• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PERILAKU RUSA TIMOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TERHADAP PERILAKU RUSA TIMOR"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

JANTAN DI PENANGKARAN, HUTAN PENELITIAN

DRAMAGA, BOGOR

RIMA FEBRIA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

EFEK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) TERHADAP

PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822)

JANTAN DI PENANGKARAN, HUTAN PENELITIAN

DRAMAGA, BOGOR

RIMA FEBRIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan MARIANA TAKANDJANDJI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian pasak bumi terhadap perilaku (harian dan seksual) dan tingkat konsumsi pakan rusa timor jantan di penangkaran. Penelitian dilakukan di penangkaran rusa, Hutan Penelitian Dramaga Bogor, menggunakan rancangan bujur sangkar latin (latin square

design) dengan empat (4) perlakuan dosis pemberian pasak bumi yaitu, R0 (0

mg), R1 (3000 mg), R2 (5000 mg) dan R3 (7000 mg). Penelitian menggunakan empat ekor rusa timor jantan. Pemberian pasak bumi dilakukan selama empat (4) periode masing-masing selama 10 hari secara berturut-turut. Untuk mengetahui efek perilaku libido seksual, setiap rusa jantan perlakuan dipasangkan dengan satu ekor rusa timor betina pada akhir masa pemberian pasak bumi (hari ke-10).

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap perilaku harian dan seksual rusa timor jantan. Selama penelitian, rata-rata lama waktu istirahat untuk rusa tanpa pemberian pasak bumi (R0) adalah 4,13 ± 0,25 jam, sedangkan rusa contoh yang diberi pasak bumi (R1, R2 dan R3) menunjukkan rata-rata lama waktu istirahat yang sama yakni 4,25 ± 0,5 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan pada rata-rata lama waktu konsumsi dimana rusa kontrol (R0) menunjukkan lama waktu perilaku makan selama 4,88 ± 0,25 jam, sedangkan untuk yang diberi dosis R1, R2 dan R3 menunjukkan lama waktu perilaku makan yang sama yakni 4,75 ± 0,25 jam.

Meskipun hasil analisis statistik tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05), namun hasil pengamatan menunjukan bahwa secara relatif ada perbedaan pengaruh pemberian dosis pasak bumi terhadap perilaku seksual rusa timor jantan di penangkaran. Pada perilaku nyengir (flehmen), frekuensi nyengir tertinggi ditunjukkan pada pemberian dosis 3000 mg (13,13 ± 9,76 kali) dan menurun pada dosis 5000 mg (10,55 ± 12,66 kali) dan 7000 mg (9,53 ± 12,73 kali). Perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting), frekuensinya meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis yakni dosis 3000 mg sebanyak 23,60 ± 29,66 kali), dosis 5000 mg sebanyak 28,80 ± 31,34 kali dan menurun pada dosis 7000 mg yakni 22,80 ± 40,75 kali. Pada perilaku mendekati betina, frekuensinya ternyata meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian dosis pasak bumi yakni berturut-turut 0 mg (R0) sebanyak 0 kali, pada dosis 3000 mg (R1) yaitu 15 ± 1,87 kali, dosis 5000 mg (R2) yaitu 19 ± 2,75 kali, dan dosis 7000 mg (R3) sebanyak 23 ± 2,87 kali. Frekuensi perilaku mencium alat kelamin betina terlihat fluktuatif yakni meningkat kemudian menurun pada dosis tinggi, yakni pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) 0 kali, perlakuan 2 (3000 mg -R1) yaitu 28 ± 13 kali, pada perlakuan 3/dosis 5000 mg (R2) yaitu 24 ± 3 kali, pada perlakuan 4/dosis 7000 mg (R3) yaitu 46 ± 5,75 kali. Pada perilaku menaiki betina frekuensinya ternyata meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian dosis pasak bumi yakni berturut-turut 0 mg (R0) sebanyak 0 kali, pada dosis 3000 mg (R1) yaitu 7 ± 3,87 kali, dosis 5000 mg (R2) yaitu 31 ± 4,63 kali, dan dosis 7000 mg (R3) sebanyak 37 ± 5,37 kali.

(4)

Dilihat dari rataan jumlah konsumsi pakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah konsumsi pakan meningkat sejalan meningkatnya dosis pasak bumi yakni berturut-turut dosis 3000 mg sebesar 5,38 ± 0,22 kg rusa jantan yang diberi pasak bumi dengan 5000 mg yakni 5,86 ± 0,84 kg dan pada dosis 7000 mg jumlah konsumsi pakan lebih banyak yakni 6,08 ± 1,18 kg.

Kata kunci : rusa timor jantan, pasak bumi, perilaku harian, perilaku seksual, penangkaran

(5)

Male Timor Deer (Rusa timorensis de Blainville 1822) Behaviour in Captive Breeding of Forest Research Dramaga, Bogor. Under Supervision of BURHANUDDIN MASY'UD and MARIANA TAKANDJANDJI.

This study aims to determine the effect of giving the pasak bumi on behaviour (daily and sexual) and the level of feed intake male timor deer in captivity. The study was conducted in captive deer, Forest Research Dramaga Bogor, using a latin square design with four (4) treatment doses pasak bumi that is, R0 (0 mg), R1 (3000 mg), R2 (5000 mg) and R3 (7000 mg). The study using four male timor deers. Provision of pasak bumi is doing for four (4) each period for 10 consecutive days. To find out the behavioral effects of sexual libido, each paired with a treatment stag timor deer one female at the end of the pasak bumi administration (10 days).

The results showed there is no significant difference (P>0.05) on the daily behavior and male sexual timor deer. During the study, the average length of deer rest time without giving pasak bumi (R0) was 4,13 ± 0,25 hours, while the deer are given examples of the pasak bumi (R1, R2 and R3) showed the same an average length of rest periods is 4,25 ± 0,5 hours. The same thing is shown in the average length of time in which the consumption of deer control (R0) showing a long feeding behaviour during 4,88 ± 0,25 hours, while for a given doses of R1, R2 and R3 indicate the length of time to eat the same behaviour is, 4,75 ± 0,25 hours.

Although the results of statistical analysis is not showing the differences influence significantly (P>0.05), but the observation result showing that there are differences influence relatively for giving pasak bumi doses of male sexual behavior timor deer in captivity. Grins on the behavior (flehmen), grinning at the highest frequency shown in the 3000 mg dose (13,13 ± 9,76 times) and decreased at a dose of 5000 mg (10,55 ± 12,66 times) and 7000 mg (9,53 ± 12,73 times). Ranggah rubbing behavior (rutting), its frequency increases with increasing doses of the dose of 3000 mg as many as 23,60 ± 29,66 times), 5000 mg dose of as much as 28,80 ± 31,34 times and decreased at a dose of 7000 mg which is 22,80 ± 40,75 times. On approaching the behaviour of females, the frequency was increased with increasing dose of pasak bumi row 0 mg (R0) as much as 0 time, at a dose of 3000 mg (R1) is 15 ± 1,87 times, the dose of 5000 mg (R2) is 19 ± 2,75 times, and the dose of 7000 mg (R3) of 23 ± 2,87 times. Frequency behaviour of the female genitalia seen kissing the fluctuation increases then decreases at higher doses, is the treatment 1/dosis 0 mg (R0) 0 times, treatment 2 (3000 mg-R1) is 28 ± 13 times, the treatment 3/dosis 5000 mg (R2) is 24 ± 3 times, the treatment 4/dosis 7000 mg (R3) is 46 ± 5,75 times. On behavior mounting the frequency of females was increased with increasing dose of the pasak bumi row 0 mg (R0) as much as 0 time, at a dose of 3000 mg (R1) is 7 ± 3,87 times, the dose of 5000 mg (R2) is 31 ± 4,63 times, and the dose of 7000 mg (R3) of 37 ± 5,37 times. Judging from the average amount of feed intake, the results show that feed increases as increasing doses of the earth peg consecutive dose of 3000 mg of 5,38 ± 0,22 kg

(6)

stag pasak bumi fed with 5000 mg which is 5,86 ± 0,84 kg and at doses of 7000 mg amount of feed intake more that 6,08 ± 1,18 kg.

