• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS TANAH WAKAF DI DESA LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN KABUPATEN SEMARANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS TANAH WAKAF DI DESA LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN KABUPATEN SEMARANG."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG N0.41 TAHUN

2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS

TANAH WAKAF DIDESA LAMPER TENGAH KECAMATAN

SEMARANG SELATAN KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Oleh:

NAVITA AJENG SETYO HARDINI NIM : C02212069

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

V

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil dari penelitian lapangan yang berjudul‛ Tinjauan

Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus tanah Wakaf didesa Lamper Tengah Kecamatan Semarang

Selatan Kabupaten Semarang‛ dengan rumusan masalah sebagai berikut :

pertama, bagaimana Praktek jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan, Kabupaten Semarang. Kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang no.41 tahun 2004 terhadap jual beli lahan pemakaman di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang.

Pengumpulan Data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan telaah pustaka, kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan dikumpulkan dengan menggunakan pola pikir induktif untuk mendapat kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli lahan pemakaman di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang. Mempunyai status yang sah, tetapi dilarang karena lahan yang diperjual belikan merupakan tanah yang diwakafkan oleh mbah Rasipen. dari Analisis Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf tersebut tidak diperbolehkan. Karena menjual lahan pemakaman diatas tanah yang berstatus wakaf dapat menghilangkan sifat kepemilikan asli benda wakaf tersebut.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang perwakafan harta wakaf tidak boleh diperjual belikan untuk kepentingan pribadi. Karena

bertentangan dengan syari’ah Islam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK... ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN……… ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

F. Kajian Pustaka ... 9

G.Definisi Operasional ... 11

H.Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan... 17

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF ... 19

A.Jual Beli dalam Hukum Islam ... 19

1. Pengertian Jual beli ... 19

2. Dasar Hukum Jual beli ... 20

3. Rukun dan Syarat Jual beli... 22

(8)

ix

5. Bentuk jual beli yang dilarang tapi sah dilakukan... 31

B.Wakaf dalam hukum Islam ... 32

1. Pengertian Wakaf ... 35

2. Dasar Hukum Wakaf ... 35

3. Rukun dan Syarat Wakaf ... 38

4. Macam-macam Wakaf ... 40

5. Menjual dan menukar harta wakaf ... 40

6. Larangan bagi pewakaf ... 41

C. Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang perwakafan ... 42

BAB III PRAKTEK JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF ... 44

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... ... 44

1. Peta Geografis... ... 44

2. Peta Demografis... ... 44

B. Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf ... 49

C. Dampak Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf ... 54

BAB IVANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF ... 57

A. Praktek Pelaksanaan Jual Beli ... 57

B. Analisis Hukum Islam terhadap praktek jual beli lahan pemakaman ... 58

C. Analisis Undang-Undang terhadap praktek jual beli ... 62

BAB V PENUTUP ... 65

A. Kesimpulan. ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA……….. 68

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan selain untuk berhubungan dengan Allah,

manusia juga berhubungan dengan masyarakat sekitar karena manusia

pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Yaitu makhluk yang

memerlukan adanya manusia lain dalam kehidupannya untuk saling

berinteraksi dan bermuamalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia

selalu berupaya untuk bisa memenuhi kebutuhannya baik secara material

maupun secara spiritual demi kelangsungan hidupnya. Manusia dalam

bermuamalah harus memperhatikan aturan yang ditetapkan oleh Allah

Swt dan Rasul-Nya. Untuk mempertahankan hidupnya manusia diberi

kebebasan dalam memenuhi kebutuhannya, namun kebebasan tersebut

tidak berlaku mutlak karena kesadaran itu dibatasi dengan kebebasan

manusia yang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari transaksi,

agar mereka saling melengkapi dan tolong menolong, baik dengan jalan

tukar menukar, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau dengan cara yang

lainnya, namun pada dasarnya poros tempat berputarnya merupakan jual

beli.1 Dalam praktek ekonomi islam pun yang sering dilakukan dalam

kegiatan bermuamalah adalah jual beli.

(10)

Jumhur ulama membagi jual beli menjadi 2 macam, jual beli yang

sah yaitu jual beli yang memenuhi salah satu rukun dan syara’, dan jual

beli tidak sah yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun dan

syara’nya maka jual beli tersebut dianggap rusak.2 Dalam hal jual beli

Rasulullah bersabda:

يُ ْ َايُ َي ِ َريِ ِابَريِ ْبيَ َا َاِريْ َا

يي,

ي ِبْسَكلبيّيَبيَلِئُسيَمَلَسيَويِ يلَايُ يَلَصيََِِنبيَنب

يُبَيْ َب

.

يلي قي؟

ي:

يِديِي ِلُجيّرَلبيُلمَا

يِه

ي,

يٍروُ َ يٍ يَيّلُ يَو

ي,

م ي حبي ححصويريبز لبيهوبر

)

Artinya :‚Dari Rifa’ah bin Rafi’ menceritakan, bahwa Nabi saw pernah

ditanya orang. Apakah usaha yang paling baik? Jawab beliau: Usaha sesesorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli

yang halal’’. (HR. Bazar dan dibenarkan oleh Hakim).3

Dari hadist diatas menjelaskan bahwa segala macam perniagaan

ada keberkahan didalamnya selama dilakukan dengan memenuhi syari’at

Islam yang telah ditentukan yaitu dengan melakukan kejujuran tanpa

adanya gharar, dan saling suka sama suka.4 Atau dilakukan dengan cara

yang halal.

Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual

beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu hendaknya kedua belah pihak

melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan.

Allah ta’ala berfirman:

2 Rahmat Syafi’ie, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 91-92.

3 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah oleh A. Hasan, no 800 (Surabaya : Al Hidayat, 773-852 H), 158.

(11)

يْمُكْ ِ يٍابَرَُ يْ َايً َر َِ يَن ُكَ يْنَ يّ ِ يِلِ َْلِ يْمُكَ ُْيَُيْمُكَلبَ ْ َ يب ُلُ َْ ي َ يب ُ َ يَ ِ َلبي َ ُّ َ يَ

Artinya:‚… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan

jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…‛ (QS. An-Nisaa’: 29).5

Kedua, yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan,

syarat-syaratnya yaitu:

1. Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang)

merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau

barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram

terlarang untuk diperjualbelikan.

2. Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual

barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik

barang. Rasulullah SAW bersabda,

يَ َدْ ِايَ ْيَلي َ يْ َِ ي َ

Artinya: ‚Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.‛ (HR.

Abu Dawud 3503).6

Jual beli pada dasarnya adalah ingin memiliki obyek yang

diperjual belikan menjadi hak sepenuhnya pembeli, namun berbeda

kenyataannya apabila yang diperjual belikan merupakan harta wakaf/

tanah wakaf. Wakaf secara bahasa berasal dari kata ‚waqafa‛ yang

5Q.S. An-Nisaa’: 29.

