• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

WUDDAN MURTAZA LUBIS 130304110

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

SKRIPSI

OLEH:

WUDDAN MURTAZA LUBIS 130304110

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Wuddan Murtaza Lubis dengan judul Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir Satia Negara Lubis, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara, dan untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan. Penelitian ini telah dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda melalui progran SPSS dan menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing. Secara serempak, keempat faktor berpengaruh nyata terhadap konsumsi daging domba. Sementara secara parsial jumlah penduduk dan harga daging kambing berpengaruh nyata terhadap konsumsi daging domba sementara PDRB, dan harga daging domba tidak berpengaruh nyata. Perkembangan konsumsi daging domba dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Kata kunci: Konsumsi, Harga, PDRB, Jumlah Penduduk, Daging Domba

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Wuddan Murtaza Lubis lahir di Bagan Batu, Riau pada tanggal 30 Agustus 1995 anak dari Bapak Zuhairan Lubis dan Ibu Baqa Soraya Lubis. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2001 masuk Sekolah Dasar Swasta 044 Kec. Bagan Sinembah, Kab.

Rokan Hilir, Riau dan tamat tahun 2007.

2. Tahun 2007 masuk Sekolah Menegah Pertama Swasta Tunas Bangsa Kab.

Rokan Hilir, Riau dan tamat tahun 2010.

3. Tahun 2010 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Medan dan tamat tahun 2013.

4. Tahun 2013 Menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

5. Bulan Agustus 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pantai Cermin Kiri Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

6. Bulan Mei 2017 melakukan penelitian skiripsi di kota Medan.

(8)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini pertama penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua Orang tua tersayang yaitu Ayahanda Zuhairan Lubis dan Ibu Baqa Soraya Lubis yang telah membesarkan penulis dengan rasa sayang yang tiada terkira dan selalu memberikan nasihat, didikan, pengorbanan, dan dukungan baik secara materi maupun doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abanganda Bahrun Nizam Lubis, ST , dan adik yaitu Muna Maizura Lubis. Serta penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak HM.Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing.

2. Bapak Dr Ir Satia Negara Lubis, M.Ec Selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ketua program studi Agribisnis FP USU.

3. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian USU.

4. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara beserta pegawai lainnya.

(9)

5. Sahabat sahabat dan rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan menyusun skiripsi ini yaitu Doli,Reigana, Ikbal, Fanema, Annur, Ayuh, Herlina, Henny, Satria, Rizal, Annisa, Dicky, Vera, Ibrahim, dan seluruh teman teman Agribisnis dan PKP Stambuk 2013 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

6. Teman-teman penulis yang lain Witno, Egy, Edgar, Gusti, Ryan, Teza, Solima, dan Fahmi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2017 Penulis

(10)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Domba ... 5

2.1.2 Daging Domba... 7

2.1.3 Manfaat Daging Domba ... 8

2.2 Landasan teori ... 9

2.2.1 Teori Konsumsi ... 9

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi ... 12

2.3 Penelitian Terdahulu ... 13

2.4 Kerangka Pemikiran ... 16

2.5 Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 18

3.3 Metode Analisis Data ... 19

3.3.1 Uji F ... 20 3.3.1 Uji F 3.3.2 Uji t ... 20

3.3.3 Koefisien Determinasi... 21

3.3.4 Heterokedastisitas ... 21

3.3.5 Autokorelasi ... 22

3.3.6 Multikolinieritas ... 23

3.3.7 Normalitas ... 23

3.4 Definisi dan Batasan Operasional ... 24

3.4.1 Definisi ... 24

(11)

3.4.2 Batasan Operasional ... 25

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI VARIABEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 26

4.1.1 Letak, Topografi, danIklim Daerah Penelitian ... 26

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 29

4.1.3 Keadaan Ekonomi ... 31

4.1.4 Sarana Dan Prasarana ... 33

4.2 Deskripsi Variabel ... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil dan Pembahasan ... 41

5.1.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara ... 41

5.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara ... 43

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

No Judul Hal 1.1

Populasi Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun

2011-2015 (Ekor) 2

1.2 Konsumsi Daging Tahun 2011-2015 di

Provinsi Sumatera Utara (Kg/Kapita/Tahun) 3

2.1 Perbedaan kambing dan Domba 7

2.2 Kandungan nilai gizi dan kalori dalam daging domba dan

daging kambing per 100 g bahan yang dapat dimakan 8

3.1 Spesifikasi Data 19

4.1 Luas dan Letak Diatas Permukaan Laut Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 28

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 30 4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 30 4.4 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2015

(Miliar Rupiah) 32

4.5

Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga KonstanTahun 2015

(Miliar Rupiah) 34

4.6 Panjang Jalan Di Provinsi Sumatera Utara 34

4.7 Jumlah Sekolah Di Provinsi Sumatera Utara 34

4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara 35 4.9 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2001-2015 36

4.10 PDRB di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 37 4.11 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2001-2015 38

4.12 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2001-2015 39

4.13 Harga Daging kambing di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2001-2015 40

5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi

Sumatera Utara DariTahun 2001-2015 42

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba

Di Provinsi Sumatera Utara 17

5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba di

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 42

(14)

No Judul

Lampiran 1 Konsumsi Daging Domba Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Lampiran 2 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 Lampiran 3 Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2001-2015

Lampiran 4 Harga Daging Domba Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Lampiran 5 Harga Daging Kambing Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Lampiran 6 Hasil Output SPSS

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Domba merupakan salah satu komoditas agribisnis penting yang potensial untuk dikembangkan. Produk utama yang dihasilkan dari domba adalah daging, bulu (wol), dan kulit. Domba yang diternakkan di dalam negeri, utamanya dimanfaatkan untuk diambil dagingnya (Harianto, 2012).

Peternakan domba di Indonesia kebanyakan masih merupakan usaha tradisional.

