• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Wereng Coklat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Wereng Coklat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2

II. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kabupaten Indramayu

Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada 107052 BT – 108036 BT dan 6014 LS – 6040 LS. Wilayah Kabupaten Indramayu memiliki luas 204.011 Ha, dengan panjang garis pantai 114,1 Km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon sampai dengan Subang. Menurut data Bappeda Kabupaten Indramayu, sebesar 121.355 Ha (59,50%) lahannya merupakan Sawah Irigasi, 12.420 Ha (06,09%) lahan berupa Sawah Tadah Hujan, 32.310 Ha (15,75%) berupa Perkebunan, 17.980 Ha (08,81%) berupa Permukiman, 12.600 Ha (06,18%) berupa Empang dan 7.526 Ha (03,67%) lahan lainnya.

Wilayah Kabupaten Indramayu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, serta sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon.

Topografi wilayah di Kabupaten Indramayu pada umumnya berkisar antara 0-18 meter diatas permukaan laut. Wilayah dataran rendahnya berkisar antara 0-6 meter diatas permukaan laut, berupa rawa, tambak, sawah, pekarangan dan lain sebagainya. Wilayah dataran rendah menempati bagian terluas dari total wilayah yang terletak di sebelah Utara dan Timur. Sebagian besar permukaan tanahnya berupa dataran dengan kemiringan antara 0% - 2% seluas 201.285 Ha, tau 96,03% dari total luas wilayah.

Kabupaten Indramayu termasuk beriklim tropis tipe D (iklim sedang) dalam klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan karakter:

 Suhu udara harian berkisar antara 22,90C – 300

C dengan suhu udara rata-rata tertinggi mencapai 320C dan terendah 22,90C.

 Kelembaban udara 70% – 80%.

 Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.587 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan sebanyak 91 hari.

 Curah hujan tertinggi kurang lebih 2.008 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 84 hari, sedangkan curah hujan terendah kurang lebih 1.063 mm dengan jumlah hari hujan 68 hari.

 Angin barat dan angin timur bertiup secara bergantian setiap 5-6 bulan sekali.

Data BPS Kabupaten Indramayu tahun 2009, menyebutkan bahwa mata pencaharian utama penduduk Indramayu sebagian besar bekerja di sektor pertanian (41%) dan sektor perdagangan (22%), sedangkan sisanya bekerja di sektor industri (9%), sektor jasa (14%) dan jenis pekerjaan lainya (14%). 2.2 Tanaman Padi (Oryza Sativa).

Tanaman padi merupakan salah satu tanaman budaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae. Periode pertumbuhan tanaman padi terdiri dari 2 fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif (reproduktif). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan yang menghasilkan organ-organ vegetatif seperti akar, batang dan daun (tunas). Sedangkan fase generatif menghasilkan organ-organ generatif seperti malai, gabah dan bunga. Fase generatif (reproduktif) terdiri dari beberapa periode, yaitu periode pra-bunga dan pasca berpra-bunga. Periode pasca berbunga ini disebut juga sebagai periode pemasakan, sehingga dengan alasan tersebut para ahli ada yang membagi pertumbuhan padi dalam 3 periode, yaitu fase vegetatif, fase generatif dan pemasakan. (Manurung, 1988)

2.3 Hama Wereng Coklat

Hama merupakan hewan dalam jumlah tertentu yang menjadi perusak, penyebar penyakit dan pengganggu suatu tanaman budidaya, sehingga merugikan keberlangsungan budidaya tersebut. Wereng Batang Coklat (Gambar 1) merupakan serangga yang termasuk dalam ordo

Hemiptera subordo Auchenorryncha, famili

Delpaciadea dengan nama latin Nilaparvata

lugens. Sejak tahun 1970 keberadaan Hama

Wereng Coklat atau Brown Planthopper ini menjadi penting karena persebarannya luas di Indonesia dan menyebabkan tanaman padi

hopperburn Siklus hidup wereng coklat ini

terdiri dari beberapa tahapan yang terdiri dari telur, nimfa, dan imago (Kalshoven, 1981).

