• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Bridging Bpjs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Bridging Bpjs"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk meningkatkan mutu layanan yang lebih baik kepada peserta maupun terhadap provider layanan kesehatan (rumah sakit/RS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah mengembangkan bridging system yang ditandai dengan penandatanganan "Kesepakatan Pengembangan dan Implementasi Bridging System antara Sistem Informasi Manajemen (SIM) BPJS Kesehatan dan SIM RSUD Margono Soekarjo Purwokerto" pada 28 April lalu.

Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi menjelaskan bridging system merupakan penggunaan fasilitas teknologi informasi web service yang memungkinkan dua sistem yang berbeda pada saat yang sama mampu melakukan dua proses tanpa adanya intervensi satu sistem pada sistem lainnya secara langsung, sehingga tingkat keamanan dan kerahasiaan masing-masing sistem tetap terjaga

"Tujuan bridging system ini untuk meningkatkan efektivitas entry data processing, efisiensi penggunaan sumber daya, serta lebih cepat dalam proses pengelolaan, baik klaim, piutang, verifikasi, dan sebagainya," jelas Dadang Setiabudi di Media Center BPJS Kesehatan, Kamis (8/5) lalu.

Dengan sistem ini, lanjut Dadang, proses antrean peserta BPJS Kesehatan jadi lebih cepat karena registrasi peserta hanya pada sistem RS. Dengan begitu, peserta jadi lebih cepat mendapatkan pelayanan kesehatan.

Bagi rumah sakit, sistem ini dapat meningkatkan layanan administrasi peserta, menghemat SDM dan sarana-prasarana, perekaman data pelayanan kesehatan dan proses pengajuan klaim menjadi lebih cepat, serta penyelesaian insentif pelayanan berdasarkan beban kerja juga lebih cepat diselesaikan.

"Untuk BPJS Kesehatan, sistem ini bisa meningkatkan akurasi data peserta, proses verifikasi dan klaim jadi lebih cepat, kecepatan pengolahan data dan informasi layanan bisa meningkat, serta adanya transparansi pembiayaan karena perekaman data pada setiap sistem sama," jelasnya. Hal senada disampaikan Direktur RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, dr Haryadi Ibnu

Junaedi SpB. Menurutnya, bridging system membuat pelayanan di rumah sakitnya menjadi lebih cepat dan efisien. Dengan sistem yang lama, rumah sakit harus melakukan entri data tiga kali untuk tiga sistem yang berbeda dengan jumlah kunjungan pasien yang banyak. Apalagi setiap sistem juga memiliki kebutuhan input data dan output yang berbeda.

"Proses input registrasi yang mulanya kurang lebih 3 menit, setelah dilakukan bridging system hanya butuh waktu kurang dari 1 menit," kata Ibnu.

Lamanya registrasi terkait erat dengan proses pelayanan karena tingginya kunjungan pasien BPJS Kesehatan yang mencapai rata-rata 900 pasien per hari. "Bridging system di rumah sakit kami telah mampu mengintegrasikan tiga sistem sekaligus, yaitu sistem BPJS Kesehatan, SIM rumah sakit, dan INA-CBGs, sehingga proses pelayanan mulai dari registrasi sampai klaim pembiayaan menjadi lebih cepat dan akurat," tambahnya.

(2)

Saat ini sudah ada lima RS yang mengembangkan bridging system. Selain RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, pengembangan bridging system juga sudah diimplementasikan secara penuh oleh RSUD Koja Jakarta Utara, RSUP Persahabatan Jakarta Timur, RSUP Kandou Manado, dan RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.

Dadang menjelaskan, saat ini juga ada 12 rumah sakit yang masih dalam proses uji coba, yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RS Jantung Harapan Kita, RSUD Budhi Asih, RSPI Sulianti Saroso, RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP dr. Kariadi Semarang, RSUD Tugurejo Semarang, RSUD Moewardi Surakarta, RS Ortopedi Suharso Sukoharjo, RSUD Sutomo Surabaya, dan RSU Haji Surabaya.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga tengah melakukan proses pengembangan bridging system pada 36 rumah sakit lainnya."Lima rumah sakit ini baru pilot project-nya. Setelah ini harapannya tentu semua provider BPJS Kesehatan bisa melaksanakan bridging system. Persyaratan dan

pelaksanaannya sangat mudah, asalkan SIM rumah sakit mau bekerja sama dengan SIM BPJS Kesehatan, dan juga adanya komitmen dari manajemen rumah sakit," jelas Dadang

(3)

Guna meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelayanan dalam antrean dan penagihan klaim bagi peserta program Askes (asuransi kesehatan) dan rumah sakit mitranya, PT Askes mengembangkan layanan berbasis teknologi Web services. Seperti apa proses dan manfaatnya?

