• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI BOBOT JENIS, INDEKS BIAS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL DARI MINYAK CENGKEH, MINYAK SEREH DAN MINYAK PALA TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI BOBOT JENIS, INDEKS BIAS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL DARI MINYAK CENGKEH, MINYAK SEREH DAN MINYAK PALA TUGAS AKHIR"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI BOBOT JENIS, INDEKS BIAS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL DARI MINYAK CENGKEH,

MINYAK SEREH DAN MINYAK PALA

TUGAS AKHIR

Oleh:

YEMIMA RAFIDO SITOMPUL 142410017

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI BOBOT JENIS, INDEKS BIAS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL DARI MINYAK CENGKEH,

MINYAK SEREH DAN MINYAK PALA

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

YEMIMA RAFIDO SITOMPUL 142410017

Medan, 24 Oktober 2017 Disetujui Oleh:

Pembimbing,

Minda Sari Lubis, S.Farm.,M.Si.,Apt NIP 82080812012001

Disahkan Oleh:

Dekan,

Prof. Dr. Masfria.,M.Si.,Apt NIP 195707231986012001

(3)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yemima Rafido Sitompul

Nomor Induk Mahasiswa : 142410017

Program Studi : D III Analis Farmasi dan Makanan

Judul Tugas Akhir : Identifikasi Bobot Jenis, Indeks Bias dan Kelarutan dalam Etanol dari Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala.

dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, 24 Oktober 2017 Yang Menyatakan,

Yemima Rafido Sitompul NIM 142410017

Materai Rp 6.000

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini ditulis dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahlimadya dan menyelesaikan pendidikan program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul tugas akhir ini adalah “Identifikasi Bobot Jenis, Indeks Bias dan Kelarutan dalam Etanol dari Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala”.

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada praktek kerja lapangan di Unit Pelaksana Teknis Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT.PSMB) Medan.

Penyusunan tugas akhir ini sudah tentu tidak luput dari kesalahan serta kekurangan penulis, namun berkat ilmu yang dipelajari dan dibimbing oleh staf pengajar yang penulis terima selama proses perkuliahan maka tugas akhir ini dapat terselesaikan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa hormat yang dalam dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

2. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Minda Sari Lubis, S.Farm., M.Si., Apt, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Ir. Novira Dwi S.A, selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan yang telah member izin pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL).

(5)

5. Ibu Ir. Nazweli Hirawati selaku koordinator pembimbing praktek kerja lapangan (PKL) di Unit Pelaksana Teknis Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.

6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan mendidik penulis selama masih dalam perkuliahan.

7. Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2014 yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayah tercinta Toni Sitompul, Ibu tercinta Demsi Boang Manalu dan adik-adikku tersayang yang telah banyak mendukung saya dalam penyelesaian tugas akhir ini. Dan yang tidak terlupakan kepada kepada sahabat-sahabat saya lena, prilly, elisabet, naomi, lenny, putri, kak patma, rani, grace, rama, nona, imey juga untuk gunawan, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada saya dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Oktober 2017 Penulis

Yemima Rafido Sitompul 142410017

(6)

Indentifikasi Bobot Jenis, Indeks Bias dan Kelarutan dalam Etanol dari Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala

Abstrak

Latar Belakang: Minyak atsiri (volatile oils atau essential oils) didefinisikan sebagai campuran kompleks yang menunjukkan dan merupakan senyawa yang menguap bersama uap air. Beberapa contoh minyak atsiri yang sering digunakan oleh masyarakat adalah minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai bobot jenis pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala, indeks bias pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala dan kelarutan dalam etanol pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala memenuhi syarat SNI.

Kesimpulan: Diperoleh bahwa bobot jenis minyak cengkeh yang diuji adalah 1,0410, bobot jenis minyak sereh adalah 0,8800 dan bobot jenis minyak pala adalah 0,9002, indeks bias minyak cengkeh adalah 1,534, indeks bias minyak sereh adalah 1,4685 dan indeks bias minyak pala adalah 1,4851, kelarutan dalam etanol minyak cengkeh adalah 1 : 2 jernih, kelarutan dalam etanol minyak sereh adalah 1 : 2 jernih dan kelarutan dalam etanol minyak pala adalah 1: 2 jernih.

Kata kunci: identifikasi minyak atsiri.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.2. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tanaman Cengkeh ... 3

2.2. Minyak Daun Cengkeh ... 4

2.2.1. Kandungan Minyak Daun Cengkeh ... 6

2.2.2. Kegunaan Minyak Daun Cengkeh ... 6

2.3. Tanaman Sereh ... 7

2.4. Minyak Sereh ... 7

2.4.1. Kandungan Minyak Sereh ... 10

2.4.2. Kegunaan Minyak Sereh ... 10

2.5. Tanaman Pala ... 11

2.6. Minyak Pala ... 13

(8)

2.6.1. Kandungan Minyak Pala ... 14

2.6.2. Kegunaan Minyak Pala ... 14

2.7. Minyak Atsiri ... 15

2.7.1. Sifat-sifat Minyak Atsiri ... 17

2.7.2. Golongan Minyak Atsiri ... 18

2.8. Penetapan Bobot Jenis ... 23

2.9. Penetapan Indeks Bias ... 24

2.10. Kelarutan dalam Etanol ... 25

BAB III METODE PENGUJIAN ... 27

3.1. Tempat dan Waktu ... 27

3.2. Sampel ... 27

3.3. Alat ... 27

3.4. Bahan ... 28

3.5. Prosedur Penentuan terhadap sampel Uji Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala ... 28

3.5.1. Penentuan bobot jenis sesuai SNI 06-2387-2006 ... 28

3.5.2. Penentuan indeks bias sesuai SNI 06-2387-2006 ... 29

3.5.3. Penentuan kelarutan dalam etanol sesuai SNI 06-2387-2006 ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1. Hasil Penentuan Bobot Jenis ... 30

4.2. Hasil Penentuan Indeks Bias ... 31

4.2. Hasil Penentuan Kelarutan dalam Etanol ... 32

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Parameter Syarat Mutu Minyak Daun Cengkeh SNI 06-2387-2006 ... 5

2.2. Parameter Syarat Mutu Minyak Sereh SNI 06-3953-1995 ... 9

2.3. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala SNI 06-2388-2006 ... 13

4.1. Hasil Penentuan Bobot Jenis terhadap Minyak Cengkeh ... 30

4.2. Hasil Penentuan Bobot Jenis terhadap Minyak Sereh... 30

4.3. Hasil Penentuan Bobot Jenis terhadap Minyak Pala ... 31

4.4. Hasil Penentuan Bobot Jenis terhadap berbagai Minyak Uji ... 32

4.5. Hasil Penentuan Bobot Jenis terhadap berbagai Minyak Uji ... 33

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Penentuan Bobot jenis Minyak Cengkeh ... 36

2. Penentuan Bobot Jenis Minyak Sereh ... 38

3. Penentuan Bobot Jenis Minyak Pala ... 40

4. Proses dan Alat Pengujian Minyak Cengkeh ... 42

5. Proses dan Alat Pengujian Minyak Sereh ... 44

6. Proses dan Alat Pengujian Minyak Pala ... 45

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejak dahulu orang telah mengenal berbagai jenis tanaman yang memiliki bau spesifik. Bau tersebut bukan ditimbulkan oleh bunganya, tetapi oleh tanaman, baik dari batang, daun, rimpang atau keseluruhan bagian tanaman. Masyarakat kemudian mengenalnya sebagai tanaman beraroma. Bau khas dari tanaman tersebut ternyata ditimbulkan secara biokimia sejalan dengan perkembangan proses hidupnya sebagai suatu produk metabolit sekunder yang disebut minyak atsiri (Gunawan, 2004).

