• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solusi PD dengan Transformasi Laplace | Dwipurnomoikipbu's Blog

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Solusi PD dengan Transformasi Laplace | Dwipurnomoikipbu's Blog"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SELESAIAN PERSAMAAN

DIFERENSIAL TINGKAT

TINGGI DENGAN PERSAMAAN KARAKTERISTIK

DAN TRANSFORMASI LAPLACE

Oleh

Dwi Purnomo

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN METAMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

(2)

IKIP BUDI UTOMO MALANG

TAHUN 2009

HALAMAN PENGESAHAN

Hasil Penelitian Pustaka berjudul

: Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi Laplace

Telah Dipublikasikan di Perpustakaan

Malang, 4 April 2009

Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang

D e k a n

(3)

.KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya penelitian kajian pustaka yang berjudul Analisis Selesaian Persamaan Diferensial dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi Lapace dapat diselesaikan sesuai dengan rencana dan jadual yang ditentukan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan prosedur-prosedur apa yang harus dilakukan jika suatu persamaan diferensial tingkat tinggi diselesaikan dengan persamaan karakteristik atau dengan transformasi Laplace, sehingga para pencinta matematika dan mahasiswa akan lebih memahami dan pada akhirnya dapat memilih metode mana yang digunakan untuk menentukan selesaian persamaan diferensila tingkat tinggi dan memiliah soal-soal mana yang diselesaikan dengan persamaan karakteristik dan transformasi Laplace.

Terselesaikan penelitian ini telah mendapat bantaun-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sulikan, MS selaku Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang yang telah memberikan dukungan dan motivasi..

2. Bapak Drs. Adi Sucipto, M.Kes. selaku kepala pusat penelitian dan pengabdian pada masyarakat IKIP Budi Utomo Malang yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan-masukan kepada peneliti selama proses penelitian berlangsung.

3. Ibu. Hj. Dra. Susilo Bekti, M.Pd selaku kepala perpustakaan IKIP Budi Utomo Malang atas sarana dan prasarana yang diberikan dalam melakukan kajian dan analisis buku-buku yang ada diperpustkaan.

(4)

5. Mahasiswa program studi pendidikan Matematika angkatan 2009 dan 2008 yang telah menempuh mata kuliah persamaan diferensial.

6. Semua pihak yang tidak disebut satu persatu dan telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporannya.

Akhirnya harapan dan do’a peneliti semoga kajian sederhana ini dapat berguna, khususnya bagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah persamaan diferensial.

Malang, April 2009 Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Lampiran ... vi

Abstrak ... vii

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Pembahasan ... 3

1.4 Kegunaan ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 3

Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fungsi ... 4

2.2 Turunan Fungsi ... 5

2.3 Antiturunan ... 10

2.4 Persamaan Diferensial ... 17

2.5 Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi ... 24

2.6 Transformasi Laplace ... 32

2.7 Transformasi Laplace Invers ... 50

Bab III PEMBAHASAN 3.1 Selesaian Persamaan Homogen Koefisien Konstan ... 60

3.2 Selesaian Persamaan Homogen Koefisien Variabel ... 64

3.3 Selesaian Persamaan Tidak Homogen Koefisien Konstan .... 68

3.4 Selesaian Persamaan Tidak Homogen Koefisien Variabel .. 75

Bab IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 78

4.2 Penutup ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

(7)

ABSTRAK

Dwi Purnomo, 2009. Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi Laplace. Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang.

Kata Kunci: Primitif, Persamaan Karakteristik, Transformasi Laplace

Persamaan Diferensial adalah persamaan yang didalamnya terdapat turunan-turunan atau diferensial dari suatu yang belum diketahui, untuk memahaminya perlu didasari konsep-konsep dalam matematika yaitu fungsi, turunan, dan transformasi Laplace. Persamaan diferensial dapat ditentukan tingkat dan derajatnya tergantung dari pangkat tertinggi yang muncul dalam persamaan dan pangkat dari turunan tertingginya.

Persamaan diferensial tingkat tinggi mempunyai bentuk umum

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

Dengan Po

0, P1, P2, P3, ... , Pn1, Pn adalah fungsi atau konstanta.

karena

dx dy

= Dy, 2 2

dx y d

= D2 y, ...,

1 1

 

n n dx

y d

= Dn1y, n n dx

y d

= Dny

maka persamaan

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

dapat dinyatakan dengan

 Po Dn y + P1Dn1y + P2Dn2y + P3Dn3y + ... + Pn1Dy + Pn y = Q(x)

 (Po Dn + P1Dn1 + P2Dn2 + P3Dn3 + ... + Pn1D + Pn ) y = Q(x)

 F(D) y = Q(x)

Jika bentuk F(D)y = Q(x) dan Q(x) = 0, maka bentuk umumnya menjadi Po Dn y + P1Dn1y + P2Dn2y + P3Dn3y + ... + Pn1Dy + Pn y = 0.

Jika Q(x) = 0 maka F(D)y = 0 disebut persamaan diferensial homogen tingkat tinggi, sedangkan jika Q(x)

0 maka F(D)y = Q(x) disebut persamaan diferensial linear tidak homogen tingkat tinggi. Koefisien dari masing-masing turunan dapat berupa konstanta atau fungsi.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang keberadaannya sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika memiliki beberapa bagian yang saling berkaitan yaitu Aljabar, Statistika, Geometri, Aritmatika dan Analisis, sehingga pada pelaksanaan pendidikan formal mata pelajaran Matematika masuk dalam kurikulum dan diberikan mulai tingkat satuan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi..

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Budi Utomo Malang sebagai salah satu perguruan tinggi di Jawa Tmur memiliki program studi Pendidikan Matematika dan program studi tersebut berada pada Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan. Mata kuliah sebagai bagian dari kurikulum yang berlaku di program studi pendidikan Matematika tersajikan dalam satuan kredit semester (SKS) yang berjumlah 154 sks. Jumlah tersebut terbagi dalam 5 kelompok bidang kajian yaitu yaitu Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Mata Kuliah Prilaku Berkarya, Mata Kuliah Keahlian Berkarya, Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan, dan Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat.