Keywords: male timor deer, pasak bumi, the daily behavior, the sexual behavior, captive breeding

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efek Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Rusa Timor (Rusa

timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian

Dramaga, Bogor adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Rima Febria

(8)

Judul Skripsi : Efek Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

Nama : Rima Febria

NIM : E34080013

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S. Ir. Mariana Takandjandji, M.Si NIP. 19581121 198603 1 003 NIP. 19620508 198903 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003

(9)

KATA PENGANTAR

Teriring salam dan doa serta rasa syukur yang mendalam senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2011-Februari 2012 adalah Efek Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Rusa Timor (Rusa

timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga,

Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu, kakak, adik-adik tercinta serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S. dan Ibu Ir. Mariana Takandjandji, M.Si selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor, bapak-bapak yang berada di Penangkaran Rusa di kawasan Hutan Penelitian Dramaga atas bantuannya, Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) dan PT. PGN (Perusahaan Gas Negara) Persero, Tbk., atas bantuan dana penelitian serta kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2012

(10)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 16 Februari 1991 sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Bapak Ramli, S.P. dan Ibu Nelly Marsinah.

Pada tahun 1996 penulis lulus dari TK Dahlia, Sungai Limau, tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 08 Tanjung (SD Negeri 01 Batang Gasan), tahun 2005 penulis lulus dari MTsN Model Padusunan, Pariaman. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sungai Limau dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan intra kampus dan ekstra kampus. Organisasi intra kampus, yakni sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Kehutanan, IPB tahun 2009-2010, anggota Biro Pengembangan Sumberdaya Manusia, anggota Kelompok Pemerhati Mamalia dan Burung di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2009-2011. Selain itu penulis juga aktif di organisasi ektra kampus yakni sebagai Pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat (bendahara) tahun 2010-2012, dan anggota Forum Silaturrahim Mahasiswa ESQ-165 (Fosma ESQ ESQ-165) IPB. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan acara yang berlangsung di tingkat departemen, fakultas maupun kampus.

Selain itu penulis ikut berbagai kegiatan ilmiah yang diselenggarakan HIMAKOVA, yakni Eksplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Burangrang Jawa Barat pada tahun 2010, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tahun 2010 dan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi tahun 2011. Penulis juga melakukan kegiatan Magang di Kebun Raya Bogor, bagian tumbuhan obat pada tahun 2011. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Perum Perhutani Unit I Jateng KPH Banyumas Timur (Baturraden) dan KPH Banyumas

(11)

Barat (Cilacap), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (Sukabumi, Jawa Barat) dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Taman Nasinal Wasur, Merauke, Papua.

Dalam menunjang pendidikan di bangku kuliah, penulis merupakan penerima beasiswa dari Perhimpunan Orang tua Mahasiswa (POM-IPB) tahun 2008-2010 dan penerima beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2010-2012. Penulis juga mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian dan didanai oleh DIKTI pada tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Silvikultur pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar diantaranya, penulis mengikuti Program Pelatihan “I Love Science” yang dibimbing oleh Prof. Yohanes Surya dan selanjutnya mengajar siswa-siswi SD di Bogor dan Jakarta (2011-2012).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Efek Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor dibimbing oleh Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si.

(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah (skripsi) ini. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ama dan Apa yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, motivasi, dorongan dan dukungannya.

2. Nenek, Uni Rifa Idha, S.E., Tetha Risa Nellia, Abang Muhammad Ridwan, Mbak Rida Jamista dan Adek Rizal Mulya Arif serta keluarga dan sanak-saudara yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya.

3. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ibu Ir. Mariana Takandjandji, M.Si atas arahan, bantuan, saran, dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Ketua sidang ujian komprehensif, Ibu Resti Meilani S.Hut, M.Si atas saran dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dosen penguji, Bapak Ir. Sudaryanto atas saran dan masukannya dalam peyusunannya skripsi ini.

6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE), dan PT. PGN (Perusahaan Gas Negara) Persero, Tbk. sebagai donatur pendanaan penelitian.

7. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 8. Apak Uncu Mawir yang telah menyediakan dan mengirimkan pasak bumi

dari Banjarmasin.

9. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor atas bantuan alat timbangan ternak, dan Lab Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB atas bantuan alat timbangan digital.

10. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

11. Bapak Carlan Sudaryo (Pak Elon) dan Bapak Wawan serta seluruh teknisi lapangan di Penangkaran Rusa atas bantuan dan bimbingan selama di lapangan.

(13)

kebersamaannya.

13. Teman-teman seperjuangan di KSHE 45 “EDELWEISS 45”, HIMAKOVA dan E45 atas dukungan dan doanya serta kebersamaan selama ini.

14. Teman-Teman di kosan “Wisma Firaz” atas dukungan dan doanya serta kebersamaan selama ini.

15. Semua pihak yang telah terlibat dan membantu terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ... ix

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor ... 4

2.2 Perilaku Rusa ... 7

2.3 Tumbuhan Obat Pasak Bumi ... 11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan dan Tempat ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Data yang dikumpulkan ... 17

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.4.1 Rancangan percobaan ... 17

3.4.2 Teknik pengumpulan data... 18

3.5 Analisis Data ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 21

4.2 Kondisi Fisik ... 22

4.3 Kondisi Biologi ... 23

4.4 Sarana dan prasarana ... 23

4.5 Kondisi Fisik Lokasi Penangkaran ... 24

4.6 Penangkaran ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pasak Bumi ... 26

(15)

5.2 Pengaruh Pasak Bumi terhadap Perilaku Harian

Rusa Timor Jantan ... 28

5.2.1 Perilaku istirahat rusa timor jantan ... 28

5.2.2 Perilaku makan dan pola konsumsi rusa timor jantan ... 31

5.3 Pengaruh Pasak Bumi terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil pengacakan tempat dan perlakuan ... 18 2. Luas masing-masing lokasi berdasarkan peruntukan

lahan ... 21 3. Fungsi utama senyawa steroid ... 27 4. Analisis sidik ragam perilaku istirahat rusa timor jantan

yang diberi perlakuan di penangkaran rusa ... 30 5. Jumlah pakan yang dikonsumsi rusa timor jantan

di penangkaran (kg/individu/hari) ... 31 6. Analisis sidik ragam perilaku makan rusa timor jantan

yang diberi perlakuan di penangkaran rusa ... 33 7. Frekuensi nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan ... 37 8. Analisis sidik ragam perilaku nyengir (flehmen) rusa

timor jantan yang diberi perlakuan di penangkaran rusa .... 38 9. Frekuensi menggosok-gosok ranggah (rutting)

pada rusa timor jantan ... 39 10. Analisis sidik ragam perilaku menggosok-gosok ranggah

(rutting) rusa timor jantan yang diberi perlakuan

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) ... 5

2. Pakan rusa timor ... 7

3. Tahapan pertumbuhan ranggah rusa ... 10

4. Tumbuhan pasak bumi ... 12

5. Alat dan bahan serta obyek penelitian ... 15

6. Persiapan Pasak bumi ... 17

7. Lokasi pembangunan penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor ... 22

8. Sarana dan prasarana ... 23

9. Sarana dan prasarana di penangkaran ... 25

10. Rusa timor jantan yang sedang istirahat ... 30

11. Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi rusa timor jantan ... 32

12. Perilaku makan pada rusa timor jantan ... 34

13. Perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan ... 37

14. Rata-rata frekuensi perilaku nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan di penangkaran ... 38

15. Rata-rata frekuensi perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) pada rusa timor jantan ... 40

16. Perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) ... 42

17. Frekuensi perilaku mendekati betina pada rusa timor jantan ... 42

18. Frekuensi perilaku mencium alat kelamin betina pada rusa timor jantan ... 43

19. Perilaku mencium alat kelamin betina ... 43

20. Frekuensi perilaku menaiki betina pada rusa timor jantan ... 44

21. Rerata frekuensi perilaku seksual pada rusa timor jantan ... 45

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil analisis perilaku makan rusa timor jantan di penangkaran menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 53 2. Hasil analisis perilaku istirahat rusa timor jantan di penangkaran

menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 56 3. Hasil analisis jumlah pakan yang dikonsumsi rusa timor jantan

di penangkaran menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 58 4. Hasil analisis perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan

di penangkaran menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 60 5. Hasil analisis perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting)

rusa timor jantan di penangkaran menggunakan SPSS

Statistic 17.0 ... 63 6. Hasil analisis perilaku mendekati betina pada rusa timor jantan di

penangkaran menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 66 7. Hasil analisis perilaku mencium alat kelamin pada rusa timor

jantan di penangkaran menggunakan SPSS Statistic 17.0 ... 68 8. Hasil analisis perilaku mencium alat kelamin betina pada rusa timor

