PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK
MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara OLEH:
YOESLIANA FITRI NIM 122410067
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN
DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK
MINYAK KAYU PUTIH (
MELALEUCA LEUCADENDRON
)
TUGAS AKHIR
OLEH:
YOESLIANA FITRI
NIM 122410067
S
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini., yang berjudul “PENENTUAN BOBOT JENIS
DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN
PUTARAN OPTIK MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA
LEUCADENDRON)”. Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Analisis Farmasi dan Makanan pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis tugas akhir ini didasarkan pada hadil
Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh pada 16 – 28 Februari 2015 di
Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, UPT. Balai Pengujian dan
Sertifikasi Mutu Barang Medan.
Pada penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua program studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas farmasi USU.
4. Ibu Dra. Suwarti Aris M.Si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan
5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
7. Ibu Ir. Novira Dwi Shanty Artsiwi, selaku pembimbing Lapangan selama
penulis melakukan PKL dan sebagai Kepala UPTD BPSMB Medan
8. Ibu Dra. Lisni Ritonga selaku Penyelia Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan
Penyegar UPTD. BPSMB Medan.
9. Seluruh Staf Pegawai UPTD. BPSMB Medan
Terlebih kepada orangtua penulis, Ayahanda Joni Irianto dan Ibunda
Arbaiyah serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan yang tiada
batas kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhi ini tidak luput dari
kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis
berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2015
Penulis,
Yoesliana Fitri
PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK
MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON)
ABSTRAK
Minyak kayu putih diperoleh dengan cara penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih. Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah
sineol 85%. Komponen minyak atsiri yang lain adalah terpineol, pinena,
benzaldehida, limonene, dan berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena.
Minyak kayu putih berkhasiat sebagai meredakan kembung, obat gosok, melebarkan pembuluh darah perifer (efek seperti orang kerokan), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk. Maka minyak kayu putih harus diuji mutuya sesuai dengan parameter pengujian yang berlaku. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah minyak kayu putih yang diuji memenuhi syarat yang telah di tetapkan oleh Badan Standarisai Nasional dalam SNI 06-3954-2006 melalui penentuan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol dan putaran optik.
Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih. Pengujian dilakukan duplo dengan menggunakan alat piknometer untuk uji bobot jenis, untuk pengujian indeks bias digunakan alat refraktometer, untuk pengujian kelarutan dalam etanol 70% digunakan gelas ukur, sedangkan untuk pengujian putaran optik digunakan alat polarimeter serta alat pendukung lainnya di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPT. BPSMB (Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Mutu Barang) Medan.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, disimpulkan bahwa minyak kayu putih yang diuji memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-3954-2006. Minyak kayu putih yang diuji memiliki nilai bobot jenis I = 0.923 dan nilai bobot jenis II = 0.913, nilai indeks bias = 1,457, kelarutan dalam etanol = 1 : 2 jernih dan nilai putaran optik = (-) 40. Persyaratan mutu minyak kayu putih yaitu 0.900-0.930, indeks bias yaitu 1.450-1.470, kelarutan dalam etanol yaitu 1:1-1:10 jernih dan putaran optik yaitu (-) 40 sampai dengan 00 yang tercantum dalam SNI 06-3954-2006.
2.2.2. Sifat – Sifat Minyak Atsiri ... 10
2.2.3. Keberadaan Minyak Atsiri ... 12
2.2.4. Metode Isolasi Minyak Atsiri ... 13
2.2.5. Kimia Minyak Atsiri ... 14
2.3. Minyak Kayu Putih ... 15
2.3.1. Pengertian Minyak Kayu Putih ... 15
2.3.2. Parameter Mutu Minyak Kayu Putih ... 15
BAB III METODE PENGUJIAN ... 18
3.1. Tempat Pengujian ... 18
3.2. Sampel ... 18
3.3. Alat ... 18
3.4. Bahan ... 18
3.5. Prosedur Pengujian ... 19
3.5.1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih sesuai dengan SNI 06-3954-2006 ... 20
3.5.2. Penentuan Indeks Bias Minyak Kayu Putih sesuai dengan SNI 06-3954-2006 ... 20
3.5.3. Penentuan Kelarutan Dalam Etanol Minyak Kayu Putih sesuai SNI 06-3954-2006 ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1. Hasil ... 22
4.2. Pembahasan ... 22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
5.1. Kesimpulan ... 25
5.2. Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih ... 27
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK
MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON)
ABSTRAK
Minyak kayu putih diperoleh dengan cara penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih. Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah
sineol 85%. Komponen minyak atsiri yang lain adalah terpineol, pinena,
benzaldehida, limonene, dan berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena.
