• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPRES Kesetimbangan Fasa (Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPRES Kesetimbangan Fasa (Baru"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

MATERI

KESETIMBANGAN FASA

Disusun Oleh :

Kelompok : VII / SELASA PAGI

1. ALFIN VANDENI (21030116120031)

2. ARLITA PRISMALIA HASNANTA (21030116140186)

3. ARY OCTAVIANI (21030116130141)

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

Mengesahkan, Asisten Pembimbing

Andhika Pudji Utama NIM 21030115130122

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN RESMI

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II UNIVERSITAS DIPONEGORO

Materi : Kesetimbangan Fasa Kelompok : 7/ Selasa Pagi

Penyusun : 1. Alfin Vandeni (21030116120031) 2. Arlita Prismalia Hasnanta (21030116140186) 3. Ary Octaviani (21030116130141)

(3)

Ringkasan

Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner. Misalnya alkohol dalam air. Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi uap dan mol fraksi air tidak sama karena “volatilitas” (mudahnya menguap) dan masing-masing penyusun berbeda. Tujuan dari praktikum ini adalah mampu memahami konsep kesetimbangan antara dua fasa (uap-cair) dari sistem (larutan) yang terdiri dari dua komponen dan mampu membuat diagram komposis vs suhu untuk larutan etanol air.

Menurut sifatnya dikenal larutan ideal dan larutan non ideal. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antar mulekul sejenis dan tidak sejenis sama. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antar mulekul sejenis dan tidak sejenis berbeda. Hukum roult hanya dapat di gunakan untuk larutan ideal atau larutan yang sangat encer, karena pada larutan encer hubungan antara jumlah zat terlarut dengan tekanan uapnya merupakan fungsi linear. Sedangkan larutan yang tidak encer tidak linear. Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah etanol dan aquadest sedangkan alat yang digunakan adalah labu destilasi, thermometer, Pendingin Leibig, Thermostat, Erlenmeyer, Pipet, Refraktometer, Adaptor, Statif-klem, Waterbath, Kaki tiga, Heater, Thermocouple. Metode yang digunakan yaitu dengan dibuat kurva standar hubungan komposisi etanol vs indeks bias, dan pembuatan 2 gram komposisi versus suhu untuk larutan etanol air.

Berdasarkan hasil praktikum didapat hubungan antara komposisi etanol, dengan indeks bias pada komposis (0-70)% , mengalami kenaikan karena faktor kerapatan yang meningkat karena berat mulekul etanol-air lebih berat etanol. Lalu terdapat penyimpangan pada (70-89.56)%, karena pengaruh ketidak idealan larutan biner etanol-air. Hubungan antara komposisi destilat dan residu vs suhu. Secara teoritis akan meningkat seiring bertambahnya %w. Terdapat penyimpangan karena panambahan cairan destilat kembali dan penambahan aquadest dapat menyebabkan perubahan nilai indeks bias, tetapi juga dapat meningkatkan titik didih dan manurunkan tekanan uap.

Disarankan pada praktikan agar lebih teliti dalam mengguanakan alat refraktometer. Disarankan agar asisten jaga berada di ruang asisten laboratorium agar mempermudah pengamatan praktikum. Pada sisten prites agar menjelaskan materi dengan detail agar praktikan paham dulu. Disarankan pada laboran mengecek alat-alat praktikum setelah selesai praktikum.

(4)

Summary

Solution is a homogeneous phase containing more than one component. When the system consists of only two substances it is called binary solution. For example alcohol in water. If the solution is partially evaporated, then the mole of the vapor fraction and the water fraction mole is not the same because of "volatility" ( easy to evaporated ) and each constituent is different. The purpose of this practicum is to understand the concept of equilibrium between two phases (vapor-liquid) of the system (solution) consisting of two components. capable of making a composition vs temperature diagram for water ethanol solution.

According to its nature is known ideal solution and non ideal solution. The ideal solution is a solution that attracts between types of similar and not same. While the non-ideal solution is a solution that tensile force between molecul similar and not, different tensile. Roult law can only be used for ideal solutions or very dilute solutions, since in dilute solutions the relationship between the amount of solute and its vapor pressure is a linear function. While the aqueous solution is not linear. In this experiment the material used is ethanol and aquadest while the tools used are distillation flask, thermometer, Leibig Cooler, Thermostat, Erlenmeyer, Pipette, Refractometer, Adapter, Statif-clamp, Waterbath, Triple, Heater, Thermocouple. The method used is made with standard curve of ethanol composition relationship vs. refractive index, and making diagram of composition versus temperature for water ethanol solution.

Based on the results of the experiment obtained the relationship between ethanol composition with the refractive index on the composition (0-70)%, increased due to increased density factor due to ethanol-water weight more ethanol weight. Then there is a deviation at (70-89.56)%, due to the non ideal influence of an ethanol-water binary solution. The relationship between destilat composition and residue vs temperature. Theoretically will increase % w. Irregularities due to the addition of distillate fluid and the addition of aquadest may cause a change in the refractive index value, but may also increase the boiling point and lower the vapor pressure.

It is suggested to the practitioner to be more careful in using the refractometer tool. It is recommended that the guard's assistant be in the laboratory assistant's room to facilitate practicum observation. It is recommended to the labors to check the tools of the practicum after practicum is done.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum Dasar Teknik Kimia II. Oleh karena berkat dan rahmat-Nya pula kami dapat menyelesaikan tujuh materi praktikum dengan baik dan lancar tanpa suatu hambatan yang berarti.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen yang membimbing selama proses Praktikum Dasar Teknik Kimia II dan kesediaan para dosen untuk memberi pretest materi sebelum praktikum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ing Silvyana selaku penanggung jawab Labolatorium Dasar Teknik Kimia, Bagas Guntur Pradana selaku koordinator asisten pembimbing, dan Andhika Pudji Utama selaku asisten pembimbing laporan resmi ini yang dengan tulus dan setia mendampingi dan membantu kami dalam proses Praktikum Dasar Teknik Kimia II dari awal hingga akhir.

