TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG N0.41 TAHUN
2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS
TANAH WAKAF DIDESA LAMPER TENGAH KECAMATAN
SEMARANG SELATAN KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Oleh:
NAVITA AJENG SETYO HARDINI NIM : C02212069
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
Surabaya
V
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian lapangan yang berjudul‛ Tinjauan
Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus tanah Wakaf didesa Lamper Tengah Kecamatan Semarang
Selatan Kabupaten Semarang‛ dengan rumusan masalah sebagai berikut :
pertama, bagaimana Praktek jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan, Kabupaten Semarang. Kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang no.41 tahun 2004 terhadap jual beli lahan pemakaman di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang.
Pengumpulan Data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan telaah pustaka, kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan dikumpulkan dengan menggunakan pola pikir induktif untuk mendapat kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli lahan pemakaman di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang. Mempunyai status yang sah, tetapi dilarang karena lahan yang diperjual belikan merupakan tanah yang diwakafkan oleh mbah Rasipen. dari Analisis Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf tersebut tidak diperbolehkan. Karena menjual lahan pemakaman diatas tanah yang berstatus wakaf dapat menghilangkan sifat kepemilikan asli benda wakaf tersebut.
Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang perwakafan harta wakaf tidak boleh diperjual belikan untuk kepentingan pribadi. Karena
bertentangan dengan syari’ah Islam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK... ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN……… ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Tujuan Penelitian ... 8
E. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9
F. Kajian Pustaka ... 9
G.Definisi Operasional ... 11
H.Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan... 17
BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF ... 19
A.Jual Beli dalam Hukum Islam ... 19
1. Pengertian Jual beli ... 19
2. Dasar Hukum Jual beli ... 20
3. Rukun dan Syarat Jual beli... 22
ix
5. Bentuk jual beli yang dilarang tapi sah dilakukan... 31
B.Wakaf dalam hukum Islam ... 32
1. Pengertian Wakaf ... 35
2. Dasar Hukum Wakaf ... 35
3. Rukun dan Syarat Wakaf ... 38
4. Macam-macam Wakaf ... 40
5. Menjual dan menukar harta wakaf ... 40
6. Larangan bagi pewakaf ... 41
C. Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang perwakafan ... 42
BAB III PRAKTEK JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF ... 44
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... ... 44
1. Peta Geografis... ... 44
2. Peta Demografis... ... 44
B. Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf ... 49
C. Dampak Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf ... 54
BAB IVANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF ... 57
A. Praktek Pelaksanaan Jual Beli ... 57
B. Analisis Hukum Islam terhadap praktek jual beli lahan pemakaman ... 58
C. Analisis Undang-Undang terhadap praktek jual beli ... 62
BAB V PENUTUP ... 65
A. Kesimpulan. ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA……….. 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan selain untuk berhubungan dengan Allah,
manusia juga berhubungan dengan masyarakat sekitar karena manusia
pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Yaitu makhluk yang
memerlukan adanya manusia lain dalam kehidupannya untuk saling
berinteraksi dan bermuamalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia
selalu berupaya untuk bisa memenuhi kebutuhannya baik secara material
maupun secara spiritual demi kelangsungan hidupnya. Manusia dalam
bermuamalah harus memperhatikan aturan yang ditetapkan oleh Allah
Swt dan Rasul-Nya. Untuk mempertahankan hidupnya manusia diberi
kebebasan dalam memenuhi kebutuhannya, namun kebebasan tersebut
tidak berlaku mutlak karena kesadaran itu dibatasi dengan kebebasan
manusia yang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari transaksi,
agar mereka saling melengkapi dan tolong menolong, baik dengan jalan
tukar menukar, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau dengan cara yang
lainnya, namun pada dasarnya poros tempat berputarnya merupakan jual
beli.1 Dalam praktek ekonomi islam pun yang sering dilakukan dalam
kegiatan bermuamalah adalah jual beli.
Jumhur ulama membagi jual beli menjadi 2 macam, jual beli yang
sah yaitu jual beli yang memenuhi salah satu rukun dan syara’, dan jual
beli tidak sah yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun dan
syara’nya maka jual beli tersebut dianggap rusak.2 Dalam hal jual beli
Rasulullah bersabda:
يُ ْ َايُ َي ِ َريِ ِابَريِ ْبيَ َا َاِريْ َا
يي,
ي ِبْسَكلبيّيَبيَلِئُسيَمَلَسيَويِ يلَايُ يَلَصيََِِنبيَنب
يُبَيْ َب
.
يلي قي؟
ي:
يِديِي ِلُجيّرَلبيُلمَا
يِه
ي,
يٍروُ َ يٍ يَيّلُ يَو
ي,
(ي
م ي حبي ححصويريبز لبيهوبر
)
Artinya :‚Dari Rifa’ah bin Rafi’ menceritakan, bahwa Nabi saw pernah
ditanya orang. Apakah usaha yang paling baik? Jawab beliau: Usaha sesesorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli
yang halal’’. (HR. Bazar dan dibenarkan oleh Hakim).3
Dari hadist diatas menjelaskan bahwa segala macam perniagaan
ada keberkahan didalamnya selama dilakukan dengan memenuhi syari’at
Islam yang telah ditentukan yaitu dengan melakukan kejujuran tanpa
adanya gharar, dan saling suka sama suka.4 Atau dilakukan dengan cara
yang halal.
Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual
beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu hendaknya kedua belah pihak
melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan.
Allah ta’ala berfirman:
2 Rahmat Syafi’ie, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 91-92.
3 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah oleh A. Hasan, no 800 (Surabaya : Al Hidayat, 773-852 H), 158.
يْمُكْ ِ يٍابَرَُ يْ َايً َر َِ يَن ُكَ يْنَ يّ ِ يِلِ َْلِ يْمُكَ ُْيَُيْمُكَلبَ ْ َ يب ُلُ َْ ي َ يب ُ َ يَ ِ َلبي َ ُّ َ يَ
Artinya:‚… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…‛ (QS. An-Nisaa’: 29).5
Kedua, yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan,
syarat-syaratnya yaitu:
1. Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang)
merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau
barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram
terlarang untuk diperjualbelikan.
2. Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual
barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik
barang. Rasulullah SAW bersabda,
يَ َدْ ِايَ ْيَلي َ يْ َِ ي َ
Artinya: ‚Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.‛ (HR.
Abu Dawud 3503).6
Jual beli pada dasarnya adalah ingin memiliki obyek yang
diperjual belikan menjadi hak sepenuhnya pembeli, namun berbeda
kenyataannya apabila yang diperjual belikan merupakan harta wakaf/
tanah wakaf. Wakaf secara bahasa berasal dari kata ‚waqafa‛ yang
5Q.S. An-Nisaa’: 29.