Perkembangannya pun terasa sangat lambat, dan petani memelihara domba masih merupakan usaha sampingan. Ternak domba merupakan simpanan kekayaan petani, yang sewaktu-waktu diperlukan supaya bisa cepat dijual. Mengingat populasi domba yang sangat tinggi, maka tak ayal lagi bahwa peternakan domba yang merupakan usaha sampingan ini dapat menghasilkan produksi daging yang tidak sedikit nilai ekonominya. Usaha peternakan domba dalam skala besar boleh dikatakan belum ada di Indonesia, tetapi di negara lain peternakan domba telah lama dan merupakan peternakan yang komersial, yang dapat menghasilkan devisa yang cukup tinggi berupa wol dan daging (Sumoprastowo, 1993).

Populasi ternak di Sumatera Utara dapat dikatakan cukup tinggi, khususnya ternak domba. Hal ini merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kebutuhan hidup peternak di Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Berikut ini adalah data populasi domba di Provinsi Sumatera Utara.

(16)

Tabel 1.1 Populasi Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun 2011-2015 (Ekor)

Tahun Jumlah

2011 325.722

2012 374.286

2013 595.517

2014 610.103

2015 611.427

2016 623.677

(Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah populasi domba di Sumatera Utara semakin bertambah dari tahun 2011 hingga tahun 2016. Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah domba yang paling banyak berada pada tahun 2016 yaitu sebanyak 623.677 ekor.

Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil, 3-5 ekor per keluarga, dipelihara secara tradisional dan merupakan bagian dari usahatani sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh sangat kecil. Walaupun di negara-negara maju, seperti Australia dan Eropa, ternak domba itu memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena domba menghasilkan wol dan daging, sedangkan domba di Indonesia lazimnya diusahakan sebagai penghasil daging semata

(Sudarmono, 2009).

Daging domba mempunyai andil yang besar di dalam menunjang kelangsungan hidup masyarakat. Meskipun harganya relatif mahal, tetapi para konsumen semakin sadar bahwa daging domba adalah makanan yang mengandung protein hewani yang tinggi, sehingga tidak menghalangi selera beli untuk kebutuhan konsumsi (Murtidjo, 1993).

Sumatera Utara merupakan provinsi yang mempunyai tingkat konsumsi daging yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya kenaikan jumlah penduduk.

(17)

3

Tabel 1.2 Konsumsi Daging Tahun 2011-2015 di Provinsi Sumatera Utara (Kg/Kapita/Tahun)

No Komoditi Daging Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 Sapi 1,39 1,85 1,38 1,65 1,68

2 Kerbau 0,38 0,55 0,25 0,30 0,30

3 Kambing 0,25 0,25 0,26 0,26 0,25

4 Domba 0,12 0,12 0,13 0,14 0,14

5 Babi 2,73 2,89 2,94 2,97 3,02

6 Kuda 0,007 0,007 0,004 0,004 0,00

7 Ayam Buras 1,02 1,08 1,38 1,21 1,21

8 Ayam Ras Petelur 0,40 0,64 0,83 0,76 0,77 9 Ayam Ras Pedaging 3,59 2,66 2,83 2,81 2,93

10 Itik 0,10 0,18 0,15 0,15 0,16

11 Kelinci 0 0,0007 0,0005 0,0010 0,0005

12 Puyuh 0 0,0040 0,0050 0,0050 0,0046

13 Merpati 0 0,0003 0,0007 0,0010 0,0006

14 Itik Manila 0 0,01 0,02 0,03 0,03

Jumlah 9,99 10,24 10,18 10,29 10,50 (Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa konsumsi daging terbesar adalah konsumsi daging babi yaitu pada tahun 2015 adalah sebesar 3,02 kg per kapita per tahun. Walaupun daging domba bukan merupakan konsumsi daging terbesar, namun konsumsi daging domba di Sumatera Utara terus cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2015 konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,14 kg per kapita per tahun. Dari data diatas dapat dilihat bahwa konsumsi daging domba masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi daging lainnya seperti daging sapi, daging kerbau, daging ayam, daging kambing, dan daging babi.

Oleh karena itu, penulis ingin melihat apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dan tertarik untuk meneliti tentang ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara”.

(18)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah faktor-faktor PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing mempengaruhi jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut, yaitu:

1. Untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam melihat konsumsi daging domba di Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dalam mengendalikan ketersediaan daging domba di Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian sejenis selanjutnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Domba

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang layak dikembangkan di pedesaan. Hal ini disebabkan segudang keunggulannya yaitu modal yang tidak terlalu besar, pakan utama yang berupa rumput dan daun-daunan banyak tersedia di pedesaan, serta teknik pemeliharaannya relatif mudah. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas perbandingan persentase daging dan wol, ada tidaknya tanduk dan asal ternak. Adapun klasifikasi domba adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Genus : Ovis Spesies : Ovis aries (Purbowati, 2009).

Domba merupakan salah satu jenis ternak potong kecil yang memberikan beberapa keuntungan, antara lain:

a. Mudah beradaptasi terhadap berbagai lingkungan.

(20)

b. Domba memiliki sifat suka hidup berkelompok, sehingga waktu digembalakan tak akan saling berpisah jauh dari kelompoknya.

c. Cepat berkembang biak.

d. Modal kecil.

e. Sebagai tabungan.

f. Hasil ikutannya berupa kotoran sangat membantu usaha pertanian.

g. Daging domba merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani (Sugeng, 2000).

kambing dan domba memang umum dipelihara oleh masyarakat Indonesia karena mudah dipelihara dan menguntungkan. Karena itu, kedua ternak ini sering dianggap hewan yang sama. Padahal secara genetik kedua hewan ini berbeda.

Perbedaan kedua ternak ini juga dapat dilihat dengan jelas pada penampilan fisik maupun sifat-sifatnya. Secara umum, beberapa perbedaan yang tampak pada kambing dan domba diuraikan pada tabel 2.1.