(2)

3

2.3.1 Morfologi Wereng Coklat

Serangga wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah terbatas. Wereng coklat dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus-ratus kilometer 2.3.2 Serangan, Gejala dan Siklus Hidup

Wereng coklat secara langsung merusak tanaman padi karena nimfa dan imagonya mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman kering dan akhirnya mati. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa yang ditularkannya. Kerusakan berat yang disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan pada persemaian, tetapi sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen. Bila tanaman padi muda terserang, menjadi berwarna kuning, pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil. Pada serangan yang parah keseluruhan tanaman menjadi putih, kering dan mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah tanaman yang terserang menjadi terlapisi oleh jamur, yang berkembang pada sekresi embun madu serangga.

Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi siklus hidup serangga. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi adalah suhu, menurut Pathak dan Khan dalam Widiastuti (2009) disebutkan bahwa setiap siklus hidup wereng coklat memiliki syarat kondisi iklim tertentu, yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Kondisi Lingkungan yang Dibutuhkan Hama Wereng Coklat Tahap Keterangan Batasan Telur

-Suhu Batas Hamaimum 250C-300C Batas lethal untuk menetas 33 0C Nimfa -Suhu Batas hamaimal untuk perkembangan 11,60 C-27,70C Batas rentan untuk perkembangan 300C Dewasa

-Suhu Batas Aktif 100C-320C (Sumber: Widiastuti, 2009)

Satu generasi siklus hidup dari hama wereng coklat berkisar antara 28 sampai 32 hari pada 250C dan 23 hari pada 280C. Mereka memiliki 3 tahapan periode dari siklus hidupnya yaitu, periode telur 8 sampai 10 hari, periode nimfa 12 sampai 14 hari, dan periode pre-oviposition 4 sampai 8 hari.

Berdasarkan siklus hidup tersebut, dalam satu musim tanam akan terdapat 2 sampai 8 generasi hama wereng coklat. Pertumbuhan hama wereng coklat periode pasca embrio juga dipengaruhi oleh dinamika suhu udara.

Pertumbuhan embrio hama wereng akan berhenti berkembang pada suhu dibawah 100C, sedangkan puncak tumpukan telur pada 250C. Periode tahapan telur juga sangat dipengaruhi suhu udara. Kisaran tahapan telur ialah: 26,7; 15,2; 8,2; 7,9 and 8,5 hari masing-masing pada suhu 150C, 200C, 250C, 280C dan 290C.

Kemampuan tumbuh hama wereng coklat pada fase nimfa dicapai pada suhu konstan 250C. Kisaran fase nimfa kira-kira 18,2; 13,2; 12,6; 13,6 and 17 hari masing-masing pada suhu 200C, 250C, 290C, 330C and 350C. Dapat disimpulkan bahwa periode terpendek yang diperlukan dari telur hingga fase nimfa adalah 20 hari pada suhu 270C sampai 280C dengan catatan bahwa ketahanan varietas tidak digunakan untuk makanan hama wereng.

Suhu optimal untuk aktifitas normal wereng coklat macroptera jantan berkisar dari 90C sampai 300C, sedangkan untuk wereng coklat betina adalah 100C sampai 320C. Suhu selama fase nimfa dan dewasa sangat mempengaruhi usia hama. Sangat sulit untuk menentukan suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan dari populasi Nilaparvata lugens. Walaupun begitu dapat di estimasi bahwa suhu 280C sampai 300C dengan suhu yang rendah pada malam hari adalah suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan hama (Susanti, 2008).

2.3.3 Perubahan Biotipe

Biotipe didefinisikan sebagai suatu populasi atau individu yang dapat dibedakan dari populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi didasarkan kepada kemampuan adaptasi, perkembangan pada tanaman inang tertentu, daya tarik untuk makan, dan meletakkan telur.

Sejak munculnya serangan wereng coklat di Indonesia pertama kali pada tahun 1930, wereng coklat terbukti mampu

(3)

4

beradaptasi secara terus menerus bila

dipelihara pada suatu varietas dan mampu mematahkan ketahanan varietas serta menghilangkan daya seleksi varietas yang ditempatinya. Pergiliran varietas sangat diperlukan untuk mengendalikan wereng coklat (Effendi, 1985).