Seorang pria tambun setengah baya tampak tergopoh-gopoh mendatangi meja administrasi RS Hasan Sadikin, Bandung. Tujuannya bisa diduga: mengurus proses pengobatan. “Untuk pembayarannya, saya

menggunakan kartu Askes,†ucapnya. Setelah melakukan pendataan,  pegawai administrasi rumah sakit itu berkata, “Untuk mengurus proses selanjutnya, bapak mesti ke loket Askes dan loket medical record.”

Pindah dari satu loket layanan ke loket layanan lain tampaknya telah menjadi tahap baku yang mesti dilalui para peserta Askes ketika akan berobat di rumah sakit (RS) rujukannya. Tak mengherankan, proses itu memakan waktu cukup lama. Apalagi, peserta Askes harus antre.

“Tetapi, itu cerita masa lalu lho,†kata Kemal Imam Santoso, Wakil  Dirut dan CIO PT Askes (Persero). “Sekarang, prosesnya hanya butuh waktu dua menit, karena SIM (Sistem Informasi Manajemen) PT Askes dan SIM RS sudah terintegrasi secara real-time dengan mamanfaatkan teknologi Web services,†lanjutnya dengan bersemangat.

Menurut Kemal, sebagai upaya meningkatkan kecepatan dan ketepatan layanan — baik kepada peserta Askes maupun provider layanan kesehatan (RS) — pihaknya mengembangkan layanan online dengan memanfaatkan aplikasi Web-based di atas platform Java. “Proyek integrasi sistem itu dinamakan Bridging System, dengan tujuan menjalankan electronic data processing antara PT Askes dan RS mitranya,†ujarnya menjelaskan. Pengembangan aplikasi Bridging System dilakukan secara in-house. “Pemilihan jenis teknologi Java, karena kemampuannya berinteraksi dengan platform lain atau bersifat multi-platform. Teknologi Java ini mampu mendukung pengembangan sistem secara lebih terstruktur dengan biaya pengembangan jauh lebih murah, karena tidak terikat dengan lisensi produk software,†papar Yaddy Mulyadi, Kepala Divisi Informasi PT Askes. Untuk  pengembangan aplikasi yang sangat fungsional ini, PT Askes hanya

mengeluarkan dana Rp 750 juta. Dana itu digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana, seperti komputer, printer, TV LCD, pemasangan

jaringan virtual private network (VPN), pemasangan infrastruktur pendukung jaringan komunikasi data, server dan bimbingan teknis.

Dijelaskan Yaddy, aplikasi Bridging System terdiri dari dua bagian utama. Pertama, Sistem Antrean Terpadu, yakni sistem informasi terintegrasi yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sistem antrean bagi

(4)

peserta Askes. Caranya dengan otomasi alur proses dan penyajian informasi strategis yang dibutuhkan peserta pada saat berobat. Dengan begitu,

kenyamanan peserta dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkat secara signifikan. Kedua, Sistem Penagihan Klaim Terpadu, yakni sistem informasi yang terintegrasi dengan konsep end-to-end dalam proses adminitrasi pelayanan kesehatan bagi peserta Askes. Ini mencakup mulai dari proses pendaftaran, pencatatan transaksi pelayanan kesehatan, sampai dengan pembayaran klaim pelayanan kesehatan bagi peserta Askes. Aplikasi Bridging System, menurut Yaddy, terdiri dari beberapa modul. Pertama, modul pendaftaran peserta/pasien, yang berfungsi memasilitasi validasi data peserta Askes secara online ke database terpusat (selanjutnya, identitas peserta dikirim ke SIM RS dengan teknologi Web services untuk dipergunakan dalam proses pencatatan pelayanan kesehatan dan klaim secara individual). Kedua, modul administrasi pelayanan kesehatan di poliklinik dan fasilitas penunjang medis (laboratorium, radiologi, tindakan medis, dan sebagainya) pada SIM RS, buat mengirimkan data individual secara online ke SIM Askes untuk setiap detail data pelayanan yang dicatat. Ketiga, modul verifikasi klaim, yang menyediakan fasilitas verifikasi secara online berdasarkan data yang dikirim dari SIM RS.

