• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: NUR INDAHSARI NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: NUR INDAHSARI NIM:"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

v

PENGALAMAN MASYARAKAT MENGIMPLEMENTASIKAN FATWA MUI TENTANG IBADAH DALAM MASA PANDEMI COVID-19

DI DESA BONTO BIRAO KABUPATEN PANGKEP ( TINJAUAN SOSIOLOGI AGAMA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

NUR INDAHSARI NIM: 105381116916

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI JANUARI, 2021

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya” (Q.S. Al-Baqarah:286)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih tidak terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada mamaku tersayang (Jasmawati), ayahku tercinta (Ibrahim, S.Pd), serta keluargaku yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada

hingga yang tiada mungkin bisa ku balas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk

membuat kedua orang tuaku bahagia. Terima kasih telah memberikan motivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, dan selalu menasehati.

(7)

vii ABSTRAK

Nur Indahsari, 2021. Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep (Tinjauan Sosiologi Agama). Skripsi. Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Nurdin, dan pembimbing II Hadisaputra.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 dan faktor pendukung dan penghambat masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemic COVID-19 di desa Bonto Birao kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilakukan di desa Bonto Birao. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, sebagai situasi atau berbagai fenomena realita sosial tentang implementasi fatwa MUI yang ada di masyarakat desa Bonto Birao. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui berbagai tahapan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, metode dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep bahwa fatwa MUI nomor 14 dan 31 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 merupakan salah satu solusi yang paling tepat bagi masyarakat dalam beribadah di masa pandemi terlebih bagi masyarakat di pedesaan. Pelaksanaan fatwa MUI ini juga bisa dikatakan berjalan lancar karena sebagian besar masyarakat desa Bonto Birao mematuhi protokol kesehatan dan paham akan kondisi sekarang ini yang mengharuskan mereka mengikuti beberapa aturan dari pemerintah agar COVID-19 tidak menyebar luas, meskipun masih ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan karena menganggap desa Bonto Birao berada jauh dari kota dan juga alasan tidak terbiasa menggunakan masker.

(8)

viii ABSTRACT

Nur Indahsari, 2021. Community Experience in Implementing MUI Fatwa About Worship During the Covid-19 Pandemic in Bonto Birao Village, Pangkep Regency (Sociology of Religion Review). Essay. Sociology Education Study Program, Teacher Training and Education Faculty, Muhammadiyah University of Makassar. Advisor I Nurdin, and mentor II Hadisaputra.

The purpose of this study is to determine the experience of the community implementing the MUI fatwa regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic and the supporting and inhibiting factors for the community to implement the MUI fatwa regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic in Bonto Birao village, Pangkep district. This research was conducted in the village of Bonto Birao. This type of research is qualitative research, which is a study that aims to describe, as a situation or various social reality phenomena about the implementation of the MUI fatwa in the Bonto Birao village community. Data collection techniques, namely by observation, interviews, and documentation. The technique of analyzing data through various stages, namely, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Meanwhile, the data validity technique used source triangulation, method and technique triangulation.

The results of this study indicate that, the implementation of the fatwa of the Indonesian Ulema Council regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic in Bonto Birao Village, Pangkep Regency, that MUI fatwas number 14 and 31 concerning the implementation of worship in a situation of the COVID-19 outbreak are one of the most appropriate solutions for people in worshiping during the pandemic, especially for people in rural areas. The implementation of this MUI fatwa can also be said to have run smoothly because most of the people of Bonto Birao village adhere to health protocols and understand the current conditions which require them to follow several regulations from the government so that COVID-19 does not spread widely, although there are still a handful of people who do not comply with the rules. because he considered the village of Bonto Birao to be far from the city and also the reason for not being accustomed to wearing masks.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw sosok teladan umat dalam segala perilaku keseharian yang berorientasi kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama)” yang merupakan salah satu syarat guna menempuh ujian gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan, motivasi beserta doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan dalam skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti semata tetapi tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsih khususnya kepada orang tua, ayah tercinta Ibrahim S.Pd dan ibunda tercinta Jasmawati yang selama ini telah memberikan banyak dukungan dan doa yang tidak pernah putus dan hampir tidak mungkin bisa dibalaskan oleh apapun serta adik-adik ku tercinta Widya Lestari dan Khaerunnisa

(10)

x

yang selalu memberikan dukungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Bapak Kaharuddin, S.Pd., M.Pd., Ph.D Sekretaris Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar.

Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd selaku pembimbing I (satu) yang telah memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis sehingga tersusunnya skripsi ini. Bapak Hadisaputra, S.Pd,. M.Si selaku pembimbing II (dua) yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada penulis. Orang terkasih, serta seluruh keluargaku tercinta yang selalu mendukung dalam segala hal.

Teman-teman seperjuanganku khususnya Sahabatku yang selalu memberi motivasi dan dukungan nya dalam pembuatan skripsi ini. Serta semua pihak yang

(11)

xi

tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas bantuan, doa, dan dukungan nya.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, penulis ucapkan terima kasih. Adapun permohonan maaf penulis yang sangat dalam jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar dalam perbaikan skripsi ke depannya dapat menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Semoga apa yang kita lakukan dapat bernilai dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, Januari 2021

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACK... viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Definisi Operasional... 7

(13)

xiii

A. Kajian Konsep ... 9

B. Sosiologi Agama ... 16

C. Kajian Teori Tindakan Sosial (Max Weber) ... 20

D. Kerangka Fikir ... 22

E. Penelitian Relevan ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ... 27

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 28

C. Informan Penelitian ... 29

D. Fokus Penelitian ... 31

E. Instrumen Penelitian... 31

F. Jenis Dan Sumber Data ... 32

G. Teknik Pengumpulan Data ... 33

H. Teknik Analisis Data ... 34

I. Teknik Keabsahan Data ... 35

J. Etika Penelitian ... 36

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 37

A. Sejarah Desa Bonto Birao ... 37

B. Kondisi Umum Desa Bonto Birao ... 39

C. Keadaan Sosial Budaya ... 42

D. Keadaan Keagamaan ... 43

(14)

xiv

A. Hasil Penelitian ... 45

1. Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah di masa pandemi COVID-19 ... 45

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 ... 56

a. Faktor Pendukung ... 56

b. Faktor Penghambat... 58

B. Pembahasan ... 60

1. Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah di masa pandemi COVID-19 ... 60

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 ... 64 a. Faktor Pendukung ... 64 b. Faktor Penghambat... 65 BAB VI PENUTUP ... 67 A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 73