Perubahan biotipe wereng coklat terjadi melalui seleksi alam. Penggunaan insektisisa dapat mematikan musuh alami, tapi tidak mematikan telur dan nimfa wereng secara keseluruhan. Wereng yang selamat merupakan wereng yang secara genetik memang terseleksi dari lingkungan. Sejak diketahuinya ada wereng coklat pada tahun 1930 (biotipe nol), muncul wereng coklat biotipe 1 pada tahun 1971. Pada tahun 1975, untuk menghadapi wereng biotipe 1 telah diintroduksi varietas IR26. Namun tahun 1976 terjadi ledakan wereng coklat yang disebabkan perubahan wereng coklat biotipe 1 ke wereng coklat biotipe 2.

Pada tahun 1980, varietas IR42 dikenalkan untuk menghadapi wereng biotipe 2. Namun pada musim tanam 1981 / 1982 dilaporkan varietas IR42 telah terserang wereng coklat (biotipe 3) di kabupaten Simalunggun – Sumatera Utara. Kemudian varietas padi IR 56 (gen tahan Bph3) diperkenalkan pada 1983 dan IR64 (gen tahan Bph1+) tahun 1986. Saat ini varietas IR64 lebih banyak digunakan petani karena mempunyai rasa nasi enak, produksi tinggi, dan tahan wereng coklat biotipe 3 (Effendi, 2007).

2.3.4 Pengendalian Wereng Coklat

Dampak kerugian yang timbulkan oleh adanya serangan hama wereng coklat ini sangat merugikan petani. Pada beberapa kejadian serangan hama wereng coklat tanaman cukup dibasmi dengan pestisida, namun tidak jarang tanaman harus ditanam ulang. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi petani karena biaya penggarapan lahan dan sarana produksi yang petani menjadi bertambah. Namun jika serangan hama wereng coklat terjadi pada saat fase generatif atau pematangan, hal ini dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, serangan hama wereng coklat ini perlu dikendalikan.

Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan perkembangbiakan hama tersebut. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah:

1) Melakukan pemantau secara rutin dan terjadwal.

2) Memusnahkan sisa tanaman yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa.

3) Menanam padi varietas unggul tahan hama.

4) Melakukan pemusnahan selektif terhadap padi yang terserang ringan. 5) Melakukan penyemprotan dengan

insektisida.

Dalam melakukan pemantauan secara rutin diperlukan sebuah model untuk mendeteksi serangan hama wereng batang coklat.

2.4 Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS)

MODIS merupakan instrumen utama yang terdiri dari satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM), yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat,

National Aeronautics and Space Administration (NASA) serta dikelola oleh

NASA Goddard Space Flight Center (GSFC) di Greenbelt, Maryland. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra (EOS-AM1) berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999, sedangkan satelit Aqua (EOS-PM1) diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. Satelit Terra mengelilingi bumi secara polar (utara ke selatan) melintasi equator pada pagi hari (10:30 waktu setempat), sedangkan satelit Aqua mengelilingi bumi dari selatan ke utara melintasi equator pada sore hari (13:30 waktu setempat). Lebar cakupan lahan (the swath width) pada permukaan bumi setiap putaran kedua satelit tersebut sekitar 2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 bands, mulai panjang gelombang 0,405 - 14,835 μm. Secara rinci band gelombang MODIS dan kegunaan setiap band dapat dilihat pada Lampiran 1 (Supriadi, 2008).

Satelit MODIS merupakan pengembangan yang diturunkan dari NOAA

Advanced Very High Resolution Radiometer

(AVHRR) dan jalur orbit dari satelit ini lebih luas dalam menjangkau bagian-bagian penting bumi dibandingkan sensor terra lainnya. Sensor ini mengukur persen permukaan bumi yang ditutupi oleh awan setiap harinya. MODIS sangat ideal digunakan untuk memantau perubahan besar yang terjadi di biosfer. Instrumen dikalibrasi

(4)

5

secara berkala dengan menggunakan tiga

metode, yakni diffuser surya, blackbody, dan peralatan kalibrasi spectroradiometrik (NASA, 2010a).

