terlihat dari peta anomali gaya berat, baik dari anomali Bouguer maupun anomali sisa. Selanjutnya dibuat model-model gaya berat bawah permukaan pada daerah-daerah yang menarik.

GEOLOGI

Menurut Peta Geologi Indonesia Lembar Surabaya skala 1:1.000.000 (Ratman dkk., 1993, Gambar 2), secara umum daerah penelitian tersusun oleh batuan-batuan berumur Pratersier hingga Kuarter. Secara garis besar, litologi yang menyusun daerah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

anomaly Kebumen Cilacap Majenang Tegal Kuningan Cirebon Ciamis Pekalongan G. Slamet G. Sundoro G. Merapi G. Merbabu Banjarnegara Purworejo

PROVINSI JAWA TENGAH

PROV. JATIM PROV. JABAR Jogjakarta Surakarta SEMARANG 0 50 100 km U L A U T J A W A M E A N D I A S A U D R H I

daerah yang mengalami kerusakan parah berada di atas endapan muda berupa pasir yang relatif belum kompak. Keadaan yang demikian, menarik perhatian u n t u k d i p e l a j a r i , t e r u t a m a mengenai struktur geologi bawah permukaan yang tertutup endapan aluvium, tetapi masih dapat terlihat dari anomali gaya berat. Informasi sesar yang dihasilkan dari analisis mekanisme fokal gempa ternyata sesuai dengan arah sesar hasil interpretasi anomali gaya berat daerah tersebut. Anomali gaya berat daerah tersebut juga menunjukkan

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.

8 °0 0 ’ 7 °3 0 ’ 7 °0 0 ’ 6 °3 0 ’ 6 °0 0 ’L S 111°30’BT 111°00’ 110°30’ 110°00’ 109°00’ 109°30’ 108°00’BT

J G S M

(3)

Candiroto G.UNGARAN Ambarawa Salatiga Temanggung G.MERBABU 3110 2050 G.MERAPI 2911 3260 G.SUMBING Magelang Parakan Sleman Klaten JOGJAKARTA Bantul .Op K ak K.Oy o Purworejo Wonogiri Semanu Se K. rang o lo s n a w a g n e B Godean SOLO o

110 00 BT

0 30 60 km

Tnl Qac Tes Tns Tomv Tmi Tmi Tmi Tnl Tnl Tns Tnl Qhv Qac Tomv Tpv Toms Tomv Tmv Tms Tomv Tomv Tml Tnl PTm Tnl Ptm Tei Tes Tmv Qac Tmv Tmv Tomv Tni Tml Tei Qac Tml Tnl Qac Tqs Qac Tqs Tnr Tmk Tnl Tnl Qpv Qpv Qhv Qpv Qhv Qpv Tomk Qs Tnk Tnl Tnk Tnk Tmk Tmk Qac Qs Qs Qac Qac Qac Qhv Qhv Tmk Qpv Qhv Tnl

N

I

S

DIA

H

A

R

AM

E

D

U

Qpv Qhv Qhv Qhv Tqs Tnl Tnl Tnvk Tnk Tnk Purwodadi Qac Qac Qpv Qpv KETERANGAN : Qac : Aluvium

Qhv : Batuan gunung api Holosen Qpv : Batuan gunung api Plistosen Tqs : Batuan Sedimen Plio-Plistosen Tnk : Batuan sedimen Mio-Plistosen Tnvk : Batuan gunung api Mio-Pliosen Tmk : Batuan sedimen flysch Miosen Tpv : Batuan gunung api Pliosen Tnl : Batugamping Mio-Pliosen Tns : Batuan sedimen Mio-Pliosen Tni : Batuan terobosan Mio-Pliosen Tms : Batuan sedimen Miosen Tml : Batugamping Miosen Tmv : Batuan gunung api Miosen Tmi : Batuan terobosan Miosen

Toms : Batuan sedimen flysch Oligo-Miosen Tomv : Batuan gunung api Oligo-Miosen Tes : Batuan sedimen flysch Eosen Tei : Batuan terobosan Eosen Ptm : Batuan malihan Sesar naik Kelurusan Geologi Sinklin

U

Rawapening Kartosuro Parangtritis Sentolo Nanggulan KP rg o . o

Gambar 2. Peta geologi daerah Jogjakarta dan sekitarnya (disederhanakan dari peta geologi Lembar Surabaya skala 1 : 1.000.0000, Ratman dkk., 1993).

Geo-Resources

7

°0

0

L

S

8

°0

0

L

S

J G S M

(4)

Batuan Pratersier

Batuan Pratersier tersingkap di daerah Bayat, selatan Klaten, dan tersusun oleh sekis, filit, marmer, dan batuan gunung api malih ( Ptm).

Batuan Eosen

Batuan Eosen di daerah penelitian terdiri atas batuan sedimen dan batuan terobosan. Batuan Eosen ditemukan di daerah Bayat, sebelah selatan Klaten. Batuan sedimen di wilayah ini mempunyai fasies

flysch (Tes). Batuan terobosan Eosen (Tei)

ber-komposisi dioritik juga ditemukan di daerah Bayat, sebelah selatan Klaten.

Batuan Oligo-Miosen

Batuan Oligo-Miosen di daerah penelitian terdiri atas batuan sedimen (Toms) dan batuan terobosan (Tomi), serta tersebar di Pegunungan Selatan yang meliputi daerah Purworejo, Pegunungan Kulonprogo, daerah Bantul, selatan Prambanan, dan daerah Wonogiri.

