TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI
LARANGAN PERNIKAHAN SESAMA SUKU MASYARAKAT
DESA LOHAYONG KECAMATAN SOLOR TIMUR
KABUPATEN FLORES TIMUR
SKRIPSI Oleh
IBRAHIM TUTONG C01211022
Universitas Islam NegeriSunanAmpel
FakultasSyariah DanHukum
JurusanHukumPerdata Islam
Prodi HukumKeluarga Islam (AS)
ABSTRAK
Skripsi dengan berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Sesama Suku Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur” ini merupakan penelitian lapangan untuk menjawab permasalahan: bagaimana deskripsi tentang tradisi larangan pernikahan sesama suku masyarakat desa Lohayong? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap larangan pernikahan sesama suku masyarakat desa Lohayong?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut metode yang digunakan adalah dengan metode observasi, interview dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pertama, tradisi larangan pernikahan sesama suku adalah keyakinan yang timbul karena adanya ikatan emosional yang kuat antara masyarakat dengan nenek moyang atau para leluhurnya. Praktik larangan pernikahan sesama suku masyarakat Lohayong, menurut para tokoh berawal dari kejadian yang telah lampau, ada salah satu keluarga yang melangsungkan pernikahan sesama suku, pasca pelaksanaan pernikahan, keluarga tersebut mengalami musibah yang berturut-turut, maka setelah kasus tersebut nenek moyang pada waktu itu mulai meyakini bahwa musibah itu terjadi disebabkan oleh adanya praktik pernikahan sesama suku tersebut. Sehingga sampai sekarang kepercayaan itu masih diyakini dan di pegang teguh oleh masyarakat di Desa Lohayong, diperkuat lagi dengan adanya image atau pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh nenek moyang terdahulu adalah mentaatinya menjadi sebuah kaharusan. Kedua, kaitanya dengan hukum Islam, tidak ada satupun ayat ataupun hadis yang memuat atau menyinggung terkait dengan larangan perkawinan sesama suku. Islam hanya melarang karena disebabkan oleh adanya nasab, keluarga semenda dan saudara sesusuan. Itu artinya Islam tidak melarang kepada keluarga yang ingin melangsungkan perkawinan putra/putrinya dengan pasanganya masing-masing sekalipun memiliki latar belakang suku yang sama, selama tidak melanggar rukun dan syarat pernikahan dalam syara’.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Kajian Pustaka ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8
G. Definisi Operasional ... 8
H. Metode Penelitian ... 9
I. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LARANGAN PERNIKAHAN MENURUT ISLAM ... 15
A. Pengertian Pernikahan ... 15
B. Dasar Hukum Pernikahan ... 18
C. Rukun dan Syarat Pernikahan ... 20
D. Sebab Larangan Pernikahan ... 29
BAB III DESKRIPSI TRADISI LARANGAN PERNIKAHAN SESAMA SUKU MASYARAKAT DESA LOHAYONG KECAMATAN SOLOR TIMUR KABUPATEN FLORES
TIMUR ... 40
A. Deskripsi Wilayah ... 40
B. Bentuk-Bentuk Pernikahan Sesama Suku Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur ... 47
C. Proses Pelaksanaan Pernikahan Sesama Suku Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Kabupaten Flores ... 56
D. Dampak Pernikahan Sesama Suku Terhadap Perekonomian Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur ... 65
BAB IV ANALISI TERHADAP LARANGAN PERNIKAHAN SESAMA SUKU MASYARAKAT DESA LOHAYONG KECAMATAN SOLOR TIMUR KABUPATEN FLORES TIMUR ... 68
A. Deskripsi Tradisi Larangan Pernikahan Sesama Suku Masyarakat Desa Lohayong ... 68
B. Tentang Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Larangan Pernikahan Sesama Suku Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores ... 69
BAB V PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mensyariatkan adanya pernikahan ini merupakan pemenuhan
kebutuan manusia yang menurut fitrahnya secara bilogis membutuhkan
hubungan dengan lawan jenisnya, yaitu hubungan antara pria dan wanita.