Satelit MODIS mengukur:

 Suhu permukaan (daratan dan lautan) dan deteksi api;

 Warna lautan (sediment, phytoplankton);

 Peta vegetasi global dan deteksi perubahan global

 Karakteristik awan

 Konsentrasi aerosol dan keadaannya

 Suhu dan kelembaban;

 Tutupan salju dan karakteristiknya (NASA.gov)

Tabel 2. Spesifikasi MODIS

Spesifikasi Keterangan Orbit : 705 km, 10:30 a.m.

descending node (Terra) or 1:30 p.m. ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular

Scan Rate : 20.3 rpm, cross track Swath

Dimension :

2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir)

Telescope : 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with intermediate field stop Size : 1.0 x 1.6 x 1.0 m Weight : 228.7 kg

Power : 162.5 W (single orbit average)

Data Rate : 10.6 Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps (orbital average) Quantization: 12 bits Spatial Resolution : 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36) Design Life: 6 years

(Sumber: NASA, 2010b)

2.4.1 Enhanced Vegetation Index (EVI) Indeks vegetasi merupakan besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Pemantauan vegetasi dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near

infrared). Fenomena penyerapan cahaya

merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang

terdapat pada daun akan mebuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIR/RED adalah nilai suatu indeks vegetasi (simple ratio).

Algoritma indeks vegetasi dalam perkembangan ilmu remote sensing sudah mengalami banyak pengembangan diantaranya NDVI, SAVI, ARVI dan EVI. Algoritma NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index) merupakan algoritma yang

biasa digunakan dalam memperoleh nilai indeks vegetasi, hal ini disebabkan karena nilai indeks vegetasi yang dihasilkan berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi), dengan persamaan:

𝑁𝐷𝑉𝐼 =[

NIR RED −1]

[ REDNIR +1]………(1) yang ekivalen dengan:

𝑁𝐷𝑉𝐼 =NIR −REDNIR +RED……….(2) Algoritma SAVI (Soil-Adjusted

Vegetation Index) merupakan perbaikan dari

NDVI untuk koreksi pantulan cahaya dari tanah, sedangkan algoritma ARVI

(Atmospherically Resistant Vegetation Index)

memperhitungkan hamburan cahaya biru di atmosfer terhadap nilai NDVI dan terakhir algoritma EVI (Enhanced Vegetation Index) merupakan pengembangan indeks vegetasi penurunan dari algoritma SAVI dan ARVI. Algoritma EVI lebih tahan terhadap pengaruh komposisi aerosol atmosfer dan pengaruh variasi warna tanah. Algoritma EVI dirumuskan dengan persamaan:

EVI = 𝐺 ∗(𝐿+𝑁𝐼𝑅+𝐶𝑁𝐼𝑅−𝑅𝐸𝐷

1𝑅𝐸𝐷+𝐶2𝐵𝐿𝑈𝐸 )…………(3)

Persamaan algoritma EVI pada persamaan 3 menggunakan informasi kanal cahaya biru agar tahan terhadap distorsi atmosfir. Variabel C1 dan C2 merupakan

faktor pembobotan untuk mengatasi aerosol, sedangkan variabel L adalah faktor kalibrasi efek kanopi dan tanah, sedangkan G adalah faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1. Nilai variabel L, C1, C2, dan G biasanya diberikan nilai masingmasing 1; 6; 7,5; dan 2,5

Algoritma EVI dirancang agar memiliki sensifitas yang lebih baik terhadap daerah sangat hijau (subur dan lebat). Pada vegetasi yang rapat (dense vegetation), nilai NDVI sudah tidak merespon pada level 0,8 (saturasi), sedangkan EVI masih memiliki

(5)

6

respon. Nilai EVI MODIS memperhitungkan

kanal biru pada kanal 3 dengan persamaan: EVI = 𝐾𝑎𝑛𝑎𝑙2 + 𝐶𝐾𝑎𝑛𝑎𝑙2 − 𝐾𝑎𝑛𝑎𝑙1

1× 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑙1 + 𝐶2× 𝐾𝑎𝑛𝑎𝑙3 + 𝐿 (1.5 + L)

…..(4) Kanal 3 merupakan sensor cahaya biru untuk panjang gelombang antara 0,460-0,480 µm. (Sudiana, 2008)

Profil pertumbuhan padi selama musim tanam sampai panen dan kondisi/fase bera dapat dideteksi oleh data satelit. Profil tersebut diperoleh berdasarkan nilai EVI MODIS. Profil pertumbuhan tanaman padi berdasarkan EVI MODIS menunjukkan pola pertumbuhhan tanaman padi yang pada umumnya berbentuk lonceng agak simetris (Gambar 2).