Batuan Miosen

Batuan Miosen di daerah penelitian terdiri atas batuan sedimen (Tms), batuan sedimen berfasies

flysch (Tmk), batugamping (Tml), batuan gunung api

(Tmv), dan batuan terobosan dengan komposisi granodiorit - diorit (Tmi). Batuan sedimen Miosen (Tms) sebarannya di sebelah tenggara Jogjakarta, sedangkan batuan sedimen Miosen berfasies flysch (Tml) sebarannya di daerah sebelah timur Salatiga. Sebaran batugamping Miosen (Tml) di timur laut Purworejo menerus ke timur hingga Pegunungan Kulonprogo. Batuan gunung api Miosen (Tmv) sebarannya di sebelah tenggara Jogjakarta, dan menerus hingga daerah Wonogiri. Batuan terobosan Miosen sebarannya di daerah Purworejo dan daerah Pegunungan Kulonprogo.

Batuan Mio-Pliosen

Batuan berumur Mio-Pliosen di daerah penelitian terdiri atas batuan terobosan (Tni), batuan gunung api (Tnvk), batuan sedimen (Tns), batuan karbonat (Tnl). Batuan terobosan (Tni) didapatkan di daerah Wonogiri, batuan sedimen (Tns) didapatkan di Pegunungan Kulonprogo, sedangkan batuan karbonat (Tnl) didapatkan di Pegunungan

Kulonprogo, Wonosari, dan Wonogiri. Batugamping (Tnl) juga didapatkan di timur laut Ambarawa, sedangkan batuan gunung api didapatkan di sebelah utara Ambarawa.

Batuan Mio-Plistosen

Batuan Mio-Plistosen di daerah penelitian terdiri atas batuan sedimen (Tns), yang tersebar di timur laut Ambarawa.

Batuan Pliosen

Batuan Pliosen di daerah penelitian disusun oleh batuan gunung api (Tpv), yang tersebar di daerah sebelah utara Purworejo hingga sebelah barat Magelang.

Batuan Plio-Plistosen

Batuan Plio-Pleistosen di daerah penelitian merupa-kan batuan sedimen (Tnk). Batuan ini tersebar di daerah sebelah selatan Purwodadi, dan menerus ke barat hingga daerah sebelah utara Ambarawa.

Batuan Plistosen

Batuan Pleistosen di daerah penelitian merupakan batuan gunung api (Qpv), yang tersebar di sekitar Gunung Sumbing dan Gunung Ungaran.

Batuan Holosen

Batuan Holosen disusun oleh batuan gunung api (Qhv) dan endapan aluvium (Qac). Batuan gunung api tersebar di sekitar Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Ungaran. Endapan aluvium menempati daerah sekitar aliran sungai dan dataran pantai.

Struktur geologi dan tektonik

Berdasarkan kelurusan dalam citra satelit dan anomali gaya berat regional (Sudrajat, 1975) diketahui bahwa daerah penelitian dilalui oleh kelurusan struktur geologi regional dengan arah barat daya - timur laut dan barat - timur (Gambar 3).

Struktur regional tersebut menurut Sopahewulakan (1977) merupakan produk tegasan utara - selatan hasil interaksi Lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Eurasia. Selanjutnya disebutkan bahwa di Jawa selatan terjadi paling tidak dua periode tektonik, yaitu :

(5)

Semarang Jogjakarta Pacitan Surabaya 0 100 km U Kelurusan Potret, mungkin sesar Sumbu Lipatan Sesar normal Keterangan :

Gambar 3. Struktur Regional Jawa bagian timur berdasarkan Citra ERTS-1 dan anomali gaya berat (kompilasi Sudradjat, 1975).

1. Pada zaman Akhir Kapur terjadi gaya tekan utama utara - selatan yang menyebabkan terjadi sesar/ kekar gerus dengan arah barat daya - timur laut dan tenggara - barat laut, dan juga terjadi sesar turun dengan arah utara - selatan.

2. Periode ke-2 pada zaman Plio-Plistosen, ketika jalur tunjaman bermigrasi ke selatan ke arah Samudera Hindia, gaya kompresi utara - selatan mengalami reorientasi lokal menjadi barat daya - timur laut di sekitar daerah batu-batuan terobosan Miosen Tengah. Bersama dengan itu terjadi sesar geser sinistral ENE-WSW (timur - timur laut - barat - barat daya). Penampakan ini terlihat juga pada citra ERTS-1 hasil analisis Sudradjat (1975), (Gambar3).

Gejala struktur geologi yang tersingkap di permukaan diketahui dari peta geologi (Gambar 2), yang meliputi kelurusan, lipatan, dan sesar. Kelurusan dengan arah barat laut - tenggara dijumpai di daerah Wonogiri dan Parakan. Kelurusan dengan arah relatif barat daya - timur laut dijumpai di daerah utara Gunung Ungaran. Lipatan dengan arah relatif barat - timur di jumpai di daerah sebelah utara dan timur Ambarawa. Sesar naik dengan arah timur laut - barat daya dijumpai di Wonogiri. Sesar naik dengan arah relatif barat - timur dijumpai di selatan Purwodadi.

KEGEMPAAN

Informasi kegempaan daerah penelitian didapatkan dari USGS yang mencatat data kegempaan daerah ini melalui laporan terbuka dalam internet (Gambar 5

dan 6). Pada Gambar 5 terlihat bahwa pulau Jawa merupakan daerah dengan kegempaan tinggi dengan pusat gempa (episentrum) tersebar di Samudera Indonesia, daratan pulau Jawa dan di Laut Jawa. Frekuensi gempa bumi terlihat tinggi di Jawa Barat, pantai selatan Jawa Barat, Jawa Timur, dan pantai selatan Jawa Timur. Daerah Jogjakarta dan Jawa Tengah relatif lebih rendah frekuensinya dibandingkan dengan daerah - daerah tersebut di atas.

