PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP PENGELUARAN
KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
DARWINTO EDWINTO H SIMAMORA
097018004/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
SEK O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP PENGELUARAN
KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DARWINTO EDWINTO H SIMAMORA
097018004/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Judul Tesis : PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Darwinto Edwinto H. Simamora
Nomor Pokok : 097018004
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
(Dr. Murni Daulay, S.E., M.Si) (Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Tanggal lulus : 12 April 2011
Telah diuji pada
Tanggal: 12 April 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, S.E., M.Si
Anggota : 1. Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S
2. Dr. Rahmanta Ginting, M.S
3. Drs. Rujiman, M.A
4. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapa pun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 12 April 2011
Yang membuat pernyataan
(Darwinto Edwinto H.Simamora)
PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan komponen terbesar penyumbang nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), demikian juga dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sebesar 60% disumbang oleh konsumsi rumah tangga. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat baik faktor makro maupun mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makro terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Pengeluaran Konsumsi Masyarakat kabupaten/kota sebagai variabel terikat dan variabel bebas adalah PDRB, Jumlah Penduduk, Jumlah Kredit Konsumsi dan Tingkat Bunga Kredit Konsumsi kabupaten/kota.
Data yang digunakan adalah data panel yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kantor Bank Indonesia Medan periode tahun 2002 – 2009. Model analisis yang digunakan adalah Random Effek Model (REM)
dengan metode estimasi Generalized Least Square (GLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB, Penduduk dan Kredit Konsumsi berpengaruh nyata secara positif dan signifikan. Tingkat Bunga Kredit Konsumsi berpengaruh nyata secara negatif dan signifikan. Secara bersama-sama semua variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Tingkat pengeluaran konsumsi tertinggi adalah pada Kabupaten Langkat dan Tingkat pengeluaran konsumsi terendah adalah pada Kabupaten Asahan.
Kata Kunci: Konsumsi Masyarakat, PDRB, Jumlah Penduduk, Kredit Konsumsi, Tingkat Bunga Kredit Konsumsi.
MACRO VARIABLES INFLUENCE ON PUBLIC CONSUMPTION EXPENDITURE OF REGENCY/CITY IN THE PROVINCE
SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Private consumption is the largest component of Gross Regional Domestic Product (GRDP) contributor, as well as Sumatera Utara Province GRDP by 60% contributed by household consumption. Many factors influence the level of public consumption both macro and micro factors. This research aims to determine macro variables influence on public consumption expenditure of regency/city in the Province Sumatera Utara. The variables used in this research is Public Consumption Expenditure as a dependent variable and independent variables are GRDP, Total Population, Total Consumer Credit and Consumer Credit Interest Rate.
The data using are panel data obtained from the Central Statistics Agency of Sumatera Utara Province and the Office of Bank Indonesia Medan from 2002 to 2009. Model analysis used is Random Effect Model (REM) with estimation method Generalized Least Square (GLS).
The results showed that the variables GRDP, Population and Consumer Credit has real effect in a positive and significant. Consumer Credit Interest Rates has real effect in a negative and significant. The all of independent variables had significant
effect to dependent variable. The highest level of consumptionexpenditure is Langkat
regency and the lowest level of consumptionexpenditure is Asahan regency.
Keywords: Public Consumption, GRDP, Total Population, Consumer Credit, Consumer Credit Interest Rate.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah Bapa di surga dan Tuhan
Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang
berjudul “Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi
Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari
berbagai pihak terutama dari kedua orang tuaku Ir. M. Simamora, Dipl. H.E dan
Ibunda K Br. Saragih, S.Pd, istriku tercinta dr. F.D.M Br Simanjuntak, adik-adikku
tersayang dan mertuaku T. Simajuntak dan M Br. Sianipar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S selaku
Wakil Direktur I dan II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E, M.Ec, selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Murni Daulay, S.E, M.Si, selaku Ketua Pembimbing dan Bapak Prof. Dr.
Ramli, S.E, M.S, selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan
saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis.
6. Alm. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A, selaku Pembimbing yang dimasa
hidupnya telah banyak memberikan saran dan bimbingan bagi penulis.
7. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S, Drs. Rujiman, M.A, Drs. Rahmat
Sumanjaya, M.Si selaku Pembanding atas masukan dan arahan yang diberikan.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Medan I dan
rekan-rekan sejawat yang telah banyak membantu penulis.
10. Seluruh pegawai administrasi pada Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
11. Seluruh pegawai pada Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Kantor Bank
Indonesia Medan yang telah banyak membantu dalam memberikan data.
12. Teman seperjuangan: Bang Nanang, Hotlan, Wahyu, Kiky, Lisa, Nanda, Nina,
Juara dan Fitri yang selalu bersama-sama selama di kampus.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua.