Sebaran mata kuliah dalam kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan meliputi mata kuliah yang berkaitan dengan bidang ilmu matematika. Salah satu mata kuliah dalam kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan tersebut adalah Persamaan Diferensial yang merupakan mata kuliah bersyarat. Seorang mahasiswa dapat menempuh atau memrogramkan apabila mata kuliah prasyarat dan penunjangnya telah ditempuh. Mata kuliah penunjang Persamaan Diferensial meliputi Kalkulus Diferensial, Kalkulus Integral, Kalkulus Peubah Banyak.

(9)

mengembangkan kemampuan mahasiswa memahami berbagai konsep persamaan diferensial dan solusinya serta menggunakannya dalam menyelesaikan masalah nyata yang muncul dalam disiplin ilmu lain. Pokok-pokok materi yang dibahas dalam mata kuliah ini meliputi: Persamaan Diferensial dan Pengertian: mengulang kembali turunan dan anti turunan, pengertian persamaan diferensial, tingkat dan derajat persamaan diferensial, selesaian persamaan diferensial. Persamaan Diferensial Tingkat Satu Derajat Satu: persamaan variable terpisah, persamaan yang dapat direduksi menjadi variable terpisah, persamaan diferensial homogen, persamaan diferensial tidak homogen, persamaan diferensial eksak dan tidak eksak. Persamaan Diferensial Linear; Persamaan Diferensial Tingkat Satu Derajat Tinggi; Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi: Persamaan Diferensial Homogen dan Tidak Homogen Tingkat Tinggi dengan Koefisien Konstan, Persamaan Diferensial Homogen dan Tidak Homogen dengan Koefisien Variabel; Persamaan Differensial Simultan; Pemodelan Matematika; Transformasi Laplace; dan Deret Fourier.

Mengacu pada deskripsi tersebut dan pengalaman peneliti selama menjadi membina mata kuliah Persamaan Diferensial, pada umumnya mahasiswa mengalami kesulitan dalam menentukan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi. Berdasarkan fakta tersebut maka peneliti melakukan analisis selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi melalui kajian beberapa pustaka yang ada. Hasil analisis ditulis dalam laporan penelitian ”studi pustaka” yang berjudul Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan Transformasi Laplace dan Penggunaan Persamaan Karakteristik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana prosedur selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Persamaan Karakteristik?

2. Bagaimana prosedur selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Transformasi Laplace?

(10)

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prosedur yang digunakan dalam menentukan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan persamaan karakteristik?

2. Untuk mengetahui prosedur yang digunakan dalam menentukan seleaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Transformasi Laplace? 3. Untuk mengetahui perbedaan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi antara penggunaan persamaan karaketeristik.dengan penggunaan Transformasi Laplace

1.4 Kegunaan Pembahasan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Sebagai bahan rujukan dan membantu mahasiswa dalam memahami selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan persamaan karakteristik.

2. Sebagai bahan rujukan dan membantu mahasiswa dalam menentukan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Transformasi Laplace.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada:

1. Selesaian persamaan diferensial homogen tingkat tinggi dengan koefisien konstan.

2. Selesaian persamaan diferensial tidak homogen tingkat tinggi dengan koefisien variabel.

3. Selesaian persamaan diferensial homogen tingkat tinggi dengan koefisien konstan.

(11)

BAB II

LANDASAN TEORI

Kajian analisis selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan persamaan karakteristik dan transformasi Laplace didasari oleh konsep tentang fungsi, turunan, antiturunan, persamaan diferensial, dan transformasi Laplace. Oleh karena itu sebelum analisis dilakukan pada bab III, peneliti memberikan penjabaran tentang konsep-konsep tersebut.

2.1 Fungsi

Secara umum penulisan fungsi dibedakan dalam fungsi eksplisit dan fungsi implisit. Fungsi eksplisit adalah fungsi yang antara peubah bebas dan peubah tak bebas dapat dibedakan dengan jelas. Fungsi eksplisit ditulis dan dinyatakan dalam bentuk y = f(x).

Contoh

1. yx2 5x 4

2. 3 2

1 3 1

  

x x y

3. y cos(x5)

4. ycoshxsinhx

5. ln1 1

  

x x y

6. yx x x

Fungsi implisit adalah suatu fungsi yang antara peubah bebas dengan peubah tak bebas tidak dapat dibedakan secara jelas. Fungsi implisit ditulis dalam bentuk f(x,y) = 0.

Contoh

1. x2y2 25

2. x2yxy2 20

(12)

Berdasarkan contoh fungsi eksplisit dan implisit tersebut di atas, tampak bahwa jika suatu fungsi ditulis dalam bentuk eksplisit maka dengan mudah dapat ke dalam bentuk implisit. Akan tetapi jika fungsi ditulis dalam bentuk implisit maka tidak semuanya dapat diubah menjadi bentuk eksplisit.

Contoh

1. Bentuk implisit yx2 5x 4 adalah y x2 5x40

2. Bentuk implisit yx x x adalah y8  x7 0 3. Bentuk ekplisit dari x2y2 25 adalah y 25 x2

  

4. Bentuk eksplisit dari x2 y2 2x y10 adalah y =

1 5 5( 1)2

2 1

   x

5. x2yxy2 20 adalah bentuk implisit yang tidak dapat dinyatakan dalam

bentuk eksplisit.

6. cos xy  10 adalah bentuk implisit yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk

eksplisit.

Untuk pengembangan lebih lanjut pembaca dapat membuat beberapa contoh fungsi dengan mengelompokkannya kedalam bentuk eksplisit atau implisit. Selain itu pembaca dapat membuat contoh lain fungsi implisit yang dapat diubah menjadi fungsi eksplisit atau fungsi implisit yang tidak dapat diubah menjadi fungsi eksplisit. Pada prinsipnya dalam fungsi eksplisit y = f(x), x disebut peubah bebas (independen), sedangkan y disebut peubah tak bebas (dependen). Bentuk f(x,y) = 0 jika dapat diubah dalam bentuk ekplisit, x, dan y secara berturut juga dinamakan peubah bebas dan tak bebas. Akan tetapi jika tidak dapat diubah dalam bentuk ekplisit, maka tidak ada peubah bebas dan tak bebas dalam fungsi tersebut.