Minyak kayu putih berkhasiat sebagai meredakan kembung, obat gosok, melebarkan pembuluh darah perifer (efek seperti orang kerokan), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk. Maka minyak kayu putih harus diuji mutuya sesuai dengan parameter pengujian yang berlaku. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah minyak kayu putih yang diuji memenuhi syarat yang telah di tetapkan oleh Badan Standarisai Nasional dalam SNI 06-3954-2006 melalui penentuan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol dan putaran optik.
Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih. Pengujian dilakukan duplo dengan menggunakan alat piknometer untuk uji bobot jenis, untuk pengujian indeks bias digunakan alat refraktometer, untuk pengujian kelarutan dalam etanol 70% digunakan gelas ukur, sedangkan untuk pengujian putaran optik digunakan alat polarimeter serta alat pendukung lainnya di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPT. BPSMB (Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Mutu Barang) Medan.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, disimpulkan bahwa minyak kayu putih yang diuji memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-3954-2006. Minyak kayu putih yang diuji memiliki nilai bobot jenis I = 0.923 dan nilai bobot jenis II = 0.913, nilai indeks bias = 1,457, kelarutan dalam etanol = 1 : 2 jernih dan nilai putaran optik = (-) 40. Persyaratan mutu minyak kayu putih yaitu 0.900-0.930, indeks bias yaitu 1.450-1.470, kelarutan dalam etanol yaitu 1:1-1:10 jernih dan putaran optik yaitu (-) 40 sampai dengan 00 yang tercantum dalam SNI 06-3954-2006.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakangMinyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan
bersifat mudah menguap. Kegunaanya sebagai bahan baku untuk industri parfum
atau bahan pewangi dan bahan aroma. Minyak atsiri juga digunakan sebagai
bahan baku obat dan aromaterapi. Berbagai tanaman unggulan dan potensial yang
menghasilkan minyak atsiri telah banyak ditanam di Indonesia. Kekayaan alam
Indonesia tersebut merupakan salah satu modal untuk mengembangkan bisnis
minyak atsiri. Penggunaan kata ‘atsiri’ didalam buku ini lebih dikarenakan sejarah
kata yang berasal dari serapan bahasa Arab. Selain itu, kebiasaan masyarakat
umumnya masih menggunakan kata ‘atsiri’. Terlepasnya dari terminologi yang
tercantum di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) membakukan kata
‘asiri’ yang memiliki arti dan makna yang sama (Rusli, 2010).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar,
batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol
antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau
wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut
dalam pelarut organik (Lutony, 2002).
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam
berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain
makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa; dalam
industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi; dalam
industri farmasi atau obat-obatan (antinyeri, antiinfeksi, pembunuh bakteri);
dalam industri bahan pengawet; bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh
karena itu, tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara (Lutony,
2002).
1.2 Tujuan
Tugas akhir ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mengetahui apakah minyak atsiri kayu putih yang diuji memenuhi
persyaratan SNI (Standard Nasional Indonesia) melalui parameter pengujian
bobot jenis, indeks bias, kelarutannya dalam etanol dan putaran optik.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pengujian bobot jenis, indeks bias,
kelarutannya dalam etanol, dan putaran optik minyak kayu putih adalah
menambah wawasan penulis dalam ilmu pengetahuan minyak atsiri dan
megetahui cara menentukan mutu minyak atsiri kayu putih sesuai dengan SNI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Minyak Kayu Putih 2.1.1 Sistematika Tanaman
Sistematika tanaman kayu putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermathophyte
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca leucandendra
(Krinaningrum, 2011).
