• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN

2.1 Preeklamsi 2.1.1 Definisi

Preeklamsi dan eklamsi adalah penyakit tekanan darah yang khas dalam kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Digambarkan sebagai suatu sindrom spesifik yang dapat memberi efek atau dampak kepada seluruh sistem organ. Pada tingkat tanpa kejang disebut preeklamsi dan pada tingkat kejang disebut eklamsi.10 Proteinuria dan hipertensi menjadi gambran klinis utama pasien preeklamsia. Hal ini terjadi karena target organ pada preeklamsia adalah ginjal.11

Hanya hipertensi dengan proteinuria atau hipertensi dengan edema. Namun sekarang edema merupakan keadaan umum yang dapat dijumpai pada wanita hamil sehingga bukan merupakan gejala yang khas pada preeklamsi.10 Preeklmasi dan eklamsi timbul sesudah minggu ke-20 dan semakin tua kehamilan semakin besar kemungkinan timbul penyakit tersebut.10 Terdapat triase diagnostik klasik preeklamsia termasuk hipertensi, proteinuria dan edema.12

Kelompok kerja nasional pendidikan penyakit darah tinggi di Amerika merekomondasikan agar edema tidak menjadi kriteria observasi pada pasien preeklamsia.12 Nilai tekanan darah dan proteinuria akan menjadi alat diagnosis

(2)

antepartum pasien preeklamsia yang dibagi menjadi beberapa tipe yakni ringan dan berat. 13

2.1.2 Epidemiologi

Frekuensi preeklamsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklamsi sekitar 3-10%.14 Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklamsi sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran).Pada primigravida frekuensi preeklamsi lebih tinggi dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.10 Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia < 20 tahun dan ≥35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsi.15

Peningkatan kejadian preeklamsi pada usia ≥35 tahun mungkin disebabkan adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed pregnancy induce hypertension (superimposed PIH).15 Insidensi preeklamsi tinggi dipengaruhi faktor ras dan etnik, faktor predisposisi genetic dan faktor lainnya seperti lingkungan, sosioekonomi, pekerjaan, dan bahkan pengaruh musim.10

2.1.3 Etiologi

Preeklamsia muncul akibat etiologi yang berasal dari faktor maternal, plasenta, dan jaringan fetus. 10

(3)

1. Abnormal Invasi Trofoblastik

Pada kondisi normal endovascular trofoblas akan menginvasi arteriol spiral pada uterus. Sel-sel trofoblas akan menggantikan sel-sel endotel arteriol untuk memperbesar diameter pembuluh darah. Kondisi patologis preeklamsia menunjukan adanya kegagalan implantasi dikarenakan invasi yang tidak sempurna dari sel trofoblas sehingga diameter pembuluh darah tidak cukup adekuat atau setengah dari ukuran normal.10

2. Faktor Imunologis

Terjadi intoleran atau disregulasi sistem imun maternal terhadap antigen plasenta dan fetus. Preeklamsia akan meningkatkan risiko penghambatan antibodi terhadap tempat antigen plasenta yang akan terganggu. 10

3. Aktivasi Sel Endotel

Akibat gangguan plasenta dan iskemik berakibat terhadap munculnya respon inflamasi. Faktor plasenta akan dihasilkan akibat adanya iskemik, demikian dengan antiangiogenik dan faktor metabolik serta mediator inflamasi menimbulkan injuri sel endotel. 10

4. Faktor Genetik

Adanya gangguan poligenik. Faktor predisposisi muncul akibat kerusakan genetik yang mengatur enzim-enzim dan fungsi metabolik organ. Diperkirakan pasien preeklamsia berisiko 20-40% jika memiliki ibu preeklamsia, 11-37% dengan saudara perempuan mengalami preeklamsia. 10

(4)

2.1.4 Faktor Risiko

1. Nullipara, dimana insidensi pada para penderita preeklamsia yang merupakan nullipara berkisar antara 3-10%. Insidensi pada para penderita preeklamsia yang merupakan multipara bervariasi, tetapi lebih rendah dibandingkan nullipara.

2. Usia < 20 tahun atau >35 tahun.

3. Ras dan etnis (African American) dan dengan demikian oleh predisposisi genetik.

4. Factor-faktor lain seperti : lingkungan, sosioekonomi, pekerjaan dan bahkan pengaruh musim.

5. Obesitas, hubungan antara berat maternal dan risiko preeklamsia adalah progresif.

Terdapat peningkatan dari 4,3% untuk wanita dengan index masa tubuh atau body mass index (BMI) < 20 kg/m2 sampai 13,3% pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2.

