ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH:
WUDDAN MURTAZA LUBIS 130304110
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
SKRIPSI
OLEH:
WUDDAN MURTAZA LUBIS 130304110
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
ABSTRAK
Wuddan Murtaza Lubis dengan judul Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian ini dibimbing oleh Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir Satia Negara Lubis, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara, dan untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan. Penelitian ini telah dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda melalui progran SPSS dan menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing. Secara serempak, keempat faktor berpengaruh nyata terhadap konsumsi daging domba. Sementara secara parsial jumlah penduduk dan harga daging kambing berpengaruh nyata terhadap konsumsi daging domba sementara PDRB, dan harga daging domba tidak berpengaruh nyata. Perkembangan konsumsi daging domba dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Kata kunci: Konsumsi, Harga, PDRB, Jumlah Penduduk, Daging Domba
RIWAYAT HIDUP
Wuddan Murtaza Lubis lahir di Bagan Batu, Riau pada tanggal 30 Agustus 1995 anak dari Bapak Zuhairan Lubis dan Ibu Baqa Soraya Lubis. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2001 masuk Sekolah Dasar Swasta 044 Kec. Bagan Sinembah, Kab.
Rokan Hilir, Riau dan tamat tahun 2007.
2. Tahun 2007 masuk Sekolah Menegah Pertama Swasta Tunas Bangsa Kab.
Rokan Hilir, Riau dan tamat tahun 2010.
3. Tahun 2010 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Medan dan tamat tahun 2013.
4. Tahun 2013 Menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
5. Bulan Agustus 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pantai Cermin Kiri Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai
6. Bulan Mei 2017 melakukan penelitian skiripsi di kota Medan.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING DOMBA DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini pertama penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua Orang tua tersayang yaitu Ayahanda Zuhairan Lubis dan Ibu Baqa Soraya Lubis yang telah membesarkan penulis dengan rasa sayang yang tiada terkira dan selalu memberikan nasihat, didikan, pengorbanan, dan dukungan baik secara materi maupun doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abanganda Bahrun Nizam Lubis, ST , dan adik yaitu Muna Maizura Lubis. Serta penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak HM.Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing.
2. Bapak Dr Ir Satia Negara Lubis, M.Ec Selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ketua program studi Agribisnis FP USU.
3. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian USU.
4. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara beserta pegawai lainnya.
5. Sahabat sahabat dan rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan menyusun skiripsi ini yaitu Doli,Reigana, Ikbal, Fanema, Annur, Ayuh, Herlina, Henny, Satria, Rizal, Annisa, Dicky, Vera, Ibrahim, dan seluruh teman teman Agribisnis dan PKP Stambuk 2013 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
6. Teman-teman penulis yang lain Witno, Egy, Edgar, Gusti, Ryan, Teza, Solima, dan Fahmi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2017 Penulis
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Kegunaan Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5
2.1.1 Domba ... 5
2.1.2 Daging Domba... 7
2.1.3 Manfaat Daging Domba ... 8
2.2 Landasan teori ... 9
2.2.1 Teori Konsumsi ... 9
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi ... 12
2.3 Penelitian Terdahulu ... 13
2.4 Kerangka Pemikiran ... 16
2.5 Hipotesis Penelitian ... 17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 18
3.3 Metode Analisis Data ... 19
3.3.1 Uji F ... 20 3.3.1 Uji F 3.3.2 Uji t ... 20
3.3.3 Koefisien Determinasi... 21
3.3.4 Heterokedastisitas ... 21
3.3.5 Autokorelasi ... 22
3.3.6 Multikolinieritas ... 23
3.3.7 Normalitas ... 23
3.4 Definisi dan Batasan Operasional ... 24
3.4.1 Definisi ... 24
3.4.2 Batasan Operasional ... 25
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI VARIABEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 26
4.1.1 Letak, Topografi, danIklim Daerah Penelitian ... 26
4.1.2 Keadaan Penduduk ... 29
4.1.3 Keadaan Ekonomi ... 31
4.1.4 Sarana Dan Prasarana ... 33
4.2 Deskripsi Variabel ... 35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil dan Pembahasan ... 41
5.1.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara ... 41
5.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara ... 43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
No Judul Hal 1.1
Populasi Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun2011-2015 (Ekor) 2
1.2 Konsumsi Daging Tahun 2011-2015 di
Provinsi Sumatera Utara (Kg/Kapita/Tahun) 3
2.1 Perbedaan kambing dan Domba 7
2.2 Kandungan nilai gizi dan kalori dalam daging domba dan
daging kambing per 100 g bahan yang dapat dimakan 8
3.1 Spesifikasi Data 19
4.1 Luas dan Letak Diatas Permukaan Laut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 28
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 30 4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 30 4.4 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut
Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2015
(Miliar Rupiah) 32
4.5
Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga KonstanTahun 2015(Miliar Rupiah) 34
4.6 Panjang Jalan Di Provinsi Sumatera Utara 34
4.7 Jumlah Sekolah Di Provinsi Sumatera Utara 34
4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara 35 4.9 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2015 36
4.10 PDRB di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 37 4.11 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2015 38
4.12 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2015 39
4.13 Harga Daging kambing di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2015 40
5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi
Sumatera Utara DariTahun 2001-2015 42
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba
Di Provinsi Sumatera Utara 17
5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 42
No Judul
Lampiran 1 Konsumsi Daging Domba Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Lampiran 2 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015 Lampiran 3 Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2015
Lampiran 4 Harga Daging Domba Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Lampiran 5 Harga Daging Kambing Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Lampiran 6 Hasil Output SPSS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Domba merupakan salah satu komoditas agribisnis penting yang potensial untuk dikembangkan. Produk utama yang dihasilkan dari domba adalah daging, bulu (wol), dan kulit. Domba yang diternakkan di dalam negeri, utamanya dimanfaatkan untuk diambil dagingnya (Harianto, 2012).