2.1.2 Karakteristik Umum
Kayu putih tumbuh ditanah tandus, tahan panas, dan bertunas kembali
setelah terjadi kebakaran. Lokasi tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau,
di tanah berawa, atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah.
Tanaman asli Asia Tenggara ini ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dari
Pohon kayu putih yang ada pada saat ini kebanyakan merupakan hasil
penanaman Jawatan Kehutanan. Tanaman kayu putih ini diperbanyak melalui biji
yang telah disemaikan terlebih dahulu. Bagian yang paling berharga dari tanaman
kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu
putih yang akan disuling minyaknya mulai bias dipangkas atau dipungut setelah
berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap enam bulan
sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman
kayu putih telah bida dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu
putih yang telah berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100
kg daun berikut ranting (Lutony, 2002).
Pohon mempunyai tinggi 10-20 m, kulit batang berlapis-lapis, berwarna
putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan.
Batang pohon tidak terlalu besar dengan percabangan yang menggantung ke
bawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, dan letak
berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, ujung dan pangkal runcing,
tetapi rata, tulang daun hamper sejajar, permukaan daun berambut, berwarna hijau
kelabu sampai hijau kecoklatan, panjang 4,5-15 cm, dan lebar 0,75-4 cm.
perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk lonceng, daun mahkota
berwarna putih kekuningan, dan keluar diujung percabangan. Buah panjang 2,5-3
mm, lebar 3-4 mm, berwarna cokelat muda sampai cokelat tua. Biji halus, sangat
ringan seperti sekam, dan berwarna kuning (Dalimartha, 2008).
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi
tanaman sudah mencapai sekitar 4 tahun. Setalah itu, panen berikutnya bisa
dilakukan setiap enam bulan sekali. Rendemen minyak yang terkandung dalam
daun berkidar antara 0,5-1% (Gunawan, 2010).
Ada beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna
merah dan putih. Varietas berdaun kecil digunakan untuk membuat minyak kayu
putih. Jika diremas atau dimemarkan, daun berbau minyak kayu putih. Melalui
proses penyulingan, daun akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak
kayu putih, yang berwarna kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Buah
sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Perbanyakan dengan biji atau
tunas akar (Dalimartha, 2008).
Penyulingan minyak biasanya dilakukan secara sederhana menggunakan
metode penyulingan uap air yang berasal dari dandang. Pendingin yang dipakai
adalah pipa-pipa tembaga yang dicelupkan dalam air. Oleh karena menggunakan
pendingin yang terbuat dari bahan pipa tembaga maka minyak yang tersuling
cenderung terkena cemaran logam Cu yang berwarna biru kehijauan. Lama
penyulingan biasanya membutuhkan waktu antara 6-7 jam setiap angkatan
(Gunawan, 2010).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kulit kayu mengandung lignin dan resorsinol bernama melaleucin. Cineol
merupakan antiseptik kuat. Penelitian awal menunjukkan bahwa buah mempunyai
Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol
85%. Komponen ini merupakan senyawa dari kelompok terpenoid. Komponen
minyak atsiri yang lain adalah terpineol, pinena, benzaldehida, limonene, dan
berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena (Gunawan, 2010).
Melaleuca leucadendron L. Var. latifolia L. F. atau nama daerah adalah
danruk, sama dengan M. leucadendron tapi memiliki bunga berwarna merah.
Komposisi minyak atsiri, daun (kering angin) mengandung sekitar 0,97% minyak
atsiri dengan komposisi sebagai berikut :
α-Terpineol (0,60), α-Farnasena (1,59), Metileugenol (97,30), Azulena (0,51)
(Agusta, 2000).
2.1.4 Mutu Minyak Kayu Putih
Dalam dunia perdagangan, minyak kayu putih dikenal dengan nama
cajeput oil dan melaleuca oil yang diperoleh dari hasil penyulingan daun kayu
putih (segar) (Lutony, 2002).