6. Kehamilan multifetal, pada kehamilan kembar dibandingkan dengan kehamilan tunggal, insidensi pada hipertensi gestasional 13 dengan 6%, dan insidensi preeklamsia 13 dengan 5%, bahwa keduanya meningkat secara signifikan. Insidensi tidak berhubungan dengan zigositas. 10

2.1.5 Gejala

Gejala utama preeklamsia adalah hipertensi dan proteinuria. Proteinuria merupakan protein urin dalam kurun 24 jam sebanyak 300 mg/jam atau 30 mg/dL (1+

(5)

dipstick) pada sampel acak. Derajat proteinuria bersifat fluktuatif dalam 24 jam, bahkan pada kasus berat sehingga pengambilan satu kali sampel acak tidak cukup menggambarkan proteinuria. Selain itu ditemukan juga peningkatan abnormalitas pada fungsi ginjal, hepar dan hematologis. Walaupun demikian didiagnosis berdasarkan keparahan dapat menjadi keliru meningkat progresifitas penyakit yang cepat dari tipe ringan menjadi berat.

Selain hipertensi serta proteinuria terdapat gejala subjektif yang dirasakan oleh pasien. Bebrapa diantaranya seperti sakit di ulu hati akibat regangan selaput hati, gangguan penglihatan akibat vasospasme kapiler dan sakit kepala akibat edema otak ataupun vasospasme pembuluh darah. 10

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis preeklamsi dapat ditegakan dari gambran klinik dan ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklamsi dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Preeklamsi ringan, bila disertai dengan keadaan berikut :

a. Tekanan sistolik ≥ 140 atau diastolik ≥ 90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

b. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kuantitatif +1 pada urine kateter atau midstream.

(6)

a. Tekanan darah ≥160/110mmHg.

b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kuantitatif +3. c. Oliguria, yaitu jumlah urine kurang dari 300 cc per 24 jam.

d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri epigastrum.

e. Terdapat edema paru dan sianosis. f. Trombositopenia.

g. Gangguan fungsi hati.

(7)

Tabel 2.1 Diagnosis Penyakit Hipertensi Komplikasi dari Kehamilan

Diagnosis Penyakit Hipertensi Komplikasi dari Kehamilan Hipertensi Gestasional

 Tekanan darah sistolik ≥ 140 dari atau diastolik ≥ 90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan.

 Tidak ada proteinuria

 Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum

 Dapat mempunyai tanda-tanda lain atau gejala dari preeklamsi, contohnya nyeri epigastrik atau trombositopenia

Preeklamsi

Kriteria minimum

 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu

 Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik

Peningkatan kepastian preeklamsi

 BP ≥ 160/110 mmHg

 Proteinuria ≥ 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 dipstik

 Serum kreatinin > 1.2 g/dL kecuali diketahui lebih tinggi sebelumnya

 Platelet < 100.000/µL

 Hemolisis mikroangiopati peningkatan LDH

 Peningkatan kadar serum transaminase ALT atau AST

 Sakit kepala menetap atau kelainan serebal dan penglihatan lainnya

 Nyeri epigastrik yang menetap

Eklamsi

 Kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab lain pada wanita dengan preeklamsi

Superimposed Preeklamsi pada Hipertensi Kronik

 Onset baru proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu

 Peningkatan secara tiba-tiba proteinuriaatau tekanan darah atau platelet < 100.00/µL pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu

Hipertensi Kronik

 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 minggu tidak dapat dihubungkan dengan penyakit tropoblastik gestasional

atau

 Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap setelah minggu postpartum

ALT = alanin aminotransferase; AST = aspartate aminotransferase; LDH = lactate dehidrogenase;

National High Blood Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy (2000). Dikutip dari: Williams Obstetric 23rd Edition.10

(8)

2.1.7 Patofisiologi

Pada preeklamsi yang berat dan eklamsi dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.16 Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan thrombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrum dan peningkatan tes fungsi hati.manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravascular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolysis mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. 16

Perubahan pada organ-organ10 :

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsi dan eklamsi. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemi kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid

(9)

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravaskuler ke dalam ruang ekstravaskuler terutama paru.

2. Metabolism air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang mempunyai preeklamsi dan eklamsi tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsi dan eklamsi dari pada wanita hamil biasa atau penderita atau hipertensi kronik. Penderita preeklamsi tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukan perubahan yang nyata pada preeklamsi. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan pada preeklamsi berat yang mengarah kepada eklamsi adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau di dalam retina.

4. Otak

(10)

5. Uterus

Aliran darah menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklamsi dan eklamsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus premature. 6. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklamsi dan eklamsi biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadi aspirasi pneumonia atau abses paru. 10

2.1.8 Penatalaksanaan 1. Penanganan umum

a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.

b. Pasang infus RL.

c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload d. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. e. Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

- Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam - Pantau kemungkinan edema paru

f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.

(11)

h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru.

