• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agraria-November 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Agraria-November 2008"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI NOVEMBER 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a f t a r I si

Petani Karet Perlu Beras Murah --- 1

Petani Krisis Pupuk --- 3

Indonesia Harus Punya Strategi Hadapi Ketahanan Pangan --- 5

Kembangkan Lumbung Pangan di NTT--- 6

Petani Jawa Timur Tuntut Pupuk Murah --- 7

Tahun 2009 Sistem Irigasi Jabar Akan Diperbaiki --- 8

Konflik Lahan Tanpa Penyelesaian --- 9

Petani Mengeluh Harga Jagung Anjlok --- 10

Harga Jahe Anjlok, Petani Terpuruk --- 11

Swasembada Beras Meragukan --- 12

Galakkan Penggunaan Pupuk Organik --- 13

Nilai Tukar Petani Holtikultura NTB Turun--- 14

Tahun 2009 Sistem Irigasi Jabar Akan Diperbaiki --- 15

Petani Sawit di Jambi Tak Sanggup Lagi Beli Pupuk --- 16

400 Ha Padi Gagal Panen --- 17

17 Daerah di Jateng Rawan Pangan --- 18

Petani Bangkalan Berebut Urea--- 19

Globalisasi Pertanian dan Kesejahteraan Petani --- 20

7 Sentra produsen padi terancam kelangkaan pupuk--- 22

Bersinergi Melayani Petani --- 23

Di Pacitan Pupuk Bersubsidi Langka --- 24

Musim Tanam Kabupaten Tangerang Dimulai --- 25

Petani Memprotes Kelangkaan Pupuk --- 26

PTPN Tak Sanggup Memenuhi Harga Petani --- 27

Target Pembelian Beras 2009 Sebanyak 3,8 Juta Ton --- 28

Harga Sawit Anjlok, Petani Riau Terjerat Kredit --- 30

Petani Banyumas Kelimpungan Mencari Pupuk --- 31

8 Ton Pupuk Bersubsidi Gagal Diselundupkan --- 32

Petani Belum Dapat Pupuk --- 34

(4)

Petani Bakal Kekurangan Pasokan Air --- 38

KNTA: Naikkan HPP Gabah dan Beras --- 39

Petani Minta Pemerintah Ijinkan Ekspor Beras Organik --- 40

Sebanyak 71.000 Ha Sawah Gagal Panen Akibat Banjir --- 41

Petani Diajari Pakai Pupuk Organik --- 42

Petani Menunda Masa Tanam --- 43

Target Produksi Padi Diprediksi Tercapai --- 44

Pupuk di Kabupaten Gowa Langka --- 45

Swasembada untuk Petani --- 46

Masyarakat Diminta Jangan Menjual Tanah --- 47

Swasembada Jagung 2009, Swasta Dilibatkan dalam Penyerapan --- 48

71.694 Ha sawah puso --- 49

120.000 Hektar Hutan Beralih Fungsi Jadi Perkebunan --- 50

Petani Minta RSPO Lebih Peduli --- 52

Samarinda Alami Gagal Panen --- 53

Harga Pupuk Urea Melambung --- 54

220 Ribu Ton Benih Padi Disediakan Untuk Musim Tanam 2009 --- 55

Kebutuhan Benih Jagung Mencapai 58 Ribu Ton --- 56

Sistem Tertutup, Petani Sulit Peroleh Pupuk Bersubsidi --- 57

Bom Waktu Persoalan Pupuk --- 59

Ekonomi Petani Sawit Rentan --- 61

Titik Balik Industri Sawit --- 63

9 Pertanyaan untuk Sutarto Alimoeso: Diversifikasi Pangan Memacu Kemandirian Pangan --- 65

Ketahanan Pangan Terjaga --- 68

Menyehatkan Pertanian Kita --- 69

Petani Harap Tidak Merugi --- 71

Bulog Bisa Menjual Lebih Murah--- 73

Bulog Kalteng Serap 12.500 Ton Beras Petani --- 74

Disiapkan OP Pupuk Bersubsidi --- 75

Petani Sawit Tuntut Lahan Perkebunan --- 77

Harga Beras Domestik Stabil --- 78

(5)

Kompas Senin, 03 November 2008

Pe t a n i Ka r e t Pe r lu Be r a s M u r a h

Ra t usa n H e k t a r La ha n Sa w it di Ace h Te r ba k a r

Se n in , 3 N ove m be r 2 0 0 8 | 0 1 :0 8 W I B

Palembang, Kompas - Anjloknya harga karet mentah membuat petani mulai kesulitan mencukupi kebutuhan hidup. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Musi Rawas meminta Bulog mengadakan pasar murah agar petani karet mampu membeli beras.

Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu malam, mengatakan, harga karet mulai turun sejak Lebaran. Sebelumnya, dari 1 kilogram karet petani bisa mendapatkan 3 kg beras. Sekarang dari 2 kg karet petani hanya mendapatkan 1 kg beras.

Menurut Ridwan, Musi Rawas memiliki perkebunan karet terluas di Sumsel, yaitu 200.000 hektar. Hampir 100 persen perkebunan karet itu milik rakyat.

Pemerintah Kabupaten Musi Rawas dan Pemerintah Provinsi Sumsel meminta Bulog mengadakan pasar murah beras di Musi Rawas. ”Kami minta harga 1 kg beras di pasar murah setara dengan harga 1 kg karet. Dibutuhkan beras 50.000 kg untuk mencukupi kebutuhan 5-6 bulan ke depan,” kata Ridwan.

Ia menambahkan, pasar murah beras juga membantu petani kelapa sawit yang mengalami persoalan sama. Di Musi Rawas terdapat 150.000 ha kebun kelapa sawit.

Menurut Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Sumsel Syamsir Syahbana dan Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Syamuil Chatib, Minggu (2/11) di Palembang, krisis yang melanda sektor perkebunan kelapa sawit dan karet akan menghambat pertumbuhan perekonomian Sumsel tahun 2008. Hal ini karena lebih dari 400.000 pekerja dan buruh yang menggantungkan hidup di sektor perkebunan menurun produktivitas dan pendapatannya, bahkan terancam pemutusan hubungan kerja. Jumlah itu belum termasuk lebih dari satu juta buruh tidak tetap.

Untuk memperbaiki harga jual dan mengatasi kelesuan bisnis, Syamuil akan menerapkan kesepakatan negara tripartit karet dan sawit dunia, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, yaitu mengurangi pasokan ke pasar dunia.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sumsel, harga acuan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini turun dari Rp l.004 per kg menjadi Rp 989 per kg. Adapun harga minyak sawit mentah (CPO) terus turun dari Rp 5.035 per kg pada awal Oktober menjadi Rp 5.020 per kg pada akhir Oktober.

Makmur Maryanto, petani kelapa sawit di Kabupaten Muara Enim, menyayangkan adanya sebagian pabrik yang menolak membeli TBS dari petani.

Anjloknya harga karet mentah dari Rp 7.000 per kg menjadi Rp 3.000 per kg membuat sejumlah petani karet di Sumatera Barat mengurangi jadwal penyadapan getah.

”September lalu, harga karet Rp 7.000 per kg. Sekarang, harga karet anjlok sampai Rp 3.000 per kg,” ujar Yusmaniar (55), petani karet di Sikabu Parak Pisang, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Minggu.

(6)

Kompas Senin, 03 November 2008

Sejumlah pabrik pengolahan karet di Sumbar kini kesulitan bahan baku lantaran pasokan karet mentah dari petani minim. Menurut Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Sumbar Djaswir Loewis, pasokan karet ke pabrik tinggal 10 persen dari kondisi normal. Di sisi lain, permintaan karet dari luar negeri juga merosot drastis.

Di sejumlah pasar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tiga hari belakangan ini harga minyak goreng curah merambat naik, dari Rp 5.200 per kg menjadi Rp 5.800 per kg. Hal itu diungkapkan Anis, pedagang di Pasar Borobudur, dan Yusdarin, pedagang di Pasar Muntilan.

Lahan sawit terbakar

Di wilayah Seuneuam IV dan Ujung Raja, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam, ratusan hektar kebun kelapa sawit terbakar sejak akhir bulan Oktober 2008. Hal itu diduga karena kelalaian para pekerja kebun sawit saat membuang puntung rokok.

Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Nagan Raya Said Saifan ketika dihubungi dari Banda Aceh, Minggu, mengakui, hal itu terjadi di lahan milik PT Astra Agro Lestari. Namun, kebakaran sudah berhasil ditanggulangi.

Empat blok kebun sawit milik perusahaan itu, yaitu Blok 14, 16, 17, dan 18, habis terbakar.

(7)

Kompas Senin, 03 November 2008

PERTAN I AN

Pe t a n i Kr isis Pu p u k

Se nin, 3 N ov e m be r 2 0 0 8 | 0 3 :0 0 W I B

BOYOLALI, KOMPAS - Para petani di berbagai daerah mengeluh kesulitan mendapatkan pupuk. Kalaupun ada, harga jual pupuk di tingkat pengecer cukup mahal sehingga menyulitkan petani.

Di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, harga pupuk Rp 80.000- Rp 130.000 per zak (isi 50 kilogram), tetapi petani sulit menemukan pupuk di pengecer. Harga eceran tertinggi (HET) Rp 60.000 per zak.

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Usaha Pertanian, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Boyolali Eko Agus Sunanta, Sabtu di Boyolali, mengatakan, laporan kebutuhan dari sekitar 264 gabungan kelompok tani (gapoktan) se-Boyolali sudah masuk, tetapi laporan jumlah pengecer belum masuk.

Penanggung jawab Gapoktan Tani Makmur, Desa Gondangrawe, Kecamatan Andong, Wardono, mengatakan, petani harus membayar Rp 2.500 per kg pupuk urea dari HET Rp 1.200 per kg.

Petani di Kediri, Jawa Timur, juga mengakui serupa. ”Stok pupuk di sejumlah kios selalu kosong. Setiap kali kiriman pupuk dari distributor datang langsung diserbu petani. Pembelian juga dibatasi. Sejumlah kios memberlakukan sistem pembelian secara paket,” kata Yosef (25), petani di Desa Blabak, Kecamatan Kandat.

Harga setiap paket mencapai Rp 200.000. Jika membeli urea saja, kios tak mau melayani. Jika petani memaksa, harga jadi Rp 200.000 per paket seberat satu kuintal. HET per kuintal urea Rp 120.000.