Gambar 2. Profil Pertumbuhan Tanaman Padi

berdasarkan EVI MODIS (Sumber: Domiri, 2005)

2.4.2 Suhu Permukaan (Land Surface Temperature/LST)

Suhu Permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam mengetahui keadaan fisik permukaan dalam remote

sensing. Menurut Dousset dan Gourmelon

(2003) suhu permukaan dapat menyediakan informasi penting mengenai kondisi fisik permukaan dan iklim yang memiliki peranan dalam proses alam.

Suhu permukaan mendeskripsikan panas permukaan bumi yang dirasakan jika kita menyentuh permukaan tersebut. Berdasar sudut pandang satelit “permukaan” merupakan segala sesuatu yang terlihat diatas tanah, dapat berupa salju dan es, tanaman, atap bangunan ataupun daun didalam kanopi hutan. Suhu permukaan sangat berbeda dengan suhu udara yang termasuk dalam laporan harian. Kisaran suhu permukaan pada satelit MODIS mulai dari -250C (biru tua) sampai 450C (kuning pink). Pada lintang tengah sampai tinggi, suhu permukaan tanah bervariasi sepanjang tahun, akan tetapi daerah khatulistiwa cenderung tetap

konsisten hangat, sedangkan antartika dan greenland tetap kosisten dingin. Ketinggian suatu permukaan juga berpengaruh penting dalam suhu permukaan, barisan pegunungan di utara Amerika lebih dingin dibandingkan daerah lain pada lintang yang sama. (NASA, 2010c)

Suhu permukaan merupakan suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan suatu objek tidak sama, bergantung pada sifat fisik permukaan objek. Sifat fisik objek tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang tinggi sedangkan konduktivitas thermalnya rendah maka suhu permukaannya akan menurun, contohnya pada permukaan tubuh air. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang rendah dan konduktivitas thermalnya tinggi maka suhu permukaan akan meningkat, contohnya pada permukaan darat (Sutanto, 1986). Stefan-Boltzmann mendefinisikan hubungan radiasi dengan suhu permukaan dinyatakan dalam rumus :

𝐹 =.. 𝑇𝑠4…………..(5) Keterangan :

F : Limpahan radiasi (MJ / m2 / hari)

ε : Emisivitas permukaan (ε =1, pada benda hitam)

σ: Tetapan Stefan-Boltzmann (5,67*10-8 W/m2/K4)

Ts: Suhu permukaan (K)

Pada satelit MODIS untuk mengukur radiasi dan emisivitas permukaan menggunakan band 31 (10.780 - 11.280µm) dan 32 (11.770 - 12.270 µm). Kedua band tersebut merupakan gelombang inframerah jauh, yang biasa digunakan untuk mengukur radiasi suhu permukaan dengan persamaan: 𝑇𝑠= 𝐴1+ 𝐴21−𝜀𝜀 + 𝐴3∆𝜀𝜀2 𝑇31+𝑇32 2 + 𝐵1+ 𝐵21−𝜀𝜀 + 𝐵3∆𝜀𝜀2 𝑇31+𝑇32 2 + 𝐶 ………(6) dimana, ∆𝜀 = 𝜀31− 𝜀32 dan 𝜀 = 0,5(𝜀31+ 𝜀32 merupakan selisih dan rata-rata dari emisivitas permukaan dalam band 31 dan 32. 𝑇31dan 𝑇32merupakan kecerahan suhu dari band 31 dan 32. Koefisien 𝐴1, 𝐴2, 𝐴3, 𝐵1, 𝐵2, 𝐵3 di dapat dari interpolasi regresi linier dari simulasi data pengiriman radiasi yang cakupan luas permukaan dan kondisi atmosfer (Akhoondzadeh, 2008).