Peternakan domba di Indonesia kebanyakan masih merupakan usaha tradisional.
Perkembangannya pun terasa sangat lambat, dan petani memelihara domba masih merupakan usaha sampingan. Ternak domba merupakan simpanan kekayaan petani, yang sewaktu-waktu diperlukan supaya bisa cepat dijual. Mengingat populasi domba yang sangat tinggi, maka tak ayal lagi bahwa peternakan domba yang merupakan usaha sampingan ini dapat menghasilkan produksi daging yang tidak sedikit nilai ekonominya. Usaha peternakan domba dalam skala besar boleh dikatakan belum ada di Indonesia, tetapi di negara lain peternakan domba telah lama dan merupakan peternakan yang komersial, yang dapat menghasilkan devisa yang cukup tinggi berupa wol dan daging (Sumoprastowo, 1993).
Populasi ternak di Sumatera Utara dapat dikatakan cukup tinggi, khususnya ternak domba. Hal ini merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kebutuhan hidup peternak di Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Berikut ini adalah data populasi domba di Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 1.1 Populasi Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun 2011-2015 (Ekor)
Tahun Jumlah
2011 325.722
2012 374.286
2013 595.517
2014 610.103
2015 611.427
2016 623.677
(Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah populasi domba di Sumatera Utara semakin bertambah dari tahun 2011 hingga tahun 2016. Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah domba yang paling banyak berada pada tahun 2016 yaitu sebanyak 623.677 ekor.
Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil, 3-5 ekor per keluarga, dipelihara secara tradisional dan merupakan bagian dari usahatani sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh sangat kecil. Walaupun di negara-negara maju, seperti Australia dan Eropa, ternak domba itu memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena domba menghasilkan wol dan daging, sedangkan domba di Indonesia lazimnya diusahakan sebagai penghasil daging semata
(Sudarmono, 2009).
Daging domba mempunyai andil yang besar di dalam menunjang kelangsungan hidup masyarakat. Meskipun harganya relatif mahal, tetapi para konsumen semakin sadar bahwa daging domba adalah makanan yang mengandung protein hewani yang tinggi, sehingga tidak menghalangi selera beli untuk kebutuhan konsumsi (Murtidjo, 1993).
Sumatera Utara merupakan provinsi yang mempunyai tingkat konsumsi daging yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya kenaikan jumlah penduduk.
3
Tabel 1.2 Konsumsi Daging Tahun 2011-2015 di Provinsi Sumatera Utara (Kg/Kapita/Tahun)
No Komoditi Daging Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
1 Sapi 1,39 1,85 1,38 1,65 1,68
2 Kerbau 0,38 0,55 0,25 0,30 0,30
3 Kambing 0,25 0,25 0,26 0,26 0,25
4 Domba 0,12 0,12 0,13 0,14 0,14
5 Babi 2,73 2,89 2,94 2,97 3,02
6 Kuda 0,007 0,007 0,004 0,004 0,00
7 Ayam Buras 1,02 1,08 1,38 1,21 1,21
8 Ayam Ras Petelur 0,40 0,64 0,83 0,76 0,77 9 Ayam Ras Pedaging 3,59 2,66 2,83 2,81 2,93
10 Itik 0,10 0,18 0,15 0,15 0,16
11 Kelinci 0 0,0007 0,0005 0,0010 0,0005
12 Puyuh 0 0,0040 0,0050 0,0050 0,0046
13 Merpati 0 0,0003 0,0007 0,0010 0,0006
14 Itik Manila 0 0,01 0,02 0,03 0,03
Jumlah 9,99 10,24 10,18 10,29 10,50 (Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa konsumsi daging terbesar adalah konsumsi daging babi yaitu pada tahun 2015 adalah sebesar 3,02 kg per kapita per tahun. Walaupun daging domba bukan merupakan konsumsi daging terbesar, namun konsumsi daging domba di Sumatera Utara terus cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2015 konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,14 kg per kapita per tahun. Dari data diatas dapat dilihat bahwa konsumsi daging domba masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi daging lainnya seperti daging sapi, daging kerbau, daging ayam, daging kambing, dan daging babi.
Oleh karena itu, penulis ingin melihat apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dan tertarik untuk meneliti tentang ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara?
2. Apakah faktor-faktor PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing mempengaruhi jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut, yaitu:
1. Untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam melihat konsumsi daging domba di Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dalam mengendalikan ketersediaan daging domba di Sumatera Utara.
3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian sejenis selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Domba
Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang layak dikembangkan di pedesaan. Hal ini disebabkan segudang keunggulannya yaitu modal yang tidak terlalu besar, pakan utama yang berupa rumput dan daun-daunan banyak tersedia di pedesaan, serta teknik pemeliharaannya relatif mudah. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas perbandingan persentase daging dan wol, ada tidaknya tanduk dan asal ternak. Adapun klasifikasi domba adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Genus : Ovis Spesies : Ovis aries (Purbowati, 2009).
Domba merupakan salah satu jenis ternak potong kecil yang memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
a. Mudah beradaptasi terhadap berbagai lingkungan.
b. Domba memiliki sifat suka hidup berkelompok, sehingga waktu digembalakan tak akan saling berpisah jauh dari kelompoknya.
c. Cepat berkembang biak.
d. Modal kecil.
e. Sebagai tabungan.
f. Hasil ikutannya berupa kotoran sangat membantu usaha pertanian.
g. Daging domba merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani (Sugeng, 2000).
kambing dan domba memang umum dipelihara oleh masyarakat Indonesia karena mudah dipelihara dan menguntungkan. Karena itu, kedua ternak ini sering dianggap hewan yang sama. Padahal secara genetik kedua hewan ini berbeda.