Minyak atsiri (volatile oils atau essential oils) didefinisikan sebagai campuran kompleks yang menunjukkan dan merupakan senyawa yang menguap bersama uap air. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esnsial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan, 2004).

Minyak ini dihasilkan oleh sel tanaman atau jaringan tertentu dari tanaman secara terus menerus sehingga dapat memberi ciri tersendiri yang berbeda-beda antara tanaman satu dengan tanaman lainnya. Minyak ini bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun oleh gabungan dari berbagai senyawa “pencetus bau” lainnya yang jenis, sifat dan khasiatnya. (Gunawan,2004)

Minyak atsiri pertama kali diisolasi pada tahun 1300 oleh Arnold ke Villanova. Produksi secara modern baru dilakukan Lavoisier (Perancis) pada tahun 1760-1770 (Agoes, 2007).

(13)

Nilai bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol dari minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala merupakan hal yang penting dalam penentuan mutu minyak tersebut yang akan memberikan dampak bagi produksi industri minyak tersebut. Maka dari itu penulis membuat tugas akhir ini dengan judul “Identifikasi Bobot Jenis, Indeks Bias dan Kelarutan dalam Etanol dari Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala”. Pengujian ini dilakukan di UPT. Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (PSMB) Medan.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui nilai bobot jenis pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala.

2. Mengetahui indeks bias pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala.

3. Mengetahui kelarutan dalam etanol pada minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala.

1.2. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyrakat mengenai mutu minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak melalui parameter nilai bobot jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Cengkeh

Klasifikasi tanaman cengkeh (Hapsoh, 2010) : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Eugenia

Spesies : Eugeni aromatic ; Syzygnium aromaticum

Nama daerah untuk cengkeh di Indonesia antara lain bungeu lawang (Gayo), dingke (Karo), bunga lasang (Toba), sake (Nias), cangkih (Lampung), cengkeh (Sunda, Jawa), wunga lawang (Bali), canke (Bima), bunga rawan (Sangir), sinke (Flores), bwungo laango (Buol), hungo lawa (Gorontalo), cengke (Bugis), sengke (Kisar), mengalaam (Goram), poilaane (Waraka), buwalawa (Ternate), pualawane (Ambon), pokolawan (Ulias), gomode (Halmahera), pualawanyo (Nusa Laut). Nama asing cengkeh ini yaitu clove (Lutony, 2002).

Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh terutama ditanam terutama di Indonesia (kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri lanka (Hapsoh, 2010).

(15)

2.2. Minyak daun Cengkeh

Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari tanaman Eugenia caryophyllata dan Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).

Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Minyak daun cengkih diperoleh dengan cara destilasi uap dari daun pohon cengkeh yang telah gugur, Eugina caryophlyllta Tumberg (Caryophyllus aromaticus L) (Guenther, 1987).

Kualitas minyak cengkeh dievaluasi dari kandungan fenol, teutama eugenol.

Karena minyak cengkeh mengandung beberapa aseteugenol (eugenol asetat), sebagai tambahan kepada eugenol bebas, telah menjadi kebiasaan untuk menyabunkan zat yang tersebut terdahulu dan melaporkan kandungan fenol total sebagai eugenol (Guenther, 1987).

Bunga cengkeh mengandung minyak atsiri dengan kualitas yang lebih bagus bila dibaningkan dari daunnya tetapi harganya sangat mahal. Komposisi kimia dari minyak daun cengkeh biasanya mengandung eugenol dalam persentase lebih rendah daripada minyak cengkeh. Bunga lebih utama dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri sampai 20% disebut sebagai Oleumcaryphyllum.

Minyak cengkeh, terutama tersusun oleh eugenol, yaitu sampai 95% dari jumlah minyak atsiri keseluruhan. Sedangkan kadar eugenol minyak daun cengkeh 80 sampai 88% (Guenther, 1987).

Minyak yang baru disuling hampir tidak berwarna sampai kekuningan, cairan yang refraktif kuat, yang semakin menggelap oleh aging atau ketuaan. Bau dan flavornya bersifat tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat, dan tahan lama (Guenther,1987).

(16)

Parameter syarat mutu minyak cengkeh dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1. Parameter Syarat Mutu Minyak Daun Cengkeh SNI 06-2387-2006

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2

Keadaan Warna Bau

- -

kuning – coklat tua khas minyak cengkeh

2 Bobot jenis 200C/200C - 1.025-1.049

3 Indeks bias (nD20) - 1,528-1,535

4 Kelarutan dalam etanol

70% - 1 : 2 jernih

5 Eugenol total %, v/v minimum 78

6 Beta caryophillene % maksimum 17

Minyak cengkeh dianggap aman digunakan sebagai bahan tambahan makanan dalam jumlah kecil (<1500 bpj), konsentrasi cengkeh yang digunakan dalam makanan tidak lebih dari 0,24% dan minyak yang digunakan tidak lebih besar dari 0,06%. Tetapi, minyak cengkeh toksik terhadap sel manusia. Jika tertelan dalam jumlah yang cukup atau disuntikkan, telah terbukti menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa, dosis oral yang mematikan adalah 3,75 g/kg berat badan (KemenKes RI, 2014).

Minyak cengkeh toksik terhadap hati dan sistem saraf. Minyak cengkeh bersifat sangat sitotoksik pada sel kulit manusia pada konsentrasi 0,03% (v/v)

(17)

karena efek kandungan eugenolnya. Konsentrasi ini jauh lebih rendah daripada konsentrasi yang dijual di pasaran (KemenKes RI, 2014).

2.2.1. Kandungan Minyak daun Cengkeh

Komponen utama yang terkandung didalam minyak cengkeh adalah terpena dan turunannya, sama dengan komponen yang terdapat dalam minyak atsiri lain.

Terpena sangatlah penting dalam kegiatan industri. Komponen ini banyak digunakan dalam parfum, flavor, obat-obatan, cat, plastik dan lain sebagainya (Lutony, 2002).

Jenis terpena yang terpenting dalam minyak cengkeh yaitu eugenol.

Menurut Guenther, kadar terpena dalam minyak cengkeh mencapai 70-90%.

Terpena yang lainnya, diantaranya berupa eugenol asetat dan cariophylene. Ketiga senyawa terpena tersebut menjadi komponen utama penyusun minyak cengkeh dengan kadar total dapat mencapai 99% dari minyak atsiri yang dikandungnya (Lutony, 2002).