(19)

1.1 Latar Belakang

Rusa merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Adapun usaha yang dilakukan agar populasi rusa di alam tetap lestari, diantaranya melalui konservasi ex-situ atau sering disebut juga kegiatan penangkaran. Pada umumnya penangkaran rusa di Indonesia dilakukan secara ekstensif (tidak ada campur tangan manusia atau pengelola), misalnya dalam bentuk ranch dan semi intensif (campur tangan manusia hanya sebagian saja misalnya apabila kekurangan pakan).Jenis rusa yang sering ditangkarkan yaitu rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822). Hal ini karena rusa timor mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitatnya dibandingkan jenis rusa lainnya (Thohari et al. 2011). Pendapat inisesuai dengan Masy’ud (1997) bahwa rusa timor mempunyai daya adaptasi yang tinggi dan dapat hidup di hutan-hutan yang lebat.

Selain ekstensif dan semi intensif, penangkaran rusa dapat dilakukan dengan cara intensif. Penangkaran intensif merupakan kegiatan pengelolaan melalui campur tangan manusia atau pengelola. Menurut Masy’ud dan Taurin (2000), keberhasilan penangkaran bergantung pada keberhasilan reproduksi satwa yang ditangkarkan dan keberhasilan reproduksi sangat bergantung pada keberhasilan manajemen bibit, pakan, kesehatan dan teknologi reproduksi dan pemuliaannya. Dengan pengelolaan yang intensif, dapat dilakukan pengaturan terhadap reproduksi rusa. Pengaturan reproduksi merupakan satu kesatuan dari metode atau sistem reproduksi yang dikembangkan atau direkayasa melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi secara terus menerus dan berkesinambungan dengan pengelolaan yang dapat diaplikasikan untuk tujuan tertentu. Pengaturan reproduksi rusa timor diantaranya dapat dilakukan dengan cara stimulasi libido seksual dengan hormon atau pemberian bahan-bahan alami yang bersifat afrodisiak (perangsang), khususnya berasal dari tumbuhan.

(20)

2

Perkembangbiakan dan kemampuan dalam reproduksi akan dapat diketahui, dengan mengamati dan memahami perilaku rusa di penangkaran. Pengelolaan akan lebih baik apabila ditunjang oleh pengamatan yang mengarah pada proses reproduksi untuk proses domestikasi atau dengan kata lain, keberhasilan suatu penangkaran dapat dilihat dari pengelolaan dan kemampuan reproduksi pada jantan dan betina.

Perkawinan pada rusa jantan berhubungan erat dengan pertumbuhan ranggah yang ditandai oleh tingkah laku seksual yang memberikan kesan dominan sehingga dapat menarik perhatian rusa betina. Menurut Takandjandji dan Handoko (2005), perkawinan rusa jantan terjadi saat ranggah keras dan Zumrotun (2006) mengatakan bahwa pertumbuhan ranggah sejalan dengan kenaikan konsentrasi androgen dalam darah, sehingga penambahan hormon androgen dari luar akan memperpendek siklus ranggah. Dengan lebih singkatnya waktu yang dibutuhkan untuk mengerasnya ranggah, maka waktu untuk perkawinan rusa juga akan lebih cepat.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan yang tinggi, termasuk tumbuhan herbal yang bersifat afrodisiak (perangsang). Salah satu contoh tumbuhan herbal ini yaitu pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack). Pemanfaatan pasak bumi di tengah masyarakat sampai saat ini sudah cukup optimal, akan tetapi dalam dunia kedokteran hewan dan penangkaran satwaliar masih sangat sedikit. Kurangnya pemanfaatan pasak bumi di bidang satwaliar karena belum adanya data dan informasi mengenai manfaat pasak bumi bagi satwa, terutama untuk reproduksi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang efek pemberian pasak bumi terhadap perilaku reproduksi (seksual) rusa timor jantan di penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui efek pemberian pasak bumi terhadap perilaku (harian dan seksual) rusa timor jantan di penangkaran.

(21)

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teknologi reproduksi rusa di penangkaran sebagai aspek konservasi ex-situ.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio-ekologi Rusa Timor

Rusa termasuk satwa ruminansia dari bangsa artiodactyla, suku cervidae yang memiliki17 marga, 42 jenis dan 196 anak jenis. Rusa menyebar hampir di seluruh dunia, kecuali bagian sahara (Afrika), Antartika dan Pasifik. Secara umum rusadicirikan dengan tubuhnya ditutupi rambut sama dengan mamalia umumnya, jumlah jari yang genap, empat buah jari pada setiap kakinya; dua jari berada agak di atas dan mengecil sehingga tidak mencapai tanah, sedangkan dua jari lainnya menopang pada tanah (Semiadi 2006).

Di Indonesia semua jenis rusa (rusa timor, rusa sambar, rusa bawean, dan muntjak) termasuk dalam kategori sebagai satwa langka dan dilindungi undang-undang. Rusa timor merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi dan status konservasi dalam IUCN termasuk dalam Red List, rusa timor digolongkan ke dalam “Vulnerable” yaitu dalam kondisi rentan dari kepunahan dan termasuk jenis satwa yang dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999. Rusa timor terdiri dari delapan sub-spesies dan menyebar di seluruh wilayah nusantara, rusa sambar terdiri dari dua sub-spesies menyebar di Sumatera dan Kalimantan, rusa bawean hanya terdiri dari satu jenis dan endemik di Pulau Bawean, sedangkan Muntjak atau kijang terdiri dari satu jenis dan terdapat di Pulau Jawa (Masy’ud et al. 2003). Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan salah satu rusa asli Indonesia. Morfologi rusa timor menurut Schroder (1976); Reyes (2002); Semiadi dan Nugraha (2004) memiliki ciri-ciri rambut berwarna coklat kemerahan dengan bagian bawah perut dan ekor berwarna coklat, mempunyai ukuran tubuh yang kecil, tungkai pendek, ekor panjang, dahi cekung, dan gigi seri relatif besar. Rusa jantan memiliki ranggah yang relatif besar, ramping, panjang, dan bercabang. Cabang pertama mengarah ke depan, cabang belakang kedua terletak pada satu garis dengan cabang belakang pertama, cabang belakang kedua lebih panjang dari cabang depan kedua, cabang belakang kedua

(23)

kiri dan kanan terlihat sejajar (Gambar 1). Sedangkan taksonomi rusa timor dapat diuraikan sebagai berikut :

Phyllum : Vertebrata Sub phylum : Chordata Class : Mammalia Ordo : Artiodactyla Familia : Cervidae Genus : Rusa

Species : Rusa timorensis de Blainville 1822 (IUCN, 2008)

Gambar 1 Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822).

Menurut Whitehead (1993) diacu dalam Semiadi (2006), rusa timor pernah dilepaskan di daerah Banjarmasin pada tahun 1680 dan berkembang dengan baik. Selain itu pelepasan secara tidak sengaja di daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur). Tahun 1855, rusa timor dari daerah Pulau Seram pernah didatangkan ke Kepulauan Aru (Nootebom 1996 diacu dalam Semiadi 2006). Rusa timor juga pernah dilepaskan di Taman Nasional Wasur dan populasinya berkembang baik serta status perlindungannya dicabut sehingga masyarakat diizinkan berburu (Semiadi 2006), akan tetapi populasi rusa timor saat ini semakin berkurang dan menurun. Melihat kondisi seperti ini, Taman Nasional Wasur mempunyai kebijakan untuk tetap mengizinkan dan memperbolehkan masyarakat berburu rusa timor dengan syarat menggunakan alat buru tradisional. Selain di Indonesia, rusa timor juga menyebar di Afrika, Australia, Pasifik, Papua New Guinea dan Selandia Baru.