2.2 Turunan Fungsi

Definisi

Turunan fungsi y = f(x) adalah fungsi lain yang dinotasikan dengan f’(x) dan didefinisikan oleh

f’(x) =

x x f x x f

x

  

 

) ( ) (

lim

0 , asalkan limitnya ada.

(13)

Sehingga definisi turunan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk:

0 , asalkan limitnya ada.

lim , asalkan limitnya ada.

Notasi lain untuk turunan y = f(x) dinyatakan dengan notasi ,D f(x) turunannya dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah diferensial yaitu dengan cara mendiferensialkan masing-masing variabel dalam fugsi tersebut. Berikut ini diberikan beberapa contoh menentukan turunan fungsi eksplisit dan implisit.

Contoh

Tentukan

dx dy

fungsi-fungsi berikut.

(14)

=

Fungsi-fungsi yang mempunyai turunan sebagaimana dijelaskan pada contoh di atas disebut fungsi yang differensiable. .

Dengan cara yang sama, jika y = xn maka turunannya ditentukan oleh:

(15)

= ( ) .... ( ) ]

Berikut ini diberikan beberapa rumus dasar tentang turunan fungsi. Misal u,v, dan w adalah fungsi-fungsi dalam x dan c sebarang bilangan real. yang masing-masing mempunyai turunan maka:

(16)

15. x x dx

d (cot ) csc2

16. x x x

dx d

tan sec ) (sec 

17. x x x

dx d

cot csc )

(csc 

Rumus-rumus di atas berlaku untuk fungsi eksplisit, sedangkan turunan fungsi implisit ditentukan dengan menggunakan kaidah diferensial, yaitu dengan cara mendiferensialkan masing-masing bagian fungsi tersebut.

Contoh

1) Tentukan

dx dy

fungsi-fungsi x2y2 250

Dengan mendiferensialkan masing-masing bagian, diperoleh: d(x2) + d(y2) - d(25) = d(0)

0 2

2  

xdx ydy

 x + y

dx dy

= 0

dxdy  xy

2) Tentukan

dx dy

dari x2yxy2 20

Jawab

Dengan mendiferensialkan masing-masing variabel fungsi diperoleh d(x2y)d(xy2) d(2)d(0)

( 2 2 ) (2 2 ) 0 0

  

 

x dy xydx xydy y dx

(2 2) ( 2 2 ) 0  

 

xy y dx x xy dy

(2xyy2)dx(x2 2xy)dy0

diperoleh

xy x

y xy dx

dy

2 2

2 2 

  

3) Tentukan

dx dy

(17)

Untuk menentukan

dx dy

dari fungsi di atas, maka bentuk fungsinya diubah

terlebih dahulu menjadi bentuk implisit, dan diperoleh:

yx x x

y2 x x x y4 x2(x) x

y8

 

x3 2x

y8 x7 0

Dengan mendiferensialkan masing-masing variabel diperoleh

d(y8) d(x7) d(0)  

8y7dy 7x6dx 0

8y7dy 7x6dx

Sehingga 7 6

8 7 y x dx dy

2.3 Antiturunan

Antiturunan merupakan balikan dari turunan, untuk mempelajarinya memerlukan pemahaman kembali tentang turunan fungsi.

Menurut definisi turunan fungsi, jika y = x maka

x dx

dy

2 1  .

Dengan cara yang sama, diperoleh

1. Jika y = x+3 maka

x dx

dy

2 1  .

2. Jika y = x - 3 maka

x dx

dy

2 1  .

3. Jika y = x - 100 maka

x dx

dy

2 1 

4. Jika y = x + 7 1

maka

x dx

dy

2 1

, dan seterusnya.

Dengan kata lain, untuk y = x + c, c R maka

x dx

dy

(18)

Karena antiturunan merupakan balikan dari turunan, maka penulisan bentuk di atas

dapat disederhanakan dengan Ax      

x

2 1

= xc. Hal ini berarti bahwa fungsi y =

c

x , dengan c R mempunyai turunan

x dx

dy

2 1  .

atau antiturunan dari f(x) =      

x

2 1

adalah F(x) = x + c, c R. Fungsi-fungsi yang dapat ditentukan antiturunannya disebut terintegralkan (integrable).

Dalam hal yang lebih umum, bentuk Ax      

x

2 1

= xc. dinyatakan

dengan

   

   

c x dx x

2 2

. Jadi, misal y = f(x) dan antiturunannya F(x) + c maka

f(x)dxF(x) c,cR dan disebut integral tak tentu. Selanjutnya f(x) disebut

integran dan F(x) + c disebut anti turunan.

Teorema 1.

Jika n sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka:

 

c n

x dx x

n n

1

1

.

Akibatnya jika n = -1 maka

xndx

x1dx

= dx x c

x  

1 ln

Bukti

Untuk mengembangkan suatu hasil yang berbentuk

f(x)dxF(x) c,cR

Kita cukup menunjukkan bahwa

) ( ] ) (

[F x c f x

Dx  

Dalam kasus di atas

n n n

x n x x

n c n

x

D

  

 

      

 

 

) 1 ( 1 1 1

(19)

Teorema 2

Misal f(x) dan g(x) fungsi-fungsi yang integrable dan c sebarang konstanta maka:

1.

cf(x)dxc

f(x)dx

2.

[f(x)g(x)]dx

f(x)dx

g(x)dx,

3.

[f(x) g(x)]dx

f(x)dx

g(x)dx,

Bukti

Untuk membuktikan teorema di atas, cukup dengan mendeferensialkan ruas kanan dan amati bahwa kita memperoleh integran dari ruas kiri.

1. Dx{ c

f(x)dx} = c Dx{

f(x)dx}

= cf(x)

2. Dx{

f(x)dx

g(x)dx} = Dx

f(x)dxDx

g(x)dx

= f(x) + g(x)

3. Dx{

f(x)dx

g(x)dx} = Dx

f(x)dxDx

g(x)dx

= f(x) - g(x)

Teorema di atas dinamakan dengan sifat-sifat integral tak tentu. Berikut ini diberikan beberapa rumus dasar integral fungsi.

1.

dxxc,cR

2.

f(x)dxF(x)c

3. , 1

1

1 1

  

x c n

n dx

xn n

4.