Laporan Resmi Praktikum Dasar Teknik Kimia II ini berisi materi Kesetimbangan Fasa. Laporan resmi ini berisi hasil dari praktikum yang kami lakukan di Praktikum Dasar Teknik Kimia II.

Kami berharap semoga laporan resmi ini dapat berkenan di hati pembaca dan bisa bermanfaat bagi pembaca serta memohon maaf apabila ada salah kata ataupun hal-hal yang kurang berkenan di hati pembaca.

Semarang, Mei 2017

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RINGKASAN ... iii SUMMARY ... iv PRAKATA ... v DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktikum ... 1

1.3 Manfaat Praktikum ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Pengertian Kesetimbangan Fasa ... 2

2.2 Hukum Raoult ... 2

2.3 Pengertian Destilasi ... 4

2.3.1 Klasifikasi Destilasi ... 4

2.3.2 Macam-macam Destilasi ... 4

BAB III METODE PRAKTIKUM ... 7

3.1 Alat dan Bahan yang digunakan... 7

3.1.1 Bahan ... 7

3.1.2 Alat ... 7

3.2 Gambar Alat ... 7

3.3 Cara Kerja ... 8

3.4 Tabel Pengamatan ... 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

4.1 Hubungan Indeks Bias vs Komposisi... 10

4.2 Hubungan Komposisi Destilat dan Residu vs Suhu ... 12

4.3 Fungsi Penambahan Aquadest ... 13

BAB V PENUTUP ... 15

5.1 Kesimpulan ... 15

5.2 Saran ... 15

(7)

LAMPIRAN

Data Hasil Praktikum ... A-1 Lembar Perhitungan ... B-1 Lembar Grafik ... C-1 Lembar Kuantitas Reagen ... D-1 Referensi

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias ... 8

Tabel 3.2 Pengaruh Komposisi Umpan Destilasi ... 9

Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias ... 10

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Suhu Komposisi Asam Formiat-Air ... 3

Gambar 2.2 Diagram Suhu Komposisi Ethanol-Air ... 3

Gambar 3.1 Gambar Rangkaian Alat Destilasi ... 7

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias ... 10

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner, misalnya alkohol dalam air. Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi uap dan mol fraksi air tidak sama karena ”volatilitas” ( mudahnya menguap ) dari masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif mengandung lebih banyak zat yang lebih volatil dari pada cairannya. Pada praktikum kesetimbangan fasa mempelajari kesetimbangan antara fase uap dan fase cair dari suatu larutan. Dari praktikum ini mahasiswa dapat membuat diagram suhu versus komposisi dengan pengukuran nilai indeks bias. Prinsip kesetimbangan fasa dapat digunakan dalam industri kimia pada proses destilasi (pemisahan yang menggunakan perbedaan titik didih). Contohnya untuk pemurnian etanol, dan pemisahan solven.

1.2. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami kesetimbangan antara dua fase (uap-cair) dari larutan etanol-air yang terdiri dari dua komponen.

2. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram komposisi versus suhu untuk larutan etanol-air.

1.3. Manfaat Praktikum

1. Mahasiswa dapat memahami konsep kesetimbangan fase (uap-cair) dari suatu sistem larutan yang terdiri dari dua komponen

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Kesetimbangan Fase

Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner, misalnya alkohol dalam air. Menurut sifatnya dikenal larutan ideal dan non ideal. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis dan tidak sejenis sama. Sedangkan larutan non ideal gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis maupun yang tidak sejenis berbeda.

Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi dari masing-masing penyusun larutan tidak sama karena ”volatilitas” ( mudahnya menguap ) dari masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif mengandung lebih banyak zat yang lebih volatil dari pada cairannya. Hal ini dapat dilihat dari diagram kesetimbangan uap dan cairan pada tekanan tetap dan suhu tetap.

Pada percobaan kesetimbangan fase dipelajari diagram komposisi suhu pada tekanan tetap. Komposisi etanol dan air di fase uap yang dinyatakan dalam yi dan di fase cair yang dinyatakan dalam xi pada berbagai suhu. Komposisi ini kemudian dipakai untuk membuat diagram Komposisi versus Suhu pada sistem larutan biner.

2.2.Hukum Raoult

Proses distilasi satu stage digunakan untuk membuat diagram kesetimbangan fase antara uap dengan cairan untuk sistem larutan biner ini. Tekanan uap komponen air (A) dan etanol (B) dari larutan ideal mengikuti Hukum Raoult :

PA = PA0 XA ...(1)

PB = PB0 XB ...(2)

Dengan :

PA = tekanan parsial Air

PB = tekanan parsial Etanol

PA0 = tekanan uap murni Air pada suhu tertentu

(12)

XA = mol fraksi Air di dalam larutan

XB = mol fraksi Etanol di dalam larutan

Jika persamaan (1) dan (2) dimasukan ke persamaan Dalton, P = PA 0 XA +

PB0 XB, maka diperoleh persamaan :

P = PA 0 XA + PB0 XB ...(3)

Dengan P adalah tekanan uap total dari sistem. Dalam larutan berlaku : XA + XB = 1 ...(4)

Jika persamaan (4) dimasukan ke persamaan (3) diperoleh : P = PB0 - ( PA0 – PB0 ) XA ...(5)

Hukum Raoult hanya dapat digunakan untuk larutan ideal atau larutan yang sangat encer, karena pada larutan encer, hubungan antara jumlah zat terlarut dengan tekanan uapnya merupakan fungsi linier (semakin banyak solute, maka tekanan uap akan semakin kecil), sedangkan pada larutan yang tidak encer, hubungannya tidak linier (pengaruh jumlah solute terhadap tekanan uap tidak tetap).