Berdasarkan acuan sejarah kegempaan yang direkam USGS tahun 1990 hingga sekarang diketahui bahwa kedalaman pusat gempa terdistribusi pada kedalaman 0 - 35 km hingga 500 - 800 km. Dengan melihat peta kedalaman zona Benioff (Zen dkk., 1983), (Gambar 4) diketahui bahwa pusat gempa yang disebabkan oleh proses tunjaman yang berada di darat mempunyai kedalaman antara 100 hingga 400 km, sedangkan di laut Jawa mempunyai kedalaman antara 400 hingga 600 km.

Dari Gambar 5 tersebut juga diketahui bahwa kedalaman pusat gempa (hiposentrum) antara 35 hingga 70 km terdapat juga di darat jauh dari zona subdaksi. Selain di darat, gempa ini terdapat juga di pantai selatan Jawa Barat (sekitar Pangandaran), pantai selatan Jawa Tengah (sekitar Jogjakarta, Pacitan, dan Wonogiri), dan pantai utara Jawa (sekitar Cirebon dan Brebes). Gempa-gempa tersebut diduga dipicu oleh adanya reaktivitas sesar yang ada di daerah tersebut, bukan oleh pengaruh aktivitas subdaksi.

Daerah Jawa Tengah dengan kegempaan jarang harus diwaspadai karena adanya kemungkinan gempa dengan intensitas tinggi. Gempa tektonik bulan Mei 2006 yang berpusat di darat (daerah Bantul) dengan intensitas 6,3 pada skala Richter dan menimpa daerah Bantul dan sekitarnya, merupakan contoh kasus kejadian gempa bumi di daerah darat dengan frekuensi kejadian gempa yang jarang. Menurut sejarah, dari mekanisme fokal gempa hasil analisis USGS diketahui bahwa gempa tersebut berasal dari mekanisme sesar geser (Gambar 6). Gempa tersebut dipicu oleh reaktivitas sesar Opak (lihat Gambar 9).

Geo-Resources

(6)

JOGJAKARTA

JAKARTA

106

O

-4

O

-6

O

-8

O

-10

O

-12

O

108

O

110

O

112

O

114

O

0

-35

-70

-150

-300

-500

-800

Kedalaman (warna)

Zona su

bdak i

s

U

Gambar 5. Data kegempaan di sekitar Pulau Jawa sejak tahun 1990 hingga sekarang (sumber laporan USGS, 2006). Jogjakarta Semarang Jakarta Bandung Surabaya o 106 E o 110 E o 114 E o 114 E o 114 E o 106 E 600 500 400 300 200 100 0 P ual ng Jawa 0 100km

100 Kontur kedalamanzona Benioff (km)

U

Gambar 4. Kedalaman Zona Benioff di sekitar Pulau Jawa (Zen dkk., 1983).

(7)

Anomali Gaya Berat

Data gaya berat diambil dari Peta Anomali Bouguer Lembar Surabaya skala 1:1.000.000 (Nainggolan dkk., 1997, Gambar 7) yang telah diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi (dahulu Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi) Bandung.

HASIL DAN ANALISIS

Anomali Bouguer daerah penelitian mempunyai kisaran -55 hingga +145 mgal. Anomali Bouguer daerah penelitian mempunyai sebaran anomali yang khas, yaitu anomali tinggi menempati daerah selatan sedangkan anomali rendah (lebih kecil dari 75 mgal) menempati daerah utara. Sebaran anomali Bouguer daerah penelitian diduga sebagai cerminan wilayah fisiotektonik daerah tersebut yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok anomali tinggi, sedang, dan rendah.

Kelompok anomali tinggi

Kelompok anomali tinggi yaitu nilai antara +50 hingga +145 mgal. Wilayah kelompok anomali tinggi menempati daerah penelitian sebelah selatan dengan arah umum relatif timur - barat dan berpola agak memanjang, dan di beberapa tempat membentuk lingkaran-lingkaran positif. Sebaran anomali meliputi daerah Salaman, Sleman, Muntilan, Klaten, Sukoharjo, Wates, Bantul, Jogjakarta, Wonosari, dan Baturetno. Kontur anomali sejajar mempunyai arah umum timur - barat yang men-cerminkan kelurusan struktur regional daerah tersebut. Secara setempat kontur anomali sejajar mempunyai arah timur laut - barat daya, barat laut - tenggara dan utara - selatan. Pola anomali ini ini ditafsirkan sebagai cerminan kelurusan struktur geologi lokal daerah penelitian. Anomali melingkar positif ditemukan di daerah sebelah barat Wates (Kulonprogo), Godean, dan sebelah selatan Klaten (Bayat). Kontur anomali ini merupakan refleksi gaya berat batuan terobosan di daerah tersebut. Secara fisiotektonis, kelompok anomali tinggi ini merupakan cerminan zona pegunungan selatan Jawa.

Kelompok anomali sedang

Kelompok ini mempunyai kisaran anomali gaya berat antara 0 hingga +50 mgal. Sebaran kelompok anomali ini meliputi daerah Kaloran, Temanggung, Grabag, Magelang, dan Salatiga. Kontur anomali mempunyai pola melingkar dan sejajar. Kontur anomali melingkar membentuk pola tinggian dan rendahan anomali. Kontur anomali melingkar dengan membentuk tinggian anomali ditemui di sebelah barat Salatiga. Pola ini mencerminkan adanya batuan terobosan di daerah kompleks Gunung Ungaran. Pola kontur anomali melingkar dengan membentuk rendahan anomali dijumpai di daerah Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan daerah Temanggung. Pola kontur anomali ini mencerminkan adanya batuan gunung api yang masih belum kompak ataupun batuan intrusi muda. Kontur anomali sejajar yang mempunyai arah umum relatif timur - barat, dan barat laut - tenggara merupakan cerminan kelurusan struktur geologi yang memisahkan wilayah anomali tinggi dengan wilayah anomali sedang di daerah ini. Secara fisiotektonis kelompok anomali sedang merupakan cerminan zona gunung api Kuarter Jawa.