Perbedaan kedua ternak ini juga dapat dilihat dengan jelas pada penampilan fisik maupun sifat-sifatnya. Secara umum, beberapa perbedaan yang tampak pada kambing dan domba diuraikan pada tabel 2.1.
7
Tabel 2.1 Perbedaan Kambing dan Domba
(Setiawan, 2011).
Pada umumnya makanan domba berasal dari hijauan yang terdiri dari berbagai jenis rumput dan daun-daunan. Hijauan tersebut merupakan bahan makanan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi, termasuk kelompok bahan makan hijauan ialah hijauan segar, hay, dan silage. Ternak domba merupakan hewan yang memerlukan hijauan dalam jumlah besar, kurang lebih 90%. Untuk penyediaan kandang sebaiknya konstruksi kandang domba dibuat berkolong, dimana domba bisa tinggal di lantai atas. Sedangkan lantai bawah dibuat lubang penampungan kotoran, sehingga kotoran dari lantai atas jatuh lewat lantai berlubang itu tertampung ke semuanya dalam lubang, tidak berserakan di sembarang tempat, ukuran kandang 1-1,5 meter persegi/ekor domba dewasa (Sugeng, 2000).
2.1.2 Daging Domba
Daging tersusun oleh serat-serat daging yang selanjutnya menjadi kelompok daging. Makin halus serat daging dan makin kecil kelompok daging, maka makin baik kualitasnya, dan makin empuk rasanya (Khususnya daging paha termasuk
Perbedaan Kambing Domba
Kelenjar Suborbitalis (kelenjar di bawah mata)
Tidak ada Ada, menghasilkan
seperti air mata Kelenjar Intergigitalis
(kelenjar di celah kuku)
Tidak ada Ada, menghasilkan
minyak berbau khas Kelenjar Tanduk Ada, menghasilan bau
yang khas (prengus) pada kambing jantan
Tidak ada
Ekor Umumnya mengarah ke
atas
Umumnya terkulai
Bulu Tipis dan lurus, kurang
dimanfaatkan
Tebal dan ikal sehingga dimanfaatkan sebagai wol
Jumlah Kromosom 60 56
Pakan Utama Dedaunan Rerumputan
Sifat Soliter Berkelompok
Daun Telinga Pendek-Panjang Ramping (kecil-sedang)
nomor satu). Daging dari hewan muda warnanya lebih muda di bandingkan dengan daging dari hewan yang lebih tua. Warna ini timbul karena adanya pigmen yang dihasilkan sewaktu hewan bergerak. Makin banyak hewan bergerak selama hidupnya makin merahlah warna dagingnya. Gerak badan tidak hanya mempermerah warna daging tetapi juga memperkuat serat-serat daging, memperkasar dan memperalot daging. Domba dewasa mempunyai aroma yang lebih tajam daripada hewan domba yang muda. Daging anak domba mempunyai aroma yang tidak seberapa tajam, tetapi sudah barang tentu daging domba yang muda sangat empuk jika di masak (Sumoprastowo, 2000).
2.1.3 Manfaat Daging Domba
Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang manfaat daging domba sebagai konsumsi hewani, yakni:
a. Daging domba merupakan bahan pangan bergizi tinggi.
b. Daging domba merupakan sumber kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maupun tenaga.
c. Daging domba merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Murtidjo,1993).
Tabel 2.2 Kandungan nilai gizi dan kalori dalam daging domba dan daging kambing per 100 g bahan yang dapat dimakan
No Jenis Zat Domba Kambing
1 Kalori (kal) 206 154
2 Protein (g) 17,1 16,6
3 Lemak (g) 14,8 9,2
4 Kalsium (mg) 10 11
5 Fosfor (mg) 191 124
6 Besi (mg) 2,6 1,0
7 Vitamin B1 (mg) 0,15 0,09
8 Air (g) 66,3 70,3
(Cahyono, 2012).
9
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa.
“BARANG” meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan alat rumah tangga, dan barang tidak awet, seperti makanan dan pakaian,
“ JASA” meliputi barang tidak kasat mata, seperti potong rambut dan layanan kesehatan. Pembelanjaan rumah tangga untuk pendidikan juga termasuk ke dalam konsumsi jasa (Mankiw dkk, 2013).
1. Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis)
Hipotesis ini dikemukakan oleh Keynes. Keynes menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik:
a. jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga meningkat.
Hanya saja peningkatan konsumsi tidak sebesar peningkatan pndapatan disposabel.
b. Merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif.
c. Pendapatan disposabel yang diterima sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangan sisanya ditabung.
(Manurung, 2008).
2. Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)
Hipotesis fungsi konsumsi berdasarkan pendapatan relatif dikemukakan oleh james Duesenberry. Hipotesis yang dikemukakan oleh James Duesenberry adalah:
a. Tidak mengasumsikan bahwa konsumsi rumah tangga merupakan fungsi dari pendapatan absolut, tetapi pendapatan relatif .
b. Distribusi pendapatan dari semua rumah tangga menentukan pendapatan relatif rumah tangga.
c. Jika pendapatan absolut rumah tangga naik dengan persentase yang sama maka posisi relatif rumah tangga berada dalam distribusi yang sama.
(Supriana, 2011).
3. Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis)
Milton Friedman mengungkapkan hasil pemikirannya mengenai penggunaan hipotesis pendapatan permanen untuk menerangkan variabel agregatif konsumsi.
Dengan menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama hidupnya di antara kurun waktu yang dihadapi serta menghendaki pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu ke waktu. Milton Friedman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen seorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya atau pendapatan mereka yang bersangkutan. Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan:
Cp = kYp
dimana:
Cp = konsumsi permanen Yp = pendapatan permanen
k = angka konstan yang menunjukan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1.