(21)

7

Tabel 2.1 Perbedaan Kambing dan Domba

(Setiawan, 2011).

Pada umumnya makanan domba berasal dari hijauan yang terdiri dari berbagai jenis rumput dan daun-daunan. Hijauan tersebut merupakan bahan makanan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi, termasuk kelompok bahan makan hijauan ialah hijauan segar, hay, dan silage. Ternak domba merupakan hewan yang memerlukan hijauan dalam jumlah besar, kurang lebih 90%. Untuk penyediaan kandang sebaiknya konstruksi kandang domba dibuat berkolong, dimana domba bisa tinggal di lantai atas. Sedangkan lantai bawah dibuat lubang penampungan kotoran, sehingga kotoran dari lantai atas jatuh lewat lantai berlubang itu tertampung ke semuanya dalam lubang, tidak berserakan di sembarang tempat, ukuran kandang 1-1,5 meter persegi/ekor domba dewasa (Sugeng, 2000).

2.1.2 Daging Domba

Daging tersusun oleh serat-serat daging yang selanjutnya menjadi kelompok daging. Makin halus serat daging dan makin kecil kelompok daging, maka makin baik kualitasnya, dan makin empuk rasanya (Khususnya daging paha termasuk

Perbedaan Kambing Domba

Kelenjar Suborbitalis (kelenjar di bawah mata)

Tidak ada Ada, menghasilkan

seperti air mata Kelenjar Intergigitalis

(kelenjar di celah kuku)

Tidak ada Ada, menghasilkan

minyak berbau khas Kelenjar Tanduk Ada, menghasilan bau

yang khas (prengus) pada kambing jantan

Tidak ada

Ekor Umumnya mengarah ke

atas

Umumnya terkulai

Bulu Tipis dan lurus, kurang

dimanfaatkan

Tebal dan ikal sehingga dimanfaatkan sebagai wol

Jumlah Kromosom 60 56

Pakan Utama Dedaunan Rerumputan

Sifat Soliter Berkelompok

Daun Telinga Pendek-Panjang Ramping (kecil-sedang)

(22)

nomor satu). Daging dari hewan muda warnanya lebih muda di bandingkan dengan daging dari hewan yang lebih tua. Warna ini timbul karena adanya pigmen yang dihasilkan sewaktu hewan bergerak. Makin banyak hewan bergerak selama hidupnya makin merahlah warna dagingnya. Gerak badan tidak hanya mempermerah warna daging tetapi juga memperkuat serat-serat daging, memperkasar dan memperalot daging. Domba dewasa mempunyai aroma yang lebih tajam daripada hewan domba yang muda. Daging anak domba mempunyai aroma yang tidak seberapa tajam, tetapi sudah barang tentu daging domba yang muda sangat empuk jika di masak (Sumoprastowo, 2000).

2.1.3 Manfaat Daging Domba

Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang manfaat daging domba sebagai konsumsi hewani, yakni:

a. Daging domba merupakan bahan pangan bergizi tinggi.

b. Daging domba merupakan sumber kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maupun tenaga.

c. Daging domba merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Murtidjo,1993).

Tabel 2.2 Kandungan nilai gizi dan kalori dalam daging domba dan daging kambing per 100 g bahan yang dapat dimakan

No Jenis Zat Domba Kambing

1 Kalori (kal) 206 154

2 Protein (g) 17,1 16,6

3 Lemak (g) 14,8 9,2

4 Kalsium (mg) 10 11

5 Fosfor (mg) 191 124

6 Besi (mg) 2,6 1,0

7 Vitamin B1 (mg) 0,15 0,09

8 Air (g) 66,3 70,3

(Cahyono, 2012).

(23)

9

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa.

“BARANG” meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan alat rumah tangga, dan barang tidak awet, seperti makanan dan pakaian,

“ JASA” meliputi barang tidak kasat mata, seperti potong rambut dan layanan kesehatan. Pembelanjaan rumah tangga untuk pendidikan juga termasuk ke dalam konsumsi jasa (Mankiw dkk, 2013).

1. Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis)

Hipotesis ini dikemukakan oleh Keynes. Keynes menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik:

a. jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga meningkat.

Hanya saja peningkatan konsumsi tidak sebesar peningkatan pndapatan disposabel.

b. Merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif.

c. Pendapatan disposabel yang diterima sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangan sisanya ditabung.

(Manurung, 2008).

2. Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)

Hipotesis fungsi konsumsi berdasarkan pendapatan relatif dikemukakan oleh james Duesenberry. Hipotesis yang dikemukakan oleh James Duesenberry adalah:

a. Tidak mengasumsikan bahwa konsumsi rumah tangga merupakan fungsi dari pendapatan absolut, tetapi pendapatan relatif .

(24)

b. Distribusi pendapatan dari semua rumah tangga menentukan pendapatan relatif rumah tangga.

c. Jika pendapatan absolut rumah tangga naik dengan persentase yang sama maka posisi relatif rumah tangga berada dalam distribusi yang sama.

(Supriana, 2011).

3. Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis)

Milton Friedman mengungkapkan hasil pemikirannya mengenai penggunaan hipotesis pendapatan permanen untuk menerangkan variabel agregatif konsumsi.

Dengan menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama hidupnya di antara kurun waktu yang dihadapi serta menghendaki pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu ke waktu. Milton Friedman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen seorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya atau pendapatan mereka yang bersangkutan. Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan:

Cp = kYp

dimana:

Cp = konsumsi permanen Yp = pendapatan permanen

k = angka konstan yang menunjukan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1.

(Reksoprayitno, 2000).