Medan, 12 April 2011
( Darwinto Edwinto H. Simamora )
RIWAYAT HIDUP
Nama : DARWINTO EDWINTO H. SIMAMORA
Agama : Kristen Protestan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 23 Mei 1975
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : PNS pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) Medan I
Alamat : Jl. Kutilang VII No. 170 Perumnas Mandala
Nama Istri : dr. F.D.M. Br. Simanjuntak
Nama Orang Tua Laki-laki : Ir. M. Simamora, Dipl. H.E
Nama Orang Tua Perempuan : K. Br. Saragih, S.Pd
Riwayat Pendidikan Formal
Sekolah Dasar : SD.ST. Antonius V, Medan 1982 - 1988
Sekolah Menengah Pertama : SMP Swasta RK. Trisakti, Medan 1988 - 1991
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 5, Medan 1991 - 1994
Diploma I : Prodip/STAN, Jakarta 1994 - 1995
Sarjana Ekonomi : Universitas Terbuka, Jakarta 1996 - 1999
Sekolah Pascasarjana : Universitas Sumatera Utara, Medan 2009 - 2011
DAFTAR ISI
2.1 Konsep dan Definisi Konsumsi ……… 9
2.2 Teori Konsumsi ……… 10
2.2.1 Teori Konsumsi John Maynard Keynes ……….. 10
2.2.2 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen ………. 12
2.2.3 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup ………. 15
2.2.4 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif … 17 2.3 Fungsi Konsumsi……… 19
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi……… 22
2.5 Tinjauan Penelitian Sebelumnya……… 31
2.6 Kerangka Pemikiran……… 34
2.7 Hipotesis Penelitian……… 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……… 35
3.2 Jenis dan Sumber Data ………. 35
3.3 Model Analisis Data ……… 36
3.3.1 Analisis Data Panel ………. 36
3.3.2 Uji Ordinary Least Square (OLS)………. 37
3.3.3 Fixed Effect Model (FEM/Metode Efek Tetap).………… 38
3.3.4 Uji Chow (Chow Test) ………. 39
3.3.5 Random Effect Model (REM/Metode Efek Random) ….. 40
3.3.6 Pemilihan Metode FEM atau REM ………. 41
3.3.7 Uji Hausman (Hausman Test) ……….. 42
3.3.8 Uji Kesesuaian (Test for Goodness of Fit) ………... 43
3.3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 43
3.4 Definisi Operasional ……… 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Gambaran Umum Pengeluaran Konsumsi Masyarakat ……… 45
4.2 Gambaran Umum Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat ……… 47
4.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………. 47
4.2.2 Jumlah Penduduk (P)..………. 49
4.2.3 Kredit Konsumsi (KK)……… 50
4.2.4 Tingkat Bunga Kredit Konsumsi (i)……… 51
4.3 Analisis dan Pembahasan Penelitian ………..……. 52
4.3.1 Uji F atau Uji Chow ……… 52
4.3.2 Uji Hausman ……… 53
4.3.3 Hasil Estimasi ………. 54
4.3.4 Interpretasi Model ... 57
4.3.5 Pembahasan ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
5.1 Kesimpulan ………. 62
5.2 Saran ……… 63
DAFTAR PUSTAKA ………. 65
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Pengeluaran Konsumsi Rata-rata Perkapita Beberapa
Kabupaten/Kota (%) ... 2
1.2 PDRB Sumatera Utara Menurut Sudut Penggunaan Atas
Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp.) ... 3
1.3 PDRB dan PDRB Perkapita Beberapa Kabupaten/Kota
Atas Dasar Harga Berlaku ... 4
1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi Beberapa Kabupaten/Kota
(Milyar Rp.) ... 5
4.1 Rata-rata Pengeluaran/Kap/Bulan Beberapa Kabupaten/Kota
dan Jenis Konsumsi (Rupiah) …... 45
4.2 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Beberapa Kabupaten/Kota (Milyar Rp.)... 46
4.3 PDRB Beberapa Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku
(Milyar Rp.) ... 48
4.4 Jumlah Penduduk Beberapa Kabupaten/Kota (Jiwa) ... 49
4.5 Perkembangan Kredit Konsumsi Beberapa Kabupaten/Kota
Tahun 2006-2009 (Milyar Rp.) ... 50
4.6 Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi di Sumatera Utara
Tahun 2005-2009 (%) ... 51
4.7 Hasil Uji Chow ... 52
4.8 Hasil Uji Hausman ... 53
4.9 Hasil Estimasi Random Effect Model (REM) ... 55
4.10 Uji Multikolinearitas ……… 57
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kurva Fungsi Konsumsi Keynes ... 11
2.2 Kurva Fungsi Konsumsi dengan Permanent Income Hypothesis . 13
2.3 Kurva Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup ... 16
2.4 Kurva Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif ... 18
2.5 Kerangka Pikir Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Konsumsi Total Masyarakat 19 Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2009 (Milyar Rp) ... 68
2. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 19 Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2002 – 2009 (Milyar Rp)... 69
3. Data Jumlah Penduduk 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2009 (Jiwa)... 70
4. Data Total Kredit Konsumsi Masyarakat 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2009 (Milyar Rp)... 71
5. Data Tingkat Bunga Nominal Kredit Konsumsi 19 Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2009 %... 72
6. Hasil Estimasi Common Intercept (Pooled Least Squares) ... 73
7. Hasil Estimasi Fixed Effects Model ... 74
8. Hasil Uji Chow ... 75
9. Hasil Estimasi Random Effect Model... 76
10. Hasil Hausman Test ... 78
11. Hasil Estimasi Parsial Variabel Independen ……… 79
12. Data Estimasi Program Eviews 6.0... 81
PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan komponen terbesar penyumbang nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), demikian juga dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sebesar 60% disumbang oleh konsumsi rumah tangga. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat baik faktor makro maupun mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makro terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Pengeluaran Konsumsi Masyarakat kabupaten/kota sebagai variabel terikat dan variabel bebas adalah PDRB, Jumlah Penduduk, Jumlah Kredit Konsumsi dan Tingkat Bunga Kredit Konsumsi kabupaten/kota.
Data yang digunakan adalah data panel yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kantor Bank Indonesia Medan periode tahun 2002 – 2009. Model analisis yang digunakan adalah Random Effek Model (REM)
dengan metode estimasi Generalized Least Square (GLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB, Penduduk dan Kredit Konsumsi berpengaruh nyata secara positif dan signifikan. Tingkat Bunga Kredit Konsumsi berpengaruh nyata secara negatif dan signifikan. Secara bersama-sama semua variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Tingkat pengeluaran konsumsi tertinggi adalah pada Kabupaten Langkat dan Tingkat pengeluaran konsumsi terendah adalah pada Kabupaten Asahan.
Kata Kunci: Konsumsi Masyarakat, PDRB, Jumlah Penduduk, Kredit Konsumsi, Tingkat Bunga Kredit Konsumsi.
MACRO VARIABLES INFLUENCE ON PUBLIC CONSUMPTION EXPENDITURE OF REGENCY/CITY IN THE PROVINCE
SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Private consumption is the largest component of Gross Regional Domestic Product (GRDP) contributor, as well as Sumatera Utara Province GRDP by 60% contributed by household consumption. Many factors influence the level of public consumption both macro and micro factors. This research aims to determine macro variables influence on public consumption expenditure of regency/city in the Province Sumatera Utara. The variables used in this research is Public Consumption Expenditure as a dependent variable and independent variables are GRDP, Total Population, Total Consumer Credit and Consumer Credit Interest Rate.