(Reksoprayitno, 2000).
11
4. Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)
Teori konsumsi dari Modigliani pada dasarnya dikembangkan oleh 3 orang yaitu Alberto Ando, Richard Brumberg, dan Franco Modigliani, akan tetapi yang mendapatkan Penghargaan Nobel hanya Modigliani karena salah satu teori konsumsinya yang terkenal atau dikenal dengan nama “Hipotesis Siklus Hidup”
(Life Cycle Hypothesis) yang menyatakan bahwa konsumsi seseorang selain dari pendapatannya, juga bergantung pada kekayaannya, hal dimana kekayaan ini didapat dari penyisihan pendapatan yang tidak dikonsumsi, yaitu tabungan dan atau dari kekayaan warisan/turun temurun. Tabungan ini bisa saja menjadi investasi sehingga menghasilkan aktiva misalkan tabungan mendapatkan bunga dan pengambilan tabungan untuk investasi. Berbeda dengan Friedman, Modigliani menganggap bahwa konsumsi tidak harus berasal dari pendapatan, karena menurutnya pendapatan bervariasi selama kehidupan seseorang dan tabungan dapat menggerakan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatannya tinggi ke masa hidup ketika pendapatannya rendah atau sama sekali tidak ada. Dengan demikian fungsi konsumsi berdasarkan pendapatan adalah:
C = Y x WL TL dimana:
C = Konsumsi Y = Pendapatan
WL = Masa bekerja untuk memperoleh pendapatan TL = Tafsiran lama hidup
(Putong, 2008).
5. Hipotesis Kekayaan (Wealth Hypothesis)
Hipotesis ini pada prinsipnya merupakan modifikasi dan pengembangan hipotesis siklus hidup yang dikemukakan oleh David Ott pada tahun 1975. Hipotesis kekayaan ini kemudian dikembangkan oleh Ball dan Drake tahun 1964 dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.
Ct = k.At
dimana:
A = Wealth (kekayaan) k = Konstanta
(Bakti, dkk, 2010).
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi 1. Pendapatan
Pendapatan amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya semakin tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi semakin besar (Manurung, 2008).
Kenaikan pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi. Biasanya pertambahan pendapatan adalah lebih tinggi dari pada pertambahan konsumsi. Misalnya, apabila pendapatan bertambah sebanyak Rp 100 ribu, konsumsi bertambah sebanyak Rp 75 ribu (Sukirno, 2002).
2. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif
13
rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura. Sebab, jumlah penduduk Indonesia lima puluh kali lipat penduduk Singapura (Manurung, 2008).
3. Tingkat Harga
Sejauh ini dianggap bahwa konsumsi riil merupakan fungsi dari pendapatan riil.
Oleh karena itu, naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil (Suparmoko, 1990).
Pada tingkat harga yang tinggi maka seseorang akan lebih mengurangi proporsi pengeluaran untuk konsumsinya dan sebaliknya, pada tingkat harga yang rendah konsumen akan memenuhi kepuasan dengan mengkonsumsi sesuai anggaran yang dimiliki (Sukirno, 2002).
4. Harga Barang Dan Jasa Lain
Tidak ada konsumen yang memutuskan secara sendiri-sendiri jumlah segala komoditi yang hendak dibelinya. Turunnya harga barang lain akan membuat konsumsi terhadap barang sendiri akan menurun (Case,2006).
2.3 Penelitian Terdahulu
Hotmaria Sitanggang (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil analisis data tersebut diperolehnilai R2 sebesar 0.951421. Hal ini memberikan makna bahwa sebesar 95,14% variabel Konsumsi dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, SBD, INF, dan
JP. Sedangkan sisanya sebesar 4,86% dijelaskan oleh variabel lain diluar model, diperoleh nilai F hitung sebesar 28.32326 dengan tingkat probabilitas sebesar 0.000000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas untuk Konsumsi yaitu PDRB, SBD, INF, dan JP secara simultan dan signifikan bersama-sama mempengaruhi variabel terikatnya yaitu konsumsi pada tingkat derajat kepercayaan sebesar 95%.
Zanros Heriyon (2008) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam Broiler Masyarakat di Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan metode Simple Random Sampling yang dihitung dengan menggunakan metode analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa besamya F hitung adalah 91.092, dengan signifikansi 0,000. Pada tabel anova diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,000 < 0.05) dengan demikian Ho diterima dan Hi ditolak. Dimana peubah bebas seperti konsumsi daging ayam buras (Xl0), konsumsi daging kambing/domba (X8) berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi daging ayam broiler. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk peubah bebas dalam pene1itian 0,541 artinya pengaruh variabel konsumsi daging ayam buras (Xl0) dan konsumsi daging kambing/domba (XB) adalah sekitar 54,1% terhadap konsumsi daging ayam broiler masyarakat.
Ovistevi Munthe (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara dengan menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa nilai signifikansi F sebesar 0,000 yang lebih kecil dibandingkan dengan α sebesar 0,1 (10%) menunjukkan secara serempak variabel bebas (harga sapi dan
15
harga daging ayam) berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran daging sapi di Sumatera Utara. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima, dan diperoleh nilai R-Square (R2) sebesar 0,879 yang berarti bahwa variabel bebas yakni harga daging ayam dan pendapatan mampu menjelaskan variabel terikat (jumlah penawaran daging sapi) sebesar 87,9 %, sementara 12,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model.
Abdul Rohman (2012) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam Ras Pada Rumah Tangga Petani Di Kecamatan Tawamangu Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Dari hasil data diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,121. Dari hasil diperoleh nilai signifikansi uji F yaitu sebesar 0,660 dengan α(0,05) yang berarti variabel ekonomi yang diteliti tidak berpengaruh secara siginifikan terhadap konsumsi daging ayam ras pada rumah tangga petani di Kecamatan Tawamangun Kabupaten Karanganyar, yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, harga daging ayam ras, harga telur ayam ras, dan harga minyak goreng.