(25)

11

4. Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)

Teori konsumsi dari Modigliani pada dasarnya dikembangkan oleh 3 orang yaitu Alberto Ando, Richard Brumberg, dan Franco Modigliani, akan tetapi yang mendapatkan Penghargaan Nobel hanya Modigliani karena salah satu teori konsumsinya yang terkenal atau dikenal dengan nama “Hipotesis Siklus Hidup”

(Life Cycle Hypothesis) yang menyatakan bahwa konsumsi seseorang selain dari pendapatannya, juga bergantung pada kekayaannya, hal dimana kekayaan ini didapat dari penyisihan pendapatan yang tidak dikonsumsi, yaitu tabungan dan atau dari kekayaan warisan/turun temurun. Tabungan ini bisa saja menjadi investasi sehingga menghasilkan aktiva misalkan tabungan mendapatkan bunga dan pengambilan tabungan untuk investasi. Berbeda dengan Friedman, Modigliani menganggap bahwa konsumsi tidak harus berasal dari pendapatan, karena menurutnya pendapatan bervariasi selama kehidupan seseorang dan tabungan dapat menggerakan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatannya tinggi ke masa hidup ketika pendapatannya rendah atau sama sekali tidak ada. Dengan demikian fungsi konsumsi berdasarkan pendapatan adalah:

C = Y x WL TL dimana:

C = Konsumsi Y = Pendapatan

WL = Masa bekerja untuk memperoleh pendapatan TL = Tafsiran lama hidup

(Putong, 2008).

(26)

5. Hipotesis Kekayaan (Wealth Hypothesis)

Hipotesis ini pada prinsipnya merupakan modifikasi dan pengembangan hipotesis siklus hidup yang dikemukakan oleh David Ott pada tahun 1975. Hipotesis kekayaan ini kemudian dikembangkan oleh Ball dan Drake tahun 1964 dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.

Ct = k.At

dimana:

A = Wealth (kekayaan) k = Konstanta

(Bakti, dkk, 2010).

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi 1. Pendapatan

Pendapatan amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya semakin tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi semakin besar (Manurung, 2008).

Kenaikan pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi. Biasanya pertambahan pendapatan adalah lebih tinggi dari pada pertambahan konsumsi. Misalnya, apabila pendapatan bertambah sebanyak Rp 100 ribu, konsumsi bertambah sebanyak Rp 75 ribu (Sukirno, 2002).

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif

(27)

13

rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura. Sebab, jumlah penduduk Indonesia lima puluh kali lipat penduduk Singapura (Manurung, 2008).

3. Tingkat Harga

Sejauh ini dianggap bahwa konsumsi riil merupakan fungsi dari pendapatan riil.

Oleh karena itu, naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil (Suparmoko, 1990).

Pada tingkat harga yang tinggi maka seseorang akan lebih mengurangi proporsi pengeluaran untuk konsumsinya dan sebaliknya, pada tingkat harga yang rendah konsumen akan memenuhi kepuasan dengan mengkonsumsi sesuai anggaran yang dimiliki (Sukirno, 2002).

4. Harga Barang Dan Jasa Lain

Tidak ada konsumen yang memutuskan secara sendiri-sendiri jumlah segala komoditi yang hendak dibelinya. Turunnya harga barang lain akan membuat konsumsi terhadap barang sendiri akan menurun (Case,2006).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hotmaria Sitanggang (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil analisis data tersebut diperolehnilai R2 sebesar 0.951421. Hal ini memberikan makna bahwa sebesar 95,14% variabel Konsumsi dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, SBD, INF, dan

(28)

JP. Sedangkan sisanya sebesar 4,86% dijelaskan oleh variabel lain diluar model, diperoleh nilai F hitung sebesar 28.32326 dengan tingkat probabilitas sebesar 0.000000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas untuk Konsumsi yaitu PDRB, SBD, INF, dan JP secara simultan dan signifikan bersama-sama mempengaruhi variabel terikatnya yaitu konsumsi pada tingkat derajat kepercayaan sebesar 95%.

Zanros Heriyon (2008) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam Broiler Masyarakat di Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan metode Simple Random Sampling yang dihitung dengan menggunakan metode analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa besamya F hitung adalah 91.092, dengan signifikansi 0,000. Pada tabel anova diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,000 < 0.05) dengan demikian Ho diterima dan Hi ditolak. Dimana peubah bebas seperti konsumsi daging ayam buras (Xl0), konsumsi daging kambing/domba (X8) berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi daging ayam broiler. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk peubah bebas dalam pene1itian 0,541 artinya pengaruh variabel konsumsi daging ayam buras (Xl0) dan konsumsi daging kambing/domba (XB) adalah sekitar 54,1% terhadap konsumsi daging ayam broiler masyarakat.

Ovistevi Munthe (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara dengan menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa nilai signifikansi F sebesar 0,000 yang lebih kecil dibandingkan dengan α sebesar 0,1 (10%) menunjukkan secara serempak variabel bebas (harga sapi dan

(29)

15

harga daging ayam) berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran daging sapi di Sumatera Utara. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima, dan diperoleh nilai R-Square (R2) sebesar 0,879 yang berarti bahwa variabel bebas yakni harga daging ayam dan pendapatan mampu menjelaskan variabel terikat (jumlah penawaran daging sapi) sebesar 87,9 %, sementara 12,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model.

Abdul Rohman (2012) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam Ras Pada Rumah Tangga Petani Di Kecamatan Tawamangu Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,121. Dari hasil diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu sebesar 0,660 dengan α(0,05) yang berarti variabel ekonomi yang diteliti tidak berpengaruh secara siginifikan terhadap konsumsi daging ayam ras pada rumah tangga petani di Kecamatan Tawamangun Kabupaten Karanganyar, yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, harga daging ayam ras, harga telur ayam ras, dan harga minyak goreng.

Muhammad Febri Anggian Siregar (2011) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Dari hasi data diperoleh bahwa nilai R2 (R Square) diperoleh sebesar 0,858. Koefisien (indeks) determinasi tersebut menunjukkan informasi bahwa 85,8% konsumsi daging ayam dapat dijelaskan oleh variabel umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan harga daging ayam, atau dengan kata lain sebesar 82,7% kelima variabel tersebut mempengaruhi jumlah konsumsi

(30)

daging ayam. Sedangkan sisanya 14,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi daging ayam (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan harga daging ayam) memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi daging ayam. Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai F-hitung yang didapatkan sebesar 15.808> F-tabel sebesar 2,42.