(24)

6

Menurut Semiadi (2006) dan Wiyanto (2011), rusa timor memiliki habitat asli berupa hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savana. Adanya lingkungan yang ternaungi merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh rusa karena sebagai tempat berteduh dan untuk menghindar dari gangguan insekta (pada jantan yang sedang mengelupas kulit velvetnya) serta sebagai tempat bersembunyi. Menurut Semiadi (2006) bahwa rusa timor mempunyai habitat utama berupa savana dan di daerah hutan terbuka. Padang rumput dan daerah-daerah terbuka merupakan tempat mencari makan, sedangkan hutan dan semak belukar merupakan tempat berlindung. Salah satu tempat berlindung yang disukai oleh rusa timor adalah semak-semak yang didominasi oleh kirinyuh (Eupatorium

spp.), saliara (Lantana camara), gelagah (Saccarum spontaneum) dan alang-alang

(Imperata cylindrica).

Wiyanto (2011) menyebutkan bahwa dalam hal pemilihan pakan, rusa lebih menyukai hijauan berdaun lunak dan basah serta bagian yang muda seperti dari jenis leguminosa atau kacang-kacangan dan rumput-rumputan. Di daerah lain yang menjadi habitat rusa timor, seperti di Papua diantara spesies tumbuhan yang terdapat di dataran tinggi Kebar, terdapat empat (4) jenis leguminosa yang paling disukai oleh rusa, yaitu Themeda arguens, Melinis minutiflora, Cyperus

rotundus dan Imperata cylindrica (Pattiselanno et al. 2009).

Menurut Semiadi (2006), berdasarkan pemilihan pakan, rusa timor termasuk ke dalam grazer (pemakan rerumputan). Aktivitas mencari pakan pada satwa ruminansia (foraging) dapat dikategorikan ke dalam tiga bagian, yaitu merumput (grazing), ruminasi (ruminating) dan istirahat (resting). Dalam mencari pakan, rusa tropis dikenal paling aktif di malam hari atau yang disebut

nocturnal (Semiadi 2006), sedangkan rusa yang ditangkarkan cenderung

meluangkan waktunya lebih banyak untuk istirahat, ruminasi dan berjalan dibandingkan dengan makan dan minum.

Menurut Takandjandji dan Garsetiasih (2002), pakan yang diberikan pada rusa timor di penangkaran di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari rumput, legum dan makanan penguat berupa dedak padi. Jenis hijauan pakan tersebut adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), king grass (Pennisetum

(25)

beringin (Ficus benjamina), kabesak (Acacia leucophloea), name (Pipturus

argenteus) dan busi (Melochia umbellata). Pemberian pakan didasarkan pada

bobot badan rusa yakni 10% x berat badan x 2. Maksud dikalikan dua adalah memperhitungkan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena pakan telah tua, tidak disukai, kotor dan terinjak-injak, serta telah bercampur dengan faeces (kotoran) dan urine (air kencing). Sebagai perangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral, pemberian pakan rusa di penangkaran selalu disertai dengan pemberian garam. Hasil penelitian Takandjandji (2009) menyebutkan bahwa jenis hijauan yang diberikan pada rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga adalah bayondah (Isachne globosa), aawian (Panicum

montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv), lameta (Leersia hexandra Swartz), kolonjono (Hierochloe horsfieldii Maxim), dan gewor

(Comellina nudiflora L.). Adapun pakan rusa timor di penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), kaliandra (Calliandra callothyrsus) (Gambar 2) dan berbagai jenis rumput lainnya.

(a) (b)

Gambar 2 Pakan rusa timor. (a) Rumput gajah (Pennisetum purpureum); (b) Kaliandra (Calliandra calllothyrsus).

2.2 Perilaku Rusa

Perilaku dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme (Timbergen 1979) yang merupakan suatu gerakan atau perubahan gerak termasuk perubahan dari bergerak ke tidak bergerak sama sekali. Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan kehidupannya, satwaliar melakukan kegiatan-kegiatan agresif, persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan makan, pelindung, pasangan untuk kawin, dan reproduksi. Perilaku timbul karena adanya

(26)

8

rangsangan dari dalam tubuh satwa atau dari lingkungan dan perilaku berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, baik dari luar maupun dari dalam (Tanudimadja 1978). Setiap satwa dilahirkan dengan berbagai pola perilaku yang sudah sempurna tetapi sebagian pola perilaku berkembang di bawah pengaruh rangsangan lingkungan atau karena proses belajar.

Menurut Dradjat (2002), pertumbuhan ranggah berhubungan dengan siklus reproduksi dan ranggah juga berkaitan dengan perilaku seksual, sedangkan Takandjandji dan Handoko (2005) mengatakan, ranggah dan musim kawin pada rusa timor jantan terdapat korelasi. Ranggah yang keras, kuat dan sempurna akan sangat berpengaruh selama musim kawin, dimana terjadi perkelahian antar sesama pejantan untuk merebut betina (Takandjandji et al. 1998). Pada musim kawin rusa jantan terlihat sangat galak sehingga ranggah digunakan sebagai alat untuk berkelahi dengan sesama pejantan. Pertumbuhan dan perkembangan ranggah pada rusa jantan dipengaruhi oleh pubertas, terutama peredaran hormon testosteron. Testosteron yang rendah menyebabkan pelepasan ranggah dan pertumbuhan ranggah baru, sedangkan testosteron yang tinggi menyebabkan matinya velvet dan pengerasan sempurna pada ranggah.

Libido merupakan kebutuhan biologis untuk aktivitas seksual (rangsangan seksual) dan seringkali ditandai sebagai perilaku seksual. Dalam definisi lain libido seksual adalah dorongan yang berkekuatan atau yang memiliki energi dan bersifat seksual (Arifiyanti 2010). Timbulnya libido pada hewan jantan ditandai dengan terjadinya ereksi (Zumrotun 2006). Sekresi hormon reproduksi pada rusa dipengaruhi oleh cahaya harian pendek, dimana dengan berkurangnya panjang hari akan terjadi peningkatan frekuensi dan besarnya sekresi LH (Luteinizing

Hormone), serta naiknya tingkat FSH (Follikel Stimulating Hormone) dan akan

mempengaruhi perkembangan testis dalam memproduksi hormon testosteron (Masy’ud 1998).

Tomaszewska et al. (1991) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara tingkat hormon yang beredar dalam tubuh, misalnya testosteron atau estrogen, dan jumlah aktivitas seksual yang ditunjukkan oleh satwa jantan dan betina disebabkan oleh: (a) kadar hormon yang lebih besar dalam kebanyakan individu satwa untuk menunjukkan tingkah laku seksual secara maksimal atau (b)

(27)

respon terhadap hormon yang dipengaruhi sepenuhnya oleh reaksi sebelumnya dari pusat syaraf.

Dilihat dari aspek reproduksi, rusa termasuk satwaliar yang produktif, dengan masa reproduksi dimulai dari umur 1,5 - 12 tahun, dan rusa dapat bertahan hidup antara umur 15 - 20 tahun. Hasil penelitianTakandjandji et al. (1998) pada rusa timor di penangkaran NTT melaporkan bahwa rata-rata lama birahi 2,2 hari dengan siklus 20,3 hari; dewasa kelamin atau pubertas pada rusa jantan 8 bulan dan rusa betina 8,13 bulan; umur perkawinan pertama pada rusa jantan 12,7 bulan pada rusa betina 15,3 bulan; umur kebuntingan pertama 17 bulan dengan lama bunting 8,4 bulan dan umur beranak pertama 25,5 bulan dengan jarak kelahiran pertama dan kedua 13,25 bulan; lama menyusui 4 bulan dengan tingkat pertambahan anak rusa yang lahir per tahun 0,8 ekor dan ratio kelamin anak yang lahir antara jantan dan betina 1:1,3 ekor; persentase kelahiran sebesar 96,07% dan tingkat kematian 17,25%.