The data using are panel data obtained from the Central Statistics Agency of Sumatera Utara Province and the Office of Bank Indonesia Medan from 2002 to 2009. Model analysis used is Random Effect Model (REM) with estimation method Generalized Least Square (GLS).
The results showed that the variables GRDP, Population and Consumer Credit has real effect in a positive and significant. Consumer Credit Interest Rates has real effect in a negative and significant. The all of independent variables had significant
effect to dependent variable. The highest level of consumptionexpenditure is Langkat
regency and the lowest level of consumptionexpenditure is Asahan regency.
Keywords: Public Consumption, GRDP, Total Population, Consumer Credit, Consumer Credit Interest Rate.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu
bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.
Salah satu indikator untuk menilai perkembangan tingkat kesejahteraan ekonomi
penduduk adalah dengan melihat pola pengeluaran konsumsi masyarakatnya, dengan
asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran untuk makanan mencerminkan
membaiknya kehidupan ekonomi penduduk, seperti yang dikemukakan oleh Engel
melalui hukum ekonominya (Engel’s Law) yakni bila selera tak berbeda maka
persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan meningkatnya pendapatan.
Di Provinsi Sumatera Utara pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat dari
tahun ke tahun dan bagian terbesar adalah konsumsi untuk makanan. Pada sebagian
besar kabupaten/kota pengeluaran konsumsi masyarakat juga mengalami
peningkatan. Sementara itu pada daerah perkotaan dan perdesaan telah terjadi
perubahan porsi untuk konsumsi makanan menjadi non makanan walaupun tidak
secara drastis. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa kesejahteraan
masyarakat mulai meningkat. Peningkatan pengeluaran konsumsi ini mencerminkan
adanya perbaikan tingkat kesejahteraan. Konsumsi erat kaitannya dengan pendapatan,
pertumbuhan konsumsi masyarakat dapat dilihat dari besarnya pengeluaran rata-rata
perkapita perbulan dan menurut jenis konsumsi seperti tertera pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pengeluaran Konsumsi Rata-rata Perkapita Beberapa Kabupaten/Kota (%)
Nias 73,75 26,25 72,63 27,37 77,03 22,97
Mandailing Natal 71,69 28,31 74,90 25,10 77,87 22,13
Tapanuli Selatan 72,14 27,86 71,77 28,23 73,33 26,67
Tapanuli Tengah 71,98 28,02 69,47 30,53 72,76 27,24
Tapanuli Utara 72,10 27,90 66,86 33,14 72,30 27,70
Toba Samosir 70,59 29,41 66,82 33,18 70,82 29,18
Labuhan Batu 64,53 35,47 63,75 36,25 67,91 32,09
Asahan 63,33 36,67 64,23 35,77 61,97 38,03
Simalungun 65,61 34,39 65,71 34,29 70,50 29,50
Dairi 68,04 31,96 70,62 29,38 74,28 25,72
Karo 70,58 29,42 68,60 31,40 70,66 29,34
Deli Serdang 57,10 42,90 58,56 41,44 62,94 37,06
Langkat 64,58 35,42 58,41 41,59 63,02 36,98
Nias Selatan 73,95 26,05 74,11 25,89 77,42 22,58
Humbang Hasundutan 70,20 29,80 73,43 26,57 73,62 26,38
Pakpak Barat 71,71 28,29 71,30 28,70 76,60 23,40
Samosir 71,84 28,16 68,90 31,10 67,47 32,53
Serdang Bedagai 62,05 37,95 62,64 37,36 61,22 38,78
Sibolga 60,24 39,76 61,38 38,62 61,59 38,41
Tanjung Balai 57,48 42,52 59,65 40,35 65,83 34,17
Pematang Siantar 56,94 43,06 47,68 52,32 52,80 47,20
Tebing Tinggi 56,66 43,34 55,39 44,61 54,96 45,04
Medan 43,56 56,44 43,95 56,05 43,36 56,64
Binjai 59,52 40,48 58,81 41,19 63,86 36,14
Padang Sidimpuan 60,20 39,80 57,73 42,27 62,39 37,61
SUMATERA UTARA 58,67 41,33 58,60 41,40 60,72 39,28
Kota 50,84 49,16 51,07 48,93 53,13 46,87
Desa 68,78 31,22 67,35 32,65 69,62 30,38
2005 2006 2007
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara-Susenas (2005-2007)
Sementara itu pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan komponen
peningkatan dari tahun 2007 sebesar 58,46% menjadi 58,66% pada tahun 2009.
Melihat kenyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengeluaran
konsumsi masyarakat masih memegang peranan yang sangat penting di dalam
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Perkembangan PDRB
Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. PDRB Sumatera Utara Menurut Sudut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp.)
No Jenis Penggunaan 2007 % 2008 % 2009 %
1 Konsumsi R.Tangga 106.299,56 58,46 120.071,98 56,13 138.634,11 58,66 2 Konsumsi Swasta 860,28 0,47 935,06 0,44 1.039,96 0,44 3 Konsumsi Pemerintah 15.795,80 8,69 20.414,45 9,54 24.286,74 10,28 4 Pembentukan Modal 32.944,44 18,12 42.719,74 19,97 49.982,80 21,15 5 Perubahan Stok 1.239,60 0,68 1.916,42 0,90 1.079,39 0,46 6 Ekspor 76.889,68 42,29 91.689,17 42,86 92.958,92 39,33 7 Dikurangi Impor 52.209,63 28,72 63.815,12 29,83 71.628,31 30,31
PDRB 181.819,73 100 213.931,70 100 236.353,61 100 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara-Sumatera Utara Dalam Angka (2007-2009)
Peningkatan tingkat kesejahteraan penduduk tersebut dapat dilihat dari
peningkatan PDRB maupun PDRB perkapita yang sering digunakan sebagai
indikator ekonomi mengenai taraf hidup (standar of living) dan tingkat kemajuan
pembangunan (development progress). PDRB kabupaten/kota di Sumatera Utara dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari tahun 2007 sebesar Rp87.897,80 milyar
menjadi sebesar Rp99.792,27 milyar pada tahun 2009 dan PDRB perkapita sebesar
Rp16.402,890,- pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp17.840,182,- pada tahun 2009.