6 Tirmidzi 1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly dalam artikel http://muslim.or.id, diakses pada tanggal 13
berarti berhenti, mencegah, dan menahan diri. Dari segi istilah, wakaf
ialah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah
seketika dan untuk pengguna yang mubah (tidak dilarang syara’) serta
dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah.7 Allah telah
mensyariatkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai salah
satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana firman
Allah dalam Al-Quran, surat Ali Imran 92:
يٌميِلَاي يَنِ َايٍ ي َ يْ ِ يب ُ ِ ْ ُُ ي َ َويَن ُِّ ي َِ يب ُ ِ ْ ُُ يَ َ يَِ ْلبيب ُليَ َ يْ َل
"
Artinya: Sekali-kali kamu tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya‛.8
Harta yang diwakafkan dapat membawa kebaikan umum sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemberi wakaf tersebut. Pemberi
wakaf pahalanya akan terus mengalir dan tidak akan putus amalannya
selagi wakaf tersebut masih digunakan dan dimanfaatkan seperti:
mewakafkan tanah untuk dijadikan masjid, pondok pesantren, madrasah.
Sebagaimana hadist nabi yang diriwayatkan dalam muslim :
يْدَ يٍحِل َصيٍدَلَويْوَبيِ ِيُ ِ َت َ يٍمْلِايْوَبيِ َ ِريَ جيٍ َقيَدَصي ٍثيَاَثيْ ِ ي َ ِبيُ ُلَمَايَ َطَ ُْن يَمَدَبيَُُْْ َ بَذ ب
ي
يُ َلي ُا
7
Abd. Shomad, Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 371. 8
manusia, maka terputuslah (terhenti) pahala perbuatannya, kecuali tiga perkara: sadaqah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan baik dengan cara mengajar maupun karangan, dan anak yang shaleh
yang selalu mendoakan orang tuanya‛.9
Selain masjid, tanah wakaf juga dijadikan tempat pemakaman,
yang terletak di desa lamper tengah kecamatan semarang selatan
kabupaten semarang. Tanah tersebut merupakan tanah dari mbah Rasipen
yang memiliki lebar 20m dan panjang 30m yang terletak di Rt 05 Rw o6.
dan diwakafkan sebagai pemakaman, karena kurangnya tanah pemakaman
di desa tersebut. tanah tersebut Dijadikan Tempat pemakaman, tentu
ada orang yang memakamkan anggota keluarga maupun saudaranya,
namun ada pula warga yang bukan merupakan warga desa lamper tengah
dimakamkan di desa Lamper alasannya, karena ingin dekat dengan
anggota keluarga atau mayoritas saudara berada didesa tersebut, seperti
saudara dari bapak widodo beliau memakamkan kakak kandungnya didesa
tersebut, karena mayoritas keluarga tinggal di desa Lamper Tengah.
Juru kuncinya dan nadzirnya pada awalnya adalah mbah Sumi
kemudian diteruskan pak Yuri (ayah dari bapak ari), kemudian
dilanjutkan ibu Jami (ibu dari pak ari) karena sering sakit-sakitan dan
sudah berumur tua 85 tahun, akhirnya pak Ari yang menggantikannya,
keluarga pak widodo diperbolehkan memakamkan kakaknya asalkan,
harus ada ahli waris ataupun saudara yang dimakamkan disitu guna untuk
menumpuk jenazah anggota keluarga yang sebelumnya telah meninggal
dan dimakamkan,10 karena keterbatasan tanah pemakaman, selain itu
keluarga pak widodo diharuskan membeli tanah tersebut, tanpa adanya
surat ataupun bukti membeli tanah pemakaman, dengan membayar
sejumlah uang sebesar 1.500.000. Namun berbeda halnya apabila yang
dimakamkan disitu adalah warga desa Lamper hanya membayar sejumlah
uang 300.000. Apabila ada anggota keluarga dari mbah Rasipen yang
meninggal maka tidak perlu membayar sejumlah uang tersebut. Alasan
pak Ari memperjual belikan lahan pemakaman adalah untuk tambahan
biaya keluarganya.
Harta wakaf tidak boleh diperjual belikan karena akan merubah
syarat wakaf dan jika diperjualbelikan maka harta wakaf tersebut menjadi
milik sendiri bukan milik Allah yang sifatnya kekal. Undang-undang
mengatur untuk tidak memperbolehkan atau melarang menjual barang
wakaf.
Pada UU pasal 40 No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Harta
benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan,
disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam
bentuk pengalihan hak lainnya.11
Dengan melihat permasalahan diatas penulis akan membahas
penelitian ‚Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun
2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di
Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten
Semarang‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Syarat benda yang diperjual belikan.
2. Alasan orang yang memperjual belikan lahan pemakaman yang
berstatus wakaf di Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan
Kabupaten Semarang.
3. Praktek jual beli lahan pemakaman yang berstatus tanah wakaf
Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan Kabupaten Semarang.
4. Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004
Tentang Wakaf Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman.
Dengan adanya suatu permasalahan tersebut, maka untuk
memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi pada
masalah-masalah berikut ini :
1. Praktek Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di
Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan Kabupaten Semarang.
2. Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No.41 Tahun 2004
Tentang Perwakafan Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman
Berstatus Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan Semarang
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, kiranya
dapat ditarik beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana Praktek Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah
Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota
Semarang?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41
Tahun 2004 Tentang Perwakafan Terhadap Jual Beli Lahan
Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di Desa Lamper Tengah,
Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktek jual beli lahan pemakaman berstatus
tanah wakaf di Desa Lamper tengah, Kecamatan Semarang Selatan,
Kota Semarang.
2. Untuk mengetahui Tinjauan hukum Islam dan Undang-undang No.
41 Tahun 2004 terhadap jual beli lahan pemakaman berstatus tanah
wakaf di Desa Lamper tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Dari segi teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan
ilmu syariah khususnya jurusan muamalah untuk dapat dijadikan
tambahan referensi dalam memperluas wawasan yang berhubungan
dengan jual beli barang wakaf, dan dapat digunakan untuk menguji
kemampuan dalam menerapkan ilmu yang sudah didapat selama di
bangku kuliah.
