• Tidak ada hasil yang ditemukan

2012. Peb. VISI. Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2012. Peb. VISI. Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi

Di Sumatera Utara

Hotden Leonardo Nainggolan

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan. Jl. Sutomo No. 4A Meda 20234 Telp. 0614522922. Email : hotden_ngl@yahoo.com

Abstract

This research is aimed to know the some economic factors influencing demand for commodity coffee in North Sumatera. The research used secondary data in the form of time series data in the period 1985-2005, obtained from BPS North Sumatera, Industry and Commerce Department North Sumatera, and the method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS). The result finds that some economic factors which has significant influence on demand of commodity coffee in North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, sugar price and per capita income with significant level 95 percent. The

coefficient determination (R2) 96,91 percent. Partially, the result indicates that domestic coffee price have negatively effect, tea price have a positively effect, sugar price have a negatively effect and per capita income both positively having an effect to demand of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee domestic have

an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera negatively, it’s meaning if price

expectation decrease hence demand of commodity coffee by consumer will increase. According to result finding the research suggested that by all farmers coffee in North Sumatera try to increase product and remain holding the quality of coffee. The Government of Province North Sumatera require to assist all coffee farmers by giving incentive weather is in the form of capital loan or providing of facilities in order to increase the coffee product in North Sumatera, so it can expand in domestic market even penetrate exporting market.

Keyword : coffee demand, domestic coffee price, per capita income, sugar price, tea price.

1. PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang.

Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang potensial terutama dibidang pertanian dan perkebunan karena selain mampu menghasilkan bahan pangan juga mampu menghasilkan komoditi ekspor sebagai sumber devisa negara. Data BPS (2010), menunjukkan bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12 juta jiwa lebih, dimana sebagian besar penduduk tersebut tinggal dipedesaan yaitu sebanyak 6.659 juta jiwa, bahkan lebih dari 40% dari total penduduk tersebut bekerja di sektor pertanian. Maka sangat potensial untuk menggalakkan industrialisasi pedesaan (agroindustri), yaitu industry yang mengolah hasil pertanian setempat untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja yang besar tersebut (Sari. 2002).

(4)

Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil beberapa perkebunan rakyat di Sumatera Utara mampu menyumbang bagi devisa daerah seperti; kelapa, kemenyan, cengkeh, kayu manis, kemiri. Disamping itu Sumatera Utara juga memiliki potensi komoditi tanaman kopi, dimana sebagian besar merupakan hasil dari perkebunan rakyat namun mampu menyumbang devisa bagi propinsi Sumatera Utara bahkan komoditi ini termasuk andalan ekspor Sumatera Utara (BPS. 2010).

Mubyarto (1984), menyampaikan secara umum mutu kopi yang dihasilkan Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya, hal ini disebabkan karena penanganan proses produksinya sederhana. Dan sekitar 80% luas areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat dengan sistem pertanian dan teknik budidaya masih tradisional, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi yang relatif sederhana. Produktifitas kopi per hektarnya juga relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi tanah dan sistem pertanian yang masih tradisional. Produktifitas kopi di Indonesia hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara Brazil mencapai 600 Kg/ha, Costarica mencapai 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha (Ilyas, R. 1991).

Data Statistik menunjukkan bahwa propinsi Sumatera Utara memiliki luas areal kopi 77.720 ha, dengan produksi 54,857Kg/ tahun (tahun 2005) dengan produksi rata-rata 976,19 Kg/ ha (BPS. 2006). Komoditi kopi Sumatera Utara merupakan tanaman kopi arabica yang terdapat di Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara tahun 1996–2005, sebagai berikut: Tabel 1. 1. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara (1996–2005).

