• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM

MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN

MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR

(Cervus timorensis de Blainville) JANTAN

ZUMROTUN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya nyatakan bahwa tesis Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagia akhir tesis ini

Bogor, Maret 2006

Zumrotun NRP. E 051040275

(3)

.

Siklus Ranggah dan Meningkatan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) Jantan. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan MACHMUD THOHARI.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peranan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa jantan; (2) mencari dosis penggunaan yang paling tepat dan (3) mempelajari tahapan pola perilaku kawin rusa timor.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dilanjutkan dengan uji least significant difference. Pada pemberian sanrego dengan berbagai dosis perlakuan (6.000 mg, 8.000 mg dan 10.000 mg) masing-masing per ekor menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (a < 0,05) terhadap peningkatan libido seksual rusa timor jantan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya perilaku seksual yang meliputi: perilaku mendekati betina dengan rataan frekuensi (14,7±9,4), mencium betina (31,8±30,1), nyengir (10,7±5,0), berkubang (6,7±2,8), menggosok-gosokkan velvetnya (8,2±5,0), agonistik (12,6±9,4) dan keinginan menaiki punggung betina11,6±13,8), sedangkan pengaruh tidak nyata ditemui pada perilaku kopulasi (0,1±0,3).

Hasil penelitian menyimpulkan penggunaan sanrego pada dosis 10.000 mg per ekor relatif memberikan penampilan perilaku seksual paling baik diantara perlakuan yang diberikan, ditunjukkan dengan pengelupasan velvet paling cepat (hari ke 5 selama 5,7 hari), intensitas perilaku seksual yang paling tinggi meliputi frekuensi perilaku seksual, tanggap perilaku seksual paling cepat (hari ke 4), lama perilaku seksual (10 hari), intensitas perilaku seksual setelah perlakuan dihentikan (3 hari) dan terjadi kopulasi. Pola perilaku kawin pada rusa timor diawali dengan: (1) pra percumbuan dengan aktivitas mendekati dan mengejar betina yang sedang birahi, berkubang, menggosok-gosokkan dan mengelupasnya velvet; (2) Percumbuan dengan aktivitas memisah atau menggiring betina birahi, agonistik terhadap sesama rusa jantan, mencium bagian belakang atau air kencing betina birahi dan nyengir;(3) ereksi;(4) penunggangan; (5) Intromisi; (6) Ejakulasi ; (7) Refraktorinese, semua perlakuan tersebut berlangsung dalam waktu 9 hari.

(4)

ZUMROTUN. The role of sanrego (Lunasia amara Blanco) in decreasing of the antler cycle stags and increasing libido of the timor stags (Cervus timorensis de Blainville). Under supervision of BURHANUDDIN MASYUD and MACHMUD THOHARI.

The aims of the research are :1) to explore the role of sanrego in decreasing antler cycle stags and increasing timor stags libido sexual, 2) to observe the appropriate doses of sanrego and 3) to know the sexual behaviour of timor stags. Three difference doses of sanrego ware tested to the timor stags, i.e.6.000 mg, 8.000 mg and 10.000 mg per individual respectively. The role of sanrego in increasing libido sexual was analyzed using completely randomizet design, which was carreid out by significan difference least test.

The trials showed that there were significant different (a < 0,05) in increasing libido sexual of timor stags, which was shown by its sexual behavior, i.e. approaching of famale (14,7±9,4), smelling the vulva (31,8±30,1), crying stage (10,7±5,0), wallowing in a mudhole (6,7±2,8), scrubing its velvet (8,2±5,0), agonistic (12,6±9,4) and mounting female (11,6±13,8), and there was no significant different in copulation activity (0,1±0,3).

The use of sanrego of 10.000 mg doses gave the highest sexual, which was shown by the appearance shedding (4 th day), activities highest sexual, the longest performance of sexual activities (10 days) and the respon to sexual appearance (4th day). The sexual behaviour of timor stags was defined by: 1) approaching and driving the estrus female, wallowing, scrubing its velvet, 2) kissing of estrus female, agonistic to other males, kissing urine of estrus female and crying stage 3) erection, 4) mounting 5) intromision, 6) ejaculation, 7) refraktorinese. The total sexual activities was appeared within nine days.

(5)

© Hak cipta milik Zumrotun, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(6)

MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN

MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR

(Cervus timorensis de Blainville) JANTAN

ZUMROTUN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Nama : Zumrotun NIM : E 051040275

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi: Konservasi Biodiversitas

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Burhanudin Masyud, M.S. Dr. Ir..H. Machmud Thohari,DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Sub Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(8)

dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap" (Q.S.Nasyrah: 6-8)

" Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada keni'matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman" (Q.S. Al Hijr: 88)

Karya pena ini saya persembahkan untuk yang terkasih suamiku Tiswo Sutanto, anakku

Herlingga Sutan Prabowo (Praba) dan Ranum Anggun Nasti (Ranum) yang selalu hadir dalam

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 ialah rusa timor dengan judul Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor Jantan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr.Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS dan Bapak Dr. Ir. H. Machmud Thohari, DEA selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan telaten membantu, memberi dorongan dan membimbing penulis. Disamping ini penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir.H. Yanto Santoso, DEA selaku Ketua Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta yang telah memberi kesempatan dan membiayai penulis belajar di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Rasa hormat dan terima kasih kepada suami, almarhumah ibu, ayah, ananda praba dan ranum serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan.

(10)

Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 April 1960 dari ayah H.Mahfudz sury dan ibu Almarhumah Hj. Kustiyah. Penulis merupakan putri ke- tiga dari tiga bersaudara.

Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri Kendal dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNDIP. Penulis memilih Jurusan Peternakan pada Fakultas Peternakan dan Perikanan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana pada sub program studi Konservasi Biodiversitas IPB, diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Widyaiswara dan dosen D3 Politeknik Jurusan Agribisnis Ruminansia Pedaging di Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian Cianjur sejak tahun 1990. Bidang mengajar yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah budi daya peternakan.

(11)

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Rusa Timor... 7

Fisiologi Reproduksi Rusa Timor... 10

Mekanisme Perilaku Rusa... 18

Libido Seksual... 24

Tumbuhan Obat Sanrego... 25

Keadaan Umum Penangkaran Rusa Timor di BKPH Jonggol, KPH Bogor. 29

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 35

Metode Penelitian... 35

HASIL PENELITIAN Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan... 44

Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari Velvet ke Ranggah Keras)... 45

Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan... 46

PEMBAHASAN Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan... 54

Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari Velvet ke Ranggah Keras)... 59

Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan... 61

SIMPULAN DAN SARAN... 81

DAFTAR PUSTAKA... 82

(12)

1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis ) di Indonesia... 9

2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ± sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember. 16

3 Jadwal pemberian makanan tambahan pada rusa di penangkaran rusa di BKPH Jonggol... 29

4 Hasil pengamatan penelitian pendahuluan tentang peranan sanrego dalam peningkatan libido seksual rusa timor jantan... 36

5 Rerata perilaku harian rusa timor jantan selama perlakuan... 44

6 Rataan waktu mulai terkelupasnya velvet dan lama waktu yang dibutuh kan sampai sempurna terkelupasnya velvet rusa timur jantan... 46

7 Rerata perilaku seksual rusa timor selama perlakuan... 47

8 waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan... 51

9 Rataan lama waktu berbagai perilaku seksual rusa timor jantan dari awal Timbul sampai akhir seksual... 52

7. Rataan waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan….. 47

8. Lama waktu berbagai perilaku seksual per hari rusa timor jantan... 49

10. Tahapan proses perilaku kawin ... 78

(13)

1 Bagan alir kerangka pemikiran penggunaan sanrego untuk meningkatkan

libido seksual rusa timor ... 5

2 Tumbuhan obat sanrego... 28

3 Tahapan penyajian sanrego dari daun, tepung, ditimbang, dikemas dalam Kapsul , dimasukkan dalam pisang dan diberikan pada rusa... 38

4 Intensitas perilaku seksual pada berbagai perlakuan……… 50

5 Berbagai perilaku seksual pada rusa timor jantan... 51

6 Perilaku istirahat rusa timor jantan berbagai perlakuan... 57

7 Perbedaan kondisi velvet yang mulai mengelupas antara T2 dan T3... 60

8 Frekuensi mendekati betina pada berbagai perlakuan... 64

9 Frekuensi mencium betina pada berbagai perlakuan... 65

10 Frekuensi nyengir(flahmen) pada berbagai perlauan... 67

11 Frekuensi menggosok-gosokkan velvet pada berbagai perlauan... 68

12 Frekuensi aktivitas agonistik pada berbagai perlakuan... 72

13 Frekuensi menaiki betina pada berbagai perlauan... 73

14 Intensitas perilaku seksual pada T3 (ulangan 1, 2 dan 3)... 75

15 Intensitas perilaku seksual sejak pemberian sanrego diberhentikan pada T3 76

16 Pola perilaku kawin rusa timur jantan : Pra percumbuan (1,2 dan 3), per cumbuan (4, 5, 6), penunggangan (7), kopulasi (8) dan refraktorinese (9) 79