2. Dari segi praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran sebagai pelengkap dan penyempurna bagi studi
selanjutnya serta berguna bagi penerapan suatu ilmu di lapangan dan
masyarakat.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya untuk
mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan
tidak adanya pengulangan materi secara mutlak. Seperti beberapa skripsi
yang pernah dikaji dan diteliti sebelum pembuatan skripsi diantaranya:
1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bunga kamboja Kering
ditulis oleh Romdhon Mubarok, pada tahun 2010. Yang intinya
berisi tentang adanya tambahan pendapatan untuk pribadi dengan
melakukan penjualan bunga kamboja kering milik tanah wakaf yang
dilakukan oleh juru kunci makam tanpa memberitahukan pada para
ahli waris, bahwasanya bunga kamboja kering itu ada nilai
ekonomisnya yang cukup tinggi.12 Menurut Hukum Islam perbuatan
mengambil keuntungan dari memanfaatkan benda wakaf
diperbolehkan asalkan ada izin dari ahli warisnya, alasannya
diperbolehkan karena lebih baik memanfaatkan bunga kamboja
kering tersebut daripada menyia-yiakan.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Rumah Berstatus Tanah Wakaf di
Karangrejo Bureng Kecamatan Wonokromo Surabaya yang ditulis
oleh Imroatul Mufidah, pada tahun 2014, yang intinya berisi tentang
adanya jual beli rumah diatas tanah yang berstatus wakaf dimana
tanah dan rumah tersebut tidak berkekuatan hukum tetap dan jual
belinya berdasarkan saling rela diantara kedua belah pihak,
meskipun tanah wakaf tersebut masih bisa dimanfaatkan hanya saja
bangunan rumah yang sudah mulai rusak, dan hasil dari penjualan
tersebut dipergunakan untuk kepentingan umum yaitu membayar
hutang.13 Menurut Analisis Hukum Islam jual beli rumah bapak
Chafid yang berstatus tanah wakaf tersebut, tidak diperbolehkan
menjual tanahnya dikarenakan jika tanah wakaf tersebut
dijualbelikan akan hilang benda aslinya. Sedangkan rumahnya bisa
dijualbelikan karena tidak berstatus rumah wakaf.
3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Tanah
Pemakaman Modern di Kabupaten Karawang, oleh Sulaiman
Affandi, pada tahun 2015. Yang intinya berisi tentang
pembangunan dan meninggikan tanah pemakaman yang dilarang
karena termasuk perbuatan israf yang mana menggunakan harta
melebihi kebutuhan, dan menggunakan harta secara tidak layak
tabzir.14
Dengan penjelasan diatas maka dapat diketahui perbedaanya,
bahwa penelitian ‘’Analisis Hukum Islam dan Undang-undang No.41
Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah
Wakaf di Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten
Semarang Selatan‛. Yang letak obyek permasalahannya mengarah pada
jual beli lahan pemakaman pada tanah wakaf yang dilihat dari
Undang-Undang dan Hukum Islam dilarang untuk diperjual belikan.
G. Definisi Operasional
Agar dapat digunakan untuk pedoman dalam menguji dan
menelusuri penelitian maka penulis sampaikan beberapa pengertian yang
berkaitan dalam penulisan skripsi yang berjudul ‚ Tinjauan Hukum islam
dan Undang-undang No.41 Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan
Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan
Semarang Selatan, Kota Semarang ‚.
1. Hukum Islam adalah Hukum dalam Islam yang memuat ketentuan-
ketentuan berdasarkan al-Qur’an, hadis dan pendapat para ulama’
berkenaan dengan sistem jual beli yang berstatus wakaf disini
berhubungan dengan obyek yaitu lahan pemakaman.
2. Undang-Undang No.41 Tahun 2004 pasal 40 tentang perwakafan
adalah ketentuan-ketentuan hukum positif, yang berkenaan dengan
adanya larangan dalam mempergunakan harta wakaf diantaranya
dalam hal memperjual belikan dengan cara menganalisa suatu
masalah.
3. Tanah Wakaf merupakan tanah hak milik yang sudah diwakafkan
dengan memisahkannya dan melembagakan untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan
ajaran agama Islam.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dari judul skripsi yang diambil ini adalah
penelitan lapangan (Field research) yang terletak didesa lamper
mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan
interaksi sosial,
2. Data yang dikumpulkan
Dengan melihat persoalan diatas, maka data yang akan digali
meliputi:
a. Data yang berkaitan dengan praktek jual beli lahan pemakaman
berstatus wakaf.
b. Data yang bersumber dari hukum Islam dan Undang-undang
No.41 tahun 2004.
3. Sumber Data
Untuk mendapatkan sumber data, harus diketahui dari mana
sumber datanya. Sedangkan pengertian sumber data itu sendiri adalah
subyek dimana data itu diperoleh.15 Sumber data yang diambil dalam
penelitian ini terdiri dari dua sumber, meliputi:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari sumber pertama dalam penelitian.16 Sumber data
primer ini dapat diperoleh dari para pihak yang terlibat dalam
praktek jual beli tanah makam yang berstatus tanah wakaf di
daerah setempat meliputi :
1. Bpk. Ari Nuryanto sebagai nadzir
2. Pihak pembeli lahan pemakaman
3. Kepala Desa Lamper Tengah
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini meliputi dokumen-dokumen atau
catatan-catatan atau buku-buku yang berkaitan dengan jual beli
dan wakaf seperti:
1) Undang - Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf.
2) Hendi Suhendi, Fikih Muamalah
3) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid4
4) Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Madzhab
5) Abd. Shomad, Hukum Islam
6) Rachmat Syafei, Fikih Muamalah
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian,
maka peneliti, menggunakan pengumpulan data sebagai berikut;
a. Jenis judul penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan
(field research) yang bermaksud mempelajari secara intensif latar
belakang interaksi sosial, individu maupun masyarakat. Dengan
cara wawancara terhadap pak Ari sebagai narasumber dalam
penelitian yang akan dilakukan.
b. Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara Tanya sepihak yang dikerjakan secara
sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.17
c. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat
atau mencatat suatu laporan yang tersedia. Dengan kata lain,
proses penyimpanannya dilakukan melalui data tertulis yang
memuat garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan
judul penelitian.18
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah data sudah selesai dikumpulkan dari lapangan
maupun penulisan. Maka Peneliti menggunakan teknik pengolahan
data dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Editing yaitu memeriksa kembali data atau informasi
berupa benda-benda tertulis, seperti: buku, dokumen,
peraturan dan catatan yang lain. yang dilihat dari segi
keselarasan, kesesuaian, keseragaman serta mencari relevansi
dan keseragaman dengan permasalahan.
b. Analizing yaitu memberikan analisa-analisa pada data
sehingga dapat ditarik kesimpulan.
c. Organizing yaitu menyusun data yang diperoleh secara
sistematis sehingga dapat menghasilkan bahan sebagai
laporan yang sudah direncanakan sebelumnya.