Musim kawin pada rusa tropis sangat tergantung pada kondisi alam setempat. Perkiraan massa perkawinan dapat dilakukan dengan mengurangi lama kebuntingan terhadap bulan kelahiran anak. Cara lain memperkirakan musim kawin adalah dengan mengekstrapolasi bulan tertinggi pejantan dalam keadaan ranggah keras, adanya bekas torehan pada tumbuhan, terbentuknya kubangan dan perilaku pejantan dalam menjaga betina (Semiadi 2006). Umur tertua mampu bereproduksi yang tercatat pada rusa timor adalah pada umur 16 tahun. Sedangkan kebuntingan itu sendiri dilaporkan mulai dapat terjadi apabila berat badan telah mencapai minimal 70% dari berat dewasanya. Semiadi (2006) melaporkan bahwa berat minimal untuk kebuntingan pada rusa timor adalah 40-50 kg, kelahiran pertama dapat terjadi pada umur 15-18 bulan, dengan masa kebuntingan selama 8 (delapan) bulan, berarti bahwa umur termuda perkawinan pertama pada rusa timor dapat terjadi pada umur 7 (tujuh) bulan, kelahiran rusa timor di penangkaran dari awal sampai akhir musim kemarau dan di NTT bulan tertinggi kelahiran rusa yaitu bulan Juli.

Menurut Semiadi (2006), ranggah merupakan ciri utama dari kelompok rusa dan hanya dimiliki oleh pejantan, namun pada rusa jenis Rangifer tarandus (reindeer) dan Alces alces (moose) betina juga memiliki ranggah. Ranggah

(28)

10

merupakan jaringan tulang yang tumbuh keluar dari anggota tubuh dan memiliki siklus tumbuh, mengeras dan luruh secara berulang dan terus-menerus. Pertumbuhan ranggah merupakan satu-satunya jaringan tubuh hewan yang tumbuh paling cepat. Pertumbuhan ranggah terjadi pada daerah tulang tengkorak, dengan pusat pertumbuhannya di daerah frontal yang disebut pedicle adalah sejalan dengan pertambahan umur, diawali dengan tampaknya pusaran bulu dan dilanjutkan dengan tumbuhnya benjolan yang membesar dan memanjang pada saat jantan memasuki umur pubertas. Pertumbuhan selanjutnya yaitu velvet yang diawali dengan pertumbuhan tulang rawan (kartilago) yang memanjang dan diselimuti oleh lapisan kulit tipis berbulu yang kaya akan pembuluh darah dan syaraf. Selanjutnya proses pengerasan jaringan (kalsifikasi) yang diawali dengan menipis dan matinya jaringan velvet dan diakhiri dengan terlihatnya jaringan tulang disebut ranggah kera. Ranggah pada rusa berbeda dengan tanduk pada sapi, kerbau, kambing dan domba yang terbuat dari bahan dasar keratin, teksturnya berlubang dan tidak memiliki siklus tumbuh dan luruh.

Selama pertumbuhan ranggah tua, perlu peningkatan konsumsi mineral. Ketika kondisi ranggah keras maka perilaku untuk berkubang dan sikap agresif akan meningkat. Di saat seperti ini rusa dalam kondisi optimum untuk kawin (Semiadi 2006). Hal ini berkaitan dengan peningkatan hormon testosteron yang berfungsi dalam proses siklus pertumbuhan ranggah dan juga spermatogenesis (Semiadi 2006). Adapun pertumbuhan dan perkembangan ranggah terlihat pada Gambar 3.

(29)

c d

e f

Gambar 3 Tahapan pertumbuhan ranggah rusa. (a) Saat ranggah luruh/lepas; (b) Saat pertumbuhan pedicle; (c) Saat pertumbuhan velvet; (d) Saat

ranggah keras; (e) Kondisi ranggah keras pasca pemotongan; (f) Ranggah yang sudah lepas.

2.3 Tumbuhan Obat Pasak Bumi

Menurut Heriyanto et al. (2006), pasak bumi pada umumnya berbentuk semak atau pohon, tingginya dapat mencapai 10 m, berdaun majemuk menyirip ganjil, batangnya berwarna kuning, kulit batang keras, dan rasanya sangat pahit (Gambar 4). Pasak bumi merupakan tumbuhan pantai yang bagus dan menarik. Menurut Ang et al. (2003), pasak bumi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Dunia : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Simaroubaceae Genus : Eurycoma

(30)

12

Gambar 4 Tumbuhan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack)

Keterangan: Pohon pasak bumi; Serbuk pasak bumi (dari kiri ke kanan).

Pasak bumi tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia yakni ditemukan di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya (Talawang 2009). Heriyanto et al. (2006), menyatakan bahwa pasak bumi adalah tumbuhan liar yang banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dari permukaan laut. Penyebaran pasak bumi meliputi Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malaya, Burma Selatan, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Di Jawa, tumbuhan ini belum pernah ditemukan.

Pasak bumi merupakan salah satu tumbuhan herbal dan bagian yang dimanfaatkan yaitu bagian akar dan batangnya. Pasak bumi termasuk tumbuhan

afrodisiak (perangsang). Menurut penelitian Sukimin (2008), tumbuhan afrodisiak

mengandung senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan peredaran darah pada sistem saraf pusat atau sirkulasi darah tepi. Efeknya dapat meningkatkan sirkulasi darah pada alat kelamin pria. Menurut Heriyanto et al. (2006), batang dan akar pasak bumi yang telah diperdagangkan secara luas sampai ke Malaysia berkhasiat untuk meningkatkan stamina di samping sebagai obat sakit kepala, sakit perut, dan sipilis. Daun pasak bumi dipakai sebagai obat disentri, sariawan, dan meningkatkan nafsu makan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Forest Research of Malaysia membuktikan bahwa pasak bumi mengandung bahan aktif. Bahan aktif tersebut adalah beta-sitosterol, N-nonacosana, dan neoclovena. Pasak bumi memiliki

(31)

pengaruh terhadap peningkatan kadar testosteron 4 (empat) kali lebih besar daripada ginseng. Disamping itu, penggunaan pasak bumi dalam jangka waktu yang lama dan dosis yang tidak tepat atau berlebihan akan mengganggu kesehatan terutama bagi kesehatan hati dan dapat merusak fungsi organ ginjal (Pusat Medis 2008). Sedangkan menurut Heriyanto et al. (2006) keseluruhan bagian dari tumbuhan pasak bumi dapat digunakan sebagai obat, antara lain obat demam, radang gusi, obat cacing, dan sebagai tonikum setelah melahirkan.

Menurut Sukimin (2008), hasil penelitian Nurliani Bermawie di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor, bahwa masyarakat suku Banjar di Kalimantan Selatan menggunakan pasak bumi sebagai obat kuat. Hal ini diperkuat lagi bahwa khasiat pasak bumi yang paling dipercaya adalah yang berasal dari pedalaman Kalimantan Barat. Khasiat tersebut telah dibuktikan oleh Johari Mohd. Saad, yang melakukan penelitian dengan menggunakan tikus jantan dan betina, dimana tikus jantan yang diberi ektrak pasak bumi menunjukkan perilaku lebih agresif terhadap tikus betina.

Ekstrak ethanolic yang terkandung dalam pasak bumi dapat menambah jumlah hormon testosteron. Ethanolic merangsang bekerjanya chorionic gonadotropin (Ch atau hCG) yang bisa membantu terbentuknya testosteron. Selain itu, akar pasak bumi juga dapat mengobati penyakit malaria, karena mengandung senyawa kuasinoid dan erikomanon. Pasak bumi juga dapat mencegah serangan kanker, karena mengandung senyawa kuasinoid dan alkaloid. Hal ni telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Abdul Razak Mohd Ali dari Forest Research Institute of Malaysia, sebanyak delapan (8) alkaloid ditemukan dalam akar pasak bumi, salah satunya adalah 9-methoxycanthin yang berfungsi sebagai antikanker payudara (Sukimin 2008).

Menurut Sukimin (2008), penelitian yang dilakukan oleh Department of

Pharmacognocy, Tokyo College of Pharmacy & The Faculty of Medicine, Tokyo University, Jepang menemukan senyawa antileukimia dari pasak bumi. Selain

afrodisiak, antikanker, antimalaria, dan antileukemia, pasak bumi juga bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh bagi para penderita HIV. Struktur kimia isolate A dari akar pasak bumi, diidentifikasi sebagai eurycomanone.