Keempat, modul penagihan klaim, dengan cara pengiriman data tagihan secara batch dari RS ke pusat data PT Askes berdasarkan data hasil verifikasi yang telah disetujui RS dan PT Askes. Kelima, modul Decision Support System dan sistem antrean, yang berfungsi memfasilitasi proses monitoring pelayanan kesehatan di RS secara online yang mampu

menyediakan informasi terkait dinamika kunjungan dan traffic tujuan perawatan. Dan, keenam, modul administrasi pembayaran klaim di kantor cabang PT Askes, untuk memfasilitasi administrasi pencatatan keuangan dan pembayaran klaim ke rekening RS.

Implementasi teknologi berbasis Web Services ini dilakukan pada

pertengahan 2008. RS yang sudah menjalin kerja sama dengan Askes untuk mengimplementasikan layanan Web Services ini adalah RS Sanglah, RS Hasan Sadikin dan RS Wahidin Makassar.

Pengembangannya dilaksanakan dengan pola/konsep Joint Application Development antara PT Askes dan Unit Teknologi Informasi tiap RS mitra. Stakeholders pengembangan sistem yang terlibat meliputi manajemen PT Askes kantor pusat, kantor regional, kantor cabang, plus manajemen RS mitra PT Askes.

Tahapan implementasi dimulai dengan integrasi data Surat Jaminan

(5)

aplikasi Web services, desain integrasi, coding dan uji coba), integrasi pelayanan kesehatan (melalui mapping jenis pelayanan/tindakan hingga uji coba aplikasi Web services terhadap hasil mapping jenis

pelayanan/tindakan) serta implementasi. “Monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan pekerjaan dilaksanakan secara bersama-sama antara seluruh stakeholder yang terlibat dan dilaksanakan secara

periodik,†ujar Yaddy.

Bagaimana alur kerjanya? Dijelaskan Yaddy, ketika peserta Askes datang ke RS, kartu Askesnya akan diidentifikasi (dientri) secara online, sehingga keluar datanya. Proses itu terjadi dalam satu interface yang dipakai

bersama. Sebelumnya, peserta Askes mesti mendatangi tiga loket: loket RS, loket PT Askes dan loket Rekam Medis (Medical Record). Sekarang cukup datang ke satu loket. Data yang dientri tadi langsung dikirim ke SIM RS untuk keperluan RS. Lalu, RS akan mengirimkan rekam medis peserta tersebut ke PT Askes. Jadi Web service-nya berjalan dalam pola request-response, tanpa saling mengganggu. Pihak PT Askes memberikan nomor kartu ke RS, lalu sistem Web services RS memberikan informasi rekam medis, sehingga database pasien ter-update. Setelah itu, peserta akan masuk ke poliklinik — yang merupakan ranahnya SIM RS. Ketika peserta datang ke poliklinik, datanya sudah bisa langsung diakses di poliklinik tersebut, karena data itu sudah masuk ke database RS . Ketika peserta di poliklinik mendapat pelayanan dari dokter, aplikasi RS mengirimkan kembali data itu melalui sistem Web services ke SIM PT Askes.

Ketika dientri, data di poliklinik akan langsung dikirim ke PT Askes dan disimpan di sistem database-nya. Dengan begitu, ketika terjadi pelayanan di poliklinik, Askes bisa langsung melakukan proses verifikasi klaim.

Sebelumnya, proses verifikasi klaim ini dilakukan sebulan sekali. Ketika peserta Askes datang ke poliklinik, berkasnya dikumpulkan dari semua poliklinik, dan pada akhir bulan dikirim ke Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit. Sekarang verifikasi klaim bisa dilakukan di RS yang bersangkutan. “Itu yang mendongkrak nilai tambah dari mutu layanan PT Askes di RS. Dari sisi antrean bisa lebih cepat, dan dari sisi klaim juga bisa lebih akurat,†kata Yaddy bangga.