2.2.2. Kegunaan Minyak daun Cengkeh

Pemanfaatan minyak cengkeh cukup luas, terutama untuk keperluan industri farmasi atau obat-obatan, industri wewangian (campuran minyak Geranium, Bergamot, Caraway, Cassie dan Pewangi sabun), dan bahan untuk pembuatan vanilin sintetis yang banyak digunakan dalam industri makanan atau minuman (Lutony, 2002).

Supaya minyak cengkeh tidak mengalami perubahan, khususnya akibat bersenyawa dengan besi, pada saat penyimpanan, pengangkutan maupun pemasaran, sebaiknya dikemas dengan baik dalam botol kaca yang berwarna, drum aluminium atau dapat juga dalam drum timah putih (Lutony, 2002).

(18)

2.3. Tanaman Sereh

Klasifikasi tanaman serai wangi adalah sebagai berikut (Khoirotunnisa, 2008) :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Classis : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Familia : Poaceae Genus : Cymbopogon

Spesies : Cymbopogon nardus (L.) Randle

Nama daerah di Indonesia untuk tanaman sereh antara laih sere mangat (Aceh), sange-sange (Toba), sere (Gayo, Jawa, Madura), sarai (Minangkabau), sorai (Lampung), sereh (Sunda), see (Bali), patahampori (Bima), kendoung witu (Sumba), nau sina (Roti), bu muke (Timor), tenian nalai (Leti), timbuala (Gorontalo), langilo (Boul), dirangga (Goram), hisa-hisa (Ambon), isola (Nusa Laut), bisa (Buru), hewuwu (Halmahera). Nama asing sereh yaitu Citronella (Lutony, 2002).

2.4. Minyak Sereh

Minyak sereh mulai menarik perhatian dunia menjelang berakhirnya abad ke-19. Pada waktu itu minyak sereh hanya diperoleh oleh Srilanka. Dalam perdagangan dikenal ada dua tipe minyak sitronela (minyak sereh) yaitu, tipe Ceylon (Srilanka) dan tipe Jawa (Indonesia). Tipe yang pertama diperoleh dengan cara destilasi daun dari Cymbopogon nardus Rendle, di Ceylon disebut Lenabatu,

(19)

sedangkan tipe yang kedua diperoleh dari Cymbopogon winterianus Jowitt, di Jawa disebut mahapengiri. Sesuai dengan Indian Standart Institute (I.S. 512- 1954), minyak sereh tipe Ceylon mengandung 55-65% total alkohol, dihitung sebagai sitronelal. Sedangkan minyak tipe Jawa mengandung 35-97% total alkohol, dihitung sebagai geraniol dan 34-45% total aldehide, dihitung sebagai sitronelal (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak sereh tipe Jawa merupakan salah satu minyak atsiri yang paling penting dan merupakan sumber dari beberapa komponen yang dapat diisolasi, seperti sitronelal, geraniol dan sebagainya, yang dapat diubah menjadi beberapa senyawa penting yang digunakan secara luas dalam bidang parfum seperti sitronelal, hidroksi-sitronelal, mentol sintetik, ester geraniol dan sitronelal dan sebagainya. Minyak sereh tipe Ceylon, lazim digunakan sebagai desinfektan, bahan pengikat dan bahan pengusir nyamuk (Sastrohamidjojo, 2004).

Menurut beberapa sumber, sereh tipe Ceylon tidak dapat menghasilkan minyak bermutu tinggi meskipun melalui prosesing yang baik. Oleh sebab itu, tidak heran jika minyak sereh tipe Jawa lebih banyak diproduksi dan diperdagangkan di pasar dunia. Keunggulan mutu minyak tipe Jawa dibandingkan dengan tipe Ceylon mungkin sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuh yang lebih cocok (Lutony, 2002).

(20)

Parameter syarat mutu minyak sereh dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2. Parameter Syarat Mutu Minyak Sereh SNI 06-3953-1995

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Warna

-

Kuning pucatsampaikuning kecoklat-coklatan

2. Bobot jenis, 200C/200C - 0,880 – 0,922

3. Indeks bias (nD20) - 1,466 – 1,475

4. Total Geraniol bobot/bobot % Minimal 85

5. Sitronelal bobot/bobot % Minimal 35

6. Kelarutan dalam etanol

80% - 1 : 2 jernih, seterusnya jernih

opalesensi 7.

7.1.

7.2.

7.3.

7.4.

Zat asing : Lemak Alkohol tambahan

Minyak pelikan Minyak terpentin

- - - -

Negatip Negatip Negatip Negatip

Mutu minyak atsiri pada umumnya dan minyak sereh wangi khususnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu mutu dan kemurniannya mutu minyak sereh wangi ditentukan oleh komponen utama di dalamnya, yaitu kandungan sitronelal dan geraniol yang biasanya dinyatakan dengan kandungan geraniol jumlah (total geraniol) (Sastrohamidjojo, 2004).

(21)

Minyak sereh wangi tidak boleh mengandung bahan asing atau dikotori bahan asing. Adanya bahan asing pada minyak sereh wangi seperti minyak-lemak, alkohol, minyak tanah, minyak terpentin, etilen glikol, hekslen glikol disebabkan oleh tangan-tangan jahil yang berniat memalsu minyak tersebut karena di dalam kenyataannya, proses penyulingan minyak sereh wangi tidak akan menghasilkan bahan-bahan dimaksud (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.1. Kandungan Minyak Sereh

Minyak sereh asal Jawa mengandung komponen sebagai berikut (Virmani dan Datta, 1971, Guenther, 1968): sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitrat, khavikol, eugenol, elemol, kadiol, kadinen, kanilin, lomonen, kamfen (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak sereh mengandung tiga komponen utama, sitronelal, sitronelol dan geraniol serta senyawa ester dari geraniol dan sitronelol. Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan dasar yang digunakan dalam parfum/pewangi dan juga produk farmasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.2. Kegunaan Minyak Sereh

Komposisi dalam minyak sereh tipe Jawa lebih dikenal baik, terutama karena sejumlah besar minyak ini setiap tahunnya diproses untuk pembuatan isolat. Isolat tersebut terdiri dari geraniol dan sitronelal. Ternyata minyak sereh tipe Jawa mengandung kedua komponen itu dalam jumlah lebih besar dibanding tipe Ceylon sehingga nilai yang lebih tinggi serta bau yang lebih kuat (Lutony, 2002).

Minyak sereh banyak digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektan, bahan pengkilap dan aneka ragam preparasi teknis.

(22)

Minyak sereh tipe Jawa merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang terpenting.

Minyak dengan kadar sitronelal rendah dan kadar geraniol tinggi digunakan sebagai bahan baku untuk ekstraksi geraniol kemudian diubah menjadi bentuk esternya (Lutony, 2002).

Minyak sereh tipe Jawa bermutu normal dengan kadar sitronelal 35% dan geraniol total sebesar 65%. Selain banyak digunakan sebagai bahan baku untuk ekstraksi isolat aromatik, miyak sereh tipe Jawa juga digunakan sebagai bahan pewangi dan segala jenis teknik preparasi (Lutony, 2002).