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Nama Tabel Halaman

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian ... 28

Tabel 3.2 Waktu Penelitian ... 29

Tabel 3.3 Daftar Nama Informan ... 30

Tabel 4.1 Nama Narasumber Sejarah Desa... 38

Tabel 4.2 Nama Pemimpin Atau Kepala Desa... 39

Tabel 4.3 Jumlah KK Dan Jiwa Desa Bonto Birao ... 40

Tabel 4.4 Pendidikan Masyarakat Berdasarkan Status ... 41

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Nama Gambar Halaman

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahun 2020 merupakan tahun yang mengkhawatirkan bagi seluruh Negara, tanpa terkecuali Negara Republik Indonesia. Hal itu disebabkan munculnya wabah virus corona, yang bermula dari Kota Wuhan China, lalu merebak dan menyebar ke penjuru dunia. Pada 2 Maret 2020 pemerintah mengumumkan pertama kalinya 2 kasus pasien positif corona di Indonesia. Data Indonesia menunjukkan ada 27.549 orang yang tersebar di 34 provinsi positif COVID-19 dan 1.663 orang diantaranya meninggal dunia, hingga saat ini jumlah data mengenai pasien positif COVID-19 terus meningkat di Indonesia. Dalam kondisi saat ini, virus corona bukanlah satu wabah yang bias di abaikan begitu saja. Jika dilihat dari gejalanya, orang awam akan mengiranya hanya sebatas influenza biasa, tetapi bagi analisis kedokteran virus ini cukup berbahaya dan mematikan.

Pandemi dari epidemi COVID-19 berhasil memporak-porandakan tatanan seluruh aspek kehidupan manusia, tidak hanya mencabik-cabik kesehatan yang berujung kematian, tetapi juga mengancam luluh lantak nya sendi-sendi kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pertahanan, keamanan, dan keagamaan.

COVID-19 menjadi bencana global yang tidak memilih targetnya berdasarkan pertimbangan agama, suku dan budaya serta aliran. Setiap person

(18)

berpotensi terjangkit apabila kualitas tubuh tidak kuat, tidak menerapkan pola hidup sehat atau tidak menjaga jarak (physical distancing).

Mengantisipasi dan mengurangi jumlah penderita virus corona di Indonesia sudah dilakukan di seluruh daerah. Diantaranya dengan memberikan kebijakan membatasi aktifitas keluar rumah, kegiatan sekolah dirumahkan, bekerja dari rumah, bahkan kegiatan beribadah pun di rumah kan (Rezki, 2020:228).

Terkait kebijakan yang membatasi aktifitas keluar rumah termasuk kegiatan beribadah yang di rumah kan, segala permasalahan yang muncul di masyarakat beragama islam pun meningkat tajam dan semakin kompleks, hal ini perlu segera dipecahkan oleh lembaga yang kapabel, untuk memecahkan permasalahan tersebut sesuai dengan aspirasi mayoritas masyarakat yang beragama islam. Hal ini penting agar umat islam tidak menjauhkan mereka dari agama, tetapi justru fenomena nya masalah tersebut mendekatkan mereka kepada ajaran islam, untuk mencari jawaban terhadap masalah yang mereka hadapi. Masyarakat muslim tidak semuanya memiliki pengetahuan keagamaan yang mendalam meskipun semangat keagamaan mereka tinggi. Oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19.

Fatwa ini diharapkan mampu mengatasi masalah yang terjadi di masyarakat. Dalam fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 tersebut dijelaskan beberapa hal diantaranya: Pertama, dalam hal menjaga tujuan pokok beragama, menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang bisa menyebabkan terpapar virus merupakan

(19)

wujud ikhtiar umat yang harus dilakukan, Kedua, orang yang telah terpapar virus, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan terhadap orang lain, baginya salat Jum’at dapat diganti dengan salat dzuhur, karena salat Jum’at berpeluang menularkan virus secara massal, maka haram baginya melakukan ibadah salat Jum’at dan ibadah lainnya ditempat umum. Ketiga, apabila berada

dalam kawasan yang potensi penularan nya tinggi maka boleh meninggalkan salat Jum’at, menggantinya dengan salat Dzuhur di rumah dan meninggalkan ibadah lain di masjid atau tempat umum lainnya. Keempat, apabila berada di kawasan yang potensi penularan nya rendah maka tetap wajib menjalankan peribadahan seperti semula dengan menjaga jarak, membawa sajadah masin-masing dan sering membasuh tangan dengan sabun. Kelima, dalam kawasan dengan penyebaran COVID-19 tidak terkendali dan mengancam keselamatan jiwa, maka menyelenggarakan salat Jum’at di kawasan tersebut tidak boleh dilaksanakan di

masjid dan wajib mengganti dengan salat Dzuhur di rumah masing-masing ( Fatwa Nomor 14 tahun 2020).

Selang beberapa bulan adanya pandemi COVID-19 MUI kembali mengeluarkan fatwa setelah pemerintah mengumumkan berlakunya new normal. Fatwa yang dikeluarkan di era new normal nomor 31 tahun 2020 menjelaskan beberapa hal diantaranya yaitu : pertama, fatwa MUI tentang shift salat Jum’at saat pandemi, terdapat dua pendapat yang menyatakan bahwa ketika salat Jum’at

dengan model shift (bergelombang) hukumnya sah. Sedangkan pendapat kedua mengatakan salat Jum’at dengan model shift tidak sah, sehingga jamaah yang tidak tertampung mengerjakan salat Dzuhur sebagai pengganti. Terkait dua

(20)

pendapat ini MUI menegaskan, jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat tersebut. Kedua, fatwa MUI tentang penggunaan masker saat salat Jum’at, menggunakan masker yang menutup hidung saat salat hukumnya boleh dan sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat salat. Menutup mulut saat salat hukumnya makruh, kecuali ada hajat Sariyah. Karena itu salat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh (Fatwa Nomor 31 Tahun 2020).

Fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 ini ternyata mendapat respon yang beragam dari masyarakat maupun pengelola masjid. Sama halnya yang terjadi di Desa Bonto Birao dimana pemahaman masyarakat tentang bahaya COVID-19 dan penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19 ini masih sangat minim mengingat desa ini jauh dari pengaruh kota, dilihat dari kasus yang ada seperti pelaksanaan salat Jum’at dan salat taraweh di masjid , beberapa masjid masih melaksanakan salat jamaah seperti biasanya, dan ada pula yang sudah tidak melaksanakan salat jamaah di masjid sesuai edaran yang berlaku.

Penelitian tentang fatwa MUI dan COVID-19 pernah dilakukan oleh Yunus dan Rezki (2020) yang membahas tentang kebijakan pemberlakuan lockdown sebagai antisipasi penyebaran virus corona, Nashiruddin (2017) membahas tentang fatwa MUI dan perannya dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, Hamzah (2018) membahas tentang peran dan pengaruh fatwa MUI dalam arus transformasi sosial budaya di Indonesia, Shodiqin (2020) membahas

(21)

tentang model pemberdayaan jamaah masjid menghadapi dampak corona virus disease 2019 (covid 19), Rusyana (2020) mengkaji tentang fatwa penyelenggaraan ibadah di saat pandemi COVID-19 di Indonesia dan Mesir.

Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19. Kajian ini memiliki kesamaan dari kajian Nashiruddin (2017), Hamzah (2018), Hkikmat (2020), dan Rusyana (2020) yang mengkaji tentang fatwa MUI dan perannya. Dalam kajian Nashiruddin fokus ke peran fatwa MUI dalam kehidupan dan juga metode penetapan fatwa MUI. Kajian Hamzah fokus ke bagaimana peran fatwa MUI dalam merespon dinamika sosial dan budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hkimat fokus ke langkah yang diambil MUI untuk memutus mata rantai persebaran COVID-19 di Indonesia. Dan kajian Rusyana fokus ke respon para ulama Indonesia dan Mesir yang telah merespon pandemi virus COVID-19 dengan tepat yaitu dengan mengeluarkan fatwa yang mengatur pelaksanaan ibadah di saat pandemi.

Melihat kenyataan yang ada bahwa di desa Bonto Birao masih ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan beribadah di masa pandemi sesuai edaran pemerintah, oleh karena itu penulis tertarik meneliti dan mengkaji mengenai “Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama)”.

(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten pangkep?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat yang sangat penting meliputi: 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini yaitu memperkaya khazanah ilmu Sosiologi seputar peranan elit agama dalam mempengaruhi kehidupan pemeluk agama.

(23)

Secara khusus peneliti menerapkan teori Tindakan Sosial untuk mengkaji fenomena tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat: Menyosialisasikan fatwa MUI seputar tata cara beribadah di masa pandemi COVID-19.

b. Bagi penulis: Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian. E. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut: 1. Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga independen yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat islam di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah atau 1975 Masehi di Jakarta, Indonesia.

2. Fatwa

Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum islam. Fatwa sendiri dalam bahasa arab artinya adalah nasihat, petuah, jawaban atau pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui oleh otoritas nya, disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai ketertarikan. Dengan demikian fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya (Hamzah, 2018:132).

(24)

3. Pandemi COVID-19

Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak dimana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Virus Corona atau Severe actuate respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menyebar kemanusiaan.

4. Sosiologi Agama

Secara umum Sosiologi Agama merupakan ilmu yang mempelajari fenomena agama menggunakan perspektif, pendekatan, dan kerangka penjelasan Sosiologis. Menurut Dillon dalam Haryanto (2015:7), Sosiologi Agama memperlakukan agama sebagai fakta sosial yang dapat di observasi secara empiris. Sosiologi Agama menggunakan perspektif Sosiologi dalam mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan berbagai cara bagaimana agama berlaku di masyarakat.

Ruang lingkup kajian dalam Sosiologi Agama yakni masyarakat agama, bukanlah agama sebagai sebuah ajaran (dogma dan moral) tetapi agama sebagai sebuah fenomena sosial. Contohnya, kelompok atau institusi agama yang memiliki ciri khusus lewat peraturan yang telah ditentukan oleh agama, yang akan disoroti struktur dan fungsinya serta pengaruhnya terhadap masyarakat.

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Tinjauan Umum Majelis Ulama Indonesia a. Peran Majelis Ulama Indonesia

Dalam khittah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, Majelis Ulama Indonesia menjalankan fungsi profetik yakni memperjuangkan fungsi perubahan kehidupan agar berjalan sesuai ajaran islam, walaupun dengan konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya bertentangan dengan sebagian tradisi budaya, dan peradaban manusia.

2. Sebagai pemberi fatwa, Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa, Majelis Ulama Indonesia mengakomodasikan dan menyalurkan aspirasi umat islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaan nya.

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat. Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelayan umat yaitu melayani umat islam dan masyarakat luas dalam memenuhi harapan, aspirasi, dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini, MUI senantiasa berikhtiar memenuhi

(26)

permintaan umat islam, baik langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan fatwa keagamaan.

4. Sebagai gerakan Islah wa Al Tajdid, Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelapor islah yaitu gerakan pemurnian islam serta tajdid yaitu gerakan pembaharuan pemikiran islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat islam, maka MUI dapat menempuh jalan kompromi dan mencari hukum yang lebih kuat. 5. Sebagai penegak amar makruf dan nahi Munkar, yaitu dengan

menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan Istiqamah. Dalam menjalankan fungsi ini, MUI tampil di barisan terdepan sebagai kekuatan moral bersama sebagai berbagai potensi bangsa lainnya untuk melakukan rehabilitasi sosial (wibowo, 2006:5).

b. Fungsi Majelis Ulama Indonesia

1) Sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan Islami.

2) Sebagai wadah silaturahmi para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam dan menggalang ukhuwah islamiah.

3) Sebagai wadah yang mewakili umat islam dalam hubungan dan konsultasi antar umat beragama.

(27)

4) Sebagai pemberi fatwa kepada umat islam dan pemerintah, baik diminta maupun tidak (Khaera, 2019: 29).

c. Kewenangan Majelis Ulama Indonesia Dalam Berfatwa

1) Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara Nasional.

2) Masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain.

3) Teknik berfatwa yang dilakukan MUI adalah rapat komisi dengan menghadirkan ahli yang diperlukan dalam membahas suatu permasalahan yang akan di fatwa kan (Ibid:27).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah wadah yang mempersatukan pendapat dan pemikiran ulama-ulama di Indonesia melalui pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’uma yang datang dari

berbagai penjuru tanah air, guna menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat.

2. Tinjauan Umum Fatwa a. Pengertian Fatwa

Pengertian fatwa secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa. Menurut Ibnu Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaitu, fatwan, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafi) baik secara perorangan atau kolektif (Hamzah, 2017:132).

(28)

Dari pengertian diatas, terdapat dua hal penting, yaitu:

1) Fatwa bersifat responsive, yaitu merupakan jawaban hukum (legal opinion) yang dikeluarkan setelah adanya suatu pertanyaan atau permintaan fatwa (based on demand).

2) Fatwa sebagai jawaban hukum (legal opinion) tidaklah bersifat mengikat. Orang yang meminta fatwa (mustafti), baik perorangan, lembaga, maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi atau hukum yang diberikan kepadanya (Ahyar, 2011:23).

Secara bahasa fatwa bermakna petuah, nasihat ulama, keputusan yang diberikan oleh mufti (pemberi fatwa) tentang suatu masalah. Secara bahasa fatwa memiliki tiga makna yaitu penjelasan, jawaban atas pertanyaan dan penjelasan serta jawaban atas sebuah persoalan yang rumit. Sedangkan istilah fatwa bisa bermakna al-ikhbar bi al-hukm asy-syar’I ma’a al-m’rifah bi dalilihi, mengkhabarkan atau memberitahukan sebuah hukum syara’ disertai pengetahuan atas dalilnya (Nashiruddin, 2017:4).

