• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRAK FARMING PETANI TEBU DI KABUPATEN MALANG PADA KASUS PG. KEBON AGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTRAK FARMING PETANI TEBU DI KABUPATEN MALANG PADA KASUS PG. KEBON AGUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRAK FARMING PETANI TEBU DI KABUPATEN

MALANG PADA KASUS PG. KEBON AGUNG

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Alldela Wily Denisaputri

135020101111064

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

KONTRAK FARMING PETANI TEBU DI KABUPATEN MALANG PADA KASUS

PG. KEBON AGUNG

Yang disusun oleh :

Nama

: Alldela Wily Denisaputri

NIM

: 135020101111064

Fakultas

: Ekonomi dan Bisnis

Jurusan

: S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai

persyaratan ujian skripsi

yang dipertahankan di

depan Dewan Penguji pada tanggal 14 Desember 2020.

Malang, 14 Desember 2020

Dosen Pembimbing,

Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, SE., ME.

(3)

KONTRAK FARMING PETANI TEBU DI KABUPATEN MALANG PADA KASUS PG. KEBON AGUNG

Alldela Wily Denisaputri

Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, SE., ME.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang# Email: alldeladenisaputri@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pilihandiantara banyak alternatif pada usahatanikepada petani tebu untuk tetap memilih menanam tebu dengan bermitra atau memilih menanam tanaman jagung, dengan cara mengetahui opportunity cost pendapatan bersih petani tebu di Kabupaten Malang yang bermitra dengan PG. Kebon Agung dengan pendapatan bersih petani jagung di Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini adalah apabila dihitung dengan opportunity cost hasilnya tidak wajar bagi petani tebu yang status lahannya sewa, dihitung dari (B/C Ratio) < 1 dianggap rugi dengan dibandingkan dengan (B/C Ratio) > 1 dianggap untung bagi petani jagung yang status lahannya sewa.

Kata kunci: petani tebu, petani jagung, B/C Ratio, BEP

A. PENDAHULUAN

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang menjadi komoditi perdagangan utama. Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia otomatis juga akan meningkatkan jumlah konsumsi pada gula. Selain gula penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa gula berasal dari tanaman tebu, sehingga tebu juga sangat penting bagi para petani tebu untuk dijadikan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada kenyataannya, produksi gula semakin tahun semakin menurun tetapi konsumsi pada gula semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan pabrik gula akan bahan baku tebu juga meningkat. Dalam permasalahan ini pabrik gula kekurangan pasokan bahan baku tebu. Ketidakmampuan produksi gula juga mengimbangi laju peningkatan konsumsi pada gula, salah satunya disebabkan karena keterbatasan luas lahan. Keterbatasan luas lahan yang dimiliki pabrik gula menjadi suatau hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gula di Indonesia, karena pada kenyataannya pemilik lahan tebu di Indonesia didominasi milik rakyat.

Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah terbesar penyumbang kebutuhan gula di Indonesia. Rata-rata produksi gula di Provinsi Jawa Timur selama tahun 2015-2019 sebesar 1,07 juta ton per tahun. Produksi gula Jawa Timur berkontribusi 46,91% terhadap produksi gula Indonesia pertahun. Produksi tebu ini tersebar hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Jawa Timur, diantaranya yaitu Kabupaten Malang, Kediri, Lumajang, Jombang, Mojokerto, dan.Jember. Kontribusi dari kelima kabupaten tersebut terhadap produksi tebu rakyat Provinsi Jawa Timur mencapai 58,29%. Penghasil terbesar di Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang dengan memproduksi 210,26 ribu ton gula hablur (20,54%) produksi tebu Provinsi Jawa Timur.

Sehingga dalam hal ini rata-rata penduduk Kabupaten Malang bekerja sebagai petani tebu. Lahan di daerah ini sebagian besar dimiliki oleh rakyat. Dalam hal mengelola hasil produksi tebunya, petani juga bergantung pada pabrik gula di sekitar daerahnya. Salah satu Pabrik Gula (PG) di Kabupaten Malang yang memproduksi gula dari bahan baku tebu yaitu Pabrik Gula (PG) Kebon Agung yang berada di Kecamatan Pakisaji. Dalam hal ini dapat dilihat adanya ketergantungan saling membutuhkan antara petani tebu dengan pabrik gula yang menimbulkan suatu kerjasama dalam bentuk hubungan kemitraan.