(32)

14

Eurycomanone mampu menghambat angiogenesis pada CAM embrio ayam

(33)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012 di penangkaran rusa dalam kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor. Penelitian dibagi dalam 4 (empat) periode dan masing-masing periode terdiri dari 4 hari masa pendahuluan (preliminary) dan 5 hari pengumpulan data (collecting data) di dalam kandang individu dan 1 hari pengumpulan data di kandang individu (rusa betina digiring ke kandang rusa jantan), sehingga total waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 hari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas kamera, jam, kalkulator, timbangan, dry wet, SPSS Statistics 17.0, dan alat tulis. Adapun obyek yang digunakan yaitu rusa jantan berumur 4-12 tahun (sudah dewasa tubuh) yang memiliki bobot tubuh berkisar 50-70 kg sebanyak 4 ekor dan rusa timor betina yang sudah siap kawin sebanyak 1 ekor setiap periode dan setiap periode digunakan betina yang berbeda. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu pakan rusa (rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum)), kaliandra (Calliandra calllothyrsus Meissn)), pisang (Musa paradisiaca Linn), dan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack). Adapun kandang yang digunakan yaitu kandang individu dengan ukuran kandang yaitu 1,5 m x 1,5 m x 2 m (Gambar 5).

(34)

16 (c ) (d) (e) (f) (g) (h)

Gambar 5 Alat dan bahan serta obyek penelitian. (a) Rusa timor jantan; (b) Serbuk pasak bumi; (c) Kapsul pasak bumi; (d) Pisang;

(e) Kaliandra; (f) Rumput gajah; (g) Timbangan; (h) Dry Wet.

Pasak bumi yang masih dalam bentuk kayu digiling hingga menjadi serbuk, lalu dimasukkan ke dalam kapsul kosong, dengan bobot per kapsul sebanyak 200 mg. Kemudian dimasukkan ke dalam pisang yang telah disiapkan sebelumnya. Setiap pisang dimasukkan lima (5) buah kapsul pasak bumi. Selanjutnya diberikan kepada rusa timor jantan sebanyak 1 (satu) kali sehari pada pagi hari bersamaan dengan pemberian pakan (Gambar 6).

(35)

Gambar 6 Persiapan Pasak bumi. 3.3 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer meliputi: perilaku harian terutama perilaku makan, istirahat, dan perilaku seksual. Data sekunder meliputi: suhu, kelembaban, curah hujan, dan ketinggian tempat.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapangan menggunakan rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square Design) 4 x 4, yaitu rusa yang digunakan sebanyak 4 (empat) ekor. Rusa yang digunakan dalam penelitian ini adalah rusa jantan yang memiliki ranggah keras, dan ranggah baru lepas. Pengumpulan data dilakukan selama 4 (empat) periode dan setiap periode selama 10 (sepuluh) hari. Setiap akhir periode (pada hari kesepuluh) rusa jantan digabung dengan rusa betina untuk melihat perilaku seksual yang muncul.

3.4.1 Rancangan percobaan

Perlakuan diberikan sebanyak empat (4) perlakuan dengan jenis pakan dasar berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum), kaliandra (Calliandra calllothyrsus Meissn) yang dicampur dengan pasak bumi (Eurycoma

longifolia Jack) yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul. Perlakuan yang

diberikan adalah :

Perlakuan 1 (R0) : tanpa diberi serbuk pasak bumi (0 kapsul)

Perlakuan 2 (R1) : serbuk pasak bumi dengan dosis 3.000 mg (15 kapsul) Perlakuan 3 (R2) : serbuk pasak bumi dengan dosis 5.000 mg (25 kapsul) Perlakuan 4 (R3) : serbuk pasak bumi dengan dosis 7.000 mg (35 kapsul)

(36)

18

Tabel 1 Hasil pengacakan tempat dan perlakuan

Periode Hasil Pengacakan

1.A 2.B 3.C 4.D

I R3 R0 R2 R1

II R1 R3 R0 R2

III R0 R2 R1 R3

IV R2 R1 R3 R0

Keterangan: 1; 2; 3; 4 = nomor rusa R0; R1; R2; R4 = perlakuan A; B; C; D = kode kandang 3.4.2 Teknik pengumpulan data

Data primer diperoleh dengan cara mengamati dan mencatat : a. Perilaku harian, meliputi :

- Perilaku makan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan rusa mulai mengkonsumsi rumput yang telah disediakan pengelola di dalam kandang. Data ini diperoleh dengan cara mengamati perilaku makan, yaitu mencatat lama makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi dalam sehari.

- Perilaku istirahat adalah kegiatan duduk atau berdiri sambil memamah biak atau tidur dan memejamkan mata. Data ini diperoleh dengan cara mengamati atau mencatat lama waktu yang digunakan selama beristirahat dalam sehari.

b. Perilaku seksual

- Perilaku nyengir (flehmen) adalah mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bibir yang sedikit membuka atau bibir atas terlihat dikerutkan. Data yang diamati adalah frekuensi nyengir selama perlakuan.

- Perilaku gosokkan ranggah (rutting) adalah menggosok-gosokkan ranggah di dinding atau pintu kandang. Data yang diamati adalah frekuensi mengosok-gosokkan ranggah.

- Perilaku mendekati betina adalah kegiatan rusa jantan mendekati betina dalam jarak yang sangat dekat dan berusaha untuk mencium alat kelamin betina tersebut. Data yang diamati dan dicatat adalah frekuensi rusa timor jantan untuk mendekati betina.

(37)

- Perilaku mencium alat kelamin betina adalah rusa jantan mencium bagian alat kelamin luar atau mencium atau menjilati air kencing betina. Data yang diamati dan dicatat adalah frekuensi rusa timor jantan untuk menciumi alat kelamin betina.

- Perilaku menaiki betina (mounting) adalah kegiatan rusa jantan untuk dapat menaiki punggung betina. Data yang diamati dan dicatat adalah frekuensi rusa timor jantan menaiki punggung betina.

Data sekunder diperoleh dengan cara:

a. Studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data pendukung yang diperlukan dalam penelitian ini. Data-data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, tesis, skripsi dan lain-lain.

b. Wawancara dengan petugas di lapangan. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data yang relevan.

c. Pengamatan langsung. Digunakan untuk memperoleh data yang mendukung penelitian mencakup teknik pemeliharaan rusa yang ada di penangkaran rusa timor di tempat penelitian.

3.5 Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin

Square Design) 4 x 4, dengan model matematis sebagai berikut :

Y ijk = µ + ai + βj + ∑ijk, dimana :

Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-k dalam baris ke-i dan kolom ke-j

µ = nilai rata-rata

a-i = pengaruh rusa ke-i; 1-4 β-j = pengaruh periode ke-j; 1-4 y-k = pengaruh perlakuan ke-k; 1-4 ∑ ijk = kesalahan baku (error)

Data diolah menggunakan SPSS Statistics 17.0 dan diperoleh secara eksperimen dan bersifat kualitatif, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan uji LSD (least significant difference) yang menggambarkan keseluruhan perilaku yang diamati, baik perilaku harian maupun

(38)

20

perilaku seksual. Pengamatan perilaku seksual dilakukan pada rusa-rusa yang telah diberi perlakuan kemudian mengamati dan mencatat setiap perubahan tingkah laku setelah diberikan pasak bumi sebagai perlakuan sampai tanda-tanda perilaku seksual hilang.

(39)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Secara administrasi, HP Dramaga termasuk Desa Setu Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi HP Dramaga terletak pada ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Secara geografis lokasi ini terletak pada 6033’8’’-6033’35’’ LS dan 106044’50’’-1060105’19’’ BT. Jarak dari Bogor ± 9,0 km ke arah Barat dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama ± 30 menit. Luas keseluruhan areal HP Dramaga sekitar 57,75 ha di mana sebagian besar (41,6%) merupakan hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1954 (Takandjandji 2009) (Tabel 2).

Tabel 2 Luas masing-masing lokasi berdasarkan peruntukan lahan

No. Peruntukan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Keterangan

1. Hutan Tanaman 24,00 41,56 127 jenis pohon

2. Areal Penyangga 11,90 20,61 Tanaman obat

3. CIFOR 10,00 17,32 Kantor

4. Areal Wisata Alam 4,25 7,36 Tepi danau

5. Areal Pusat Pengelolaan 3,00 5,19 Kantor,

lapangan

6. Fasilitas Umum 2,50 4,33 Perumahan

dinas

7. Areal Makam 2,10 3,64 Dekat

pemukiman

TOTAL 57,75 100

Sumber : Takandjandji (2009).