Yunan (28), petani tebu, mengaku harus menebus Rp 170.000 per satu kuintal Za jika tidak mau membeli paket. Padahal, harga eceran tertinggi Za bersubsidi Rp 105.000 per satu kuintal.

Masih timpang

Petani di Kulon Progo, DI Yogyakarta, mengeluh sulit memperoleh pupuk jenis ZA. Menurut Sumarjo (45), petani di Desa Garongan, sudah dua bulan ini pupuk ZA langka. Satu zak ZA ukuran 50 kg kini Rp 70.000-Rp 80.000, sementara sebelumnya hanya Rp 55.000 per zak.

Kuwarjono, petani di Desa Sidomulyo, Bantul, DI Yogyakarta, mengaku harga pupuk urea sudah Rp 1.400 per kg, padahal sebelumnya Rp 1.300 per kg. Di Sleman, lamanya waktu pengiriman pupuk dikeluhkan petani. Petani yang tidak termasuk kelompok tani sulit memperoleh pupuk dari penyalur. ”Sudah satu minggu saya pesan pupuk itu, tetapi belum ada kabarnya,” kata Sukardi (48), petani di Desa Bimomartani, Ngemplak, Sleman.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman CC Ambarwati mengatakan, jumlah kebutuhan dan stok pupuk urea subsidi masih agak timpang. ”Jumlah urea bersubsidi 9.932 ton dari total kebutuhan 25.000 ton per tahun,” katanya. HET pupuk urea Rp 1.200 per kg.

(8)

Kompas Senin, 03 November 2008

Petani di sejumlah kecamatan di Karawang, Jawa Barat, meminta jaminan ketersediaan pupuk. Mereka khawatir sistem distribusi tertutup yang akan segera dilaksanakan tidak berjalan dengan baik sehingga pupuk justru sulit ditemukan.

Ketua Kelompok Tani Sri Sugih di Desa Pasirtalga, Kecamatan Talagasari, Engkat Sukatma (67), Minggu (2/11), mengatakan, setiap petani atau kelompok tani selama ini telah memiliki tempat langganan sendiri. Mereka memilih kios atau distributor pupuk berdasarkan faktor

kedekatan, pelayanan, kerja sama, dan kecocokan harga. (GAL/NIK/APA/NIT/

(9)

Jurnal Nasional Selasa, 04 November 2008

Nasional | Yogyakarta | Selasa, 04 Nov 2008 07:30:00 WIB

I n d on e sia H a r u s Pu n y a St r a t e g i H a d a p i Ke t a h a n a n

Pa nga n

NEGARA Indonesia harus memiliki strategi umum kebijakan dalam menghadapi ketahanan pangan, yaitu dengan menerapkan beberapa kebijakan dan pendekatan.

"Pendekatannya dengan jalur ganda, yaitu memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan serta memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian bantuan langsung," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Pusat, Dr Ir Ahmad Suryana.

Ahmad Suryana mengatakan bahwa selain itu juga dapat diterapkan kebijakan melindungi dan pendorongan.

"Kebijakan melindungi produk para petani dan pendorongan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing," katanya.

Ia menambahkan bahwa beberapa hal tersebut dilakukan untuk mengatasi beberapa isu nasional mengenai pangan seperti kerawanan pangan, akses pangan, kualitas konsumsi, kemandirian masyarakat dan kelembagaan ketahanan pangan.

"Salah satu contoh isu nasional yaitu mengenai akses pangan, sebagai contoh kemampuan untuk mendapatkan pangan, namun uang tidak ada, atau sebaliknya, uang ada namun sulit mendapatkan pangan," katanya.

Ia menambahkan contoh isu nasional lainnya yaitu mengenai kualitas kosumsi. Menurutnya, asupan pangan seharusnya bergizi, sehat dan aman bagi masyarakat muslim.

(10)

Suara Pembaruan Rabu, 05 November 2008

Ke m b a n g k a n Lu m b u n g Pa n g a n d i N TT

[KUPANG] Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya, mengimbau para bupati/wali kota se-NTT untuk mengembangkan kelembagaan lumbung pangan di tingkat desa/kelurahan. Imbauan yang bertujuan untuk menyukseskan program nasional tersebut dikemukakan kepada SP, di Kupang, Selasa (4/11).

Dikatakan, pemerintah kabupaten perlu lebih arif dan bijaksana dalam mengalokasikan secara proporsional dana alokasi khusus (DAK) bidang pertanian, guna mendukung pengembangan kelembagaan lumbung pangan pada tingkat desa/kelurahan sebagai salah satu basis cadangan pangan pemerintah dan masyarakat desa.

Dijelaskan, pemerintah provinsi (pemprov) telah mengalokasikan sejumlah dana lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2007 untuk pengembangan sarana dan prasarana lumbung pangan di tingkat desa/kelurahan. Ke depan, masalah kekurangan pangan yang selalu melanda daerah ini bisa teratasi, karena masyarakat memiliki cadangan pangan.

Demi mewujudkan ketahanan pangan, perlu mengoptimalkan pengelolaan potensi sumber daya lahan kering yang dimiliki melalui penerapan teknologi tepat guna, terutama teknologi pengembangan sumber daya air yang terbatas dan pengembangan sumber daya manusia yang profesional. Dengan begitu, dapat mengubah pola usaha tani masyarakat dari subsistem menjadi komersial.

(11)

Jurnal Nasional Kamis, 06 November 2008

Ekonomi | Ponorogo | Rabu, 06 Agt 2008 17:33:52 WIB

Pe t a n i Ja w a Tim u r Tu n t u t Pu p u k M u r a h

SEKITAR 200 petani Jawa Timur yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) berunjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Ponorogo, menuntut kepada pemerintah memberikan pupuk dengan harga yang murah, Rabu (6/8).

Mereka adalah perwakilan dari masing-masing kabupaten di Jawa Timur antara lain dari Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Tuban, dan petani dari kabupaten Ponorogo. Sebelumnya peserta aksi melakukan long march sejauh tiga km.

Koordinator aksi dari SPI Jawa Timur, Ruslan mengatakan, selain menuntut pupuk murah, petani di Jawa Timur yang bergabung dalam SPI menutut kepada pemerintah untuk memperluas lahan tanaman pangan melalui program pembaharuan agraria untuk menurunkan jumlah impor dan menjamin ketersediaan pangan dalam negeri.

"Selama ini petani terus mengalami kekalahan. Lahan pertanian yang selama ini menjadi andalan berubah fungsi sehingga kehidupan petani terancam. Untuk itu kami berharap pemerintah bertindak tegas agar petani bisa hidup layak," katanya.

Dia menjelaskan, petani saat ini memerlukan ketersediaan pupuk serta benih yang berkualitas serta ketersediaan lahan pertanian. Pasalnya selama ini petani terutama petani kecli hanya bisa sebagai buruh tani yang berpengahasilan di bawah rata-rata.

Ia menambahkan, pemerintah juga harus mengatur tata niaga bahan pangan dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang dikusasi oleh swasta.

(12)

Jurnal Nasional Kamis, 06 November 2008

Nusantara | Bandung | Kamis, 06 Nov 2008 15:05:34 WIB

Ta h u n 2 0 0 9 Sist e m I r ig a si Ja b a r Ak a n D ip e r b a ik i

GUBERNUR Jawa Barat Ahmad Heryawan, berjanji akan memperbaiki sistem pengairan (irigasi) yang ada di seluruh wilayah Jawa Barat.

"Untuk itu pada tahun 2009 nanti Pemerintah Pusat melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) telah menganggarkan dana Rp1,1 Triliun untuk membenahi sistem irigasi di Jabar," kata Gubernur, di Bandung, Kamis (6/11).

Menurutnya, adanya perbaikan sistem irigasi yang ada di Jawa Barat adalah bukti perhatian Pemrov Jabar untuk memperjuangkan anggaran bagi sektor pertanian.

Dikatakannya, jika sistem irigasi yang tersebar di Jawa Barat telah baik, maka bukanlah hal yang mustahil produktivitas pertanian Jabar akan meningkat pesat.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal itu, pihaknya meminta agar seluruh jajaran di lingkungan Pemprov Jabar, seperti Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat melakukan dua hal penting yakni, sosialisasi dan keberpihakan.

Dikatakan, dengan sosilasi diharapkan dapat mendorong para petani di Jabar untuk bertani secara baik dan benar menjadi sebuah gerakan yang massal dan massif.

(13)

Kompas Kamis, 06 November 2008

Kon flik La h a n Ta n p a Pe n y e le sa ia n

Kamis, 6 November 2008 | 01:17 WIB

Palembang, Kompas - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Sumatera Selatan menyatakan, konflik lahan pertanian-perkebunan antara petani dan investor serta institusi pemerintahan masih terus terjadi. Bahkan, jumlahnya sudah mencapai lebih dari 220 kasus konflik. Walhi menilai peran serta pemerintah dalam menyelesaikan konflik struktural ini masih minim, bahkan pemerintah daerah dinilai membiarkan konflik terus berlangsung tanpa ada intervensi penyelesaian masalah.

Menurut Anwar Sadad dari Walhi Sumsel, beberapa waktu lalu, konflik lahan di Provinsi Sumatera Selatan ini tergolong cukup mengkhawatirkan, mengingat ada lebih dari 220 kasus konflik yang terjadi selama kurun waktu tahun 2008. Dari tahun ke tahun, konflik lahan ini menjadi perhatian dari aktivis Walhi, selain juga kasus alih fungsi hutan.

”Secara umum, konflik ini terjadi antara masyarakat petani dengan pemodal. Ada juga pemerintah yang berlindung di balik investor untuk menekan para petani tersebut,” ucap Anwar Sadad. Dia juga sangat menyayangkan minimnya peran aktif dan intervensi pemerintah daerah (kabupaten/kota) di Sumatera Selatan dalam menyelesaikan konflik tersebut.

”Dari pengamatan Walhi selama ini, yang terjadi justru tekanan represif dari pemerintah dan pemodal terhadap petani sehingga penyelesaian persoalan tersebut cenderung diabaikan,” kata Anwar.

Jika dihubungkan dengan program revitalisasi pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan, Anwar menilai persoalan ini justru kontraproduktif. Artinya, jika konflik pertanian itu terus-menerus terjadi dan dibiarkan tanpa ada penyelesaian secara win-win (kemenangan untuk kedua belah pihak), jelas akan menghambat pembangunan ekonomi masyarakat, khususnya di sektor pertanian dan perkebunan kawasan pedesaan.