Dalam konsep opportunity cost menjelaskan pemilihan diantara banyak alternatif pada usahatani. Dalam penelitian ini pendapatan bersih petani tebu dapat dibandingan dengan pendapatan petani-petani yang lain seperti petani jagung. Hubungan pendapatan yang diperoleh petani tebu dengan opportunity cost adalah pendapatan petani tebu dianggap masih wajar atau tidak apabila dihitung dengan opportunity cost lahan dengan dibandingkan dengan petani jagung. Pendapatan yang diperoleh petani tebu dalam hubungan kemitraan ini pada kenyataannya belum bisa menyejahterakan para petani karena keuntungan yang diperoleh petani tebu tidak begitu besar.

(4)

Usahatani

Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.

Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil laut. Terdapat beberapa contoh modal dalam usahatani, misalnya: tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang dari bank dan uang tunai. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman (kredit dari bank, dari tetangga atau famili), warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa.

Sistem Pertanian Kontrak (Contract Farming)

Menurut Kirk, contract farming adalah cara mengatur produksi pertanian dimana petani-petani kecil diberikan kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian bagi sebuah perusahaan inti sesuai dengan syarat-syarat kontrak yang telah disepakati. Peran perusahaan inti sebagai penyedia kredit, bimbingan teknis, manajerial, sarana produksi, dan bagian pengolahan dan pemasaran hasil produksi (Kirk, 1987). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrak farming terjadi karena ada hubungan kemitraan. Dalam hal ini antara dua pihak saling membutuhkan. Petani membutuhkan bantuan dari segi modal maupun sarana produksi, sedangkan pihak perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku yang dibutuhkan. Sehingga terjadi kerjasama yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

Dalam penelitian ini hubungan kemitraan kontrak farming yang dijalankan oleh petani tebu dengan Pabrik Gula Kebon Agung ini masing-masing pihak mempunyai keperluan dalam hal melancarkan usahanya. Petani tebu membutuhkan pabrik gula untuk menerima tebu yang siap panen, sedangkan pabrik gula sangat membutuhkan pasokan tebu untuk memenuhi produksi giling setiap harinya.

C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Metode kuantitatif deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya, kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori. Penelitian ini berupaya menganalisis pengaruh kemitraan antara Pabrik Gula Kebon Agung dengan petani tebu terhadap pendapatan bersih petani tebu di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada variabel yang digunakan dalam suatu penelitian guna memberikan spesifikasi atas variabel tersebut. Variabel sendiri diartikan sebagai nilai yang memiliki banyak varian. Variabel dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1) Produktivitas usahatani tebu dan jagung merupakan hasil panen dengan satuan kuintal.

2) Faktor produksi merupakan macam dan jumlah faktor produksi yang diperlukan dalam proses produksi tebu dan jagung.

3) Pengukuran total usahatani merupakan sebagai nilai semua masukan yang dikeluarkan di dalam produksi.

4) Total penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari hasil usahatani tebu maupun jagung. Penerimaan merupakan hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

5) Total biaya merupakan semua pengeluaran untuk menghasilkan ouput dalam jangka waktu satu kali musim tanam untuk usahatani tebu sedangkan jangka waktu 3-4 kali musim tanam untuk usahatani jagung, yang meliputi biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

6) Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku berupa bibit dan pupuk (Rp/kuintal).

(5)

7) Biaya transportasi dilihat berdasarkan harga yang yang dibayarkan untuk biaya angkut (Rp/kuintal dan Rp/ton).

8) Biaya tenaga kerja adalah biaya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan upah pada buruh tani (Rp/orang).

9) Produksi merupakan hasil fisik dari usahatani tebu maupun jagung yang diperoleh dari satu kali proses produksi dan dinyatakan dengan satuan kuintal.