Makna fatwa secara bahasa dan istilah tersebut setidaknya memberikan pengertian bahwa fatwa bisa berupa komentar atas sebuah peristiwa, dan juga bisa jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Fatwa sebagai sebuah ikhbar oleh karena itu tidak bersifat mengikat, baik untuk si penanya ataupun orang lain. Orang yang bukan penanya pun, atas pertimbangannya sendiri, boleh mengikuti fatwa yang dikeluarkan berdasar pertanyaan orang lain. Orang yang mengetahui fatwa memiliki opsi untuk mengikuti atau menolak sebuah fatwa. Al-Qarafi, misalnya,

(29)

mengatakan bahwa fatwa berbeda dengan keputusan pengadilan, karena jika fatwa bersifat ikhbar, maka keputusan pengadilan itu mengikat pada pihak-pihak yang bersengketa (Ibid, 2017:5).

b. Metode Penetapan Fatwa MUI

Fatwa mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama islam. Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum islam. Hukum islam yang penetapan nya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan menghadapi persoalan yang serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang yang tidak ter cover dalam Nash-Nash keagamaan.

Salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi metodologi (man haj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan man haj termasuk yang dilarang oleh agama. Menetapkan fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan (li al-hajah), atau karena adanya kemaslahatan (li al-mashlahah), atau karena intisari ajaran agama (li maqashid as-syari’ah), dengan tanpa berpegang pada mushus syari’ah, termasuk kelompok kebablasan (ifrathi).

Sebaliknya kelompok yang rigid memegang teks keagamaan dengan tanpa memperhatikan kemaslahatan dan intisari ajaran agama, sehingga banyak permasalahan yang tidak bisa dijawab, maka kelompok seperti ini termasuk gegabah (tafrithi).

Oleh karenanya, dalam berfatwa harus tetap menjaga keseimbangan, antara harus tetap memakai man haj yang telah disepakati para

(30)

ulama, sebagai upaya untuk tidak terjerumus dalam kategori memberikan fatwa tanpa pertimbangan dalil hukum yang jelas. Tapi di sisi lain juga harus memperhatikan unsur kemaslahatan dari fatwa tersebut, sebagai upaya untuk mempertahankan posisi fatwa sebagai salah satu alternative pemecah kebekuan dalam perkembangan hukum islam.

Dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI, fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum (Pasal 1). Penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang disebut Komisi Fatwa dengan didasarkan pada Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Qiyas, dan dalil lain yang muktabar (pasal 2, 3). Proses penetapan fatwa bersifat responsive, proaktif dan antisipatif, dan fatwa yang ditetapkan bersifat argumentative (memiliki kekuatan hujjah), legitimatif (menjamin penilaian keabsahan hukum, kontekstual (waqi’iy), aplikatif (siap diterapkan), dan moderat (pasal 4) (Nashiruddin, 2017:4).

Metode penetapan fatwa MUI dilakukan dengan lebih dahulu melakukan kajian komprehensif untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang masalah (tashawwur al-masalah) dengan cara menelaah pendapat para fukaha, para imam madzhab, fatwa-fatwa lain yang terkait serta pandangan ahli fiqih untuk masalah yang dihadapi. Jika masalah yang diajukan untuk mendapatkan fatwa sudah jelas dalil dan hukumnya, maka akan ditetapkan sebagaimana adanya, jika terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, maka akan dilakukan metode al-jamu wa at-Taufiq untuk mencari titik temu dan langkah kompromistis atas perbedaan yang ada, dan jika metode itu tidak

(31)

bisa digunakan, maka akan dilakukan tar jih, mencari dalil dan pendapat yang paling kuat. Sebaliknya, jika persoalan yang diajukan belum ditemukan pendapat hukumnya, maka akan dilakukan ijtihad secara kolektif melalui metode bayani dan ta’lili (qiyasi, istishlahi, ilhaqi, istihsani dan sad adz-dzarai’) dengan memperhatikan kemashlahatan umum dan maqashid asy-syari’ah (pasal 5-7) (Ibid, 2017:5).

3. COVID-19

Virus Corona adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menyebar kemanusiaan. Walaupun lebih banyak menyerang lansia, tapi sebenarnya virus ini bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan menyusui (Fadli, 2020:1).

Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua Negara termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Hal tersebut membuat beberapa Negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan berupa Pembatasan Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.

(32)

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernafasan. Pada banyak yang terjadi, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernafasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).

 Gejala Virus Corona (COVID-19)

Gejala awal infeksi Virus Corona bisa menyerupai gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah berat. Penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan virus.

Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona, yaitu demam (suhu tubuh diatas 38 derajat Celsius), batuk kering, dan sesak napas. Adapun beberapa gejala lain yang bisa muncul pada virus Corona meskipun lebih jarang yaitu, diare, sakit kepala, conjunctivitis, hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau dan ruam di kulit. Gejala-gejala ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona (Fadli, 2020:3).

B. Sosiologi Agama

1. Pengertian Dan Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Agama

Secara umum Sosiologi Agama merupakan ilmu yang mempelajari fenomena agama menggunakan perspektif, pendekatan, dan kerangka penjelasan sosiologis. Menurut Dillon dalam Haryanto (2015:31), Sosiologi

(33)

Agama memperlakukan agama sebagai fakta sosial yang dapat di observasi secara empiris. Sosiologi Agama menggunakan perspektif Sosiologi dalam mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan berbagai cara bagaimana agama berlaku di masyarakat. Sosiologi Agama tidak berusaha membuktikan kebenaran keberadaan Tuhan atau menunjukkan kecocokan antara agama dan ilmu pengetahuan.

Bagi Sosiologi Agama, agama sama halnya dengan struktur sosial lain. Sebagai institusional yang formal, agama menjadi basis orientasi personal. Agama dan sikap religi utas berfungsi mempertahankan solidaritas dan integritas di masyarakat. Melemahnya peran agama pada masyarakat modern berpotensi menghilangkan sumber potensial kesatuan moral dan spiritual (Simmel dalam Haryanto, 2015:32). Agama dalam perspektif Sosiologi memiliki dua aspek, yakni agama sebagai sistem kepercayaan dan agama sebagai salah satu institusi sosial. Aspek pertama, agama terdiri atas seperangkat kepercayaan, nilai, norma, dan hukum yang menginstruksikan kebenaran bagi para penganutnya. Selanjutnya konstruksi tersebut membentuk pandangan dunia (word views) dan berbagai persepsi –pesepsi yang menyangkut berbagai persoalan hidup sehari-hari. Agama sebagai suatu institusi sosial merupakan suatu pola tindakan sosial terorganisasi dalam kaitannya dengan kepercayaan dan praktik-praktiknya. Jadi perbedaan antara dua aspek tersebut terletak pada lokus nya. Aspek pertama menyangkut lokus mind, artinya agama sebagaimana yang dipahami dalam alam pikiran manusia.