Kondisi ini memungkinkan peningkatan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat yang
income). Pada tahun 2009 PDRB tertinggi adalah Kota Medan sebesar Rp72.666,89
milyar dan yang paling rendah adalah Kota Sibolga sebesar Rp1.361,12 milyar.
Perkembangan PDRB dan PDRB perkapita beberapa kabupaten/kota di Sumatera
Utara dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel 1.3. PDRB dan PDRB Perkapita Beberapa Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku
Nias 3,181.87 7,189.89 3,666.95 8,268.36 4,262.53 9,611.32 Madina 2,603.79 6,235.28 3,012.04 7,281.17 3,502.98 8,148.57 Tapsel 4,598.18 7,214.96 5,044.81 9,697.95 2,761.51 10,387.30 Tapteng 1,616.00 5,282.40 1,796.33 5,748.82 1,987.16 6,141.50 Taput 2,729.50 10,348.81 3,126.12 11,682.27 3,392.63 12,497.06 Tobasa 2,414.62 14,262.46 2,744.39 15,981.43 3,056.05 17,517.89 Lab. Batu 14,371.16 14,268.64 16,626.18 16,173.89 18,415.96 15,946.00 Asahan 8,174.13 12,150.62 9,505.60 13,871.72 10,435.94 14,895.58 Simalungun 7,647.49 9,036.07 8,412.30 9,864.14 9,221.62 10,724.33 Dairi 2,860.20 10,641.44 3,116.74 11,449.58 3,392.99 12,389.94 Karo 4,483.32 12,759.63 5,058.68 14,017.62 5,646.54 15,235.44 D. Serdang 26,041.99 15,442.67 30,116.83 17,324.15 34,172.48 19,108.37 Langkat 11,455.32 11,149.66 13,243.64 12,703.45 14,786.58 13,979.04 Sibolga 1,075.26 11,536.27 1,235.09 13,054.02 1,361.12 14,173.34 Tj. Balai 2,229.50 13,940.31 2,480.13 15,150.89 2,754.81 16,446.61 P. Siantar 3,094.56 13,078.89 3,464.69 14,485.67 3,746.22 15,548.40 T. Tinggi 1,610.17 11,549.99 1,823.67 12,928.44 2,032.88 14,244.11 Medan 55,452.50 26,620.95 65,316.26 31,026.88 72,666.89 34,259.82 Binjai 3,311.30 13,338.25 3,815.25 15,077.53 4,312.46 16,773.15
SUMUT 87,897.80 16,402.89 93,347.40 16,402.89 99,792.27 17,840.18 Sumber: BPS Prov Sumatera Utara-Sumatera Utara Dalam Angka (2007-2009)
Meningkatnya pendapatan memberikan kemungkinan bagi masyarakat untuk
bentuk tabungan atau deposito (uang kuasi), sehingga akan menyebabkan penurunan
terhadap konsumsi masyarakat. Melihat kondisi pendapatan masyarakat yang masih
rendah maka faktor uang kuasi tidak diikutsertakan di dalam penelitian ini. Di sisi
lain kredit konsumsi juga dapat meningkatkan konsumsi masyarakat karena jumlah
uang beredar akan meningkat. Melihat kondisi tersebut patut diduga bahwa kredit
konsumsi mempunyai korelasi yang positif dengan pengeluaran konsumsi.
Perkembangan kredit konsumsi per kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Beberapa Kabupaten/Kota (Milyar Rp)
Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009
Nias 46,16 108,96 237,29 351,32
Mandailing Natal 102,01 109,98 291,29 332,12
Tapanuli Selatan 280,35 355,20 577,99 676,53
Tapanuli Tengah 27,12 92,28 180,01 225,25
Tapanuli Utara 123,16 196,46 310,39 387,76
Toba Samosir 44,00 110,10 200,32 262,58
Labuhan Batu 225,86 402,57 587,15 688,30
Asahan 416,34 611,66 804,63 894,03
Simalungun 84,58 27,16 459,89 549,67
Dairi 47,78 124,93 187,90 201,67
Karo 89,59 142,54 255,79 332,59
Deli Serdang 840,75 1.222,52 1.883,36 2.304,43
Langkat 322,75 400,08 603,97 672,09
Sibolga 77,89 110,04 160,54 216,85
Tanjung Balai 84,92 114,79 161,78 190,57
Pematang Siantar 223,73 341,02 559,70 665,66
Tebing Tinggi 187,94 244,53 326,90 441,99
Medan 5.263,00 5.788,01 7.428,02 8.081,27
Binjai 244,05 374,24 594,65 633,03
Dati II Lainnya 102,90 112,63 188,64 214,90
Sumatera Utara 8.732,87 11.124,16 15.708,93 17.990,47
Jumlah uang kuasi dan kredit konsumsi sangat dipengaruhi oleh tingkat suku
bunga (interest rate). Berdasarkan data Bank Indonesia selama kurun waktu tahun
2000 – 2009, tingkat suku bunga berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan.
Perubahan tingkat suku bunga mempunyai dua efek yaitu efek substitusi (substitution
effect) dan efek pendapatan (income effect). Efek subtitusi bagi kenaikan tingkat
bunga adalah rumah tangga cenderung mengurangi konsumsinya dan menambah
tabungan, sedangkan efek pendapatan bagi kenaikan tingkat bunga adalah rumah
tangga cenderung menambah konsumsi dan mengurangi tabungannya. Efek totalnya
tergantung dari mana efek yang lebih dominan. Jadi secara teoritis tidak mudah untuk
membuktikan bahwa perubahan tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi
konsumsi masyarakat. Namun dengan melihat hubungan tingkat bunga dengan uang
kuasi dan kredit yang berlawanan, maka patut diduga tingkat bunga mempunyai
korelasi yang negatif dengan konsumsi.
Konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: pendapatan,
kekayaan, tingkat bunga, inflasi, dan lain-lain. Keynes menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung (berbanding lurus) dengan tingkat
pendapatannya, Mankiw (2003) dengan fungsi dasar konsumsi C = f (Y) atau
konsumsi merupakan fungsi pendapatan disposable. Samuelson (1999) menyebutkan
bahwa faktor-faktor pokok yang mempengaruhi jumlah pengeluaran konsumsi adalah
pendapatan disposable sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan
menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya seperti faktor sosial dan
Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu
memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama,
konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di
banyak negara, pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional.
Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan
fluktuasi kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Atas dasar kondisi
tersebut, penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat
menjadi penting untuk dilakukan.
Mencermati hal-hal di atas dan melihat pada kondisi riil yang ada pada saat ini
yaitu ditengah adanya krisis ekonomi global, pemutusan hubungan kerja dan
pengangguran yang meningkat, namun pengeluaran konsumsi masyarakat tetap
mengalami kenaikan yang cukup signifikan, maka menurut penulis hal ini merupakan
suatu fenomena sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diperoleh
suatu rumusan masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
2. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana pengaruh Kredit Konsumsi terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?
4. Bagaimana pengaruh Tingkat Bunga Kredit Konsumsi terhadap pengeluaran
konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh PDRB terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk menganalisis pengaruh kredit konsumsi terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
4. Untuk menganalisis pengaruh tingkat bunga kredit konsumsi terhadap
pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak terutama peneliti, masyarakat, pemerintah, para pelaku usaha dan peneliti
1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam
disiplin ilmu yang peneliti tekuni.
2. Sebagai wadah dan pengembangan ilmu ekonomi khususnya hal yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat.
3. Sebagai bahan referensi di dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan
konsumsi masyarakat.
4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Definisi Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang
yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan,
pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan
atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu
variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari
pendapatan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua
orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi
masyarakat negara yang bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran
konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi
masyarakat atau rumah tangga (household consumption).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah semua pembelian barang dan jasa
oleh rumah tangga yang tujuannya untuk dikonsumsi selama periode tertentu
dikurangi neto penjualan barang bekas. Untuk menduga pengeluaran konsumsi rumah
1. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan kelompok makanan dan bukan makanan.
2. Indeks harga konsumen (IHK) untuk masing-masing kelompok komoditi dan jasa
dari bagian statistik harga konsumen.
3. Jumlah penduduk dari proyeksi hasil survey penduduk antar sensus.
2.2. Teori Konsumsi
2.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual.
Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi
marginal atau MPC (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam
setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan
mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk
menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk
mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal
muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes
menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan
mengkonsumsi rata-rata atau APC (average propensity to consume), turun ketika
pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia
barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan
merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki
peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap
konsumsi hanya sebatas teori.
Dalam jangka pendek orang dapat berkonsumsi dengan menggunakan
tabungan yang lalu, sehingga jika ini terjadi maka orang tersebut telah melakukan
tabungan negatif (dissaving). Berdasarkan tiga dugaan ini, persamaan konsumsi
Keynes secara matematis ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003):
C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 ...(2.1)
Keterangan:
C = Pengeluaran untuk konsumsi
a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan nol
b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC
Y = Pendapatan untuk rumah tangga individu
Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut:
C (konsumsi)
Y=C
C
Co
0 Y (Pendapatan)
Pada Gambar 2.1 fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0 tetapi melalui
titik C0. Konsekuensinya adalah apabila pendapatan nasional meningkat akan
memberikan dampak penurunan terhadap APC. Jika hal ini terjadi maka dalam fungsi
konsumsi Keynes akan terlihat pertama, peningkatan pendapatan masih diikuti oleh
peningkatan konsumsi, kedua, pada saat garis konsumsi C memotong garis 0Y maka
peningkatan pendapatan akan diiringi penurunan APC.
2.2.2. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton
Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2
yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara
(transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah:
1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan
seseorang (yang menciptakan kekayaan).
Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya (Guritno, 1998).
Friedman menganggap tidak ada hubungan antara pendapatan sementara
dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi
permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga
MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen
konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang
negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi (Suparmoko, 2001).
Dalam bentuk matematis fungsi konsumsi dengan hipotesis pendapatan
permanen dapat dituliskan sebagai berikut (Reksoprayitno, 2000: 155):
Cp = kYp ...(2.2)
Di mana:
Cp = Konsumsi permanen
Yp = Pendapatan permanen
k = Angka konstanta yang menunjukkan bagian pendapatan
permanen yang dikonsumsi, ini berarti 0<k<1
Secara grafis fungsi konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ditunjukkan
seperti pada Gambar 2.2:
Consumption of C1 Y first period
A Budget Y2(t+i2) Line
D H
J J3
E I J2
Y1 C1 J1
C2
F G C2
Gambar 2.2. Kurva Fungsi Konsumsi dengan Permanent Income Hypothesis
Gambar 2.2. menunjukkan gambar indifference curves dan budget line.
Konsumen ingin memperoleh kepuasan yang maksimum dengan mengkonsumsi
barang sesuai dengan anggarannya. Kepuasan maksimum akan tercapai saat
kemiringan kurva indiferen (slope indifference curves) sama dengan garis anggaran
(budget line). Dalam teori perilaku konsumen, indifference curves menggambarkan
dua barang yang dikonsumsi, dalam teori Permanent Income Hypotesis dua barang
yang dikonsumsi tersebut ditukar dengan konsumsi pada periode pertama dan
konsumsi pada periode kedua. Budget line diumpamakan sebagai garis pendapatan.