(uv)dx

udx

vdx

5.

audxa

u dx

6. dx x c x c

x

e

  

1 ln log

7. c

a u du

au

ln

8.

 

c n

x f dx x f x f

n n

1 ) ( )

( ' ) (

1

9.

eudueuc

(20)

11.

cosxdxsinxc

arcsin

(21)

31.

     a x x a c x

dx 2 2

2

2 ln u

32.

 

ue duc

a m a

e u du e

um au m au m 1 au

33.

   

x c

x a a a x

a x

dx 2 2 2

2 ln

1

34. c

x x u

u du

  

   

ln11 11

1

Contoh

Tentukan integral berikut berdasarkan sifat integral di atas.

1.

x2 x

dx

Jawab

x2 x

dx

=

x2dx

xdx

= 3 1 2 2

2 1 3

1

c x c

x   

= 1 2 2

3

2 1 3 1

c c x

x   

= x3 x2 c

2 1 3 1

2. dx

x

x2 1 2

   

  

Jawab

dx

x

x2 1 2

   

  

= dx

x x x

2 1

2 4

=

dx x dx

x x dx

x

x4 2 2 1

=

x7/2dx2

x3/2dx

x1/2dx

3. dx

x x x

3 2

) 1 (

Jawab

dx x x x

3 2

) 1 (

=

3  2 2 1)

(

x x x x

(22)

= dx x x dx x x dx

x x

 

3 3

2 3

3

2

=

x8/3dx2

x5/3dx

x2/3dx

= x11/3  x8/3 x5/3 c

5 3 4

3 11

3

Teorema 3

sinx dx cosxc

cosxdxsinxc

Bukti

Untuk membuktikan teorema di atas cukup dengan menunjukkan bahwa

Dx( cosx)sinx dan Dx(sinx)cosx.

Teorema 4

Andaikan f(x) fungsi yang differensiable dan n bilangan Rasional yang bukan -1, maka:

 

, 1 ) ( )

( ' ) (

1 c n

x f dx x f x f

n

n c

Real.

Contoh

1.

3x 4x2  11dx

Jawab

Karena D (4x2 11)

x = 8x dx, sehingga berdasarkan teorema di atas

3x 4x2  11dx =

4  11 8

3 2

x d(8x)

= x  c

2 / 3

) 11 4

( 8

3 2 3/2

= (4 2 11)3/2

4 1

x + c.

2.

2y32y5dy

(23)

Karena Dx(2y25) = 4y dy, maka

2y32y5dy =

ydy y 5) 3 2

( 2 1/2

=

y 4ydy 4 3 ) 5 2

( 2 1/2

=

(2y 5).4ydy 4

3 2 1/2

= y  c

2 / 1

) 5 2 ( . 4

3 2 1/2

= 2y 5c

2 3 2

3.

3sin(6x2)dx

Jawab

Misal U = 6x + 2  dU = 6 dx atau 3 dx =

2

dU

, sehingga

3sin(6x2)dx =

2 sinU dU

= ( cosU)c

2 1

=  cos(6x2)c

2 1

4.

1cosxsinxdx

Jawab

Misal A = 1cosx  A21cosx

2A dA = (-sin x) dx, sehingga:

1cosxsinxdx =

A.(2A)dA

= -2

A2dA

=  A3 c

3 2

=  (1cosA)3 c

(24)

2.4 Persamaan Diferensial

Perhatikan persamaan-persamaan di bawah ini: 1. 2x dx – 3 dy = 0

2. x

dx dy

2 3 

3. xy x

dx dy

4 2  

4. 2 2

dx y d

-

dx dy

- 2y = 0

5. 3 3

dx y d

2 2

dx y d

- 4

dx dy

+ 4y = 0

6. (y’’)2 + (y’)3 + 3y = x2 7. y” = (y’)3 + y’

8. 0

     

y z x z x z

9. 2 2

x z

 

+ 2 2

y z

 

= x2 + y

10. x

x z

 

+ y yz = z

Setiap persamaan pada contoh di atas, memuat tanda turunan atau diferensial. Oleh karenanya masing-masing persamaan dinamakan persamaan diferensial.

Definisi:

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat paling sedikit satu turunan atau diferensial dari suatu fungsi yang belum diketahui.

Jika dalam suatu persamaan diferensial, turunan yang muncul adalah turunan

biasa, misalnya

dx dy

maka persamaannya dinamakan persamaan diferensial biasa,

sebaliknya jika turunan yang muncul adalah turunan parsial, misalnya

x z

 

dan yz

(25)

Selain jenis persamaan diferensial biasa dan parsial, dalam persamaan diferensial dikenal pula istilah tingkat (order) dan derajat (degree). Tingkat suatu persamaan diferensial itentukan oleh turunan tertinggi yang muncul dalam persamaan tersebut, sedangkan derajat persamaan diferensial ditentukan oleh pangkat dari turunan tertinggi dalam persamaan diferensial yang diberikan.

Perhatikan beberapa contoh persamaan dibawah ini.

1. 2x dx – 3 dy = 0 adalah persamaan diferensial tingkat satu derajat satu, karena turunan tertinggi dalam persamaan adalah turunan tingkat satu dan berpangkat satu.

Dengan cara yang sama dapat ditentukan tingkat dan derajat fungsi dibawah ini.

2.

dx dy

= 3 – 2x , persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)

3.

dx dy

+ 2xy = 4x, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)

4. 22

dx y d

-

dx dy

- 2y = 0, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)

5. 3 3

dx y d

2 2

dx y d

- 4

dx dy

+ 4y = 0, persamaan tingkat 3 derajat 1 (3-1)

6. (y’’)2 + (y’)3 + 3y = x2, persamaan tingkat dua derajat dua (2-2) 7. y” = (y’)3 + y’, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)

8. 

 

x z

z + x yz = 0, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)

9. 2 2

x z

 

+ 2 2

y z

 

= x2 + y, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)

10. x

x z

 

+ y yz = z, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)

Primitif suatu Persamaan Diferensial

(26)

Sebelum dirincikan secara mendetail tentang cara menentukan fungsi yang belum diketahui suatu persamaan diferensial, maka yang perlu diperhatikan adalah koefisien dari masing-masing diferensial apakah sudah sejenis. Perhatikan beberapa contoh berikut.