Dalam larutan yang mempunyai tekanan uap sistem yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan hukum Raoult dikatakan sistem mempunyai deviasi positif (larutan non ideal), seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. Dikatakan deviasi negatif, jika tekanan uap larutan lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan Hukum Raoult seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.1. Diagram Suhu-Komposisi Gambar 2.2. Diagram Suhu Asam Formiat-Air Komposisi Ethanol-Air

(13)

2.3 Pengertian Destilasi

Destilasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana campuran dua atau lebih zat liquid atau vapor dipisahkan menjadi komponen fraksi yang murni, dengan pengaplikasian dari perpindahan massa dan panas. Pada proses pemisahan secara destilasi, fase uap akan segera terbentuk setelah sejumlah cairan dipanaskan. Uap dipertahankan kontak dengan sisa cairannya (dalam waktu relatif cukup) dengan harapan pada suhu dan tekanan tertentu, antara uap dan sisa cairan akan berada dalam keseimbangan, sebelum campuran dipisahkan menjadi distilat dan residu. Fase uap yang mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap relatif terhadap fase cair, berarti menunjukkan adanya suatu pemisahan. Sehingga kalau uap yang terbentuk selanjutnya diembunkan dan dipanaskan secara berulang-ulang, maka akhirnya akan diperoleh komponen-komponen dalam keadaan yang relatif murni.

2.3.1 Klasifikasi Destilasi

Destilasi berdasarkan prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Destilasi kontinyu

2. Destilasi batch

Berdasarkan basis tekanan operasinya terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Destilasi atmosferis (0,4-5,5 atm mutlak)

2. Destilasi vakum (≤ 300 mmHg pada bagian atas kolom) 3. Destilasi tekanan (≥ 80 psia pada bagian atas kolom) Berdasarkan komponen penyusunnya :

1. Destilasi sistem biner

2. Destilasi sitem multi komponen

Berdasarkan sistem operasinya terbagi dua, yaitu : 1. Single-stage Destilation

2. Multi stage Destilation

2.3.2 Macam-macam Destilasi

Umumnya destilasi juga dapat dibedakan sebagai berikut: 1.Destilasi Kilat (Flash Destilation)

(14)

Destilasi kilat merupakan destilasi continue (steady state) satu tahap tanpa refluks. Destilasi kilat ini terdiri dari penguapan sebagian dari suatu keluar berada dalam keseimbangan dengan zat cair yang tersisa. Uap tersebut dipisahkan dari zat cair dan dikondensasikan. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan komponen komponen yang memiliki titik didih yang berbeda. Destilasi ini tidak efektif untuk memisahkan komponen-komponen yang volatilitasnya sebanding.

2. Destilasi Continue dengan Refluks (Rektifikasi)

Neraca Bahan Plate n terlihat di dalam kolom terdapat plate ideal. Jika plate ini diberi nomor dari atas ke bawah maka plate acuan adalah plate ke-n dari puncak, di atasnya adalah plate ke-n-1 dan di bawahnya adalah plate ke-n+1. Ada dua arus fluida yang masuk ke plate ke-1 dan dua arus keluar, yaitu arus zat cair Ln-1 mol/jam dari plate ke-n-1 dan arus uap Vn-1 mol/jam dari plate ke-n+ 1 yang mengalami kontak akrab di plate ke-n:

a. Uap keluar dari plate, Yn

b. Zat cair yang keluar dari plate, Xn c. Uap masuk ke plate, Yn+1

d. Zat cair masuk ke plate, Xn+1 3. Destilasi Vakum

Destilasi vakum adalah destilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300 mmHg absolut). Destilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya karena beberapa alasan yaitu:

Titik didih campuran yang diolah. Uap dan zat cair yang keluar dari plate ke-n berada dalam kesetimbangan, sehingga Xn dan Yn merupakan konsentrasi kesetimbangan. Bila uap yang keluar dari plate ke-n+1 dan zat cair dari plate ke-n-1 dikontakkan secara akrab, konsentrasinya cenderung bergerak kearah keadaan setimbang. Arus zat cair berada pada titik gelembung (bubble point), sedangkan arus uap berada pada pada titik embunnya (dew point), sehingga kalor yang diperlukan untuk menguapkan komponen A harus didapat dari kalor yang dibebaskan pada waktu kondensasi komponen B. Setiap plate

(15)

berfungsi sebagai piranti pertukaran pada saat komponen A berpindah ke arus uap dan komponen B ke arus zat cair.

(16)

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Bahan dan Alat yang digunakan 3.1.1 Bahan:

1. Etanol 200 ml

2. Air/Aquadest/Air demin 294 ml

3.1.2 Alat:

1. Labu destilasi 8. Adaptor 15. Pipet volume 2. Thermometer 9. Statif-klem 16. Gelas ukur 3. Pendingin Leibig 10. Waterbath 17. Beaker glass 4. Thermostat 11. Kaki tiga 18. Picnometer 5. Erlenmeyer 12. Heater 19. Corong 6. Pipet 13. Thermocouple 20. Pipet ukur 7. Refraktometer 14. Aspirator 21. Neraca

Analitik

3.2 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan : 1. Statif 2. Klem 3. Labu Destilasi 4. Thermostat 5. Termometer 6. Pendingin Leibig 7. Erlenmeyer 8. Adaptor 9. Waterbath 10. Kaki Tiga 11. Heater 12. Thermocouple

13. Aliran air pendingin masuk 14. Aliran air pendingin keluar

(17)

3.3 Prosedur Praktikum

1. Membuat kurva standart hubungan komposisi etanol (larutan etanol-air) versus indeks bias

a. Menentukan densitas etanol dan air dengan menggunakan piknometer. b. Menentukan kadar etanol menggunakan tabel hubungan densitas

dengan kadar etanol.

c. Membuat larutan etanol-air pada komposisi 0; 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 89,5882 (%W).

d. Masing- masing larutan pada langkah c dilihat indeks biasnya dengan refraktometer.

e. Dibuat kurva hubungan antara komposisi versus indeks bias

2. 100 ml air dimasukkan ke dalam beaker glass pirex 250 ml , dipanaskan sampai mendidih dan dicatat titik didihnya.