Ada tiga faktor yang mempengaruhinya, yaitu pendapatan pada periode pertama,
pendapatan pada periode kedua dan tingkat bunga. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat
bahwa:
1. OA = OB = Jumlah total pendapatan untuk periode satu dan periode kedua
2. OD = Pendapatan periode pertama
3. AD = Pendapatan periode kedua yang didiscount
4. OF = Pendapatan periode kedua
5. FB = Pendapatan periode pertama yang ditambah bunga (i).
6. Pada saat pendapatan periode pertama Y1, konsumen mengkonsumsi barang pada
periode satu sebesar C1. Sisanya DE disimpan. Pada periode kedua, ketika
pendapatan hanya mencapai Y2, agar kepuasan maksimum, ia akan
7. Pada saat itu C2 > Y2, hal ini dapat terjadi karena konsumen menggunakan saving
pada periode pertama sebesar FG → FG = DE + bunga. Jadi sekarang konsumen
mencapai kepuasan yang maksimum selama dua periode, pertama ia
mengkonsumsi sebesar C1 dan pada periode kedua mengkonsumsi sebesar C2.
8. Dengan kata lain, hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini
tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi lebih pada Expected Normal
Income (rata-rata pendapatan normal) yang disebut sebagai permanent income.
2.2.3. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Albert Ando, Richard
Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam modelnya ketiga tokoh ini menerangkan
bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat didasarkan kepada kenyataan bahwa
pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya
dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima
penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan
rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan
perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif
(dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman
pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang
dibuatnya di masa usia menengah.
Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets)
sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi
meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena
peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang
menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah
pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan
meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan
ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan
melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan
Suparmoko, 2001). Secara grafik teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup dapat
dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3. Kurva Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Gambar 2.3 menjelaskan bahwa pada tahap I pada usia 0 tahun hingga t0
tahun seseorang melakukan pengeluaran konsumsinya dalam kondisi dissaving. Pada
usia t0 tahun hingga usia t1 tahun digambarkan bahwa pada usia tersebut sebenarnya
ada ketergantungan dengan orang lain. Tahap II , pada usia t1 tahun hingga usia t2
tahun menunjukkan orang berkonsumsi sepenuhnya dalam kondisi saving artinya
pengeluaran konsumsinya sudah tidak lagi tergantung pada orang lain. Dan pada
tahap III, ketika seseorang pada usia tua (sudah tidak produktif) di mana orang
tersebut tidak mampu lagi bekerja menghasilkan pendapatan sendiri, sehingga
seseorang tersebut dapat dikatakan bahwa orang berkonsumsi kembali dalam kondisi
dissaving.
2.2.4. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory of
Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat
ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan
berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi.
Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya
saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah,
tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar
dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi
yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya
telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya
pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan dilain pihak bertambahnya saving tidak
begitu cepat (Reksoprayitno, 2000).
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan
oleh orang sekitarnya.
2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran seseorang
pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat
penghasilan mengalami penurunan (Guritno, 1998).
Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah sebagai
berikut:
C / Yt = f [ Y / Y* ] ………...(2.3)
Di mana:
Yt = pendapatan pada tahun t
Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu
Bentuk fungsi tersebut dapat dijelaskan dengan kurva seperti pada Gambar 2.4 .
CL menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang. Apabila
pendapatan sebesar OYo, maka besarnya pengeluaran konsumsi yang terjadi adalah
BYo, apabila pendapatan mengalami penurunan dari OY0 menjadi OY1, maka
pengeluaran konsumsi tidak langsung turun ke titik E pada kurva pengeluaran jangka
panjang (C) namun ke titik A pada kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C1.
Dalam hal ini pada saat terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi
rumah tangga tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan.
Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan relatif
secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila seseorang
pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek tidak akan langsung
menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan kenaikan pendapatan,
akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat karena seseorang lebih
memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya bila pendapatan
turun seseorang tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi
(high consumption).
2.3. Fungsi Konsumsi
Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi tentang model fungsi
konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat sering ditemukan dalam
buku-buku makro ekonomi adalah fungsi konsumsi Keynesian, yaitu:
C = f (Y) ...(2.4)
C = f (Y-T) ...(2.5)
Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposable
income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income disebut consumption
function (Mankiw, 2003).
Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung
(berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes
memasukkan komponen MPC ke dalam persamaan konsumsinya seperti yang telah
diuraikan pada persamaan (2.1) sebelumnya.
Teori daur hidup (life-cycle) yang terutama dikembangkan oleh Franco
Modigliani, melihat bahwa individu merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan
mereka untuk jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsi mereka
dengan cara terbaik yang mungkin selama masa hidup mereka. Tabungan dipandang
sebagai akibat dari keinginan individu untuk menjamin konsumsi di hari tua. Fungsi
konsumsi yang dikembangkan berdasarkan teori daur hidup adalah:
C = aWR + cYL ...(2.6)
di mana WR merupakan kekayaan riil, a adalah kecenderungan mengkonsumsi
marjinal dari kekayaan, YL merupakan pendapatan tenaga kerja dan c adalah
kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari pendapatan tenaga kerja.
Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya mengemukakan
bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka dengan kesempatan konsumsi
permanen atau jangka panjang, dan bukan dengan tingkat pendapatan mereka yang
hipotesis pendapatan permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi
itu adalah proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu:
C = cYP ...(2.7)
di mana YP merupakan pendapatan permanen. Dari persamaan (2.7), konsumsi
bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan permanen. Kenaikan 5%
dalam pendapatan permanen akan menaikkan konsumsi sebesar 5%. Lebih jauh
hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada
pendapatan saat ini tetapi pada expected normal income (rata-rata pendapatan
normal). Bentuk lain fungsi konsumsinya adalah:
C = f (YP,i)...(2.8)
di mana YP adalah permanent income dan i adalah real interest rate.
Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh mengkombinasikan
pembentukan ekspektasi melalui pendekatan pendapatan permanen dan pendekatan
daur hidup yang menggunakan variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and
Fisher, 2004). Suatu fungsi konsumsi modern yang disederhanakan akan menjadi:
C = aWR + bθYD + b(1 – θ) YD-1 ...(2.9)
di mana WR adalah kekayaan riil, YD adalah pendapatan disposable tahun ini, YD-1
adalah pendapatan disposable tahun lalu. Persamaan (2.9) memperlihatkan peranan
kekayaan yang mempunyai pengaruh penting terhadap pengeluaran konsumsi.
Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terjadi
menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu: pada
periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi:
S = Y1 – C1 ... (2.10)
dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga
tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu:
C2 = (1 + r)S + Y2 ...(2.11)
di mana r adalah tingkat bunga riil, variabel S menunjukkan tabungan atau pinjaman
dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada periode pertama
kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen menabung dan S lebih
besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode pertama,
konsumen meminjam dan S kurang dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran
konsumen, maka kombinasi persamaan (2.10) dan persamaan (2.11) menghasilkan
persamaan:
C2 = (1 + r) (Y1 – C1) + Y2 ...(2.12)
persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan pendapatan
dalam dua periode.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
Banyak ahli yang telah menguraikan pendapatnya mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumsi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dan faktor
konsumsi yang terangkum dalam persamaan (2.1) sampai dengan (2.12) tersebut
di atas.
Begitu pentingnya bahasan tentang konsumsi sehingga banyak ahli lainnya
yang turut membahas tentang determinan konsumsi. Misalnya, Spencer (1977),
menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah
pendapatan disposable yang merupakan faktor utama, banyaknya anggota keluarga,
usia anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan
di masa yang akan datang.
Menurut Samuelson (1999) bahwa faktor-faktor pokok yang mempengaruhi
dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposable
sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup,
kekayaan dan faktor permanen lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang
kondisi ekonomi di masa yang akan datang.
Parkin (1993) sependapat dengan teori ahli-ahli lainnya bahwa pengeluaran
konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut Parkin yang
paling penting dari faktor-faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi hanya dua,
yaitu: pendapatan disposable dan pengharapan terhadap pendapatan di masa yang
akan datang (expected future income).
Nicholson (1991) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang
dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat. Kondisi ini
dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Keadaan ini lebih dikenal dengan
Hukum Engel (Engel’s Law).
Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan
dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposable yang
berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan
maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga
adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan,
kesehatan dan rekreasi semakin bertambah.
Godam (2007) menyebutkan terdapat 3 penyebab perubahan konsumsi, yaitu:
1. Penyebab Faktor Ekonomi
a. Pendapatan
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan
peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh: seseorang yang tadinya makan
nasi beras kualitas rendah ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji
yang besar akan meninggalkan nasi beras kualitas rendah menjadi nasi beras
kualitas tinggi. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi tiga kali
ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
b. Kekayaan
Kekayaan secara eksplisit maupun implisit, sering dimasukan dalam fungsi
konsumsi agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam
hipotesis pendapatan permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert
suatu kekayaan merupakan faktor penting dalam menentukan konsumsi. Orang
kaya yang punya banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi
yang besar.
c. Tingkat Bunga
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena
orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau
deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
d. Perkiraan Masa Depan
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan
konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh
biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain
sebagainya.
2. Penyebab Faktor Demografi
a. Komposisi Penduduk
Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka
konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi
suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia
di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut
menjadi tinggi.
Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya
sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak
pula.
3. Penyebab/Faktor Lain
a. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi
seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup
sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan
daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki
pengeluaran yang besar.
b. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran
konsumsi yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan
gemar berhutang baik kepada orang lain maupun lembaga keuangan bank
(kredit).
Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel
yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain hal di atas antara lain:
1). Selera
Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa
orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak daripada yang lain. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam penghematan (thrift).
Faktor sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan
keluarga. Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus
meninggi dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun
pada kelompok tua. Demikian juga dengan pendapatan yang disisihkan (tabungan)
pada kelompok umur tua adalah rendah. Hal ini berarti bagian pendapatan yang
dikonsumsi relatif tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur
pertengahan. Dengan adanya perbedaan proporsi pendapatan untuk konsumsi
diantara kelompok umur, maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah
fungsi konsumsi agregat.
3). Keuntungan/Kerugian capital
Keuntungan kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong
tambahnya konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan
mengurangi konsumsi.
4). Tingkat harga
Naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan
proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak
mengubah konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan
tingkat harga secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang (money
illusion) seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka
mengubah konsumsi riilnya maka dikatakan mengalami “ilusi uang” seperti yang
dikemukakan Keynes.
Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang
akan datang (biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini
menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang
memiliki banyak barang tahan lama seperti: lemari es, perabotan, mobil, sepeda
motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran
konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun)
yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi
berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut pengeluaran
konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi.
6). Kredit
Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan
pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan
rumah tangga dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya
dilakukan di kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya
fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih
banyak, karena apa yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan
yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam
melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka
dan waktu pelunasannya. Tingkat bunga tidak merupakan faktor dominan dalam
memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain
seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan
pelunasan akan meningkatkan jumlah uang yang harus dibayar dengan kredit
(Suparmoko, 2001).
7). Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum
(Mankiw, 2000; Mishkin, 2004). Penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat dari
beberapa sisi yaitu: sisi permintaan, sisi penawaran, atau campuran antara
keduanya. Secara umum, penyebab terjadinya inflasi dapat diidentifikasi menjadi
3, yakni tarikan permintaan (Demand Pull Inflation), desakan biaya (Cost Push
Inflation) atau karena inflasi negara lain yang tersalur melalui jaringan
perdagangan (imported inflation). Proses dinamika harga ini dapat berlangsung
secara natural melalui mekanisme pasar, maupun karena kebijakan. Salah satu
contoh pergerakan harga yang diakibatkan oleh kebijakan adalah kebijakan
kenaikan harga bahan bakar yang memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa
(administered price).
Menurut Ahmad Jamli, (2001: 35) inflasi juga akan menimbulkan efek-efek
berikut kepada individu dan masyarakat yaitu:
a. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil masyarakat berpendapatan tetap.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
c. Memperburuk pembagian kekayaan.
d. Mempengaruhi distribusi pendapatan (equity effect)
e. Mempengaruhi alokasi faktor produksi serta produk nasional (efficiency effect
8). Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Keynes bahwa faktor utama dari
konsumsi rumah tangga adalah pendapatan mutlak. Di dalam penelitian ini
pendapatan mutlak tersebut digambarkan oleh PDRB, karena PDRB jika dibagi
dengan jumlah penduduk merupakan pendapatan perkapita. Hal ini dilakukan agar
tidak terjadi efek multikolinearitas dengan faktor penduduk yang juga diukutsertakan.
PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha kegiatan
ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada periode tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Ada dua
metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung.
a. Metode Langsung
Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya
mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah
tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region
dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai
Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh
biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
b) Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam
jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut,
maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan
keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen
penyusutan dan pajak tak langsung neto.
c) Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan
modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto, di dalam suatu
wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Penghitungan NTB
bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
b. Metode Tidak Langsung
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai
tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar
pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian kedua metode pendekatan di atas tergantung pada data yang tersedia.
Kenyataannya, kedua metode tersebut saling mendukung, karena metode langsung
akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedang metode tidak langsung
akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.
2.5. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
1. Susanti (2000) mengemukakan perkembangan rata-rata pengeluaran konsumsi
rumah tangga di Provinsi Aceh periode 1986–1998 sebesar 5,2% per tahun.
Pertumbuhan PDRB berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah
tangga. Hal ini ditunjukkan dengan hasil regresi yaitu C = 409,160 + 0,617897
PDRB. Sehingga membuktikan bahwa setiap perubahan pada pendapatan memberi
efek terhadap perubahan konsumsi.
2. Syahruddin (2001) meneliti tentang fungsi konsumsi kenyataannya di Sumatera
Barat. Hasilnya menunjukkan konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan setelah
dikurangi pajak, jumlah penduduk, jumlah harta lancar dan harta tetap yang
dimiliki. Variabel pajak merupakan variabel paling dominan, variabel penduduk,
harta lancar dan harta tetap merupakan variabel penerang. Ketiga variabel ini
berpengaruh positif. MPC untuk keseluruhan pengamatan sebesar 0,75.
3. Marsidin, R (2002) meneliti tentang determinan pengeluaran konsumsi rumah
Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeluaran
konsumsi dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu variabel ekonomi (gaji/upah)
dan variabel non ekonomi (karakteristik demografi, pendidikan dan kesehatan).
Berdasarkan analisis inferensial dengan model regresi double log diketahui bahwa
elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi tergantung dari pendidikan,
usia dan daerah tempat tinggal.
4. Isyani dan Hasmarini (2003) meneliti tentang konsumsi di Indonesia tahun
1989-2002 (Tinjauan terhadap hipotesis Keynes dan Post Keynes). Hasilnya
menunjukkan bahwa berdasarkan model PAM, elastisitas jangka panjang lebih
besar dari jangka pendek. Artinya elastisitas jangka panjang tidak dipengaruhi lagi
oleh pengeluaran konsumsi sebelumnya. Pendapatan Nasional berpengaruh
terhadap hutang luar negeri Indonesia. Suku bunga riil dan konsumsi sebelumnya
berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi di Indonesia.
5. Nurhayati dan Rachman (2003) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi konsumsi masyarakat di Jawa Tengah tahun 2002. Hasilnya menunjukkan
bahwa PDRB berpengaruh positif pada tingkat α = 1% dengan nilai koefisien
sebesar 0,403. Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang ada di mana fungsi
konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat konsumsi dan tingkat pendapatan
di mana jika pendapatan meningkat maka konsumsi juga akan meningkat.
6. Soemartini (2007) meneliti tentang Pengaruh variabel makro terhadap perubahan
konsumsi masyarakat Indonesia periode 200-2006. Hasilnya nilai MPC periode
kebijakan pemerintah (Pakto 1988) belum diberlakukan sebesar 0.6428, sedangkan
nilai MPC setelah berlakunya Pakto 1988, sebesar 0.6131. Pendapatan permanen
dan tingkat tabungan berpengaruh positif dan nyata terhadap pengeluaran
konsumsi. Nilai tukar riil, inflasi dan tingkat bunga tahun sebelumnya memberikan
pengaruh yang negatif dan nyata terhadap pertumbuhan konsumsi.
7. Khairani (2009) meneliti tentang determinan konsumsi masyarakat di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Nasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap konsumsi masyarakat di Indonesia dengan nilai MPC sebesar
0,431. Inflasi mempunyai hubungan yang positif terhadap variabel konsumsi
masyarakat. Tingkat suku bunga deposito berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap konsumsi masyarakat di Indonesia. Sumbangan pengeluaran konsumsi
masyarakat terhadap PDB adalah yang terbesar dengan porsi sebesar 60%.
8. Fauzana (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran
konsumsi rumah tangga di Jawa Barat (1990-2003). Hasilnya menunjukkan bahwa
pengaruh tingkat pendapatan keluarga serta jumlah anggota keluarga lemah
terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga.
2.6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian
Gambar 2.5. Kerangka Pikir Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu:
1. PDRB berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
3. Kredit konsumsi berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
4. Tingkat bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif terhadap pengeluaran
konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
PDRB
Penduduk
Kredit Konsumsi
Konsumsi Masyarakat Kabupaten/Kota
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan mengenai pengeluaran konsumsi masyarakat
kabupaten/kota di Sumatera Utara selama kurun waktu 2002-2009. Di mana variabel
bebasnya adalah PDRB, Jumlah Penduduk, Kredit Konsumsi dan Tingkat Bunga
Kredit Konsumsi, sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat sebagai variabel
terikatnya. Penulis melakukan penelitian terhadap 19 kabupaten/kota dari 33
kabupaten/kota di Sumatera Utara untuk melihat pengaruh variabel makro terhadap
pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Sumatera Utara. Sebanyak 14
kabupaten/kota lainnya tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena baru
dimekarkan mulai tahun 2003 sehingga tidak dapat diperoleh data yang cukup valid
dan memadai.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data tahunan berupa data sekunder yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia dan data pendukung
lainnya yang diperoleh dari jurnal, buku dan penelitian sebelumnya serta instansi
lainnya yang mendukung penelitian ini. Data sekunder yang digunakan tersebut
merupakan data runtun waktu (time series) dan data panel (cross section) selama