(6)

7

2.5 Analisis Serangan Hama Wereng

Coklat menggunakan Parameter Iklim

Penyebab terjadinya serangan hama sangat berfluktuatif dengan dinamika iklim. Peubah iklim yang mempengaruhi meluasnya serangan hama wereng coklat diketahui dengan cara menghitung nilai korelasi pearson antara luas serangan hama wereng coklat dengan parameter iklim seperti curah hujan, suhu udara maksimum, suhu udara minimum, kelembaban udara maksimum dan kelembaban udara minimum. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter iklim berkorelasi cukup baik dengan luas serangan hama wereng coklat hanya pada kejadian tahun 1998, yaitu saat anomali iklim la-nina terjadi. Parameter iklim yang mempunyai korelasi lebih dari 0.4 adalah : curah hujan, suhu maksimum, suhu maksimum 2 minggu sebelum kejadian, suhu minimum, suhu minimum 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu sebelum kejadian, kelembaban maksimum, kelembaban minimum, kelembaban minimum 2 minggu sebelum kejadian, kelembaban rata, dan kelembaban rata-rata 2 minggu sebelum kejadian (Susanti, 2008).

2.6 Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Menggunakan Hubungan EVI dan LST

Analisis daerah yang teserang wereng coklat dalam wilayah yang sangat luas memerlukan suatu metode agar penanggulangan dapat dilakukan secara tepat dan efektif. Salah satu metode yang dapat dilakukan ialah dengan memanfaatkan teknologi remote sensing.

Parameter iklim yang berkorelasi dengan serangan hama wereng coklat ialah curah hujan, suhu udara dan kelembaban. Analisis serangan hama wereng coklat menggunakan pendekatan remote sensing digunakan data EVI dan LST dengan menganalisis hubungan EVI dan LST saat terjadi serangan hama wereng coklat.

Pada suatu lahan indeks vegetasi akan meningkat seiring dengan menurunnya suhu permukaan (LST). Hal ini berkaitan dengan kemampuan vegetasi untuk mengatur suhunya melalui perpindahan panas laten yaitu perpindahan panas melalui evapotranspirasi. Radiasi yang diserap dan jumlah air yang tersedia di suatu permukaan lahan merupakan dua unsur utama yang mengatur suhu permukaan. Pada saat ketersediaan air menjadi minim baik di lahan yang bervegetasi maupun tidak, maka suhu permukaan akan meningkat (Parwati, 2008).

Secara teoritis plot antara Indeks Vegetasi dan LST berbentuk seperti segitiga. Batas garis atas segitiga diasumsikan sebagai batas kering (dry edge), sedangkan batas garis bawah sebagai batas basah (wet edge). Posisi piksel pada scatter plot menunjukkan kondisi kelembaban lahan. Piksel yang berada dekat dengan garis batas kering akan lebih rendah lengas lahannya dibandingkan dengan piksel yang berada di dekat garis batas basah (wet edge).

Skema Hubungan NDVI – Ts mengilustrasikan mekanisme biofisik suatu lahan (Gambar 3). Kemiringan (slope) grafik pada hubungan antara LST dan NDVI berkaitan dengan laju evapotranspirasi, resistansi stomata vegetasi, dan kondisi lengas tanah.

.

(7)

8

Pada permukaan lahan yang mempunyai

tingkat NDVI tinggi, perubahan suhu permukaan (LST) tidak begitu nyata karena vegetasi mampu untuk mengatur air. Hubungan antara LST dan NDVI adalah negatif, yang berarti semakin tinggi suhu permukaan maka indeks vegetasinya menurun (Hung and Yasuoka; Sandholt et al, dalam Parwati,2008).

Skema hubungan indeks vegetasi dengan suhu permukaan biasa digunakan dalam penentuan Temperature Vegetation

Dryness Index (TVDI). Formula TDVI dapat

dilihat pada persamaan: 𝑇𝑉𝐷𝐼 = LST −LST𝑚𝑖𝑛

LST𝑚𝑎𝑥−LST𝑚𝑖𝑛…… (7)

LSTmin merupakan suhu permukaan minimum yang disebut dengan batas basah. LST adalah suhu permukaan yang diamati pada suatu pixel. LSTmax adalah suhu permukaan maksimum untuk nilai NDVI tertentu (LSTmax = a + b * NDVI). Koefisien a, b merupakan nilai intersep dan slope pada garis linear yang mencerminkan batas kering (dry edge) pada Gambar Skema hubungan NDVI - TS (Parwati, 2008).