Meski secara hukum sebagian petani itu hanya memiliki lahan garapan dan bukan lahan kepemilikan pribadi, dari situlah mereka bisa bertani dan memenuhi kebutuhan hidup sehingga kecil kemungkinan bagi masyarakat desa untuk bisa meningkatkan akses kehidupan perekonomian jika lahan pertanian semakin sempit.

”Dari pengamatan kami, kondisi ini sudah berdampak pada terjadinya proses pemiskinan masyarakat desa. Bagaimana tidak? Kenyataannya mereka tidak bisa lagi bercocok tanam untuk hidup karena lahan garapan diserobot pemodal besar untuk keperluan perkebunan karet atau kelapa sawit,” kata Anwar.

Kerusakan hutan

Selain persoalan konflik lahan, Anwar juga mengatakan bahwa kerusakan hutan akibat pembukaan dan alih fungsi lahan juga tergolong cukup memprihatinkan. Berdasarkan data Walhi Sumsel, hingga 2008 ini, sebanyak 63 persen dari total 3 juta hektar hutan di Sumsel dikategorikan rusak.

(14)

Kompas Kamis, 06 November 2008

Pe t a ni M e nge lu h H a r g a Ja g u n g An j lok

Kamis, 6 November 2008 | 01:17 WIB

Sukadana, Kompas - Petani jagung di Lampung Timur mengeluh anjloknya harga jual jagung dalam satu bulan terakhir. Harga jagung yang sebelumnya Rp 1.800-Rp 2.000 per kilogram basah kini menjadi Rp 1.000- Rp 1.100 per kilogram.

Budi M, petani dari Desa Adirejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, Rabu (5/11), mengatakan, para petani tidak mengetahui persis penyebab anjloknya harga jual jagung. ”Kami hanya menduga, krisis keuangan dunia juga menjadi penyebab turunnya harga itu,” ujar Budi.

Menurut Budi, petani jagung di Lampung memang tidak memiliki kebiasaan mengeringkan jagung. Petani terbiasa langsung menjual jagung siap panen kepada pedagang pengumpul.

Dengan kadar air lebih dari 50 persen, satu bulan yang lalu, para pedagang pengumpul menghargai jagung basah yang dibeli dari petani sekitar Rp 1.800-Rp 2.000 per kilogram. Para pedagang pengumpul tersebut kemudian mengeringkan dan memipil jagung dan menjualnya kepada pabrik pakan ternak Charoen Pokphand Indonesia dan Japfa Comfeed.

Ni Made Setiasih, pedagang pengumpul jagung di Sidorejo, Lampung Timur, mengatakan, para pedagang pengumpul biasanya akan mengeringkan jagung basah dari petani hingga berkadar air 14-15 persen.

”Setelah dipipil, jagung dijual ke pabrik pakan ternak,” ujar Setiasih.

Satu bulan yang lalu, pabrikan mampu membeli jagung pipil kering kualitas pabrik sebesar Rp 2.700-Rp 2.800 per kilogram. Saat ini, harga terus turun hingga Rp 2.200 per kilogram.

Menurut Setiasih, kendati harga terus turun, petani jagung Lampung Timur tidak surut menanam jagung. Hanya saja, petani jagung Lampung Timur sangat sulit diajak meningkatkan kualitas.

Jagung seharusnya dipanen pada umur 120 hari. Di Lampung Timur, jagung dipanen pada umur 95 hari. Para petani mempercepat pemanenan jagung untuk mengejar ketersediaan air. Jagung yang seharusnya ditanam dua kali dalam setahun bertambah menjadi tiga kali dalam satu tahun.

Menurut Setiasih, pedagang pengumpul sudah berkali-kali memberitahu petani, jagung sebaiknya dipanen saat umur 120 hari atau saat jagung sudah siap panen dan berkualitas bagus.

”Jagung umur 95 hari biasanya tidak terlalu bagus. Namun, petani memilih caranya sendiri,” ujar Setiasih.

Perbaikan kualitas produksi di sisi petani dilakukan karena berdasarkan catatan pedagang pengumpul, harga jual jagung 2007-2008 (sebelum Oktober 2008) merupakan harga jual jagung terbaik sejak 2006. Sebelum 2006, harga jagung bervariasi antara Rp 500-Rp 1.000 per kilogram.

(15)

Jurnal Nasional Jumat, 07 November 2008

Nusantara | Kendari | Jum'at, 07 Nov 2008 16:30:32 WIB

H a r g a Ja h e An j lok , Pe t a n i Te r p u r u k

RATUSAN petani dari berbagai sentra produksi tanaman jahe di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kini terpuruk karena anjloknya harga komoditas pertanian mereka. Mereka mungkin tidak lagi menanam tanaman hortikultura itu di lahan mereka.

Kepala Subdin Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sultra, Najamuddin di Kendari, Jumat (7/11) mengatakan komoditas jahe jenis gajah, kini hanya bisa dibeli para pedagang di bawah harga Rp1.000 per kilogram, padahal sebelumnya mencapai Rp3.000 sampai Rp3.500 per kilogram.

Menurut dia, salah satu komoditas andalan Sultra itu, kini harganya anjlok disebabkan karena daerah tujuan pemasaran antarpulau yakni Surabaya, Jawa Timur untuk sementara menghentikan permintaan jahe dari luar daerahnya.

"Saya mendapat laporan dari sejumlah pedagang bahwa komoditas jahe untuk sementara tidak ada pembelian di daerah konsumen karena saat sedang `over produksi`. Kalaupun ada yang bisa dikirim hanya dalam jumlah yang sangat terbatas," katanya.

(16)

Suara Pembaruan Jumat, 07 November 2008

Sw a se m b a d a Be r a s M e r a g u k a n

[JAKARTA] Pernyataan Pemerintah bahwa Indonesia akan berswasembada beras pada 2008 ini dinilai terlalu tergesa- gesa dan meragukan. Selain keakuratan datanya dipertanyakan, juga dua bulan ke depan masih banyak daerah yang belum panen, bahkan terancam puso karena banjir.

Keraguan itu disampaikan Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Petani Indonesia (LPPI) Djoko Djarot, kepada SP, di Jakarta, Jumat (7/11).

Pemerintah, melalu Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, dan Perum Bulog merasa yakin Indonesia akan swasembada beras pada 2008 ini. Alasannya, luas sawah bertambah, produktivitas meningkat, dan penyerapan untuk stok berjalan lancar sesuai target. Sehingga, tidak diperlukan impor beras seperti tahun-tahun sebelumnya.

Winarno mengungkapkan, produksi padi di Tanah Air tidak ada yang luar biasa, bahkan pada awal 2008 banyak terjadi banjir, dan panen terkena kresek atau hama. Pada panen gadu banyak yang kekeringan. Penambahan luas lahan persawahan juga tidak sebanding dengan luas sawah yang terus berkurang atau beralih fungsi.

"Produksi padi tidak kelihatan meningkat. Penggilingan padi di sepanjang pantai utara banyak yang tidak digiling, tapi harga beras stabil. Ini agak aneh, berasnya dari mana? Ini yang belum terjawab. Apa memang benar produksinya lebih, atau karena ada impor beras ilegal," ucap Winarno.

(17)

Kompas Sabtu, 08 November 2008

Ga la k k a n Pe n g g u n a a n Pu p u k Or g a n ik

Sabtu, 8 November 2008 | 01:27 WIB

Sukabumi, Kompas - Pemerintah harus serius mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik secara berkelanjutan bisa menjadi solusi persoalan kekurangan pupuk kimia yang selalu berulang setiap tahunnya.

”Biaya untuk membuat percontohan pertanian organik memang tidak sedikit. Namun, jika pemerintah serius, percontohan pertanian organik tetap bisa dibuat,” kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Maman Suparman, Jumat (7/11).

Ia menegaskan, tanpa percontohan atau demplot pertanian organik, petani sulit untuk langsung diajak berubah menggunakan pupuk kimia ke pupuk organik.

”Petani kita sudah sangat bergantung pada pupuk kimia sehingga sulit jika mereka tidak diberi bukti mengenai keberhasilan pertanian organik terlebih dahulu,” kata Maman.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi Dana Budiman mengatakan, tahun ini tercatat sudah ada 1.250 petani yang tergabung dalam 50 kelompok tani yang melaksanakan system of rice intensification (SRI). ”Jumlahnya diharapkan akan terus bertambah,” kata Budiman.

Seiring dengan itu, permintaan pupuk organik ke Paguyuban Petani Organik Purwakarta (PPOP), Jabar, meningkat menjelang musim tanam ini. Penanaman padi dengan sistem organik dinilai berhasil dan mulai dilirik sebagian petani yang selama ini menggunakan pupuk kimia.

Ketua PPOP Kuswana mengatakan, sedikitnya 46 petani dengan luas lahan mencapai 20 hektar di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, yang beralih ke sistem organik musim ini. Dengan demikian, luas areal organik di Purwakarta bertambah menjadi 120 ha.

Pupuk bersubsidi

Dari Wates, Daerah Istimewa Yogyakarta, dilaporkan, mulai 2009 distribusi pupuk bersubsidi di Kulon Progo akan dilakukan secara tertutup. Petani hanya bisa memperoleh pupuk dari para pengecer di wilayahnya dan tidak diperkenankan mencari pupuk di luar wilayah.

Agar kebutuhan pupuk petani tercukupi, mereka harus membuat rencana definitif kebutuhan kelompok.

Rencana ini memuat volume kebutuhan pupuk kelompok tani selama satu tahun untuk segala jenis tanaman pangan dan hortikultura.

”Rencana definitif kemudian diajukan kepada pengecer pupuk terdekat di wilayah kelompok tani. Untuk seterusnya petani tinggal mengambil jatah pupuk di pengecer,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Kulon Progo Agus Langgeng Basuki.

Pengecer, lanjut Agus, juga hanya akan menyediakan pupuk dengan volume sesuai dengan ajuan rencana definitif dari kelompok tani. Ini berarti pengecer tidak akan melayani petani yang membeli pupuk bersubsidi secara pribadi.

(18)

Jurnal Nasional Minggu, 09 November 2008

Nusantara | Mataram | Minggu, 09 Nov 2008 12:04:19 WIB

N ila i Tu k a r Pe t a n i H olt ik u lt u r a N TB Tu r u n

DARI lima subsektor di sektor pertanian di Nusa Tenggara Barat (NTB) hanya sektor hortikultura yang mengalami menurunan Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTP-H) pada Agustus 2008, sementara empat subsektor lainnya meningkat.