(14)

1. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi makan per hari... 86

2. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama makan per hari... ... 87

3. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat per hari... 88

4. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat pada puncak libido. 89

5. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku Lokomosi... 90

6. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mendekati betina... 91

7. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mendekati betina ... 92

8. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mencium alat kelamin belakang rusa betina ... 93

9. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mencium alat kelamin belakang rusa betina... 94

10. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi nyengir ... 95

11. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama nyengir ... 96

12. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menggaruk-garuk velvet... 97

13. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menggaruk-garuk velvet... 98

14. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi berkubang... 99

15. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama berkubang... 100

16. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi agonistik... 101

17. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama agonistik... 102

18. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menaiki punggung betina... 103

19. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menaiki punggung betina... 104

20. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi kopulasi... 105

21. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama kopulasi... 106

22. Laporan hasil uji laboratorium Biofarmaka IPB terhadap bubuk kering daun sanrego (Lunasia amara Blanco)... 107

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rusa adalah salah satu sumber daya hutan yang berpotensi untuk di budidayakan dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun pemanfaatannya sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Pada umumnya sistim penangkaran rusa di Indonesia masih bersifat ekstensif dan semi intensif dimana produktisitasnya belum mencapai apa yang diinginkan.

Menurut UU No 5 Tahun 1990, rusa dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi, sehingga pemanfaatannya harus dibenarkan menurut undang-undang. Dalam rangka pengembangan sumber protein hewani, melalui SK Menteri Pertanian Nomer 362/Kpts/TN.120/5/1990, rusa dimasukkan kedalam kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan sebagaimana ternak lainnya (Masyud 2003).

Salah satu kunci keberhasilan dalam teknik penangkaran dtentukan oleh kemampuan bereproduksi baik jantan maupun betina. Pejantan yang baik adalah pejantan yang mempunyai libido yang tinggi, kemampuan untuk kopulasi dan kemampuan untuk memproduksi semen yang fertil (Joebearden and Fuquay 1984). Dengan libido yang tinggi maka seekor pejantan mampu melayani betina lebih banyak. Pada umumnya seekor pejantan akan mampu melayani empat ekor rusa betina, tetapi dengan adanya libido yang tinggi maka seekor pejantan dapat melayani lebih dari itu. Semiadi dan Nugraha (2004) mengatakan bahwa ternyata rusa-rusa tropik mampu melayani 12 sampai 20 ekor betina, bahkan rusa-rusa luar seperti Chital dan rusa merah, sanggup melayani 30 sampai 40 ekor betina. Hal ini bisa terjadi apabila pejantan mempunyai libido yang tinggi.

Aktivitas reproduksi rusa jantan di daerah temperate dan sub tropik, sangat berpengaruh oleh musim. Adanya fotoperiod ikut berperan dalam tampilan reproduksi rusa jantan, berbeda dengan rusa tropik. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa rusa tropik tidak mengenal musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah yang secara temporal dapat berganti sepanjang tahun. Perkawinan rusa jantan hanya terjadi pada saat ranggah keras.

(16)

Perubahan dan pertumbuhan dari ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah keras membutuhkan waktu 60 sampai 70 hari ( Anderson,1984). Pertumbuhan ranggah ini sejalan dengan kenaikan konsentrasi androgen dalam darah, sehingga penambahan hormon androgen atau hormon sintetik dari luar akan memperpendek siklus ranggah.

Afrodisiaka merupakan kelompok tanaman obat yang mempunyai khasiat sebagai obat kuat (yaitu menambah stamina khusus pejantan). Hal ini disebabkan tumbuhan afrodisiaka mengandung senyawa turunan saponin dan senyawa-senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran darah. Hasil penelitian pada hewan menunjukkan penggunaan afridisiaka juga berpengaruh terhadap aktivitas hormonal yaitu hormon androgen (Anwar 2001). Steroid merupakan hormon androgen yang bekerjasama dengan sistim syaraf secara terintegrasi dan saling ketergantungan dalam mengendalikan kelakuan reproduksi. Adanya steroid dalam gonad (testis) akan memberikan respon pada pertumbuhan ranggah dan perilaku seksualnya.

Ada beberapa tanaman yang telah teruji secara klinis dapat meningkatkan libido. Sanrego (Lunasia amara Blanco) merupakan salah satu tumbuhan obat yang berpotensi afrodisiaka yaitu tumbuhan, bagian tumbuhan, ekstrak atau senyawa yang diisolasi dari tumbuhan yang terbukti secara eksperimental farmakologi memiliki efek afrodisiaka. Sanrego adalah tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai afrodisiaka meningkatkan gairah seks serta erat sekali hubungannya dengan libido seksual (Muhtadi 1999). Nurlaila (2000) melaporkan hasil penelitiannya di Laboratorium Farmasi UNPAD bahwa dalam kandungan sanrego tedapat beberapa senyawa bioaktif salah satunya adalah steroid.

(17)

Perumusan Masalah

Kegagalan pengembangbiakan rusa di Indonesia merupakan salah satu kendala utama untuk berkembangnya Penangkaran rusa di Indonesia. Kegagalan ini disebabkan kurangnya informasi atau pengetahuan tentang reproduksi, baik fisiologi reproduksi maupun teknologi reproduksinya. Informasi yang ada umumnya berasal dari penelitian-penelitian rusa di negara subtropik sehingga aplikasi teknologi reproduksi pada rusa tropis di lingkungan alamiahnya memberikan hasil yang kurang memuaskan (Dradjat 2002).

Meningkatkan perkembangbiakan rusa melalui teknologi reproduksi merupakan langkah yang tepat bagi ke majuan penangkaran rusa di Indonesia. Dalam meningkatkan efisiensi reproduksi pada aktivitas perkawinannya dilakukan upaya-upaya untuk memperpendek siklus ranggah melalui pemberian hormon-hormon sintetik. Rusa merupakan satwa liar yang sulit penanganannya, sehingga pemberian hormon sintetik disamping memerlukan biaya yang lebih mahal juga membutuhkan penanganan khusus dan beresiko besar sehingga perlu penanganan yang sesuai.

Teknik pemberian hormon yang berasal dari tumbuhan dan diberikan secara oral merupakan salah satu cara yang sesuai untuk diberikan pada rusa dan sekaligus dapat memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan afrodisiaka untuk lebih dimanfaatkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Handarini (2006) dilaporkan bahwa lama satu siklus ranggah rusa timor adalah 379,25±8,888 atau sekitar satu tahun lebih. Dengan pemberian hormon yang terkandung dalam tanaman afrodisiaka maka diharapkan selain dapat memperpendek siklus ranggah juga meningkatkan libido seksualnya.

Sanrego yang telah diuji mempunyai pote nsi afrodisiaka, ternyata mempunyai khasiat untuk mengatasi dan meningkatkan libodo sekual. Namun tumbuhan ini belum banyak dikenal. Dari hasil penelitian Widyatmoko (2000) pada anak ayam jantan yang berumur 3 hari yang diberi infus daun sanrego secara oral sebanyak 1 ml selama 15 hari ternyata menunjukkan adanya pertambahan ukuran jengger, berat jengger, berat testis dan berat bursa fabrisius. Sedangkan Nurlaila (2000) melaporkan bahwa hasil pemeriksaan skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun sanrego mengandung steroid.

(18)

Kerangka Pemikiran

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat reproduksi hewan Salah satunya adalah kemampuan pejantannya, baik kemampuan untuk memproduksi semen yang berkualitas dan berkuantitas maupun kemampuan dalam melayani betina. Kemampuan untuk melayani betina secara optimal sesuai dengan sifat yang dimilikinya, dapat ditunjang dengan pemberian obat-obatan yang berfungsi sebagai stimulan terhadap libido seksualnya. Libido seksual pada rusa muncul seiring adanya proses kalsifikasi yaitu perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah.

Libido seksual pada rusa muncul seiring adanya proses kalsifikasi yaitu perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah. Pada rusa jantan, Libido hanya terjadi pada saat jantan memiliki ranggah keras. Libido seksual berhubungan langsung dengan faktor dalam yaitu sekresi hormon (androgen), faktor motivasi dorongan dan insentif sebagai akibat perangsangan mekanisme syaraf serta faktor luar seperti rangsangan terhadap betina yang sedang birahi baik melalui suara, bau, perabaan maupun penglihatan. Perubahan ranggah lunak menjadi keras dapat diperpendek waktunya dengan penambahan hormon androgen atau senyawa lain yang bekerja seperti androgen.