Location : Java, Indonesia Epicenter : -8.007 110.286 MW : 6.3 Depth : 37 kms Moment Tensor: mrr = 0.69 Mtt = -3.91 Mff = 3.22 Mrf = -0.51

Best Double Couple : Mo =4.2*10**18 NP 1 : Strike 150, Dip : 80, Slip : 175 NP 2 : Strike 281, Dip : 85, Slip : 10

P

T

Gambar 6. Hasil analisis fokal gempa Jogjakarta 27 Mei 2006 (sumber USGS, 2006).

Geo-Resources

(8)

Rawapening SAMUDERA HINDIA -200 K. rogo P 900 0 60 1500 20 1 0 150 300 30 0 300 o B S lo . K. p O ak K. O o y 110°00' 110°00' -7°15' -7°15' -8°00' -8°00' -8°30' -8°30' 111°00' 111°00' 0 10 20 30 km KETERANGAN :

U

Kontur Anomali Kontur Ketinggian Sungai

Titik Pengamatan Gaya Berat G. Merbabu +3110 G. Merapi +2971 G. Sumbing +3260 Temanggung Salatiga Magelang Salam Sleman Salaman Klaten SURAKARTA Godean JOGJAKARTA Kotagede Imogiri Nanggung Sentolo Wates Sogan Galur Nengahan Bantul Semanu Baturetno Wonosari Sukoharjo Kartosuro Grabag Kaloran Muntilan Parangtritis PURWOREJO

Gambar 7. Peta Anomali Bouguer daerah Jogjakarta dan sekitarnya, interval kontur 5 mgal (disederhanakan dari Nainggolan dkk., 1997).

(9)

Kelompok anomali rendah

Kelompok ini mempunyai anomali antara 0 hingga -55 mgal. Sebaran anomali ini meliputi daerah Surakarta, Kartasura, dan sebelah timur Salatiga. Kontur anomali mempunyai pola sejajar dan melingkar. Kontur anomali sejajar mempunyai arah umum barat laut - tenggara dan timut laut - barat daya. Arah kontur anomali ini diduga merupakan arah kelurusan struktur geologi yang memisahkan wilayah anomali sedang dengan wilayah anomali rendah. Kontur anomali melingkar membentuk pola cekungan yang mencerminkan adanya cekungan sedimen di daerah tersebut. Secara fisiotektonis wilayah anomali rendah merupakan cerminan zona Kendeng yang di dominasi oleh batuan sedimen klastika halus dan sedikit batuan klastika karbonat.

Anomali sisa

Anomali sisa daerah penelitian berkisar antara -30 hingga +45 mgal. Kontur anomali mempunyai pola sejajar dan melingkar. Kontur anomali sejajar mempunyai arah kontur barat - timur, timut laut - barat daya, dan barat laut - tenggara. Pola kontur sejajar di daerah penelitian merupakan cerminan kelurusan struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian. Kontur anomali melingkar menunjukkan pola melingkar memusat (konsentris), melingkar melonjong (elips) dan melingkar tidak beraturan. Kontur anomali melingkar memusat diduga mencerminkan adanya batuan terobosan andesit dan diorit. Berdasarkan pola ini maka batuan terobosan diduga terdapat di daerah sebelah barat Nanggulan (kompleks Pegunungan Kulonprogo), Salaman (kompleks Pegunungan Menoreh), sebelah barat Salatiga (kompleks Pegunungan Ungaran), dan selatan Klaten (kompleks Pegunungan Bayat). Kontur anomali sisa berpola melingkar memanjang dan berpola tak teratur diduga mencerminkan batuan sedimen yang telah terlipat. Sebaran anomali sisa disajikan pada Gambar 8.

Pemodelan anomali gaya berat sisa

Pemodelan anomali gaya berat sisa bertujuan untuk mendapatkan gambaran sebaran lateral dan vertikal batuan daerah penelitian, serta elemen struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian dalam skala relatif dangkal.

Analisis pemodelan dilakukan dengan metode simulasi numerik dengan menggunakan data anomali gaya berat sisa sebagai kendali utama. Kendali lainnya adalah data litologi dan ketebalan sedimen yang diperoleh dari peta geologi. Analisis dan simulasi numerik dilakukan dengan perangkat lunak pemodelan anomali gaya berat bermatra dua (2D modeling) yang merupakan implementasi gagasan Talwani dkk. (1959), dan dimutakhirkan oleh Won & Bevis (1987).

Analisis dan pemodelan dilakukan dengan membandingkan hasil komputasi intensitas anomali hasil perhitungan dengan anomali pengamatan. Perbedaan numeris antara intensitas anomali hasil perhitungan dengan anomali pengamatan diupayakan minimal dengan cara mengatur bangun poligon-poligon secara interaktif, sehingga dicapai keserasian antara anomali hasil perhitungan dengan anomali pengamatan.

Dalam analisis dan pemodelan gaya berat ini, nilai rapat massa batuan mengacu pada rapat massa rata-rata batuan yang disusun oleh Telford dkk. (1976). Pemodelan dilakukan melalui dua lintasan anomali gaya berat sisa pada arah barat laut - tenggara melalui lintasan AB (Purworejo - Parangtritis) dan arah relatif utara-selatan melalui lintasan CD (Rawapening-Semanu, lihat Gambar 9 dan 10).