Standar mutu minyak kayu putih mnurut EOA adalah sebagai berikut :
a. Warna : cairan yang berwarna kuning atau hijau
b. Berat jenis pada 250C : 0,908-0,925
c. Putaran optik : 0-(-40)
d. Indeks refraksi 200C : 1,4660-1,4720
e. Kandungan sineol : 50-65%
f. Minyak pelikan : negatif
h. Kelarutan dalam alkohol 80% : larut dalam 1 volume
Untuk mempertahankan mutunya, sebaiknya minyak kayu putih dikemas
dalam drum berlapis timah putih atau drum besi galvanis (Lutony, 2002).
Sifat-sifat fisiko kimia minyak kayu putih sebagai berikut :
a. Bobot Jenis pada 150 : 0,917 sampai 0,930
b. Putaran Optik : sedikit laevorotasi, sampai -3040
c. Indeks Bias pada 200 : 1,466 sampai 1,472
d. Kadar Sineol
(senyawa resorsinol padat) : 50 sampai 60% (rata-rata)
e. Kelarutan : larut dalam alkohol 80% pada 1 volume
atau lebih; kadang-kadang larut dalam 2,5
sampai 3 volume alkohol 70%
(Guenther, 1990).
2.1.5 Sifat dan Kegunaan
Sifat–sifat kimia minyak kayu putih sangat dipengaruhi oleh komponen
sineol yang sangat dominan sebagai penyusun utama minyak. Kegunaanya antara
lain sebagai meredakan kembung, obat gosok, melebarkan pembuluh darah perifer
(efek seperti orang kerokan), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit
serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk
(Gunawan, 2010).
Rasa kulit kayu tawar, bersifat netral. Berkhasiat penenang (sedatif). Rasa
(analgesik), meluruhkan keringat, antirematik, meluruhkan kentut, dan meredakan
kolik. Rasa buah pedas, berbau aromatis. Berkhasiat meningkatkan nafsu makan
dan obat sakit perut (Dalimartha, 2008).
Daun digunakan untuk pengobatan :
a. Rematik,
b. Nyeri pada tulang dan syaraf (neuralgia),
c. Radang usus, diare, perut kembung,
d. Radang kulit,
e. Eksem, sakit kulit karena alergi,
f. Batu, demam, flu,
g. Sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit gigi, dan
h. Sesak napas (asma).
Kulit kayu digunakan untuk pengobatan :
a. Lemah tidak bersemangat,
b. Susah tidur (insomnia).
(Dalimartha, 2008).
Minyak kayu putih diperoleh dengan cara distilasi daun. Komponn kimia
utama yang dikandungnya adalah sineol. Negara produsen utama yaitu Indonesia
dan Amerika Utara. Minyak kayu putih untuk mengatasi masuk angin,
meningkatkan mood dan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Aromanya dapat
melapangkan rongga pernapasan dan sangat membantu menghilangkan
bercak-bercak pada kulit. Minyak ini bersifat sebagai penyejuk stimulant, dan
sebagai antiseptik, deodorant, dan penolak serangga. Karena minyak ini dapat
menimbulkan iritasi maka sebelum digunakan harus diencerkan terlebih dahulu
(Agusta, 2000).
Sebagai obat internal, minyak kayu putih berfungsi sebagai obat demam.
Jika di teteskan ke dalam gigi, dapat mengurangi rasa sakit gigi. Di negara-negara
Barat, dahulu minyak ini digunakan sebagai obat luar untuk penyakit reumatik;
belakangan ini, minyak tersebut digunakan sebagai ekspektoran dalam kasus
laringitis dan bronchitis (Guether,1990).
Minyak atsiri murni adalah substansi yang sangat kuat, 75-100 kali lebih
potensial dibandingkan bahan asalnya. Untuk itu, penggunaannya harus hati-hati.