Analisis Kuantitatif

1. Analisis Biaya Usahatani

TC = TFC + TVC Dimana:

TC : Biaya total per satu musim tanam TFC: Biaya tetap total per satu musim tanam TVC: Biaya variabel total per satu musim tanam

2.

Analisis Penerimaan Usahatani TR = P x Q

Dimana:

TR : Penerimaan total P : Biaya total Q : Pendapatan

3.

Analisis Pendapatan Usahatani π = TR – TC

Dimana:

TR : Penerimaan total TC : Biaya total π : Pendapatan

4.

Analisis Kelayakan Usahatani

Dimana:

Jika B/C ratio > 1 maka usahatani layak/untung Jika B/C ratio < 1 maka usahatani tidak layang/rugi

5.

BEP (Break Event Point) Penjualan dalam unit:

Dimana:

FC = Biaya tetap P = Harga jual per unit VC = Biaya variabel per unit Penjualan dalam rupiah:

Dimana:

FC = Biaya tetap

VC = Biaya variabel per unit P = Penjualan

(6)

Biaya Produksi Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sendiri

Petani TC Petani Tebu (Lahan Sendiri) Petani TC Petani Jagung (Lahan Sendiri) 1 (0,85 ha) Rp 14.435.890 2 (0,75 ha) Rp 4.647.000 2 (1 ha) Rp 15.478.733 3 (0,75 ha) Rp 4.329.000 4 (2,5 ha) Rp 90.146.180 4 (1 ha) Rp 5.131.000 5 (3,5 ha) Rp 129.115.867 5 (1 ha) Rp 4.959.000 Sumber: data primer, diolah 2017

Biaya produksi tebu tertinggi pada lahan sendiri adalah petani 5 dengan biaya sebesar Rp 129.115.867, dengan luas lahan 3,5 hektar (ha) lebih luas dari petani lainnya. Sedangkan biaya produksi jagung tertinggi pada lahan sendiri adalah petani 4 dengan biaya sebesar Rp 5.131.000, dengan luas lahan 1 hektar (ha).

Biaya Produksi Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sewa

Petani TC Petani Tebu (Lahan Sewa) Petani TC Petani Jagung (Lahan Sewa) 3 (2 ha) Rp 114.346.879 1 (0,5 ha) Rp 3.211.000 4 (1,5 ha) Rp 76.178.150 4 (1 ha) Rp 18.431.000 6 (4 ha) Rp 191.201.670 6 (1,5 ha) Rp 31.472.000 Sumber: data primer, diolah 2017

Biaya produksi tebu tertinggi pada lahan sewa adalah petani 6 dengan biaya sebesar Rp 191.201.670, dengan luas lahan 4 hektar (ha) lebih luas dari petani lainnya. Sedangkan biaya produksi jagung tertinggi pada lahan sewa adalah petani 6 dengan biaya sebesar Rp 31.472.000, dengan luas lahan 1,5 hektar (ha).

Penerimaan Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sendiri

Petani TR Petani Tebu (Lahan Sendiri) Petani TR Petani Jagung (Lahan Sendiri) 1 (0,85 ha) Rp 38.760.000 2 (0,75 ha) Rp 35.000.000 2 (1 ha) Rp 40.020.000 3 (0,75 ha) Rp 15.000.000 4 (2,5 ha) Rp 300.000.000 4 (1 ha) Rp 50.000.000 5 (3,5 ha) Rp 357.000.000 5 (1 ha) Rp 50.000.000 Sumber: Data primer diolah, 2017

Penerimaan tertinggi tebu pada lahan sendiri adalah petani 5 dengan jumlah penerimaan sebesar Rp 357.000.000, dengan luas lahan 3,5 hektar (ha). Sedangkan Penerimaan tertinggi jagung pada lahan sendiri adalah petani 4 dan 5 dengan jumlah penerimaan yang sama sebesar Rp 50.000.000, dengan luas lahan yang juga sama 4 hektar (ha).