Kemal pun mengklaim pemanfaatan aplikasi Web Service ini telah

berdampak positif terhadap kinerja bisnis perusahaan. Terutama, dalam hal peningkatan produktivitas dan perbaikan efisiensi. Kemal berharap, RS yang lain bisa mengimplementasikan layanan ini. Sebanyak 425 RS — dari total 600 RS — kini sudah terkoneksi secara real-time dengan teknologi VPN-IP MPLS. Menurutnya, RS yang ingin menerapkan layanan Web services dari PT Askes tidak harus memiliki platform Java, yang penting punya database dengan format WXDL (bukan SQL). “Sistem yang kami kembangkan

(6)

memiliki kemampuan mengintegrasikan sistem RS dengan PT Askes secara independen, tidak saling memengaruhi,†katanya. Teknologi  Web services, menurut dia, mampu memfasilitasi pertukaran data antara dua mesin yang berbeda secara online, sehingga mampu mendukung monitoring pelayanan kesehatan secara rinci per individu, jenis pelayanan medis, lokasi pelayanan dan tindakan medis.

RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung merupakan salah satu rumah sakit yang telah menerapkan layanan Web services PT Askes sejak tahun lalu. Menurut David Darmin, Kepala Bagian TI Sistem Informasi RSHS, untuk

mengembangkan layanan itu pihaknya mempersiapkan fikasi aplikasi berbasis Web, infrastruktur jaringan dan hardware LAN yang mendukung aplikasi Web, kesepakatan dan kesetaraan coding, (dengan unit TI PT Askes) dan pelatihan penggunaan aplikasi baru. “Sistem dibuat berdasarkan teknologi Web services dan infrastruktur VPN disediakan Askes. Sementara internal untuk akses ke Web service tersendiri oleh pihak RSHS. Adapun pembiayaan ditanggung bersama,†David memaparkan.

Menurut David, banyak keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sistem tersebut. Antara lain, kecepatan proses entri, kecepatan proses klaim, dan efisiensi dalam proses (waktu, tenaga, sumber daya lain). Juga, adanya kepastian kesamaan data transaksi, transparansi dan akuntabilitas. “Keuntungan lainnya, kami tidak saling intervensi, serta terjaganya keamanan transaksi dan data dalam server masing-masing,†ujarnya.  “Namun, kedua pihak memang mesti berkomitmen pemeliharaan hasil Bridging Systemagar diperoleh manfaat optimal,†tambah David

(7)

Untuk meningkatkan mutu layanan yang lebih baik kepada peserta maupun terhadap fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan mengembangkan bridging system, perangkat IT (web service). Saat ini di Indonesia ada sebanyak 1.515 rumah sakit yang tersebar di berbagai daerah. Sebanyak 1.239 RS diantaranya sudah menginstal web service lokal di server BPJS Kesehatan.

"Sedangkan untuk implementasi bridging surat eligibilitas peserta (SEP)-INA CBGs, sudah dilakukan oleh 1.178 rumah sakit," kata Dadang Setiabudi, Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, di sela peluncuran brigding system di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Kamis (3/7/2014).

Dia mengatakan saat ini ada 22 RS yang sudah siap mengoperasikan brigding system secara lengkap (komprehensif). Ke 22 RS yang memiliki total 215 loket pelayanan ini, terdapat 163 loket yang digunakan untuk mengimplementasikan bridging system.

"RS Cipto Mangunkusumo sendiri telah mengimplementasikan bridging system di semua loket rumah sakitnya, yaitu 23 loket," ungkap Dadang.

Sedangkan RS lainnya di Indonesia yang sudah mengoperasikan sistem ini di setiap loketnya, adalah RSUD Tarakan, RSUD Margono Soekarjo, RSUD Dr. Sardjito, RS Hasan Sadikin, RSUD Karawang, serta RSUP Wahiding Sudirohusodo.

Dalam waktu dekat, tambahnya, sistem ini segera diimplementasikan di 72 RS yang saat ini dalam proses pengembangan bridging system komprehensif.

Dia menjelaskan dalam alur penarikan SEP-INA CBGs, pertama petugas RS harus mengimput nomor SEP peserta BPJS Kesehatan ke dalam aplikasi INA CBGs.

Kemudian klik data peserta BPJS Kesehatan tersebut, sehingga muncul tampilan hasil input data pelayanan di INA CBGs, antara lain identitas pasien, dan data klaim atau grouping.

(8)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi mengatakan telah dikembangkan bridging system. Ini merupakan penggunaan fasilitas teknologi IT (web service) yang memungkinkan dua proses tanpa adanya intervensi satu sistem pada sistem lainnya secara langsung.