Beberapa tetes minyak atsiri akan dapat memberikan efek yang signifikan. Hanya
tubuh yang mengetahui respon minyak atsiri, tentu saja tergantung pada kimia
tubuh masing-masing individu. Minyak atsiri bersifat larut dalam lemak dan
mudah masuk kulit lalu masuk ke aliran darah. Minyak atsiri harus selalu
dilarutkan dengan cairan pembawa, sebelum digunakan atau diusapkan pada kulit,
kecuali kaki (Agusta, 2000).
2.2 Minyak Atsiri
2.2.1 Pengertian Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman.
Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak esensial karena pada suhu
biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai
dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun,
pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin
serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak
berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya
disimpan dalam bejana gelas yang berwana gelap. Bejana tersebut juga diisi
sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan
oksigen udara, ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk
(Gunawan, 2010).
Perkembangan penggunaan minyak atsiri sebagai bahan dasar parfum
telah memaksa perusahaan besar menggunakan bahan sintetis yang jauh lebih
murah untuk menggantikan peran minyak atsiri alami yang harganya sangat
tinggi. Penggunaan minyak atsiri secara keseluruhan dalam formulasi parfum
dinilai tidak menguntungkan. Oleh karena itu, minyak atsiri alami dalam berbagai
formula parfum hanya digunakan sebagai pelengkap (Agusta, 2000).
Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi
tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari
kelompok terpenoid dan fenil propana. Pengelompokan tersebut juga didasaran
pada awal terjadinya minyak atsiri di dalam tanaman. Melalui asal-usul
biosintetik, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi :
2.2.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri adalah sebagai berikut :
b. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya,
c. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, member
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika tersa dikulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
d. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada
benda yang ditempel.
e. Bersifat tidak bias disabunkan dengan alkali dan tidak bias berubah
menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun
oleh asam-asam lemak.
f. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang uktra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
g. Indeks bias umumnya tinggi.
h. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki
atom C asimetrik.
i. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya
j. Sangat mudah larut dalam pelarut organic.
(Gunawan, 2010).
2.2.3 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili
Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), di
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),
terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar,
kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu
manis (sinamon) banyak ditemui dikulit batang (korteks), pada famili
Umbelliferae banyak terdapat dalam perikap buah, pada Menthae sp. terdapat
dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah
dan dalam helai daun (Gunawan, 2010).
Famili tumbuhan Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae,
Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae
adalah famili tumbuhan yang sangat popular sebagai penghasil minyak atsiri.
Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas menyimpan ribuan spesies
tumbuhan dari berpuluh famili, termasuk famili tumbuhan yang berpotensial
sebagai penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak
ternilai harganya yang dimiliki oleh Indonesia (Agusta, 2000).
Tumbuhan dari famili Myrtaceae yag sangat popular di Indonesia adalah
tersebar di Australia. Miyak atsiri dari daun tumbuhan kayu putih, yang memiliki
sineol sebagai komponen utamanya, telah dikenal sejak lama untuk mengobati
berbagai jenis penyakit sepeti masuk angin, keseleo, pilek, dan rematik
(Agusta, 2000).
Melaleuca leucadendron yang lebih dikenal sebagai penghasil minyak
kayu putih dan telah digunakan untuk terapi berbagai jenis penyakit memiliki satu
varietas yang sangat potensial dikelola untuk tujuan komersial, yaitu M.
leucadendron var. Latifolia. Minyak atsiri dari tumbuhan yang di Merauke disebut
“danruk” ini mengandung sekitar 98% metileugenol yang bersifat sebagai
attractant atau penarik lalat buah jantan (Agusta, 2000).
2.2.4 Metode Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya dengan empat metode yang lazim digunakan
sebagai berikut.
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak.
Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.
2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok.
Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri
sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bias dilakukan
terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang
cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis di dalam proses.
Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan
aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak
bahan minyak atsiri dipanen (Gunawan, 2010).
2.2.5 Kimia Minyak Atsiri
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia
dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organic
mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alcohol, oksida,
ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis
komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi, misalnya minyak mustard
(Brassica alba) dengan kandungan alil isotiosianat 93%, danruk (Melaleuca
leucadendron var. lativolia) dengan kandungan metal eugenol 98%, kayu manis
Cina (Cinnamomum cassia) dengan kandungan sinamaldehida 97% (Agusta,
2000).
Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, tetapi biasanya tidak
melebihi 300 senyawa. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya
komponen yang presentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu
komponen yang presentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya
perubahan aroma minyak atsiri tersebut. Klasifikasi kimia minyak atsiri harus
didasarkan pada komponen yang pada prinsipnya paling dominan dalam
2.3 Minyak Kayu Putih
2.3.1 Pengertian Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendron)
(Badan Standarisasi Nasional, 2006).
2.3.2 Parameter Mutu Minyak Kayu Putih
Parameter mutu minyak kayu putih meliputi pemeriksaan bobot jenis,
indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran optik (Badan Standarisasi
Nasional, 2006).
A. Bobot jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat
piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180.
Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot
minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada
yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung didalamnya Semakin besar fraksi berat yang
terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya.
(Sastrohamidjojo, 2004).
B. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks
dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya
(Ditjen POM, 1984).
Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Minyak atsiri
dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak
atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).
C. Kelarutan Dalam Etanol
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya
minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri
mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa
digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri
banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga
kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat
konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga
dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses
polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya
diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi (Sastrohamidjojo, 2004).
Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi
diantaranya cahaya, udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak
baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak
minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung
dalam minyak (Guenther, 1987).
Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen
teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi
kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena
senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak
mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas
minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).
D. Putaran Optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter
yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).
Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat Pengujian
Penentuan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran
optik minyak kayu putih dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu
Barang (BPSMB) Medan yang bertempat di jalan STM No.17 Medan pada
tanggal 2-28 februari 2015.
3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih yang berasal dari
Sumber Sarijaya jalan Bandung ujung.
3.3 Alat
Alat yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah gelas ukur
10 ml (pyrex), lampu uap natrium, neraca analitik (mattle toledo), penangas air
yang dilengkapi dengan thermostat, piknometer 5 ml, pipet volume 10 ml,
polarimeter, refraktometer, tabung reaksi 20 ml (pyrex), tabung polarimeter.
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah akuades,
etanol absolut, etanol 70%.
3.5 Prosedur pengujian
3.5.1 Penentuan Bobot Jenis sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih adalah
a. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan
etanol dan dietil eter
b. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan
sisipkan tutupnya
c. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan
timbang (m)
d. Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya
gelembung-gelembung udara
e. Celupkan piknometer ke dalam pengas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama
30 menit
f. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya
g. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit,
kemudian timbang dengan isinya (m1)
h. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter,
kemudian keringkan dengan arus udara kering
i. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya
gelembung-gelembung udara
j. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ±
0,2oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer
k. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan
3.5.2 Penentuan Indeks Bias sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan indeks bias pada minyak kayu putih adalah
a. Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana
pembacaan akan dilakukan.
b. Suhu kerja harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,20C.
c. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada
suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan.
d. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.
3.5.3 Penentuan Kelarutan Dalam Etanol sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah
a. Tempatkan 1 ml contoh minyak dan ukur dengan teliti di dalam gelas ukur
b. Tambahkan etanol 70% setetes demi setetes. Kocoklah setelah
penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin
c. Bila larutan tersebut tidak sebening, bandingkan kekeruhan yang terjadi
dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya
d. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih karna beberapa
minyak tertentu mengendap pada pemambahan etanol lebih lanjut
3.5.4 Penentuan Putaran Optik sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan putaran optik minyak kayu putih adalah
a. Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh nyala yang penuh
b. Isi tabung polarimeter dengan contoh, usahakan agar
gelembung-gelembung udara tidak terdapat didalam tabung
c. Letakkan tabung di dalam polarimeter dan bacalah putaran optik dekstro
(+) dan levo (-) dari minyak, pada skala yang terdapat pada alat.
d. Catat hasil rata-rata dari sedikitnya tiga kali pembacaan. Masing-masing
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih
No. m m1 m2 Bobot Jenis
1. 29,5246 gr 53,3371 gr 51,5037 gr 0,923
2. 28,6211 gr 52,3324 gr 50,4118 gr 0,919
Bobot jenis rata-rata 0,921
a. Penentuan indeks bias
Indeks bias pada minyak kayu putih adalah 1,457.
b. Penentuan kelarutan dalam etanol
Kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah 1 : 2 jernih.
c. Penentuan putaran optik
Putaran optik pada minyak kayu putih adalah (-) 40.