2.4 Kerangka Pemikiran

Daging domba merupakan salah satu bahan makanan di Indonesia. Masyarakat di Provinsi Sumatera utara mengkonsumsi daging domba sebagai makanan yang mengandung protein tinggi. Namun, Tingkat konsumsi daging domba masih tergolong rendah walaupun cenderung meningkat. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba agar konsumsi daging domba dapat meningkat. Adapun hal yang mempengaruhi konsumsi daging domba dipengaruhi oleh PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing.

Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat pengaruh antara PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba.

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan dengan Gambar 2.1.

(31)

17

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.

Jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara semakin bertambah.

2. Terdapat pengaruh antara PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba.

Konsumsi Daging Domba

Jumlah Penduduk

PDRB Harga Daging

Domba

Harga Daging kambing

Keterangan:

: Menyatakan Pengaruh

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki 25 kabupaten dan 8 kota dengan mempertimbangan bahwa Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah penelitian adalah karena Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi daging domba dan memiliki populasi yang cukup besar.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dari tahun 2001-2015. Data sekunder adalah data yang telah dkumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Supriana, 2013).

Adapun jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:

(33)

19

Tabel 3.1 Spesifikasi Data

3.3 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis identifikasi masalah 1 yaitu untuk Untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara digunakan metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk tujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti (Agung,2015).

Untuk menganalisis identifikasi masalah 2 yaitu untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba secara serempak dan parsial diuji dengan menggunakan Model Analisis Regresi Linier Berganda melalui program SPSS.

Data yang dibutuhkan adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing di Sumatera Utara, dengan menggunakan rumus :

Y=b0+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4

Keterangan :

Y = konsumsi daging domba (ton) b0 = Koefisien intersep

b1,b2,b3,b4,bn = Koefisien regresi X1 = PDRB (Rp Miliar) X2 = Jumlah Penduduk (Jiwa) X3 = Harga daging domba (Rp/kg)

No Jenis Data Sumber Metode

1 Konsumsi Daging Domba Provinsi Sumatera Utara

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara

Mencari publikasi Instansi terkait

2 PDRB Badan Pusat Statistik

Provinsi Sumatera Utara

Mencari publikasi Instansi terkait 3 Jumlah Penduduk Badan Pusat Statistik

Provinsi Sumatera Utara

Mencari publikasi Instansi terkait 4 Harga Daging Domba Dinas Peternakan

Provinsi Sumatera Utara

Mencari publikasi Instansi terkait 5 Harga Daging Kambing Badan Pusat Statistik

Provinsi Sumatera Utara

Mencari publikasi Instansi terkait

(34)

X4 = Harga Daging Kambing (Rp/kg) μ = Kesalahan pengganggu

3.3.1 Uji F

H0 : secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).

H1 :secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).

Kriteria Pengujian :

Jika Sig. F >0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika Sig. F ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Jika H0 diterima maka secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).

Jika H1 diterima maka secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4

berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).

3.3.2 Uji t

Selanjutnya dianalisis dengan mengunakan SPSS untuk menguji signifikan nilai koefisien regresi secara parsial yang diperoleh dengan metode OLS adalah statistik uji t (t test).

H0 :tidak ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.

H1 :ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.

Kriteria Pengujian

Jika t hitung ≤ t tabel atau Sig. t > 0,05, maka H0 diterima, dan dan H1 ditolak.

Jika t hitung ≥ t tabel atau Sig t < 0,05, maka H0 ditolak, dan dan H1 diterima.

(35)

21

Jika H0 diterima, maka berarti tidak ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat .

Jika H1 diterima, maka berarti ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.3.3 Koefisien Determinasi

Apabila R adalah koefisien korelasi yang menyatakan hubungan antara variabel x dan y maka ada perubahan korelasi sebesar 100 persen, R2 persen perubahan dari pada variabel y disebabkan oleh variabel y di sebut dengan koefisien determinasi (Sigit, 2010).

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.

3.3.4 Heterokedastisitas

Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa gangguan atau residual yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homokedastik, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama. Uji asumsi heterokedastisitas bertujuan menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

(36)

Cara mendeteksi adanya heterokedastisitas adalah dengan metode grafik dengan kriteria uji sebagai berikut.

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3.3.5 AutoKorelasi

Autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode kuadrat terkecil (OLS), autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Sedangkan satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain.

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 1,65< DW < 2,35 kesimpulannya tidak ada autokorelasi.

b. 1,21< DW < 1,65 atau DW < 2,79 tidak dapat disimpulkan.

c. DW < 1,21 atau DW > 2,79 kesimpulannya terjadi autokorelasi.

Atau jika menggunakan SPSS maka akan diperoleh nilai d, kemudian dibandingkan dengan nilai dL dan du dari tabel dengan aturan berikut:

1. Bila d < dL, yang berarti ada autokorelasi yang positif.

2. Bila dL ≤ d ≤ dU, maka tidak dapat diambil kesimpulan.

(37)

23

3. Bila dU≤ d ≤ 4 – dU, maka tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.

4. Bila 4 – dU≤ d ≤ 4 – dL, maka tidak dapat diambil kesimpulan.

5. Bila d > 4 - dL, yang berarti ada autokorelasi yang negatif.

(Supriana, 2014).

3.3.6 Multikolineritas

Uji multikolinieritas bertujuan menguji adanya korelasi antar variabel bebas (independent) pada model regresi. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortagonal atau memiliki koefisien korelasi yang tidak sama dengan nol terhadap variabel bebas lainnya (Xn) (Nugroho, 2011).

Cara mendeteksi terjadinya multikolinieritas dalam model regresi salah satunya adalah dengan melihat nilai toleransi dan VIF. Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika toleransi ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10, yang berarti terjadi multikolinieritas Jika toleransi > 0,10 dan VIF <10, yang berarti tidak terjadi multikolinieritas.