Lintasan AB

Rapat massa yang digunakan dalam perhitungan pemodelan adalah rapat massa rata-rata batuan menurut Telford dkk. (1976). Endapan aluvium dan gunung api muda mempunyai rapat massa sekitar

3

2,0 gram/cm , batuan sedimen Tersier Pegunungan

3

Selatan 2,5 gram/cm , batuan terobosan

3

andesit/diorit 2,79 gram/cm , dan batuan Pratersier

3

2,8 gram/cm .

Pemodelan pada lintasan AB dimulai dari Purworejo (A) ke arah tenggara, dan berakhir di Parangtritis (B). Model gaya berat ini menggambarkan keadaaan geologi bawah permukaan sebagai berikut :

Dari Km 0 ke Km 11,5 dengan kelandaian sekitar 2,6 mgal/km ditunjukkan adanya batuan terobosan andesit (rapat massa 2,79gram/cm3) yang

3

menerobos batuan alas (rapat massa 2,8 gram/cm ) dan sedimen Tersier Pegunungan Selatan (rapat

3

massa 2,5 gram/cm ). Sesar Bogowonto di sebelah timur Purworejo kemungkinan juga dipengaruhi oleh adanya batuan terobosan ini.

Geo-Resources

(10)

Dari Km 11,5 hingga Km 27,5 anomali relatif datar. Keadaan ini disebabkan oleh kedalaman sedimen Tersier dan terobosan andesit pada ruas ini yang relatif konstan.

Namun demikian, pada Km 27,5 hingga Km 28,5 anomali menurun tajam dengan kelandaian 2,6 mgal/km. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sesar Nanggulan yang menurunkan blok batuan sedimen di sekitar Bantul dan batuan alas Pratersier pada Km 28,5 hingga Km 37,5. Pada ruas ini kedalaman batuan alas Pratersier berubah dari 3000 menjadi 4500 meter, tetapi pada Km 37,5 hingga Km 42,5 anomali turun tajam dengan kelandaian 5 mgal/km akibat adanya sesar Sentolo. Pada Km 42,5 hingga Km 52,5 anomali kembali konstan, karena kedudukan batuan sedimen di daerah tersebut relatif datar.

Sesar Imogiri dan sesar Opak menyebabkan anomali ruas pada sekitar Km 52,5 hingga Km 60 naik tajam dengan kelandaian 5 mgal/km.

Dari Km 60 hingga Km 67 anomali relatif stabil. Keadaan ini disebabkan karena perlapisan batuan bawah permukaan relatif datar dan seragam.

Selanjutnya Km 60 hingga Km 75 anomali naik tajam dengan kelandaian 4 mgal/km karena sudah memasuki kawasan Pegunungan Selatan dan batuan Terobosan yang mempunyai rapat massa rata-rata tinggi.

Secara garis besar, model gaya berat lintasan AB (Gambar 9), memberikan informasi hal-hal sebagai berikut :

1. Di daerah Purworejo dan daerah Parangtritis didapatkan batuan yang menerobos batuan alas dan batuan sedimen Tersier.

2. Batuan alas dan batuan sedimen Tersier telah tersesarkan.

Lintasan CD

Analisis pemodelan lintasan CD menggunakan rapat massa rata-rata endapan aluvium dan gunung api

3

muda 2,0 gram/cm , batuan sedimen Tersier

3

Pegunungan selatan 2,5 gram/cm , batuan

3

terobosan andesit 2,79 gram/cm , dan batuan

3

Pratersier 2,8 gram/cm , endapan aluvium

3

Rawapening 2,0 gram/cm , dan batuan sedimen

3

Tersier zona Kendeng 2,4 gram/cm .

Pemodelan melalui lintasan CD dimulai dari titik C (Salatiga) ke arah selatan, dan berakhir di titik D (selatan Semanu, Gambar 10).

Dari Km 0 ke Km 15 anomali turun dengan kelandaian 0,6 mgal/km. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan kedalaman batuan alas dari 4000 menjadi 5800 meter dan arah kurva akan menuju ke rapat massa rendah, yaitu aluvium

3

Rawapening (2,0 gram/cm ).

Setelah itu pada Km 15 hingga Km 19 anomali relatif stabil karena keadaan sedimen aluvium Rawapening dan batuan alas di bawahnya relatif datar.

Kemudian ke arah selatan, pada Km 19 hingga Km 27,5 anomali naik dengan kelandaian sekitar 2,9 mgal/km. Naiknya anomali ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sesar di daerah tersebut, yaitu sesar Kartosuro dan sesar-sesar naik yang diperkirakan berada di bawah lapisan batuan Tersier. Tetapi pada Km 27,5 hingga Km 34 anomali relatif stabil. Keadaan ini karena keadaan perlapisan sedimen Tersier yang sudah terangkat relatif datar. Anomali agak bergelombang pada Km 34 hingga Km 37, lebih disebabkan oleh pengaruh undulasi batuan alas saja.

Dari Km 37 hingga Km 40 anomali relatif konstan lagi karena keadaan perlapisan sedimen kembali datar. Selanjutnya diikuti naiknya kelandaian anomali sekitar 1,5 mgal/km pada Km 40 hingga Km 50 yang disebabkan oleh naiknya batuan alas hingga permukaan di sekitar Bayat. Naiknya batuan alas ini diduga akibat sesar-sesar naik di sekitar Bayat. Kemudian pada Km 50 hingga Km 60 anomali turun tajam dengan kelandaian 2,5 mgal/km. Keadaan ini karena pengaruh aluvium dan endapan gunung api muda yang cukup tebal, sehingga berpengaruh terhadap anomali.

Dari Km 60 hingga Km 70 anomali relatif stabil karena memang lapisan batuan sedimennya relatif datar.