4. Teknik Analisis Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research), yaitu penelitian terhadap ‚Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di
Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang‛. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu penelitian yang
memaparkan sesuatu hal sesuai apa yang terjadi tanpa membuat
perbandingan.19 Metode ini digunakan untuk memaparkan atau
menggambarkan lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di Desa
Lamper Tengah yang sesuai dengan keadaan sebenarnya,
kemudian ditinjau dengan jual beli menurut Hukum Islam dan
Undang-undang No. 41 Tahun 2004. Sedangkan dalam
mendeskripsikan data tersebut yang digunakan dalam penelitian
ini adalah alur induktif yaitu alur yang dimulai dari pernyataan
bersifat khusus kemudian mengambil kesimpulan yang lebih
umum.20
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi
ini. penulis membagi menjadi lima bab, dimana bab yang satu dengan
yang lainnya saling berkaitan. Dibawah ini diuraikan tentang sistematika
pembahasan dalam skripsi ini.
Bab pertama. Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang
latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka,
definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua. Merupakan landasan teori penelitian. Dalam hal ini,
penulis menjelaskan tentang jual beli dan wakaf dalam Hukum Islam dan
Undang-Undang di Indonesia meliputi: pengertian jual beli,dasar hukum
jual beli, rukun dan syarat jual beli, bentuk jual beli yang dilarang,
bentuk jual beli yang dilarang tapi sah dilakukan dan pengertian wakaf,
dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, serta Undang-Undang
perwakafan di Indonesia.
Bab ketiga. Gambaran umum obyek penelitian tentang Jual Beli
Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan
Semarang Selatan Kabupaten Semarang. Pada bab ini, penulis
menguraikan tiga pokok permasalahan yakni pertama, tentang gambaran
umum lokasi penelitian yang meliputi peta geografis dan peta demografis.
Kedua, tentang jual beli lahan makam yang berstatus tanah wakaf yang
meliputi lokasi, pemilik, penjual, status tanah, latar belakang, proses
terjadinya jual beli lahan pemakaman yang berstatus tanah wakaf dan
dampak jual beli lahan tersebut di desa lamper tengah kecamatan
Semarang Selatan Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Bab keempat. Analisis hukum Islam dan Undang-Undang wakaf di
Indonesia terhadap jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di
Bab kelima. Merupakan bab yang terakhir, sebagai penutup. Dalam hal ini terdiri
BAB II
JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF DI INDONESIA
A. Jual Beli dalam Hukum Islam
1.Pengertian Jual Beli
Jual beli al-bai’ secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan : ‚bai’
ash-shaia‛ jika dia mengeluarkan dari hak miliknya dan ‚bai’ahu‛ jika dia
membelinya dan memasukkannya kedalam hak miliknya.1
Sedangkan jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut
dengan al-bai’yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Dan menurut istilah Terminologi yang
dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:2
a. Menukar barang dengan barang atau dengan uang dengan cara
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar rela
sama rela.
b. Pemilikan harta benda dengan cara tukar menukar yang sesuai dengan
aturan syara’.
c. Saling tukar menukar harta benda, saling menerima, dengan ijab dan
qabul sesuai syara’.
d. Penukaran benda dengan benda yang lain dengan cara saling
merelakan atau dengan cara memindahkan hak milik dengan ada
penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan, maka jual beli dapat
terjadi apabila :
a. Adanya pertukaran harta dengan harta antara kedua belak pihak
yaitu penjual dan pembeli atas dasar rela sama rela.
b. Adanya pemindahan hak milik dengan ganti rugi yang dapat
dibenarkan yaitu menggunakan alat tukar yang sah.3
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, dan
ijma’diantaranya:
a. Dalam Al-Qur’an, terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 275 :
اَا اَ اَ ا ِلا اَ لَ ا َا ْ ََ َا ا اُ ا ا َ
"Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".4
Juga terdapat pada surat An-Nisa’ayat 29 :
ا ا اْ ُ ْ ا اَ لَ ْا َ اً اَ اَ اَ ا ُ َ اْ َا ا
"Artinya: Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu".5
3 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 119. 4 QS.Al-Baqarah ayat 275.
b.Terdapat pada Hadist Rifa’ah ibnu Rafi’:
اَ لَساَ ا ه َلَ اُ اَ َصاَي ا اَ ئُس
ا:
لا قفا؟ُبَ ْطاَ ا بْسَ اا ايَ
ا:
ا دَ با ُجلا اُ َمَ
اٍ ْ ََبا ُ اَ ا
اٍ ا ُلَْ َ
ُا
ا ا ا ا زب اه ا
َ
Artinya:‚Rasulullah Saw. Ditanya salah seorang sahabat mengenai
pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah Saw. Menjawab : Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (HR. Bazzar dan Al-Hakim).
c. Ijma’dasar hukum jual beli para ulama dan seluruh umat Islam
sepakat tentang diperbolehkannya jual beli, karena hal ini sangat
dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari tidak semua orang memiliki apa yang
dibutuhkannya. Apa yang dibutuhkannya kadang-kadang berada
ditangan orang lain. Dengan jual beli, maka manusia saling tolong
menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
demikian, roda kehidupan ekonomi akan berjalan dengan positif
karena apa yang mereka lakukan akan menguntungkan kedua
belah pihak.6
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,
sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’dalam
menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama
Hanafiyah dengan Jumhur Ulama, Rukun jual beli menurut ulama
Hanafiyah hanya satu yaitu ijab ( ungkapan membeli dari pembeli)
dan qabul ( ungkapan penjual dari penjual ). Menurut mereka yang
menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/tara’dhi)
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi,
karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk
diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang
menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual, menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan
qabul, atau cara saling memberikan barang dengan barang.7
Akan tetapi, Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual
beli ada 4, yaitu :8
1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidaini (penjual dan
pembeli). Bagi pihak penjual ada 2 kewajiban utama yaitu:
a. Kewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang
diperjual belikan yang meliputi segala perbuatan yang
menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik
atas barang yang diperjual belikan dari si penjual kepada si
pembeli.
b. Memberikan jaminan atas barang tersebut dan menanggung
apabila terdapat cacat tersembunyi.
Sedangkan kewajiban dari pembeli adalah membayar
sejumlah harga pembelian pada waktu dan tempat yang telah
disepakati sesuai perjanjian. Kewajiban-kewajiban tersebut secara
tidak langsung merupakan hak dari keduanya, kewajiban penjual
merupakan hak pembeli, dan sebaliknya kewajiban pembeli
merupakan hak penjual.9
2. Ada sighat lafal (ijab dan qabul)
Ijab adalah pernyataan yang timbul dari seseorang yang
memberikan kepemilikan, (penjual), sedangkan qabul adalah
pernyataan yang timbul dari orang yang akan menerima hak
milik (pembeli). Ijab dan qabul merupakan ikatan kata antara
penjual dan pembeli. Jual beli belum bisa dikatakan sah
sebelum ijab dan qabul dilakukan. Sebab ijab dan qabul
menunjukkan kerelaan. Pada dasarnya, ijab dan qabul itu
dilakukan secara lisan, namun kalau tidak mungkin dilakukan
dengan lisan, seperti pada orang bisu maka, ijab dan qabul
boleh dilakukan dengan bentuk tulisan maupun yang
mengandung arti ijab dan qabul. Sebagaimana Hadist Nabi
Muhammad SAW :
Menurut ulama Syafi’iyah bahwa jual beli barang-barang
yang kecil sekalipun, juga harus ada ijab dan qabul. Tetapi
menurut Imam Al-Nawawi dan ulama Muta’akhirin syafi’iyah
berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang kecil dengan
tidak ijab dan qabul.