Krepitasi merupakan tanda sedema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena. i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak

terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati. 10

2. Antikolvulsan

Pada kasus preeklamsia yang berat dan eklamsia, MgSO4 yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuscular dengan injeksi intermiten.

Infus intravena kontinu:

a. Berikan dosis bolus 4-6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.

b. Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena. c. Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan

kecepatan infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l).

d. MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intramuscular intermiten:

(12)

b. Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50% sebagai (5%) disuntikan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong / gluteus (penambahan 1 ml lidokain 2% dapat mnegurangi nyeri). Apabila kejang menetap selama 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSO4 dapat diberikan sampai 4gram secara perlahan. c. Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang

disuntikan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa reflek patella positif, tidak terdapat depresi pernafasan, pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml. d. MgSO4 dihentikan setelah bayi lahir.

e. Siapkan antidotum

Terjadi napas terhenti segera berikan bantuan dengan ventilator dan berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10 %) secara intravena perlahan-lahan sampai pernapasan normal kembali. 10

3. Antihipertensi

a. Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun.

b. Pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intramuskular setiap 2 jam.

(13)

- Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

- Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapai 20 mg intravena. 10

4. Persalianan

a. Pada preeklamsi berat, persalianan harus terjadi dalam 24 jam. b. Seksio sesarea akan dilakukan, perlihatkan bahwa:

- Tidak terdapat koagulopati

- Anastesi yang aman / terpilih adalah anastesi umum. Jangan lakukan anastesi lokal, sedangkan anastesi spinal berhubung dengan hipotensi c. Anastesi yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,

lakukan persalianan pervaginam. Jika servik matang lakukan induksi dengan aksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin. 10

2.2 Kerangka Pemikiran

Faktor penyebab preeklamsi dari paritas sampai saat ini belum dapat diketahui dengan jelas, ada beberapa dugaan sebagai faktor risiko seperti nullipara, dimana insidensi pada para penderita preeklamsia yang merupakan nullipara berkisar antara 3-10%. Insidensi pada para penderita preeklamsia yang merupakan multipara bervariasi, tetapi lebih rendah dibandingkan nullipara, kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida.

(14)

Faktor dari usia ibu adalah usia < 20 tahun atau >35 tahun, ras dan etnis (African American) dan dengan demikian oleh predisposisi genetic, faktor-faktor lain seperti: lingkungan, sosioekonomi, pekerjaan dan bahkan pengaruh musim, obesitas, hubungan antara berat maternal dan risiko preeklamsia adalah progresif, terdapat peningkatan dari 4,3% untuk wanita dengan index masa tubuh atau body mass index (BMI) < 20 kg/m2 sampai 13,3% pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2, Ibu hamil < 20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan lebih cepat menimbulkan kejang, sedangkan umur lebih 35 tahun juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsi.

Adapun faktor dari pekerjaan, mayoritas menyatakan bahwa ibu hamil yang menderita preeklampsi juga sebagian besar merupakan sebagai ibu rumah tangga (IRT). Peran yang dimiliki oleh seorang IRT menyebabkan seorang ibu tidak memiliki waktu dan merasa lelah untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin terlebih bagi ibu yang memiliki jumlah anak yang lebih dari dua.

(15)

Berikut adalah kerangka pemikiran berdasarkan teori diatas:

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran 2. Faktor Demografi: Pekerjaan 1. Faktor Biologi: a. Usia Ibu b. Paritas Preeklamsi

Gambar

Tabel 2.1 Diagnosis Penyakit Hipertensi Komplikasi dari Kehamilan

Referensi

Dokumen terkait

Sarana dan prasarana yang lengkap tanpa ditunjang dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, maka lembaga tersebut sulit untuk maju dan

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap akuntansi manajemen lingkungan dan strategi sedangkan penerapan

PADA HARI ISNIN BERTARIKH 22 APRIL 2013 JAM 9.00 PAGI MAHKAMAH TINGGI MALAYA, MELAKA.. BIL

Untuk mengetahui pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi, dan Kompetensi secara simultan terhadap Prestasi Kerja karyawan kontrak Home Industri Knalpot MMS dan DRC di

Teknik Counter Pressure adalah teknik pijat yang sangat bermanfaat untuk memblokir impuls nyeri yang kemudian akan disalurkan ke otak.Tekanan atau pressure yang diberikan

Penelitian yang dilakukan dalam mengamati perilaku bekantan di konservasi eks situ ini adalah antara lain dengan mengamati dan melakukan kajian perilaku makan

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar, bahkan tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta

Oleh karena itu diperlukan (1) metode untuk menghasilkan format standar konten e-Learning agar dapat digunakan dalam berbagai platform LMS dalam merancang sumberdaya pembelajaran