"Untuk sektor hortikultura dalam NTP-H selama Agustus 2008 terjadi menurunan sebesar 1,26 persen, hal ini karena indeks yang diterima petani mengalami penurunan 1,29 persen, sedangkan indeks yang dibayar petani menurun sebesar 0,04 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Mariadi Mardian di Mataram, Minggu (8/11).

Walaupun NTP-H mengalami penurunan tetapi kemampuan/daya beli petani hortikultura masih di atas 100, yakni sebesar 110,24.

Dikatakan, penurunan terjadi karena perubahan pada sektor subkelompok sayur-sayuran sebesar 2,32 dan pada subkelompok buah-buahan terjadi peningkatan 0,14 persen.

(19)

Jurnal Nasional Minggu, 09 November 2008

Nusantara | Bandung | Kamis, 06 Nov 2008 15:05:34 WIB

Ta h u n 2 0 0 9 Sist e m I r ig a si Ja b a r Ak a n D ip e r b a ik i

GUBERNUR Jawa Barat Ahmad Heryawan, berjanji akan memperbaiki sistem pengairan (irigasi) yang ada di seluruh wilayah Jawa Barat.

"Untuk itu pada tahun 2009 nanti Pemerintah Pusat melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) telah menganggarkan dana Rp1,1 Triliun untuk membenahi sistem irigasi di Jabar," kata Gubernur, di Bandung, Kamis (6/11).

Menurutnya, adanya perbaikan sistem irigasi yang ada di Jawa Barat adalah bukti perhatian Pemrov Jabar untuk memperjuangkan anggaran bagi sektor pertanian.

Dikatakannya, jika sistem irigasi yang tersebar di Jawa Barat telah baik, maka bukanlah hal yang mustahil produktivitas pertanian Jabar akan meningkat pesat.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal itu, pihaknya meminta agar seluruh jajaran di lingkungan Pemprov Jabar, seperti Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat melakukan dua hal penting yakni, sosialisasi dan keberpihakan.

Dikatakan, dengan sosilasi diharapkan dapat mendorong para petani di Jabar untuk bertani secara baik dan benar menjadi sebuah gerakan yang massal dan massif.

(20)

Tempo I nteraktif Minggu, 09 November 2008

Pe t a n i Sa w it d i Ja m b i Ta k Sa n g g u p La g i Be li Pu p u k

Minggu, 09 November 2008 | 14:07 WIB

TEMPO Interaktif, Jambi: Para petani kepala sawit di Provinsi Jambi kini kian meradang, karena tak bisa lagi beli pupuk, akibat semakin anjloknya harga penjualan hasil panen mereka di pasaran.

"Kini kami benar-benar susah pak, karena sejak harga penjualan hasil panen kami turun drastis membuat kami tidak lagi bisa membeli pupuk. Tragisnya, sudah banyak pemili kebun kelapa sawit di daerah ini sudah enggan mengurus kebun mereka", kata Amirullah, 46 tahun, salah seorang petani kelapa sawit asal Desa Mundungdarat, Kecamatan Muarosebo, Kabupaten Muarojambi, Jambi, kepada Tempo, Minggu (9/11).

Harga jual sawit bentuk tandan buah segar ke pemilik pabrik kelapa sawit selaku penampung hanya berkisar Rp 300 - Rp 400 per kilogram. Menurut bapak enam orang anak ini, harga jual sawit sekarang tidak lagi sepadan bila dibandingkan dengan harga pupuk yang setiap saat terus emngalami peningkatan.

"Sebelumnya kami bisa membeli pupuk Urea misalnya dengan harga Rp 75 ribu per karung ukuran 25 kilogram, tapi sekarang harus merogoh kocek membeli pupuk yang sama sebesar Rp 250 ribu. Belum lagi jenis pupuk lain dengan merk Mahkota sudah mencapai Rp 600 ribu per karung seberat 50 kilogram", ujarnya.

Amirullah mempunyai sekitar lima hektare ladang kelapa sawit yang mulai tak terurus. Menurutnya dulu setiap panen dalam jangka waktu 15 hari sekali rata-rata memperoleh 10 ton tandan buah segar, dirinya bisa memperoleh uang mencapai Rp 18 juta, dengan harga jual masih Rp1.800 per kilogram.

Kini penghasilan itu lebih separoh hilang, disamping hasil panen berkurang akibat kebun tak lagi di pupuk juga ditambah harga jual sangat murah.

(21)

Kompas Senin, 10 November 2008

4 0 0 H a Pa di Ga ga l Pa ne n

Tikus dan Wereng Mengganas Senin, 10 November 2008 | 00:53 WIB

Sigi-Biromaru, Kompas - Sedikitnya 400 hektar tanaman padi milik sekitar 200 petani di Kecamatan Sigi-Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, gagal panen. Hal itu disebabkan oleh mengganasnya hama tikus, wereng, dan penggerek batang.

Menurut pemantauan Minggu (9/11), petani menderita kerugian hingga ratusan juta rupiah dan beberapa di antara mereka terpaksa menunggak utang yang digunakan menggarap sawah.

”Harusnya, kalau padi berhasil dan bisa panen, saya bisa dapat uang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan membayar utang yang saya pakai menggarap sawah. Saya masih punya utang lebih dari Rp 1 juta kepada pemilik traktor karena biaya sewa traktor belum bisa saya bayar,” kata Jami (45), pemilik 1 hektar (ha) sawah di Desa Vatunonju, Kecamatan Sigi-Biromaru.

Ardin Pasau (49), mantan Kepala Desa Vatunonju yang juga tokoh kelompok tani setempat, menanggung kerugian lebih besar lagi. Sawah seluas 6 ha yang tak bisa dipanen membuatnya harus menanggung kerugian hingga Rp 24 juta. ”Memang sawah saya digarap oleh petani penggarap dengan perjanjian bagi hasil, tetapi modal penggarapan sawah dari saya,” kata Ardin.

Tanaman padi petani setempat umumnya mengalami kerusakan pada bagian batang dan berwarna kuning kecoklatan. Batangnya patah dan hancur. Kalaupun ada yang berbuah, umumnya berbulir kosong. Belum lagi areal persawahan yang habis dirusak atau dimakan tikus.

Sekretaris desa sekaligus Pelaksana Tugas Harian Kepala Desa Vatunonju Abdul Rasyid mengakui, setidaknya ada 400 ha sawah di desanya yang gagal panen. Tanaman yang rusak berusia antara dua pekan hingga dua bulan.

”Di sini petani memang tidak serentak menanam. Pertama kali sebar benih dilakukan sebelum Ramadhan lalu, setelah itu berturut-turut hingga dua minggu lalu. Nyatanya dari yang baru ditanam sampai yang sudah dua bulan tidak ada yang bisa dipanen. Satu-satunya cara adalah menanam baru,” kata Rasyid menjelaskan.

Menurut Rasyid, petugas Penyuluh Pertanian Lapangan sebenarnya sudah turun dan melakukan pertemuan dengan kelompok tani. Namun, hingga kini belum ditemukan solusi untuk penanggulangan serangan hama.

Petani berharap pemerintah bisa membantu modal atau setidaknya menyediakan benih dan pupuk pengganti untuk bisa menanam kembali.

Hujan belum turun

Sementara itu, petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) resah karena sampai saat ini hujan belum juga turun. Padahal, mereka sudah menyiapkan lahan sejak September lalu untuk ditanami. Mereka khawatir gagal panen kalau curah hujan tak memadai.

(22)

Jurnal Nasional Selasa, 11 November 2008

Nusantara Kilas | Semarang | Selasa, 11 Nov 2008

1 7 D a e r a h d i Ja t e n g Ra w a n Pa n g a n

MESKIPUN Provinsi Jawa tengah (Jateng) surplus pangan, namun 17 daerah dinyatakan sebagai titik rawan pangan. Karena itu, DPRD Jateng menyetujui kenaikan jumlah anggaran ketahanan pangan sebesar Rp7 miliar atau 38,1 persen pada RAPBN 2009.

Dengan kenaikan tersebut, anggaran ketahanan pangan pada 2009 menjadi Rp24,031 miliar. Pada APBD 2008, anggaran untuk pos yang sama hanya sebesar Rp17,4 miliar.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng, Muh Haris di Semarang, Senin (10/11) mengatakan, kenaikan anggaran tersebut untuk mengantisipasi 17 daerah di Jateng yang masuk kategori rawan pangan.

Menurut Haris, kondisi tersebut harus diantisipasi, sebab dalam kondisi kekurangan pangan, bisa menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat, terutama menjelang dan pasca-Pemilu 2009. "Masyarakat dalam kondisi ekonomi yang tidak baik akan mudah tersulut emosinya, dan ujung-ujungnya dapat mengganggu pelaksanaan Pemilu 2009," tukasnya.

Ke-17 daerah yang dinyatakan rawan pangan tersebut adalah Brebes, Banyumas, Kebumen, Pekalongan, Kudus, Grobogan, Rembang, Purbalingga, Demak, Kabupaten Semarang, Batang, Magelang, Karanganyar, Boyolali, Pati, Tegal, dan Wonogiri.

(23)

Jurnal Nasional Selasa, 11 November 2008

Ekonomi - Keuangan - Bisnis Even | bangkalan | Selasa, 11 Nov 2008

Pe t a n i Ba n g k a la n Be r e b u t Ur e a

by : Sapariah

PULUHAN petani di Kecamatan Socah Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin (10/11) berebut mendapatkan jatah pembelian pupuk di pengecer resmi pupuk bersubsidi di Desa Kelean Kecamatan Socah Bangkalan.

Mereka rela berdesak-desakan, hanya untuk membeli pupuk keperluan bercocok tanah, meski harus saling dorong sesama pembeli.

Pengecer pupuk di Desa Kelean Kecamatan Socah Bangkalan, Abdul Aziz, mengatakan, kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini lebih karena pasokan dari pihak distributor mulai berkurang.

"Biasanya saya mendapat jatah 10 ton dalam seminggu. Kini hanya mendapatkan empat ton," kata dia di sela-sela kesibukan melayani pembeli pupuk.

Dia menambahkan, meski pupuk saat ini langka dan pasokan dari pihak distributor berkurang. Namun, harga tidak mengalami kenaikan. Untuk pupuk bersubsidi jenis urea yang banyak dibutuhkan petani harga Rp60.000 per sak (50 kg).