“Keuntungan bagi pihak rumah sakit menggunakan bridging system adalah meningkatkan layanan administrasi peserta dan perekaman data pelayanan kesehatan, sehingga proses pengajuan klaim menjadi lebih cepat,” ujar Dadang Setiabudi pada Diskusi Media bertema Implementasi Bridging System BPJS Kesehatan dengan Faskes Tingkat Lanjutan di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2014).

Selain itu, dengan menggunakan bridging system, ia mengatakan bahwa pihak rumah sakit dapat menghemat sumber daya manusia dan sarana-prasarana.Dadang Setiabudi menambahkan

penyelesaian insentif pelayanan berdasarkan beban kerja juga menjadi lebih cepat diselesaikan jika menggunakan bridging system.

Sementara itu, Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto, dr. Haryadi Ibnu Junaedi Sp.B mengaku setelah menggunakan bridging system dari bulan ke bulan pengajuan klaim di rumah sakitnya menjadi lebih lancar.

Misalnya, dr. Haryadi mencontohkan bila pada Januari itu sudah diverifikasi kemudian selesai awal Maret. Kemudian, dikatakan dr. Haryadi klaim bulan Februari di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selesai akhir bulan Maret.

“Jadi, begitu dengan bridging system tanggal 15 Maret sudah selesai semua pengajuan klaim bulan Februari, kemudian tanggal 20 Maret sudah dibayar,” tutupnya.

(9)

Dalam pelaksanaan BPJS kesehatan memang kerap kali masih ditemui beragam permasalahan. Salah satu permasalahan yang cukup krusial adalah membludaknya pasien. Hal ini memang menjadi salah satu permasalahan serius pada pusat pelayanan kesehatan. Membludaknya pasien BPJS ini mengakibatkan timbulnya antrian yang cukup panjang sehingga terkesan pelayanan pasien BPJS lambat. Banyak pasien peserta BPJS mengeluhkan mengenai antrian panjang saat berobat pada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS.

Disisi rumah sakit, antrian panjang yang timbul karena membludaknya pasien ini juga menjadi permasalahan tersendiri. Tenaga medis yang tersedia kadang menjadi kewalahan untuk dapat melayani dengan cepat semua pasien BPJS tersebut. Sistem yang tersedia dalam pelayanan BPJS memang menjadi penyebab utama timbulnya antrian panjang tersebut. Dalam melakukan olah data, petugas medis masih melakukan input manual data-data pasien BPJS. Input manual pada system komputerisasi BPJS ini memerlukan waktu lama untuk tiap pasien dimana rata rata membutuhkan waktu 5 menit/pasien.

Lambatnya proses administrasi ini tentu berdampak pada terlambatnya proses pelayanan kepada pasien. Input manual cenderung akan terjadi banyak kesalahan dan tidak validnya data. Apalagi data tersebut harus melewati proses verifikasi yang berbeda dan waktu yang cukup lama. Selain kerugian pada pasien juga berimbas pada rumah sakit dimana klaim tagihan menjadi lambat yang akibatnya pemasukan bagi rumah sakit tersendat.

Perlu ada Bridging system BPJS

Salah satu cara menanggulangi lambatnya proses administrasi pasien BPJS adalah dengan melakukan bridging system segera. Bridging system adalah menyelaraskan dua system yang berbeda tanpa adanya intervensi dari masing masing system satu sama lain. Jadi perlu adanya penyatuan sistem komputerisai BPJS dengan Sistem komputerisasi pihak rumah sakit. Perubahan sistem komputerisasi tersebut harus meliputi sistem administrasi mulai dari pendaftaran (registrasi), proses pelayanan (rekam medik elektronik), proses klaim dan pembiayaan. Hal ini juga yang dilakukan oleh RS Prof Dr Margono Soekarjo yang telah menerapkan Bridging system dengan BPJS. Dengan adanya bridging system tersebut RS Prof Dr Margono Soekarjo mampu menekan waktu administrasi pasien menjadi 1 menit saja per pasien BPJS.