3. Etanol dengan volume 120 ml dimasukkan ke dalam labu destilasi kosong, dipanaskan menggunakan minyak yang dilengkapi dengan thermostat sampai mendidih, kemudian dicatat suhu didihnya.

4. Labu destilasi tersebut didinginkan , lalu ditambahkan air dengan volume 20 ml ke dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai mencapai suhu konstan dan catat titik didihnya , ambil cuplikan residu dan destilat untuk diperiksa indeks biasnya masing-masing. Destilat yang telah diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi kedalam labu destilasi.

5. Prosedur nomor 4 dilakukan sebanyak 6 kali.

6. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol atau kurva hubungan suhu dengan komposisi aquadest/air.

Catatan : Komposisi etanol-air dinyatakan dalam fraksi berat.

3.4 Tabel Pengamatan

Tabel 3.1. Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan Indeks Bias

Komposisi Etanol

(% berat) Volume Air (ml)

Volume Etanol

(18)

Tabel 3.2. Pengaruh Komposisi Umpan Destilasi Volume Etanol (ml) Volume Air (ml) Suhu Didih (oC) Indeks Bias Residu Indeks Bias Destilat

(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Komposisi vs Indeks Bias

Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias Komposisi Etanol (%W) Indeks Bias(º)

0 % 1,331 10 % 1,332 20 % 1,334 30 % 1,336 40 % 1,337 50 % 1,338 60 % 1,339 70 % 1,340 80 % 1,335 89,5882 % 1,330

Pada praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data komposisi etanol 0%W sampai kadar teoritisnya yaitu 89,5882%W serta diukur indeks biasnya masing masing larutan seperti pada tabel diatas, dapat diamati bahwa pada komposisi etanol 0%W hingga 70%W menunjukkan peningkatan indeks bias tetapi pada 80%W dan seterusnya mengalami penurunan yang signifikan.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias Pada data yang didapatkan terjadi kenaikan indeks bias pada komponen 0%W hingga 70%W. Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan

1,328 1,33 1,332 1,334 1,336 1,338 1,34 1,342 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 In d e ks B ias Komposisi Indeks Bias (ᵒ)

(20)

cahaya di dalam udara dengan kecepatan udara di dalam larutan pada suhu tertentu. Kenaikan tersebut terjadi karena pengaruh kecepatan/cepat rambat cahaya pada medium yang dibutuhkan. Cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa sebesar C. Jika melalui sebuah medium akan mengalami perubahan kecepatan menjadi V, dimana besar V jauh lebih kecil disbanding cepat rambat cahaya di ruang hampa. Ketika cahaya merambat di suatu bahan, kelajuan akan menurun sebesar factor yang ditentukan oleh bahan yang dinamakan indeks bias (n).

𝑛 =

𝐶

𝑉

𝑉 =

𝐶 𝑛

n : Indeks Bias

C : Laju cahaya di ruang hampa (3x108 m/s) V : kecepatan cahaya dalam medium

 Etanol netanol : 1,36 𝑉 = 𝐶 𝑛 = 3x108 m/s 1,36 = 220588235,3 𝑚/𝑠  Air/Aquades nair : 1,333 𝑉 = 𝐶 𝑛 = 3x108 m/s 1,333 = 225056264,1 𝑚/𝑠

Dari perhitungan diatas ,cepat rambat cahaya pada etanol lebih kecil daripada cepat rambat cahaya pada aquades. Hal ini disebabkan oleh ukuran molekul etanol lebih besar daripada molekul aquades. Etanol dengan rumus molekul (C2H5OH)(BM=46 gr/mol) lebih besar dari molekul aquades dengan

rumus molekul (H2O)(BM= 18gr/mol) maka kecepatan molekul etanol-air

akan makin rapat seiring bertambahnya %W etanol, akibatnya cepat rambat cahaya pada medium akan semakin lambat, sehingga indeks bias yang dihasilkan akan semakin besar seiring dengan makin besarnya %W pada campuran etanol-air. (Achmad,2013)

Namun pada saat komposisi 70%W terjadi penurunan indeks bias, hal ini disebabkan larutan etanol-air merupakan larutan non ideal. Menurut Hukum Roult, dimana larutan non ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antar

(21)

molekul yang sejenis maupun tidak sejenis berbeda. (Castellan,1981). Penambahan komposisi etanol yang seharusnya berbanding lurus dengan indeks bias menjadi tidak berlaku akibat ketidakidealan larutan etanol-air pada komposisi 70%W. (Endang,2014)

4.2 Destilat dan Residu vs Suhu

Tabel 4.2 Komposisi Destilat dan Residu dengan Suhu Suhu Didih (ºC) Komposisi Destilat

(%W) Komposisi Residu (%W) 64 15% 30% 67 30% 50% 69,3 50% 70% 72,8 30% 70% 73 60% 50% 73,2 40% 60% 74 50% 50%

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Komposisi Destilat dan Residu dengan Suhu a. Destilat

Pada gambar diatas dapat kita ketahui bahwa grafik hubungan

komposisi etanol dalam destilat mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu, namun pada D3-D4 dan D5-D6 mengalami penurunan komposisi

etanol dalam destilat. Hal tersebut menyimpang dari teorinya karena seharusnya komposisi etanol akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya suhu sampai titik azeotrop (berbanding lurus).