No Tahun

1 1996 59,420 0.0% 28,966.00 0.0%

2 1997 60,113 1.2% 25,524.00 -11.9%

3 1998 60,134 0.0% 34,019.00 33.3%

4 1999 37,381 -37.8% 22,451.00 -34.0%

5 2000 62,040 66.0% 38,113.00 69.8%

6 2001 61,708 -0.5% 39,198.00 2.8%

7 2002 65,469 6.1% 42,973.00 9.6%

8 2003 65,152 -0.5% 43,252.00 0.6%

9 2004 53,969 -17.2% 43,804.00 1.3%

10 2005 77,720 44.0% 54,857.00 25.2%

Sumber : Nainggolan, H. L. 2007; BPS. 2010.

Pada tabel diatas terlihat bahwa luas lahan tanaman kopi di Sumatera Utara tahun 1996 adalah 59.420 ha dengan produksi 28.966 Kg. Tahun 2000 menjadi 62,040 ha (tumbuh 1,2%) dengan produksi 38.113 Kg. Kemudian tahun 2005 adalah 77,720 ha dengan produksi 54.857 Kg. Sementara itu nilai ekspor kopi Sumatera Utara, juga memiliki peranan penting dalam perekonomian daerah. Tahun 2001 nilai ekspor kopi Sumatera Utara sebesar US$ 63.790.788 dengan volume 44.208.475 Kg, artinya mampu menyumbangkan devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi Sumatera Utara. (Disperindag, S.U. 2002).

(5)

dari luar daerah seperti; Aceh dan daerah lainnya untuk memenuhi permintaaan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditi andalan di Sumatera Utara, sehingga memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan petani kopi itu sendiri, oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk“MenganalisisPengaruh Bebebarapa Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi

di Sumatera Utara”

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka dirumuskan pernyataan penelitian yaitu, berapa besar pengaruh; Bebebarapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara .

1.3. Tujuan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Bebebarapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara.

1.4. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestic dan harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga teh dan Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

1.5. Manfaat Penelitian.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah, 1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Sumatera Utara dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi kopi, 2) Sebagai bahan masukan bagi petani dalam rangka pemenuhan permintaan kopi di Sumatera Utara, dan 3) menambah kazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan komoditi kopi.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Permintaan.

Dalam analisis ekonomi bahwa permintaan seseorang (masyarakat) terhadap suatu barang/ jasa ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk (Nicholson, W. 1991).

Nicholson, W. (1995) menyampaikan bahwa terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama adalah kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang lain sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi atau komplementer) dan bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut barang substitusi.

(6)

harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap barang yang lainnya dan bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut barang komplementer (Nicholson, W. 1995).

Sudarsono (1980), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Faktor- faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain (substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Sukirno (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain :

1. Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas.

2. Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang berarti juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang.

3. Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan.

4. Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut hingga waktu tertentu. 5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat

mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk, karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha.

6. Faktor peningkatan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan permintaan terutama kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang meliputi sandang, pangan dan papan.

2.2. Konsepsi Elastisitas.

Reksoprayitno, S. (2002), menyampaikan bahwa intensitas reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang dapat diukur dengan suatu alat analisis yang disebut dengan

elastisitas. Sudarsono (1990), mengungkapkan terdapat tiga variabel yang mempengaruhi

permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (substitusi atau

komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini dikenal elastisitas harga barang itu sendiri

(price elasticity), elastisitas harga silang (cross elasticity) dan elastisitas pendapatan (income

elasticity).

(7)

yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen (giffen goods) dan sebagainya.

2.3. Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya.

Tanaman kopi yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae berasal dari benua Afrika. Bredley (1916), merupakan orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi dalam bukunya yang berjudul“A short historical account of coffea, containing the most remarkable observations of greatest men in Europe concerning it “. Kemudian diikuti penulis lainnya seperti; Linnaeus (1937) dan Smith (1985), melalui buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM.

Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob, tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations Schools. Kemudian 2 tahun berikutnya yaitu tahun 1852 kedai kopi pertama dibuka di London yaitu di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan (Royal Exchange), (Spillane, J. J. 1991). Kemudian pada tahun 1511, Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo (Mekkah) menginstruksikan untuk menutup kedai kopi didaerah tersebut, karena ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia berkata bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam. Sementera itu di Italia para Pastor juga mengusulkan kepada Paus Clement (1592-1605), untuk melarang penggunaan kopi di kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik (pemberian setan), (Spillane, J. J. 1991).

Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang sangat bermanfaat, karena tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah mengimpor kopi dari Ceylon (Sailan). Dan kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau Jawa yang dibawa oleh VOC. Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar (Spillane, J. J. 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8 juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia (Spillane, J. J. 1991).

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Model Analisis.

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan data sekunder berupa data time series 21 tahun, (1985– 2005), yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber lain. Model Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dan fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(8)

Dari fungsi tersebut kemudian diderivasikan ke dalam persamaan ekonometrika dalam bentuk Model Koyck (Model Ekspektasi) untuk melihat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut :

Model Koyck (Model Ekspektasi) :

Qdc = a + b1Pcd + b2Pcde + b3Pt + b4Ps + b5 I + µ ………..……….…..………2) Dimana :

Qdc : Jumlah permintaan kopi di Sumatera Utara(Kg) a : Intercept

b1-b5 : Koefisien regresi.

Pcd : Harga kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg).

Pcde : Harga ekspektasi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg). Pt : Harga komoditi teh di Sumatera Utara (Rp/ Kg).

Ps : Harga gula di Sumatera Utara (Rp/ kg).

I : Pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara (Rp)

3.2. Batasan Operasional.

Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagai berikut : a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi dengan

total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg)

b. Harga kopi domestik adalah harga rata-rata kopi dipasaran domestik Sumatera Utara dalam satu tahun (Rp/ kg).

c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. e. Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB) perkapita

(PDRB/ jumlah penduduk/ tahun) Sumatera Utara dalam harga konstan dalam satu tahun (Rp).

f. Harga ekspektasi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi domestik saat ini (Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi dengan harga kopi domestik tahun sebelumnya (Pcd (t-1)) di Sumatera Utara (Rp/ kg).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara.

(9)

Tabel 1.2 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara (1985–2005).

No Tahun

Permintaan Kopi

(Kg)

Pertumbuhan (%)

1 1985 17,450,200 0.00%

2 1986 18,570,500 6.42%

3 1987 19,250,250 3.66%

4 1988 19,450,000 1.04%

5 1989 19,870,000 2.16%

6 1990 20,150,000 1.41%

7 1991 20,150,650 0.00%

8 1992 20,565,000 2.06%

9 1993 21,650,250 5.28%

10 1994 21,780,020 0.60%

11 1995 21,980,400 0.92%

12 1996 22,565,250 2.66%

13 1997 22,540,750 -0.11%

14 1998 23,450,310 4.04%

15 1999 23,750,025 1.28%

16 2000 24,015,250 1.12%

17 2001 24,125,425 0.46%

18 2002 24,250,450 0.52%

19 2003 25,100,250 3.50%

20 2004 25,150,625 0.20%

21 2005 25,625,125 1.89%

Sumber : Nainggolan, H. L. 2007; BPS. 2010.

Pada tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 1985 permintaan komoditi ini mencapai 17.450.200 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1998 menjadi 23.450.310 Kg. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 23.750.025 Kg (tumbuh 1.28%).

(10)

4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula di Sumatera Utara.

Perkembangan harga kopi domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.3. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara (1985–2005)

No Tahun Domestik (Rp/Kg)Harga Kopi Pertumbuhan(%) Harga Teh(Rp/ Kg) Pertumbuhan(%) Harga Gula(Rp/Kg) Pertumbuhan(%)