Sanrego sebagai salah satu tumbuhan obat yang berpotensi afrodisiaka yang bekerja sebagai androgen mampunyai potensi untuk memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksualnya. Dalam sanrego mengandung steroid. Melalui peredaran darah steroid yang terkandung dalam sanrego masuk pada organ yang dituju. Steroid bekerja seperti hormon androgen pada tubuh hewan jantan yaitu testosteron, yaitu mengendalikan kelakuan kelamin. Dengan adanya penambahan steroid pada tubuh pejantan maka akan mempercepat proses kalsifikasi ranggah lunak dan meningkatkan libido seksual. Dalam penelitian ini akan difokuskan kepada penggunaan Sanrego pengaruhnya terhadap proses kalsifikasi ranggah dan libido seksual pada rusa. Sebagai parameter yang diukur adalah : waktu mulai pengelupasan velvet, lama pengelupasan velvet, timbulnya perilaku seksual pertama kali, lama perilaku seksual dan intensitas perilaku seksual dan terjadinya kopulasi. Bagan alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.

(19)

Teknik penangkaran Libido normal No Yes Selesai

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penggunaan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa timor. Pakan Betina Jantan Kualitas dan kuantitas semen Libido seksual Perilaku seksual * penampakan perilaku Seksual

pertama kali

* Lama perilaku seksual * Intensitas perilaku seksual * Terjadi kopulasi

*.Hormon * Syaraf

Lama perub velvet jadi ranggah (60-70 hari) dan Kemampuan melayani betina (normal = 1:4)

Reproduksi Kesehatan Kandang Penambahan Sanrego (steroid) * Penglihatan * Bau * Suara,dll

(20)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui peranan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa timor jantan.

2. Mengetahui dosis pemberian Sanrego yang tepat untuk peningkatan libido seksual pada rusa timor jantan.

3. Mengetahui pola perilaku kawin (mating behaviour) pada rusa timor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan dalam pengembangan teknologi reproduksi rusa yang ada di penangkaran sehingga dengan meningkatnya kemampuan untuk bereproduksi diharapkan penangkaran rusa di Indonesia semakin maju.

Hipotesis

H1 : Pemberian daun Sanrego pada rusa jantan akan menimbulkan pengaruh terhadap peningkatan libido seksualnya.

H2 : Semakin tinggi dosis Sanrego yang diberikan maka akan semakin tinggi dan atau semakin cepat timbul libido seksualnya.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Rusa Timor Klasifikasi

Indonesia mempunyai empat jenis rusa yang banyak dijumpai seperti rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorrensis), rusa bawean (Axis kuhlii) dan muncak atau kijang (Muntiacus muntjak). Menurut Schroder (1976) rusa timor merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia yang secara singkat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Phillum : Chordata Sub Phillum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminantia Famili : Cervidae Sub Famili : Cervinae Genus : Cervus

Spesies : Cervus timorensis de Blainville, 1822

Sub Spesies : C. t. russa Muller & Schlegal, 1839 C. t. laronesiotis nov.

C. t. renschi Sody, 1932

C. t. timorensis Blainville, 1822 C. t. macassarius Heude, 1896 C. t. djongga nov.

C. t. molucentis Quoi et Gaimard, 1830 C. t. floresiensis Heude, 1896

Morfologi

Rusa timor merupakan rusa asli Indonesia dan terbesar kedua setelah rusa sambar. Dikenal juga dengan nama rusa jawa, memiliki warna bulu coklat abu abu

(22)

sampai coklat tua kemerahan. Rusa jantan warnanya lebih gelap. Warna di bagian perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya. Rusa timor mempunyai banyak keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak jenis, dengan nama daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di luar negeri (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan Dradjat (2002) mengatakan bahwa rusa timor merupakan rusa yang paling dapat menyesuaikan diri. Dapat hidup baik di daerah basah, kering, berpasir maupun berpegunungan. Rusa timor juga dapat hidup di daerah panas, dingin, daerah yang terbuka ataupun di hutan lebat.

Rusa jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan rusa betina. Tinggi bahu rusa betina dewasa 100 cm, sedangkan yang jantan dapat mencapai 110 cm. Panjang badan dengan kepala antara 120–130 cm, panjang ekor 10–30 cm. Sedangkan bobot badannya antara 40-120 kg, tergantung pada jenisnya. Setelah lewat seleksi dan pemeliharaan yang optimal di tingkat peternakan, berat badan dapat mencapai 120– 140 kg pada yang jantan dan 70 sampai 90 kg pada yang betina (Semiadi dan Nugraha 2004).

Ciri rusa jantan dewasa ialah memiliki ranggah atau tanduk. Ranggah penuh bercabang tiga, dengan ujungnya yang runcing, kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah 80 – 90 cm. Ada juga yang mencapai 111.5 cm (Semiadi dan Nugraha 2004).

Daerah Penyebaran

Penyebaran Rusa Timor hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Pulau Sumatra. Di Kalimantan, Irian dan Kepulauan Maluku, Rusa Timor merupakan rusa yang diintroduksikan. Pada tahun 1680, diintroduksikan dari Jawa ke Kalimantan, sedangkan di pada tahun 1913 – 1920, diintroduksikan dari Halmahera ke Irian dan pada tahun 1855 diintroduksikan dari pulau Seram ke Pulau Aru.

Daerah penyebaran rusa timor dari 8 sub spesies yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 1.

(23)

Tabel 1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia

____________________________________________________________________ No Sub species Daerah penyebarannya

____________________________________________________________________ 1 C.t.timorensis Timor, Roti, Alor, Pantar, Semau, P. Rusa

dan P. Kambing

2 C. t. Russa Jawa, Kalsel, Sulawesi dan Ambon

(Introduksi)

3 C. t. Laronesiotes P. Peucang ( Ujung Kulon ). 4 C. t. Renschi Bali

5 C. t. Floresiensis Lombok, Sumbawa, Rinca, Komodo, Flores, Adonare, Solor dan Sumba

6 C. t. Macassaricus Sulawesi, Bangai dan Selayar 7 C. t. Jonga Muna dan Buton

8 C. t. Moluccensis Sulawesi, Ternate, Mareh,

__________________________________________________________________________________

Sumber: Direktur Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB (1991).

Habitat

Habitat Rusa timor adalah hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savanna. Rusa Timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m di atas permukaan laut. Dibanding dengan jenis rusa yang lain, rusa timor lebih mampu beradaptasi di daerah kering, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air relatif lebih kecil. Kemampuan untuk beradaptasi cukup baik sehingga mereka mampu berkembangbiak dengan baik di daerah yang bukan habitat aslinya (Semiadi dan Nugraha 2004).

Adaptasi Rusa

Rusa adalah satwa yang kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan cukup tinggi. Dilingkungan yang terdapat banyak aktivitas manusia maupun di tempat yang kondisi lingkungan pakan kurangpun, rusa dapat beradaptasi dengan baik. Namun demikian bukan berarti rusa tidak luput dari stress, penyakit dan kematian.

Untuk mencegah terjadinya stress maupun lainnya, perlu perhatian dan penanganan yang baik dan teratur. Salah satu cara yang dilakukan untuk

(24)

mempermudah penanganan individu rusa yang baru ditangkap ke tempat penangkaran adalah dengan menempatkan rusa dalam kandang yang gelap dan relatif tidak luas (Dradjat 2002).

Fisiologi Reproduksi Rusa Timor Arti Penting perkembangbiakan (reproduksi)

Reproduksi merupakan kunci utama dalam teknik penangkaran. Keberhasilan dalam bereproduksi berarti keberhasilan juga dalam usaha penangkarannya. Sebagaimana diketahui, keberhasilan dalam pengelolaan hewan, tergantung pada beberapa faktor yang saling berkaitan dan timbal balik antara satu dengan yang lainnya, baik faktor biotik maupun faktor abiotik (non hayati). Salah satu aspek penting yang harus diketahui adalah pengetahuan mengenahi biologi reproduksi atau “bioreproduksi” hewan itu sendiri. Menurut Masyud (1997) pengetahuan tentang bioreproduksi suatu jenis hewan dapat memberikan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam :

a. Memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan b. Informasi tentang umur saat mulai bereproduksi

c. Panjang atau lama waktu bagi hewan bereproduksi d. Kapan satwa bisa melakukan aktivitas bereproduksi e. Pola hormonal

f. Teknik reproduksi yang dilakukan.