2.5. Tanaman Pala

Klasifikasi tanaman pala (Hapsoh, 2010) : Kingdom : Plantae

Diviso : Spermatophyta Sub divison : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Magnoliales Famili : Myristicaceae Genus : Myristica

Spesies : Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica specioga Ware, Myristica sucedon BL, Myristica malabarica Lam.

Nama daerah di Indonesia untuk tanaman pala antara lain falo (Nias), palo (Minangkabau), pahalo (Lampung), pala (Sunda), paala bibinek (Madura), kapala (Bima), bubula (Roti), palang (Sangir), bai kor (Kai), parang (Minahasa),

(23)

kalapelane (Seram), palalo (Ulias), kuhipun (Buru), gosora (Halmahera, Tidore, Ternate). Nama asing pala yaitu nutmeg (Lutony, 2002).

Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiospermae, sub kelas Dicotyledonae, ordo Ranales, famili Myristiceae dan Myristica, terdiri atas 15 genus dan 250 spesies. Dari 15 genus tersebut, 5 di antaranya terdapat di daerah tropis Amerika, 6 di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah tropis Asia, termasuk Indonesia (Agoes, 2010).

Tumbuhan ini berumah dua sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing, buahnya berbentuk lonjong seperti jeruk, berbentuk kuning, berdaging, dan beraroma khas karena mengandung minyak atsiri. Bila masak, kulit dan daging buahnya membuka, bijinya akan terlihat terbungkus daging buah yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna cokelat. Bagian pala yang dipanen adalah bijinya, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya (Agoes, 2010).

Pala merupakan tumbuhan pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Sebagai rempah-rempah dengan nilai yang tinggi, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak masa romawi. Sejak eksplorasi Eropa Timur, pala menyebar ke daerah tropis lain seperti Mauritis dan Karibia (pulau Grenada). Di Indonesia sendiri, penyebaran pala berawal dari Banda dan Maluku lalu ke pulau Jawa pada tahun 1271-1295. Setelah itu pembudidayaannya terus meluas sampai Sumatera (Agoes, 2010).

(24)

2.6. Minyak Pala

Minyak pala merupakan cairan jernih (hampir tidak berwarna) sampai kuning muda. Sifat-sifat minyak dari biji ternyata tidak berbeda dengan minyak dari fuli pala. Bahkan, kebanyakan minyak pala dihasilkan dari campuran biji dan fuli pala. Minyak pala jika dibiarkan di udara terbuka akan berubah menjadi kental karena terjadi peristiwa olimerisasi dan berbau terpentin atau berbau campuran yang tidak menyenangkan (Lutony, 2002).

Parameter syarat mutu minyak pala dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala SNI 06-2388-2006

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2

Keadaan Warna Bau

- -

Tidak berwarna – coklat tua khas minyak pala

2 Bobot jenis 200C/200C - 0,880 – 0,910

3 Indeks bias (nD20) - 1,470 – 1,497

4 Kelarutan dalam etanol

70% - 1 : 2 dan seterusnya, jernih

5 Putaran optik - (+) 8o – (+)25o

6 Sisa penguapan % maksimum 2,0

(25)

2.6.1. Kandungan Minyak Pala

Biji pala kaya akan lemak sehingga dapat diesktraksi untuk menghasilkan minyak pala. Daging buah kaya akan kalsium, fosfor, vitamin C dan A, serta sedikit zat besi. Daging buah pala mengandung 29 komponen olatil (senyawa yang mudah menguap) dengan 23 komponen telah teridentifikasi dan 6 komponen lain belum teridentifikasi. Menurut Hustiany (1994) dalam www.kompas.com, komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak atsiri daging buah pala adalah á-pinen (8,7%), â-pinen (6,92%), 3-karen (3,54%), D-limonen (8%), á- terpinen (3,69%), 1,3,8-mentatrien (5,43%), ã-terpinen (4,9%), á-terpineol (11,23%), safrol (2,95%), dan miristisin (23,37%) (Agoes, 2010).

Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2-15%

minyak etheris dan 30-40% lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7-18% minyak etheris dan 20-30% lemak (fuli adalah ari yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus biji) (Agoes, 2010).

2.6.2. Kegunaan Minyak Pala

Minyak biji atau fuli pala mengandung unsur-unsur psikotropik yang dapat menimbulkan rasa berkhayal atau halusinasi alias merasa memiliki kekuatan yang istimewa kalau dimakan. Unsur yang dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi tersebut, berdasarkan dugaan para ahli, disebabkan oleh senyawa yang bernama miristin (Lutony, 2002).

Minyak pala juga memiliki daya bunuh yang hebat dan jitu terhadap larva serangga yang dapat mengakibatkan penyakit seperti nyamuk atau pun serangga

(26)

hama tanaman. Oleh karena itu, sebaiknya tidak mencoba memakan atau meminum biji pala atau fuli pala sebagai obat terlalu banyak (Lutony, 2002).

Minyak pala bersama-sama dengan minyak permen (peppermint oil) digunakan sebagai penyegar pasta gigi. Minyak pala bersama-sama dengan minyak cengkeh, vanilin dan minyak cassia banyak dipakai sebagai pencampur aroma tembakau (Lutony, 2002).

Di samping itu, minyak pala hasil penyulingan, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan, dans sebagainya.

Sementara itu permintaan pasar dunia akan pala setiap tahun terus meningkat, dan tidak kurang dari 60% kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia (Agoes, 2010).

2.7. Minyak Atsiri

Sejak dahulu orang telah mengenal berbagai jenis tanaman yang memiliki bau spesifik. Bau tersebut bukan ditimbulkan oleh bunganya, tetapi oleh tanaman, baik dari batang, daun, rimpang atau keseluruhan bagian tanaman. Masyarakat kemudian mengenalnya sebagai tanaman beraroma. Bau khas dari tanaman tersebut ternyata ditimbulkan secara biokimia sejalan dengan perkembangan proses hidupnya sebagai suatu produk metabolit sekunder yang disebut minyak atsiri (Gunawan,2004).

Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman.

Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris atau minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam

(27)

keadaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna.

Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan udara, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan, 2004).

Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Pengelompokan tersebut juga didasarkan pada awal terjadinya minyak atsiri di dalam tanaman. Melalui asal-usul biosintetik, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi:

 turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat dan

 turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik, terbentuk

melalui jalur biosintesis asam sikimat (Gunawan, 2004).

Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut sebagai isoprena. Sementara fenil propana terdiri dari gabungan inti benzena (fenil) dan propana. Penyusunan minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa terpena yang tidak membentuk cincin (asiklik), bercincin satu (monosiklik), ataupun bercincin dua (bisiklik). Masing-masing dapat memiliki percabangan gugus-gugus seter, fenol, oksida, alkohol, aldehid dan keton. Sementara kelompok fenil

(28)

propana juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol dan ester fenol (Gunawan, 2004).

2.7.1. Sifat-sifat Minyak Atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut:

 Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

 Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanamn asalnya. Bau

minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya.

 Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, mengigit, memberi

kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

 Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah

menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel.

 Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah

menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.

 Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen

udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

 Indeks bias umumnya tinggi.

(29)

 Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan

rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

 Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut

hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

 Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan, 2004).

2.7.2. Golongan Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Hidrokarbon

Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunnya sebagai besar terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon.

 Minyak Terpentin

Minyak terpentin diperoleh dari tanamn-tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae) yang terbagi dalam 80-90 jenis (spesies). Di antara jenis-jenis tersebut yang terpenting dalam perdagangan antara lain Pinus palustris Miller yang tumbuh di daerah Amerika Selatan dan Amerika Tenggara, Pinus maritima Lamarck yang tumbuh di daerah Perancis, Pinus longifolia Roxb. yang tumbuh di Pakistan dan India, serta Pinus merkussi L. Tumbuh di Indonesia (Gunawan, 2004).

(30)

Komponen terpentin sebagian besar berupa asam-asam resin (hingga 90%), ester-ester dari asam-asam lemak, dan senyawa inert yang netral disebut resena.

Sebelum diolah, terpentin mengandung asam (+)-pimarat dan asam (-)-pimarat.

Namun, setelah didestilasi, asam (-)-pimaratmenjadi asam neo-abietat yang berbau khas (Gunawan, 2004).

Terpentin yang dimurnikan (rectified oil of turpentin) adalah minyak atsiri yang disestilasi dari oleoresin hasil sadapan pohon pinus dan telah dimurnikan dengan alkali encer untuk menghilangkan tapak-tapak fenol dan asam-asam resin.

Terpentin ini berupa cairan tidak berwarna dengan bau khas dan rasa mengigit.

Terpentin larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan asam asetat glasial. Terpentin bersifat optis aktif dengan pemutaran bidang polarisasi bervariasi, tergantung dari spesies pohon yang menghasilkannya. Minyak terpentin terutama dari (+) dan (-)- a-pinena, b-pinena, serta kamfena. Di udara terbuka, terpentin cenderung teroksidasi membentuk kompleks resin yang berwarna lebih gelap (Gunawan, 2004).

 Oleum cubebae

Oleum cubebae adalah minyak atsiri yang diperolah dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn. (Kemukus, famili Piperaceae) yang disimpan dalam botol gelap tertutup rapat, di tempat sejuk, dan terlindung dari cahaya. Oleum cubebae dengan bau yang khas kemukus tidak boleh berwarna atau sedikit hijau sampai kuning kehijauan. Bobot jenis oleum cubebae pada suhu 250C adalah 0.905-0,925, memutar bidang polarisasi ke kiri -200 hingga 400 pada suhu 250C.

Larutan dalam alkohol menunjukkan reaksi netral terhadap lakmus (Gunawan, 2004).

(31)

Berdasar dari berbagai pemerian resmi maka yang dimaksud kemukus adalah buah dari tanaman Piper cubeba L yang telah dikeringkan dan mengandung tidak kurang dari 13,0 ml minyak atsiri setiap 100 gr serbuk buah kering. Minyak atsiri 10-20% terdiri atas kadinena, karena, pinena, kamphor, azulena, terpineol, asam kubebat lebih kurang 1%, damar 2,5-3,5%, zat pahit (kubebin 0,3-3%), piperina 0,1-0,4%, gom, dan minyak lemak (Gunawan, 2004).

Secara tradisional buah kemukus digunakan sebagai peluruh air seni, asma, peluruh air liur, pencegah mual, dan peluruh angin perut. Fructus cubeba memberikan efek stimulasi selaput lendir sehingga dapat juga digunakan untuk pengobatan bronkitis dengan bahan dalam bentuk serbuk (jarang dalam bentuk ekstrak atau minyak menguapnya), serta sebagai campuran rokok untuk asma.

Sementara minyaknya digunakan dalam pengobatan kencing nanah (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Alkohol

Alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu alkohol asiklis, alkohol monosiklis, dan alkohol disiklis. Sebenarnya di dalam minyak atsiri metil juga terdapat etil, isobutil, isoamil, heksil alkohol, dan alkohol alifatik tinggi, tetapi karena larut dalam air sehingga tercuci habis dalam proses destilasi uap air. Namun demikian, banyak minyak atsiri mengandung alkohol asiklis yang merupakan keturunan terpena (Gunawan, 2004).

Minyak pipermen merupakan minyak atsiri alkohol yang penting di antara minyak atsiri alkohol yang lain. Minyak ini dihasilkan oleh daun tanaman Mentha piperita Linn. (nama daerah: poko, famili Labiatae). Kegunaan dari minyak pipermen antara lain stomachicum, karminativum, kholagoga, dan emenagogum.

(32)

Juga untuk korigen odoris dan pelengkap ramuan obat batuk karena sifatnya sebagai ekspetoransia (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Fenol

Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).

Tanaman ini berasal dari Maluku. Sekarang banyak tumbuh di Zanzibar, Tanzania, Amerika Latin, Brasil. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Namun demikian, bunga lebih utama dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri sampai 20%, disebut sebagai oleum caryophyllum.

Minyak cengkih, terutama tersusun oleh eugenol, yaitu sampai 95% dari jumlah minyak atsiri keseluruhan. Selain eugenol, juga mengandung aseto-eugenol, beberapa senyawa dari kelompok seskuiterpena, serta bahan-bahan yang tidak mudah menguap seperti tanin, lilin, lemak, dan bahan serupa damar. Kegunaan dari minyak cengkih antara lain untuk analgeikum, antiseptikum, stimulansia, korigen odoris, obat mulas, serta menghilangkan rasa mual dan muntah (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Eter Fenol

Minyak adas merupakan minyak atsiri fenol. Minyak adas berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau Umbelliferae). Minyak adas produksi lokal digunakan sebagai campuran jamu tradisional. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah buahnya. Minyak yang dihasilkan, terutama tersusun oleh komponen-komponen terpenoid seperti sineol, pinena, dan felandrena. Minyak adas digunakan dalam pelengkap sediaan

(33)

obat batuk, sebagai korigen odoris untuk menutup bau tidak enak pada sediaan farmasi, dan bahan parfum (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Oksida

Minyak akyu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendrom L (famili Myrtaceae). Daun bisa dipetik bila umur tanaman sudah mencapai sekitar 4 tahun. Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol (85%). Komponen ini merupakan senyawa dari kelompok terpenoid. Komponen minyak atsiri yang lain adalah terpineol, pinena, benzaldehida, limonena, dan berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena.

Sifat-sifat kimia minyak kayu putih sangat dipengaruhi oleh komponen sineol yang sangat dominan sebagai penyusun utama minyak. Kegunaannya antara lain sebagai korigen odoris, meredakan kembung, obat gosok, obat berbagai penyakit kulit ringan, serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk (Gunawan, 2004).