Setelah memasuki daerah Pegunungan Selatan, yaitu pada sekitar Km 70 hingga Km 100, anomali naik dengan kelandaian 1,66 mgal/km. Keadaan ini disebabkan oleh naiknya batuan alas dari 5500 menjadi kedalaman 3500 meter, dan rapat massa batuan Pegunungan Selatan yang rata-rata 2,5

3

gram/cm , atau pengaruh batuan terobosan di sekitar Semanu yang tidak tersingkap.

(11)

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 SAMUDERA HINDIA -200 -1000 5

C

D

A

B

A

B Penampang Pemodelan Gaya Berat

. r g K P o o 900 600 15 00 1200 150 300 30 0 0 30 B. olo S K. O pak K. Oyo G. Merbabu +3110 G. Merapi +2971 G. Sumbing +3260 Temanggung Salatiga Magelang Salam Sleman Salaman Klaten SURAKARTA Godean JOGJAKARTA Kotagede Imogiri Nanggulan Sentolo Wates Sogan Galur Nengahan Bantul Semanu Baturetno Wonosari Sukoharjo Kartosuro Grabag Kaloran Muntilan Parangtritis Rawapening 110°00' 110°00' -7°15’ -7°15' -8°00' -8°00' -8°30’ -8°30' 111°00' 111°00' 0 10 20 30 km KETERANGAN :

U

Kontur Anomali interval 5 mgal Kontur Ketinggian Sungai

Gambar 8. Peta Anomali Sisa daerah Jogjakarta dan sekitarnya, satuan garis kontur dalam mgal, interval 5 mgal.

Geo-Resources

Purworejo

(12)

Gambar 9. Model bawah permukaan gaya berat sisa arah AB daerah Jogjakarta dan sekitarnya (tanpa skala). 5,0 5,0 15,0 25,0 35,0 45,0 55,0 65,0 75,0 85,0 Jarak (km) -15,0 -13,0 -11,0 -9,0 -7,0 -5,0 -3,0 -1,0 1,0 Kedalaman (km) 4 4 3 2 2 2 2 1 1 1 -25,0 -15,0 -5,0 5,0 15,0 25,0 m g a l = anomali dihitung = anomali diamati

A

B

3 3 Keterangan : 1 2 3 4 3 Sedimen Aluvium dan gunung api muda (2,0 gr/cm ) Sedimen Tersier Zona Pegunungan Selatan (2,4 gr/cm )3

3 Batuan alas Pra ersier (2,8 gr/cm )t

3 Batuan Terobosan andesit Tersier (2,79 gr/cm )

Sesar Bogowonto Sesar Sentolo Sesar Imogiri Sesar Opak Parangtritis Bantul Purworejo 2

-

--

+ + + 10 20 30 50 70 90 110 J a r a k (km) -10,0 -8,0 -6,0 -4,0 -2,0 ,0 Kedalaman (km) 6 1 1 5 5 2 3 3 3 3 4 -30,0 -20,0 -10,0 .0 10,0 20,0 m g a l = anomali dihitung = anoamli diamati Keterangan : 1 6 5 2 3 4 C D Sesar Nanggulan-Bayat Komplek Bayat Sesar SemanuSemanu Sesar Magelang Kartosuro

3 Sedimen Aluvium dan gunung api muda (2,0 gr/cm )

Endapan Aluvi Rawapening (2,0 gr/ 3)

um cm

Sedimen Tersier Zona Kendeng (2,4 gr/ 3) cm

Sedimen Tersier Pegunungan Selatan (2,5 gr/ 3) cm Batuan Pratersier (2,8 gr/ 3)

alas cm

Batuan Terobosan andesit Tersier (2,79 gr/ 3) cm

Rawa Pening Salatiga

+

-Sesar Temanggung Baturetno

Gambar 10. Model bawah permukaan gaya berat sisa arah CD daerah Jogjakarta dan sekitarnya (tanpa skala).

(13)

Analisis pemodelan sepanjang lintasan CD (Gambar 10) memberikan informasi sebaran batuan dan elemen struktur geologi sebagai berikut :

1. Lajur gunung api Kuarter dialasi oleh sedimen zona Kendeng.

2. Tersingkapmya batuan alas di daerah Bayat diduga akibat sesar naik.

3. Di bawah Semanu diduga terdapat batuan terobosan andesit yang tidak tersingkap.

4. Di daerah Rawapening dan sekitar Semanu diduga terdapat sesar geser yang mensesarkan batuan alas dan batuan Tersier.

PEMBAHASAN

Kelurusan struktur geologi daerah penelitian diketahui berdasarkan peta geologi permukaan, peta anomali Bouguer, dan peta anomali sisa.

Kelurusan struktur geologi yang terdapat di peta geologi (Gambar 2) menunjukkan arah relatif barat - timur, barat laut - tenggara, dan timur laut - barat daya. Kelurusan barat - timur merupakan kelurusan struktur lipatan dan sesar naik, sedangkan kelurusan timur laut - barat daya dan barat laut - tenggara merupakan kelurusan sesar naik atau sesar geser. Kelurusan anomali Bouguer diduga merupakan respons gaya berat kelurusan struktur regional daerah penelitian. Berdasarkan kelurusan sebaran anomali gaya berat Bouguer, daerah penelitian diduga dilewati oleh kelurusan struktur regional dengan arah relatif barat - timur, barat laut - tenggara, timur laut - barat daya, dan utara - selatan. Kelurusan relatif barat - timur diduga kelurusan sesar naik, kelurusan barat laut - tenggara dan timut laut - barat daya diduga kelurusan sesar geser, dan kelurusan utara - selatan merupakan kelurusan sesar turun.