10 20 30 40 50 60 70 80 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 10 20 30 40 50 60 70 80 Tem p er atu r (ᵒ C) Komposisi (%W) destilat residu

(22)

Penyimpangan terjadi karena faktor pengaruh destilat yang dimasukan kembali ke dalam labu destilasi. Pengaruhnya yaitu ketika destilasinya dilakukan sampai 2-3 kali maka perolehan etanol murninya akan berkurang. (Renqi Zhou,1998)

Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu maka kadar etanol (%W) yang diperoleh dalam destilat semakin meningkat.(Endang,2014)

b. Residu

Pada gambar diatas terjadi penyimpangan pada grafik hubungan komposisi etanol dalam residu dengan kenaikan suhu yaitu pada titik R4-R5 dan R6-R7 mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena komposisi etanol dalam residu berpindah (menguap) ke destilat karen a faktor suhu yang tinggi. Karena proses destilasi yang dilakukan berulang dan hasil destilasi dimasukkan kembali ke labu destilasi menyebabkan kemurnian etanol menjadi berkurang setiap dimasukkan kembali hasil destilat kedalam labu destilasi makan komposisi etanol juga berkurang (kemurnian berkurang) dalam residu ketika suhu tinggi. (Renqi zhou,1998)

Maka dapat disimpulkan, bahwa semakin tinggi suhu destilasi maka komposisi etanol (%W) residu dalam tabung destilasi akan semakin berkurang. (Endang,2014)

4.3 Pengaruh Penambahan Aquadest

1. Peningkatan Titik Didih

Penambahan aquades pada larutan yang mengandung etanol dapat meningkatkan titik didih larutan, hal itu karena air memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada etanol karena apabila larutan yang memiliki dua titik didih yang berbeda maka titik didih larutan tersebut akan berada pada titik diantara kedua titik didih semua (Ackland,2015)

2. Penurunan Tekanan Uap

Penambahan aquades dapat menurunkan tekanan uap campuran larutan aquades dan etanol, hal tersebut dapat menyebabkan pengurangan fraksi mol dalam persamaan :

(23)

Dilihat dari sifat fisiknya, etanol memiliki sifat lebih volatil daripada air sehingga memiliki tekanan uap murni lebih tinggi daripada air. Dengan demikian berkurangnya fraksi mol dari etanol mengakibatkan tekanan uap larutan etanol-air berkurang. (Plambeck,2016)

3. Pengaruh Indeks Bias

Penambahan aquades yang terus menerus membuat penurunan indeks bias karena pengaruh berat molekul air yang lebih kecil daripada berat molekul etanol. Sehingga penambahan aquades dapat mengurangu tumbukan cahaya seingga menyebabkan indeks bias turun. (Arief,2013)

(24)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil praktikum hubungan antara komposisi etaol dengan indeks bias pada komposisi (0-70)%W mengalami kenaikan karena ukuran mulekul etanol yang lebih besar menyebabkan kecepatan cahaya pada mulekul etanol-air makin rapat. Dan pada komposisi (70-89)%W, mengalami penurunan indeks bias. Karena pengaru hketidak idealan larutan biner etanol-air.

2. hubungan antara komposisi destilat dan residu vs suhu. Secara teori akan meningkat karena akan bertambahnya %W, dan berdasarkan hasil praktikum ditemukan penyimpangan. Hal itu terjadi karena pengembalian cairan destilat kedalam labu destilasi dan penambahan aquades sehingga semakin tinggi suhu maka %W semakin kecil.

3. Pengaruh penambahan air pada praktikum adalah untuk meningkatkan titik didih. Menurunkan tekanan uap dan mempengaruhi besar indeks bias.

5.2 Saran

1. Diharapkan lebih teliti lagi dalam mengguanakan alat-alat praktikum seperti pembacaan angka pada refraktometer

2. Disarankan agar asisten jaga berada di ruang asisten laboratorium ketika praktikum sesuai jadwalnya.

3. Diharapkan asisten prites agar menjelaskan materi dengan detail agar praktikan agar praktikan dapat memahami dengan baik.

4. Disarankan pada laboran mengecek kembali alat-alat praktikum setelah selesai praktikum.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Ackland, T. 2015. Home Distillation of Alcohol. Diakses pada 17 April 2017 dari http://homedistillater.org/theory/theory

Alberty, R.A. and Daniels, F., 1983, ” Kimia Fisika”, Edisi lima, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Arief, A. 2013. Indeks Bias Zat Cair. Diakses pada 17 April 2017 dari http://fatysahinknowledge.wordpress.com/2011/06/27/destilasi Castelan, G.,W., 1981,” Physical Chemistry”, 2nd edition, Tokyo.

Komariah, Leily Nurul. 2009. Tinjauan Teoritis Perancangan Kolom

Distilasi Untuk Pra-Rencana Pabrik Skala Industri. Jurusan Teknik

Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.

Plambeck, J. 2016. Vapor Pressure. Diakses pada 17 April 2017 dari http://www.lipi.com/msds/nef/vaporpressure.htm

Ronqi, Zhou. 1998. Destilasi Campuran Biner Etanol-Air.Diakses pada 17 April 2017 dari

http://kimia.pnl.ac.id/wpcontent/uploads/2016/09/JOBSHEET-PRAKTIKUM-PEMISAHAN-DAN-PEMURNIAN-III-1617.PDF Safitri, Endang Asih.2014. Energetika Kimia. Program Studi Kimia, FMIPA,

Institut Teknologi Bandung.

Zamroni, Achmad .2013. Pengukuran Indeks Bias Zat Cair Melalui Metode

Pembiasan Menggunakan Plan Paralel. Pendidikan IPA,Konsentrasi

(26)

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

Materi :

KESETIMBANGAN FASA

OLEH: Kelompok : 7/Selasa Pagi

Anggota :

1. Alfin Vandeni NIM : 21030116120031 2. Arlita Prismalia Hasnanta NIM : 21030116140186 3. Ary Octaviani NIM : 21030116130141

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(27)

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami kesetimbangan antara dua fase (uap-cair) dari larutan etanol-air yang terdiri dari dua komponen.

2. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram komposisi versus suhu untuk larutan etanol-air.

II. PERCOBAAN

2.1 Bahan yang digunakan : 1. Etanol 200 ml

2. Air/Aquadest/Air demin 294 ml

2.2 Alat yang digunakan :

1. Labu destilasi 2. Adaptor 3. Pipet volume 4. Thermometer 5. Statif-klem 6. Gelas ukur 7. Pendingin Leibig 8. Waterbath 9. Beaker glass 10. Thermostat 11. Kaki tiga 12. Picnometer 13. Erlenmeyer 14. Heater 15. Corong 16. Pipet 17. Thermocouple 18. Pipet ukur 19. Refraktometer 20. Aspirator 21. Neraca Analitik

(28)

Gambar Alat

Gambar Rangkaian Alat Destilasi

2.3 Cara Kerja

a. Membuat kurva standart hubungan komposisi etanol (larutan etanol-air) versus indeks bias

1. Menentukan densitas etanol dan air dengan menggunakan piknometer. 2. Menentukan kadar etanol menggunakan tabel hubungan densitas dengan

kadar etanol.

3. Membuat larutan etanol-air pada komposisi 0; 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 89,5882 (%W).

4. Masing- masing larutan pada langkah c dilihat indeks biasnya dengan refraktometer.

5. Dibuat kurva hubungan antara komposisi versus indeks bias

b. 100 ml air dimasukkan ke dalam beaker glass pirex 250 ml , dipanaskan sampai mendidih dan dicatat titik didihnya.

c. Etanol dengan volume 120 ml dimasukkan ke dalam labu destilasi kosong, dipanaskan menggunakan minyak yang dilengkapi dengan thermostat sampai mendidih, kemudian dicatat suhu didihnya.

Keterangan : 1. Statif 2. Klem 3. Labu Destilasi 4. Thermostat 5. Termometer 6. Pendingin Leibig 7. Erlenmeyer 8. Adaptor 9. Waterbath 10. Kaki Tiga 11. Heater 12. Thermocouple 13. Aliran air pendingin masuk 14. Aliran air pendingin keluar

(29)

d. Labu destilasi tersebut didinginkan , lalu ditambahkan air dengan volume 20 ml ke dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai mencapai suhu konstan dan catat titik didihnya , ambil cuplikan residu dan destilat untuk diperiksa indeks biasnya masing-masing. Destilat yang telah diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi kedalam labu destilasi.

e. Prosedur nomor 4 dilakukan sebanyak 6 kali.

f. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol atau kurva hubungan suhu dengan komposisi aquadest/air.

Catatan : Komposisi etanol-air dinyatakan dalam fraksi berat. Tabel Pengamatan

Tabel 3.1. Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan Indeks Bias

Komposisi Etanol (%

berat) Volume Air (ml)

Volume Etanol (ml)

Indeks Bias

Tabel 3.2. Pengaruh Komposisi Umpan Destilasi Volume Etanol (ml) Volume Air (ml) Suhu Didih (oC) Indeks Bias Residu Indeks Bias Destilat 2.4 Hasil Percobaan

Titik didih air : 92 C Titik didih etanol : 70 C

(30)

Komposisi Etanol (% berat) Volume Air (ml) Volume Etanol (ml) Indeks Bias 0 10 20 30 40 50 60 70 80 89,588 10 8,66 7,38 6,17 5,02 3,91 2,86 1,85 0,88 0 0 1,33 2,61 3,82 4,97 6,08 7,13 8,14 9,11 10 1,331 1,332 1,334 1,336 1,337 1,338 1,339 1,340 1,335 1,330 Volume Etanol (ml) Volume Air (ml) Suhu Didih (oC) Indeks Bias Residu Indeks Bias Destilat 120 120 120 120 120 120 120 0 20 40 60 80 100 120 64 67 69,3 72,8 73 73,2 74 1,336 1,338 1,340 1,340 1,338 1,339 1,338 1,333 1,336 1,338 1,336 1,339 1,337 1,338 Semarang, Mei 2017 PRAKTIKAN MENGETAHUI ASISTEN PEMBIMBING

Andhika Pudji Utama Alfin V. Arlita P.H. Ary O. NIM. 2103011513012

(31)

LEMBAR PERHITUNGAN

1. Mencari Densitas Etanol

Massa picnometer kosong : 16,576 gr Massa picnometer+aquades : 43,243 gr

Massa aquades : (massa picnometer + aquades) – massa picnometer kosong : 43,243 gr - 16,576 gr : 26,667 gr Suhu Aquades : 26 C Densitas Aquades : 996,783 kg/m3 = 0,996783 gr/cm3 𝑉𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 𝜌 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 = 26,667 gr 0,996783 gr 𝑐𝑚3 = 26,753 𝑚𝑙 Massa picnometer kosong : 16,576 gr

Massa picnometer kosong+Etanol : 38,269 gr

Massa Etanol : (massa picnometer + Etanol) – massa picnometer kosong : 38,269 gr - 16,576 gr : 21,693 gr 𝜌 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 =𝑚 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 21,693 𝑔𝑟 26,753 𝑚𝑙 = 0,810862 𝑔𝑟/𝑚𝑙 = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 2. Mencari %W Etanol Y= ρ X 0,82006 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 0,7032 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 X 0,80752 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 0,7956 𝑦 − 𝑦1 𝑦2− 𝑦1 = 𝑥 − 𝑥1 𝑥2− 𝑥1 0,810862 𝑔𝑟 𝑐𝑚3− 0,82006 𝑔𝑟 𝑐𝑚3 0,80752 𝑔𝑟 𝑐𝑚3− 0,82006 𝑔𝑟 𝑐𝑚3 = 𝑥 − 0,7032 0,7956 − 0,7032 −0,009198 𝑔𝑟 𝑐𝑚3 −0,01254 𝑔𝑟 𝑐𝑚3 = 𝑥 − 0,7032 0,0924