 Minyak Atsiri Ester

Minyak gondopuro merupakan minyak atsiri ester. Minyak atsiri ini diperoleh dari isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L (famili Erycaceae). Di Amerika, minyak ini merupakan minyak atsiri tertua yang diisolasi dan diproduksi. Kebanyakan alat penyuling masih menggunakan cara tradisional yang banyak dilakukan oleh masyrakat awam sehingga mutu minyak banyak yang tidak seragam (Gunawan, 2004).

Komponen penyusun minyak terpenting dalam minyak atsiri golongan adalah metil salisilat yang merupakan bentuk ester. Keberadaan komponen penyusun minyak yang lain mengakibatkan terjadinya perbedaan bau antara

(34)

minyak golongan alami dengan yang dibuat secara sintetik. Komponen lain tersebut antara lain adalah triakontan, keton, alkohol, dan ester-ester lain. minyak ini digunakan sebagai korigen odoris, bahan pewangi, bahan parfum, dalam sediaan farmasi, dalam industri permen, dan minuman sebagai tidak beralkohol (Gunawan, 2004).

2.8. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot air dengan dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 250 zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 250. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, dinyatakan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250 terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi (Depkes RI, 1995).

Prosedur gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan, pada suhu 250. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 200, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 250, buang kelebihan zat uji dan timbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu zat adalh hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250 (Depkes RI, 1995).

(35)

Prosedur tempatkan alat sedemikian rupa sehingga intensitas sinar matahari atau sinar buatan dapat ditangkap ke dalam prisma dialirkan air pada suhu 200C.

Kemudian prisma tersebut dibersihkan dengan alkohol dan eter. Untuk merapatkan prisma yang kedua, dilakukan dengan menggunakan sekrup dan tempatkan contoh dalam prisma, atau dengan cara membuka sedikit prisma dengan memutar sekrup dan menuangkan contoh ke dalamnya sampai memenuhi prisma. Kemudian prisma ditutup rapat dengan sekrup. Biarkan alat beberapa menit sebelum pembacaan dilakukan agar suhu alat dan bahan menjadi sama (Depkes RI, 1995).

Gerakkan alidade mundur atau maju sampai bayangan bidang berubah dari terang menjadi gelap. Garis pembagi disebut garis batas, dan menurut ketentuan garis itu tidak telihat tajam tetapi hanya merupakan pita warna. Warna dieliminir dengan memutar sekrup kompensator sampai menjadi mantap, sehingga diperoleh garis pemisah seperti warna. Atur garis pembatas sehingga diperoleh garis pemisah seperti rambut. Nilai indeks dari bahan dapat dibaca langsung dan pembacaan kedua dilakukan beberapa menit kemudian supaya tercapai suhu yang setimbang (Depkes RI, 1995).

2.9. Indeks Bias

Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian. Walaupun menurut farmakope suhu pengukuran adalah 250, tetapi pada banyak monografi indeks bias ditetapkan pada

(36)

suhu 200. Suhu pengukuran harus benar-benar diatur dan dipertahankan, karena sangat mempengaruhi indeks bias (Depkes RI, 1995).

Harga indeks bias dalam farmakope ini dinyatakan untuk garis D cahaya natrium pada panjang gelombang dublet 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk digunakan dengan cahaya putih, tetapi dikalibrasi agar memberikan indeks bias untuk garis D caha natrium. Refraktometer Abbe digunakan untuk mengukur rentang bias dari bahan-bahan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, berikut harga indeks biasnya (Depkes RI, 1995).

Refraktometer lain dengan ketelitian yang setara atau lebih dapat digunakan untuk mencapai ketelitian teoritis ± 0,0001, perlu dilakukan kalibrasi alat terhadap baku yang disediakan oleh pabriknya dan lakukan pengecekan seringkali terhadap pengendalian suhu dan kebersihan alat dengan menetapkan indeks bias air, destilasi, adalah 1,3330 pada suhu 200 dan 1,3325 pada suhu 250 (Depkes RI, 1995).

2.10. Kelarutan dalam Etanol

Ketentuan yang digunakan larut dalam n bagian volume etanol (a%) atau lebih, jika larutan jernih dalam n bagian volume etanol, setelah penambahan selanjutnya dengan etanol berkekuatan sama hingga berjumlah 20 bagian volume, tetap jernih dibandingkan terhadap minyak yang tidak diencerkan. Larut dalam n bagian volume etanol (a%), menjadi berkabut jika diencerkan, jika larutan jernih dalam n bagian volume menjadi berkabut dalam n1 bagian volume (n1 kurang dari 20) dan tetap berkabut setelah penambahan bertahap berjumlah 20 bagian volume etanol (Depkes RI, 1995).

(37)

Larut dalam n bagian volume etanol (a%) menjadi berkabut dalam n1

bagian volume (n1 kurang dari 20), jika larutan jernih dalam n bagian volume menjadi berkabut dan tetap berkabut setelah penambahan bertahap hingga jumlah n2 bagian volume (n2 kurang dari 20), kemudian menjadi jernih. Maka kelarutan minyak menguap dalam etanol (a%) adalah 1 bagian volume dalam n bagian volume dan berkabut anatar n1 dan n2 bagian volume (Depkes RI, 1995).

Larut dengan kekeruhan, jika larutan etanol wrana sedikit kebiruan sama dengan yang ditimbulkan dengan penmabahan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N dan 0,1 ml asam nitrat P pada 50 ml larutan natrium klorida P 0,0012%, campur, biarkan selama 5 menit (Depkes RI, 1995).

Timbang 1 ml minyak dalam gelas ukur bersumbat kaca 25 ml atau 30 ml dan masukkan ke dalam alat yang memp[unyai suhu tetap yang dipertahankan pada suhu 19,80 hingga 200. Dengan menggunakan buret berkapasitas tidak kurang dari 20 ml tambahkan etanol, tiap kali dengan 0,1 ml sampai larut sempurna kemudian tiap kali dengan 0,5 ml sampai jumlah 20 ml dan sering dikocok kuat. Catat volume etanol yang diperlukan untuk medapatkan larutan jernih. Lanjutkan penambahan jumlah etanol dengan cara yang sama. Jika larutan menjadi berkabut atau keruh sebelum penambahan 20 ml etanol, catat volume pada saat terjadi kabut atau kekeruhan, dan juga volume pada saat kabut atau kekeruhan hilang. Jika tidak diperoleh larutan jernih dengan penambahan 20 ml etanol, ulangi pengujian dengan kadar etanol yang lebih tinggi (Depkes RI, 1995).

(38)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penentuan bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol dari minyak daun cengkeh, minyak sereh dan minyak pala dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPT. PSMB. STM No. 17 Kampung Baru, Medan 20146. Pada tanggal 23 Januari 2017sampai 03 Februari 2017.

3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala yang dibeli dari Toko Sari Jaya jalan Bandung No. 109 Medan, Sumatera Utara.