3.3.7 Normalitas

Uji normalitas dibuat untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Secara umum, data yang baik dan layak digunakan adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan uji normal yaitu One Sample Kolmogorov-Smirnov. Agar hasil penelitian nanti bisa baik, maka uji normalitas data ini sebaiknya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian. Adapun kriteria ujinya adalah sebagai berikut.

(38)

1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal.

2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.

3.4 Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

3.4.1 Definisi

1. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang layak dikembangkan di pedesaan.

2. Harga daging domba adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari daging domba bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.

Istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada produk daging domba.

3. Konsumsi adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa.“

Barang” meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan alat rumah tangga, dan barang tidak awet, seperti makanan dan pakaian, “ jasa” meliputi barang tidak kasat mata, seperti potong rambut dan layanan kesehatan.

4. PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun.

(39)

25

5. Harga daging kambing adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari daging kambing bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.

Istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada produk daging kambing.

6. Penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus atau kontinu.

3.4.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah : 1. Daerah penelitian di Sumatera Utara.

2. Data yang digunakan adalah data mengenai pengaruh konsumsi daging domba dalam kurun waktu 2001-2015.

3. Waktu penelitian 2017.

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI VARIABEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak, Topografi dan Iklim Daerah Penelitian

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1o- 4o Lintang Utara dan 98o-100o Bujur Timur. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71. 680,68 km2. Secara administratif, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dan memiliki batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Provinsi Aceh

- Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka - Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat - Sebelah Barat : Samudera Hindia

Berdasarkan topografi wilayah Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu:

1. Pantai Barat terdiri dari Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Tengah, dan Kota Padang Sidempuan, kota Sibolga, dan Kota Gunung Sitoli.

2. Dataran Tinggi terdiri dari Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, dan Pakpak Bharat, Samosir, dan Kota Pematangsiantar.

3. Pantai Timur terdiri dari Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Kota Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai.

(41)

27

Karena terletak dekat garis khatiulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagaimana daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33oC, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada di daerah ketinggian yang suhunya minimal bisa mencapai 15oC.

Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai bulan Juli dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantara kedua musim itu diselingi dengan musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 80%-97% dengan curah hujan (800-4000) mm/tahun, kecepatan angin mencapai 2,3-3,7 m/sec dan penyinaran matahari 43%.

Luas daerah dan ketinggian permukaan dataran Provinsi Sumatera Utara bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

(42)

Tabel 4.1 Luas dan Letak Diatas Permukaan Laut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

No Kabupaten/Kota Luas (Km2) Letak Ketinggian (m dpl) Kabupaten

1 Nias 1.842,51 0-800

2 Mandailing Natal 6.134,00 0-1000

3 Tapanuli Selatan 6.030,47 0-1915

4 Tapanuli Tengah 2.188,00 0-1266

5 Tapanuli Utara 3.791,64 150-1700

6 Toba Samosir 2.328,89 900-2200

7 Labuhan Batu 2.156,02 0-700

8 Asahan 3.702,21 0-1000

9 Simalungun 4.369,00 0-369

10 Dairi 1.927,80 400-1600

11 Karo 2.127,00 120-1420

12 Deli Serdang 2.241,68 0-500

13 Langkat 6.262,00 0-1200

14 Nias Selatan 1.825,20 0-800

15 Humbang Hasundutan 2.335,33 330-2075

16 Pakpak Bharat 1.218,30 700-1500

17 Samosir 2.069,05 904-2157

18 Serdang Bedagai 1.900,22 0-500

19 Batu Bara 922,20 0-50

20 Padang Lawas Utara 3.918,05 0-1915

21 Padang Lawas 3.892,74 0

22 Labuhan Batu Selatan 3.596,00 0-500 23 Labuhan Batu Utara 3.596,00 0-700

24 Nias Utara 1.202,78 0-478

25 Nias Barat 473,73 0-800

Kota

26 Sibolga 41,31 0-50

27 Tanjung Balai 107,83 0-3

28 Pematang Siantar 55,66 400-500

29 Tebing Tinggi 31,00 26-34

30 Medan 265,00 2,5-37,5

31 Binjai 59,19 0-28

32 Padangsidimpunan 114,66 260-1100

33 Gunung Sitoli 280,78 0-600

Sumatera Utara 72.981,23

Sumber : (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah dengan luas tebesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,0 km2, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang banyak, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 215,14 ton. Sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Tebing Tinggi dengan

(43)

29

luas 3,00 km2, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedang, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 167,41 ton. Daerah yang memiliki dataran paling tinggi diatas permukaan laut adalah Kabupaten Toba Samosir dengan letak 2.200 m dpl, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedikit, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 1,5 ton. Sedangkan yang paling rendah adalah Tanjung Balai dengan letak 0-3 m dpl, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedikit, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 6,76 ton.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 2015 sebesar 13.937.797 jiwa. Penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki- laki berjumlah 6.944.552 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.983.245 jiwa dengan luas wilayah 72.981,23 km2. Dapat digambarkan kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar 191 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

(44)

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

Golongan Umur (Tahun)

Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

0-4 796.736 769.300 1.566.036

5-9 771.553 734.945 1.506.498

10-14 712.198 679.119 1.391.317

15-19 675.985 650.791 1.326.776

20-24 606.961 597.387 1.204.348

25-29 549.959 547.190 1.097.149

30-34 513.823 520.761 1.034.584

35-39 477.696 485.988 963.684

40-44 434.197 444.778 878.975

45-49 385.418 402.414 787.832

50-54 332.232 350.434 682.666

55-59 270.068 282.502 552.570

60-64 186.921 198.004 384.925

65+ 240.805 319.632 560.437

Jumlah 6.954.552 6.983.245 13.937.797

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling banyak yaitu pada golongan umur 0-4 tahun sebesar 1.566.036 jiwa, dimana jumlah laki-laki sebesar 796.736 jiwa dan perempuan sebesar 769.300 jiwa. Dan yang paling sedikit jumlah penduduknya yaitu pada golongan umur 60-64 tahun sebesar 384.925 jiwa, dimana jumlah laki-laki sebesar 186.921 jiwa dan perempuan sebesar 198.004 jiwa.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 No. Uraian Perkotaan (Jiwa) Pedesaan (Jiwa) Total

1 Jumlah 7.246.534 6.691.263 13.937.797

2 Persentase (%) 51.99 48,01 100

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Dari tabel dapat dilihat pada tahun 2011 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di perkotaan adalah 7,24 juta jiwa (51,99%) dan yang tinggal di daerah pedesaan sebesar 6,69 juta jiwa (48,01%).