Kelangkaan pupuk bersubsidi tidak hanya terjadi di Kabupaten Bangkalan, tapi di Kabupaten lain di Madura seperti Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

(24)

Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

Glob a lisa si Pe r t a n ia n d a n Ke se j a h t e r a a n Pe t a n i

Agus Pakpahan

Menurut Lowdermilk, usia pertanian sudah lebih dari 7.000 tahun. Pertanian (agriculture) didefinisikan sebagai usaha budi daya tanaman atau ternak dalam bidang lahan yang tetap. Karena itu, kuncinya produktivitas yang bersumber dari inovasi teknologi yang diterapkan pada bidang lahan tetap tersebut. Apabila teknologi yang diterapkan merusak maka pertanian bersifat merusak sistem ekologi alam. Gurun pasir atau lahan-lahan kritis, sekarang, merupakan contoh peninggalan sistem pertanian yang merusak alam.

Perdagangan komoditas pertanian merupakan motor dari globalisasi hasil-hasil pertanian. Perdagangan ini menyertakan mobilitas penduduk yang jumlahnya cukup besar untuk mengubah komposisi demografis penduduk di suatu wilayah. Di Indonesia, kita menyaksikan pertanian padi yang konon bersumber dari Tiongkok dengan usia lebih dari 3.500 tahun.

Kemudian kita mengenal jagung, tembakau, kakao, kina, dan karet, yang berasal dari benua Amerika. Sedangkan kelapa sawit dan kopi berasal dari Afrika. Tanaman-tanaman tersebut hadir di Indonesia bersamaan dengan datangnya para penjelajah atau saudagar dunia, yang juga mencari berbagai macam barang dari Nusantara, khususnya rempah-rempah.

Para penjelajah Barat sebenarnya datang belakangan, yaitu setelah mereka bisa melintasi Tanjung Harapan. Bangsa Portugis, sebagai pelopor penjelajahan ke Asia melalui Timur, datang dan menaklukkan Malaka pada 1511. Kemudian, secara bergelombang kita menyaksikan hadirnya bangsa-bangsa Eropa yang lain hampir seratus tahun kemudian, yaitu Belanda, Inggris, Prancis, dan lain-lain. Kita sering lupa bahwa betapa besar nilai rempah-rempah pada zamannya, sehingga, misalnya, Banda Neira dipertukarkan dari Inggris dengan Manhattan (New York) yang dimiliki Belanda.

Latar belakang sejarah di atas penulis sampaikan sebagai bahan pemikiran bahwa pertanian yang kita kerjakan, sekarang, bukanlah hal yang terjadi tiba-tiba tanpa melibatkan pergolakan ekonomi, politik dan militer secara global.

Bahkan, dengan mempelajari pertanian kita akan mendapatkan bahan pembelajaran bagaimana sebaiknya kita mengembangkan politik nasional dengan memanfaatkan pertanian sebagai instrumennya.

Politik perkebunan pada dasarnya dirancang oleh kekuatan global pada masa awalnya untuk memenuhi kebutuhan bahan mentah atau bahan baku di negara asalnya. Kita hanyalah sebagai alatnya. Perlu kita sadari bahwa kalau kita katakan perkebunan berorientasi ekspor, itu bukanlah hasil desain kita. Itu adalah hasil desain struktur ekonomi global yang begitu kuat, sehingga kita pun sering tidak menyadarinya.

Salah satu indikator ketidakseimbangan pasar dalam menentukan pembagian margin dapat dilihat, antara lain, pada kopi, yaitu hanya sekitar 10 persen dari retail added value margin yang diterima oleh negara-negara pengekspor. Hal serupa juga dapat diperkirakan terjadi terhadap komoditas perkebunan lainnya (kecuali gula) mengingat status kita masih sebagai net importir.

Implikasi

(25)

Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

Dalam bidang pangan, khususnya jagung, gandum, dan kedelai, sistem produksi dan pasarnya sudah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang mengakar di Eropa dan Amerika. Sistem produksi perkebunan, khususnya karet, walaupun industrinya dikuasai oleh perusahaan multinasional, seperti Michelin, Bridgestone, dan Goodyear, hampir dapat dipastikan sulit dikembangkan di negara maju mengingat satu kegiatan produksi primernya, yaitu menyadap getah karet, belum bisa dilakukan secara mekanisasi. Oleh karena itu, posisi produksinya masih bisa kita kembangkan. Namun, untuk komoditas lainnya, termasuk kelapa sawit, kita harus berhati-hati.

Posisi petani dengan jumlahnya yang besar perlu menjadi perhatian utama kita. Sistem politik-ekonomi global masa sekarang tampaknya mirip dengan apa yang pernah terjadi pada 1930-an, yaitu betapa miskin para petani di negara-negara berkembang, sekarang ini, mirip dengan posisi petani di negara-negara jajahan pada masa tersebut.

Apabila pada 1930-an lahir politik etis di Belanda dengan tema edukasi, irigasi, dan transmigrasi, maka politik etis global pada abad ke-21 ini juga harus bisa dilahirkan kembali. Tanpa adanya politik etis global yang baru, yang bisa memberikan ruang kehidupan baru bagi negara-negara berkembang yang notabene bekas jajahan yang memerdekakan diri kurang-lebih 60 tahun yang lalu, struktur politik-ekonomi dunia sangatlah terbatas memberikan ruang-gerak untuk dapat dimanfaatkan sebagai sarana memperbaiki nasib para petani di negara-negara berkembang.

Model Revolusi Hijau ternyata belum cukup ampuh untuk mengubah nasib petani di negara-negara berkembang. Bahkan, mungkin hal sebaliknya yang terjadi, yaitu model ini lebih banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan raksasa di negara-negara maju. Model bantuan luar negeri melalui berbagai jenis utang luar negeri, memang memberikan manfaat, tetapi lebih banyak manfaatnya mengalir ke luar dan para petani masih tetap miskin.

Kita perlu menciptakan model yang lebih baik, yang didasari oleh landasan etika politik-ekonomi yang lebih beradab. Hanya dengan ini perubahan dunia ke arah yang lebih baik bagi para petani di negara-negara berkembang akan terwujud.

(26)

Bisnis I ndonesia Rabu, 12 November 2008

7 Se n t r a p r od u se n p a d i t e r a n ca m k e la n g k a a n p u p u k

JAKARTA: Tujuh sentra penghasil padi dikhawatirkan rawan masalah kelangkaan pupuk, meski stok gudang dinyatakan aman di atas level 300% pada saat memasuki musim tanam penghujan akhir tahun ini.

Sejumlah daerah itu adalah Jateng, Jatim, Sumut, Sumsel, Lampung, Banten, dan Sulsel, yang selama ini merupakan daerah serapan pupuk terbesar di dalam negeri.

Akibatnya, untuk mengamankan kebutuhan petani tersebut, Departemen Pertanian (Deptan) kembali menambah penyaluran pupuk urea bersubsidi sebanyak 200.000 ton untuk 20 daerah, sehingga mengantisipasi kelangkaan pupuk.

Dirjen Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoeso menegaskan stok pupuk urea di dalam negeri untuk musim tanam akhir tahun ini lebih dari cukup sehingga dengan penyaluran dan pengawasan tidak akan terjadi kekurangan pupuk.

"Kelangkaan itu tidak ada. Hanya saja, beberapa masalah isu langka itu pasti terjadi. Umumnya di daerah yang butuh pupuk banyak. Karena itu, kami tambah lagi stok 200.000 ton untuk musim rendeng ini saja," katanya di Jakarta, kemarin.

Alokasi tambahan itu akan didistribusikan ke 20 daerah sentra utama penghasil padi. Namun, Sutarto belum dapat menyebutkan porsi penyaluran masing-masing daerah karena masih menunggu permintaan pemerintah daerah.

Tambahan stok ini, ujarnya, berbeda dengan realokasi yang sempat dilakukan Deptan baru-baru ini menyusul penyerapan pupuk di sejumlah daerah yang kurang, sementara di daerah lain melebihi stok.

"Realokasi itu sudah selesai. Ini lain lagi. 200.000 ton itu khusus untuk musim tanam sekarang ini yang akan dibagikan ke 20 daerah. Setiap daerah berapa dan di mana, kami tunggu permintaan pemda,"ujarnya.

Tambahan itu berarti meningkatkan volume penyediaan pupuk urea bersubsidi tahun ini yang dialokasikan sebanyak 4,3 juta ton.

Sementara itu, dari laporan Antara, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pekalongan, Jateng berencana menggelar inspeksi mendadak (sidak) atas kelangkaan pupuk dan kenaikan harga pupuk yang telah mencapai Rp1.400 per kilogram.

"Kami akan menggelar sidak ke sejumlah pengecer pupuk bersubsidi terkait dengan adanya sejumlah laporan tentang terjadinya kenaikan harga pupuk di pasaran," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pekalongan. (aprika.hernanda@bisnis. co.id)

(27)

Jurnal Nasional Rabu, 12 November 2008

PROFIT Jakarta | Rabu, 12 Nov 2008

Be r sine r gi M e la y a ni Pe t a ni

by : N. Syamsuddin CH. Haesy

MUSIM penghujan sudah tiba, datang bersamaan dengan musik kampanye Pemilihan Umum 2009. Banjir mulai merambah berbagai kota dan daerah. Di sisi lain, musim tanam padi juga sudah berlangsung di mana-mana. Agaknya, sudah akan jelas di hadapan mata, persoalan apa yang akan segera mengunjungi kita.

Beberapa kali di rubrik ini kita mengingatkan tentang berbagai hal yang terkait dengan tibanya musim pengujan dan musim tanam. Mulai dari soal benih, sarana produksi pertanian, juga tentang tata kelola prasarana pengairan. BUMN yang berada di garda depan untuk melayani dan melindungi petani, tentu sudah mempunyai kepekaan untuk menjalani peran dan fungsi strategisnya. Pun demikian halnya dengan BUMN yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan sarana produksi pertanian.

Bersinergi dengan departemen teknis dan pemerintah daerah, tentu merupakan pilihan strategis untuk mengantisipasi masalah, sehingga tidak merugikan rakyat. Khususnya petani dan masyarakat di pedesaan. Tujuannya, tentu jelas, bagaimana menciptakan kondisi terbaik bagi petani dan masyarakat desa, agar mereka terhindar dari bencana. Baik bencana alam maupun bencana sosial.

Saat berkunjung ke berbagai daerah pedesaan di Jawa dan di luar Jawa, belum lama berselang, diperoleh berbagai data dan informasi, bahwa yang diperlukan petani dan masyarakat pedesaan, adalah perlunya jaminan ketersediaan sarana produksi pertanian yang memadai. Termasuk rasa aman dari kemungkinan terjadinya bencana yang bisa datang kapan saja. Paling tidak, solusi-solusi yang akan ditempuh, bila bencana yang tak dikehendaki itu, tiba-tiba datang berkunjung tanpa kabar.