3.3. Alat

Alat yang digunakan adalah gelas ukur 10 ml (pyrex), labu cassia 100 ml (kimax), lampu uap natrium, neraca analitik (mettle toledo), penangas air yang dilengkapi dengan termostat, piknometer 10 ml (duran), piknometer 25 ml (duran), pipet volume 10 ml, refraktometer (carlzeis jena), tabung reaksi, termometer, alat asetilasi, alat pemanas, alat penyabunan, buret 50 ml (pyrex), corong pisah 250 ml, gelas ukur 50 ml (pyrex), kondensor, labu elenmeyer 200 ml, labu kaca tahan alkali, labu ladenburg 100 ml, penangas air, penangas air yang dilengkapi dengan pembakar bunsen, pipet volume 20 ml, cawan penguap, desikator, polarimeter.

(39)

3.4. Bahan

Bahan yang digunakan pada pengujian minyak cengkeh, minyak sereh dan minyak pala adalah aquadest, etanol 70%, larutan kalium hidroksida (KOH) 4%

dalam air, asam asetat anhidrat, benzoyl clorida, bromofenol blue larut dalam etanol, es batu, etanol 80%, etanol 90%, fenolftalein (PP) 20%, garam, hidroksilamonium khlorida larut dalam etanol, kalium iodida, kertas lakmus, larutan asam khlorida (HCl) 0,5 N, larutan jenuh natrium hidroksida (NaOH), larutan iodium, larutan kalium hidroksida (KOH) 0,5N dalam etanol 95%, larutan natrium karbonat (Na2CO3) dalam natrium khlorida (NaCl), magnesium sulfat anhidrat (MgSO4), dan natrium asetat anhidrat.

3.5. Prosedur Penentuan terhadap Sampel Uji Minyak Cengkeh, Minyak Sereh dan Minyak Pala

3.5.1. Penentuan bobot jenis sesuai SNI 06-2387-2006

Prosedur penentuan bobot jenis pada minyak adalah cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.

Keringkan bagian dalam piknometer tersebut denga arus udara kering dan sisipkan tutupnya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m). Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1). Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering.

(40)

Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung- gelembung udara. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbangan (m2).

3.5.2. Penentuan indeks bias sesuai SNI 06-2387-2006

Prosedur penentuan indeks bias pada minyak adalah alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan.

Suhu kerja harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,20C. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.

3.5.3. Penentuan kelarutan etanol sesuai SNI 06-2387-2006

Prosedur penentuan kelarutan dalam etanol pada minyak adalah tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml. Tambahkan etanol 70%, setetes demi setetes, kocok setelah setiap penambahan samapi diperoleh suatu larutan yang sebening minyak.

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penentuan Bobot Jenis

Menurut Farmakope Indonesia edisi III bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Dari seluruh sifat fisika-kimia, nilai bobot jenis sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai berat jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada 15 derajat.

Penentuan bobot jenis terhadap sampel uji minyak, nilai bobot jenis rata-rata sebagai berikut: minyak cengkeh 1,0410, minyak sereh 0,8800, dan minyak pala 0,9002. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel uji mempunyai bobot jenis yang memenuhi syarat SNI.

Tabel 4.1. Data Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Cengkeh

No. M m1 m2 Bobot Jenis

1. 30,4605 gr 55,1928 gr 56,2096 gr 1,0411

2. 29,1658 gr 38,4976 gr 38,8793 gr 1,0409

Bobot jenis rata-rata 1,0410

Tabel 4.2. Data Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Sereh

No. M m1 m2 Bobot Jenis

1. 28,8200 gr 38,5100 gr 37,3431 gr 0,8796

2. 38,3514 gr 88,2252gr 82,1659 gr 0,8785

Bobot jenis rata-rata 0,8800

(42)

Tabel 4.3. Data Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala

No. M m1 m2 Bobot Jenis

1. 28,6862 gr 38,4426 gr 37,4450 gr 0,8977

2. 31,3400 gr 56,0618gr 53,6600 gr 0,9028

Bobot jenis rata-rata 0,9002

Keterangan :

m = massa piknometer kosong (g)

m1 = massa piknometer berisi air pada 20oC (g) m2 = massa piknometer berisi contoh pada 20oC (g)

4.2. Hasil penentuan Indeks Bias

Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian. Walaupun menurut farmakope suhu pengukuran adalah 250, tetapi pada banyak monografi indeks bias ditetapkan pada suhu 200. Suhu pengukuran harus benar-benar diatur dan dipertahankan, karena sangat mempengaruhi indeks bias.

Menurut SNI 06-2387-2006 minyak cengkeh, SNI 06-3953-1995 minyak sereh dan SNI 06-2388-2006 minyak pala. Persyaratan indeks bias suatu minyak adalah 1,528-1,535 untuk minyak cengkeh, 1,466 – 1,475 untuk minyak sereh dan 1,470 – 1,497 untuk minyak pala, dari hasil penelitian terhadap sampel uji mempunyai nilai indeks bias yang memenuhi syarat SNI.

(43)

Tabel 4.4. Hasil Penentuan Indeks Bias terhadap berbagai Sampel Uji

Sampel Uji

Indeks Bias

No. SNI 06-2387-2006 SNI 06-3953-1995 SNI 06-2388-2006

1. Minyak Cengkeh Standart 1,528-1,535

2. Minyak Cengkeh Uji 1,534

3. Minyak Sereh Standart 1,466-1,475

4. Minyak Sereh Uji 1,4685

5. Minyak Pala Standart 1,470-1,497

6. Minyak Pala Uji 1,4851

4.3. Hasil Penentuan Kelarutan dalam Etanol

Kelarutan dalam etanol merupakan salah satu sifat fisika yang berhubungan dengan sifat polaritas dan kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri yang banyak mengandung komponen-komponen polar akan mudah larut dalam pelarut yang polar. Sisa penguapan minyak pala merupakan substansi bahan-bahan yang tidak seharusnya ada dalam minyak atsiri. Bahan tersebut merupakan komponen- komponen yang tidak dapat menguap, biasanya berupa lemak atau fixed oil atau bahan lain yang mempunyai berat molukul yang sangat tinggi. Bahan tersebut biasanya berupa polimer rantai panjang yang terbentuk oleh proses polimerisasi karena penyimpanan yang lama atau berupa bahan yang sengaja dicampurkan dalam minyak atsiri. Minyak atsiri yang baru disuling belum mengalami penyimpanan yang lama dan belum ditambah bahan-bahan yang lain menyebabkan sisa penguapannya sangat kecil.

(44)

Menurut SNI 06-2387-2006 minyak cengkeh, SNI 06-3953-1995 minyak sereh dan SNI 06-2388-2006 minyak pala. Persyaratan kelarutan dalam etanol suatu minyak adalah 1 : 2 jernih dalam etanol 70% untuk minyak cengkeh, 1 : 2 jernih dalam etanol 80% untuk minyak sereh dan 1 : 1 jernih dalam etanol 70%

untuk minyak pala, dari hasil penelitian terhadap sampel uji mempunyai nilai kelarutan dalam etanol yang memenuhi syarat SNI.