Siklus Reproduksi

Yang dimaksud siklus reproduksi adalah rangkaian semua kegiatan biologik kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung sehingga terlahir generasi baru dari suatu mahluk hidup (Partodihardjo 1980). Reproduksi merupakan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu, tetapi sangat penting untuk kelangsungan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Suatu siklus reproduksi akan dimulai setelah hewan mengalami pubertas (Toelihere 1985).

(25)

Pubertas.

Pubertas adalah saat hewan atau satwa telah menjadi dewasa kelamin. Pada hewan betina ditandai dengan adanya sel telur yang telah masak (siap untuk dibuahi). Pubertas pada hewan betina di mulai dengan penampakan tanda berahi pertama kali dan hasrat untuk kawin. Pada hewan jantan pubertas dimulai dengan adanya spermatozoa yang masak, ditandai peningkatan libido yang ditampakkan melalui perilaku seksual sebagai hasrat untuk mengawini betina.

Usia pubertas rusa timor betina adalah umur 8 bulan dengan berat badan minimun ±40 kg (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan menurut Masyud (1997) pubertas terjadi pada umur 7–8 bulan, usia awal berbiak optimal antara 15–18 bulan (±16,5 bulan). Dinyatakan oleh Dradjat (2002) bahwa pada umur 7 bulan diperkirakan rusa jantan mencapai dewasa kelamin dengan berat badan 46 ± 6,91 dan rusa betina antara 39,65±7,01. Pada umur tersebut tubuh rusa belum siap untuk melakukan proses reproduksi selanjutnya, sehingga umur kawin harus ditunda sampai dewasa tubuh tercapai.

Pubertas pada rusa jantan mulai terjadi saat pedikel mulai tumbuh yang dilanjutkan dengan pertumbuhan ranggah. Ranggah tumbuh pertama kali pada rusa umur 8 bulan (Dradjat 2002). Setiap individu hewan mempunyai usia pubertas yang berbeda-beda. Sedangkan faktor yang mempengaruhi waktu pubertas adalah faktor genetik dan faktor lingkungan seperti faktor nutrisi, faktor sosial dan faktor musim.

Musim Kawin. Musim kawin adalah suatu musim dalam satu tahun dimana

hewan betina memperlihatkan gejala-gejala berahi. Dalam periode satu musim, hewan betina jenis tertentu baik yang telah dewasa atau telah mencapai pubertas akan memperlihatkan gejala berahi. Rusa betina adalah termasuk hewan poliestrus bermusim yang artinya dalam satu musim kawin dapat menunjukkan beberapa kali gejala berahi. Rusa kawin bermusim terutama terjadi pada rusa-rusa yang hidup di lingkungan empat musim atau sub tropik. Sedangkan pada rusa-rusa tropik aktivitas reproduksi cenderung tidak mengenal musim kawin. Untuk rusa timor dihabitat alaminya, gejala berahi terlihat antara bulan juli-september (Hoogerwerf 1970).

(26)

Siklus Berahi. Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara teratur pada

sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Dalam periode siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, menurut Partodihardjo (1980) satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase terpenting karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.

Siklus berahi pada rusa antara 24–26 hari (Richard dalam Masyud 1997). Hal ini berbeda dengan pendapat Dott dan Utai dalam Masyud 1997 yang mengatakan bahwa siklus berahi pada rusa antara 9–12 hari. Sedangkan Masyud 1997 berpendapat bahwa lama siklus berahi berkisar antara 9 hari (siklus pendek) dan 22 hari (siklus panjang). Berbagai variasi ini tergantung pada jenis rusa, lingkungan maupun pengamatan yang dilakukan.

Lama Berahi. Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi ditandai

dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi ini dipengaruhi oleh umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan (Toelihere 1985). Lama birahi rusa sangat bervariasi. Masyud (1997) mengatakan bahwa lama birahi rusa adalah rata-rata 24 jam. Sedangkan Rukman (1990) mengatakan bahwa lama birahi rusa berlangsung 1 – 2 hari.

Imbangan Kelamin. Imbangan kelamin pada rusa yang ada dipenangkaran

pada umumnya cukup rendah yaitu satu pejantan berbanding 3 sampai 4 betina. bahkan banyak juga antara jumlah pejantan lebih besar daripada jumlah betina sehingga disamping terjadi perebutan dan persaingan antar pejantan juga tidak

(27)

efisien dinilai dari analisa ekonominya. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004) pejantan rusa tropis pada dasarnya dapat melayani betina 12-20 ekor. Bahkan lebih lanjut dikatakan imbangan kelamin untuk perkawinan rusa timor di Kaledonia baru dapat mencapai 3 pejantan untuk 37 betina. Pada rusa chital 1:20-30 atau 3:100 sedangkan pada rusa merah adalah satu ekor pejantan unggul untuk melayani 30 - 40 ekor betina.

Siklus dan Tahap Pertumbuhan Ranggah.

Salah satu daya tarik dari satwa rusa adalah siklus ranggah. Ranggah adalah istilah untuk tanduk rusa yang mempunyai fungsi sebagai simbul status sosial pada pejantan di saat musim kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam musim kawin, bentuk ranggah berperan dalam penting untuk kepentingan dominasi kelompok dibandingkan dengan ukuran badan si pejantan itu sendiri ( Semiadi G 1997). Ranggah tersusun oleh tulang penuh yang akan lepas dan akan tumbuh ranggah baru. Menurut pendapat Dradjat (2002) Pertumbuhan ranggah berhubungan dengan dengan siklus seksual rusa jantan, iklim, photoperiod dan aktivitas hormon steroid. Siklus ranggah pada rusa terdiri atas beberapa tahap yaitu pedicle, tahap velvet (ranggah muda), tahap ranggah keras dan tahap lepas ranggah.

Tahap Pedicle.

Pedicle merupakan tahap pertumbuhan ranggah pertama kali saat rusa jantan memasuki pubertas. Pada rusa timor jantan umumnya pedicle akan tumbuh setelah mencapai bobot badan 40-50 kg. Pertumbuhan pedicle diawali dengan peningkatan konsentrasi LH diikuti dengan peningkatan testosteron plasma. Lama tahap pedicle rusa merah sekitar 15 minggu ( Sutie et al. 1989).

Tahap Ranggah muda (velvet).

Ranggah muda tersusun atas kartilago dan banyak mengandung pembuluh darah dan pembuluh syaraf. Ranggah muda diselimuti kulit yang halus dengan bulu yang lembut. Pertumbuhan ranggah dimulai dari titik tumbuh pada bagian ujung pedicle ditopang oleh aktivitas neutropin-3. Ranggah muda akan tumbuh sejalan

(28)

dengan peningkatan hormon androgen dalam darah. Ranggah muda yang telah berkembang secara maksimal akan berhenti pertumbuhannya dan mengalami kalsifikasi. Pada saat itu pembuluh darah dan pembuluh syaraf aka n mati.

Pertumbuhan ranggah muda sampai mencapai perkembangan yang maksimal (ranggah keras) dicapai antara 60-70 hari (Anderson 1984). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Handarini (2006) melaporkan bahwa pertumbuhan ranggah velvet pada rusa timor adalah 155,75 ± 7,13 hari. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pertumbuhan velvet sangat tergantung pada keberadaan dan pertumbuhan awal pedicle. Jika pertumbuhan pedicle tertunda karena kondisi pakan yang buruk maka petumbuhan pakan juga akan tertunda.

Tahap pertumbuhan ranggah muda akan diakhiri dengan pengelupasan kulit velvet pada bagian ujung ranggah yang disebut shehding. Velvet dan kulit epidermis ranggah muda akan mati dan luruh. Ranggah mengelupas terjadi setelah ranggah mengalami kalsifikasi. Pengelupasan ranggah terjadi pada saat kadar testosteron dalam darah meningkat. Hormon testosteron akan langsung menstimuli konstriksi pembuluh darah di ranggah. Menurut Dradjat (2002) pengelupasan kulit dan lepas pada rusa merah membutuhkan waktu 6 – 22 hari.

Tahap ranggah keras.

Ranggah muda setelah perkembangan maksimal akan mengalami proses

kalsifikasi atau ossifikasi. Ossifikasi dimulai dari bagian pangkal menuju ke bagian

ujung ranggah. Menurut pendapat Dradjat (2002) bahwa proses penulangan terjadi dengan kombinasi kalsifikasi intra membranosus dan endochondral. Lebih lanjut dikatakan bahwa ostcoblast akan merubah osteosit dan trabekula tulang sehingga terjadi deposisi kalsium pada matriks, sehingga trabekula menjadi padat. Menurut Lincoln (1992) tahap ranggah keras pada rusa sambar adalah sekitar 102-115 hari dan lama proses ossifikasi sendiri berlangsung selama 6 sampai 22 hari.