Petani dan masyarakat pedesaan perlu dukungan agar mereka memperoleh akses yang mudah, murah, dan cepat. Khususnya akses terhadap informasi dan pelayanan yang tepat.

Dalam keadaan apapun, petani dan masyarakat pedesaan memerlukan akses terhadap modal, pasar, dan informasi. Dengan akses itu, mereka dapat membuat kalkulasi lebih cermat dan akurat. Baik untuk meningkatkan produktivitas maupun peningkatan kualitas produk pertanian mereka. Termasuk untuk meningkatkan kreativitas, menghasilkan produk dan jasa yang sesuai dengan permintaan pasar.

Oleh karena itu, semua pihak yang terkait dengan peningkatan produksi, kualitas produk, penguatan modal, dan pemasaran produk pertanian dan pedesaan, mesti bergerak lebih cepat melayani petani. Terutama untuk mengontrol dengan seksama kelancaran arus pelayanan terhadap petani dan masyarakat pedesaan. Makin baik pelayanan kepada mereka, makin cepat tercipta kondisi terbaik, bagi kualitas daya saing masyarakat.

Bagi partai politik dan calon anggota legislatif yang ingin memanfaatkan situasi ini, silakan. Segera lakukan aksi nyata, dan berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Membantu rakyat secara kongkret, menemukan solusi atas masalah yang sedang dan akan mereka hadapi. Kunjungilah petani dan rakyat di pedesaan, ajak dan pandulah mereka merumuskan masalah yang sedang dan akan dihadapi. Temukan dan rumuskan solusi atas masalah mereka.

(28)

Jurnal Nasional Rabu, 12 November 2008

Nusantara Pacitan | Rabu, 12 Nov 2008

D i Pa cit a n Pu p u k Be r su b sid i La n g k a

by : Rusdy Setiawan Putra

PARA petani di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dalam tiga bulan terakhir kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Menyikapi hal tersebut, Komisi B DPRD Kabupaten Pacitan memanggil para distributor pupuk ke Gedung Dewan, Senin, (10/11). "Sisa pupuk tinggal 1.030 ton," kata Eko Setyo Ranu, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Pacitan.

Eko mengatakan, minimnya stok pupuk bersubsidi tersebut membuat para petani gundah. Pasalnya, tanaman pertanian yang seharusnya telah dipupuk sampai saat ini belum menerima pemupukan. "Kalau sampai tanaman mati kan gagal panen dan bisa terjadi rawan pangan," tukasnya.

Menurut Eko, jatah pupuk untuk Kabupaten Pacitan tahun 2008 mencapai 11 ribu ton. Sekitar 9000 ton telah disalurkan ke para petani. Kendati jumlah ini jauh dari kebutuhan yang mencapai 20 ribu ton. Untuk itu, Eko meminta agar jatah pupuk untuk tahun 2009 ditambah. "Jika kurang bupati bisa membuat surat keputusan penambahan," ujarnya.

Sementara itu untuk mengatasi kelangkaan pupuk para distributor diultimatum agar secepatnya menyalurkan sisa stok pupuk. Jika pada tanggal 15 November pupuk bersubsidi belum sampai ke petani, komisi B akan bertindak. "Kita akan klarifikasi langsung ke Petrokimia," kata Eko.

Komentar lebih keras dilontarkan Anggota DPRD Kabupaten Pacitan Handoyo Aji. Menurutnya, aturan pembelian pupuk secara paket yang dikeluarkan produsen memberatkan petani. Selain itu, persyaratan untuk mendapatkan pupuk melalui Rencana Definitive Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari petani juga tidak segera direspon distributor. "Ada RDKK yang sudah satu bulan di distributor tanpa ada realisasi," katanya.

(29)

Jurnal Nasional Rabu, 12 November 2008

Jakarta dan Sekitarnya Dinamika | Tangerang | Rabu, 12 Nov 2008

M u sim Ta n a m Ka b u p a t e n Ta n g e r a n g D im u la i

Seiring datangnya musim penghujan tahun ini, para petani di Kabupaten Tangerang mulai melakukan aktivitas penanaman padi kembali secara serempak. Secara simbolis musim tanam tahun ini dibuka dengan acara Penanaman Padi Perdana Musim Tanam tahun 2008/2009 yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian dan Direktur Utama Perum Bulog di Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang kemarin (11/11).

Sukadiri dipilih karena wilayah ini merupaan salah satu sentra produksi beras di Kabupaten Tangerang dengan Kelompok Tani Bina Karya nya. Di Kecamatan Sukadiri varietas bibit padi Ciherang telah ditebar sejak bulan lalu dan dimulai ditanam kemarin. Dirjen Tanaman Pangan Sutarto Alimoeso, Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar, dan Bupati Ismet Iskandar turun langsung ke sawah untuk melakukan penanaman padi perdana ini.

(30)

Kompas Rabu, 12 November 2008

Pe t a n i M e m p r ot e s Ke la n g k a a n Pu p u k

Petani di Blitar Sudah Dua Minggu Mencari Pupuk

Rabu, 12 November 2008 | 03:00 WIB

BLORA, KOMPAS - Kelangkaan dan lonjakan harga pupuk yang terus terjadi setiap awal musim tanam memicu 1.000 petani di Jawa Tengah dan ratusan petani yang tergabung dalam Forum Kelompok Tani Blitar Selatan berunjuk rasa, Selasa (11/11).

Petani memprotes pemerintah daerah yang gagal mengatasi kelangkaan pupuk dan harga pupuk urea bersubsidi yang melonjak sebesar Rp 140.000-Rp 200.000 per kuintal. Padahal, ketentuan harga eceran tertinggi urea (HET) Rp 120.000 per kuintal.

Sekitar 800 petani di Kabupaten Blora dan 200-an petani di Kabupaten Semarang kemarin juga menuntut agar pemerintah mengikutsertakan kelompok tani dalam distribusi pupuk.

”Selama ini, jatah pupuk tidak sesuai dengan luasan lahan yang telah terdaftar dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Kalaupun ada, harga pupuk urea Rp 75.000-Rp 135.000 per zak kapasitas 50 kilogram,” kata Sugihartono, koordinator aksi petani Blora, saat berdemo di Kantor Bupati Blora.

Para petani yang tergabung dalam organisasi Lidah Tani, Himpunan Kelompok Tani Indonesia, dan Pemuda Tani Indonesia itu datang menggunakan sembilan truk dan dua mobil bak terbuka sambil mengusung poster-poster seperti ”Pupuk langka petani menderita”, ”Wong tani butuh bukti ora janji”, dan ”Subsidi pupuk untuk petani bukan pedagang nakal”.

Di Ungaran, Kabupaten Semarang, sekitar 200 petani dari Kecamatan Beringin dan Bancak mendesak DPRD mengusut penyebab kelangkaan pupuk.

Ketua Kelompok Tani Barokah II, Gogo Dalem, Kecamatan Beringin, Didin, melaporkan, saat kelompok tani menanyakan persediaan pupuk, ternyata dijawab sudah melebihi kuota. Padahal, di lapangan pupuk langka.

Bupati Blora Yudhi Sancoyo mengatakan, pihaknya telah meminta tambahan pupuk ke Pusri melalui Gubernur Jateng Bibit Waluyo. Namun, gubernur hanya menyetujui 1.700 ton.

Dua minggu menunggu

Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, para petani berunjuk rasa menuntut tambahan pupuk urea bersubsidi karena sudah dua minggu sulit memperoleh pupuk padahal padi sudah disemai.

Para petani berdemonstrasi dengan menumpang enam truk dan puluhan sepeda motor. Mereka berorasi di depan Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Energi (Perindagtamben) Blitar.

Massa berasal dari tujuh kecamatan yang mengalami kelangkaan, yakni Wates, Bakung, Wonotirto, Kademangan, Sutojayan, Panggungrejo, dan Binangun. Petani di Blitar haus membeli urea Rp 140.000-Rp 180.000 per kuintal di pengecer. Di Bantul, DI Yogyakarta, harga urea melonjak hingga Rp 87.000 per zak atau Rp 170.000 per kuintal.

Kepala Dinas Perindagtamben Blitar Djuriharto mengatakan, untuk mengatasi kelangkaan pupuk, Oktober lalu pihaknya sudah mengajukan tambahan alokasi ke Pemprov Jatim 5.070 ton, tetapi hingga kini belum ada jawaban.

(31)

Kompas Rabu, 12 November 2008

PTPN Ta k Sa n g g u p M e m e n u h i H a r g a Pe t a n i

Jumlah Petani yang Terlibat dengan PTPN VII Sebanyak 10.000 Orang

Rabu, 12 November 2008 | 03:00 WIB

Palembang, Kompas - PT Perkebunan Nusantara atau PTPN VII tak sanggup membeli kelapa sawit plasma dengan harga lebih tinggi seperti yang diharapkan petani. Harga CPO yang berfluktuasi membuat PTPN VII kesulitan menaikkan harga pembelian kelapa sawit plasma.

Direktur Utama PTPN VII Andi Punoko, didampingi para direksi PTPN VII dalam jumpa pers, Selasa (11/11) di Palembang, mengatakan, pihaknya hanya sanggup membeli sawit plasma dengan harga murah sebagai dampak krisis keuangan global. PTPN VII tidak sanggup membeli dengan harga sesuai tuntutan petani karena harga tersebut tidak bisa menutup biaya produksi.

Menurut Andi, petani meminta PTPN VII membeli sawit plasma dengan harga berdasarkan kesepakatan bersama Dinas Perkebunan yang ditetapkan dua minggu sekali. PTPN VII tidak bisa mematok harga pembelian sawit plasma dalam waktu lama karena harga CPO berubah dalam 1-2 hari.

Harga kelapa sawit plasma sesuai kesepakatan dengan Dinas Perkebunan untuk pertengahan November Rp 736 per kilogram. Namun, PTPN VII membeli dengan harga Rp 831 pada periode 7-11 November per kilogram karena ada kenaikan harga CPO.

”Kami mohon pengertian petani. Kami akan menaikkan harga pembelian kelapa sawit kalau ada kenaikan harga CPO. Dulu waktu harga CPO tinggi, kami membeli kelapa sawit dengan harga tinggi. Ketika harga jatuh, kami pun berusaha membeli di atas harga yang ditetapkan,” kata Andi.