Saat ini bridging system BPJS telah diterapkan pada 22 Rumah sakit seluruh Indonesia. Berikut data 22 rumah sakit yang telah mengimplemen-tasikan bridging system BPJS Kesehatan secara lengkap, yaitu : 1.RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta) 2.RSUD Tarakan (Jakarta) 3.RSUP Fatmawati (Jakarta) 4.RS Haji (Jakarta) 5.RS Kanker Dharmais (Jakarta) 6.RS Jantung Harapan Kita (Jakarta) 7.RSPI Sulianti Saroso (Jakarta) 8.RSUP Persahabatan (Jakarta) 9.RSUD Margono Soekarjo (Purwokerto) 10.RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarta) 11.RSUD Tugurejo (Semarang) 12.RSUD Dr Muwardi (Surakarta) 13.RSOP Dr Soeharso Surakarta 14.RS Hasan Sadikin (Bandung) 15.RSUD Karawang (Karawang) 16.RSUD Dr Soetomo Surabaya 17.RSUD Dr. W. Sudirohusodo (Mojokerto) 18.RSUD Genteng Kab. Banyuwangi 19.RSUP Wahidin Sudirohusodo (Makassar) 20.BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou (Manado) 21.RSUD Arifin Achmad (Pekanbaru) 22.RSU Adam Malik (Medan)

(10)

Kebijakan Kementerian dalam perawatan kesehatan secara benjenjang memang pada prakteknya sulit dilaksanakan di Sintang, sampai saat ini ada peraturan menteri kesehatan, ada 155 macam penyakit yang harus diselesaikan di tingakat dasar (Puskesmas namun kenyataanya secara infrasruktur tidak seluruh puskesmas dapat melayaninya,” Jelas Marcus, Senin (7/7/2014). Pihaknya mengakui sudah menyampaikan hal ini pada pihak BPJS, program ini tidak akan dapat berjalan di Kabupaten Sintang. “Adanya keinginan dari kemetrian kesehatan membangun

regional rujukan sangat sulit dilakukan, sebab puskesmas dalam kota Sintang saja belum memiliki kemampuan untuk itu,” kata Marcus.

Sebagai contoh, untuk penyakit diare tidak dapat dilaksanakan pemasangan infus di puskesmas. baru bisa dilakukan pemasangan infus di Puskesmas luar kota seperti kecamatan Sepauk.

Marcus meminta BPJS menyampaikan kondisi ini pada pemerintah pusat, sebab yang memiliki kebijakan berada di pemerintah pusat. Untuk 155 jenis penyakit yang dirawat pada pelayanan kesehatan dasar sangat memungkinkan namun kondisi di Kabupaten Sintang jelas berbeda, parahnya lagi dalam keadaan mendesakpun pasien tidak mungkin langsung akan di rawat di Rumah Sakit karena Standar Oprasional Prosudurnya harus melalui puskesmas.

Selain itu masalah Obat-obatan juga mesih menjadi masalah. Di tigkat puskesmas, kondisi pelayanan kesehatan secara berjenjang ini sangat sulit dilaksanakan di Kabupaten Sintang. “Dengan kondisi seperti ini harusnya BPJS melakukan koordinasi dengan rumah sakit, jangan sampai ada pasien yang ditolak di rumah sakit karena kondisi Puskesmas yang tidak

memungkinkan melakukan perawatan,” pungkas Marcus.(TH/AKS)

Read more: BPJS Updatehttp://www.kpmak-ugm.org/news/bpjs-update.html? start=60#ixzz3IFXpONoR

(11)

BRIDGING system yang dikembangkan BPJS Kesehatan disinyalir dapat membantu pihak rumah sakit dalam proses verifikasi lebih cepat di implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sementara itu, ada 12 rumah sakit masih dalam proses uji coba bridging system.

Namun, Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi

mengatakan bahwa tahun ini menargetkan seluruh rumah sakit yang bermitra dengan mereka akan menggunakan bridging system. Dadang Setiabudi menuturkan saat ini BPJS Kesehatan sedang melakukan sosialisasi mengenai penggunaan

bridging system di berbagai rumah sakit yang bermitra dengan mereka.

"Tahun ini seluruh rumah sakit yang bermitra dengan BPJS akan menggunakan

bridging system. Kita sedang sosialisasi ke seluruh rumah sakit bahwa sistem ini

mempercepat proses antrian dan proses klaim," jelasnya.

Lantas, bila bridging system terasa bermanfaat dalam pelaksanaan JKN, mengapa baru beberapa rumah sakit saja yang menggunakannya? Dadang Setiabudi

menjawab hal tersebut karena sistem ini baru awal dan dalam proses uji coba dan dalam waktu dekat akan dikembangkan ke 12 rumah sakit yang bermitra dengan BPJS Kesehatan.