Tahap Ranggah luruh.

Ranggah luruh atau lepasnya ranggah dari pedikel (dasar ranggah) terjadi karena aktifitas osteoklastik dan erosi junction dan secara fisik dibantu oleh perilaku

(29)

rusa yang suka menanduk dan menyeruduk pohon. Pedicle mengambil peranan dengan cara menahan aliran darah benar-benar terhenti sehingga tidak ada lagi bagian yang secara langsung mengikat antara tubuh rusa dengan ranggah keras. Proses luruhnya ranggah tersebut memakan waktu satu sampai dua hari antara ranggah kanan dan kiri. Rataan dari raggah keras sampai ranggah luruh adalah 207,25 ± 2,75 hari. Sedangkan tanpa ranggah yaitu dari luruhnya rangga h sampai timbulnya ranggah baru adalah 16,25 ± 0,88 hari (Handarini, 2006).

Hormon Dan Mekanisme Reproduksi

Hormon-Hormon Reproduksi. Ada tiga hormon yang memegang peranan

penting dalam sistim reproduksi yaitu ”realising hormone”, hormon gonadotropin dan hormon –hormon steroid. realising hormone adalah hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, yang mempunyai peranan untuk mengontrol proses dan pelepasan hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisa seperti follicle

stimulting hormone-releasing hormone dan luteinizing hormone-releasing hormone FSH-RH dan LH-RH) ( Masyud 1997).

Hormon gonadotropin (FSH/RH) berasal dari kelenjar hipofise. Hormon ini berperan dalam proses pendewasaan, pelepasan gamet-gamet dan stimulasi sekresi hormon steroid kelamin dari gonad. Hormon gonadotropin yang terpenting adalah FSH, LH dan LTH (luteotrophic hormone atau Prolaktin). Hormon steroid yaitu hormon- hormon yang diproduksi oleh gonad yaitu ovarium dan testis. Hormon estrogen dan progesteron dihasilkan oleh ovarium dan testosteron dihasilkan oleh testis. Hormon steroid memegang peranan dalam aspek-aspek kelakuan reproduksi seperti tingkah laku birahi, tingkah laku kawin, bunting, melahirkan, pemeliharaan dan perkembangan organ-organ reproduksi serta pengaturan siklus reproduksi (Toelihere 1985).

Mekanisme Siklus Ranggah Rusa Jantan. Siklus ranggah rusa seiring dengan

siklus hormonal. Di negara-negara empat musim, iklim dan musim akan mempengaruhi hormon gonadotropin, sedangkan musim akan mempengaruhi sekresi

(30)

testosteron. Adanya pengaruh fotoperiod dan perbedaan latitude akan berperan dalam tampilan reproduksi jantan. Rusa adalah termasuk hewan yang mengenal hari pendek. Pada saat hari pendek maka produksi gonadotropin (FSH/LH) meningkat. FSH dan LH ini berfungsi dalam menstimulir testis sehingga kadar testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig terus meningkat (Fraser 1980).

Pada kadar testosteron tertinggi maka libido akan meningkat dan akan menstimulisi musim kawin. Apabila hari pendek berlalu dan diganti dengan hari panjang maka sekresi hormon gonadotropin menurun, akibatnya testis akan mengkerut. Dengan mengkerutnya testis maka aktivitas spermatogenesis dan sekresi testosteron akan terganggu. Namun demikian dari hasil penelitian dilaporkan bahwa rusa tropik tidak menunjukkan musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah. Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen. Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah dan mencapai puncak pada saat musim kawin yaitu pada kondisi ranggah keras. Setelah musim kawin, maka konsentrasi androgen menurun secara drastis, diikuti dengan periode penanggalan tanduk

Tabel 2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ±sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember

__________________________________________________________________ Hari ke Androgen (ng/ml) Panjang tanduk (cm)

___________________________________________________________________ 0 0,12 ± 0,03 3,78 ± 0,26 15 0,27 ± 0,10 6,40 ± 0,29* 30 0,40 ± 0,23 10,15 ± 0,67* 45 0,57 ± 0,17 13,60 ± 0,34* 60 0,43 ± 0,16 16,00 ± 0,69* 75 1,99 ± o,42* 16,60 ± 0,98 90 2,63 ± 1,59 17,20 ± 1,53 105 2,60 ± 1,07 17,20 ± 1,53 ___________________________________________________________________ *) Nilai berbeda nyata dari nilai sebenarnya (P> 0,05)

Sumber : Sempere and Boissin (1981).

(31)

Mekanisme siklus reproduksi hewan betina. Dalam proses reproduksi

hewan yang tidak terjadi kebuntingan maka corpus luteum yang mempunyai peranan menenangkan alat kelamin dengan sekresi progesteronnya akan mengalami regresi. Hal ini terjadi karena pengaruh dari prostaglandin yang dihasilkan oleh dinding uterus. Setelah progesteron merendah akibat dari mengecilnya corpus luteum, maka FSH-RH/LH-RH akan dilepaskan kedalam sistim porta dalam tangkai hipofise. FSH-RH /LH-RH ini akan merangsang produksi dan pelepasan FSH yang disusul produksi LH. FSH akan merangsang follikel tertier dalam ovarium untuk tumbuh menjadi follikel de Graff yang akan menghasilkan hormon estrogen. Estrogen mempunyai sifat mencegah produksi FSH tetapi akan merangsang produksi LH. Estrogen juga menyebabkan perubahan vaskularisasi alat kelamin dan kehendak untuk mengadakan hubungan seks dengan pejantan (Partodihardjo 1980).

Dikatakan oleh Toelihere (1985) Pada saat produksi estrogen mencapai puncaknya, maka terlihatlah tanda-tanda estrus yang ditandai kehendak hewan untuk kawin. Pada saat kadar estrogen mencapai derajat ketinggian tertentu, akan memacu produksi LH sehingga kadar LH dalam darah mendadak meningkat sedemikian rupa sehingga terjadilah ovulasi. Setelah terjadi ovulasi, terbentuklah corpus hemorrhagicum. Kadar LH kemudian menurun dengan cepat. Oleh LH dan LTH, corpus hemorrhagicum akan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tersebut akan memproduksi hormon progesteron yang berfungsi untuk meredakan aktivitas estrogen (Partodihardjo 1980).

Lisisnya corpus luteum menyebabkan turunnya progesteron dengan cepatnya sampai pada kadar dasar dan diikuti dengan kenaikan produksi FSH secara berangsur-angsur. FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan follikel. Folikel semakin lama akan semakin membesar. Dengan semakin tumbuhnya follikel tersebut maka secara berangsur-angsur kadar estrogen dalam darah akan meningkat (Salisbury and Vandemark 1985). Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai derajat ketinggian tertentu, dinding uterus akan memproduksi prostaglandin dan menyebabkan corpus luteum mengalami regresi, yang diikuti dengan penurunan produksi progesterone secara tajam (Toelihere 1985).

(32)

Deteksi Berahi

Tanda-tanda berahi pada rusa timor jantan diantaranya meraung-raung pada interval tertentu yaitu pada pagi, sore dan kadang-kadang malam hari sambil berendam di lumpur. Rusa tersebut akan berjalan dengan mulut mendatar dengan mendongakkan kepalanya ( Semiadi dan Nugraha 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh Masyud (1997) bahwa rusa suka berdiri tegak sambil mengarahkan mulutnya kearah rusa betina yang berahi dan mengikuti jejak betina sambil membaui bekas urine yang dikeluarkan rusa betina. Masyud (1997) menyatakan bahwa tanda-tanda rusa betina dalam kondisi berahi adalah sebagai berikut :

a. adanya rusa jantan yang mencoba mendekati pada jarak 10-15 meter b. mulai terlihat keduanya istirahat bersama -sama ditempat tertutup

c. pejantan tampak melindungi betina tersebut dengan tingkah laku mulai agresif dan menunjukkan makin tinggi perhatiannya terhadap betina d. Terlihat lebih galak, gelisah dan mondar-mandir

e. punggung betina tegak, telinga berdiri dan kepala diangkat f. mulut terbuka

g. Vulva membengkak dan mengeluarkan cairan jernih yang berbau khas h. pantat dan kaki digerak-gerakkan kedepan dan kebelakang, yang Selalu

diikuti pejantan sambil menjilati dan mencium betina berahi i. Berdiri di belakang rusa lainnya sambil mencium ekornya

j. Adanya rusa-rusa betina yang saling menaiki adalah merupakan tanda-tanda bahwa kedua betina tersebut sedang berahi.