6 Tirmidzi 1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly dalam artikel http://muslim.or.id, diakses pada tanggal 13

(12)

berarti berhenti, mencegah, dan menahan diri. Dari segi istilah, wakaf

ialah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah

seketika dan untuk pengguna yang mubah (tidak dilarang syara’) serta

dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah.7 Allah telah

mensyariatkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai salah

satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana firman

Allah dalam Al-Quran, surat Ali Imran 92:

يٌميِلَاي يَنِ َايٍ ي َ يْ ِ يب ُ ِ ْ ُُ ي َ َويَن ُِّ ي َِ يب ُ ِ ْ ُُ يَ َ يَِ ْلبيب ُليَ َ يْ َل

"

Artinya: Sekali-kali kamu tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya

Allah mengetahuinya‛.8

Harta yang diwakafkan dapat membawa kebaikan umum sesuai

dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemberi wakaf tersebut. Pemberi

wakaf pahalanya akan terus mengalir dan tidak akan putus amalannya

selagi wakaf tersebut masih digunakan dan dimanfaatkan seperti:

mewakafkan tanah untuk dijadikan masjid, pondok pesantren, madrasah.

Sebagaimana hadist nabi yang diriwayatkan dalam muslim :

يْدَ يٍحِل َصيٍدَلَويْوَبيِ ِيُ ِ َت َ يٍمْلِايْوَبيِ َ ِريَ جيٍ َقيَدَصي ٍثيَاَثيْ ِ ي َ ِبيُ ُلَمَايَ َطَ ُْن يَمَدَبيَُُْْ َ بَذ ب

ي

يُ َلي ُا

7

Abd. Shomad, Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 371. 8

(13)
(14)

manusia, maka terputuslah (terhenti) pahala perbuatannya, kecuali tiga perkara: sadaqah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan baik dengan cara mengajar maupun karangan, dan anak yang shaleh

yang selalu mendoakan orang tuanya‛.9

Selain masjid, tanah wakaf juga dijadikan tempat pemakaman,

yang terletak di desa lamper tengah kecamatan semarang selatan

kabupaten semarang. Tanah tersebut merupakan tanah dari mbah Rasipen

yang memiliki lebar 20m dan panjang 30m yang terletak di Rt 05 Rw o6.

dan diwakafkan sebagai pemakaman, karena kurangnya tanah pemakaman

di desa tersebut. tanah tersebut Dijadikan Tempat pemakaman, tentu

ada orang yang memakamkan anggota keluarga maupun saudaranya,

namun ada pula warga yang bukan merupakan warga desa lamper tengah

dimakamkan di desa Lamper alasannya, karena ingin dekat dengan

anggota keluarga atau mayoritas saudara berada didesa tersebut, seperti

saudara dari bapak widodo beliau memakamkan kakak kandungnya didesa

tersebut, karena mayoritas keluarga tinggal di desa Lamper Tengah.

Juru kuncinya dan nadzirnya pada awalnya adalah mbah Sumi

kemudian diteruskan pak Yuri (ayah dari bapak ari), kemudian

dilanjutkan ibu Jami (ibu dari pak ari) karena sering sakit-sakitan dan

sudah berumur tua 85 tahun, akhirnya pak Ari yang menggantikannya,

keluarga pak widodo diperbolehkan memakamkan kakaknya asalkan,

harus ada ahli waris ataupun saudara yang dimakamkan disitu guna untuk

menumpuk jenazah anggota keluarga yang sebelumnya telah meninggal

(15)

dan dimakamkan,10 karena keterbatasan tanah pemakaman, selain itu

keluarga pak widodo diharuskan membeli tanah tersebut, tanpa adanya

surat ataupun bukti membeli tanah pemakaman, dengan membayar

sejumlah uang sebesar 1.500.000. Namun berbeda halnya apabila yang

dimakamkan disitu adalah warga desa Lamper hanya membayar sejumlah

uang 300.000. Apabila ada anggota keluarga dari mbah Rasipen yang

meninggal maka tidak perlu membayar sejumlah uang tersebut. Alasan

pak Ari memperjual belikan lahan pemakaman adalah untuk tambahan

biaya keluarganya.

Harta wakaf tidak boleh diperjual belikan karena akan merubah

syarat wakaf dan jika diperjualbelikan maka harta wakaf tersebut menjadi

milik sendiri bukan milik Allah yang sifatnya kekal. Undang-undang

mengatur untuk tidak memperbolehkan atau melarang menjual barang

wakaf.

Pada UU pasal 40 No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Harta

benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan,

disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam

bentuk pengalihan hak lainnya.11

Dengan melihat permasalahan diatas penulis akan membahas

penelitian ‚Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun

2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di

(16)

Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten

Semarang‛.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut:

1. Syarat benda yang diperjual belikan.

2. Alasan orang yang memperjual belikan lahan pemakaman yang

berstatus wakaf di Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan

Kabupaten Semarang.

3. Praktek jual beli lahan pemakaman yang berstatus tanah wakaf

Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan Kabupaten Semarang.

4. Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004

Tentang Wakaf Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman.

Dengan adanya suatu permasalahan tersebut, maka untuk

memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi pada

masalah-masalah berikut ini :

1. Praktek Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di

Desa Lamper Tengah Kec. Semarang Selatan Kabupaten Semarang.

2. Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No.41 Tahun 2004

Tentang Perwakafan Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman

Berstatus Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan Semarang

(17)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, kiranya

dapat ditarik beberapa rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimana Praktek Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah

Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota

Semarang?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41

Tahun 2004 Tentang Perwakafan Terhadap Jual Beli Lahan

Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di Desa Lamper Tengah,

Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktek jual beli lahan pemakaman berstatus

tanah wakaf di Desa Lamper tengah, Kecamatan Semarang Selatan,

Kota Semarang.

2. Untuk mengetahui Tinjauan hukum Islam dan Undang-undang No.

41 Tahun 2004 terhadap jual beli lahan pemakaman berstatus tanah

wakaf di Desa Lamper tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota

(18)

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Dari segi teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu syariah khususnya jurusan muamalah untuk dapat dijadikan

tambahan referensi dalam memperluas wawasan yang berhubungan

dengan jual beli barang wakaf, dan dapat digunakan untuk menguji

kemampuan dalam menerapkan ilmu yang sudah didapat selama di

bangku kuliah.

2. Dari segi praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran sebagai pelengkap dan penyempurna bagi studi

selanjutnya serta berguna bagi penerapan suatu ilmu di lapangan dan

masyarakat.

F. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya untuk

mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis

yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan

tidak adanya pengulangan materi secara mutlak. Seperti beberapa skripsi

yang pernah dikaji dan diteliti sebelum pembuatan skripsi diantaranya:

1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bunga kamboja Kering

(19)

ditulis oleh Romdhon Mubarok, pada tahun 2010. Yang intinya

berisi tentang adanya tambahan pendapatan untuk pribadi dengan

melakukan penjualan bunga kamboja kering milik tanah wakaf yang

dilakukan oleh juru kunci makam tanpa memberitahukan pada para

ahli waris, bahwasanya bunga kamboja kering itu ada nilai

ekonomisnya yang cukup tinggi.12 Menurut Hukum Islam perbuatan

mengambil keuntungan dari memanfaatkan benda wakaf

diperbolehkan asalkan ada izin dari ahli warisnya, alasannya

diperbolehkan karena lebih baik memanfaatkan bunga kamboja

kering tersebut daripada menyia-yiakan.