Penerimaan Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sewa

Petani TR Petani Tebu (Lahan Sewa)

Petani TR Petani Jagung (Lahan Sewa) 3 (2 ha) Rp 174.000.000 1 (0,5 ha) Rp 15.000.000 4 (1,5 ha) Rp 171.000.000 4 (1 ha) Rp 105.000.000 6 (4 ha) Rp 342.000.000 6 (1,5 ha) Rp 105.000,000 Sumber: Data primer diolah, 2017

Penerimaan tertinggi tebu pada lahan sewa adalah petani 6 dengan jumlah penerimaan sebesar Rp 342.000.000, dengan luas lahan 4 hektar (ha). Sedangkan penerimaan tertinggi jagung pada lahan sewa adalah petani 4 dan 6 dengan jumlah penerimaan yang sama sebesar Rp 105.000.000, dengan luas lahan untuk petani 4 yaitu 1 hektar (ha) dan petani 6 dengan luas lahan 1,5 hektar (ha).

Pendapatan Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sendiri

(7)

(Lahan Sendiri) (Lahan Sendiri) 1 (0,85 ha) Rp 24.324.110 2 (0,75 ha) Rp 30,353.000 2 (1 ha) Rp 24.541.267 3 (0,75 ha) Rp 10.671.000 4 (2,5 ha) Rp 209.853.820 4 (1 ha) Rp 44.869.000 5 (3,5 ha) Rp 227.884.133 5 (1 ha) Rp 45.041.000 Sumber: data primer, diolah 2017

Pendapatan tertinggi tebu pada lahan sendiri adalah petani 5 dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 227.884.133, dengan luas lahan 3,5 hektar (ha). Sedangkan pendapatan tertinggi jagung pada lahan sendiri adalah petani 5 dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 45.041.000, dengan luas lahan 1 hektar (ha).

Pendapatan Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sewa

Petani π Petani Tebu (Lahan Sewa)

Petani π Petani Jagung (Lahan Sewa) 3 (2 ha) Rp 59.653.121 1 (0,5 ha) Rp 11.789.000 4 (1,5 ha) Rp 94.821.850 4 (1 ha) Rp 86.569.000 6 (4 ha) Rp 150.798.330 6 (1,5 ha) Rp 73.528.000 Sumber: data primer, diolah 2017

Pendapatan tertinggi tebu pada lahan sewa adalah petani 6 dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 150.798.330, dengan luas lahan 4 hektar (ha). Sedangkan pendapatan tertinggi jagung pada lahan sewa adalah petani 4 dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 86.569.000, dengan luas lahan 1 hektar (ha).

B/C Ratio Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sendiri Petani B/C Ratio Petani

Tebu (Lahan Sendiri)

Petani B/C Ratio Petani Jagung (Lahan Sendiri) 1 (0,85 ha) 1,6849 > 1 2 (0,75 ha) 6,531740 > 1 2 (1 ha) 1,5854 > 1 3 (0,75 ha) 2,465003 > 1 4 (2,5 ha) 2,3279 > 1 4 (1 ha) 8,744689 > 1 5 (3,5 ha) 1,7649 > 1 5 (1 ha) 9,082677 > 1 Sumber: data primer, diolah 2017

Tabel diatas merupakan hasil B/C ratio dari ke-4 petani tebu, dimana petani yang mempunyai lahan sendiri yaitu petani 1, 2, 4, dan 5 serta petani 4 pada lahan sewa menunjukkan perbandingan antara pendapatan bersih dengan total biaya hasilnya lebih dari 1 (> 1) yang artinya B/C ratio usahataninya dianggap layak atau dianggap untung. Sedangkan pada tabel B/C ratio dari ke-4 petani jagung diatas, dimana petani yang mempunyai lahan sendiri menunjukkan perbandingan antara pendapatan bersih dengan total biaya hasilnya lebih dari 1 (> 1) yang artinya B/C ratio usahataninya dianggap layak atau dianggap untung.