3. Ada barang yang dibeli
4. Ada nilai tukar pengganti barang
b. Syarat Jual Beli
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi
jual beli adalah:
1. Tentang subyek yang melakukan transaksi jual beli harusnya :
a. Berakal
adalah orang yang dapat memilih mana yang bermanfaat bagi
dirinya maupun yang merugikan bagi dirinya, oleh sebab itu
jual beli yang dilakukan oleh anak kecil, orang gila, hukumnya
tidak sah.
b. Baligh
seseorang dapat dikatakan baligh dalam islam jika sudah
berumur 15 tahun atau sudah bermimpi bagi laki-laki dan haid
pada perempuan.
c. Dengan kehendaknya sendiri yaitu dalam jual beli salah satu
pihak tidak merasakan penekanan atau paksaan.10
d. Orang yang melakukan aqad harus berbilang, seseorang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual
sekaligus pembeli.11
e. Beragama Islam
Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda
tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama islam. Sebab besar kemungkinan pembeli tersebut
merendahkan aib yang beragama islam, sedangkan Allah
melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang
kafir untuk merendahkan orang mukmin.12
2. Tentang obyek jual beli (ma’qud Alaih)
Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad sebagai berikut :
a. Suci
Maksudnya barang yang diperjual belikan bukan termasuk
barang yang digolongkan najis atau haram untuk diperjual
belikan seperti anjing, babi, menjual bangkai hewan.
b. Memberi manfaat menurut syara’
Barang tersebut dapat digunakan menurut syara’ bukan yang
dilarang, apabila barang atau benda tersebut dilarang untuk
diperjual belikan oleh syara’ maka barang atau benda tersebut
dilarang untuk mengambil manfaatnya seperti, menjual darah,
babi, bangkai hewan.
c. Barang tersebut harus ada, oleh karena itu, tidak sah jual beli
barang yang tidak ada atau yang dikhawatirkan tidak
ada.seperti jualbeli anak unta yang masih dalam kandungan,
atau jual beli buah-buahan yang belum tampak.13
d. Barang yang dijual harus barang yang sudah dimiliki. Dengan
demikian, tidak sah menjual barang yang belum dimiliki oleh
seseorang, seperti rumput, meskipun tumbuh di tanah milik
perseorangan, dan kayu bakar.
e. Barang yang dijual harus bisa dilakukan pada saat
dilakukannya akad jual beli. Dengan demikian, tidak sah
menjual barang yang tidak bisa diserahkan, walaupun barang
tersebut milik sipenjual seperti, kerbau yang hilang.
f. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada
hal-hal lain.
g. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini
epada tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak
sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan
secara penuh yang tidak dibatasi apapun.
h. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidak sah
menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap
lagi.
i. Diketahui (dilihat), barang yang diperjual belikan harus dapat
diketahui banyaknya, beratnya, jumlahnya, atau
ukuran yang lainnya maka tidak sah jual beli yang
menimbulkan keraguan pada salah satu pihak.14
Dalam menetapkan persyaratan jual beli Ulama fiqh berbeda
pendapat dalam hal ini:15
a. Menurut Hanafiyah
1. Subyek atau orang yang berakad harus berakal dan
mumayyiz serta aqid harus berbilang, sehingga tidak sah
jika akad dilakukan seorang diri, minimal harus ada 2 orang
yakni penjual dan pembeli.
2. Syarat ijab dan qabul menurut ulama ini adalah ahli akad,
qabul harus sesuai dengan ijab, ijab dan qabul harus bersatu
yakni berhubungan antara ijab dan qabul walaupun
tempatnya tidak bersatu.
3. Obyek harus memenuhi 4 syarat yakni obyeknya harus ada,
harta harus kuat dan bernilai, benda tersebut milik sendiri
serta dapat diserahkan.
b. Menurut Maliki
1. Orang yang berakad harus Mumayyiz, keduanya merupakan
pemilik barang atau yang dijadikan wakil, keduanya dalam
keadaan sukarela, penjuala harus sadar dan dewasa, tempat
akad aharus bersatu.
2. Syarat ijab dan qabul pengucapannya tidak terpisah.
3. Obyek akad bukan barang yang najis, dapat diketahui oleh
orang yang berakad, serta dapat diserahkan.
b. Menurut Syafi’i
1. Orang yang berakad harus sadar dan dewasa, tidak dipaksa,
islam, pembeli bukan musuh.
2. Syarat sighat harus berhadapan, ditujukan kepada seluruh
badan yang akad, qabul diucapkan oleh orang yang dituju
dalam ijab, harus menyebutkan barang atau harga, antara
ijab dan
3. Tidak terpisah dengan pernyataan yang lain, dan tidak
dikaitkan dengan waktu.
4. Obyek akad barangnya harus suci, bermanfaat dapat
diserahkan, barang milik sendiri jelas, serta diketahui oleh
kedua belah pihak.
c. Menurut Hambali
1. Subyek orang yang berakad harus dewasa dan ada
keridhaan.
2. Syarat sighat harus brada ditempat yang sama, tidak
terpisah dan tidak dikaitkan dengan sesuatu
3. Obyek akad harus berupa barang atau harta yang dapat
diserahkan ketika akad, harga diketahui oleh orang yang
3. Bentuk jual beli yang dilarang
1. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.
Yaitu jual beli yang zatnya najis atau haram atau tidak boleh
diperjual belikan seperti babi, berhala,bangkai dan khamar
2. Jual beli yang belum jelas yang bersifat samar-samar haram
untuk diperjual belikan karena dapat merugikan salah satu
pihak antara lain, jual beli buah-buahan yang belum tampak
hasilnya, jual beli ubi/singkong yang masih ditanam, menjual
anak ternak yang masih dalamkandungan
3. Jual beli bersyarat yaitu jual beli yang ijab dan qabulnya
dikaitkan dengan syarat tertentu yang tidak ada kaitannya
dengan jual beli atau ada unsur yang merugikan dilarang oleh
agama misalnya ketika jual beli ijab dan qabul si pembeli
berkata:‛baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak
gadismu harus menjadi istriku‛.