(34)

Sementara aspek kedua lokus nya ialah action, yakni ekspresi keagamaan masyarakat yang mencerminkan kepercayaan yang diyakininya.

Ruang lingkup kajian dalam Sosiologi Agama ialah: Pertama, masyarakat beragama, yakni suatu perhimpunan hidup, yang unsur paling utamanya adalah agama atau nilai-nilai keagamaan. Kedua, kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan. Pandangan Sosiologi Agama ialah melihat kelompok-kelompok serta lembaga-lembaga keagamaan dengan berbagai kompleksitas sosialnya, yakni yang mencakup pembentukan nya, pemeliharaan dan pembaharuan, serta kegiatan demi kelangsungan hidup. Ketiga, perilaku individu dan kelompok agama, perilaku individu dalam kelompok agama dapat dikatakan sebagai suatu proses sosial yang dapat mempengaruhi proses sosial yang kemudian mempengaruhi kesadaran kelompok sosial dalam bentuk status keagamaan serta perilaku keagamaan ya. Keempat, konflik antar kelompok agama, contoh konflik sosial yang terjadi merujuk pada konflik antar kelompok agama yang saling berseteru akibat adanya kesalahpahaman. Kelima, organisasi keagamaan, dalam organisasi keagamaan Sosiologi mengkaji bagaimana suatu organisasi agama dapat mengorganisir dan menggerakkan kelompok agama dalam satu tujuan (Wibisono, 2020:8).

2. Sosiologi Agama Emile Durkheim Dan Max Weber

Emile Durkheim melalui pengamatannya terhadap fenomena keagamaan masyarakat Aborigin di Australia, membuktikan bahwa agama memiliki fungsi mengintegrasikan masyarakat dalam suatu tatanan moral.

(35)

Anggota masyarakat masing-masing mempunyai peran dalam menyusun tatanan moral tersebut melalui aktivitas ritual suci sebagai tindakan kolektif yang mencerminkan kelompok solidaritas kelompok. Menurut Durkheim, masyarakat dibangun di atas entitas dan realitas moral. Ritual-ritual agama meningkatkan kesadaran dan loyalitas kelompok. Agama menentukan struktur sosial suatu masyarakat. Selain itu, agama mengendalikan perilaku menyimpang pada satu sisi dan pada sisi lain meningkatkan harmoni dan solidaritas sosial. Agama juga meningkatkan kepatuhan dan loyalitas dalam masyarakat. Durkheim percaya bahwa agama merupakan pemujaan masyarakat (Haryanto, 2015:58).

Max Weber menyatakan religi utas atau perilaku-perilaku yang di motivasi secara magis adalah perilaku yang relatif rasional, khususnya dalam manifestasi-manifestasi awalnya. Hal itu diikuti aturan pengalaman, dengan demikian tidak dapat digolongkan ke dalam tindakan rasional (skema-alat-tujuan). Pandangan ini bertentangan dengan para pemikir kontemporer yang pada umumnya menyatakan bahwa ilmu pengetahuan mampu mengkover seluruh problema sebagai suatu penjelasan karena berdasarkan fakta empiris sementara agama hanya menawarkan penjelasan filosofis dan magis dan menegasikan pengalaman. Weber juga berpendapat bahwa sesungguhnya dogma agama aslinya ialah irasional. Ia kemudian menyatakan bahwa agama “secara relatif rasional” dan berbeda dengan ilmu pengetahuan dan tindakan rasional atau tindakan ber skema alat-tujuan (Ibid, 2015:64).

(36)

Menurut Eglitis dalam Haryanto (2015:65), karya weber tersebut menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas yang memotivasi perusahan-perusahan kapitalis memiliki kontribusi bagi perkembangan rasionalisasi di dunia, tetapi secara paradoksal terdapat kecenderungan untuk semakin melupakan agama dan kepercayaan-kepercayaan magis. Etika dan nilai-nilai yang tumbuh pada awal perkembangan kapitalisme mengalami keruntuhan, ketika kapitalisme tidak mendukung kepercayaan agama apa pun. Institusi-institusi kapitalisme pada lain pihak membutuhkan dukungan struktur-struktur rasional termasuk birokrasi dan kewenangan politik yang legal-rasional. C. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)

Tindakan sosial merupakan suatu perilaku, perbuatan seorang individu atau kelompok dalam upaya pencapaian tujuan dirinya. Tindakan tersebut juga bisa dilakukan secara berkelompok, sehingga memberikan pengaruh bagi lingkungannya. Max Weber mengatakan bahwa tindakan sosial adalah sebuah tindakan manusia yang dapat memengaruhi individu-individu lain yang ada dalam masyarakat (Putra, 2020:6).

Dalam tindakan sosial, manusia melakukan sesuatu dikarenakan ada sebuah tujuan yang ingin didapatkan, barulah setelah itu dilakukan sebuah tindakan/pergerakan. Ada empat tipe tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber, yaitu:

1. Tindakan Rasionalitas Instrumental, yaitu tindakan ini ditujukan dalam mencapai tujuan-tujuan secara rasional dan diperhitungkan dengan baik oleh aktor yang melakukannya. Seperti halnya penelitian ini

(37)

tentang tindakan yang diambil pemerintah agar masyarakat dapat terhindar dari virus COVID-19, dan tetap menjalankan ibadah sebagaimana semestinya.

2. Tindakan Rasional Nilai, tindakan rasional ini memiliki sifat bahwa ala-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Dalam penelitian ini pemerintah maupun lembaga Majelis Ulama Indonesia melakukan sosialisasi tentang fatwa penyelenggaraan ibadah di masa pandemi agar masyarakat tidak bingung perihal melaksanakan ibadah di masa pandemi.

3. Tindakan Tradisional, yaitu tindakan yang dilakukan karena telah bersifat turun-temurun dan akhirnya berkelanjutan.

4. Tindakan Afektif, yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan dorongan emosi, dan tentunya dilakukan dengan pemikiran yang irasional (tidak rasional). Seperti dalam penelitian ini ketika seseorang melihat ada yang tidak mematuhi protokol kesehatan di tengah keramaian orang tersebut akan menegur langsung dan memberi pengertian bahwa pentingnya mematuhi protokol kesehatan (Ibid, 2020:8).

Kesimpulan pengutaraan yang dijelaskan oleh Max Weber terkait dengan tindakan sosial sebenarnya memiliki tujuan yang baik ditengah-tengah masyarakat, hanya saja kembali lagi kepada individu yang melakukan suatu

(38)

tindakan sosial tersebut. Tindakan yang dilakukan bisa bersifat positif bagi dirinya atau malah merugikan banyak orang lain.