Muhammad Febri Anggian Siregar (2011) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Ayam (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Dari hasi data diperoleh bahwa nilai R2 (R Square) diperoleh sebesar 0,858. Koefisien (indeks) determinasi tersebut menunjukkan informasi bahwa 85,8% konsumsi daging ayam dapat dijelaskan oleh variabel umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan harga daging ayam, atau dengan kata lain sebesar 82,7% kelima variabel tersebut mempengaruhi jumlah konsumsi
daging ayam. Sedangkan sisanya 14,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi daging ayam (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan harga daging ayam) memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi daging ayam. Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai F-hitung yang didapatkan sebesar 15.808> F-tabel sebesar 2,42.
2.4 Kerangka Pemikiran
Daging domba merupakan salah satu bahan makanan di Indonesia. Masyarakat di Provinsi Sumatera utara mengkonsumsi daging domba sebagai makanan yang mengandung protein tinggi. Namun, Tingkat konsumsi daging domba masih tergolong rendah walaupun cenderung meningkat. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba agar konsumsi daging domba dapat meningkat. Adapun hal yang mempengaruhi konsumsi daging domba dipengaruhi oleh PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing.
Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat pengaruh antara PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba.
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan dengan Gambar 2.1.
17
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara semakin bertambah.2. Terdapat pengaruh antara PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing terhadap konsumsi daging domba.
Konsumsi Daging Domba
Jumlah Penduduk
PDRB Harga Daging
Domba
Harga Daging kambing
Keterangan:
: Menyatakan Pengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki 25 kabupaten dan 8 kota dengan mempertimbangan bahwa Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah penelitian adalah karena Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi daging domba dan memiliki populasi yang cukup besar.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dari tahun 2001-2015. Data sekunder adalah data yang telah dkumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Supriana, 2013).
Adapun jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:
19
Tabel 3.1 Spesifikasi Data
3.3 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis identifikasi masalah 1 yaitu untuk Untuk menganalisis perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara digunakan metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk tujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti (Agung,2015).
Untuk menganalisis identifikasi masalah 2 yaitu untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba secara serempak dan parsial diuji dengan menggunakan Model Analisis Regresi Linier Berganda melalui program SPSS.
Data yang dibutuhkan adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing di Sumatera Utara, dengan menggunakan rumus :
Y=b0+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+μ
Keterangan :
Y = konsumsi daging domba (ton) b0 = Koefisien intersep
b1,b2,b3,b4,bn = Koefisien regresi X1 = PDRB (Rp Miliar) X2 = Jumlah Penduduk (Jiwa) X3 = Harga daging domba (Rp/kg)
No Jenis Data Sumber Metode
1 Konsumsi Daging Domba Provinsi Sumatera Utara
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
2 PDRB Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait 3 Jumlah Penduduk Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait 4 Harga Daging Domba Dinas Peternakan
Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait 5 Harga Daging Kambing Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
X4 = Harga Daging Kambing (Rp/kg) μ = Kesalahan pengganggu
3.3.1 Uji F
H0 : secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).
H1 :secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).
Kriteria Pengujian :
Jika Sig. F >0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika Sig. F ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Jika H0 diterima maka secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).
Jika H1 diterima maka secara serempak faktor-faktor dari X1 sampai X4
berpengaruh secara signifikan terhadap Y (konsumsi daging domba).
3.3.2 Uji t
Selanjutnya dianalisis dengan mengunakan SPSS untuk menguji signifikan nilai koefisien regresi secara parsial yang diperoleh dengan metode OLS adalah statistik uji t (t test).
H0 :tidak ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.
H1 :ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.
Kriteria Pengujian
Jika t hitung ≤ t tabel atau Sig. t > 0,05, maka H0 diterima, dan dan H1 ditolak.
Jika t hitung ≥ t tabel atau Sig t < 0,05, maka H0 ditolak, dan dan H1 diterima.
21
Jika H0 diterima, maka berarti tidak ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat .
Jika H1 diterima, maka berarti ada pengaruh nyata secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.3.3 Koefisien Determinasi
Apabila R adalah koefisien korelasi yang menyatakan hubungan antara variabel x dan y maka ada perubahan korelasi sebesar 100 persen, R2 persen perubahan dari pada variabel y disebabkan oleh variabel y di sebut dengan koefisien determinasi (Sigit, 2010).
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.
3.3.4 Heterokedastisitas
Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa gangguan atau residual yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homokedastik, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama. Uji asumsi heterokedastisitas bertujuan menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Cara mendeteksi adanya heterokedastisitas adalah dengan metode grafik dengan kriteria uji sebagai berikut.
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heterokedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
3.3.5 AutoKorelasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode kuadrat terkecil (OLS), autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Sedangkan satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 1,65< DW < 2,35 kesimpulannya tidak ada autokorelasi.
b. 1,21< DW < 1,65 atau DW < 2,79 tidak dapat disimpulkan.
c. DW < 1,21 atau DW > 2,79 kesimpulannya terjadi autokorelasi.
Atau jika menggunakan SPSS maka akan diperoleh nilai d, kemudian dibandingkan dengan nilai dL dan du dari tabel dengan aturan berikut:
1. Bila d < dL, yang berarti ada autokorelasi yang positif.
2. Bila dL ≤ d ≤ dU, maka tidak dapat diambil kesimpulan.
23
3. Bila dU≤ d ≤ 4 – dU, maka tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.
4. Bila 4 – dU≤ d ≤ 4 – dL, maka tidak dapat diambil kesimpulan.
5. Bila d > 4 - dL, yang berarti ada autokorelasi yang negatif.
(Supriana, 2014).