4. Jual beli yang menimbulkan kemadharatan, kemaksiatan,
kemusyrikan dilarang untuk diperjual belikan, seperti jual beli
patung, salib, dan buku-buku bacaan porno
5. Jual beli yang dilarang karena dianiaya, segala macam jual
beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram,
seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan
6. Jual beli Muhaqalah, yaitu menjual tanaman-tanaman yang
masih disawah atau diladang.
7. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang
masih hijau (belum pantas dipanen).
8. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.
Misalnya seseorang menyentuh sehelai kain dengan
tangannya, maka orang yang telah menyentuh berarti telah
membeli kain ini.
9. Jual beli munazabah, yaitu jual beli secara lempar melempar.
Seseorang berkata umpamanya,‛lemparkanlah kepadaku apa
yang ada padamu nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang
ada padaku‛.
10.Jual beli Muzanabah, menjualbuah yang basah dengan buah
yang kering.
11.Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjual
belikan
12.Jual beli Gharar, jual beli tipuan seperti menjual barang yang
dari luarnya kelihatan baik, tetapi didalamnya buruk, dan
sejenisnya.16
4. Ada beberapa jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah
dilakukan dan orang yang melakukanya mendapatkan dosa.
a. Menemui orang-orang desa yang hendak kepasar untuk
membeli barang-barangnya dengan harga semurah-murahnya
sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian mereka menjual
dengan harga setinggi-tingginya
b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain sebelum
ada ketetapan harganya.
c. Melebihi atau menambah harga , tetapi bukan bermaksut
hendak membeli, melainkan memancing orang lain untuk
membeli barang tersebut.
d. Menjual diatas penjualan orang lain. Seseorang berkata kepada
si pembeli.‛kembalikan saja barang itu, aku akan menjual
barangku dengan harga yang lebih murah.17
B. Wakaf Menurut Islam
1. Pengertian wakaf
‚wakaf‛ atau ‚waqf‛ menurut bahasa arab berarti ‚al-habsu‛,
yang berasal dari kata kerja ثْبح,ثبْحي,ثبح, menjauhkan orang dari
sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang dan
berarti mewakafkan harta karena Allah.
Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja ‚Waqafa‛yang berarti
berhenti atau berdiri. Sedangkan Wakaf menurut istilah syarak adalah
‚menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa
menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk
kebaikan.18
Ada beeberapa pendapat menurut Ulama ahli Fiqh dalam
mendefinisikan pengertian Wakaf secara istilah, sehingga mereka
berbeda pendapat pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.
Berbagai pendapat wakaf menurut istilah :
a. Abu Hanifah berpendapat bahwa, wakaf adalah menahan suatu
benda yang menurut hukum tetap milik si waqif, dalam rangka
mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi
itu maka kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari si waqif, bahkan
ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si
waqif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli
warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah ‚menyumbangkan
manfaat‛. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah:
tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus
tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan
datang.19
b. Menurut madzhab Hanafi, wakaf adalah tidak melakukan suatu
tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik,
dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan
(sosial), baik sekarang maupun yang akan datang.
c. Menurut madzhab Maliki, wakaf itu adalah tidak melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, namun wakaf tersebut
mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan
kepemilikannya atas harta yang akan datang tersebut kepada yang
lain dan waqif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta
tidak boleh menarik kembali wakafnya
d. Menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambali, wakaf adalah
melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, setelah
menyempurnakan prosedur perwakafan. Waqif tidak boleh
melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, jika waqif
wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh
ahli warisnya.20
e. (pengelola) yang diperbolehkan adanya.
f. Menurut Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam
kitab Kifayat al-Akhyar, wakaf adalah penahanan harta yang
memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda
(zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola
manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt.
g. Menurut Idris Ahmad, wakaf adalah menahan harta yang mungkin
dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya, dan
menyerahkan ke tempat -tempat yang telah ditentukan oleh syara’,
serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya
itu.21
h. Menurut Sayyid Sabiq, wakaf adalah menahan harta dan
menggunakan manfaatnya di jalan Allah swt.22
Sedangkan wakaf menurut peraturan undang-undang sebagai
berikut ;
a. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf ialah
perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah.
b. Menurut pasal 215 buku III tentang Hukum Perwakafan Kompilasi
Hukum Islam, Bab I Ketentuan Umum menyebutkan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran agama Islam.23
Dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa wakaf adalah
menahan harta atau suatu benda yang kekal zatnya dan memungkinkan
untuk diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan untuk
selamanya atau yang mubah serta dimaksudkan utuk mendapatkan
keridhaan Allah dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan
diri kepada Allah.
2. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkan ibadah wakaf bersumber dari:
a. Al-Quran,
1. Surat Al- Hajj ayat 77
اَ ْ ُحْل فُ اْ ُ َلَعَاَلَْ َ ُلَعَْف َ
Artinya: ‚Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan
kemenangan.24
2. Surat Al-Baqarah ayat 261
ا ة َ ا َثَمَ ا ا َسا ياْ ََُا َ ْ َ اَ ُق فْ َُياَ ْي ذا اُ َثَ اَ
اَ َساَ ْ َساْ َ ََ َْ ا َضُياُ اَ اٍة َ اُةَئا اٍةَلَُ َْ ُسا ِ ُ ا ياَ ب
اٌ لَ اٌ س َ اُ اَ اُ ا َ َياْ َم ااُ
Artinya: ‚Perumpamaan( nafkah yang dikeluarkan oleh ) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, adalah serupa sebutir benih yang menumbuhkan tujuh buti, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas karuniaNya lagi maha Mengetahui.25
3. QS. Ali- Imran ayat 92
اٌ لَ ا ه باَ ا ئَفاٍ َ اْ ا ُق فْ َُ اَ َ اَ ُ ُ ا ا ُق فْ َُ ا َ ا اْ ا ُا َ ََ اْ َا
Artinya: ‚Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta
yang kamu cinta. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahui‛.26
b. Hadits
1. Perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada
di Khaibar: ‚Dari Ibnu Umar ra. Berkata: bahwa sahabat Umar ra.
Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap
kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata:‛
Wahai Rasulullah!, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar,
saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah
yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila
kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu
sedekahkan (hasilnya Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak
dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu
Umar: Umar menyedekahkannya kepada fakir-fakir miskin, kaum
kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
mengapaatau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu
(pengurusnya)nakan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya)
atau makan dengan tidak bermaksut menumpuk harta (HR.
Muslim).