1.

dx dy

= 2 – x

 (2 x)dxdy0

 

 (2 x)dx dy 0

xxyc,cR

2 1

2 2

 4xx2  2yc,cR

Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi yang belum diketahui dari persamaan

diferensial

dx dy

= 2 – x, adalah 4x – x2 – 2y = c.

Selanjutnya 4x – x2 – 2y = c dinamakan selesaian umum (primitif). Selesaian umum persamaan diferensial juga disebut sebagai persamaan keluarga kurva.

2. (xy-x) dx + (xy + y) dy = 0

Persamaan di atas diubah menjadi  x(y1)dxy(x1)dy0

0

1

1   

dy

y y dx x

x

  

dy c

y y dx

x x

1 1



  

 

      

 

 

dy

y dx

x 1

1 1 1

1

1 = c

 

dy

y dy dx

x dx

1 1 1

1 1

1 = c

x lnx1 ylny 1c  (xy)lny 1 lnx1 c

c

x y y

x

    

(27)

( )

1

1 ce x y

x

y   

    

  

Berdasarkan uraian di atas, maka selesaian umum persamaan diferensial (xy-x) dx +

(xy + y) dy = 0 adalah ( )

1

1 ce x y

x

y   

    

 

Masalah Nilai awal dan Syarat Batas

Setiap persamaan diferensial yang diberikan akan menimbulkan pertanyaan, apakah persamaan diferesial tersebut mempunyai selesaian?. Jika mempunyai selesaian umum apakah selesaian tersebut tunggal?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian masalah nilai awal.

Setiap selesaian persamaan differensial, banyak persoalan yang dapat dicantumkan jika diketahui n nilai-nilai y(xo), y’(xo), .... y(n-1)(xo).

Contoh

Persamaan diferensial

dx dy

= 2x mempunyai selesaian y = x2 + c, c

real.

Karena c

real maka:

1. y = x2 + 3 memenuhi selesaian persamaan

dx dy

= 2x

2. y = x2 – ½ memenuhi selesaian persamaan

dx dy

= 2x

3. y = x2 – 100 juga memenuhi selesaian

dx dy

= 2x, dan seterusnya.

Bentuk y = x2 + C dinamakan selesaian umum persamaan diferensial

dx dy

= 2x,

sedangkan y = x2 + 3, y = x2 – ½ dan y = x2 – 100 dinamakan selesaian khusus (particular solution). Nilai C sebagai konstanta real dapat ditentukan, jika dalam persamaan diferensial yang diketahui diberikan syarat awalnya. Persamaaan diferensial yang mempunyai syarat awal dinamakan masalah nilai awal (initial value problems).

(28)

Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial tingkat n bersama dengan n syarat awal pada suatu nilai yang dimungkinkan mempunyai nilai pada variabel bebas yang sama.

Bentuk yang lain definisi di atas dapat dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut:

Masalah nilai awal persamaan diferensial tingkat-n f(x,y,y’, y’’, ... , y(n)) = 0 yaitu

menentukan selesaian persamaan diferensial pada interval I dan memenuhi n syarat awal di xo

I subset dari bilangan real.

Bentuk umum masalah nilai awal dinyatakan dengan: f(x,y,y’,y’’, ... ,y(n-1)) = 0

dengan y(xo) = yo, y’(xo) = y1, ... , y(n)(xo) =yn-1 Atau

          

 

 1

) (

1

) (

) (

. .. . . . .. . . .. . . .. . .

) (

'

) (

0 )

,. .. "

, '

, ,

(

n o

n

o

o o

n

y x

y

y x

y

y x

y

dengan

y y

y y

x f

dimana yo, y1, y2, ...yn-1 adalah kontanta

Berdasarkan definisi di atas, selesaian umum persamaan diferensial memuat konstanta c, sedangkan pada persamaan diferensial dengan n syarat awal konstanta c tersebut diganti dengan bilangan real (R) yang memenuhi syarat awal.

Contoh

Tentukan selesaian masalah nilai awal

1.

,1

)

0

(

'

y

dengan

e

y

x

Jawab

y’ = e-x

y =

exdx

y = -e-x + c (selesaian umum)

Karena y(0) = 1 maka 1 = -e-0 + c dan didapat c = 2

(29)

2.

      

  

1 ) 1 (

1

y dengan

x dx dy

Jawab

dx dy

= x + 1 maka y =

x1 dx = ½ x2 + x + c

Karena y(1) = 1 maka 1 =

2 1

(1)2 + 1 + c dan diperoleh c = -

2 1

sehingga selesaian khusus masalah nilai awal di atas adalah y = ½ x2 + x – ½ atau x2 + 2x – 2y -1 = 0

3. x

dx dy

+ y = 1 dengan y(1) = 1

Jawab

x

dx dy

= 1- y

0 ) 1

(   

xdy y dx

0 )

1

(    

x dx y dy

 0

) 1

( x

dx y

dy

c x y   

 ln1 ln

c x y  

 ln(1 ) c x y  

 (1 )

Karena y(1) = 1 maka (1-1)=c1 atau c = 0 Sehingga selesaian khususnya adalah (1-y)x = 0

2.5 Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi

(30)

Po n

karena

dx

maka persamaan

Po n

dapat dinyatakan dengan

 Po Dn y + P1Dn1y + P2Dn2y + P3Dn3y + ... + Pn1Dy + Pn y = Q(x)

 (Po Dn + P1Dn1 + P2Dn2 + P3Dn3 + ... + Pn1D + Pn ) y = Q(x)

 F(D) y = Q(x)

Jika bentuk F(D)y = Q(x) dan Q(x) = 0, maka bentuk umumnya menjadi

Po Dn y + P1Dn1y + P2Dn2y + P3Dn3y + ... + Pn1Dy + Pn y = 0.

Pada kasus Q(x) = 0 maka F(D)y = 0 disebut persamaan differensial linear homogen tingkat tinggi, sedangkan jika Q(x)

0 maka F(D)y = Q(x) disebut persamaan differensial linear tidak homogen tingkat tinggi.