Kelurusan sesar naik dicirikan oleh adanya kelandaian anomali 3 hingga 5 mgal/km, kelurusan sesar geser dicirikan oleh adanya offset kontur anomali Bouguer, sedangkan kelurusan sesar turun dicirikan oleh kelandaian anomali Bouguer 2,1 hingga 2,4 mgal/km (Gambar 11).

Kelurusan sebaran anomali sisa diduga merupakan respons gaya berat kelurusan struktur dangkal yang

melewati daerah penelitian. Berdasarkan kelurusan yang terdapat pada sebaran anomali sisa maka daerah penelitian diduga dilewati oleh kelurusan struktur geologi dengan arah relatif barat - timur, barat daya - timut laut, barat laut - tenggara, dan utara - selatan. Kelurusan barat - timur diduga kelurusan sesar geser dan sesar naik, kelurusan barat daya - timur laut, dan barat laut - tenggara merupakan kelurusan sesar naik, sesar geser dan sesar turun, sedangkan kelurusan utara - selatan diduga kelurusan sesar turun.

Kelurusan struktur geologi berdasarkan sebaran anomali sisa disajikan pada Gambar 12.

Sebagian besar daerah penelitian ditutupi oleh endapan Kuarter berupa aluvium dan endapan gunung api muda. Oleh karena itu, sebaran elemen struktur geologi yang terbentuk sebelum Kuarter tidak banyak yang diketahui. Anomali Bouguer daerah penelitian dapat memberikan gambaran sebaran struktur geologi regional dan wilayah fisiotektonik daerah tersebut.

Berdasarkan analisis sebaran anomali Bouguer, daerah penelitian dapat dibedakan menjadi tiga wilayah fisiotektonis, yaitu : zona Pegunungan Selatan dengan kisaran anomali antara +50 mgal hingga +145 mgal, zona gunung api Kuarter dengan kisaran anomali antara 0 hingga +50 mgal, dan zona Kendeng yang mempunyai anomali dari -30 hingga 0 mgal. Batas antara ketiga zona fisiotektonik tersebut diduga merupakan batas sesar. Batas antara zona Pegunungan Selatan dengan zona gunung api Kuarter dibatasi oleh sesar naik, sedangkan batas antara zona Kendeng dengan zona gunung api Kuarter dibatasi oleh sesar turun.

Struktur kelurusan regional yang dapat dikenali dari sebaran anomali Bouguer memberikan kesan bahwa daerah penelitian telah mengalami proses deformasi secara intensif. Adanya sesar naik dan lipatan dengan arah relatif barat - timur, sesar geser dengan arah relatif barat daya - timut laut dan tenggara - barat laut serta sesar turun dengan arah utara - selatan menunjukkan bahwa daerah ini telah terdeformasi akibat gaya tekan utama ke arah utara - selatan yang ditimbulkan oleh tumbukan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.

Geo-Resources

(14)

SAMUDERA HINDIA K ro o . P g 900 600 1500 00 12 1 05 300 30 0 300 So o B. l ak K. O p K. yo O G. Merbabu +3110 G. Merapi +2971 G. Sumbing +3260 Temanggung Salatiga Magelang Salam Sleman Salaman Klaten SURAKARTA Godean JOGJAKARTA Kotagede Imogiri Nanggulan Sentolo Wates Sogan Galur Nengahan Bantul Semanu Baturetno Wonosari Sukoharjo Kartosuro Grabag Kaloran Muntilan 110°00' 110°00' 7°15' 7°15' 8°00' 8°00' 8°30' 8°30' 111°00' 111°00' 0 10 20 30 km D U

KETERANGAN :

U

Kontur Anomali

Kontur Ketinggian Sungai Sesar Naik Sesar Geser

Gambar 11. Peta Struktur Kelurusan berdasarkan Anomali Bouguer daerah Jogjakarta dan sekitarnya. Purworejo

(15)

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 SAMUDERA HINDIA 5

C

D

A

B

A

B Penampang Pemodelan Gaya Berat

K. Pro go 900 600 1 05 0 1200 150 300 0 30 3 00 Sol B. o K. pa O k K O o . y G. Merbabu +3110 G. Merapi +2971 G. Sumbing +3260 Temanggung Salatiga Magelang Salam Sleman Salaman Klaten SURAKARTA Godean JOGJAKARTA Kotagede Imogiri Nanggulan Sentolo Wates Sogan Galur Nengahan Bantul Semanu Baturetno Wonosari Sukoharjo Kartosuro Grabag Kaloran Muntilan Parangtritis Rawapening 110°00' 110°00' -7°15’ -7°15' -8°00' -8°00' -8°30’ -8°30' 111°00' 111°00' 0 10 20 30 km KETERANGAN :

U

Kontur Anomali interval 5 mgal Kontur Ketinggian Sungai Sesar Naik Sesar Turun Sesar Geser

Gambar 12. Peta Struktur Kelurusan berdasarkan Anomali Sisa daerah Jogjakarta dan sekitarnya, satuan garis kontur dalam mgal dengan interval 5 mgal.

Geo-Resources

Purworejo

(16)

Tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia juga menyebabkan timbulnya struktur lokal seperti yang terlihat pada kelurusan pada sebaran anomali sisa. Struktur geologi yang bersifat lokal tersebut pola sebarannya hampir sama dengan struktur regional. Struktur tersebut meliputi sesar naik, lipatan, dan sesar geser dengan arah relatif barat - timur, sesar geser dengan arah relatif barat daya - timut laut dan tenggara - barat laut, serta sesar turun dengan arah relatif utara - selatan.