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang didapat bahwa parameter yang dilakukan pada minyak
kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan
dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang
dilakukan sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk pengujian minyak kayu putih.
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180
(Sastrohamidjojo, 2004).
Syarat mutu penentuan bobot jenis minyak kayu putih sesuai SNI
06-3954-2006 adalah 0,900-0,930 (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks
bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun
dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya
(Ditjen POM, 1984).
Syarat mutu penentuan indeks bias minyak kayu putih sesuai SNI
06-3954-2006 adalah 1,450-1,470 (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya
minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri
mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa
digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri
banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga
kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat
konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga
dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses
polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya
Syarat mutu penentuan kelarutan dalam etanol 70% minyak kayu putih
sesuai SNI 06-3954-2006 adalah 1:1 samapai 1:10 jernih (Badan Standarisasi
Nasional, 2006).
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter
yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).
Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak
atsiri (Ditjen POM, 1984).
Syarat mutu penentuan putaran optik minyak kayu putih sesuai SNI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian terhadap parameter yang dilakukan pada minyak
kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan
dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang
dilakukan keempatnya memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk
pengujian minyak kayu putih.
5.2 Saran
a. Pada saat melakukan pengujian putaran optik, sebaiknya tabung
polarimeter harus benar-benar dicuci dengan alkohol kemudian
dikeringkan agar indeks bias sampel yang akan diuji dapat terbaca dengan
jelas oleh alat polarimeter.
b. Pada saat melakukan pengujian bobot jenis, sebaiknya alat penangas
dihidupkan agar suhu yang diinginkan dapat diatur terlebih dahulu
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat Pengujian
Penentuan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran
optik minyak kayu putih dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu
Barang (BPSMB) Medan yang bertempat di jalan STM No.17 Medan pada
tanggal 2-28 februari 2015.
3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih yang berasal dari
Sumber Sarijaya jalan Bandung ujung.
3.3 Alat
Alat yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah gelas ukur
10 ml (pyrex), lampu uap natrium, neraca analitik (mattle toledo), penangas air
yang dilengkapi dengan thermostat, piknometer 5 ml, pipet volume 10 ml,
polarimeter, refraktometer, tabung reaksi 20 ml (pyrex), tabung polarimeter.
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah akuades,
etanol absolut, etanol 70%.
3.5 Prosedur pengujian
3.5.1 Penentuan Bobot Jenis sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih adalah
a. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan
etanol dan dietil eter
b. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan
sisipkan tutupnya
c. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan
timbang (m)
d. Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya
gelembung-gelembung udara
e. Celupkan piknometer ke dalam pengas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama
30 menit
f. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya
g. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit,
kemudian timbang dengan isinya (m1)
h. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter,
kemudian keringkan dengan arus udara kering
i. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya
gelembung-gelembung udara
j. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ±
0,2oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer
k. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan
3.5.2 Penentuan Indeks Bias sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan indeks bias pada minyak kayu putih adalah
a. Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana
pembacaan akan dilakukan.
b. Suhu kerja harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,20C.
c. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada
suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan.
d. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.