2. Sunnah Rasulullah
اَا َ َ
اُ َسْ ا ا اا
اُهُلَمَ اَ َطَقَْ ا
اَ اْ ا
اَ
اٍ
ا,
اٍةَي اَ جا ٍ َ َدَص
ا,
ا ه باُ َفََ َْ َُياٍ ْل اْ َ
اُهَلُ ْدَياٍ اا َصاٍدَاَ اْ َ
Artinya: ‚Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan
orang tuanya‛ (HR.MUSLIM)
Namun adapula sebagian Para ulama menafsirkan shadaqah jariyah
dengan wakaf.27
اَ ْ َ
ا َجاَ ازَ ا ا ه ْل اْ َ اُ ا َسْ ا ا اُهَجاَلْ َ اٌلا َ اُ ْ
ا,
الَ ا اُ ا َُ اَ َف
اُف
اُ ْ ََبا هْ ف
اَ ُُاُ ََْاَ اُ َ اْ َ
ا:
ا ْل ا َ اُل قَ ْفََياَ ْ ََبا اَ
ا ا
اَ اْ َ ا
اُهَااُ ااَ ا َ اُ ْ
Artinya: ‚Wakaf adalah harta yang dikeluarkan seorang Muslim
dari kepemilikannya karena Allah Azza wa jalla. Maka tidak boleh melakukan transaksi terhadapnya baik berupa jual beli, hibah, ataupun semisalnya. Karena jual beli itu membutuhkan kejelasan kepemilikan, sedangkan harta
wakaf itu tidak memiliki pemilik‛.28
3. Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004 tentang Perwakafan
Bahwa Pada Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004
disebutkan bahwa harta benda yang sudah diwakafkan dilarang
untuk, dijadikan jaminan, disita, dihibahkan , dijual, diwariskan,
ditukar, atau ditukar dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
27 Ibid. 12.
3. Rukun dan syarat wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan
syarat-syaratnya. Rukun wakaf ada 4 yaitu:
1) Wakif ( orang yang mewakafkan harta ) disyratkan memiliki
kecakapan hukum atau legal competent yang meliputi,
a. Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seorang budak, hamba sahaya
tidak sah karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara
memberikan hak milik itu kepada orang lain.
b. Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah
hukumnya, sebab ia tidak berakal dan tidak cakap melakukan
tindakan lainnya.
c. Dewasa, wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa
tidak sah hukumnya karena ia dipandang tidak cakap melakukan
akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak dibawah pengampuan, orang yang berada dibawah
pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan.29
2) Mauquf Bih (barang atau harta yang diwakafkan). Harta tersebut
harus mutaqawwam, ialah segala sesuatu yang halal dan bersifat
selamanya, diketahui dengan yakin ketika diwakafkakan , harta
tersebut merupakan milik sendiri.30
3) Mauquf alaih, (tujuan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam
batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada
dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri manusia
kepada Tuhannya. Karena itu pihak yang diberi wakaf haruslah pihak
kebajikan.31
4) Shighat atau ikrar wakaf, lafadz yang diucapkan haruslah jelas.32
Sedangkan Syarat-syarat wakaf adalah sebagai berikut:
a. Wakaf berlaku untuk selamanya, tidak dibatasi, oleh waktu
tertentu. Jika ada yang mewakafkan lahan untuk jangka waktu
sepuluh tahun maka dipandang batal.
b. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang lahan
untuk kebun . Jika, tujuan tidak disebutkan, maka hasil dipandang
sah, sebab penggunaan harta wakaf merupakan wewenang
lembaga hukum yang menerima harta wakaf.
c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ada ijab dari yang
mewakafkan, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak
milik yang mewakafkan.
d. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya
khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah
dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk
selamanya.
Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 2004, wakaf
dapat dilakasanakan dengan memenuhi unsur wakaf yaitu: waqif, nadzir,
harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, jangka
waktu wakaf.33
4. Macam-macam wakaf
1) Wakaf ahli , yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang
tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf
seperti ini juga disebut wakaf Dzurri.34
2) Wakaf khairi yaitu, wakaf yang secara tegas untuk kepentingan
agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti
wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid,
sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan.35
5. Menukar dan Menjual Harta Wakaf
Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Umar ra, yang menceritakan tetang wakaf Umar bahwa
wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan. Perbuatan dinilai
ibadah yang senantiasa mengalir pahalanya apabila harta wakaf itu dapat
memenuhi fungsinya yang dituju. Dalam hal harta wakaf berkurang,
rusak, atau tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan
jalan keluar agar harta itu tidak berkurang, utuh, dan berfungsi. Bahkan
untuk menjual atau menukarpun tidak dilarang, kemudian ditukarkan
33 UU No.41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan.
34 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, ( Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), 14.
dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan wakaf. Salah seorang
ulama dari madzhab Hambali berpendapat bahwa apabila harta wakaf
mengalami rusak hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai dengan
tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualannya dibelikan
benda-benda lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan
wakaf dan benda-benda yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf
seperti semula.
6. Larangan Bagi Pewakaf
Waqif, hendaknya memperhatikan benda yang diwakafkan. Antara
lain: Pertama, Benda wakaf tidak boleh dihibahkan kepada siapapun.
Mengapa? karena wakaf adalah mengambil manfaat, bukan menghabiskan
bendanya.
Kedua, Benda wakaf tidak boleh diwaris. Karena bila diwaris,
berarti status wakafnya pindah menjadi milik perorangan. Ketiga, Benda
wakaf tidak boleh dijualbelikan. Karena dengan dijualbelikan, berarti
akan hilang benda aslinya. Adapun dalil larangan tiga perkara di atas,
ialah sebagaimana keterangan hadis\ Umar ra,
اَ
اُبَا ُياَ اَ اُ اَ ا ُياَ َ اُ ا َ َْ َُيا َ
Artinya: ‚Sesungguhnya tanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh di‛. (HR Bukhari).36
C. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan
Pada Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004 disebutkan
bahwa harta benda yang sudah diwakafkan dilarang untuk, dijadikan
jaminan, disita,dihibahkan , dijual, diwariskan, ditukar, atau ditukar
dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Dalam pasal 40 tahun 2004 disebutkan bahwa :
1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f
dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan
digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum
tata ruang (RUTR) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’ah.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas
persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan
pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar
dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya
sama dengan harta benda wakaf semula.
4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.37
BAB III
PRAKTEK JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF DI DESA LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN
KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Peta Geografis
Berdasarkan letak geografis Kelurahan Lamper Tengah berada di
Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang.
Untuk lebih jelasnya secara administratif batas-batas wilayah
Kelurahan Lamper Tengah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Lamper Lor
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Lamper Kidul
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kedungmundu Kelurahan
Tembalang
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Peterongan
Kecamatan Semarang Selatan terbagi menjadi 10 kelurahan yaitu:
Barusari, Bulustalan, Lamper Kidul, Lamper Lor, Lamper Tengah,
Mugassari, Peterongan, Pleburan, Randusari, Wonodri.
1. Peta Demografis
Dengan tanah Seluas 196, 217 Ha, Wilayah ini dihuni 3.573 kk.