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Rumah Berstatus Tanah Wakaf di

Karangrejo Bureng Kecamatan Wonokromo Surabaya yang ditulis

oleh Imroatul Mufidah, pada tahun 2014, yang intinya berisi tentang

adanya jual beli rumah diatas tanah yang berstatus wakaf dimana

tanah dan rumah tersebut tidak berkekuatan hukum tetap dan jual

belinya berdasarkan saling rela diantara kedua belah pihak,

meskipun tanah wakaf tersebut masih bisa dimanfaatkan hanya saja

bangunan rumah yang sudah mulai rusak, dan hasil dari penjualan

tersebut dipergunakan untuk kepentingan umum yaitu membayar

hutang.13 Menurut Analisis Hukum Islam jual beli rumah bapak

Chafid yang berstatus tanah wakaf tersebut, tidak diperbolehkan

(20)

menjual tanahnya dikarenakan jika tanah wakaf tersebut

dijualbelikan akan hilang benda aslinya. Sedangkan rumahnya bisa

dijualbelikan karena tidak berstatus rumah wakaf.

3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Tanah

Pemakaman Modern di Kabupaten Karawang, oleh Sulaiman

Affandi, pada tahun 2015. Yang intinya berisi tentang

pembangunan dan meninggikan tanah pemakaman yang dilarang

karena termasuk perbuatan israf yang mana menggunakan harta

melebihi kebutuhan, dan menggunakan harta secara tidak layak

tabzir.14

Dengan penjelasan diatas maka dapat diketahui perbedaanya,

bahwa penelitian ‘’Analisis Hukum Islam dan Undang-undang No.41

Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah

Wakaf di Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten

Semarang Selatan‛. Yang letak obyek permasalahannya mengarah pada

jual beli lahan pemakaman pada tanah wakaf yang dilihat dari

Undang-Undang dan Hukum Islam dilarang untuk diperjual belikan.

G. Definisi Operasional

Agar dapat digunakan untuk pedoman dalam menguji dan

menelusuri penelitian maka penulis sampaikan beberapa pengertian yang

berkaitan dalam penulisan skripsi yang berjudul ‚ Tinjauan Hukum islam

(21)

dan Undang-undang No.41 Tahun 2004 Terhadap Jual Beli Lahan

Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di Desa Lamper Tengah, Kecamatan

Semarang Selatan, Kota Semarang ‚.

1. Hukum Islam adalah Hukum dalam Islam yang memuat ketentuan-

ketentuan berdasarkan al-Qur’an, hadis dan pendapat para ulama’

berkenaan dengan sistem jual beli yang berstatus wakaf disini

berhubungan dengan obyek yaitu lahan pemakaman.

2. Undang-Undang No.41 Tahun 2004 pasal 40 tentang perwakafan

adalah ketentuan-ketentuan hukum positif, yang berkenaan dengan

adanya larangan dalam mempergunakan harta wakaf diantaranya

dalam hal memperjual belikan dengan cara menganalisa suatu

masalah.

3. Tanah Wakaf merupakan tanah hak milik yang sudah diwakafkan

dengan memisahkannya dan melembagakan untuk selama-lamanya

guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan

ajaran agama Islam.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dari judul skripsi yang diambil ini adalah

penelitan lapangan (Field research) yang terletak didesa lamper

(22)

mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan

interaksi sosial,

2. Data yang dikumpulkan

Dengan melihat persoalan diatas, maka data yang akan digali

meliputi:

a. Data yang berkaitan dengan praktek jual beli lahan pemakaman

berstatus wakaf.

b. Data yang bersumber dari hukum Islam dan Undang-undang

No.41 tahun 2004.

3. Sumber Data

Untuk mendapatkan sumber data, harus diketahui dari mana

sumber datanya. Sedangkan pengertian sumber data itu sendiri adalah

subyek dimana data itu diperoleh.15 Sumber data yang diambil dalam

penelitian ini terdiri dari dua sumber, meliputi:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari sumber pertama dalam penelitian.16 Sumber data

primer ini dapat diperoleh dari para pihak yang terlibat dalam

praktek jual beli tanah makam yang berstatus tanah wakaf di

daerah setempat meliputi :

1. Bpk. Ari Nuryanto sebagai nadzir

2. Pihak pembeli lahan pemakaman

(23)

3. Kepala Desa Lamper Tengah

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder ini meliputi dokumen-dokumen atau

catatan-catatan atau buku-buku yang berkaitan dengan jual beli

dan wakaf seperti:

1) Undang - Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf.

2) Hendi Suhendi, Fikih Muamalah

3) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid4

4) Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Madzhab

5) Abd. Shomad, Hukum Islam

6) Rachmat Syafei, Fikih Muamalah

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian,

maka peneliti, menggunakan pengumpulan data sebagai berikut;

a. Jenis judul penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan

(field research) yang bermaksud mempelajari secara intensif latar

belakang interaksi sosial, individu maupun masyarakat. Dengan

cara wawancara terhadap pak Ari sebagai narasumber dalam

penelitian yang akan dilakukan.

b. Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara Tanya sepihak yang dikerjakan secara

sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.17

(24)

c. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat

atau mencatat suatu laporan yang tersedia. Dengan kata lain,

proses penyimpanannya dilakukan melalui data tertulis yang

memuat garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan

judul penelitian.18

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data sudah selesai dikumpulkan dari lapangan

maupun penulisan. Maka Peneliti menggunakan teknik pengolahan

data dengan langkah- langkah sebagai berikut:

a. Editing yaitu memeriksa kembali data atau informasi

berupa benda-benda tertulis, seperti: buku, dokumen,

peraturan dan catatan yang lain. yang dilihat dari segi

keselarasan, kesesuaian, keseragaman serta mencari relevansi

dan keseragaman dengan permasalahan.

b. Analizing yaitu memberikan analisa-analisa pada data

sehingga dapat ditarik kesimpulan.

c. Organizing yaitu menyusun data yang diperoleh secara

sistematis sehingga dapat menghasilkan bahan sebagai

laporan yang sudah direncanakan sebelumnya.

4. Teknik Analisis Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field

research), yaitu penelitian terhadap ‚Tinjauan Hukum Islam

(25)

Terhadap Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus Tanah Wakaf di

Desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota

Semarang‛. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu penelitian yang

memaparkan sesuatu hal sesuai apa yang terjadi tanpa membuat

perbandingan.19 Metode ini digunakan untuk memaparkan atau

menggambarkan lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di Desa

Lamper Tengah yang sesuai dengan keadaan sebenarnya,

kemudian ditinjau dengan jual beli menurut Hukum Islam dan

Undang-undang No. 41 Tahun 2004. Sedangkan dalam

mendeskripsikan data tersebut yang digunakan dalam penelitian

ini adalah alur induktif yaitu alur yang dimulai dari pernyataan

bersifat khusus kemudian mengambil kesimpulan yang lebih

umum.20

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi

ini. penulis membagi menjadi lima bab, dimana bab yang satu dengan

yang lainnya saling berkaitan. Dibawah ini diuraikan tentang sistematika

pembahasan dalam skripsi ini.