B/C Ratio Satu Kali Masa Tanam Petani Tebu dan Petani Jagung pada Lahan Sewa Petani B/C Ratio Petani

Tebu (Lahan Sewa)

Petani B/C Ratio Petani Jagung (Lahan Sewa) 3 (2 ha) 0,5216 < 1 1 (0,5 ha) 3,671441 > 1 4 (1,5 ha) 1,2447 > 1 4 (1 ha) 4,696923 > 1 6 (4 ha) 0,7886 < 1 6 (1,5 ha) 2,336298 > 1 Sumber: data primer, diolah 2017

Petani tebu pada lahan sewa yaitu petani 3 dan 6 menunjukkan perbandingan antara pendapatan bersih dengan total biaya hasilnya kurang dari 1 (< 1) yang artinya B/C ratio usahataninya dianggap tidak layak atau dianggap tidak untung (rugi). Sedangkan pada tabel B/C ratio dari ke-3 petani jagung diatas, dimana petani yang mempunyai lahan sewa menunjukkan perbandingan antara pendapatan bersih dengan total biaya hasilnya lebih dari 1 (> 1) yang artinya B/C ratio usahataninya dianggap layak atau dianggap untung.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan tujuan penelitian mengenai kontrak farming petani tebu di Kabupaten Malang pada kasus PG. Kebon Agung, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

(8)

1. Pendapatan bersih petani tebu Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang yang melakukan hubungan kemitraan dengan PG Kebon Agung, apabila dihitung dengan opportunity cost hasilnya tidak wajar bagi petani tebu yang status lahannya sewa. Hal ini dapat dilihat dari B/C Ratio yang membuktikan bahwa petani tebu yang status lahannya sewa menghasilkan B/C Ratio < 1 dan dianggap rugi.

2. Dengan adanya kemitraan yang dilakukan antara petani tebu dengan PG. Kebon Agung, memiliki dampak bagi petani. Dimana, petani yang memiliki lahan berstatus sewa akan mendapat kerugian. Sedangkan petani yang memiliki lahan berstatus milik sendiri mendapatkan keuntungan, meskipun keuntungan yang didapat hanya sedikit.

3. Sebagai pembanding petani jagung memiliki hasil B/C Ratio > 1 yang artinya petani jagung mendapatkan keuntungan baik dari lahan berstatus sewa maupun berstatus lahan sendiri.

4. Keuntungan yang sebenarnya dari hubungan kemitraan yang dilakukan oleh PG. Kebon Agung dengan petani tebu, hanya menguntungkan pihak pabrik gula saja, karena banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut salah satunya, faktor cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan kualitas tebu tidak bagus. Harga gula yang tidak menentu juga menyebabkan pabrik memberikan harga yang sangat murah kepada petani. Bunga yang diberikan pada petani ketika melakukan kredit.

Saran

Petani tebu yang bermitra dengan PG. Kebon Agung lebih memperhatikan lagi kerugian yang didapat dari hubungan tersebut, apabila memang terus menerus mengalami kerugian, disarankan untuk mempunyai lahan sendiri ketika ingin bermitra dengan pabrik gula. Saran yang lain yaitu lahan tersebut jangan hanya ditanami tebu secara terus menerus. Setelah masa bibit tebu yang hanya 4 tahun itu sebaiknya diganti dengan tanaman lain, seperti contohnya tanaman jagung.

DAFTAR PUSTAKA Super User. 2015. Sektor Pertanian dan Perkebunan.

(http://kpm.malangkab.go.id/opportunities/sektor-pertanian-dan-perkebunan diakses pada tanggal 20 Agustus 2016).

Fadilah, R dan Sumardjo. 2011. Analisis Kemitraan antara Pabrik Gula Jatitujuh dengan Petani Tebu Rakyat di Majalengka, Jawa Barat. 05 (02): 1-14. Najmudinrohman, C. 2010. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani

Tebu Di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Dessatria, A. 2012. Pola dan Kepercayaan yang Terbentuk pada Kontrak

Kemitraan antara Pabrik Gula dengan Petani Tebu (Studi Kasus: Pabrik Gula Kebon Agung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang). 01 (02). Novita, A. 2006. Pola Kemitraan antara Petani Tebu dengan Pabrik Gula

Asembagus (di desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbundo).

Hidayati, Riska. 2008. Analisis Usahatani Melon (Studi Kasus Petani Melon di Desa Sobo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi).