Mekanisme Perilaku Rusa

Perilaku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling berkaitan secara individual maupun secara bersama -sama. Perilaku juga merupakan cara hewan untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makluk hidup maupun dengan benda-benda. Kelakuan hewan adalah respons atau rangsangan (stimuli) atau agent yang dipengaruhi oleh dua macam rangsangan yakni rangsangan dari dalam dan rangsangan dari luar. Tanda-tanda perilaku yang spesifik

(33)

atau khas yang secara kolektif di istilahkan sebagai bahasa badan (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa hewan satu sama lain akan berhubungan dengan sua tu sistem. Tanda-tanda perilaku tersebut akan ditentukan oleh keperluan-keperluan fisiologis dan neurologis dan ditimbulkan oleh informasi yang datang kepada mereka dari lingkungannya.

Faktor-Faktor Yang Mengendalikan Perilaku

Faktor-faktor yang mengendalikan perilaku satwa berasal dari dalam tubuh satwa atau disebut faktor internal dan faktor yang berasal dari luar tubuh satwa atau faktor eksteral. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa tersebut dinamakan rangsangan. Sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan nama respons (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985).

Faktor internal. Rangsangan yang berasal dari dalam tubuh tersebut antara lain berupa faktor fisiologis seperti sekresi hormon, faktor motivasi, dorongan dan insentif akibat dari perangsangan mekanisme syaraf seperti lelah, haus, lapar dan nyeri (Toelihere 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa mekanisme kerja kedua sistim ini seringkali berlangsung secara terintegrasi dan bekerjasama yang sering disebut sistem neuroendokrin. Hubungan kerjasama tersebut berlangsung melalui proses sistim syaraf dan efek-efek hormon yang disekresikan otak.

Faktor eksternal. Rangsangan yang berasal dari luar dapat berbentuk suara

atau pendengaran, penglihatan, stress, perabaan, makanan dan fisik tenaga mekanis dan kimia (Toelihere 1985). Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985) menjabarkan bahwa setiap macam perilaku akan melibatkan rangsangan-rangsangan melalui panca indra. Adanya perubahan rangsangan ini akan menjadi aktivitas syaraf, aksi (integrasi susunan syaraf) yang akhirnya terjadilah aktivitas berbagai organ motor penggerak, baik internal maupun eksternal. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku terjadi karena adanya organisasi hereditas umum dari species, rangsangan primer yang me ngenahi sistim syaraf (fisiologis) dan proses belajar selama perjalanannya.

(34)

Sistim Perilaku.

Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), sistim perilaku merupakan sekelompok pola perilaku dengan fungsi umum yang sama, dimana terdiri perilaku makan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatip), perilaku memelihara (epimelitik), perilaku mendekati, perilaku berkelahi (agonistik), perilaku meniru (allelomimetik), perilaku mencari perlindungan dan perilaku memeriksa, perilaku berkembang biak, perilaku istirahat dan perilaku tidur. Dalam tesis ini perilaku akan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu perilaku harian dan perilaku reproduksi. Perilaku harian terdiri atas perilaku sosial, perilaku makan – minum, perilaku istirahat dan perilaku lokomosi.

Perilaku Sosial. Perilaku ini penting sekali artinya dalam rangka survival

terutama bagi anak-anak hewan. Pada rusa perilaku sosial ini ditunjukkan dengan perilaku berkelompok, perilaku memelihara oleh induk pada anaknya dan perilaku kerjasama antar individu serta perilaku bersaing.

Wibowo (1985) melaporkan bahwa kumpulan rusa yang sedang beristirahat atau menumput di padang rumput, jarang membentuk suatu unit, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil. Sedangkan kelompok rusa yang hubunga nnya lebih stabil adalah rusa betina dewasa dengan anaknya yang baru lahir sampai anaknya sudah menjelang umur satu tahun. Ini adalah unit sosial terkecil dari rusa Timor. Lebih lanjut dilaporkan Kurniawan (1997) bahwa hubungan demikian merupakan salah satu bentuk kerjasama satwa sejenis yang berupa hubungan suku dan kelompok maupun hubungan famili. Fungsi hubungan ini adalah penyusunan strategi penyerangan komunal, mempertinggi kecenderungan pertumbuhan badan karena meningkatnya nafsu makan serta memperkecil nilai pemangsaan karena adanya efek membingungkan (confussion effect ) terhadap pemangsa (predator).

Dalam suatu kelompok rusa yang menjadi kelompok pemimpinnya adalah betina dominan. Sedangkan pejantan yang ikut bergabung dalam kelompoknya, apabila ada bahaya dan panik, justru melarikan diri untuk mementingkan keselamatan dirinya. Tingkahlaku seperti ini tidak pernah terlihat pada betina tua

(35)

yang tetap bersikap sebagai pemimpin dalam keadaan bahaya meskipun terhadap anak-anak rusa yang bukan anaknya sendiri (Hoogerwerf 1970).

Rusa tidak mempunyai daerah teritori yang tetap, kecuali pada musim kawin. Pada saat musim kawin dimana rusa jantan dewasa memiliki daerah teritori dekat betina yang ingin dikawininya, akan memperlihatkan perilaku memperlihatkan perilaku mempertahankan teritorinya. Teritori merupakan daerah di sekitar rusa betina yang akan dikawininya dan akan dipertahankannya dari jantan lain yang akan mendekati betina tersebut. Mereka menandai teritorinya itu dengan bau-bauan. Namun demikian kadang-kadang rusa jantan muda berhasil mengawini betina walaupun ada pejantan yang lebih tua tetapi tidak menarik betina (Hoogerwerf 1970).

Daerah teritori ditandai dengan bau-bauan (urine) atau tanda-tanda lain pada vegetasi seperti bekas gigitan atau goresan ceranggah pada kulit pohon. Rusa jantan yang tidak tertarik pada betina, tidak akan membuat teritori disekitar rusa betina (Schrodor 1976). Daerah teritori yang sempit dapat mengakibatkan penurunan kondisi fisik rusa jantan, karena makanannya terbatas. Ledeboer (1944) yang dikutip oleh Darnawi (1994) menyatakan bahwa penurunan berat badan rusa sebanyak 30 kg dari berat normalnya 160 Kg pada musim kawin.

Untuk mendapatkan pasangan untuk kawin, rusa akan saling menunjukkan sifat agresif yang disertai dengan perkelahian semu (reproductive figthing). Perilaku ini merupakan bentuk kerjasama sejenis yang umum terjadi saat musim kawin, namun tidak jarang pula berkaitan dalam upaya pembentukan tingkatan (hierarki) sosial atau peck order. Perilaku ini berfungsi mencegah timbulnya pengaruh buruk akibat dari kepadatan yang tinggi (Wibowo 1985).

Perilaku makan dan minum. Kegiatan mencari makan pada rusa dapat

dilakukan Secara kelompok atau secara sendiri-sendiri. Rusa memiliki apa yang disebut “feeding bout” atau atau periode makan yaitu periode dimana terjadi aktivitas gerak pindah mencari pakan dilanjutkan dengan menemukan pakan dan memakannya. Setelah berkali-kali menemukan pakan dan memakan pakan, periode makan berakhir dan satwa memasuki periode “interval between feeding bout”

(36)

(Interval antara periode makan). Interval ini banyak diisi dengan aktivitas duduk dan

memamah biak (Kurniawan 1997).

Lamanya periode makan dipengaruhi oleh kontraksi perut. Berakhirnya periode makan berhubungan erat dengan proses pengenyangan yang pada gilirannya tergantung pada salah satunya faktor pengembangan perut. Pengembangan perut merangsang suatu reseptor yang mengaktifkan pusat pengenyangan pada hypothalamus (Sharma et al dalam Wibowo 1985). Lebih lanjut dikatakan bahw a lama periode makan juga tergantung juga oleh faktor-faktor oropharhyngeal meskipun bukan merupakan faktor dominan. Rusa merupakan satwa yang tahan terhadap daerah kering, dan jarang sekali terlihat turun untuk mencari minum. Air yang dibutuhkan didapat dari pakan yang dimakannya, air embun dan pada saat berkubang. Ciri khas dari satwa yang minim sekali membutuhkan air adalah kotorannya yang relatif keras dan kering (sedikit mengandung air).

Perilaku istirahat dan bermain. Perilaku istirahat pada rusa terjadi pada

interval between feeding bout, dimana rusa lebih banyak melakukan aktivitas memamah biak sambil duduk atau berbaring dibawah naungan pohon-pohon yang banyak serasahnya. Perilaku ini umumnya dilakukan pada saat tengah hari dan terik matahari mencapai maksimum. Perilaku bermain ditunjukkan oleh rusa muda dengan aktivitas berlari-lari dan beradu tanduk tanpa cidera.