(45)

31

4.1.3 Keadaan Ekonomi

Secara keseluruhan perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2015 tumbuh sebesar 5,10% menurun jika dibanding tahun 2014 yang sebesar 5,23%. PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada tahun 2015 sebesar Rp 571.722,01 triliun. Dengan pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan masih sebagai kontributor utama dengan peranan mencapai 22,01%.

Selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 20,21% dan sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 17,43%. Sementara itu sektor-sektor lainnya memberi total konstribusi sebesar 40,15% terhadap perekonomian di Sumatera Utara dengan sektor listrik, gas, dan sektor pengadaan air pengelolaan sampah limbah dan daur ulang memberi konstribusi terkecil sebesar 0,10%. Untuk lebih jelasnya dapat dapat dilihat pada tabel berikut.

(46)

Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2015 (Miliar Rupiah)

No. Lapangan Usaha PDRB Persentase (%)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

125.808,05 22,01

2 Petambangan dan Penggalian 7.732,92 1,35

3 Industri Pengolahan 115.560,02 20,21

4 Pengadaan Listrik dan Gas 575,25 0,10

5 Pengadaan Air Pengelolaan Sampah Limbah dan Daur Ulang

572,26 0,10

6 Konstruksi 77.801,96 13,61

7 Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

99,646,14 17,43 8 Transportasi dan Pergudangan 28.501,21 4,99 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum

13.761,21 2,41

10 Informasi dan Komunikasi 11.124,25 1,95

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 19.144,95 3,35

12 Real Estate 25.712,58 4,50

13 Jasa Perusahaan 5.472,33 0,96

14 Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

21.234,54 3,71

15 Jasa Pendidikan 10.713,83 1,87

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.328,76 0,93

17 Jasa lainnya 3.031,75 0,53

Total 571.722,01 100

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Untuk melihat produktivitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2015, PDRB Sumatera Utara pada tahun 2015 sebesar Rp 571,722 triliun. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 24,97%, diikuti sektor industri pengolahan sebesar 19,50%, dan perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 17,47%. Untuk lebih jelasnya dapat dapat dilihat pada tabel berikut.

(47)

33

Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga KonstanTahun 2015 (Miliar Rupiah)

No. Lapangan Usaha PDRB Persentase (%)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

110.123,24 24,97

2 Petambangan dan Penggalian 5.829,94 1,32

3 Industri Pengolahan 85.968,40 19,50

4 Pengadaan Listrik dan Gas 541,31 0,12

5 Pengadaan Air Pengelolaan Sampah Limbah dan Daur Ulang

421,96 0,10

6 Konstruksi 54.248,91 12,30

7 Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

77.037,55 17,47 8 Transportasi dan Pergudangan 20.155,59 4,57 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum

9.866,78 2,24

10 Informasi dan Komunikasi 11.055,36 2,51

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 13.957,95 3,17

12 Real Estate 18.119,23 4,11

13 Jasa Perusahaan 3.836,94 0,87

14 Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

14.642,06 3,32

15 Jasa Pendidikan 8.904,74 2,02

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.066,72 0,92

17 Jasa lainnya 2.179,19 0,49

Total 571.722,01 100

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Jalan merupakan prasarana pengangkut yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain.

Panjang jalan di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut.

(48)

Tabel 4.6 Panjang Jalan Di Provinsi Sumatera Utara

No Uraian Panjang Jalan (Km)

1 Negara 2.249.644

2 Provinsi 3.048.500

3 Kabupaten/Kota 33.310.650

Jumlah 38.608.794

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Jalan yang terpanjang di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan status jalan kabupaten/Kota, yaitu 33.310.650 km dan yang paling pendek adalah jalan negara, yaitu 2.249.644 km. Sedangkan jalan provinsi sepanjang 3.048.500 km.

Pendidikan sangat penting bagi masyarakat agar masyarakat mendapat ilmu pengetahuan, wawasan, dan informasi. Sarana di bidang pendidikan seperti sekolah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM di suatu wilayah.

Tabel 4.7 Jumlah Sekolah Di Provinsi Sumatera Utara

No Uraian Jumlah (unit)

1 SD 9.524

2 SMP 2.424

3 SMA 1.029

4 SMK 934

Total 13.911

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Sekolah terbanyak di Provinsi Sumatera Utara adalah SD, yaitu 9.524 unit dan yang paling sedikit adalah SMK, yaitu 934 unit. Sedangkan SMP berjumlah 2.424 unit dan SMA berjumlah 1.029 unit.

Kesehatan adalah hal yang paling paling penting bagi manusia dalam melanjutkan kehidupan sehari-hari. Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh masyarakat.

(49)

35

Tabel 4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara

No Uraian Jumlah (unit)

1 Rumah Sakit 214

2 Puskemas 571

3 Puskesdes 3.586

4 Posyandu 15.592

Total 19.963

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Sarana di bidang kesehatan dengan jumlah terbanyak di Provinsi Sumatera Utara adalah posyandu, yaitu 15.592 unit dan yang paling sedikit adalah rumah sakit, yaitu 214 unit. Sedangkan puskesmas berjumlah 571 unit dan puskesdes berjumlah 3.586 unit.