D. Kerangka Pikir

Kerangka Berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa konsep yang di dalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Yang menjadi kriteria utama dalam membuat suatu kerangka berpikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur pemikiran yang logis dalam membuat suatu kerangka berpikir dapat membuahkan kesimpulan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji, menggambarkan atau mendeskripsikan tentang pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19. Dimana Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020 dan nomor 31 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Adanya fatwa ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang menganjurkan masyarakat membatasi aktifitas keluar rumah termasuk kegiatan beribadah yang di rumah kan, dan anjuran memakai masker ketika salat berjamaah di masjid.

Dari penjelasan diatas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai berikut:

(39)

Bagan 2.1 Kerangka Pikir Bagan 2.1 Kerangka pikir

E. Penelitian Relevan

Penelitian relevan atau penelitian terdahulu yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan di teliti perlu ada penelitian yang sudah ada yang di anggap relevan dengan penelitian ini.

Penelitian terdahulu tersebut antara lain sebagai berikut: Pandemi COVID-19

Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Nomor 14 Tahun 2020 Dan Nomor 31 Tahun 2020

Bagaimana Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Fatwa MUI Hasil Penelitian Teori Tindakan Sosial

(40)

1. Yunus dan Rezki (2020) meneliti tentang Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif dan pendekatan kasus. hasil penelitiannya menyatakan bahwa kegiatan lockdown dalam suatu wilayah yang ter dampak wabah virus corona perlu dilakukan sebagai upaya meminimalisir penyebaran wabah virus tersebut. Walaupun tentunya menimbulkan dampak negatif yang beresiko pada tatanan perekonomian Negara. Dan penelitian ini juga menyatakan bahwa Indonesia sudah mengalami kondisi dimana kekhawatiran masyarakat terhadap COVID-19 cukup besar, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk melakukan Lockdown, sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona COVID-19. Adapun perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti, penelitian ini lebih kepada pelaksanaan fatwa MUI tentang ibadah dalam masa pandemi dan akan lebih mendalam lagi meneliti tentang dampak dan faktor implementasi fatwa MUI tersebut, sedangkan penelitian relevan dari Yunus dan Rezki ini lebih kepada kebijakan perlakuan lockdown di masa pandemi.

2. Nashiruddin (2017) meneliti tentang Fatwa MUI Bidang Ibadah Dan Perannya Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim, yang paling berkompeten di Indonesia untuk menjawab dan memecahkan persoalan sosial yang dihadapi oleh masyarakat muslim Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti, penelitian ini lebih kepada pengalaman masyarakat

(41)

mengimplementasikan fatwa MUI tentang ibadah dalam masa pandemi, sedangkan penelitian Nashiruddin lebih kepada peran MUI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Suhartono (2017) meneliti tentang Eksistensi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dalam Perspektif Negara Hukum Pancasila. Penulisan ini merupakan penelitian hukum yang berobjek kan substansi hukum islam, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum , maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam menjawab isu hukum yang diajukan dalam penulisan ini, digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dimana kesimpulan dari penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan fatwa MUI di Indonesia sangat penting bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam konteks pembangunan system hukum berbasis syariah.

4. Hkikmat, DKK. (2020) meneliti tentang Implementasi Ma Qasid Syariah Dalam Mata Rantai Persebaran COVID-19 Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan subyektif interpretif terhadap berbagai fenomena yang berkembang terkait dengan berbagai ikhtiar, baik yang dilakukan pemerintah, organisasi keagamaan, maupun masyarakat dalam kerangka penanggulangan persebaran COVID-19. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu Fatwa MUI merupakan salah satu sumber hukum dan pedoman bagi umat islam dalam menjalankan aktivitas keagamaan di tengah-tengah pandemi COVID-19 .

(42)

5. Rusyana, DKK. (2020) meneliti tentang Fatwa Penyelenggaraan Ibadah Di Saat Pandemi COVID-19 Di Indonesia Dan Mesir. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan (comparative), dengan mengkaji fatwa di dua Negara secara comparative, dengan metode penulisan deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa keseriusan dan kewaspadaan kita di dalam menghadapi virus COVID-19 yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mengobatinya, seharusnya lebih diutamakan dibandingkan dengan perdebatan tentang kepatuhan kepada teks. Mematuhi fatwa yang mengatur pelaksanaan ibadah di tengah pendemi adalah jalan terbaik bagi umat islam untuk mengurangi resiko terkena virus-19.

Dari semua penelitian tersebut memiliki persamaan setiap penelitian yaitu meneliti tentang pandemi COVID-19, Fatwa, dan Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut terdapat perbedaan pada penelitian terdahulu. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti kali ini yaitu mengkaji tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19 dengan fokus kajian yang akan di teliti mengenai pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19. Kebaruan dari penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengkaji mengenai Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Di Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sosial yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, sebagai situasi atau berbagai fenomena realita sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, atau fenomena tertentu (Afrizal, 2015:13).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Fenomenologi. Pendekatan Fenomenologi ini mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang disadari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu (Auliyah, 2014:79).

Disini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti akan berusaha mendeskripsikan, menganalisis serta memaparkan mengenai Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian, peneliti memberikan penjelasan alasan pemilihan lokasi, baik Obyektif maupun Subyektif.

(44)

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian

Penelitian ini terkait dengan

pengalaman masyarakat

mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah dalam masa pandemi COVID-19, dilakukan di Desa Bonto Birao kabupaten Pangkep.

Peristiwa/ Persoalan (Issue)

Di desa Bonto Birao masih banyak masyarakat yang melakukan aktifitas di luar rumah dan masih aktif melakukan salat jamaah di masjid di tengah pandemi COVID-19 ini. Dengan adanya fatwa tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 ini yang menyarankan agar kegiatan beribadah termasuk salat jamaah di masjid digantikan dengan salat di rumah masing-masing. Oleh sebab itu peneliti tertarik meneliti tentang implementasi masyarakat desa Bonto Birao terhadap fatwa MUI tersebut.

(45)

2. Waktu Penelitian: Peneliti terlebih dahulu menjelaskan waktu pelaksanaan penelitian, selanjutnya peneliti membuat table jadwal penelitian, dengan format sebagai berikut:

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

No.

Jenis kegiatan Bulan I Bulan II Bulan III BULAN IV I I

I

III IV I I I

III IV I II III IV I II III IV 1 Pengusulan judul

2 Penyususnan proposal 3 Konsultasi pembimbing 4 Seminar proposal

5 Pengurusan izin penelitian 6 Pelaksanaan penelitian 7 Pengolahan data, analisis

dan penyususnan laporan 8 Seminar hasil

C. Informan Penelitian

Informasi penelitian merupakan sebagai informasi yang telah memberikan data yang diperlukan oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa orang yang dianggap dapat memberikan data atau informasi yang benar dan akurat terhadap yang diteliti. Yang dijadikan sebagai informan penelitian ini adalah:

(46)

1. Informan Kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlakukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Saleh Mustafa selaku Ketua MUI Kecamatan Tondong Tallasa dan Rahmatullah S.I.Pem selaku Kepala Desa Bonto Birao.