Ke-12 rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RS Jantung Harapan Kita, RSUD Budi Asih, RSPI Sulianti Saroso, RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUD Tugurejo Semarang, RSUD Moewardi Surakarta, RS Ortopedi Suharso Sukoharjo, RSUD Sutomo Surabaya, dan RSU Haji Surabaya.

"Targetnya sebenarnya semua rumah sakit yang bermitra dengan kami, tetapi proritas kami rumah sakit vertikal setelah itu baru kita menyisir ke yang lain-lain," katanya.

Sementara, sampai dengan April 2014, pengembangan bridging system sudah diimplementasikan secara penuh di lima rumah sakit. Kelima rumah sakit tersebut diantaranya adalah RSUD Koja Jakarta Utara, RSUP Persahabatan Jakarta Timur, RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, RSUP Kandou Manado, dan RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.

(12)

Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, didampingi Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan, Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes, dan Dirut RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Czeresna H. Soejono, SpPD-Kger, meninjau sekaligus meluncurkan loket BPJS Kesehatan yang telah melaksanakan Comprehensive Bridging System BPJS Kesehatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta (3/7).

Saat ini, implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatansudah semakin baik dan animo masyarakat untuk menjadi bagian dari program

tersebut semakin tinggi. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan mutu layanan kepada peserta dan fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan perbaikan melalui bridging system, salah satu inovasi yang memungkinkan dua sistem berbeda dari fasilitas teknologi atau web service, dapat dioperasikan bersama tanpa ada intervensi antara satu dengan lainnya. Dalam layanan JKN, terdapat tiga unsur yang bergabung yakni BPJS Kesehatan, rumah sakit dan mekanisme INA CBGs Kementerian Kesehatan.

Dalam sambutannya, Menkes menyatakan kebanggaannya atas diterapkannya aplikasi bridging system, sehingga pasien peserta JKN tidak harus antre terlalu lama di loket rumah sakit.

Rata-rata kurang dari 3 menit, peserta sudah bisa mendapatkan surat eligibilitas peserta (SEP) dan secara otomatis terdaftar dalam sistem informasi manajemen rumah sakit, ujar Menkes. Selain menguntungkan masyarakat, sistem ini juga akan memberikan keuntungan bagi rumah sakit, diantaranya dapat meningkatkan layanan administrasi peserta, menghemat SDM dan sarana prasarana, perekaman data pelayanan kesehatan dan proses pengajuan klaim menjadi lebih cepat.

Pelayanan cepat ini sangat penting agar semua peserta JKN dapat segera memperoleh pertolongan atau layanan yang diperlukan dan merasa sangat puas, tutur Menkes.

Lebih lanjut, Menkes mengharapkan agar bridging system dapat secepatnya dikembangkan oleh seluruh rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, utamanya 36 rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan.

Saya minta agar seluruh stakeholders JKN untuk mendorong rumah sakit lain untuk melakukan hal yang sama dalam menjamin kecepatan pelayanan demi kesuksesan pelaksanaan JKN, tambah Menkes.

Hingga akhir Juni 2014, dari 1.515 rumah sakit di Indonesia, sebanyak 22 RS yang menyatakan siap mengoperasikan Bridging System secara lengkap. Dari jumlah tersebut, terdapat 8 RS di wilayah Jakarta yang telah menerapkan bridging system secara lengkap, yaitu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RSUP Fatmawati, RS Haji, RS Kanker Dharmais, RS Jantung

(13)

Harapan Kita, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUP Persahabatan.

Sementara sisanya tersebar di seluruh Indonesia, seperti RSUD Margono Soekarjo (Purwokerto), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarya), RSUD Tugurejo (Semarang), RSUD Dr. Muwardi (Surakarta), RSUP Dr. Soeharso (Surakarta), RSUP Dr. Hasan Sadikin (Bandung), RSUD Karawang

(Karawang), RSURSUD Dr. Soetomo (Surabaya), RSUD Dr. W. Sudirohusodo (Mojokerto), RSUD Genteng (Kab. Banyuwangi), RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RSUP Prof. Dr. Kandou (Manado) RSUD Arifin Achmad (Pekanbaru), dan RSUP Adam Malik (Medan). Dari total 215 loket pelayanan yang ada pada 22 RS tersebut, sebanyak 165 loket yang

digunakan untuk mengimplementasikan Bridging System. RSCM sendiri telah menerapkan di semua loket rumah sakitnya, yaitu 23 loket. Sebagai informasi tambahan, saat ini terdapat 72 RS lainnya yang sedang dalam proses pengembangan dan dalam waktu dekat akan segera

mengimplementasikan sistem ini. - See more at:

http://www.depkes.go.id/article/view/201407110002/menkes-tinjau-bridging-loket-bpjs-kesehatan-di-rscm.html#sthash.1rB2IeEP.dpuf