Perilaku kawin (mating behaviour). Bentuk kerjasama lain dari satwa sejenis

adalah perilaku kawin (mating behaviour) yaitu hubungan antara individu jantan dengan individu betina yang bekerjasama untuk mengadakan fertilisasi dan pertumbuhan individu baru. Rusa jantan timor akan segera memasuki musim kawin setelah perkembangan ranggahnya sempurna (selaput beludru atau velvet akan rontok). Pertumbuhan ranggah ini akan mengikuti siklus musiman yaiu dari mulai rontok sampai ranggah mengeras sempurna yang dibutuhkan waktu sekitar 16 minggu (Dradjat 2002).

(37)

Pada kebanyakan mamalia, timbulnya rangsangan pertama kearah perilaku kawin datang dari tubuh betina yaitu pada saat betina dalam keadaan berahi (estrus). Hanya pada saat estrus sajalah betina mau melakukan kawin (Toelihere 1985) Dilaporkan oleh Andijarso (1988) bahwa rusa betina mengalami birahi yang kira-kira bersamaan dengan rusa jantan. Lebih jauh dilaporkan bahwa perilaku kawin dimulai dari perilaku rusa jantan mengikuti betina kemudian menjilati tubuh bagian belakang betina tersebut. Kejadian ini berlangsung berulang-ulang sampai betina memberi reaksi. Jika betina tidak bereaksi maka betina tersebut akan terus melakukan aktivitasnya sendiri, seperti jalan, makan atau duduk beristirahat.

Pada betina yang telah birahi penuh maka pejantan akan makin agresif dan aktif mengejar betina. Tidak jarang terjadi perkelahian diantara para pejantan untuk menguasai betina. Pejantan tersebut akan mengejar betina sambil mengeluarkan lidahnya. Apabila betina ada respon maka betina akan mengangkat ekornya sehingga jantannya akan lebih leluasa untuk menjilatinya (Masyud 1989).

Kadang-kadang ketika ekor betina terangkat akan disertai kencing dan jantan akan menaruh moncongnya dibawah tetesan air kencingnya tersebut. Kemudian jantan akan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bibir yang sedikit membuka, bibir atas berkerut-kerut (flaehmen) dan kadang-kadang akan keluar air liurnya. Jantan akan terus mengikuti betina dalam waktu yang lama (Andijarso 1988). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada betina yang sudah terangsang maka akan gantian menjilati bagian-bagian tubuh pejantan tertentu dan sebagai puncaknya akan terjadi kopulasi selama dua sampai tiga detik.

Dikatakan oleh Hoogerwerf (1970) bahwa ciri lain dari perilaku kawin adalah berendam dalam lumpur dan menunjukkan sifat agresif dengan saling adu kepala untuk mendapatkan betina (agonistik). Selanjutnya wibowo (1985) melaporkan bahwa dalam peristiwa adu kepala tersebut, dua rusa yang melakukan adu tanduk hampir selalu punya ukuran tanduk dan tubuh yang relatif sama. Selama berahi seekor rusa betina bisa dinaiki tiga sampai empat kali selama dua jam oleh seekor pejantan sebelum terjadi ejakulasi. Bahkan kadang-kadang seekor rusa betina bersedia melayani lebih dari satu pejantan. Keseluruhan kelakuan berahi ini bisa

(38)

berlangsung lebih dari 24 jam. Pada kasus yang ekstrim, kelakuan berahi ini dapat mencapai 4 hari (Masyud 1989). Bila di dalam sebuah “harem” semua betina telah dikawini, rusa jantan yang tadinya bergabung akan memisahkan. Setelah pemisahan diri ini, rusa jantan berusaha memulihkan kembali energi dan berat badan yang hilang selama musim kawin. Beberapa waktu kemudian rusa jantan ini akan menanggalkan tanduknya dan mulai menumbuhkan tanduk baru (Dradjat 2002).

Libido seksual.

Timbulnya libido pada hewan jantan ditandai dengan menegangnya penis (ereksi) disebabkan oleh proses kimi awi dalam tubuh. Terjadinya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar misalnya unsur alam yang masuk ke dalam tubuh berupa makanan atau minuman atau berupa obat-obatan. Masyarakat di Tiongkok sejak ribuan tahun lalu telah memanfaatkan tanama n obat, buah atau sayuran dan hasil laut untuk membantu pemenuhan zat-zat yang dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas seksual (Hembing 2005).

Perilaku reproduksi merupakan gabungan kompleks dari aspek-aspek

reproduksi hewan yang diekspresikan akibat adanya rangsangan yang terjadi, baik dari luar maupun dari dalam tubuh, yang diatur oleh sistim syaraf dan sistim endrokrin, yang mekanisme kerjanya berlangsung terintregrasi dan bekerjasama yang sering dikenal dengan sistim neuroendokrin (Masyud 1989). Mekanisme kelakuan reproduksi, dimulai pada informasi yang berasal dari berbagai isyarat atau rangsangan eksternal melalui pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan yang kemudian masuk kedalam sistim syaraf pusat dan disatukan di hypothalamus Informasi tersebut diproses, dimantapkan dan dihasilkan kembali sebagai suatu signal humoral dan ditransmisikan ke kelenjar hipofise anterior kemudian melalui hormon-hormon gonadotropin dimantapkan dan ditransmisikan ke gonad. Akhirnya gonad memberikan berbagai respon, diantaranya dengan mengekskresikan hormon-hormon seks yang memegang peranan penting atas aspek-aspek kelakuan sekunder diantaranya perilaku kawin (Masyud 1989).

(39)

Pada rusa yang mengenal aktivitas reproduksi bermusim, rangsangan penglihatan yaitu panjang relatif periode cahaya (fetoperiode) merupakan faktor utama yang menentukan pengaturan sekresi hormon-hormon reproduksi, yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek kelakuan kelamin (Masyud 1989). Rusa merupakan salah satu hewan yang aktivitas reproduksinya yaitu sekresi hormon reproduksinya dipengaruhi oleh cahaya harian pendek. Hal ini terjadi karena dengan berkurangnya panjang hari, maka terjadi peningkatan frekuensi dan besarnya sekresi LH, serta naiknya tingkat basal FSH yang akhirnya akan mempengaruhi perkembangan testis dalam menghasilkan spermatozoa dan hormon testosteron. Sebaliknya pada pencahayaan panjang yaitu 16 jam cahaya dan 8 jam gelap, akan terjadi regresi testis (Masyud 1989). perubahan kandungan testosteron akan diikuti dengan perkembangan ranggah Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen. Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah (periode velvet) kemudian akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan perkembangan ranggah (periode “hard”) dan akan mencapai puncak pada saat-saat musim kawin, pada saat mana tanduk telah mencapai sempurna (periode “horn”). Setelah musim kawin, konsentrasi androgen menurun secara drastis yang diikuti dengan periode penanggalan ranggah (cast).

Tumbuhan Obat Sanrego Tumbuhan Afrodisiaka

Masyarakat Indonesia seperti halnya masyarakat di manca negara, telah lama menggunakan kekayaan alam sekitarnya sebagai obat tradisional. Pada saat ini pemakaian obat tradisional berkembang dengan baik sebagai suatu alternatif untuk menanggulangi masalah kesehatan seiring dengan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali kealam (back to nature). Salah satu jamu yang banyak beredar dan dikonsumsi masyarakat khususnya kaum pria adalah jamu yang berkhasiat afrodisiaka yaitu jamu yang mengatasi masalah disfungsi seksual kaum pria. Afrodisiaka adalah obat yang mungkin bekerja secara hormonal maupun non

(40)

hormonal dan sangat erat hubungannya dengan libido seksual. Obat sebagai jamu kuat ini dapat terdiri atas satu jenis simplisia atau ramuan berbagai simplisia. Susilo (2005) menyatakan bahwa afrodisiaka adalah bahan atau ramuan untuk meningkatkan kemampuan dan kenikmatan seks. Afrodisiaka berasal dari kata “

Aphrodite” dalam mitologi Yunani berarti dewi cinta dan kecantikan atau dengan

kata lain sebagai suatu zat (hormonal atau non hormonal) yang berkhasiat meningkatkan gairah seks serta erat hubungannya libido sekual (Muhtadi 1999).

Anwar, 2001 menyata kan bahwa pada umumnya penggunaan tumbuhan obat sebagai afrodisiaka lebih banyak berdasarkan kepercayaan turun-temurun dalam masyarakat, meskipun begitu telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui kepastian khasiat suatu tumbuhan obat. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tumbuhan afrodisiaka mengandung senyawa-senyawa obat turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa-senyawa-senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran darah pada sistem saraf pusat (serebral) atau sirkulasi darah tepi (perifer). Efek meningkatkan sirkulasi darah itu juga terjadi pada genitalia pria.