(32)

0,73349 =𝑥 − 0,7032 0,0924 0,067774 = 𝑥 − 0,7032 𝑥 = 0,770974 BM H2O = 18 gr/mol BM C2H5OH = 46 gr/mol %𝑊 = 𝑥. 46 𝑥. 46 + (1 − 𝑥)18= 0,770974 . 46 0,770974 . 46 + (1 − 0,770974)18 = 0,895882 X = 89,5882%

3. Volume Etanol pada berbagai komposisi %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) V basis = 10 ml  0% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 0% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0 𝑚𝑙  10% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 10% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 10% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,996783-0,0185921 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 1,3379 𝑚𝑙  20% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 20% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 20% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

(33)

1,993566-0,0371842 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 2,61067𝑚𝑙  30% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 30% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 30% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 2,990345-0,0557763 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 3,822932 𝑚𝑙  40% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 40% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 40% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 3,987132-0,0743684 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 4,9789 𝑚𝑙  50% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 50% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 50% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 4,983915-0,0929605 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 6,082421 𝑚𝑙  60% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 60% = 0,810862 𝑔𝑟 𝑐𝑚3× 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟 𝑐𝑚3× 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr cm3(10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙)

(34)

60% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 5,980698-01115526 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 7,136968 𝑚𝑙  70% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 70% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 70% = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 6,977481-0,1301447 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 8,145736 𝑚𝑙  80% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 80% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) %40 = 0,726436 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783 − 0.185921. 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 7,974264-0,1487368 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 9,111645 𝑚𝑙  89,5882% %𝑊 = 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑋 (𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑉𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 89,5882% = 0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 0,895882 (0,810862 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) + 0,996783 gr/cm3 (10 𝑚𝑙 − 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 89,5882%

=

0,726436×𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 9,96783−0.185921.𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 8,929999-0,1665632 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0,726436 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 10 𝑚𝑙

(35)
(36)

D-1

Laboratorium Dasar Teknik Kimia II

LEMBAR KUANTITAS REAGEN

MATERI : KESETIMBANGAN FASA HARI/TANGGAL : SELASA / 7 MARET 2016 KELOMPOK : 7 / SELASA PAGI

NAMA : 1. ALFIN VANDENI

2. ARLITA PRISMALIA HASNANTA 3. ARY OCTAVIANI

ASISTEN : ANDHIKAPUDJI UTAMA

KUANTITAS REAGEN

NO JENIS REAGEN KUANTITAS

1 2 Kurva Standar Distilasi Etanol Destilasi @ 6x Basis 10 ml (0,10,20,30,. …%W Kadar etanol teknis) 120 ml (6 x 20 ml) = 120 ml TUGAS TAMBAHAN: Pengertian Destilasi MSDS Bahan Praktikum CATATAN:

 Bawa milimeter block, kapas, lap, kalkulator, dan trash bag

SEMARANG, 17 MARET 2017 ASISTEN

Andhika Pudji Utama NIM. 21030115130122

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)

Laporan Praktikum KI 2241 ENERGETIKA KIMIA

PERCOBAAN D-1, D-2 : SIFAT –SIFAT KOLIGATIF

Nama : ENDANG ASIH SAFITRI

NIM : 10512030

Kelompok : 03

Tanggal Percobaan : 05 Februari 2014 Tanggal Pengumpulan : 12 Maret 2014

Asisten : ANTON P (30511011) MEGA RINDU A (10510008)

LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

(43)

I. TUJUAN

1. Menentukan keaktifan pelarut dan zat terlarut dengan menggunakan data penurunan titik beku

2. Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data kenaikan titik didih

II. TEORI DASAR

Secara termodinamika, pembekuan dan penguapan merupakan kesetimbangan antara dua buah fasa seperti padat dengan cair dan cair dengan uap (gas). Bila terjadi kesetimbangan fasa, syarat yang harus dipenuhi ialah kesamaan potensial dikedua fasa tersebut.

Gambar 1. Perubahan potensial kimia pelarut dengan adanya kehadiran zat terlarut Kehadiran zat terlarut dalam pelarut dapat menurunkan potensial kimia larutan, potensial kimia larutan lebih rendah daripada potensial kimia pelarut murni, akibatnya dapat dilihat digambar bahwa titik beku menurun sedangkan titik didih mengalami kenaikan.

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi bergantung pada jumlah atau kelompok partikel zat terlarut (konsentrasi zat terlarut) di dalam larutan. Sifat koligatif meliputi: penurunan tekanan uap jenuh (∆P), Kenaikan titik didih (∆Tb), Penurunan titik beku (∆Tf),

dan tekanan osmotik (π)

Sifat koligatif larutan ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut. Molalitas yaitu jumlah partikel zat terlarut (mol) setiap 1 kg zat pelarut (bukan larutan). Sehingga dapat didefinisikan dengan persamaan berikut:

Molalitas (m) = jumlah mol zat terlarut jumlah kg pelarut Atau m = massa zat terlarut (gram)

Mr (gram/ mol)

×

1000

massa zat pelarut (gram)

Molalitas dapat diukur pada saat pelarut dalam wujud padatan dan hanya dapat diukur massanya, bukan volumenya sehingga tidak mungkin dinyatakan dalam

(44)

Penurunan Titik Beku Larutan. Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan, sehingga jarak antarpartikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antarmolekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan mengakibatkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk dapat lebih mendekatkan jarak antarmolekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Jadi titik beku larutan akan lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya. Perbedaan titik beku akibat adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku (∆Tf).