3.3.6 Multikolineritas
Uji multikolinieritas bertujuan menguji adanya korelasi antar variabel bebas (independent) pada model regresi. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortagonal atau memiliki koefisien korelasi yang tidak sama dengan nol terhadap variabel bebas lainnya (Xn) (Nugroho, 2011).
Cara mendeteksi terjadinya multikolinieritas dalam model regresi salah satunya adalah dengan melihat nilai toleransi dan VIF. Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika toleransi ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10, yang berarti terjadi multikolinieritas Jika toleransi > 0,10 dan VIF <10, yang berarti tidak terjadi multikolinieritas.
3.3.7 Normalitas
Uji normalitas dibuat untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Secara umum, data yang baik dan layak digunakan adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan uji normal yaitu One Sample Kolmogorov-Smirnov. Agar hasil penelitian nanti bisa baik, maka uji normalitas data ini sebaiknya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian. Adapun kriteria ujinya adalah sebagai berikut.
1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi > 0,05, maka data berdistribusi normal.
2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.
3.4 Definisi dan Batasan Operasional
Definisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini.
3.4.1 Definisi
1. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang layak dikembangkan di pedesaan.
2. Harga daging domba adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari daging domba bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
Istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada produk daging domba.
3. Konsumsi adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa.“
Barang” meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan alat rumah tangga, dan barang tidak awet, seperti makanan dan pakaian, “ jasa” meliputi barang tidak kasat mata, seperti potong rambut dan layanan kesehatan.
4. PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun.
25
5. Harga daging kambing adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari daging kambing bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
Istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada produk daging kambing.
6. Penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus atau kontinu.
3.4.2 Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah : 1. Daerah penelitian di Sumatera Utara.
2. Data yang digunakan adalah data mengenai pengaruh konsumsi daging domba dalam kurun waktu 2001-2015.
3. Waktu penelitian 2017.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI VARIABEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak, Topografi dan Iklim Daerah Penelitian
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1o- 4o Lintang Utara dan 98o-100o Bujur Timur. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71. 680,68 km2. Secara administratif, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dan memiliki batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Provinsi Aceh
- Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka - Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat - Sebelah Barat : Samudera Hindia
Berdasarkan topografi wilayah Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu:
1. Pantai Barat terdiri dari Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Tengah, dan Kota Padang Sidempuan, kota Sibolga, dan Kota Gunung Sitoli.
2. Dataran Tinggi terdiri dari Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, dan Pakpak Bharat, Samosir, dan Kota Pematangsiantar.
3. Pantai Timur terdiri dari Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Kota Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai.
27
Karena terletak dekat garis khatiulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagaimana daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33oC, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada di daerah ketinggian yang suhunya minimal bisa mencapai 15oC.
Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai bulan Juli dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantara kedua musim itu diselingi dengan musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 80%-97% dengan curah hujan (800-4000) mm/tahun, kecepatan angin mencapai 2,3-3,7 m/sec dan penyinaran matahari 43%.
Luas daerah dan ketinggian permukaan dataran Provinsi Sumatera Utara bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Luas dan Letak Diatas Permukaan Laut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
No Kabupaten/Kota Luas (Km2) Letak Ketinggian (m dpl) Kabupaten
1 Nias 1.842,51 0-800
2 Mandailing Natal 6.134,00 0-1000
3 Tapanuli Selatan 6.030,47 0-1915
4 Tapanuli Tengah 2.188,00 0-1266
5 Tapanuli Utara 3.791,64 150-1700
6 Toba Samosir 2.328,89 900-2200
7 Labuhan Batu 2.156,02 0-700
8 Asahan 3.702,21 0-1000
9 Simalungun 4.369,00 0-369
10 Dairi 1.927,80 400-1600
11 Karo 2.127,00 120-1420
12 Deli Serdang 2.241,68 0-500
13 Langkat 6.262,00 0-1200
14 Nias Selatan 1.825,20 0-800
15 Humbang Hasundutan 2.335,33 330-2075
16 Pakpak Bharat 1.218,30 700-1500
17 Samosir 2.069,05 904-2157
18 Serdang Bedagai 1.900,22 0-500
19 Batu Bara 922,20 0-50
20 Padang Lawas Utara 3.918,05 0-1915
21 Padang Lawas 3.892,74 0
22 Labuhan Batu Selatan 3.596,00 0-500 23 Labuhan Batu Utara 3.596,00 0-700
24 Nias Utara 1.202,78 0-478
25 Nias Barat 473,73 0-800
Kota
26 Sibolga 41,31 0-50
27 Tanjung Balai 107,83 0-3
28 Pematang Siantar 55,66 400-500
29 Tebing Tinggi 31,00 26-34
30 Medan 265,00 2,5-37,5
31 Binjai 59,19 0-28
32 Padangsidimpunan 114,66 260-1100
33 Gunung Sitoli 280,78 0-600
Sumatera Utara 72.981,23
Sumber : (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah dengan luas tebesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,0 km2, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang banyak, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 215,14 ton. Sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Tebing Tinggi dengan
29
luas 3,00 km2, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedang, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 167,41 ton. Daerah yang memiliki dataran paling tinggi diatas permukaan laut adalah Kabupaten Toba Samosir dengan letak 2.200 m dpl, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedikit, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 1,5 ton. Sedangkan yang paling rendah adalah Tanjung Balai dengan letak 0-3 m dpl, daerah ini menghasilkan daging domba dalam jumlah yang sedikit, pada tahun 2015 menghasilkan daging domba sebanyak 6,76 ton.