Contoh

(31)

persamaan differensial linear homogen tingkat dua dengan koefisien konstan, persamaan pada contoh 2 disebut persamaan differensial linear tidak homogen tingkat tiga dengan koefisien konstan, persamaan pada contoh 3 disebut persamaan differensial linear tidak homogen tingkat dua dengan koefisien konstan, persamaan pada contoh 4 disebut persamaan differensial linear tidak homogen tingkat dua dengan koefisien variabel, persamaan pada contoh 5 adalah persamaan differensial linear homogen tingkat tiga dengan koefisien variabel, sedangkan persamaan pada contoh 6 adalah persamaan differensial linear tidak homogen tingkat 3 dengan koefisien variabel.

Selesaian Umum PD Tingkat Tinggi

Misal y = y1(x) adalah selesaian persamaan

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

Maka y = c1y1(x) adalah selesaian juga, dimana c1 adalah sebarang konstanta.

Selanjutnya jika y = y1(x), y = y2 (x) , y = y2 (x) , ... merupakan selesaian umum

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x), maka

y = c1y1(x) + c3y2 (x) + c3y3(x) + ... juga selesaian persamaan.

Himpunan selesaian y = y1(x), y = y2(x) , y = y2 (x) , ... y= yn(x) disebut bebas

liner jika persamaan c1y1 + c2 y2 + c3y3 + ... cn yn = 0 dimana ci adalah

konstanta dan terjadi hanya apabila c1 = c2 = c3 = ... = cn = 0.

Syarat perlu dan cukup bahwa n selesaian merupakan bebas linear yaitu jika diterminan matrik ordo n x n yang masing-masing sukunya adalah selesaian dimaksud sampai turunan ke (n-1)

0.

Dengan kata lain y = c1y1(x) + c3y2(x) + c3y3(x) + ... + cn yn (x) adalah

primitif. Jika R(X) suatu selesaian khusus maka selesaian khususnya persamaan differensial linear tingkat tinggi adalah

(32)

Untuk lebih memudahkan cara menentukan selesaian persamaan differensial tingkat tinggi, maka dalam menentukan selesaian tersebut dikelompok menjadi: 1) Persamaan Homogen dengan Koefisien Konstan

Sebagaimana telah disebutkan pada awal bab sebelumnya, bahwa persamaan differensial linear homogen tingkat tinggi dengan koefisien konstan dinyatakan dalam bentuk umum:

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y = 0

Atau

(Po Dn + P1Dn1 + P2Dn2 + P3Dn3 + ... + Pn1D + Pn ) y = 0

atau

F(D) y = 0, dengan Po

0, P1, P2 , P3, ... , Pn1, Pn adalah konstan.

F(D) disebut fungsi operator differensial.

Selanjutnya jika F(D) dapat difaktorkan, maka F(D) dapat dinyatakan dalam

bentuk (D-m1)(D-m2 )(D-m3) ... (D-mn ) = 0. sebaliknya jika tidak dapat

difakktorkan maka ditulis sebagai F(D) = 0.

Bentuk (D-m1)(D-m2 )(D-3) ... (D-mn ) = 0 dinamakan persamaan karakteristik

dengan m1, m2, m3, ... mn disebut akar-akar persaman karakteristik. Perlu

diingat bahwa tidak penting menulis persamaan karakteristik, karena akar-akarnya dapat dibaca secara langsung dari fungsi operator differensial.

Persamaan karakteristik f(m) = 0 setelah ditentukan akar-akarnya, untuk menentukan selesaian umum persaamaan

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y = 0

ditentukan dengan y = cemx dimana m akar persamaan karakteristik yang telah

diketahui. Karena m1, m2 , m3, ... mn adalah akar-akar persamaan karakteristik,

maka jenis bilangan real dan tidak real. Untuk lebih jelasnya diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Andaikan m1

m2

m3

...

mn

bilangan real maka primitinya

y = c1em1x + c2 em2 x + c3em3 x + ... + cn em1x

(33)

Jika y = c1em1x + c2 em2 x + c3em3 x + ... + cn em1x adalah selesaian maka

y = c1em1x, y = c1em1x, y = c1em1x, ... , dan y = c1em1x juga selesaian.

2. Andaikan m1 = m2 = m3 = ... = mn = m

Real

maka primitifnya

y = (c1 + c2x + c3x2 + ... + cnxn1) emx

dalam hal ini selesaian persamaan melibatkan konstanta sebarang dan m kali hubungan diantaranya.

3. Andaikan terjadi kombinasi hubungan antar akar persamaan karakteristik dalam bentuk 1 dan 2 di atas yaitu:

m1

m2 = m3 = m4

...

mn

Realmaka primitifnya

y = c1em1x+ (c2+ c3x + c4 x2)emx + ... + cn emnx .

4. Jika akar-akar persamaan karakteristik tidak real , misal m12 = a  bi, maka diperoleh

y = c1e(abx) c2 Ae(abi)x

= eex ( c

1ebix + c2 ebix)

Karena ex = 1 + x +

! 7 ! 6 ! 5 ! 4 ! 3 ! 2

7 6 5 4 3

2 x x x x x

x

   

 + ..., maka:

e ...

! 6

) ( ! 5

) ( ! 4

) ( ! 3

) ( ! 2

) ( ) ( 1

6 5

4 3

2

 

 

 

bix bix bix bix bix bix

bix

= 1 + (bix) +

! 2

) (b2x2

dan

e ...

! 6

) ( ! 5

) ( ! 4

) ( ! 3

) ( ! 2

) ( ) ( 1

6 5

4 3

2

 

 

 

 

 

   

bix bix bix bix bix bix bix

sehingga

y = c1e(abx) c2 Ae(abi)x

= eax(C1cosbxC2sinbx)

(34)

2) Persamaan Homogen dengan Koefisien Variabel

Bentuk umum persamaan differensial lineat homogen dengan koefisien konstan adalah

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

Dimana Po

0, P1, P2, P3, ... , Pn1, Pn adalah fungsi, dan Q(x) = 0

Contoh

1) (x3D3 + 3x2 D2- 2xD + 2) y = 0

2) (x+2)2 2 2

dx y d

- (x+2)

dx dy

+ y = 0

3) Persamaan Tidak Homogen dengan Koefisien Konstan

Bentuk umum persamaan differensial linear tidak homogen dengan koefisien konstan adalah

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

Dimana Po

0, P1, P2, P3, ... , Pn1, Pn adalah konstanta, dan Q(x)

0

Contoh

1. 2 2

dx y d

- 3

dx dy

+ 2y = 10e4x

2. (D2 - 4D +4)(D+3) y = 5e2x 3. (D2 + 2D)y = Cos 3x

Selesaian persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien kostan dinyatakan dengan Y = y(C) + y(p)

y(c) disebut fungsi komplemen dan merupakan selesaian dari F(D)y = 0, y(p) disebut selesaian khusus (particular solution).