1 1985 1,150 0.00% 1,250 0.00% 1,250 0.00%

2 1986 1,300 13.04% 1,365 9.20% 1,450 16.00%

3 1987 1,450 11.54% 1,625 19.05% 1,650 13.79%

4 1988 1,650 13.79% 1,850 13.85% 1,780 7.88%

5 1989 1,750 6.06% 2,550 37.84% 1,950 9.55%

6 1990 2,150 22.86% 2,860 12.16% 2,150 10.26%

7 1991 2,450 13.95% 3,650 27.62% 2,250 4.65%

8 1992 3,050 24.49% 3,950 8.22% 2,540 12.89%

9 1993 3,150 3.28% 4,250 7.59% 3,250 27.95%

10 1994 3,250 3.17% 4,375 2.94% 3,600 10.77%

11 1995 3,350 3.08% 4,950 13.14% 4,580 27.22%

12 1996 3,350 0.00% 5,350 8.08% 3,750 -18.12%

13 1997 2,850 -14.93% 7,250 35.51% 5,525 47.33%

14 1998 2,950 3.51% 8,350 15.17% 6,950 25.79%

15 1999 3,550 20.34% 8,750 4.79% 8,750 25.90%

16 2000 3,750 5.63% 6,800 -22.29% 6,250 -28.57%

17 2001 3,850 2.67% 6,900 1.47% 4,850 -22.40%

18 2002 4,150 7.79% 5,400 -21.74% 4,250 -12.37%

19 2003 3,590 -13.49% 5,100 -5.56% 3,850 -9.41%

20 2004 3,950 10.03% 3,250 -36.27% 4,500 16.88%

21 2005 4,050 2.53% 4,850 49.23% 4,250 -5.56%

Sumber : Nainggolan, H. L. 2007; BPS. 2010.

Pada tabel 1.3 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1985 harga kopi domestik Rp. 1.150/ Kg dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.450/ Kg (11,54%) tahun 1987. Kemudian pada tahun 1990 harga kopi domestik di Sumatera Utara menjadi Rp. 2.150/ Kg dan pada tahun 1992 sebesar Rp. 3.050/ Kg (tumbuh 8,22%). Kemudian tahun 1993 harga kopi domestik mengalami kenaikan hingga 3,28% menjadi Rp. 3,150/ Kg. Dan tahun 2005 harga kopi domestik di Sumatera Utara berada di angka Rp. 4.050/ kg atau tumbuh 2,53% dari tahun sebelumnya. Soekartawi (2002), mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik.

(11)

Pada tabel 1.3 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana tahun 1985 harganya adalah Rp. 1.250/ Kg dan mengalami pertumbuhan Rp. 2.150/ Kg (0,26%) tahun 1990. Dan tahun 1998 harga gula di Sumatera Utara berada pada angka Rp. 6.950/ Kg, mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp. 4.250/ Kg (turun sebesar 5,56%) dari tahun sebelumnya.

4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara.

Dalam penelitian ini bahwa pendapatan perkapita masyarakat adalah menggunakan data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) perkapita (PDRB/ jumlah penduduk/ tahunnya) atas dasar harga konstan 2000. Angka PDRB merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan perkembangan wilayah. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perkembangan pendapatan perkapita Sumatera Utara sebagai berikut :

Tabel 1.4. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara (1985–2005).

No Tahun

Pendapatan Perkapita (Rp)

Pertumbuhan (%)

1 1985 354,594 0.00%

2 1986 370,228 4.41%

3 1987 394,054 6.44%

4 1988 432,381 9.73%

5 1989 465,951 7.76%

6 1990 504,561 8.29%

7 1991 593,649 17.66%

8 1992 630,070 6.14%

9 1993 1,698,094 169.51% 10 1994 1,830,005 7.77% 11 1995 1,960,537 7.13% 12 1996 2,108,670 7.56% 13 1997 2,189,128 3.82% 14 1998 1,996,987 -8.78% 15 1999 2,024,927 1.40% 16 2000 6,006,103 196.61% 17 2001 6,175,689 2.82% 18 2002 6,385,069 3.39% 19 2003 6,609,292 3.51% 20 2004 6,873,420 4.00%

21 2005 7,130,695 3.74%

Sumber : Nainggolan, H. L. 2007; BPS. 2010.