2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah Santuo S.Pd (Imam Masjid Nurul Yaqin) dan Nurdin (Wakil Imam Masjid Jami Aenal Yaqin).

3. Informan Tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan tambahan yaitu, M.Yahya (Jamaah Jami Aenal Yaqin), Maleng (Jamaah Nurul Yaqin), dan Ibrahim (Jamaah Nurul Yaqin).

Tabel 3.3 Daftar Nama Informan

No. Nama Usia Alamat Pekerjaan Jama’ah

1. Saleh Mustafa 66 Tondong kura

Ketua MUI Kec. Tondong tallasa

2. Rahmatullah S.I.Pem 43 Bonto Kepala Desa Bonto Birao

Jami Aenal Yaqin 3. Santuo S.Pd 36 Pullomba Imam dan Guru Nurul Yaqin

(47)

dan petani Yaqin

5. M. Yahya 57 Bonto Petani Jami Aenal

Yaqin

6. Maleng 60 Birao Petani Nurul Yaqin

7. Ibrahim 50 Mamalle Guru Nurul Yaqin

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada bagaimana dan apa faktor pendukung serta penghambat masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pendemi COVID-19 di desa Bonto Birao kabupaten Pangkep.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Peneliti sendiri sebagai instrument dalam penelitian kualitatif. Adapun alat-alat penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pedoman wawancara, adalah alat yang digunakan dalam melakukan wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari informan yang berupa daftar pertanyaan (Terlampir).

(48)

2. Pedoman observasi, digunakan agar ketika peneliti sampai di lapangan, peneliti tidak kaget dan tetap pada tujuan utamanya melakukan penelitian dengan fokus yang diminati nya. Pedoman observasi ini jug berguna dalam memperlancar perolehan data apabila digunakan secara maksimal (Terlampir).

3. Checklist dokumen, adalah menggunakan dokumen/arsip untuk menambah informasi. Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk Profil desa, surat edaran Bupati, dan fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 14 dan 31 tahun 2020.

4. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai alat untuk mencatat informasi yang didapat pada saat wawancara.

5. Gawai, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan dengan informan, dan Kamera untuk mengambil gambar di lapangan yaitu pada saat wawancara.

F. Jenis Dan Sumber Data

Sugiyono (2010:15), data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung untuk melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat pengumpulan data. Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh

(49)

langsung dari setiap informan yang diwawancarai secara langsung dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2013: 308), data sekunder merupakan sumber data yang tidak didapat secara langsung oleh peneliti. Data bukan berasal dari pihak pertama, tetapi dari pihak kedua. Data yang didapat berupa data tertulis, yaitu sumber di luar kata-kata dan tindakan yang termasuk sebagai sumber data kedua, namun tetap penting untuk menunjang pengumpulan data penelitian. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari jurnal, dan data lain yang relevan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi, adalah dimana peneliti langsung turun kelapangan mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Para penelti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam (Creswell, 2016:254). Jadi disini peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian di Desa Bonto Birao. Adapun tempat observasi yang dilakukan peneliti adalah masjid dan wilayah sekitar desa Bonto Birao.

2. Wawancara (Interview), adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dicatat atau direkam dengan alat. Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan narasumber dan wawancara dilakukan

(50)

dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan kepada narasumber, hingga keterangan dianggap cukup untuk melengkapi informasi terhadap penelitian. Terkait topik-topik yang diajukan kepada narasumber salah satunya yaitu tentang bagaimana penerapan fatwa MUI dan apa faktor penghambat serta pendukung fatwa tersebut, serta bagaimana tanggapan masyarakat terhadap fatwa MUI ini.

3. Dokumentasi, merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2013: 326). Penggunaan dokumen dalam penelitian ini sangat penting sebagai data sekunder karena menjadi bahan pendukung data primer yang telah didapat dari wawancara dan observasi untuk menjawab rumusan masalah. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan foto, fatwa MUI nomor 14 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19, fatwa MUI nomor 31 tentang penyelenggaraan salat Jum’at dan jamaah untuk mencegah penularan wabah COVID-19, dan data-data penduduk desa Bonto Birao (Propil Desa).

H. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Reduksi data, yaitu proses penyelesaian, penyederhanaan, dan abstraksi

dari data yang diperoleh dan catatan tertulis yang terdapat di lapangan. Pada penelitian ini peneliti melakukan tindakan reduksi data dengan cara

(51)

menyeleksi, dan menyederhanakan catatan-catatan hasil wawancara dari lokasi penelitian yang bersumber dari informan di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.

2. Penyajian data, yaitu rangkaian informasi yang memungkinkan untuk ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang akan dilakukan. Selain berbentuk sajian dengan kalimat, sajian data dapat ditampilkan dengan berbagai jenis gambar, kaitan kegiatan, dan table. Informasi berupa data yang peneliti dapatkan dari Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.

3. Penarikan kesimpulan, yaitu semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan , konfigurasi yang mungkin berkaitan dengan data. Penarikan kesimpulan merupakan tahapan akhir penelitian. I. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data adalah proses men triangulasi tiga data yang terdiri dari tiga data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Adapun alat yang digunakan untuk menguji keabsahan data yaitu:

1. Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber pengolahan data. Disini peneliti melakukan wawancara tentang fatwa MUI secara mendalam dan observasi.

2. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan inormasi atau data dengan cara yang berbeda.

(52)

3. Triangulasi Teknik, menurut Sugiyono (2013:330) triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti menggunakan observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu maka segi etika harus di perhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain :

1. Meminta persetujuan informan (Informan Consent) terlampir.

2. Meminta izin kepada informan jika ingin merekam wawancara, dan mengambil foto/video.

3. Integritas, yaitu tepati selalu janji dan perjanjian lakukan penelitian dengan tulus, upayakan selalu menjaga konsistensi pikiran dan perbuatan.

(53)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

Sebagaimana halnya Daerah atau Desa – Desa yang lain , Desa Bonto Birao memiliki Sejarah dan latar belakang tersendiri. Menurut keterangan yang dapat dihimpun oleh Tim Penyusun RPJM Desa dari berbagai sumber dan fakta yang ada di lapangan bahwa Desa Bonto Birao meliputi Kampung yaitu :

 Kampung Bonto Sebagai Ibu kota Desa  Kampung Birao

 Kampung Kalajong  Kampung Kulanga  Kampung Barone  Kampung Mangguliling

Sebelum adanya PP Nomor 5 Tahun 1978, bahwa Desa Bonto Birao awalnya adalah Kampung Kahu atau Karaeng Kahu yang merupakan lanjutan dari Kampung Birao dan kampung Bonto yang berasal dari Minasate’ne. Kemudian pada Tahun 1967 di gabung menjadi Desa Biranne (Birao, Bonto dan Lanne) karena pada waktu itu jumlah penduduk tidak bersyarat di jadikan dua Desa. Nama Desa Biranne berlangsung sejak Tahun 1962 hingga pada Tahun 2000 karena pada tahun 2000 sejumlah Tokoh Masyarakat menghendaki adanya pemekaran

(54)

Desa Biranne kembali menjadi dua buah Desa yaitu: Desa Bonto Birao dan Desa Lanne (Dokumen RPJM Desa Bonto Birao, 2017-2022:5).