4.1.2 Keadaan Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 2015 sebesar 13.937.797 jiwa. Penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki- laki berjumlah 6.944.552 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.983.245 jiwa dengan luas wilayah 72.981,23 km2. Dapat digambarkan kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar 191 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
Golongan Umur (Tahun)
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
0-4 796.736 769.300 1.566.036
5-9 771.553 734.945 1.506.498
10-14 712.198 679.119 1.391.317
15-19 675.985 650.791 1.326.776
20-24 606.961 597.387 1.204.348
25-29 549.959 547.190 1.097.149
30-34 513.823 520.761 1.034.584
35-39 477.696 485.988 963.684
40-44 434.197 444.778 878.975
45-49 385.418 402.414 787.832
50-54 332.232 350.434 682.666
55-59 270.068 282.502 552.570
60-64 186.921 198.004 384.925
65+ 240.805 319.632 560.437
Jumlah 6.954.552 6.983.245 13.937.797
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling banyak yaitu pada golongan umur 0-4 tahun sebesar 1.566.036 jiwa, dimana jumlah laki-laki sebesar 796.736 jiwa dan perempuan sebesar 769.300 jiwa. Dan yang paling sedikit jumlah penduduknya yaitu pada golongan umur 60-64 tahun sebesar 384.925 jiwa, dimana jumlah laki-laki sebesar 186.921 jiwa dan perempuan sebesar 198.004 jiwa.
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 No. Uraian Perkotaan (Jiwa) Pedesaan (Jiwa) Total
1 Jumlah 7.246.534 6.691.263 13.937.797
2 Persentase (%) 51.99 48,01 100
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Dari tabel dapat dilihat pada tahun 2011 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di perkotaan adalah 7,24 juta jiwa (51,99%) dan yang tinggal di daerah pedesaan sebesar 6,69 juta jiwa (48,01%).
31
4.1.3 Keadaan Ekonomi
Secara keseluruhan perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2015 tumbuh sebesar 5,10% menurun jika dibanding tahun 2014 yang sebesar 5,23%. PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada tahun 2015 sebesar Rp 571.722,01 triliun. Dengan pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan masih sebagai kontributor utama dengan peranan mencapai 22,01%.
Selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 20,21% dan sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 17,43%. Sementara itu sektor-sektor lainnya memberi total konstribusi sebesar 40,15% terhadap perekonomian di Sumatera Utara dengan sektor listrik, gas, dan sektor pengadaan air pengelolaan sampah limbah dan daur ulang memberi konstribusi terkecil sebesar 0,10%. Untuk lebih jelasnya dapat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2015 (Miliar Rupiah)
No. Lapangan Usaha PDRB Persentase (%)
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
125.808,05 22,01
2 Petambangan dan Penggalian 7.732,92 1,35
3 Industri Pengolahan 115.560,02 20,21
4 Pengadaan Listrik dan Gas 575,25 0,10
5 Pengadaan Air Pengelolaan Sampah Limbah dan Daur Ulang
572,26 0,10
6 Konstruksi 77.801,96 13,61
7 Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
99,646,14 17,43 8 Transportasi dan Pergudangan 28.501,21 4,99 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
13.761,21 2,41
10 Informasi dan Komunikasi 11.124,25 1,95
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 19.144,95 3,35
12 Real Estate 25.712,58 4,50
13 Jasa Perusahaan 5.472,33 0,96
14 Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
21.234,54 3,71
15 Jasa Pendidikan 10.713,83 1,87
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.328,76 0,93
17 Jasa lainnya 3.031,75 0,53
Total 571.722,01 100
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Untuk melihat produktivitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2015, PDRB Sumatera Utara pada tahun 2015 sebesar Rp 571,722 triliun. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 24,97%, diikuti sektor industri pengolahan sebesar 19,50%, dan perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 17,47%. Untuk lebih jelasnya dapat dapat dilihat pada tabel berikut.
33
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga KonstanTahun 2015 (Miliar Rupiah)
No. Lapangan Usaha PDRB Persentase (%)
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
110.123,24 24,97
2 Petambangan dan Penggalian 5.829,94 1,32
3 Industri Pengolahan 85.968,40 19,50
4 Pengadaan Listrik dan Gas 541,31 0,12
5 Pengadaan Air Pengelolaan Sampah Limbah dan Daur Ulang
421,96 0,10
6 Konstruksi 54.248,91 12,30
7 Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
77.037,55 17,47 8 Transportasi dan Pergudangan 20.155,59 4,57 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
9.866,78 2,24
10 Informasi dan Komunikasi 11.055,36 2,51
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 13.957,95 3,17
12 Real Estate 18.119,23 4,11
13 Jasa Perusahaan 3.836,94 0,87
14 Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
14.642,06 3,32
15 Jasa Pendidikan 8.904,74 2,02
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.066,72 0,92
17 Jasa lainnya 2.179,19 0,49
Total 571.722,01 100
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Jalan merupakan prasarana pengangkut yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain.
Panjang jalan di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Panjang Jalan Di Provinsi Sumatera Utara
No Uraian Panjang Jalan (Km)
1 Negara 2.249.644
2 Provinsi 3.048.500
3 Kabupaten/Kota 33.310.650
Jumlah 38.608.794
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Jalan yang terpanjang di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan status jalan kabupaten/Kota, yaitu 33.310.650 km dan yang paling pendek adalah jalan negara, yaitu 2.249.644 km. Sedangkan jalan provinsi sepanjang 3.048.500 km.
Pendidikan sangat penting bagi masyarakat agar masyarakat mendapat ilmu pengetahuan, wawasan, dan informasi. Sarana di bidang pendidikan seperti sekolah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM di suatu wilayah.