Khoirunnisa, N, Hidayat, K, dan Dwiastuti, R. 2013. Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan dan Energi terhadap Pendapatan Usahatani Tebu di Desa Bakalan Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. 24 (3): 1-12. Admijo, Ahmad. 2006. Dampak Alternatif Kebijakan Kredit Ketahanan Pangan

Tebu Rakyat (KKP-TR) Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Tebu, Tesis S-2 Universtitas Brawijaya Malang.

Bakti, Budi. 2007. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Tebu Rakyat dengan Penerapan Bongkar Ratoon (Studi Kasus pada Lahan Tegal di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang), Tesis S-2 Universitas Brawijaya Malang. Muhandoyo. 2014. Analisis Produktivitas dan Kelayakan Usaha Budidaya Tebu di

Lahan Tegalan dengan Sistem Keprasan di Kabuptaen Malang Jawa Timur, Tesis S-2 Universitas Muhammadiyah Malang.

Manzilati, Asfi. 2009. Tata Kelola Kelembagaan (Institutional Arrangement) Kontrak Usaha Tani dalam Kerangka Persoalan Keagenan (Principal- Agent Problem) dan Implikasinya Terhadap Usaha Tani, Disertasi S-3 Universitas Brawijaya Malang.

Sugiarti, Teti. 2014. Pengaruh Kewirausahaan Petani Terhadap Efisiensi Teknik Usahatani, Disertasi S-3 Universitas Brawijaya Malang.

(9)

Erfit. 2011. Model Kemitraan Contract Farming pada Agribisnis Hortikultura. 4 (1): 6-17.

Maliki, Ismono, dan Yanfika. 2013. Pola Kemitraan Contract Farming antara Petani Cluster dan PT Mitratani Agro Unggul (PT MAU) di Kabupaten Lampung Selatan. 1 (3): 187-194.

Rustinsyah. 2011. Hubungan Patron-Klien di Kalangan Petani Desa Kebonrejo. 24 (2): 176-182.

Kausar dan Zaman, K. 2011. Analisis Hubungan Patron-Klien (Studi Kasus Hubungan Toke dan Petani Sawit Pola Swadaya di Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu). 2 (2): 183-200.

Hafsah, M. J. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Case dan Fair. 2006. Case and Fair Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jakarta: Erlangga Moleong, Lexy, J. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Darmawan, Deni. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Rustiani, Sjaifudian dan Gunawan. Mengenal Usaha Pertanian Kontrak. Bandung: Akatiga

Pertiwi, D. 2008. Skripsi Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm”. Kabupaten Cianjur. Jawa Barat.

Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usaha Tani. Malang: UB Press.

Kementerian Pertanian. 2019. Jakarta. (http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2012_08.pdf diakses pada tanggal 14 Desember 2020)

Gambar

Tabel diatas merupakan hasil B/C ratio dari ke-4 petani tebu, dimana petani yang mempunyai lahan sendiri yaitu  petani 1, 2, 4, dan 5 serta petani 4 pada lahan sewa menunjukkan perbandingan antara pendapatan bersih dengan  total biaya hasilnya lebih dari 1

Referensi

Dokumen terkait

Terapi Komuniti mempunyai kaedah kemahiran vokasional dan hidup bersosialisasi yang menerapkan nilai kerjasama dan dedikasi dengan melatih penghuni menyesuaikan diri dengan

Data log yang digunakan dalam pengukuran pore pressure pada ketiga sumur ini adalah Log Gamma Ray (GR Log) yang digunakan untuk menentukan volume clay ,

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui hubungan kandungan nitrat terhadap pertumbuhan lamun Enhalus acoroides

Manfaat keberadaan jabatan fungsional PTP dapat dilihat dari 3 pihak, yaitu dari: (1) lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan dari program studi teknologi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Irwan (2011) yaitu Pengaruh Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Kompetensi Sumber Daya

Akan tetapi, karena batas proporsional sulit ditetapkan sevara teliti, biasanya tegangan izin didasarkan pada titik mulur atau kekuatan batas, dibagi oleh

Kemudian, saat kelembaban kurang dari sama dengan 70% dan pada saat bersamaan ada air yang jatuh pada pad sensor air YL-83, sensor akan mendeteksi adanya air