Menurut Takandjandji (2009) luas lokasi sekitar 24,00 ha merupakan areal hutan tanaman sejumlah 102 petak, termasuk di dalamnya areal penelitian sutera alam dan penanaman murbei serta Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (lama). Areal penyangga seluas 11,90 ha merupakan lokasi yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dimana dilakukan kegiatan konservasi

(40)

22

seluas 10 ha digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk pembangunan kantor dan fasilitas. Areal seluas 4,25 ha yang berada di tepi Danau Situ Gede merupakan areal yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai wisata alam terutama pada hari-hari libur. Areal seluas 3,00 ha digunakan sebagai pusat pengelolaan yakni pembangunan perkantoran, lapangan olahraga, instalasi listrik dan air, perumahan dinas karyawan dan rencana pengembangan fasilitas hunian. Sedangkan untuk fasilitas umum seluas 2,50 ha merupakan areal bekas persemaian dan bangunan Dharma Wanita (lama) serta pembangunan warung atau kios barang-barang kebutuhan sehari-hari. Lokasi yang tersisa sekitar 2,10 ha digunakan untuk areal makam karena berdekatan dengan pemukiman penduduk. Namun dalam pengembangannya, dari luas areal wisata alam, fasilitas umum, dan sebagian kecil areal pengelolaan, digunakan sebagai lokasi penangkaran rusa seluas ± 7,0 ha (Gambar 7).

Gambar 7 Lokasi pembangunan penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor (Sumber: Setio 2008).

Fungsi HP Dramaga sejak ditetapkan adalah selain sebagai tempat penelitian, sumber plasma nutfah, sumber benih tanaman, juga sebagai sarana pendidikan dan latihan, dan tempat rekreasi. Sedangkan tujuan dari pengembangan penangkaran rusa timor di HP Dramaga adalah untuk membangun pusat teknologi penangkaran rusa, dan mengintegrasikan pemanfaatan hutan, satwaliar, serta potensi alam dalam pengembangan eko-widya wisata.

4.2 Kondisi Fisik

Berdasarkan hasil penelitian Parisy et al. (1999), lokasi HP Dramaga beriklim basah dengan tipe hujan A. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.940 mm dengan jenis tanah latosol coklat kemerahan yang pada lapisan bagian atas

Setu Gede

(41)

bertekstur liat sampai berdebu, solum sangat dalam, dan drainase sedang dengan pH tanah 5,0-6,0. Topografi, datar sampai agak bergelombang dengan kelerengan 0-5%. Namun topografi pada areal penangkaran rusa, umumnya datar.

4.3 Kondisi Biologi

Flora yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 127 jenis tumbuhan, mencakup 88 marga dan 43 famili (Parisy et al. 1999). Jenis tumbuhan tersebut merupakan tanaman introduksi (42 jenis pohon) dan 88 jenis asli Indonesia (pohon 85 jenis, bambu satu jenis, rotan satu jenis, palmae satu jenis). Jenis tanaman introduksi terdiri dari jenis pohon berdaun jarum (Gymnospermae) tiga jenis dari marga pinus dan jenis daun lebar (Angiospermae) 39 jenis (34 marga, 18 famili) khusus marga khaya dan terminalia. Jenis pohon introduksi berasal dari negara beriklim tropis dan sub tropis.

Jenis tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan pohon pada HP Dramaga, terdiri dari jukut kakawatan (Cynodon dactylon), paku kawat (Lycopodium cernuum), kirinyuh (Eupatorium pallescens), paku areuy (Gleichenia linearis), dan harendong (Melastoma polyanthum). Jenis fauna yang terdapat dalam HP Dramaga adalah ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai atau bajing (Lariscus sp), dan musang (Paradosurus hermaphroditus). Menurut Solihati (2007), jenis burung yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 29 jenis terdiri dari 21 suku, dua jenis diantaranya merupakan burung endemik Pulau Jawa yakni Spizaetus bartelsi dan Stachyris grammiceps.

4.4 Sarana dan Prasarana

Kawasan HP Dramaga selain memiliki sarana dan parasana berupa perkantoran, bangunan dan perumahan karyawan, juga memiliki enclave kampung yakni Semplak dan kampung Jawa. Di samping itu, HP Dramaga memiliki beberapa sarana dan prasarana penting, di antaranya adalah Danau Setu Gede yang pada hari libur sering dijadikan sebagai tempat rekreasi dan banyak dikunjungi masyarakat sekitar Bogor dan penangkaran rusa (Gambar 8). Danau Setu Gede memiliki pemandangan indah yang dijadikan sebagai tempat perlombaan memancing ikan, dan berperahu mengelilingi danau.

(42)

24

(a) (b)

Gambar 8 Sarana dan prasarana (a) Danau Setu Gede; (b) Penangkaran rusa di Hutan Penelitian Dramaga.

4.5 Keadaan Fisik Lokasi Penangkaran

Lokasi penangkaran rusa berada di dalam kawasan Hutan Penelitian Dramaga, milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Lokasi ini memiliki topografi yang cenderung landai dengan kemiringan antara 00 – 50. Lokasi penangkaran ini menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, termasuk daerah dengan hujan tipe A, yaitu bulan kering rata-rata 0,3 maksimum 2, frekuensi 1 dan bulan basah rata-rata 11,2 maksimum 12 frekuensi 8. Rata-rata curah hujan 3.892,40 mm dan hari hujan 271,84 hari. Temperatur maksimum rata-rata 31,840C, minimum rata-rata 22,640C dan rata-rata kelembaban 83,76%. 4.6 Penangkaran

Berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola, luas areal penangkaran 7,0 Ha dengan target daya dukung kurang lebih 100 ekor rusa, dengan acuan 1,0 Ha dapat menampung 14 ekor rusa. Areal penangkaran yang berada di bawah tegakan hutan memiliki sinar matahari yang tidak cukup untuk menumbuhkan rumput guna memenuhi kebutuhan rusa. Penyusunan alokasi kandang yang diperuntukkan untuk kandang semi alami 5,0 Ha dan kebun penanaman pakan 2,0 Ha. Kandang semi alami terdiri dari kandang individu, kandang jepit, lorong penggiringan, pedok, kandang pembiakan, kandang pembesaran, kandang trenggiling. Selain itu, terdapat pula sarana prasarana pendukung penangkaran rusa yaitu kebun pakan, pengolahan limbah, pos penjagaan, kantor pusat informasi dan gudang (Gambar 9).

(43)

(a) (c)

(a) (d)

Gambar 9 Sarana dan prasarana di penangkaran. Keterangan: (a) Lorong penggiringan; (b) Pedok; (c) Kandang pembesaran; (d) Kebun pakan.

(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pasak Bumi

Salah satu suku tumbuhan yang mempunyai banyak anggota dan berkhasiat obat adalah Simaroubaceae. Anggotanya yang paling terkenal adalah pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack). Suku Dayak Kenyah menggunakannya untuk obat sakit perut dan demam, dan suku Banjar menggunakannya untuk

afrodisiak (perangsang) sedangkan di Thailand digunakan sebagai antimalaria.

Saat ini pasak bumi sudah merupakan komoditi ekspor (Mandang dan Andianto 2007). Ciri utama kayu pasak bumi adalah berpembuluh baur dengan diameter agak kecil, rata-rata kurang dari 100 mikron, kayu pasak bumi dari bagian batang sulit dibedakan dari kayu bagian akar. Akar berbentuk lancip sedangkan batang berbentuk silindris.

Kondisi habitat pasak bumi bergelombang dengan kelerengan berkisar antara 15-45%, ketinggian tempat 250-300 m dari permukaan laut. Habitat pasak bumi merupakan hutan tropis dan tanah tidak pernah tergenang air, datar tetapi lebih disukai kondisi tanah yang miring, aerasi baik atau banyak mengandung pasir. Pada tingkat semai, tumbuhan ini banyak dijumpai mengelompok di bawah tajuk hutan. Tumbuhan muda tidak menyukai cahaya langsung, tetapi memerlukan cahaya langsung sejak tumbuhan memasuki tingkat pohon (Heriyanto et al. 2006).