Bab pertama. Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang

latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan

(26)

masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka,

definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua. Merupakan landasan teori penelitian. Dalam hal ini,

penulis menjelaskan tentang jual beli dan wakaf dalam Hukum Islam dan

Undang-Undang di Indonesia meliputi: pengertian jual beli,dasar hukum

jual beli, rukun dan syarat jual beli, bentuk jual beli yang dilarang,

bentuk jual beli yang dilarang tapi sah dilakukan dan pengertian wakaf,

dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, serta Undang-Undang

perwakafan di Indonesia.

Bab ketiga. Gambaran umum obyek penelitian tentang Jual Beli

Lahan Pemakaman Berstatus Wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan

Semarang Selatan Kabupaten Semarang. Pada bab ini, penulis

menguraikan tiga pokok permasalahan yakni pertama, tentang gambaran

umum lokasi penelitian yang meliputi peta geografis dan peta demografis.

Kedua, tentang jual beli lahan makam yang berstatus tanah wakaf yang

meliputi lokasi, pemilik, penjual, status tanah, latar belakang, proses

terjadinya jual beli lahan pemakaman yang berstatus tanah wakaf dan

dampak jual beli lahan tersebut di desa lamper tengah kecamatan

Semarang Selatan Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Bab keempat. Analisis hukum Islam dan Undang-Undang wakaf di

Indonesia terhadap jual beli lahan pemakaman berstatus tanah wakaf di

(27)

Bab kelima. Merupakan bab yang terakhir, sebagai penutup. Dalam hal ini terdiri

(28)

BAB II

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF DI INDONESIA

A. Jual Beli dalam Hukum Islam

1.Pengertian Jual Beli

Jual beli al-bai’ secara bahasa artinya memindahkan hak milik

terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan : ‚bai’

ash-shaia‛ jika dia mengeluarkan dari hak miliknya dan ‚bai’ahu‛ jika dia

membelinya dan memasukkannya kedalam hak miliknya.1

Sedangkan jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut

dengan al-bai’yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu

dengan sesuatu yang lain. Dan menurut istilah Terminologi yang

dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:2

a. Menukar barang dengan barang atau dengan uang dengan cara

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar rela

sama rela.

b. Pemilikan harta benda dengan cara tukar menukar yang sesuai dengan

aturan syara’.

c. Saling tukar menukar harta benda, saling menerima, dengan ijab dan

qabul sesuai syara’.

(29)

d. Penukaran benda dengan benda yang lain dengan cara saling

merelakan atau dengan cara memindahkan hak milik dengan ada

penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan, maka jual beli dapat

terjadi apabila :

a. Adanya pertukaran harta dengan harta antara kedua belak pihak

yaitu penjual dan pembeli atas dasar rela sama rela.

b. Adanya pemindahan hak milik dengan ganti rugi yang dapat

dibenarkan yaitu menggunakan alat tukar yang sah.3

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, dan

ijma’diantaranya:

a. Dalam Al-Qur’an, terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 275 :

اَا اَ اَ ا ِلا اَ لَ ا َا ْ ََ َا ا اُ ا ا َ

"Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".4

Juga terdapat pada surat An-Nisa’ayat 29 :

ا ا اْ ُ ْ ا اَ لَ ْا َ اً اَ اَ اَ ا ُ َ اْ َا ا

"Artinya: Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka

sama suka diantara kamu".5

3 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 119. 4 QS.Al-Baqarah ayat 275.

(30)

b.Terdapat pada Hadist Rifa’ah ibnu Rafi’:

اَ لَساَ ا ه َلَ اُ اَ َصاَي ا اَ ئُس

ا:

لا قفا؟ُبَ ْطاَ ا بْسَ اا ايَ

ا:

ا دَ با ُجلا اُ َمَ

اٍ ْ ََبا ُ اَ ا

اٍ ا ُلَْ َ

ُا

ا ا ا ا زب اه ا

َ

Artinya:‚Rasulullah Saw. Ditanya salah seorang sahabat mengenai

pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah Saw. Menjawab : Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (HR. Bazzar dan Al-Hakim).

c. Ijma’dasar hukum jual beli para ulama dan seluruh umat Islam

sepakat tentang diperbolehkannya jual beli, karena hal ini sangat

dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Dalam kenyataan

kehidupan sehari-hari tidak semua orang memiliki apa yang

dibutuhkannya. Apa yang dibutuhkannya kadang-kadang berada

ditangan orang lain. Dengan jual beli, maka manusia saling tolong

menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan

demikian, roda kehidupan ekonomi akan berjalan dengan positif

karena apa yang mereka lakukan akan menguntungkan kedua

belah pihak.6

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,

sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’dalam

menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama

(31)

Hanafiyah dengan Jumhur Ulama, Rukun jual beli menurut ulama

Hanafiyah hanya satu yaitu ijab ( ungkapan membeli dari pembeli)

dan qabul ( ungkapan penjual dari penjual ). Menurut mereka yang

menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/tara’dhi)

kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi,

karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk

diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang

menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak yang melakukan

transaksi jual, menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan

qabul, atau cara saling memberikan barang dengan barang.7

Akan tetapi, Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual

beli ada 4, yaitu :8

1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidaini (penjual dan

pembeli). Bagi pihak penjual ada 2 kewajiban utama yaitu:

a. Kewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang

diperjual belikan yang meliputi segala perbuatan yang

menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik

atas barang yang diperjual belikan dari si penjual kepada si

pembeli.

b. Memberikan jaminan atas barang tersebut dan menanggung

apabila terdapat cacat tersembunyi.

(32)

Sedangkan kewajiban dari pembeli adalah membayar

sejumlah harga pembelian pada waktu dan tempat yang telah

disepakati sesuai perjanjian. Kewajiban-kewajiban tersebut secara

tidak langsung merupakan hak dari keduanya, kewajiban penjual

merupakan hak pembeli, dan sebaliknya kewajiban pembeli

merupakan hak penjual.9

2. Ada sighat lafal (ijab dan qabul)

Ijab adalah pernyataan yang timbul dari seseorang yang

memberikan kepemilikan, (penjual), sedangkan qabul adalah

pernyataan yang timbul dari orang yang akan menerima hak

milik (pembeli). Ijab dan qabul merupakan ikatan kata antara

penjual dan pembeli. Jual beli belum bisa dikatakan sah

sebelum ijab dan qabul dilakukan. Sebab ijab dan qabul

menunjukkan kerelaan. Pada dasarnya, ijab dan qabul itu

dilakukan secara lisan, namun kalau tidak mungkin dilakukan

dengan lisan, seperti pada orang bisu maka, ijab dan qabul

boleh dilakukan dengan bentuk tulisan maupun yang

mengandung arti ijab dan qabul. Sebagaimana Hadist Nabi

Muhammad SAW :

Menurut ulama Syafi’iyah bahwa jual beli barang-barang

yang kecil sekalipun, juga harus ada ijab dan qabul. Tetapi

menurut Imam Al-Nawawi dan ulama Muta’akhirin syafi’iyah

(33)

berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang kecil dengan

tidak ijab dan qabul.