(35)

Po n

n dx

y d

+ P1 1 1

 

n n dx

y d

+ P2 2 2

 

n n dx

y d

+ P3 3 3

 

n n dx

y d

+ ... + Pn1

dx dy

+ Pn y =

Q(x)

Dengan Po

0, P1, P2, P3, ... , Pn1, Pn adalah konstanta, dan Q(x)

0

Tinggal mencari y(c).

Untuk mencari y(p) dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu a. Metode invers fungsi operator

Misal F(D)y = Q(x) adalah persamaan differensial linear tidak homogen dengan koefisien konstan, maka selesaiannya Y = y(C) + y(p).

Setelah ditentukan y(c), maka F(D)y = Q(x)

 y = F(1D) Q(x)

misal F(D) = (D-m1)(D-m2)(D-m3) ... (D-mn ), maka

y = ( )( )(1 )...( )

3 2

1 D m D m D mn

m

D    Q(x)

misal u = ( ) ) (

1

x Q m

Dn ---(PDL tingkat-1)

v = u m D n ) (

1

1

 ---(PD Linear tingkat-1)

...

Z = (D 1m)t

1

 ---(PD Linear tingkat-1)

 (D-mn )u = Q(x)

untuk m1

m2

m3

...

mnreal

y(p) = em1x

e(m2m1)x

e(m3m2)x ...

Q(x)emnx (dx)n Jika m1 = m2 = m3 = ... = mnreal maka

y(p) = emx

 

...

Q(x)emx

(dx)n

b. Metode penjumlahan n pecahan parsial.

(36)

dinyatakan dalam bentuk penjumlahan n pecahan parsial yaitu

y = (

)

( 1

1 m D

A

 + ( 2)

2 m D

A

 + ( 3)

3 m D

A

 + ... + ( n)

n m D

A

 ) Q(x)

 y = ( ) 1 1

m D

A

 Q(x) + ( 2) 2

m D

A

 Q(x) + ( 3) 3

m D

A

 Q(x) + ... + ( ) `

n n

m D

A

 Q(x)

dan merupakan persamaan differensial linear tingkat 1 yang selesaiannya dapat dicari.

c. Metode Variasi Parameter Selesaiannya Y = y(C) + y(p).

Fungsi komplemen y(C) = C1y1(x) + C2y2(x) + C3y3(x) + ... + Cnyn(x) Diperoleh hubungan dasar

y(p) = L1(x)y1(x) + L2(x)C2(x) + L3(x)y3(x) + ... + Ln(x)yn(x)

dengan mengganti C dengan fungsi x yang tidak diketahui, yaitu L . Metode ini terdiri dari cara untuk menentukan L sedemikian sehingga

y(p) = L1(x)y1(x) + L2(x)C2(x) + L3(x)y3(x) + ... + Ln(x)yn(x) menjadi y(C) = C1y1(x) + C2y2(x) + C3y3(x) + ... + Cnyn(x)

d. Metode Koefisien tak Tentu

Yang dimaksud dengan metode koefisien tak tentu adalah membuat hubungan dasar

) ( .... ) ( ) ( )

( 2 3

1 x Br x Cr x Gr x

Ar

y      n

Dimana r1(x),r2(x),r3(x),...rn(x)adalah suku-suku Q dan fungsi-fungsi ini

muncul dari suku-suku Q dengan menurunkannya dan A, B, C, ....G adalah konstanta.

Misal persamaannya f(D)y x3

 maka yAx3Bx2CxD

Misal persamaannya f(D)y ex e3x

 maka yAex Be3x

Misal persamaannya f(D)y sinax maka yAsinaxBcosax

Misal persamaannya f(D)y secx maka metode ini tidak dapat digunakan untuk

menentukan selesaiannya.

(37)

e. Metode integral khusus Q(x) berbentuk yang sangat spesifik.

Integral khusus persamaan diferensial f(D)y = Q(x) dengan koefisien konstan

dinyatakan dengan ( ) )

Untuk bentuk-bentuk tertentu Q(x) dapat dipandang sebagai

1. Jika Q(x) = eax maka ( )

4) Persamaan Tidak Homogen dengan Koefisien Variabel Bentuk umunya dinyatakan dengan

Po n

(38)

1. (x+2)2 2 2

dx y d

- (x+2)

dx dy

+ y = (3x+4)

2. (x3D3 + 3x2 D2- 2xD + 2) y = 1-x

3. (x3D3 + 2xD - 2) y = x2 Ln x + 3x

2.6 Transformasi Laplace

Definisi

Misalkan F(t) suatu fungsi t dan t > 0, maka transformasi Laplace dari F(t) dinotasikan dengan L{F(t)} yang didefinisikan oleh:

L {{F(t)} =

 

`

0

) (t dt F e st

= f(s)

Karena L {F(t)} adalah integral tidak wajar dengan batas atas di tak hingga (

) maka

L {F(t)} =

 

`

0

) (t dt F e st

=

  

p st

p e F t dt

Lim

0

) (

Transformasi Laplace dari F(t) dikatakan ada, jika integralnya konvergen untuk beberapa nilai s, bila tidak demikian maka transformasi Laplace tidak ada.

Selanjutnya bila suatu fungsi dari t dinyatakan dengan huruf besar, misalnya W(t), G(t), Y(t) dan seterusnya, maka transformasi Laplace dinyatakan dengan huruf kecil yang bersangkutan sehingga L {W(t)} = w(s), L {G(t)} = g(s), L {Y(t)} = y(s) dan seterusnya.