(14)

Hingga akhir Juni 2014, sebanyak 22 rumah sakit telah mengimplementasikan Bridging System secara penuh untuk pasien BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut, 8 rumah sakitnya berada di wilayah Jakarta, yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RSUP Fatmawati, RS Haji, RS Kanker Dharmais, RS Jantung Harapan Kita, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUP Persahabatan. Sementara sisanya tersebar di seluruh Indonesia, seperti RSUD Margono Soekarjo (Purwokerto), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarta), RSUD Tugurejo (Semarang), RSUD Dr Muwardi (Surakarta), RSOP Dr Soeharso Surakarta, RS Hasan Sadikin (Bandung), RSUD Karawang (Karawang), RSUD Dr Soetomo Surabaya, RSUD Dr. W. Sudirohusodo (Mojokerto), RSUD Genteng Kab. Banyuwangi, RSUP Wahidin Sudirohusodo (Makassar), BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou (Manado), RSUD Arifin Achmad (Pekanbaru), dan RSU Adam Malik (Medan).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, dengan implementasi Bridging System ini, proses antrian menjadi jauh lebih cepat karena registrasi peserta hanya pada sistem rumah sakit.

"Dengan sistem ini, peserta tidak perlu lagi mengantri di BPJS Kesehatan Center dan bisa langsung mendaftar di loket rumah sakit, jadi bisa lebih cepat mendapat pelayanan kesehatan," terang Fachmi Idris di acara launching Bridging System di RSCM, Jakarta, Kamis (3/7).

Berdasarkan data per 27 Juni 2014, dari 1.515 rumah sakit di Indonesia, sebanyak 22 rumah sakit dinyatakan siap mengoperasikan Bridging System secara lengkap (komprehensif). Sebanyak 1.239 di antaranya sudah meng-instal webservice lokal di server BPJS Kesehatan, sementara untuk implementasi bridging SEP-INA CBGs, sudah dilakukan oleh 1.178 rumah sakit Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi juga menyampaikan kebanggannya atas diterapkannya aplikasi Bridging System, sehingga pasien JKN tidak harus antri terlalu lama di rumah sakit.

"Pelayanan cepat ini sangat penting agar semua peserta JKN dapat segera memperoleh pertolongan atau pelayanan yang diperlukan dan merasa puas," ujar Nafsiah Mboi.

Ia juga berharap agar Bridging System ini bisa secepatnya dikembangkan oleh seluruh rumah sakit yang telah menjadi provider BPJS Kesehatan, terutama 36 rumah sakit vertikal

Kementerian Kesehatan.

"Saya minta agar seluruh stakeholders JKN untuk mendorong rumah sakit lainnya agar

melakukan hal yang sama dalam menjamin kecepatan pelayanan demi kesuksesan pelaksanaan JKN," tambah Menkes.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayahNya dalam memberikan kemudahan penyusun dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Tingkat Kepuasan

Perlakuan pemberian pupuk organik cair dan perlakuan macam varietas tidak terjadi interaksi nyata terhadap rerata bobot kering biji per tanaman dapat dilihat pada

dicari total selisih yang paling kecil. Proses ini dinamakan pencarian nilai error terkecil. Setelah itu sistem akan menemukan jenis aksara mana yang paling sesuai

Pada ketika itu, Kandungan Kurikulum Standard Sekolah Menengah (KSSM) telah dijajarkan bagi tujuan kegunaan pengajaran dan pembelajaran bagi memenuhi keperluan pembelajaran

Meski sama-sama berasal dari luar negeri, pengungsi luar negeri dan imigran memiliki pengertian yang sangat berbeda, imigran merupakan warga negara asing yang datang ke

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbasis multimedia terintegrasi android untuk pembelajaran laju reaksi

Untuk mengetahui hasil penyebaran data maka dilakukan perhitungan interval dan persentase hasil kuesioner, kemudian nantinya persentase hasil kuesioner dapat

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka disimpulkan : (1) representasi maskulinitas dalam iklan rokok Djarum Super My Live My Adventure terbagi dalam dua representasi