Menurut Zumrotun (2006), tumbuhan yang digolongkan dalam kelompok afrodisiaka menunjukkan adanya aktivitas hormonal yaitu hormon androgenik. Hormon androgenik adalah hormon untuk hewan jantan dan mempunyai peranan dalam aktivitas atau tingkah laku kawin hewan jantan. Peningkatan hormon androgenik akan berpengaruh terhadap peningkatan libido seksualnya.

Berdasarkan hasil analisis pasak bumi yang dilakukan oleh Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM IPB, No. 405.016/LPSB/1/12 (hasil analisis terlampir) bahwasanya sampel serbuk pasak bumi mengandung Alkaloid (wagner dan dragendorf), Flavonoid, dan Steroid. Teknis analisis sampel pasak bumi

(45)

yang dilakukan, yaitu teknik visualisasi warna untuk menentukan kandungan senyawa dalam serbuk. Pada umumnya alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar yang terdapat dalam tumbuhan dan mencakup senyawa bersifat basa serta mengandung atom nitrogen. Alkaloid memiliki karakteristik rasa pahit di lidah. Flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air yang mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi, sedangkan steroid merupakan senyawa sebagai hormon kelamin pada satwa (Harborne 1987). Fungsi steroid disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Fungsi utama senyawa steroid

Tempat dihasilkan Hormon Jenis Kimia Fungsi Utama

Ovarium Estrogen Steroid - Tingkah laku kawin

- Sifat-sifat seksual sekunder

Ovarium Progesteron Steroid - Mempertahankan kebuntingan

- Pertumbuhan ambing

Testis Androgen

(testosteron)

Steroid - Tingkah laku kawin jantan - Spermatositogenesis

- Mempertahankan sistem saluran kelamin jantan

- Fungsi dari kelenjer tambahan

Korteks ginjal Kortisol Steroid - Kelahiran

- Sintesis susu

Plasenta Estrogen Steroid - Pengenalan kebuntingan oleh

induk pada babi

Plasenta Progestin Steroid - Mempertahankan kebuntingan

Sumber : Tomaszweska et al. (1991).

Berdasarkan tabel di atas, steroid sangat berperan penting dalam reproduksi. Keberadaan senyawa steroid dalam tumbuhan pasak bumi, dapat mempengaruhi perilaku seksual dan proses reproduksi rusa timor jantan. Berbeda dengan alkaloid dan flavonoid tidak berpengaruh langsung kepada perilaku seksual dan proses reproduksi. Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Senyawa alkaloid yang berasal baik dari tanaman maupun hewan menunjukkan beragam aktivitas biologi. Di Brazil, beberapa perusahaan farmasi telah menggunakan tanaman yang mengandung alkaloid ini sebagai bahan baku fitokimia. Kebutuhannya senantiasa meningkat setiap tahun sehingga mendorong para peneliti untuk mengembangkan tanaman, terutama di bidang pertanian dan obat-obatan. Salah satu penggunaan tanaman Ageratum conyzoides terutama dibidang pertanian dan obat-obatan. Penggunaan tanaman ini secara tradisional dapat menyembuhkan berbagai jenis

(46)

28

penyakit, bisa menjadi sumber ekonomi yang penting bagi Indonesia (Utami dan Robara 2008).

Menurut Waji dan Sugrani (2009), flavanoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau kecuali alga dan merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini berwarna merah, ungu dan biru, sedangkan dalam tumbuhan ditemukan berwarna kuning. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktif sebagai obat. Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron glikosida dan dihidroflavonol O-glikosida. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, 2 cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3)

sehingga membentuk susunan C6-C3-C6. Steroid terdiri atas beberapa kelompok

senyawa dan pengelompokan didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin (Lenny 2006).

Menurut Pratomo et al. (2010), pemberian pasak bumi dengan dosis 40 mg/200 g bb (bb=berat badan) fraksi air yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari pada tikusdilanjutkan pengamatan melalui tingkah laku, menguap (yawning) dan meregangkan tubuh (stretching). Gerakan stretching dan yawning dianggap suatu gerakan yang mencerminkan adanya timbul nafsu libido pada tikus tua. Diperoleh hasil bahwa pasak bumi mempunyai peran sebagai afrodisiaka pada tikus putih tua.

5.2 Pengaruh Pasak Bumi terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan 5.2.1 Perilaku istirahat rusa timor jantan

Perilaku istirahat pada rusa di penangkaran yang dikelola dengan sistem

(47)

banyak melakukan aktivitas memamah biak sambil duduk atau berbaring di bawah naungan pohon-pohon yang banyak serasahnya. Perilaku ini umumnya dilakukan pada saat tengah hari dan terik matahari mencapai maksimum (Zumrotun 2006). Hasil pengolahan data pada pengamatan penelitian ini terhadap waktu yang digunakan untuk aktivitas istirahat dapat diketahui bahwa rusa dengan dosis pasak bumi 0 mg (R0), 3000 mg (R1), 5000 mg (R2) dan 7000 mg (R3) tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti yang terlihat Tabel 4. Hal ini karena kondisi alat kelamin sekunder (ranggah) keempat rusa timor jantan berbeda-beda. Berbeda dengan laporan Zumrotun (2006) bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan adanya kecenderungan penurunan waktu yang digunakan untuk istirahat. Semakin tinggi dosis sanrego yang diberikan, akan semakin rendah atau singkat waktu yang digunakan untuk istirahat. Kecenderungan penurunan waktu yang digunakan untuk istirahat, disebabkan satwa dalam kondisi birahi atau libidonya meningkat, sehingga sebagian besar waktunya lebih banyak digunakan untuk aktivitas seksualnya. Semakin tinggi libido seksualnya maka akan semakin tinggi pula aktivitas yang digunakan untuk memperhatikan atau menarik betina untuk mendekati, mencium, menggosokkan ranggah dan agonistik, sehingga semakin kecil atau semakin rendah waktu yang tersedia untuk istirahat. Perbedaan hasil analisis ini, karena perbedaan tempat perlakuan. Penelitian ini di lakukan di dalam kandang individu sehingga pakan yang dikonsumsi rusa menjadi terbatas, sedangkan Zumrotun (2006) di penangkaran sistem ranch sehingga rusa bebas menkonsumsi pakan (merumput).

Kegiatan mencari makan pada rusa dapat dilakukan secara kelompok atau secara sendiri-sendiri. Rusa memiliki apa yang disebut “feeding bout” atau periode makan yaitu periode dimana terjadi aktivitas gerak pindah mencari pakan dilanjutkan dengan menemukan pakan dan memakannya. Setelah berkali-kali menemukan pakan dan memakan pakan, periode makan berakhir dan satwa memasuki periode “interval between feeding bout” (interval antara periode makan). Interval ini banyak diisi dengan aktivitas duduk dan memamah biak (Kurniawan 1997). Rata-rata waktu istirahat pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 4,13 ± 0,25 jam, pada perlakuan 2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 4,25 ± 0,5 jam,

Gambar

Gambar 1  Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822).
Gambar 2  Pakan rusa timor. (a) Rumput gajah (Pennisetum purpureum);
Gambar  3   Tahapan pertumbuhan ranggah rusa. (a) Saat ranggah luruh/lepas;
Gambar 4    Tumbuhan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi promosi pariwisata pada Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat pasca gempa bumi di pulau Lombok tahun 2018 melalui penjualan personal adalah

karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal, produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam Halal Tourism adalah sama dengan produk, jasa,

[r]

- Isi nomor Referensi, Tanggal Transaksi, Keterangan, Lalu arahkan panah pada Kode untuk menginput secara manual akun debit dengan memasukkan jumah nominal, lalu

Untuk memperkuat penelitian dan penulisan ini maka penulis melakukan wawancara dengan sebanyak 30 mahasiswa dan mahasiswi terkait pemahaman jihad, khilafah dan ekstremisme, dari

(3) Menentukan dan mendeskripsikan rencana implementasi materi gaya bahasa dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA, (4) Mendiskusikan hasil analisis

Tulis secara ringkas mengenai kegagalan cerun batuan yang biasa berlaku dengan bantuan lakaran cerun dan unjuran stereografik untuk setiap kegagalan... [a] In pumping out test