(12)

4.4. Pembahasan.

4.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (1985 – 2005), dengan menggunakan variabel harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita masyarakat, hasil regresi yang diperoleh melalui penelitian ini dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), adalah sebagai berikut:

Qdc = 6754424 - 0,93 Pcd – 0,75 Pcde + 0,63 Pt (-3,450143)** (-2,914132)** (1,289146)

- 0,82 Ps + 0,34 I (-1,864850) ** (3,286566)**

R2 = 0, 969154

F. Stat = 72,44571 *** DW = 1,150539

Sumber : Data Sekunder diolah. 2011.

Keterangan : Angka dalam kurung adalah t-Statistik.

*** signifikan pada α = 1 %. * signifikan pada α = 10 %. ** signifikan pada α = 5 %.

Berdasarkan nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969154 berarti variabel-variabel; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebesar 96,91 %. Dan jika dilihat dari F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 72, 45571, lebih besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti secara bersama-sama (serentak) harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I) mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada tingkat kenyakinan 99%.

4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara. 4.4.2.1. Harga Kopi Domestik.

(13)

4.4.2.2. Harga Ekspektasi Kopi Domestik.

Dari hasil estimasi dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), diketahui bahwa harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) berpengaruh negatif sebesar 0,75 terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) turun sebesar Rp 1, maka permintaan akan naik sebesar 0,75kg. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai T-statistik 2,914 > dari nilai Ttabel 1,746, hal ini menunjukkan bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,914 > t. tabel 1,746) atau pada tingkat keyakinan 95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik akan menurun dipasaran maka permintaan kopi domestik di Sumatera Utara akan meningkat.

4.4.2.3. Harga Teh.

Berdasarkan hasil estimasi bahwa harga teh (Pt) berpengaruh positif sebesar 0,63 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Sesuai dengan hasil estimasi bahwa variabel harga teh memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak signifikan pada α = 10 %, t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya kenaikan harga teh maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi sebagai barang subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat. Menurut Nicholson, W. (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai“net substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram dan Deodhar (1999), tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah di pasar domestik, artinya terjadinya peningkatan harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat.

4.4.2.4. Harga Gula.

Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula (Ps) berpengaruh negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Artinya jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan diikuti dengan penurunan permintaan kopi sebesar 0,82 Kg. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, padaα = 5 % (t. hitung 1,864> t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan harga gula dipasaran akan menyebabkan terjadinya penurunan permintaan terhadap kopi di pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”, dimana jika terjadi kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula) dapat menyebabkan kenaikan harga barang lain sebagai komplemennya.

4.4.2.4. Pendapatan Perkapita

(14)

4.4.3. Elastisitas.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diperoleh elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,93, artinya jika terjadi penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,93% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas – 0,93 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan harga komoditi kopi tersebut, tidak begitu mempengaruhi terhadap kanaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas silang permintaan (cross elasticity) atas barang substitusi (teh) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain dengan nilai elastisitas 0,63, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,63 % di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,63 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan harga teh dipasaran tidak begitu mempengaruhi naiknya permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

Sesuai dengan hasil estimasi juga diperoleh elastisitas pendapatan (income elasticity) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat pendapatan konsumen (masyarakat) dengan nilai elastisitas 0,34, artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,34% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,34 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita tidak begitu mempengaruhi terhadap kenaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

4.4.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan Kopi. 4.4.4.1. Uji Multikolinearitas.

Berdasarkan estimasi model empiris yang dilakukan, jika diperoleh nilai

R-Square (R2) yang sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas (berdasarkan uji t-statistik) yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki signifikansi yang diharapkan, biasanya menandakan tidak adanya multikolinearity. Maka pada tabel dibawah ini ditampilkan hasil uji multikolinearity sebagai berikut : Tabel 1.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial).

Variabel

R2

Qdc 0,969154

Pcd 0,943498

Pcde 0,952289

Pt 0,925453

Ps 0,907530

I 0,790583

Sumber : Data Sekunder diolah, 2011.