Kenaikan Titik Didih Larutan. Adanya partikel zat terlarut yang tidak mudah menguap dalam larutan dapat mengurangi kemampuan zat pelarut untuk menguap, Cairan akan mendidih ketika tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan udara luar. Titik didih cairan pada tekanan udara 760 mmHg disebut titik didih standar atau titik didih normal. Jadi yang dimaksud dengan titik didih adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan pada permukaan cairan). Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut sehingga kecepatan penguapan berkurang.

III. KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan menggunakan data penurunan titik beku hasil percobaan diperoleh keaktifan zat terlarut naftalena dalam pelarut benzene (α) = 0.30733, dan dari hasil perhitungan menggunakan data kenaikan titik didih hasil percobaan, diperoleh berat molekul zat terlarut naftalena adalah 64.9767 gram/mol, menurut literatur berat molekul naftalena adalah 128.17 gram/mol. Perbedaan hasil antara percobaan dengan literatur dikarenakan kesalahan yang dilakukan praktikan saat pengambilan data, yaitu berupa pemasangan alat titik didih yang tidak benar, masih ada udara yang masuk ke alat karena kurang kencangnya memasang kondensor, berubahnya tekanan udara dalam alat karena ada udara yang masuk dapat mempengaruhi titik didih larutan.

IV. PUSTAKA

P. Atkins, J de Paula, “Physical Chemistry”, 8th edition ed.W.H. Freeman and

Company, New York, 2006. halaman 173

http://en.wikipedia.org/wiki/Beckmann_thermometer V. LAMPIRAN

Jawaban pertanyaan

1. Larutan ideal terjadi apabila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan murni, Larutan ideal mematuhi hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Jika tekanan uap hasil pengamatan tidak sama dengan tekanan uap berdasarkan perhitungan hukum Raoult, maka larutan tersebut tak-ideal.

Persyaratan larutan ideal :

a. molekul zat terlarut dan molekul pelarut tersusun sembarang b. pada pencampuran tidak terjadi efek kalor

(45)

Besaran –besaran yang digunakan utnuk menggambarkan penyimpangan dari keadaan ideal tersebut adalah tekanan uap.

2. Pengaruh ketidak idealan larutan terhadap sifat koligatif berupa kenaikan titik didih larutan dan penurunan tekanan uap larutan. Jika tekanan uap hasil pengamatan tidak sama dengan tekanan uap berdasarkan perhitungan hukum Raoult, maka larutan tersebut tak-ideal, interaksi antara molekul dalam larutan dapat menurunkan tekanan uap larutan, karena fraksi mol pelarut berkurang. Ketidak idelan larutan yang disebabkan oleh interaksi molekul ini juga dapat menyebabkan terjadi penyimpangan titik didih, seperti misalnya campuran etanol- air dapat membentuk azeotrop dimana titik didihnya akan mendekati titik didih air.

3. Kurva yang didapat saat melewati keadaan lewat beku / supercooled

4. Tekanan udara akan mempengaruhi titik didih larutan, sebagai contoh pada tekanan udara 1 atm air akan mendidih pada suhu 1000C, pada tekanan udara kurang dari 1 atm air akan mendidih pada saat suhu <1000C, begitu juga dengan benzene dan sikloheksanol (pelarut) yang dugunakan dalam percobaan.

5. Apabila zat terlarut mengalami disosiasi, zat terlarut akan terdistribusi merata ke seluruh pelarut, apabila pelarut mengalami asosiasi, pelarut berikatan dengan sesama pelarut, zat terlarut tidak terdistribusi secara merata. Kedua-duanya akan berimbas pada kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan, semakin terdistribusi zat terlarut dalam pelarut maka kenaikan titik didih dan penurunan titik beku semakin tinggi, sebaliknya semakin tidak terdistribusinya zat terlarut dalam pelarut maka kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan semakin rendah.

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

LEMBAR ASISTENSI DIPERIKSA

KETERANGAN TANDA

TANGAN

Gambar

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Destilasi
Tabel 3.2. Pengaruh Komposisi Umpan Destilasi  Volume Etanol  (ml)  Volume  Air (ml)  Suhu Didih (oC)  Indeks Bias Residu  Indeks Bias Destilat
Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan Indeks Bias  Komposisi Etanol (%W)  Indeks Bias(º)
Tabel 4.2 Komposisi Destilat dan Residu dengan Suhu  Suhu Didih (ºC)  Komposisi Destilat
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ Indeks Persepsi Korupsi-IPK-Indonesia pada 2009/ mengalami kenaikan 0 koma 2 dibanding pencapaian pada 2008/ yang meraih 2 koma 6 Pada 2009// IPK Indonesia

Kelompok pengeluaran lainnya mengalami kenaikan indeks yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,30 persen; kelompok sandang 0,08 persen; kelompok

Dengan demikian, semua parameter tes akan mengalami kenaikan seiring dengan kenaikkan ukuran sampel (jumlah responden), kecuali indeks tingkat kesukaran. Semakin

Kaca TZN yang telah dikristalkan sebagian mengalami perubahan sifat dari sebelum dikristalkan, yaitu: penurunan indeks bias seiring dengan penambahan natrium pada komposisi

Telah dilakukan pengujian kualitas minyak kayu putih (Melaleuca leucadendra) terhadap warna, bau, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, dan kelarutan dalam etanol 70% di

Kaca TZN yang sebagian telah berfase kristal mengalami perubahan sifat dari sebelum dikristalkan, yaitu: penurunan indeks bias, penurunan densitas, kenaikan absorbansi

Dengan menganalisis kualitas setelah pemakaian, dapat dinyatakan bahwa minyak sawit bermerk mengalami kenaikan viskositas dan indeks bias yang lebih rendah dibandingkan minyak kelapa