Meragukan data

Luas perkebunan kelapa sawit plasma milik PTPN VII sebesar 20.000 hektar dengan jumlah petani sekitar 10.000 orang. Namun, Andi meragukan angka tersebut karena banyak lahan kelapa sawit plasma yang telah beralih kepemilikan dan ditelantarkan.

Andi menambahkan, krisis keuangan global juga menyebabkan target perolehan laba PTPN VII meleset. Sebelumnya, PTPN VII pada tahun 2008 ditargetkan mendapat laba Rp 500 miliar, tetapi dampak krisis keuangan global menyebabkan target direvisi menjadi Rp 300 miliar. Jumlah itu masih lebih tinggi dibandingkan target laba yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 295 miliar.

(32)

Kompas Rabu, 12 November 2008

Urea Ditambah 200.000 Ton

Ta r ge t Pe m be lia n Be r a s 2 0 0 9 Se b a n y a k 3 ,8 Ju t a Ton

Rabu, 12 November 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah menambah alokasi pupuk urea bersubsidi untuk musim tanam rendeng, atau musim hujan, November-Desember 2009 sebanyak 200.000 ton. Penambahan pupuk urea itu untuk menutupi kekurangan kebutuhan pupuk urea di 20 provinsi.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso seusai rapat di Istana Negara, Selasa (11/11), mengatakan, dengan adanya tambahan urea 200.000 ton, total alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008 menjadi 4,5 juta ton.

Menurut Sutarto, tambahan alokasi pupuk urea bersubsidi 2008 ini hanya untuk subsektor tanaman pangan.

Tambahan alokasi pupuk urea bersubsidi bagi 20 provinsi itu, antara lain, untuk Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Sutarto mengakui kebutuhan pupuk urea bersubsidi untuk musim tanam 2008 masih kurang karena adanya peningkatan luas areal tanam, baik untuk padi, jagung, maupun kedelai.

Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menunjukkan, luas tanam padi pada musim tanam 2008/2009 ditargetkan 12,69 juta hektar, naik 200.000 hektar dibandingkan target luas tanam 2006/2007.

Luas tanam jagung pada musim tanam 2008/2009 ditargetkan 4,21 juta hektar atau naik 420.000 hektar. Adapun luas tanam kedelai 820.000 hektar, atau naik 79.260 hektar dibandingkan dengan 2006/2007.

Kebocoran distribusi pupuk bersubsidi pada musim tanam kali ini, menurut Sutarto, masih dapat ditoleransi karena saat ini masih masa transisi. Transisi dari sistem distribusi terbuka ke sistem distribusi tertutup.

Menanggapi kebijakan pemerintah menambah alokasi pupuk urea bersubsidi, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir menyatakan, hingga kini belum ada tindakan konkret untuk mengatasi kelangkaan pupuk bersubsidi akibat kebocoran distribusi.

”Tidak mungkin pupuk tidak ada karena karena selama ini yang dikeluarkan pabrik sudah sesuai data, kebutuhan dan peruntukannya,” katanya.

Winarno menengarai perbedaan harga pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi yang mencapai 500 persen membuat pupuk bersubsidi untuk tanaman pangan diselewengkan ke sektor lain.

Data PT Pupuk Sriwidjaja menyebutkan, stok pupuk urea nasional di lini III per 27 Oktober sebanyak 628.141 ton, atau sekitar 329 persen di atas ketentuan Departemen Pertanian.

Tingkatkan pengadaan

(33)

Kompas Rabu, 12 November 2008

(34)

Tempo I nteraktif Kamis, 13 November 2008

H a r g a Sa w it An j lok , Pe t a n i Ria u Te r j e r a t Kr e d it

Kamis, 13 November 2008 | 18:28 WIB

TEMPO Interaktif, Riau: Tercatat 104 ribu keluarga petani plasma dan 174.978 keluarga petani non plasma kesulitan membayar kredit perkebunan ke sejumlah bank. Nilai kreditnya mencapai Rp 1,2 trilun, menyusul anjloknya harga sawit dalam empat bulan terakhir. "Harapan kami perbankan memberikan solusi. Diperlukan kesepahaman untuk menyelamatkan petani sawit Riau," kata Pimpinan Bank Indonesia Pekanbaru, Gatot Sugiono, Kamis (13/11).

Solusi yang paling mungkin, menurut Gatot, rescheduling atau restructuring untuk menekan non performance loan (NPL). Solusi ini hendaknya dipertahankan hingga adanya perubahan kondisi harga poroduksi petani. "Ini hanya saran saja. Sepenuhnya wewenang bank pemberi kredit," ujar Gatot.

Tak hanya menyangkut pengembalian, saat ini tidak kurang dari 1.000 kenderaan bermotor milik petani sawit terancam ditarik perusahaan pembiayaan. "Sebulan kami terpaksa menarik 321 kenderaan roda dua dan roda empat dari petani," ungkap Kamal, Kepala Bagian Penarikan PT Indomotor Riau.

Menurut Kamal, Indomotor sampai paruh kedua 2008 membiayai sekitar 4.500 kredit kendaraan roda dua. "Hampir 86 persen dari pembiayaan itu berada di tangan petani sawit," katanya. "Kami juga tidak menginginkan situasi ini. Keadaannya sulit ini menjadi beban kami, Bagian Umum Perusahaan Lissing PT Wom, S Simanjutak, menambahkan.

Data di Kantor Dinas Perkebunan Riau tidak kurang dari 274.500 keluarga petani sawit plasma dan non plasma, saat ini terkait pengembalioan kredit. Anjloknya harga sawit membuat petani tidak mampu membayar angsuran sekitar Rp 2-2,5 juta per bulan.

(35)

Tempo I nteraktif Kamis, 13 November 2008

Pe t a n i Ba n y u m a s Ke lim p u n g a n M e n ca r i Pu p u k

Kamis, 13 November 2008 | 10:37 WIB

TEMPO Interaktif, Purwokerto: Saat musim tanam tiba sejumlah petani di Banyumas, Jawa Tengah, justru kesulitan mendapatkan pupuk. Mereka terpaksa menitipkan uang ke pengecer, karena stok mereka sudah habis.

Selain langka, harga pupuk di beberapa tempat juga dijual di atas Harga Eceran Terendah (HET). Radem, petani Desa Kalisube menuturkan, untuk bisa mendapatkan pupuk dirinya harus lari ke pengecer satu ke pengecer lain.

Bahkan, karena sulit mendapatkan pupuk, ia rela menitipkan uang terlebih dulu untuk membeli di pengecer di desa lain. "Saya sudah menitip uang Rp 150 ribu untuk dua zak kemarin (Rabu). Katanya datang hari ini tapi ternyata kosong," kata Radem.

Tarno petani lainnya mengaku terpaksa membiarkan sawahnya tidak diberi pupuk karena ia gagal mendapatkan pupuk. "Lahan saya sudah harus dipupuk sejak kemarin namun karena langka akhirnya saya biarkan," ujar Tarno.

Pengecer resmi di Banyumas, Lani, menuturkan, sejak beberapa hari warung pupuknya mendapati banyak antrean warga. Namun dia tak bisa melayani karena di tokonya sudah tak ada lagi persediaan.

"Dalam seminggu kami hanya mendapatkan satu ton dan terkada dua ton sehingga tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan petani," ucapnya. Dia mengaku menjual pupuk eceran dengan harga Rp 1.400 per kilogram atau jika dijual per zak maka senilai Rp 70 ribu.

Menanggapi kelangkaan tersebut, Ketua Tim Pengawas Pupuk Kabupaten Banyumas, Akhmad Husein mengatakan akan menambah kuota bulan ini. "Kuota bulan depan akan diambil untuk mencukupi bulan ini," tuturnya. Ia juga berjanji akan langsung mencabut izin pengecer, jika kedapatan menjual pupuk di atas HET.

(36)

Kompas Jumat, 14 November 2008

Gunakan Pupuk Organik

8 Ton Pu p u k Be r su b sid i Ga g a l D ise lu n d u p k a n

Jumat, 14 November 2008 | 03:00 WIB

Blora, Kompas - Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mencanangkan gerakan pemakaian pupuk berimbang majemuk, yakni pencampuran pupuk urea dan organik. Tahun ini, pupuk organik gratis yang dialokasikan senilai Rp 4,5 miliar untuk 1.800 hektar lahan percontohan yang digarap 19 kelompok tani.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Blora, pencampuran pupuk urea dengan organik itu mampu menghasilkan jagung sebanyak 11 ton per hektar. Hasil tersebut berbeda dengan penggunaan pupuk urea yang hanya menghasilkan jagung sebanyak 9-10 ton per hektar.

Bupati Blora Yudhi Sancoyo, Kamis (13/11) di Blora, mengatakan, gerakan tersebut merupakan contoh bagi para petani lain yang urea minded.

Saat sosialisasi penggunaan pupuk berimbang majemuk, petani mengaku menggunakan pupuk urea sebanyak 300-600 kilogram (kg) per hektar. Takaran itu di atas standar atau ketentuan pemakaian pupuk berimbang majemuk, yaitu 250 kg per hektar. Pemakaian pupuk urea berlebih itu mengakibatkan permintaan pupuk urea tidak sebanding dengan jatah pupuk bersubsidi.

Menurut Yudhi, pada 2008 Pemkab Blora mengajukan permintaan pupuk 46.771 ton, tetapi Gubernur Jateng hanya menyetujui 38.471 ton. Pada awal musim tanam pertama (rendeng) ini, pemkab mendapat tambahan pupuk 1.700 ton. ”Kuota itu tidak mungkin mencukupi kebutuhan pupuk petani,” katanya.

Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Randublatung Arifin mendukung pemkab mengikis budaya penggunaan urea berlebihan. Pemkab dapat melanjutkan gerakan itu dengan menyubsidi pupuk organik dan memberi bukti nyata.

”Meskipun begitu, kami berharap Pemkab Blora meningkatkan fungsi pengawasan pendistribusian pupuk bersubsidi agar benar- benar sampai ke tangan petani,” ujar Arifin.

Terkait dengan itu, Pemkab Kabupaten Tegal melibatkan camat dan lurah untuk mengawasi distribusi pupuk urea bersubsidi yang diduga diselewengkan.

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Tegal Karwadi mengatakan itu saat melakukan audiensi dengan Komisi B DPRD Tegal di Slawi, Kamis. ”Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) sudah tidak berfungsi optimal sehingga tingkat pengawasan distribusi menjadi lemah,” ujarnya.