Berdasarkan tabel 1.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd, Pcde, Pt, Ps,

I,), yaitu 0,969154 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi parsial yaitu; 0,943498, 0,952289, 0,925453, 0,907530, 0,790583, maka berdasarkan ketentuan rule of

thumb sebagai pedoman dengan menggunakan metode ini maka dapat disimpulkan bahwa

(15)

Jenis Uji Alat Uji Obs R2

Nilai Tabel

Kesimpulan

Autokorelasi

LM-test

12,41743

16,91

dalam model estimasi tidak ditemukan adanya

autokorelasi 4.4.4.2. Uji Autokorelasi.

Untuk mendiagnosa terjadinya korelasi serial (autokorelasi) dapat dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai mana terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. 6. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi.

X 2

Sumber : Data Sekunder diolah, 2011.

Pada tabel 1.6 diatas terlihat besarnya nilai LM-test sebesar 12,41743 dan bila

dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2 tabel (R2 12,41743< X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan pendapatan perkapita (I).

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969154, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc), dapat dijelaskan oleh variable-variabel harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I), sebesar 96,91% dan sisanya sebesar 3,09% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

2. Faktor-faktor ekonomi yang signifikan yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan per kapita.

3. Teh merupakan komoditi penting bagi masyarakat dan sebagai komoditi substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka permintaan komoditi kopi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya. Gula merupakan bahan penting bagi masyarakat, sebagai bahan komplementer bagi kopi. Jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan mengurangi tingkat konsumsi terhadap kopi sehingga permintaan terhadap komoditi kopi akan berkurang dan sebaliknya.

(16)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat dikemukakan adalah :

1. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga para petani kopi harus melakukan peningkatan produktifitas maupun kualitas kopi sehingga dapat bersaing terutama untuk pasar ekspor.

2. Harga kopi domestik merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kualitas kopi dan faktor lain, oleh karena itu pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik. Pemerintah perlu memberikan insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi petani dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi sehingga mampu menembus pasar ekspor.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menyangkut permintaan komoditi kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dan faktor sosial lainnya dalam menganalisis mengenai permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2010. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS. 2006. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.

BPS. 2006. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. 2002. Kondisi dan

Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Ilyas, R. 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.

Mubyarto. 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.

Nainggolan, H. L. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi

Kopi di Sumatera Utara. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Nicholson, W. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan dari

Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Nicholson, W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Reksoprayitno, S. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit BPFE UGM. Yogyakarta.

Sari, L. R. 2002. Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan.

Spillane, J. J. 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sukirno, S. 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. LP FEUI. Jakarta.

Sudarsono. 1980. A Study of Elasticity of Demand And Supply of Indonesian Fisheries

1960-1977. Journal. Tropical Ecologi and Development.

Sudarsono. 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta.

Gambar

Tabel 1.2 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara (1985 – 2005).
Tabel 1. 6. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, tidak heran bahwa faktor desain termasuk dalam salah satu faktor yang membentuk keputusan membeli produk BlackBerry pada mahasiswa Universitas

1. Tahap persiapan yaitu: a) observasi di sekolah MTs. Darul Amin Pontianak, b) mewawancarai salah satu guru matematika, khususnya guru matematika kelas MTs. Darul Amin Pontianak,

Mispersepsi tentang hakekat program reformasi birokrasi ini menimbulkan potensi resensi yang besar ketika pada akhriny pelaksanaan program reformasi birokrasi

Analisis uji F digunakan untuk menyatakan bahwa variabel independen yang terdiri dari luas lahan, harga benih, harga pupuk urea, harga pupuk SP-36, harga pupuk

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini yaitu mengenai tumbuh kembang remaja, aspek fisik kesehatan

Mitos budaya pada masyarakat seorang wanita muslimah yang mengenakan hijab akan mengenakan atau melakukan segala sesuatunya dengan ketentuan Islam, dimana mereka

Lomba Kompetensi Siswa Mata Lomba Web Design Tingkat Kota Salatiga 2014. Tingkat SMK 2013

c) Saat membereskan, guru menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat bermain sesuai dengan tempatnya.. d) Bila bahan mainan