4.2 Deskripsi Variabel

4.4.1 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara

Selain sebagai salah satu sentra produksi daging domba, Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu provinsi yang mengkonsumsi daging domba. Hal ini dikarenakan harga daging domba yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga daging kambing.

(50)

Tabel 4.9 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Konsumsi Daging Domba (Ton)

2001 586,12

2002 710,82

2003 713,42

2004 727,40

2005 739,60

2006 1.137,91

2007 1.155,09

2008 1.434,65

2009 1.457,32

2010 1.557,86

2011 1.572,43

2012 1.585,85

2013 1.732,41

2014 2015

1.927,36 1.951,30 (Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa konsumsi daging domba yang paling tinggi adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar 1.951,30 ton. Sedangkan konsumsi yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 586,12 ton.

(51)

37

4.4.2 PDRB di Provinsi Sumatera Utara

Adapun PDRB di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10 PDRB di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun PDRB (Miliar Rp)

2001 77.803,07

2002 88.117,50

2003 103.401,37

2004 118.100,51

2005 139.618,31

2006 160.376,80

2007 181.819,74

2008 213.931,70

2009 236.353,62

2010 275.056,51

2011 314.372,44

2012 417.120,44

2013 469.464,02

2014 2015

521.954,95 571.722,01 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa PDRB yang paling tinggi adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp 571.722,01 Miliar. Sedangkan PDRB yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 77.803,07 Miliar.

(52)

4.4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara

Jumlah penduduk mengalami peningkatan selama 15 tahun terakhir. Adapun jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

(Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar 13.937.797 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 11.722.397 jiwa.

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

2001 11.722.397

2002 11.847.075

2003 11.890.399

2004 12.123.360

2005 12.326.678

2006 12.643.494

2007 12.834.371

2008 13.042.317

2009 13.248.386

2010 12.982.204

2011 13.103.596

2012 13.215.401

2013 13.326.207

2014 13.766.851

2015 13.937.797

(53)

39

4.4.4 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara

Adapun harga daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

Tabel 4.12 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

(Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa harga daging domba yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 26.000/kg. Sedangkan

daging domba yang paling tinggi adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 71.600/kg.

Tahun Harga Daging Domba (Rp/kg)

2001 26.000

2002 28.000

2003 30.000

2004 28.000

2005 32.000

2006 30.000

2007 40.000

2008 35.000

2009 41.000

2010 33.000

2011 54.436

2012 60.589

2013 64.730

2014 71.600

2015 69.000

(54)

4.4.5 Harga Daging Kambing di Provinsi Sumatera Utara

Adapun harga daging kambing di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

Tabel 4.13 Harga Daging Kambing di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

(Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)

Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa harga daging kambing yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 26.000/kg. Sedangkan

harga daging kambing yang paling tinggi adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 73.316/kg.

Tahun Harga Daging Kambing (Rp/kg)

2001 26.000

2002 28.000

2003 27.916

2004 29.416

2005 31.750

2006 35.444

2007 39.722

2008 43.875

2009 52.041

2010 51.750

2011 53.965

2012 64.658

2013 68.925

2014 73.316

2015 65.854

(55)

41

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba, dan perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data yang dibutuhkan berupa data time series dari tahun 2001 hingga tahun 2015.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba, digunakan variabel terikat jumlah konsumsi daging dombadi Provinsi Sumatera Utara dan variabel bebasnya adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing.

5.1.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara Konsumsi daging domba di masyarakat dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2001 - 2015.

Konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara selama tahun penelitian tersebut dijelaskan melalui tabel berikut ini.

(56)

Tabel 5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun 2001-2015

(Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2016)

Selanjutnya perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dapat dijelaskan dalam gambar berikut.

Gambar 5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Berdasarkan gambar 5.1 menunjukkan perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2001-2015. Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara

586,12

710,82 713,42 727,4 739,6

1.137,91 1.155,09

1.434,65 1.457,32

1.557,86 1.572,43 1.585,85 1.732,41

1.927,36 1.951,30

0 500 1000 1500 2000 2500

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

konsumsi daging domba di provinsi sumatera utara

konsumsi daging domba di provinsi sumatera utara

Tahun Konsumsi Daging Domba (Ton)

2001 586,12

2002 710,82

2003 713,42

2004 727,40

2005 739,60

2006 1.137,91

2007 1.155,09

2008 1.434,65

2009 1.457,32

2010 1.557,86

2011 1.572,43

2012 1.585,85

2013 1.732,41

2014 1.927,36

2015 1.951,30

Gambar

Gambar 2.1  Skema  Kerangka  Pemikiran  Analisis  Faktor-Faktor  Yang  Mempengaruhi  Konsumsi  Daging  Domba  Di  Provinsi  Sumatera Utara
Tabel 5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi   Sumatera Utara Dari Tahun 2001-2015

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini menjelaskan tentang Content Management System dengan menggunakan Joomla pada website SMA Negeri 2 Cikampek, dimana website ini digunakan sebagai media

[r]

Penulis menggunakan metode UML (Unified Modelling Language) dalam merancang sistem aplikasi website Buku Online dan menggunakan PHP untuk membuat program serta MySQL sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dividen per lembar saham memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (harga saham). Hal ini mengindikasikan, bahwa terjadi

tradisi tersebut terdeskripsikan dalam 3 tema yaitu: ibu-ibu postpartum.. merasa bahwa tradisi yang dilakukan sangat membantu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dividen per lembar saham memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (harga saham).. Hal ini mengindikasikan, bahwa terjadi

Dengan berdiskusi dalam kelompok masing-masing, siswa diharapkan dapat menentukan volume bola menggunakan model setengah bola dan kerucut yang jari-jarinya

Pemilihan cerita rayat Deleng Pertektekken ini berasal dari Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dan merupakan sastra lisan masyarakat Karo.Dalam