Petani juga diharapkan ikut melaporkan jika mengetahui ada penyimpangan dalam distribusi.

Marketing Supervisor PT Pupuk Kujang Wilayah Brebes dan Tegal Dadeng Suhendra mengatakan, pihaknya telah menyalurkan 28.500 ton pupuk urea bersubsidi untuk dua daerah itu dari total kebutuhan 2008 sebesar 32.411 ton.

Diselundupkan

(37)

Kompas Jumat, 14 November 2008

Dua tersangka penyelundup pupuk itu adalah Agus (49), warga Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kuningan; dan Hj Rohaya, warga Jatibarang, Brebes. ”Tersangka ditangkap di perbatasan Kuningan-Cirebon saat akan mengirim pupuk ke Brebes tanpa surat-surat jelas,” ujar Sukirman.

(38)

Kompas Jumat, 14 November 2008

Pe t a n i Be lu m D a p a t Pu p u k

Sudah Serahkan Uang ke Pemilik Kios

Jumat, 14 November 2008 | 15:04 WIB

NGAWI, KOMPAS - Ratusan petani yang telah menyerahkan uang kepada pemilik kios untuk pembelian pupuk belum bisa memperoleh pupuk yang mereka pesan. Padahal, petani telah memesannya sejak satu bulan yang lalu. Hal ini membuat petani khawatir karena sudah waktunya padi diberi pupuk.

Di kios pupuk milik Pujiono di Desa Bulak, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Kamis (13/11), tercatat 303 petani yang telah memesan pupuk. Selain para petani ini, distribusi pupuk bagi enam kelompok tani juga belum dilakukan.

Begitu pula yang terjadi di kios pupuk milik Mansur di Desa Gerih, Kecamatan Gerih, Ngawi. Sedikitnya 70 petani telah menyerahkan uangnya ke pemilik kios untuk pembelian pupuk. Namun, sampai kemarin, mereka belum menerima pupuk.

Kondisi di dua kios ini, kemarin, tidak ada stok pupuk sama sekali, baik urea, ZA, SP-36, atau NPK. Di kios Pujiono, pengiriman urea terakhir pada Sabtu (8/11) sebanyak tujuh ton, sedangkan pengiriman NPK terakhir hari Rabu (12/11) sebanyak 4,5 ton. Di kios Mansur, pengiriman pupuk terakhir pada Jumat (7/11) sebanyak tujuh ton urea.

"Kiriman pupuk ini langsung habis dalam hitungan jam, tidak sampai satu hari," kata Mansur. Begitu pula yang terjadi di kios milik Pujiono.

Karena banyaknya petani yang membutuhkan pupuk, terutama urea dan NPK, pemilik kios terpaksa membatasi penjualan pupuk kepada petani. Di kios Pujiono, petani dibatasi maksimal sampai lima kuintal, sedangkan di kios Mansur petani dibatasi membeli 50 kilogram.

Salah satu petani di Gerih, Eko, mengatakan dia telah berusaha mencari pupuk di kios-kios pupuk lain di luar Kecamatan Gerih, tetapi di kios-kios itu pun persediaan pupuk tidak ada. "Padahal sekarang sudah waktunya tanaman padi diberi pupuk," tuturnya.

Supervisor PT Petrokimia Gresik wilayah eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan) Kris Suwanto, berdalih kelangkaan pupuk yang terjadi di Ngawi dan juga Magetan disebabkan pembelian pupuk oleh petani yang berlebihan. Alokasi pupuk

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Blitar mendesak pemerintah pusat segera merealisasikan alokasi pupuk yang sudah ditetapkan tahun 2008. Baru setelah itu, mereka dipersilakan menambah alokasi untuk memenuhi kekurangannya.

Kepala Dinas Pemasaran Kabupaten Kediri Andes Erwanto mengatakan pihaknya seharusnya mendapatkan alokasi 182.755 ton. Namun, realisasi dari distributor baru 107.913 ton. Sisanya, sulit diminta karena alasan tidak ada barang.

"Kami sudah tiga kali mengirim surat ke pemerintah Provinsi Jatim untuk meminta kekurangan pupuk tersebut. Mei kami kirim surat, kemudian Oktober lalu kami juga mengirim lagi, dan terakhir November ini. Akan tetapi, hingga belum juga ada balasan apalagi realisasi," ujarnya.

(39)

Tempo I nterkatif Jumat, 14 November 2008

Ta h u n D e p a n I n d on e sia Ak a n Ek sp or Be r a s

Jum'at, 14 November 2008 | 11:21 WIB

TEMPO Interaktif, Canberra: Indonesia akan mampu mengekspor beras pada tahun depan, pertama kalinya selama 16 tahun, guna meredakan krisis pangan yang melanda dunia, demikian seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Rabu (12/11) waktu setempat dalam kunjungannya ke Australia.

“Indonesia, pada 16 tahun silam untuk pertama kalinya mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan mendapatkan surplus beras, dan dengan perkiraan peningkatan produksi beras sekitar 5 persen tahun ini, Indonesia akan mengekspor beras lagi tahun depan," katanya kepada Parlemen Australia, seperti yang dikutip kantor berita Reuters.

Indonesia, negara dengan penduduk terbanyak keempat dunia, biasanya menjadi pengimpor beras namun menurut para pejabat berwenang hal itu tidak dibutuhkan lagi tahun ini karena produksi sudah mampu memenuhi permintaan dalam negeri dan kemungkinan akan mengekspor produksi yang berlebih.

(40)

Suara Pembaruan Senin, 17 November 2008

H a r g a Be r a s I n d on e sia Te r isola si

[JAKARTA] Harga beras Indonesia tahun ini terisolasi dari harga beras internasional. Namun, kondisi ini justru menguntungkan Indonesia karena tidak terpengaruh fluktuasi dan pergerakan harga yang dikuasai negara-negara eksportir utama beras.

"Kita tidak terpengaruh harga internasional karena tahun ini kita tidak impor beras. Harga di dalam negeri tetap stabil, walaupun menjelang hari raya atau masa paceklik," ujar Dirut Perum Bulog, Mustafa Abubakar, di Jakarta, Minggu (16/11).

Mustafa mengemukakan, stabilnya harga beras di dalam negeri karena stok di Perum Bulog maupun masyarakat cukup banyak. Bahkan dalam sejarah Bulog berdiri sejak 20 tahun lalu, stok tiga juta ton tahun ini adalah yang terbesar. Belum lagi stok di pedagang, penggilingan padi, dan petani.

Menurutnya, kemampuan menyerap gabah dan beras untuk stok, serta stabilnya harga selama setahun ini, mengindikasikan manajemen perberasan sudah dalam jalur yang benar, walaupun masih ada sejumlah kendala. Dia yakin, jika produksi dapat ditingkatkan, tahun 2009 Indonesia bisa mengekspor beras sekitar 1,5 juta ton.

Sementara itu, pengamat ekonomi dan perberasan, Dr Husein Sawit menegaskan, bisa saja Indonesia mengekspor beras tahun depan, namun harus dengan perencanaan yang matang. Sebab, menurutnya, pasar dunia menghendaki kualitas yang prima dan harga yang bersaing.

Husein juga mengingatkan, stok di dalam negeri harus dijamin aman, antara lain dengan memperhitungkan iklim yang kerap bergeser, bencana alam, serta kondisi infrastruktur. Selain itu, harga gabah dan beras di petani harus disesuaikan dengan biaya sarana produksi yang terus meningkat serta inflasi.

Pemerintah, katanya, memang sedang membahas kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras untuk meningkatkan pendapatan petani.

(41)

Kompas Selasa, 18 November 2008

Pe m e r in t a h D in ila i M e n g a n a k t ir ik a n Pe t a n i La h a n

Pe r sil

Selasa, 18 November 2008 | 01:39 WIB

Blora, Kompas - Sejumlah petani lahan persil atau pesanggem di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menilai pemerintah menganaktirikan petani lahan persil atau lahan di sekitar hutan. Pada musim tanam tahun ini, mereka tidak memperoleh jatah dan membeli pupuk urea bersubsidi.

Ngarji (52), petani lahan persil Desa Cabak, Kecamatan Cabak, Senin (17/11) di Blora, mengatakan, tidak memupuk tanaman jagung berusia 21 hari. Padahal, jagung harus dipupuk pada usia 15 hari. ”Saya sulit membeli pupuk urea bersubsidi karena pengecer lebih mengutamakan petani yang memiliki lahan sendiri dan ikut dalam kelompok tani. Petani lahan persil yang ikut dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) tidak kebagian saat mau beli eceran,” katanya.

Menurut Karsi (41), petani Desa Cabak lain, jika tidak memakai pupuk urea, hasil panen jagung kurang bagus, sekitar 100 kilogram jagung kering pipilan per musim tanam. Padahal, kalau dipupuk, panenan mencapai 500- 800 kilogram. Karsi menggarap setengah hektar lahan persil milik Perum Perhutani.

Secara terpisah, Administrator Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Cepu Perum Perhutani Unit I Jateng Urip Indera Nurvana mengatakan, Perhutani kerap memberi laporan rutin luas lahan persil yang digarap petani. Perhutani juga mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan pupuk bagi petani hutan.

”Selama ini pemerintah seolah-olah menganaktirikan petani lahan persil. Bahkan saat pupuk langka, petani lahan persil dikira menjadi salah s

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

For the Munich Re Group as a whole, we estimate that premium volume for 2005 will total around €37.6 bn, com- prising a reduction in reinsurance and a moderate increase in

The aim of this research is to identify the most common speech acts used in disharmonic condition in “The Young Victoria” movie based on Searle’s Speech Acts

Rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelabui para pesaing ataupun oposan.17 Sedangkan pengembangan kurikulum adalah suatu kegiatan yang

Dari hasil penelitian pengetahuan subjek penelitian tentang diare,dehidrasi dan pengangan awal diare pada balita masuk dalam kategori sedang karena hampir sebagian besar

Dengan menggunakan periode referens setiap 3 bulan, pada penelitian ini dijumpai efek samping terhadap pola haid yang terbesar adalah adanya siklus yang ireguler, yaitu

Seperti pertumbuhan yang dibutuhkan untuk memasok metabolit yang diperlukan dalam memproduksi asam glutamat dan pada waktu yang sama meminimalkan jumlah gula yang

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, tuhan yesus kristus dan roh kudus yang telah memberikan rahmat dan berkat-nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan

Hasil penelitian dalam menerapkan bimbingan kelompok teknik self management yang telah dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan penerimaan diri anak panti asuhan Pada