Adapun keseluruhan jumlah penduduk Kelurahan Lamper Tengah
yang terdiri dari berbagai latar belakang menurut usia, jenis kelamin,
agama, tingkat pendidikan,dan menurut mata pencaharian.
a. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja seseorang adalah umur atau usia. Karena dengan
semakin bertambahnya umur seseorang maka akan mempengaruhi
kemampuannya untuk melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas,
dimana pengaruh tersebut akan nampak pada kemampuan fisik
seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia di Kelurahan
Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang dapat
[image:53.595.141.505.308.731.2]dilihat pada table 3.1.1
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok usia/umur.
No. Kelompok Umur/Usia Jumlah/Jiwa
1. 0-4 3.331
2. 5-9 1.013
3. 10-14 909
4. 15-19 1.041
5. 20-24 1.383
6. 25-29 1.366
7. 30-34 1.160
8. 35-39 939
9. 40-44 833
10. 45-49 628
11. 50-54 420
12. 55-59 279
13. 60-64 165
14. 60 keatas 69
Jumlah 13.536
Berdasarkan data statistik di atas jumlah penduduk usia
produktif di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan
Kota Semarang yaitu 15-59 tahun adalah 8.049 jiwa. Artinya
didominasi usia produktif tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa
tingkat produktifitas penduduk Lamper Tengah sangat dominan
apabila ditinjau berdasarkan usia/umurJumlah Penduduk Berdasarkan
Jenis Kelamin.
Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan
Semarang Selatan Kota Semarang berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada table 3.2.2
Tabel 3.2
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1. Laki-laki 6.871
2. Perempuan 6.665
Jumlah 13.536
Tabel 3.2, menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang antara laki-laki dan perempuan sangatlah berbeda tipis,
dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.871 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 6.665 jiwa.
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan
Semarang Selatan Kota Semarang berdasarkan agama yakni
[image:55.595.166.458.604.743.2]mayoritas atau didominasi oleh penduduk yang beragama Islam.
Tabel 3.3
Jumlah penduduk berdasarkan agama
No. Agama Jumlah (Jiwa)
1. Islam 11.640
2. Katolik 1.006
4. Hindu 204
5. Budha 107
Jumlah 13.536
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang
[image:56.595.143.482.313.656.2]Selatan Kota Semarang dapat dilihat pada table 3.4.
Tabel 3.4
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No. Jenis Pendidikan Jumlah (jiwa)
1. Perguruan Tinggi 337
2. Tamat SMA 441
3. Tamat SMP 3.104
4. Tamat SD 3.552
5. Tidak Tamat 2.721
6. Belum Tamat SD 818
7. Tidak Tamat SD 1.143
8. Tidak Sekolah 446
Jumlah 12.562
Bagi kebanyakan penduduk di Kelurahan Lamper Tengah
menjadi hal yang penting terlihat dari mayoritas pendidikan
penduduk yang hanya sampai sekolah menengah.
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah sangatlah
didominasi pada mata pencaharian sebagai Buruh dan Jasa karena
disini kebanyakan orang bekerja sebagai Buruh (Kuli), Tukang dan
[image:57.595.158.498.314.626.2]Wiraswasta.
Tabel 3.5
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)
1. Karyawan 499
2. Wiraswasta 1.151
3. Pertukangan 1.637
4. Buruh 3.431
5. Pensiun 395
6. Jasa 2.359
Jumlah 9.472
B. Jual Beli Lahan Pemakaman berstatus Tanah Wakaf
a. Lokasi Letak lahan pemakaman berstatus tanah wakaf yang
diperjualbelikan itu terletak di Rt 05 Rw 06, Kelurahan
Semarang. Ukuran lahan pemakaman ini berada di tanah
seluas 20x30 meter, jadi luasnya 600m2.
b. Pemilik
Alm. Mbah Rasipen merupakan pemilik lahan pemakaman
berstatus tanah wakaf yang diwakafkan sebagai pemakaman.3
c. Penjual
Pak Ari sebagai nadzhir dan penjual merupakan keturunan
dari mbah Rasipen pemilik tanah wakaf, yang merupakan
cucu dari mbah Sumi putri dari Mbah Rasipen, pak Ari
menjual lahan pemakaman berstatus wakaf tersebut tanpa
sepengetahuan dari saudaranya, dikarenakan tempat tinggal
yang jauh dari lahan pemakaman desa Lamper tengah
Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang.4
d. Status tanah ini merupakan tanah wakaf milik mbh Rasipen,
tanah hasil kekayaan ini diwakafkan sebagai tanah
pemakaman, yang dikelola sendiri oleh keturunan dari mbah
Rasipen.
e. Pak widodo merupakan warga gayam sari yang ingin
memakamkan kakak kandungnya dengan alasan karena
banyak anggota keluarga yang tinggal di desa lamper tengah.5
1). Pak Cipto beliau ingin memakamkan istrinya di
pemakaman tersebut karena posisi pemakaman yang
dekat dengan rumah. pak Cipto adalah warga desa
Lamper Tengah.6
f. Latar Belakang jual beli
Informasi yang didapatkan dari narasumber yaitu
Bapak Ari Nuryanto di Kelurahan Lamper Tengah, bahwa
sebelumnya tanah tersebut merupakan tanah kekayaan dari
mbah Rasipen yang memiliki lebar 20m dan panjang 30m.
Juru kuncinya dan nadzirnya pada awalnya adalah mbah Sumi
kemudian diteruskan pak Yuri (ayah dari bapak ari),
kemudian dilanjutkan ibu Jami (ibu dari pak ari) karena
sering sakit-sakitan dan sudah berumur tua 85 tahun,
akhirnya pak Ari yang menggantikannya.7
Awalnya tanah dari mbah Rasipen tersebut
diwakafkan untuk umum sebagai pemakaman, karena jumlah
penduduk didesa lamper yang semakin banyak dan
kurangnya tanah pemakaman didaerah tersebut, tentu ada
orang yang memakamkan anggota keluarga maupun
saudaranya didesa tersebut, namun ada pula warga yang
bukan merupakan warga desa lamper tengah dimakamkan
didesa tersebut alasannya karena ingin dekat dengan anggota
keluarga atau mayoritas saudara berada didesa tersebut. Pak
Ari menjual lahan pemakaman berstatus wakaf tersebut
untuk biaya tambahan hidup keluarganya, karena pak Ari
hanya bekerja serabutan tiap harinya.
Tanah wakaf merupakan tanah hak milik yang
sudah diwakafkan oleh seseorang, atau badan hukum dengan
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa
tanah hak milik dan melembagakan untuk selama-lamanya
g. Proses Pelaksanaan Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus
Wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan
Kabupaten Semarang.
Bapak Widodo, beliau merupakan warga desa
gayam sari, yang ingin memakamkan kakak kandungnya di
pemakaman Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan
Kabupaten Semarang, beliau ber