Beberapa penelitian pada hewan juga menunjukkan adanya aktivitas hormonal yakni hormon androgen, tetapi sebagian besar belum sampai ke tahap akhir (Anwar 2001). Lebih jauh dikatakan bahwa peningkatan sirkulasi darah ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ. Sebagai akibat mekanisme tersebut, maka suatu obat tradisional jenis afrodisiak bisa digunakan untuk meningkatkan stamina. Aprodisiaka di dalam tubuh dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah penis atau bersifat vasodialator, sehingga terjadi pembendungan darah yang menyebabkan ereksi dengan rangsangan yang lebih baik ( Suara Karya 2005 ).

Tumbuhan Sanrego Berpotensi Sebagai afrodisiaka

Ada beberapa tumbuhan obat yang berpotensi sebagai afrodisiaka. Salah satu tumbuhan obat dikenal mempunyai khasiat sebagai afrodisiaka adalah Sanrego. Sanrego dengan bahasa latinnya Lunasia amara BLANCO mempunyai beberapa

(41)

nama daerah seperti kemaitan, maitan (Jawa), pahitan (Sunda) pamaitan (Madura), makelum halahuna (Ulias), mitan-mitan (Makasar), bungkus kusu (Maluku) dan nama sanrego sendiri berasal dari bahasa ujung pandang (Heyne 1987).

Sanrego merupakan salah satu dari jenis tumbuhan obat yang tumbuh di

hutan tropika, yang merupakan suatu anugerah dan aset negara yang tidak ternilai harganya. Oleh sebab itu kelestarian harus tetap terjaga dan pemanfaatannya harus dilakukan seoptimal mungkin. Untuk mencapai harapan tersebut, disamping melakukan konservasi ex-situ yang selanjutnya mengarah pada usaha perbanyakan dan budidaya juga memanfaatkan tumbuhan Sanrego seoptimal mungkin. Pemanfaatan ini tidak hanya diguna kan untuk manusia saja tetapi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi satwa liar (rusa) melalui perbaikan fisiologi reproduksinya (Rahardjo 1999). Tumbuhan ini menyebar di beberapa wilayah Jawa, Madura, Bali, Flores, Tanimbar, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, Irian (papua) dan Filipina (Adhiyanto 2001). Menurut Rahardjo (1999) tumbuhan sanrego diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub Klas : Dicotyledonae Sub Klas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Lunasia

Species : Lunasia amara BLANCO

Sanrego merupakan pohon tegak tak bercabang (monopodial) dengan ketinggian dapat mencapai 12 meter, mempunyai tekstur yang keras dan licin . Berdaun lebat dimana daun lebatnya ditutupi bulu-bulu putih dan coklat. Bagian kelopak bunganya ditutupi bulu coklat berukuran 1.5 mm dan mengeluarkan bau yang harum (Rahardjo 1999).

(42)

Gambar 2. Tumbuhan obat sanrego (Lunasia amara Blanco).

Sedangkan menurut Quisumbing (1951) dalam Adhiyanto (2001) diterangkan bahwa Sanrego merupakan tumbuhan perdu tegak yang pada umumnya mempunyai tingi 3 meter, yang mempunyai ranting licin. Daunnya tersusun secara sasak alternate, berbentuk oblong-obovarte, dengan ukuran panjang 20-40 cm dan lebar 7-12 cm. Bunga jantan dan betina tertutup dengan sisik lepidote, berukuran kecil, berwarna kuning. Tangkai daun masing-masing mempunyai panjang 1 cm atau lebih. Buahnya terdiri dari 3 kapsul kekuningan, licin dan ditandai dengan seperti urat, membuka sepanjang uratnya dengan bagian atasnya seperti jahitan Kulit batang dan daun rasanya sangat pahit.

Manfaat Sanrego. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Sanrego,

diantaranya : memacu gairah seksual (meningkatkan libido seks), memperlancar saluran urine, bahan kosmetik, penghambat pertumbuhan bakteri (Eshericia coli,

Shygella body dan Staphyllococcus areus), obat diare, penawar racun makanan dan

bisa ular serta mengatasi kelainan kulit (Rahardjo 1999). Lebih jauh dikatakan bahwa secara impiris diperoleh informasi bahwa sanrego selain berkhasiat afrodisiak, juga dijadikan tonik, karena beberapa zat yang terkandung didalamnya berfungsi menguatkan tubuh.

Aktivitas androgenik dari daun sanrego yang telah dilakukan oleh Widyatmoko (2000) dan Hotimah (2000) dalam penelitiannya terhadap anak ayam

(43)

jantan White Leghorn yang berumur 3 hari menunjukkan hasil yang positif. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari infus daun sanrego (Lunasia amara BlLANCO) dengan fraksi alkaloid daun sanrego konsentrasi berturut-turut 2,5 mg/ml, 5 mg/ml dan 10 mg/ml selama 19 hari ternyata menunjukkan aktivitas androgenik yaitu pertambahan ukuran dan berat jengger, berat testis dan berat bursa fabrisius.

Jerasi 1992 dalam Adhiyanto 2001 menyatakan bahwa sampai saat ini bagian yang dimanfaatkan dari Sanrego adalah bagian kulit batang dan daun yang telah dikeringkan. Sanrego dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu birahi. Selain sebagai tumbuhan afrodisiaka, daun Sanrego dapat juga digunakan sebagai obat gosok bagian tubuh yang bengkak. Sedangkan kulit batang Sanrego bermanfaat sebagai obat nyeri perut, penawar racun ular dan serangga (Rahardjo 1999)

Kandungan Kimia Sanrego. Beberapa zat kimia penting yang terdapat

dalam kulit batang, daun dan akar Sanrego adalah alkoloid (Edulein, Graveolin, Hidroksinbenakrin, Lumakridin, Lunakrin, lunacridine, lunamine, dan lunani ), fitosterol dan glikosida (Rahardjo 1999). Sedangkan Sidik (1999) menyatakan kandungan kimia sanrego mengandung fitosterol, flavonoid dan alkoloid (edulein,

graveolin, hidroksin, benakrin, limakridin, lunakrin, lunamarin, lunidonin, dan lunin).Dari hasil penelitian Nurlaila (2000) yang dilakukan di Lab Farmasi

Universitas Pajajaran Bandung, melaporkan bahwa didalam daun kemaitan (sanrego) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, kuine, tanin, maisin, glosida dan steroid.

Keadaan Umum Penangkaran Rusa Timor di BKPH Jonggol, KPH Bogor PT.Perhutani Unit III Jawa Barat

Keadaan Umum

Letak. Lokasi penangkaran rusa milik PT. Perhutani ini terletak di dalam

wilayah hutan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cariu, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH ) Jonggol, Kesatuan Pemangkuan Hutan ( KPH ) Bogor, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat, yang secara Administratif masuk ke wilayah

Gambar

Gambar 1 Bagan alir  kerangka pemikiran penggunaan  sanrego dalam  memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa  timor
Gambar 2. Tumbuhan obat sanrego (Lunasia amara  Blanco).
Gambar 3 Tahapan penyajian sanrego dari daun (1dan2), tepung (3), ditimbang (4),  dikemas dalam kapsul (5), dimasukkan dalam pisang (6) dan diberikan  pada rusa (7)
Gambar 4  Intensitas perilaku seksual pada berbagai perlakuan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku makan pada rusa timor yang teramati selama penelitian dimulai dari rusa tersebut menciumi aroma pakan, mengambil pakan yang disukai dengan mulut kemudian

Karena itu penelitian bertujuan untuk (1) Mempelajari pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional

Penangkaran rusa secara ek-situ di Bandar Lampung telah dilakukan di Taman Satwa Lembah Hijau, dengan 23 rusa timor yang terdiri dari 12 individu jantan dewasa, 9 individu

Tingkah Laku Estrus Rusa Timor (Cervus timorensis) Betina yang di Suplementasi dengan Magnesium, Seng dan Selenium pada Satu Siklus Estrus... 2/18/2020 Jurnal Sain Peternakan

Profil Leukosit Rusa Timor (Rusa timorensis) Betina pada Tiap Fase Berahi yang Disuplementasi Magnesium, Zinc dan Selenium.. (Pembimbing: DAUD SAMSUDEWA dan YON SOEPRI

Penelitian ini bertujuan mempelajari perilaku dan aspek pakan rusa timor kelompok umur remaja (12-24 bulan) pada kandang dan jenis pakan yang berbeda di penangkaran

Puncak konsentrasi hormon testosteron individu tahap ranggah keras (34,1 ng/ml) pada penelitian ini lebih tinggi dibanding penelitian sebelumnya pada musim kawin spesies

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama satu siklus estrus rusa Timor menunjukkan fluktuasi frekuensi urinasi, following, kissing other female,