Tabel 4.7 Jumlah Sekolah Di Provinsi Sumatera Utara
No Uraian Jumlah (unit)
1 SD 9.524
2 SMP 2.424
3 SMA 1.029
4 SMK 934
Total 13.911
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Sekolah terbanyak di Provinsi Sumatera Utara adalah SD, yaitu 9.524 unit dan yang paling sedikit adalah SMK, yaitu 934 unit. Sedangkan SMP berjumlah 2.424 unit dan SMA berjumlah 1.029 unit.
Kesehatan adalah hal yang paling paling penting bagi manusia dalam melanjutkan kehidupan sehari-hari. Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh masyarakat.
35
Tabel 4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara
No Uraian Jumlah (unit)
1 Rumah Sakit 214
2 Puskemas 571
3 Puskesdes 3.586
4 Posyandu 15.592
Total 19.963
(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Sarana di bidang kesehatan dengan jumlah terbanyak di Provinsi Sumatera Utara adalah posyandu, yaitu 15.592 unit dan yang paling sedikit adalah rumah sakit, yaitu 214 unit. Sedangkan puskesmas berjumlah 571 unit dan puskesdes berjumlah 3.586 unit.
4.2 Deskripsi Variabel
4.4.1 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara
Selain sebagai salah satu sentra produksi daging domba, Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu provinsi yang mengkonsumsi daging domba. Hal ini dikarenakan harga daging domba yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga daging kambing.
Tabel 4.9 Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Tahun Konsumsi Daging Domba (Ton)
2001 586,12
2002 710,82
2003 713,42
2004 727,40
2005 739,60
2006 1.137,91
2007 1.155,09
2008 1.434,65
2009 1.457,32
2010 1.557,86
2011 1.572,43
2012 1.585,85
2013 1.732,41
2014 2015
1.927,36 1.951,30 (Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa konsumsi daging domba yang paling tinggi adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar 1.951,30 ton. Sedangkan konsumsi yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 586,12 ton.
37
4.4.2 PDRB di Provinsi Sumatera Utara
Adapun PDRB di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
Tabel 4.10 PDRB di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Tahun PDRB (Miliar Rp)
2001 77.803,07
2002 88.117,50
2003 103.401,37
2004 118.100,51
2005 139.618,31
2006 160.376,80
2007 181.819,74
2008 213.931,70
2009 236.353,62
2010 275.056,51
2011 314.372,44
2012 417.120,44
2013 469.464,02
2014 2015
521.954,95 571.722,01 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa PDRB yang paling tinggi adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp 571.722,01 Miliar. Sedangkan PDRB yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 77.803,07 Miliar.
4.4.3 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara
Jumlah penduduk mengalami peningkatan selama 15 tahun terakhir. Adapun jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
Tabel 4.11 Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
(Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah pada tahun 2015 yaitu sebesar 13.937.797 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 11.722.397 jiwa.
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
2001 11.722.397
2002 11.847.075
2003 11.890.399
2004 12.123.360
2005 12.326.678
2006 12.643.494
2007 12.834.371
2008 13.042.317
2009 13.248.386
2010 12.982.204
2011 13.103.596
2012 13.215.401
2013 13.326.207
2014 13.766.851
2015 13.937.797
39
4.4.4 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara
Adapun harga daging domba di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12 Harga Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
(Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa harga daging domba yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 26.000/kg. Sedangkan
daging domba yang paling tinggi adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 71.600/kg.
Tahun Harga Daging Domba (Rp/kg)
2001 26.000
2002 28.000
2003 30.000
2004 28.000
2005 32.000
2006 30.000
2007 40.000
2008 35.000
2009 41.000
2010 33.000
2011 54.436
2012 60.589
2013 64.730
2014 71.600
2015 69.000
4.4.5 Harga Daging Kambing di Provinsi Sumatera Utara
Adapun harga daging kambing di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
Tabel 4.13 Harga Daging Kambing di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
(Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2016)
Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa harga daging kambing yang paling rendah adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 26.000/kg. Sedangkan
harga daging kambing yang paling tinggi adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 73.316/kg.
Tahun Harga Daging Kambing (Rp/kg)
2001 26.000
2002 28.000
2003 27.916
2004 29.416
2005 31.750
2006 35.444
2007 39.722
2008 43.875
2009 52.041
2010 51.750
2011 53.965
2012 64.658
2013 68.925
2014 73.316
2015 65.854
41
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba, dan perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data yang dibutuhkan berupa data time series dari tahun 2001 hingga tahun 2015.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging domba, digunakan variabel terikat jumlah konsumsi daging dombadi Provinsi Sumatera Utara dan variabel bebasnya adalah PDRB, jumlah penduduk, harga daging domba, dan harga daging kambing.
5.1.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara Konsumsi daging domba di masyarakat dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2001 - 2015.
Konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara selama tahun penelitian tersebut dijelaskan melalui tabel berikut ini.
Tabel 5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba Di Provinsi Sumatera Utara Dari Tahun 2001-2015
(Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2016)
Selanjutnya perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dapat dijelaskan dalam gambar berikut.
Gambar 5.1 Perkembangan Konsumsi Daging Domba di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Berdasarkan gambar 5.1 menunjukkan perkembangan konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2001-2015. Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah konsumsi daging domba di Provinsi Sumatera Utara
586,12
710,82 713,42 727,4 739,6
1.137,91 1.155,09
1.434,65 1.457,32
1.557,86 1.572,43 1.585,85 1.732,41
1.927,36 1.951,30
0 500 1000 1500 2000 2500
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
konsumsi daging domba di provinsi sumatera utara
konsumsi daging domba di provinsi sumatera utara
Tahun Konsumsi Daging Domba (Ton)
2001 586,12
2002 710,82
2003 713,42
2004 727,40
2005 739,60
2006 1.137,91
2007 1.155,09
2008 1.434,65
2009 1.457,32
2010 1.557,86
2011 1.572,43
2012 1.585,85
2013 1.732,41
2014 1.927,36
2015 1.951,30