Dari analisis pemodelan yang dibuat melalui lintasan AB dan CD diperoleh gambaran bahwa sesar geser, sesar naik, maupun sesar turun mensesarkan batuan alas hingga batuan Tersier. Beberapa sesar diduga juga telah mengalami reaktivitas hingga menyesarkan batuan Kuarter. Beberapa sesar yang diduga mengalami reaktivitas adalah sesar Bogowonto, Nanggulan, Sentolo, Imogiri, dan sesar Opak. Bencana gempa bumi yang melanda daerah Jogjakarta dan sebagian Jawa Tengah tanggal 27 Mei 2006 disebabkan oleh reaktivasi sesar Opak. Belajar dari pengalaman ini, maka keberadaan sesar-sesar aktif di daerah penelitian perlu dikaji lebih mendalam.

KESIMPULAN DAN SARAN

Sebaran anomali gaya berat memegang peranan penting untuk studi sebaran batuan dan struktur geologi bawah permukaan suatu daerah yang ditutupi oleh endapan Kuarter. Gempa bumi yang terjadi di Jogjakarta dan sebagian Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 dipicu oleh teraktifkannya

kembali sesar Opak yang telah ditutupi oleh endapan Kuarter. Daerah dengan kerugian besar terletak di sepanjang zona sesar tersebut. Kerugian yang lebih besar terjadi pada endapan Kuarter yang masih merupakan endapan lepas.

Berdasarkan hal tersebut, maka disarankan dalam melakukan pengembangan wilayah perlu dikaji kemungkinan adanya sesar-sesar aktif yang tidak tersingkap dan terkubur oleh endapan muda. Daerah-daera yang dilewati oleh sesar aktif maupun yang ditutupi oleh endapan Kuarter hendaknya dibebaskan dari segala pemukiman penduduk atau infrastruktur vital. Dalam perencanaan konstruksi teknik instansi terkait, harus sungguh-sungguh memperhatikan aspek kegempaan di daerah tersebut.

Penyuluhan intensif mengenai tata cara penyelamat-an apabila ada bencpenyelamat-ana geologi kepada masyarakat sekitar daerah bencana perlu dilakukan oleh instansi terkait.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak tulisan ini tidak dapat disajikan secara baik. Oleh sebab itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Survei Geologi, Kepala Bidang Informasi, Koordinator Program Pemetaan dan Penelitian Dasar Pusat Survei Geologi atas berbagai bantuannya, sehingga tulisan ini dapat dipublikasikan pada Jurnal Sumber Daya Geologi, Pusat Survei Geologi.

ACUAN

Http:/neic.usgs.gov/neis/eq_depot/2006/eq_060526_neb6/neic_neb6_h.html :3 pp.

Nainggolan, D.A., Sardjono dan Mubroto, B., 1997. Peta Anomali Bouguer Lembar Surabaya, skala

1:1.000.000 Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.

Ratman, N., Suwarti, T. dan Samodera, H., 1993. Peta Geologi Indonesia, Lembar Surabaya, skala

1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.

Sopaheluwakan, J., 1977. Ringkasan peristiwa-peristiwa tektonik pada batuan Andesit tua di selatan Jawa Timur. Riset Geologi dan Pertambangan 1(1): 34-41.

(17)

Naskah diterima Revisi terakhir

: 22 Agustus 2006 : 9 April 2007

Sudradjat, A., 1975. Batuan Gunung api dan Struktur Geologi di Jawa Bagian Timur dan Nusatenggara Bagian Barat. Geol. Indonesia 2(3):19-22.

Talwani, M., Worzel, J.L and Lansman, M. 1959. Rapid Gravity computation of two-dimentional bodies with application to Mendocino submarine fracture zone. Journal of Geophysical Research 64:49-59. Telford, W.M., R.E. Sheriff, L.P. Geldart and D.A. Keys, 1976. Applied Geophysics. Cambridge University Press,

London, 858 p.

Won, I.J. and Bevis, M.G. 1987. Computing the gravitational and magnetic anomalies due to a polygon : algoritma and fortran subroutines. Geophysics 52(2):232-238.

Zen, M.T., Alswar, M., Simatupang, S.H, dan Yuniarto, G., 1983. Tektogenesa-Gravitasi dan Daur Magmatik di Sepanjang deretan Volkanik Ungaran-Merapi di Jawa Tengah. Kertas Karya PIT IAGI ke XII, Jogjakarta.

Geo-Resources

Gambar

Gambar 1.  Lokasi daerah penelitian.
Gambar  2. Peta geologi daerah Jogjakarta dan sekitarnya (disederhanakan dari peta geologi Lembar Surabaya skala 1 : 1.000.0000,   Ratman dkk., 1993).
Gambar 3.  Struktur Regional Jawa bagian timur berdasarkan Citra ERTS-1 dan  anomali gaya berat (kompilasi Sudradjat, 1975).
Gambar  5. Data kegempaan di sekitar Pulau Jawa sejak tahun 1990 hingga sekarang (sumber laporan USGS, 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,74 persen; kelompok

Keunggulannya antara lain sudut rotasi motor proporsional dengan pulsa masukan sehingga lebih mudah diatur., motor dapat langsung memberikan torsi penuh pada saat

Pada dasarnya sebelum sistem ini berjalan maka sebelumnya harus dibuat markernya terlebih dahulu, Marker merupakan hal penting dalam teknologi Augmented Reality, karena marker

Karya ini membahas tentang tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia, situasi pemerintahan dan masyarakat Jawa sebelum abad ke-15, pertumbuhan Islam, metode-metode yang digunakan

(3) Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi

Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh

Abstrak: Pemurnian awal enzim selulase yang berasal dari isolat KB kompos termofilik Desa Bayat Klaten menggunakan fraksinasi amonium sulfat perlu dilakukan agar