3. Ada barang yang dibeli

4. Ada nilai tukar pengganti barang

b. Syarat Jual Beli

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi

jual beli adalah:

1. Tentang subyek yang melakukan transaksi jual beli harusnya :

a. Berakal

adalah orang yang dapat memilih mana yang bermanfaat bagi

dirinya maupun yang merugikan bagi dirinya, oleh sebab itu

jual beli yang dilakukan oleh anak kecil, orang gila, hukumnya

tidak sah.

b. Baligh

seseorang dapat dikatakan baligh dalam islam jika sudah

berumur 15 tahun atau sudah bermimpi bagi laki-laki dan haid

pada perempuan.

c. Dengan kehendaknya sendiri yaitu dalam jual beli salah satu

pihak tidak merasakan penekanan atau paksaan.10

d. Orang yang melakukan aqad harus berbilang, seseorang tidak

dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual

sekaligus pembeli.11

(34)

e. Beragama Islam

Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda

tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang

beragama islam. Sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

merendahkan aib yang beragama islam, sedangkan Allah

melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang

kafir untuk merendahkan orang mukmin.12

2. Tentang obyek jual beli (ma’qud Alaih)

Syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad sebagai berikut :

a. Suci

Maksudnya barang yang diperjual belikan bukan termasuk

barang yang digolongkan najis atau haram untuk diperjual

belikan seperti anjing, babi, menjual bangkai hewan.

b. Memberi manfaat menurut syara’

Barang tersebut dapat digunakan menurut syara’ bukan yang

dilarang, apabila barang atau benda tersebut dilarang untuk

diperjual belikan oleh syara’ maka barang atau benda tersebut

dilarang untuk mengambil manfaatnya seperti, menjual darah,

babi, bangkai hewan.

c. Barang tersebut harus ada, oleh karena itu, tidak sah jual beli

barang yang tidak ada atau yang dikhawatirkan tidak

(35)

ada.seperti jualbeli anak unta yang masih dalam kandungan,

atau jual beli buah-buahan yang belum tampak.13

d. Barang yang dijual harus barang yang sudah dimiliki. Dengan

demikian, tidak sah menjual barang yang belum dimiliki oleh

seseorang, seperti rumput, meskipun tumbuh di tanah milik

perseorangan, dan kayu bakar.

e. Barang yang dijual harus bisa dilakukan pada saat

dilakukannya akad jual beli. Dengan demikian, tidak sah

menjual barang yang tidak bisa diserahkan, walaupun barang

tersebut milik sipenjual seperti, kerbau yang hilang.

f. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada

hal-hal lain.

g. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini

epada tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak

sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan

secara penuh yang tidak dibatasi apapun.

h. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidak sah

menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap

lagi.

i. Diketahui (dilihat), barang yang diperjual belikan harus dapat

diketahui banyaknya, beratnya, jumlahnya, atau

(36)

ukuran yang lainnya maka tidak sah jual beli yang

menimbulkan keraguan pada salah satu pihak.14

Dalam menetapkan persyaratan jual beli Ulama fiqh berbeda

pendapat dalam hal ini:15

a. Menurut Hanafiyah

1. Subyek atau orang yang berakad harus berakal dan

mumayyiz serta aqid harus berbilang, sehingga tidak sah

jika akad dilakukan seorang diri, minimal harus ada 2 orang

yakni penjual dan pembeli.

2. Syarat ijab dan qabul menurut ulama ini adalah ahli akad,

qabul harus sesuai dengan ijab, ijab dan qabul harus bersatu

yakni berhubungan antara ijab dan qabul walaupun

tempatnya tidak bersatu.

3. Obyek harus memenuhi 4 syarat yakni obyeknya harus ada,

harta harus kuat dan bernilai, benda tersebut milik sendiri

serta dapat diserahkan.

b. Menurut Maliki

1. Orang yang berakad harus Mumayyiz, keduanya merupakan

pemilik barang atau yang dijadikan wakil, keduanya dalam

keadaan sukarela, penjuala harus sadar dan dewasa, tempat

akad aharus bersatu.

2. Syarat ijab dan qabul pengucapannya tidak terpisah.

(37)

3. Obyek akad bukan barang yang najis, dapat diketahui oleh

orang yang berakad, serta dapat diserahkan.

b. Menurut Syafi’i

1. Orang yang berakad harus sadar dan dewasa, tidak dipaksa,

islam, pembeli bukan musuh.

2. Syarat sighat harus berhadapan, ditujukan kepada seluruh

badan yang akad, qabul diucapkan oleh orang yang dituju

dalam ijab, harus menyebutkan barang atau harga, antara

ijab dan

3. Tidak terpisah dengan pernyataan yang lain, dan tidak

dikaitkan dengan waktu.

4. Obyek akad barangnya harus suci, bermanfaat dapat

diserahkan, barang milik sendiri jelas, serta diketahui oleh

kedua belah pihak.

c. Menurut Hambali

1. Subyek orang yang berakad harus dewasa dan ada

keridhaan.

2. Syarat sighat harus brada ditempat yang sama, tidak

terpisah dan tidak dikaitkan dengan sesuatu

3. Obyek akad harus berupa barang atau harta yang dapat

diserahkan ketika akad, harga diketahui oleh orang yang

(38)

3. Bentuk jual beli yang dilarang

1. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.

Yaitu jual beli yang zatnya najis atau haram atau tidak boleh

diperjual belikan seperti babi, berhala,bangkai dan khamar

2. Jual beli yang belum jelas yang bersifat samar-samar haram

untuk diperjual belikan karena dapat merugikan salah satu

pihak antara lain, jual beli buah-buahan yang belum tampak

hasilnya, jual beli ubi/singkong yang masih ditanam, menjual

anak ternak yang masih dalamkandungan

3. Jual beli bersyarat yaitu jual beli yang ijab dan qabulnya

dikaitkan dengan syarat tertentu yang tidak ada kaitannya

dengan jual beli atau ada unsur yang merugikan dilarang oleh

agama misalnya ketika jual beli ijab dan qabul si pembeli

berkata:‛baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak

gadismu harus menjadi istriku‛.

4. Jual beli yang menimbulkan kemadharatan, kemaksiatan,

kemusyrikan dilarang untuk diperjual belikan, seperti jual beli

patung, salib, dan buku-buku bacaan porno

5. Jual beli yang dilarang karena dianiaya, segala macam jual

beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram,

seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan

(39)

6. Jual beli Muhaqalah, yaitu menjual tanaman-tanaman yang

masih disawah atau diladang.

7. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang

masih hijau (belum pantas dipanen).

8. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.

Misalnya seseorang menyentuh sehelai kain dengan

tangannya, maka orang yang telah menyentuh berarti telah

membeli kain ini.

9. Jual beli munazabah, yaitu jual beli secara lempar melempar.

Seseorang berkata umpamanya,‛lemparkanlah kepadaku apa

yang ada padamu nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang

ada padaku‛.

10.Jual beli Muzanabah, menjualbuah yang basah dengan buah

yang kering.

11.Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjual

belikan

12.Jual beli Gharar, jual beli tipuan seperti menjual barang yang

dari luarnya kelihatan baik, tetapi didalamnya buruk, dan

sejenisnya.16

4. Ada beberapa jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah

dilakukan dan orang yang melakukanya mendapatkan dosa.