Teorema

Jika F(t) adalah fungsi yang kontinu secara sebagian-sebagian dalam setiap interval 0

t N dan eksponensial berorde  untuk t > N, maka transformasi Laplace f(s) ada untuk setiap s > 

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditentukan transformasi Laplace beberapa fungsi sederhana.

(39)

Tentukan transformasi Laplace fungsi berikut: 1. F(t) = 1

L {F(t)} = L{1}

=

 

0

) 1 ( dt e st

=

  

p st

p e dt

Lim

0

=

p st

p se

0

1

lim

  

 

  

=

  

 

 

 0

1 1 lim

se se

p

= 0 +

s

1

=

s

1

= f (s) 2. F(t) = t

L {F(t)} =

 

0

st

e t dt

=

  

p st

p e t

0

lim dt

= lim . 1 ( )

0

st p

p t sd e

 

= te e dt s

p st st

p

 

 

0

lim 1

=

p st st

p te se

s 0

1 lim

1

   

  

 

=

    

 

s s

1 0 1

= 2

1

(40)
(41)
(42)

= s2 a2 a

Syarat Cukup Transformasi Laplace Ada

Jika F(t) adalah kontinu secara sebagian-sebagian dalam setiap selang berhingga 0tNdan eksponensial berorde untuk t > N, maka transformasi Laplacenya f(s) ada untuk semua s > .

Perlu ditekankan bahwa persyaratan-persyaratan yang dinyatakan adalah CUKUP untuk menjamin bahwa transformasi Laplace-nya ada. Akan tetapi transformasi Laplace dapat ada atau tidak walaupun persyaratan ini tidak dipenuhi.

Metode Transformasi Laplace

Untuk memudahkan bagi pengguna matematika, terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menentukan transformasi Laplace. Cara tersebut adalah:

Metode langsung, berkaitan dengan definisi.

Metode ini berkaitan langsung dengan definisi

L {F(t)} =

 

0

) (t dt F e st

=

  

p st

p e F t dt

Lim

0

) (

Contoh

L {t} =

 

0

st

e t dt

=

  

p st

p e tdt

0

lim

= lim . 1 ( )

0

st p

p t sd e

 

= te e dt s

p st st

p

 

 

0

lim 1

=

p st st

p te se

s 0

1 lim

1

   

 

  

(43)

=

    

 

s s

1 0 1

= 2

1

s

Metode Deret

Misal F(t) mempunyai uraian deret pangkat yang diberikan oleh

F(t) = a 3 ...

3 2 2 1

0ata tat

= n n

nt a

0

Maka transformasi Laplacenya dapat diperoleh dengan menjumlahkan transformasi setiap sukunya dalam deret, sehingga:

L {F(t)} = L {a0

}

L

{

a

1

t

}

L

{

a

2

t

2

}

L

{

a

3

t

3

}

...

= 2!32 ...

2

1

s a s

a s ao

=

 

0 1

!

n n

n s

a n

, syarat ini berlaku jika deretnya konvergen untuk s > 

Metode Persamaan differensial

Metode ini menyangkut menemukan persaman differensial yang dipenuhi oleh F(t) dan kemudian menggunakan teorema-teorema di atas.

Menurunkan terhadap parameter

Aneka ragam metode, misalnya dengan menggunakan teorema-teorema yang ada.

Menggunakan tabel-tabel, melalui penelusuran rumus yang sudah ditetapkan.

Sifat-sifat Transformasi Laplace

Transformasi Laplace suatu fungsi mempunyai beberapa sifat, sifat-sifat tersebut antara lain:

(44)

Jika c1 dan c2adalah sebarang konstanta, sedangkan F1(t) dan F2(t) adalah

fungsi-fungsi dengan transformasi-transformasi Laplace masing-masing f1(s) dan

) (

2 s

f , maka:

L {c1F1(t)+cF2(t)} = c1 f1(s) + c2 f(s)

Bukti:

L {c1F1(t)+cF2(t)} =

0

2 2 1

1 ( ) ( )}

{c F t c F t dt e st

=

  

0

2 1 0

1

1F(t)dt e c F (t)dt c

e st st

=

 

0

2 0

2 1

1 e F(t)dt c e F (t)dt

c st

p st

= c1f1(s)c2f2(s)

Contoh

L {5t-3} = L {5t} – L {3} = 5 L {t} – 3 L {1}

= 5

s s

1 3 1

2 

=

s s

3 5

2 

L {6 sin 2t – 5 cos 2t} = L {6 sin 2t} – L {5 cos 2t} = 6 L {sin 2t} – 5 L {cos 2t}

= 6

4 5 4 2

2 2

 

s

s s

=

4 5 12

2

 

s s

L {(t21)2} = L {t4

2

t

2

}1

= L {

t

4

}

L

2{

t

2

}

L

{

}1

= L {t4

}

+ 2 L {

t

2

}

+ L {1}

=

s s

s

1 ! 2 2 ! 4

1 2 1

4 

    

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sumber koping dan persepsi pada stressor dapat menjadi aspek yang penting dalam stressor dapat menjadi aspek yang penting dalam mengembangkan strategi koping keluarga

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada perawat instalasi rawat inap RSUP H Adam Malik, Medan.. Penelitian ini dilakukan secara

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya, serta sholawat dan salam kepada pemimpin umat islam, junjungan yang

Terdapat perbedaan mengenai strata pendidikan terbanyak yang ditempuh petani mitra dan petani nonmitra disini.Tingkat pendidikan terbanyak yang ditempuh petani mitra

Pada pembelajaran PDEODE siswa berkemampuan akademik rendah mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan yang berkemampuan akademik tinggi. Pada

Düşman Çanakkale’den çekildikten üç gün sonra Umumî Karargâh bana hemen cepheye gidip siperlerin ve ganimetlerin olduğu gibi fotoğraflarını çekmeyi emretti..

Adapun tiga alasan tersebut adalah agar menjadi seorang yang lebih dewasa dengan membesarkan anak, untuk mempererat tali kekeluargaan, dan memiliki generasi baru yang

Berdasarkan hasil perhitungan tabel maka dapat diketahui bahwa kemampuan berhitung permulaan pada anak usia 4-5 tahun di TK Negeri Pembina 3 Kota Pekanbaru pada kelas