Tabel 4.4. Hasil Penentuan Indeks Bias terhadap berbagai Sampel Uji

Sampel Uji

Indeks Bias

No. SNI 06-2387-2006 SNI 06-3953-1995 SNI 06-2388-2006

1. Minyak Cengkeh Standart 1 : 2 jernih 2. Minyak Cengkeh Uji 1 : 2 jernih

3. Minyak Sereh Standart 1 : 2 jernih

4. Minyak Sereh Uji 1 : 2 jernih

5. Minyak Pala Standart 1 : 2 jernih

6. Minyak Pala Uji 1 : 2 jernih

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Bobot jenis minyak cengkeh yang diuji adalah 1,0410, bobot jenis minyak sereh adalah 0,8800 dan bobot jenis minyak pala adalah 0,9002, dan ketiga sampel uji memenuhi persyaratan SNI.

2. Indeks bias minyak cengkeh adalah 1,534, indeks bias minyak sereh adalah1,4685 dan indeks bias minyak pala adalah 1,4851, dan ketiga sampel uji memenuhi persyaratan SNI.

3. Kelarutan dalam etanol minyak cengkeh adalah1 : 2 jernih, kelarutan dalam etanol minyak sereh adalah 1 : 2 jernih dan kelarutan dalam etanol minyak pala adalah 1: 2 jernih, dan ketiga sampel uji memenuhi persyaratan SNI.

5.2. Saran

Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk melakukan pengujian mutu minyak yang lain seperti kadar sitronelal dan putaran optik.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, H.A. (2010). Tanaman Obat Indonesia Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. H. Halaman 1-3.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2006). SNI06-3953-1995. Standar Mutu Minyak Sereh.

Jakarta. Halaman 3-5.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2006). SNI 06-2387-2006. Standar Mutu Minyak Daun Cengkih. Jakarta. Halaman 3-5.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2006). SNI 06-2388-2006. Standar Mutu Minyak Pala.

Jakarta. Halaman 3-5.

Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan.(1995). Farmakope Indonesia Edisi IV.

Jakrata: Departemen Kesehatan RI. hlm.721-722.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 286-290, 301-303.

Gunawan, D, Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Halaman 106- 200.

Hapsoh (2010). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU Press. Halaman 28-30.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Materia Kosmetika Bahasa Alam Indonesia. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina efarmasian dan Alat Kesehatan.

Halaman 10-11.

Luctony, T., dan Rahmayati, Y. (2004). Produksi dan Pedagangan Minyak Atsiri. Jakarta:

Penebar Swadaya. Halaman 15-20, 21-30

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Halaman 20-21.

(47)

Lampiran 1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Cengkih Rumus :

Bobot jenis

Keterangan :

m = massa, piknometer kosong (gr)

m1 = massa, piknometer berisi air pada suhu 20ºC (gr) m2 = massa, piknometer berisi contoh pada suhu 20ºC (gr)

= Pembacaan bobot jenis yang dilakukan pada suhu 20ºC (gr)

Perhitumgan : Bobot jenis 1 m = 30,4605 gr m1 = 55,1928 gr m2 = 56,2096 gr Bobot jenis 1

=

= 1,0411

Bobot jenis 2 m = 29,1658 gr m1 = 38,4976 gr m2 = 38,8793 gr Bobot jenis 2

(48)

=

= 1,0409

Bobot Jenis Rata-rata =

=

= 1,0410

(49)

Lampiran 2. Penentuan Bobot Jenis Minyak Sereh Rumus :

Bobot jenis

Keterangan :

m = massa, piknometer kosong (gr)

m1 = massa, piknometer berisi air pada suhu 20ºC (gr) m2 = massa, piknometer berisi contoh pada suhu 20ºC (gr)

= Pembacaan bobot jenis yang dilakukan pada suhu 20ºC (gr)

Perhitumgan : Bobot jenis 1 m = 28,8200 gr m1 = 38,5100 gr m2 = 37,3431gr Bobot jenis 1

=

=0,8796

Bobot jenis 2 m = 38,3514 gr m1 = 88,2252gr m2 = 82,1659 gr

Bobot jenis 2

(50)

=

= 0,8785

Rata-rata Bobot Jenis =

=

=0,8800

(51)

Lampiran 3. Penentuan Bobot Jenis Minyak Pala Rumus :

Bobot jenis

Keterangan :

m = massa, piknometer kosong (gr)

m1 = massa, piknometer berisi air pada suhu 20ºC (gr) m2 = massa, piknometer berisi contoh pada suhu 20ºC (gr)

= Pembacaan bobot jenis yang dilakukan pada suhu 20ºC (gr)

Perhitumgan : Bobot jenis 1 m = 28,6862 gr m1 = 38,4426 gr m2 = 37,4450 gr Bobot jenis 1

=

= 0,8977

Bobot jenis 2 m = 31,3400 gr m1 = 56,0618 gr m2 = 53,6600 gr Bobot jenis 2

(52)

=

=0,9028

Bobot jenis rata-rata =

=

= 0,9002

(53)

Lampiran 4. Pengujian Minyak Cengkeh

Minyak Cengkeh

Piknometer berisi minyak

cengkeh Labu cassia berisiminyak cengkeh dan KOH 4%

Gelas ukur berisi minyak daun cengkeh dan etanol 70%

(54)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Pengamatan indeks bias

(55)

Lampiran 5. Pengujian Minyak Sereh

Minyak Sereh Gelas ukur berisi minyak sereh dan etanol 80%

Pengamatan indeks bias

(56)

Lampiran 6. Pengujian Minyak Pala

Minyak Pala

Gelas ukur berisi minyak pala dan etanol 70%

Pengamatan indeks bias

Piknometer berisi minyak pala

(57)

Lampiran 6. (Lanjutan)

Refraktometer

Waterbath yang dilengkapi dengan thermostat

Gambar

Tabel 2.1. Parameter Syarat Mutu Minyak Daun Cengkeh SNI 06-2387-2006
Tabel 2.2. Parameter Syarat Mutu Minyak Sereh SNI 06-3953-1995
Tabel 2.3. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala SNI 06-2388-2006
Tabel 4.1. Data Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Cengkeh
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dilakukan duplo dengan menggunakan alat piknometer untuk uji bobot jenis, untuk pengujian indeks bias digunakan alat refraktometer, untuk pengujian kelarutan dalam

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak Pala yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dinyatakan memenuhi

Dari hasil percobaan yang dilakukan pada minyak Fuli pala diketahui bahwa rata-rata dari minyak atsiri fuli pala dengan parameter yang di uji Bobot jenis dan Indeks bias..

Dari hasil percobaan yang dilakukan bahwa jumlah rata-rata bobot jenis dan indeks bias dari dua kali percobaan untuk minyak sereh masing-masing adalah 0,89745 dan 1,4685.. Hal

“Penetapan Bobot Jenis Dan Eugenol Total Serta Kelarutan dalam Etanol Dari. Minyak Daun Cengkeh ( Syzygium aromaticum

Dari hasil yang didapat bahwa parameter yang dilakukan pada minyak daun cengkeh yaitu bobot jenis 0,8470, eugenol total 79% dan kelarutan dalam etanol adalah 1 : 1

Sifat fisika dan kimia, seperti keadaan warna dan bau, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol dan eugenol total merupakan karakteristik penting dalam penentuan mutu

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak Pala yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dinyatakan memenuhi