(40)

a. Menemui orang-orang desa yang hendak kepasar untuk

membeli barang-barangnya dengan harga semurah-murahnya

sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian mereka menjual

dengan harga setinggi-tingginya

b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain sebelum

ada ketetapan harganya.

c. Melebihi atau menambah harga , tetapi bukan bermaksut

hendak membeli, melainkan memancing orang lain untuk

membeli barang tersebut.

d. Menjual diatas penjualan orang lain. Seseorang berkata kepada

si pembeli.‛kembalikan saja barang itu, aku akan menjual

barangku dengan harga yang lebih murah.17

B. Wakaf Menurut Islam

1. Pengertian wakaf

‚wakaf‛ atau ‚waqf‛ menurut bahasa arab berarti ‚al-habsu‛,

yang berasal dari kata kerja ثْبح,ثبْحي,ثبح, menjauhkan orang dari

sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang dan

berarti mewakafkan harta karena Allah.

Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja ‚Waqafa‛yang berarti

berhenti atau berdiri. Sedangkan Wakaf menurut istilah syarak adalah

‚menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa

(41)

menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk

kebaikan.18

Ada beeberapa pendapat menurut Ulama ahli Fiqh dalam

mendefinisikan pengertian Wakaf secara istilah, sehingga mereka

berbeda pendapat pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.

Berbagai pendapat wakaf menurut istilah :

a. Abu Hanifah berpendapat bahwa, wakaf adalah menahan suatu

benda yang menurut hukum tetap milik si waqif, dalam rangka

mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi

itu maka kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari si waqif, bahkan

ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si

waqif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli

warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah ‚menyumbangkan

manfaat‛. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah:

tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus

tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya

kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan

datang.19

b. Menurut madzhab Hanafi, wakaf adalah tidak melakukan suatu

tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik,

dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan

(sosial), baik sekarang maupun yang akan datang.

(42)

c. Menurut madzhab Maliki, wakaf itu adalah tidak melepaskan harta

yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, namun wakaf tersebut

mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan

kepemilikannya atas harta yang akan datang tersebut kepada yang

lain dan waqif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta

tidak boleh menarik kembali wakafnya

d. Menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambali, wakaf adalah

melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, setelah

menyempurnakan prosedur perwakafan. Waqif tidak boleh

melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, jika waqif

wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh

ahli warisnya.20

e. (pengelola) yang diperbolehkan adanya.

f. Menurut Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam

kitab Kifayat al-Akhyar, wakaf adalah penahanan harta yang

memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda

(zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola

manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah

swt.

g. Menurut Idris Ahmad, wakaf adalah menahan harta yang mungkin

dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya, dan

menyerahkan ke tempat -tempat yang telah ditentukan oleh syara’,

(43)

serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya

itu.21

h. Menurut Sayyid Sabiq, wakaf adalah menahan harta dan

menggunakan manfaatnya di jalan Allah swt.22

Sedangkan wakaf menurut peraturan undang-undang sebagai

berikut ;

a. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf ialah

perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan atau menyerahkan

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau

untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna

keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah.

b. Menurut pasal 215 buku III tentang Hukum Perwakafan Kompilasi

Hukum Islam, Bab I Ketentuan Umum menyebutkan bahwa wakaf

adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau

badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan

melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah

atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran agama Islam.23

Dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa wakaf adalah

menahan harta atau suatu benda yang kekal zatnya dan memungkinkan

untuk diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan untuk

selamanya atau yang mubah serta dimaksudkan utuk mendapatkan

(44)

keridhaan Allah dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan

diri kepada Allah.

2. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi dasar disyariatkan ibadah wakaf bersumber dari:

a. Al-Quran,

1. Surat Al- Hajj ayat 77

اَ ْ ُحْل فُ اْ ُ َلَعَاَلَْ َ ُلَعَْف َ

Artinya: ‚Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan

kemenangan.24

2. Surat Al-Baqarah ayat 261

ا ة َ ا َثَمَ ا ا َسا ياْ ََُا َ ْ َ اَ ُق فْ َُياَ ْي ذا اُ َثَ اَ

اَ َساَ ْ َساْ َ ََ َْ ا َضُياُ اَ اٍة َ اُةَئا اٍةَلَُ َْ ُسا ِ ُ ا ياَ ب

اٌ لَ اٌ س َ اُ اَ اُ ا َ َياْ َم ااُ

Artinya: ‚Perumpamaan( nafkah yang dikeluarkan oleh ) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, adalah serupa sebutir benih yang menumbuhkan tujuh buti, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas karuniaNya lagi maha Mengetahui.25

3. QS. Ali- Imran ayat 92

اٌ لَ ا ه باَ ا ئَفاٍ َ اْ ا ُق فْ َُ اَ َ اَ ُ ُ ا ا ُق فْ َُ ا َ ا اْ ا ُا َ ََ اْ َا

Artinya: ‚Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta

(45)

yang kamu cinta. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,

maka sesungguhnya Allah mengetahui‛.26

b. Hadits

1. Perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada

di Khaibar: ‚Dari Ibnu Umar ra. Berkata: bahwa sahabat Umar ra.

Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap

kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata:‛

Wahai Rasulullah!, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar,

saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah

yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila

kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu

sedekahkan (hasilnya Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak

dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu

Umar: Umar menyedekahkannya kepada fakir-fakir miskin, kaum

kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak

mengapaatau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu

(pengurusnya)nakan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya)

atau makan dengan tidak bermaksut menumpuk harta (HR.

Muslim).

(46)

2. Sunnah Rasulullah

اَا َ َ

اُ َسْ ا ا اا

اُهُلَمَ اَ َطَقَْ ا

اَ اْ ا

اَ

اٍ

ا,

اٍةَي اَ جا ٍ َ َدَص

ا,

ا ه باُ َفََ َْ َُياٍ ْل اْ َ

اُهَلُ ْدَياٍ اا َصاٍدَاَ اْ َ

Artinya: ‚Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan

orang tuanya‛ (HR.MUSLIM)

Namun adapula sebagian Para ulama menafsirkan shadaqah jariyah

dengan wakaf.27

اَ ْ َ

ا َجاَ ازَ ا ا ه ْل اْ َ اُ ا َسْ ا ا اُهَجاَلْ َ اٌلا َ اُ ْ

ا,

الَ ا اُ ا َُ اَ َف

اُف

اُ ْ ََبا هْ ف

اَ ُُاُ ََْاَ اُ َ اْ َ

ا:

ا ْل ا َ اُل قَ ْفََياَ ْ ََبا اَ

ا ا

اَ اْ َ ا

اُهَااُ ااَ ا َ اُ ْ

Artinya: ‚Wakaf adalah harta yang dikeluarkan seorang Muslim

dari kepemilikannya karena Allah Azza wa jalla. Maka tidak boleh melakukan transaksi terhadapnya baik berupa jual beli, hibah, ataupun semisalnya. Karena jual beli itu membutuhkan kejelasan kepemilikan, sedangkan harta

wakaf itu tidak memiliki pemilik‛.28

3. Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004 tentang Perwakafan

Bahwa Pada Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004

disebutkan bahwa harta benda yang sudah diwakafkan dilarang

untuk, dijadikan jaminan, disita, dihibahkan , dijual, diwariskan,

ditukar, atau ditukar dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

27 Ibid. 12.

(47)