Tabel 4.1 Nama-Nama Narasumber Sejarah Desa

No. Nama Umur Alamat Keterangan

1. Muh. Ali Cam 67 Bonto Mantan kades

2. Abdullah Sira 63 Birao Mantan kadus

birao 3. Cam Dg.

Ngerang

90 Bonto Sesepuh

4. Pahaj 71 Barone Tokoh masyarakat

5. Lallung 74 Kalajong Tokoh masyarakat

*Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022

Dengan disetujuinya Pemekaran Desa Biranne pada tahun 2000 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, maka Desa Biranne resmi menjadi dua buah Desa yaitu :

1. Desa Bonto Birao 2. Desa Lanne

Kedua desa diatas kemudian selanjutnya masing-masing berdiri sendiri sejak Tahun 2000 hingga sekarang.

Sejak adanya istilah Pemerintahan Desa, desa Bonto Birao mengalami beberapa pergantian pemimpin atau Kepala Desa Yaitu:

(55)

Tabel 4.2 Nama Pemimpin atau Kepala Desa

NO. NAMA TAHUN KETERANGAN

1. Muh. Ali Cam 2001-2002 Pjs

2. Muh. Ali Cam 2002-2007 Kepala Desa

3. Mustamin, SE 2007-2008 Pjs

4. Abd. Kadir 2008-2014 Kepala Desa

5. Bahtiar, S. I. pem 2014-2015 Pjs

6. Mustamin, SE 2016 Pjs

7. Rahmatullah, S. I. pem 2016-sekarang Kepala Desa *Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022

B. Kondisi Umum Desa Bonto Birao 1. Batas Wilayah

a) Sebelah Utara: Berbatasan dengan Desa Lanne

b) Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Desa Tompo Bulu Kec. Balocci

c) Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Patanyamang Kab. Maros d) Sebelah Barat: Berbatasa dengan Desa Tondong Kura dan

Bantimurung

Desa Bonto Birao merupakan salah satu dari 6 desa yang berada di Kecamatan Tondong Tallasa. Luas wilayah Desa Bonto Birao secara keseluruhan adalah seluas + 15,92 Km2, desa Bonto Birao berada di ketinggian 880 meter di atas permukaan laut. Desa Bonto Birao Kecamatan Tondong Tallasa secara topografi merupakan

(56)

perbukitan/pegunungan. Wilayah Desa Bonto Birao yang beriklim tropik basah memiliki curah hujan sebesar 200-300 mm per tahun. Desa Bonto Birao memiliki intensitas curah hujan sedang sehingga suhu udara tinggi dan kategori ini cukup untuk dapat mendukung kegiatan masyarakat dalam bidang pertanian. Iklim di Desa Bonto Birao terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November hingga Mei. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Juni sampai Oktober (Dokumen RPJM Desa Bonto Birao, 2017-2022:1).

2. Jumlah penduduk

Penduduk merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan, disebabkan karena maju mundurnya daerah sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Desa Bonto Birao memiliki jumlah penduduk sebanyak 1543, jiwa laki-laki 698, perempuan 845 terbagi dalam dua dusun. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk dapat di lihat pada table berikut:

Tabel 4.3 Jumlah Kk Dan Jiwa Desa Bonto Birao

No. Dusun Jumlah Kk Jumlah Jiwa Jumlah %

Lk Pr Kk Jiwa Kk Jiwa

1. Bonto 252 430 526 252 956 60 67

2. Birao 203 468 319 203 587 40 33

Total 455 698 845 455 1543 100 100

(57)

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di desa Bonto Birao dapat dilihat berdasarkan status pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Pendidikan Masyarakat Berdasarkan status No. Tingkat pendidikan Jumlah jiwa

Dusun bonto jml Dusun birao Jml Total % Lk Pr Lk Pr 1. Tidak pernah sekolah 18 39 57 15 26 41 98 6,5 2. Belum sekolah 20 28 48 12 28 40 88 5,5 3. Belum tamat SD 51 33 84 20 27 47 131 11 4. Tamat SD 116 146 262 47 39 86 348 26,5 5. Tidak tamat SD 26 23 49 24 25 49 98 5,0 6. Belum tamat SLTP 17 46 63 23 35 58 121 7,5 7. Tamat SLTP 47 53 100 20 23 43 143 11,5 8. Tidak tamat SLTP 19 20 39 28 20 48 87 4,0 9. Belum tamat SLTA 19 29 48 20 23 43 91 5,5

10. Tamat SLTA 37 47 84 18 35 53 137 9,0

11. Tidak tamat SLTA 20 18 38 11 12 23 61 2,0

12. Sarjana 29 18 47 12 9 21 68 1,5

13. Belum sarjana 11 26 37 18 17 35 72 3,0

Total 430 526 956 268 319 587 1543 100 *Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022

Gambar

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
Tabel 3.3 Daftar Nama Informan
Tabel 4.1 Nama-Nama Narasumber Sejarah Desa
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

196601021989022002 Pembina, IV/a Guru SDN Tanjungkamuning 4 UPTD Pendidikan Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut.. Kepala SDN Tanjungkamuning 3 UPTD Pendidikan Kecamatan

Dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengaruh motivasi konsumen terhadap keputusan menggunakan telepon seluler adalah kuat dan variabel yang paling dominan dalam

bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal

Karya tulis tersebut diharapkan dapat membantu anggota komunitas akademik dalam bidang ilmu ekonomi, manajemen dan akuntansi untuk memahami implikasi penting dari temuan riset

Skripsi dengan judul ANALISIS FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2020 TENTANG PENYELENGGARAAN SHALAT JUM’AT DAN JAMAAH UNTUK MENCEGAH PENULARAN WABAH COVID19

Dari tabel 68 menunjukkan jumlah sarana kesehatan yang mempunyai laboratorium sebanyak 43 yang terdiri dari rumah sakit dan puskesmas sedangkan untuk yang memiliki 4

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi cara iNews.id dalam proses produksi pemberitaan pembatasan ibadah di masjid akibat pandemi Covid-19, yakni

Di antara lembaga fatwa yang ada di Indonesia adalah Lembaga Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Majelis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtsul Masail Nahdlatul