Analisis serangan hama wereng coklat pada tanaman padi menggunakan data satelit Terra MODIS dilakukan dengan pendekatan hubungan EVI dan LST yang peka terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, suhu permukaan, dan penutupan lahan.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada Oktober 2009 sampai dengan bulan April 2010, di Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta. Penelitian juga dilakukan di Lab. Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada April 2010 – Desember 2010.

3.2 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan ialah:

a. Data Suhu Permukaan delapan harian MODIS April 2007-Febuari 2009 resolusi 250m (Mod11A2)

b. Data Vegetation Indeks Enam Belas harian MODIS April 2007-Febuari 2009 resolusi 250m (Mod09)

c. Data Luas Serangan Hama Wereng 2 mingguan tiap kecamatan wilayah Indramayu Musim Tanam

2007-2008/2009 dari Instalasi Pusat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (PPOPT) Indramayu.

Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat

Personal Computer yang dilengkapi dengan

perangkat lunak seperti : a. MODIS Reprojection Tools b. ER Mapper 7.0

c. Wordpad d. ArcView GIS 3.3 e. Ms. Office

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa antara luas serangan hama dengan parameter data satelit. Parameter data satelit yang digunakan berupa suhu permukaan (LST) 8 harian dan indeks vegetasi (EVI) 8 harian yang diturunkan melalui data satelit MODIS.

Analisis hubungan parameter EVI dan LST ini digunakan untuk menganalisis serangan hama wereng coklat berdasarkan kondisi kelengasan atau kelembaban permukaan. Analisis kondisi kelengasan permukaan dilakukan dengan pendekatan metode Temperature Vegetation Dryness

Index (TVDI).

3.3.1 Koreksi Geometrik Sistimatik Tahapan awal pengerjaan data MODIS ialah koreksi geometrik (reprojection) menggunakan modul perangkat lunak MRT (MODIS Reprojection Tool). MRT merupakan perangkat lunak untuk mengolah data MODIS dalam memproyeksikan data. Perangkat lunak ini memiliki fungsi untuk pemisahan dan penggabungan data MODIS. Fungsi pemisahan data MODIS ini mencakup metode nearest neighbor, bilinear dan cubic

convolution. Fungsi penggabungan data

MODIS dilakukan dengan mengelompokkan beberapa file input lalu digabung menjadi satu gambar utuh. Data input yang dimasukkan haruslah mempunyai sifat yang sejenis seperti bentuk format file, ukuran data, jenis proyeksi, ukuran pixel harus sama. Jika sifat inputnya tidak sama maka perangkat lunak MRT tidak dapat mengolah lebih lanjut (error). Input data untuk pengolahan di MRT hanya ada dua macam yaitu HDF – EOS dan raw binary ( 8, 16, dan 32 bit), sedang output datanya berupa HDF – EOS , Geotiff, raw binary. Tahapan Pengerjaan Koreksi Geometrik Sistematik secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2.

Gambar

Gambar 1. Wereng Coklat
Tabel 2. Spesifikasi MODIS

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan

Dimana pada sistem yang baru ini bagian keuangan akan dapat melakukan aktivitas dengan cepat dan akurat serta akan dapat menghemat waktu dalam aktivitas

Menjelaskan kerjakan soal hitungan Tugas 6 Perhitungan mixdesign campuran aspal beton 5 14 Mampu menjelaskan tipe kerusakan dan perbaikan kerusakan jalan Metode

Maka berdasarkan pemaparan diatas, peneliti mengkaji lebih lanjut peluang pengembangan material baru, yaitu keramik Bone China untuk menciptakan fenomena baru

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana ditetapkan Peraturan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada siklus 1 masih ada anak yang belum berhasil dalam penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw pada materi

(ii) timbul daripada pencemaran atau kontaminasi harta yang tidak dilindungi oleh Sijil ini. dengan syarat liabiliti maksimum Syarikat tidak boleh melebihi jumlah tercatat

Dalam mode ini dilakukan dengan memberi nilai 0 pada bit WGM21, WGM20,COM21 dan COM20 pada register TCCR2 (gambar 2.14) sedangkan besarnya prescaler yang digunakan dapat