3. Rukun dan syarat wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan

syarat-syaratnya. Rukun wakaf ada 4 yaitu:

1) Wakif ( orang yang mewakafkan harta ) disyratkan memiliki

kecakapan hukum atau legal competent yang meliputi,

a. Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seorang budak, hamba sahaya

tidak sah karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara

memberikan hak milik itu kepada orang lain.

b. Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah

hukumnya, sebab ia tidak berakal dan tidak cakap melakukan

tindakan lainnya.

c. Dewasa, wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa

tidak sah hukumnya karena ia dipandang tidak cakap melakukan

akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.

d. Tidak dibawah pengampuan, orang yang berada dibawah

pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan.29

2) Mauquf Bih (barang atau harta yang diwakafkan). Harta tersebut

harus mutaqawwam, ialah segala sesuatu yang halal dan bersifat

selamanya, diketahui dengan yakin ketika diwakafkakan , harta

tersebut merupakan milik sendiri.30

3) Mauquf alaih, (tujuan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam

batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada

(48)

dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri manusia

kepada Tuhannya. Karena itu pihak yang diberi wakaf haruslah pihak

kebajikan.31

4) Shighat atau ikrar wakaf, lafadz yang diucapkan haruslah jelas.32

Sedangkan Syarat-syarat wakaf adalah sebagai berikut:

a. Wakaf berlaku untuk selamanya, tidak dibatasi, oleh waktu

tertentu. Jika ada yang mewakafkan lahan untuk jangka waktu

sepuluh tahun maka dipandang batal.

b. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang lahan

untuk kebun . Jika, tujuan tidak disebutkan, maka hasil dipandang

sah, sebab penggunaan harta wakaf merupakan wewenang

lembaga hukum yang menerima harta wakaf.

c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ada ijab dari yang

mewakafkan, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak

milik yang mewakafkan.

d. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya

khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah

dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk

selamanya.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 2004, wakaf

dapat dilakasanakan dengan memenuhi unsur wakaf yaitu: waqif, nadzir,

(49)

harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, jangka

waktu wakaf.33

4. Macam-macam wakaf

1) Wakaf ahli , yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang

tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf

seperti ini juga disebut wakaf Dzurri.34

2) Wakaf khairi yaitu, wakaf yang secara tegas untuk kepentingan

agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti

wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid,

sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan.35

5. Menukar dan Menjual Harta Wakaf

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan

Muslim dari Ibnu Umar ra, yang menceritakan tetang wakaf Umar bahwa

wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan. Perbuatan dinilai

ibadah yang senantiasa mengalir pahalanya apabila harta wakaf itu dapat

memenuhi fungsinya yang dituju. Dalam hal harta wakaf berkurang,

rusak, atau tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan

jalan keluar agar harta itu tidak berkurang, utuh, dan berfungsi. Bahkan

untuk menjual atau menukarpun tidak dilarang, kemudian ditukarkan

33 UU No.41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan.

34 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, ( Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), 14.

(50)

dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan wakaf. Salah seorang

ulama dari madzhab Hambali berpendapat bahwa apabila harta wakaf

mengalami rusak hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai dengan

tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualannya dibelikan

benda-benda lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan

wakaf dan benda-benda yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf

seperti semula.

6. Larangan Bagi Pewakaf

Waqif, hendaknya memperhatikan benda yang diwakafkan. Antara

lain: Pertama, Benda wakaf tidak boleh dihibahkan kepada siapapun.

Mengapa? karena wakaf adalah mengambil manfaat, bukan menghabiskan

bendanya.

Kedua, Benda wakaf tidak boleh diwaris. Karena bila diwaris,

berarti status wakafnya pindah menjadi milik perorangan. Ketiga, Benda

wakaf tidak boleh dijualbelikan. Karena dengan dijualbelikan, berarti

akan hilang benda aslinya. Adapun dalil larangan tiga perkara di atas,

ialah sebagaimana keterangan hadis\ Umar ra,

اَ

اُبَا ُياَ اَ اُ اَ ا ُياَ َ اُ ا َ َْ َُيا َ

Artinya: ‚Sesungguhnya tanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh di‛. (HR Bukhari).36

(51)

C. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan

Pada Undang-Undang pasal 40 No.41 tahun 2004 disebutkan

bahwa harta benda yang sudah diwakafkan dilarang untuk, dijadikan

jaminan, disita,dihibahkan , dijual, diwariskan, ditukar, atau ditukar

dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Dalam pasal 40 tahun 2004 disebutkan bahwa :

1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f

dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan

digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum

tata ruang (RUTR) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’ah.

2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas

persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan

pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar

dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya

sama dengan harta benda wakaf semula.

4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur lebih

lanjut dengan peraturan pemerintah.37

(52)

BAB III

PRAKTEK JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF DI DESA LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN

KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Peta Geografis

Berdasarkan letak geografis Kelurahan Lamper Tengah berada di

Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang.

Untuk lebih jelasnya secara administratif batas-batas wilayah

Kelurahan Lamper Tengah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Lamper Lor

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Lamper Kidul

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kedungmundu Kelurahan

Tembalang

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Peterongan

Kecamatan Semarang Selatan terbagi menjadi 10 kelurahan yaitu:

Barusari, Bulustalan, Lamper Kidul, Lamper Lor, Lamper Tengah,

Mugassari, Peterongan, Pleburan, Randusari, Wonodri.

1. Peta Demografis

Dengan tanah Seluas 196, 217 Ha, Wilayah ini dihuni 3.573 kk.

Adapun keseluruhan jumlah penduduk Kelurahan Lamper Tengah

(53)

yang terdiri dari berbagai latar belakang menurut usia, jenis kelamin,

agama, tingkat pendidikan,dan menurut mata pencaharian.

a. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap

produktivitas kerja seseorang adalah umur atau usia. Karena dengan

semakin bertambahnya umur seseorang maka akan mempengaruhi

kemampuannya untuk melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas,

dimana pengaruh tersebut akan nampak pada kemampuan fisik

seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia di Kelurahan

Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang dapat

[image:53.595.141.505.308.731.2]

dilihat pada table 3.1.1

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok usia/umur.

No. Kelompok Umur/Usia Jumlah/Jiwa

1. 0-4 3.331

2. 5-9 1.013

3. 10-14 909

4. 15-19 1.041

5. 20-24 1.383

6. 25-29 1.366

7. 30-34 1.160

(54)

8. 35-39 939

9. 40-44 833

10. 45-49 628

11. 50-54 420

12. 55-59 279

13. 60-64 165

14. 60 keatas 69

Jumlah 13.536

Berdasarkan data statistik di atas jumlah penduduk usia

produktif di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan

Kota Semarang yaitu 15-59 tahun adalah 8.049 jiwa. Artinya

didominasi usia produktif tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa

tingkat produktifitas penduduk Lamper Tengah sangat dominan

apabila ditinjau berdasarkan usia/umurJumlah Penduduk Berdasarkan

Jenis Kelamin.

Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan

Semarang Selatan Kota Semarang berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada table 3.2.2

(55)
[image:55.595.163.513.180.568.2]

Tabel 3.2

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1. Laki-laki 6.871

2. Perempuan 6.665

Jumlah 13.536

Tabel 3.2, menunjukkan bahwa jumlah penduduk

Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan Kota

Semarang antara laki-laki dan perempuan sangatlah berbeda tipis,

dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.871 jiwa dan jumlah

penduduk perempuan sebanyak 6.665 jiwa.

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan

Semarang Selatan Kota Semarang berdasarkan agama yakni

[image:55.595.166.458.604.743.2]

mayoritas atau didominasi oleh penduduk yang beragama Islam.

Tabel 3.3

Jumlah penduduk berdasarkan agama

No. Agama Jumlah (Jiwa)

1. Islam 11.640

2. Katolik 1.006

(56)

4. Hindu 204

5. Budha 107

Jumlah 13.536

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

penduduk di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang

[image:56.595.143.482.313.656.2]

Selatan Kota Semarang dapat dilihat pada table 3.4.

Tabel 3.4

Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

No. Jenis Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. Perguruan Tinggi 337

2. Tamat SMA 441

3. Tamat SMP 3.104

4. Tamat SD 3.552

5. Tidak Tamat 2.721

6. Belum Tamat SD 818

7. Tidak Tamat SD 1.143

8. Tidak Sekolah 446

Jumlah 12.562

Bagi kebanyakan penduduk di Kelurahan Lamper Tengah

(57)

menjadi hal yang penting terlihat dari mayoritas pendidikan

penduduk yang hanya sampai sekolah menengah.

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk di Kelurahan Lamper Tengah sangatlah

didominasi pada mata pencaharian sebagai Buruh dan Jasa karena

disini kebanyakan orang bekerja sebagai Buruh (Kuli), Tukang dan

[image:57.595.158.498.314.626.2]

Wiraswasta.

Tabel 3.5

Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)

1. Karyawan 499

2. Wiraswasta 1.151

3. Pertukangan 1.637

4. Buruh 3.431

5. Pensiun 395

6. Jasa 2.359

Jumlah 9.472

B. Jual Beli Lahan Pemakaman berstatus Tanah Wakaf

a. Lokasi Letak lahan pemakaman berstatus tanah wakaf yang

diperjualbelikan itu terletak di Rt 05 Rw 06, Kelurahan

(58)

Semarang. Ukuran lahan pemakaman ini berada di tanah

seluas 20x30 meter, jadi luasnya 600m2.

b. Pemilik

Alm. Mbah Rasipen merupakan pemilik lahan pemakaman

berstatus tanah wakaf yang diwakafkan sebagai pemakaman.3

c. Penjual

Pak Ari sebagai nadzhir dan penjual merupakan keturunan

dari mbah Rasipen pemilik tanah wakaf, yang merupakan

cucu dari mbah Sumi putri dari Mbah Rasipen, pak Ari

menjual lahan pemakaman berstatus wakaf tersebut tanpa

sepengetahuan dari saudaranya, dikarenakan tempat tinggal

yang jauh dari lahan pemakaman desa Lamper tengah

Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten Semarang.4

d. Status tanah ini merupakan tanah wakaf milik mbh Rasipen,

tanah hasil kekayaan ini diwakafkan sebagai tanah

pemakaman, yang dikelola sendiri oleh keturunan dari mbah

Rasipen.

(59)

e. Pak widodo merupakan warga gayam sari yang ingin

memakamkan kakak kandungnya dengan alasan karena

banyak anggota keluarga yang tinggal di desa lamper tengah.5

1). Pak Cipto beliau ingin memakamkan istrinya di

pemakaman tersebut karena posisi pemakaman yang

dekat dengan rumah. pak Cipto adalah warga desa

Lamper Tengah.6

f. Latar Belakang jual beli

Informasi yang didapatkan dari narasumber yaitu

Bapak Ari Nuryanto di Kelurahan Lamper Tengah, bahwa

sebelumnya tanah tersebut merupakan tanah kekayaan dari

mbah Rasipen yang memiliki lebar 20m dan panjang 30m.

Juru kuncinya dan nadzirnya pada awalnya adalah mbah Sumi

kemudian diteruskan pak Yuri (ayah dari bapak ari),

kemudian dilanjutkan ibu Jami (ibu dari pak ari) karena

sering sakit-sakitan dan sudah berumur tua 85 tahun,

akhirnya pak Ari yang menggantikannya.7

Awalnya tanah dari mbah Rasipen tersebut

diwakafkan untuk umum sebagai pemakaman, karena jumlah

penduduk didesa lamper yang semakin banyak dan

kurangnya tanah pemakaman didaerah tersebut, tentu ada

(60)

orang yang memakamkan anggota keluarga maupun

saudaranya didesa tersebut, namun ada pula warga yang

bukan merupakan warga desa lamper tengah dimakamkan

didesa tersebut alasannya karena ingin dekat dengan anggota

keluarga atau mayoritas saudara berada didesa tersebut. Pak

Ari menjual lahan pemakaman berstatus wakaf tersebut

untuk biaya tambahan hidup keluarganya, karena pak Ari

hanya bekerja serabutan tiap harinya.

Tanah wakaf merupakan tanah hak milik yang

sudah diwakafkan oleh seseorang, atau badan hukum dengan

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa

tanah hak milik dan melembagakan untuk selama-lamanya

g. Proses Pelaksanaan Jual Beli Lahan Pemakaman Berstatus

Wakaf di desa Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan

Kabupaten Semarang.

Bapak Widodo, beliau merupakan warga desa

gayam sari, yang ingin memakamkan kakak kandungnya di

pemakaman Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan

Kabupaten Semarang, beliau ber

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok usia/umur.
Tabel 3.2 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 3.4 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 3.5 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

Referensi

Dokumen terkait

• Sel punca non-embrionik adalah sel punca yang berasal bukan dari sisa embrio atau sering disebut juga sel punca dewasa berasal dari sisa embrio atau sering disebut juga sel

Sebanyak 32 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien penyakit jantung bawaan asianotik dengan usia 2 – 6 tahun beserta dengan orangtuanya

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman katuk aksesi Cianjur memiliki hasil terbaik pada peubah jumlah tunas, total panjang tunas, jumlah daun, jumlah anak daun, bobot segar, dan

Selanjutnya dapat dilihat bahwa pos yang memiliki kontribusi paling besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamandau adalah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, dan

4 (a) The working capital cycle illustrates the changing make-up of working capital in the course of the trading operations of a business:.. 1 Purchases are made on credit and the

(3) Daya Pembeda soal menunjukkan 33 butir soal atau 66% memiliki daya pembeda jelek, 11 butir soal atau 22% memiliki daya pembeda cukup, 3 butir soal atau 6% memiliki daya

Menurut Sihite (2011:65), menyatakan bahwa setiap orang yang datang ke hotel baik untuk menginap, makan, minum, atau untuk keperluan lainnya, biasanya disebut

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di