3.5.3 Penentuan Kelarutan Dalam Etanol sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah
a. Tempatkan 1 ml contoh minyak dan ukur dengan teliti di dalam gelas ukur
b. Tambahkan etanol 70% setetes demi setetes. Kocoklah setelah
penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin
c. Bila larutan tersebut tidak sebening, bandingkan kekeruhan yang terjadi
dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya
d. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih karna beberapa
minyak tertentu mengendap pada pemambahan etanol lebih lanjut
3.5.4 Penentuan Putaran Optik sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
Prosedur penentuan putaran optik minyak kayu putih adalah
a. Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh nyala yang penuh
b. Isi tabung polarimeter dengan contoh, usahakan agar
gelembung-gelembung udara tidak terdapat didalam tabung
c. Letakkan tabung di dalam polarimeter dan bacalah putaran optik dekstro
(+) dan levo (-) dari minyak, pada skala yang terdapat pada alat.
d. Catat hasil rata-rata dari sedikitnya tiga kali pembacaan. Masing-masing
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih
No. m m1 m2 Bobot Jenis
1. 29,5246 gr 53,3371 gr 51,5037 gr 0,923
2. 28,6211 gr 52,3324 gr 50,4118 gr 0,919
Bobot jenis rata-rata 0,921
a. Penentuan indeks bias
Indeks bias pada minyak kayu putih adalah 1,457.
b. Penentuan kelarutan dalam etanol
Kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah 1 : 2 jernih.
c. Penentuan putaran optik
Putaran optik pada minyak kayu putih adalah (-) 40.
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang didapat bahwa parameter yang dilakukan pada minyak
kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan
dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang
dilakukan sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk pengujian minyak kayu putih.
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180
(Sastrohamidjojo, 2004).
Syarat mutu penentuan bobot jenis minyak kayu putih sesuai SNI
06-3954-2006 adalah 0,900-0,930 (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks
bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun
dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya
(Ditjen POM, 1984).
Syarat mutu penentuan indeks bias minyak kayu putih sesuai SNI
06-3954-2006 adalah 1,450-1,470 (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya
minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri
mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa
digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri
banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga
kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat
konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga
dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses
polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya
Syarat mutu penentuan kelarutan dalam etanol 70% minyak kayu putih
sesuai SNI 06-3954-2006 adalah 1:1 samapai 1:10 jernih (Badan Standarisasi
Nasional, 2006).
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter
yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).
Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak
atsiri (Ditjen POM, 1984).
Syarat mutu penentuan putaran optik minyak kayu putih sesuai SNI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian terhadap parameter yang dilakukan pada minyak
kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan
dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang
dilakukan keempatnya memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk
pengujian minyak kayu putih.
5.2 Saran
a. Pada saat melakukan pengujian putaran optik, sebaiknya tabung
polarimeter harus benar-benar dicuci dengan alkohol kemudian
dikeringkan agar indeks bias sampel yang akan diuji dapat terbaca dengan
jelas oleh alat polarimeter.
b. Pada saat melakukan pengujian bobot jenis, sebaiknya alat penangas
dihidupkan agar suhu yang diinginkan dapat diatur terlebih dahulu
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2000). Aromaterapi, Cara Sehat Dengan Wewangian Alami. Jakarta: penebar swadaya. Halaman: 12-14, 49-50.
Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Halaman: 2-8, 80-82.
Badan Standar Nasional. (2006). SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih
(Melaleuca leucadendron). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman: 1-8.
Ditjen POM. (1984). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman: 771.
Dalimartha, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda. Halaman : 71-73.
Gunawan, D., dan Sri, M. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: penebar Swadaya. Halaman 106-121.
Guenther, E. (1990). Minyak Atsiri Jilid IV B. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Halaman: 614-617.
Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Press. Halaman: 552 – 575.
Krisnaningrum, W. (2011). Pengambilan Minyak Atsiri Daun Kayu Putih
(melaleuca leucadenron) Dengan Metode Destilasi Air di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu. Surakarta : Penerbit Universitas Sebelas Maret.
Rusli, S. M. (2010). Sukses memproduksi minyak atsiri. Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman: 1
Lampiran 2 Pengujian Minyak Kayu Putih
Gambar 1 Minyak Kayu Putih
Gambar 3 Piknometer berisi minyak kayu putih
Gambar 6 Penangas