Pernikahan menurut Islam adala penyatu dua jiwa yang di ciptakan dari satu
dzat yang sama.1
Oleh sebab itu, pernikahan merupakan lembaga suci yang harus di
lindungi agar terhindar dari ganguan. Kebahagian keluarga adalah salah satu
tujuan yang ingin dicapai oleh setiap pasangan suami istri dalam mengarungi
bahtera rumah tangga.Secara garis besar sistem pernikahan sesama suku di
masyarakat desa lohayong sudah sangat amat tua, sama tuanya dengan
riwayat hidup manusia.Asal mulanya pernikahan itu di kalangan masyarakat
yang masih primatif pada zaman terdahulu hubungan antara laki- laki dan
perempuan masih belum ada aturan yang jelas, akan tetapi dengan berjalanya
waktu aturan dalam perkawi itu sudah mulai dikenal dan dalam hal ini oleh
masyarakat lohayong dikenal dengan sebutan pernikahan beli.maksudnya
seorang laki- laki harus memberikan sejumlah uang kepada orang tua atau
keluarga perempuan yang dinikahi itu.
2
Kalau di pandang sebagai uang beli, selama uang beli itu belum di
lunasinya maka si suami belum mempunyai hak penuh kepada istrinya dan
berbagai cara yang lain yang mereka lakukan, kemudian datanglah agama
Islam yang paling mulia disisi Allah SWT dan paling sempurna dan
dibawah oleh Rasulullah untuk mengatur kehidupan manusia termasuk
masalah pernikahan ini, agar umat manusia khususnya umat Islam tidak
terjebak ke dalam kemungkaran dalam menjalankan acara pernikahan ini.
Sebab pernikahan ini bukan suatu main- mainan, karena pernikahan menurut
Islam aqad yang sangat kuat dan mitzaqan ghalidzan untuk mentaati
perinta allah dan melaksanakanya merupakan suatu ibadah, dan tujuanya
untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah.
Dengan tujuan pernikahan di atas maka pernikahan senantiasa
dilakukan sesuai dengan hukum Islam maupun hukum positif. Di Indonesia
ada kantor urusan Agama (KUA) sebagai tempat bagi umat Islam untuk
mencatatkan pernikahanya secara sah agar diakui sah oleh negara. Dalam
masyarakat adatada dua sistem yang di atur sebagai dasar untuk
melaksanakan pernikahan yaitu: agama dan adat. Agama yaitu: nilai atau
norma yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis, sedangkan adat yaitu
nilai dan norma yang tidak tertulis akan tetapi diyakini dan di pegang
teguh oleh masyarakat sampai turun temurun.
Antara agama dan adat di campuradukan dalam pernikahan
sehingga dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dalam
3
Kecamatan Solor Timur.Nikah sesama suku bagi masyarakat desa Lohayong
merupakan sesuatu yang melanggar peraturan adat. Mereka yang tetap
melangsungkan pernikahan sesama suku akan diasingkan atau dimarjinalkan
dalam pergaulan sehari-hari dari lingkungan desa Lohayong atau dalam
istilah adat dikenal dengan sebutan petutuka’a(bahan pembicaraan orang
lain)satu kampung, cemoohan dan pengucilan. Orang yang satu suku tidak
boleh kawin, kendatipun mereka beda Kabupaten, Kota, Kecamatan dan
Desa.
Jika kawin satu suku dilakukan maka akan mendapatkan kutukan
dalam rumah tangga dan keluarga (err’e hala), dalam keyakinan masyarakat
desa Lohayong apabila perkawinan sesama suku tetap dilakukan maka bagi
para pelaku tidak akan dikarunia keturunan, ada pun keturunan yang terlahir
akan mengalami kecatatan fisik dan keterbelakangan mental (akibat
genetika), kalau mereka mendapatkan keturunan maka keturunan
diperkirakan akan buruk selaku mereka yang kawin sesuku diyakin sebagai
pelopor kerusakan hubungan dalam kaumnya, (kalangan satu suku),
menimbulkan kesenjangan dalam tatanan sosial.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang kepala suku
Lohayong pada tanggal 26 Juli 2012.2kawin satu suku memang
menyebabkan anak berakhlak buruk, sehingga rumah tangga akan
menimbulkan pertengkaran. Sementara pembicara lainya, Alis Marajo dan
Sori Marajo dalam makalanya juga menyimpulkan, sesuku atau sepayung
2 Maser Lamarobak, Wawancara, Desa Lohayong Kec. Solor Timur Kab. Flores Timur, 26
4
adalah status yang tidak elok dan menimbulkan kesenjangan sosial, hingga
berakibat terjadinya disporitas sosial di kalangan komunitas masyarakat
Lohayong.3
Sebagaimana kita ketahui, bahwa pernikahan itu termasuk salah
satu sunnah Rasul sebagaimana Allah SWT berfirman:4
Artinya: Dan sesungguhnya kami telah mengutuskan beberapa Rasul sebelum kamu dan kami berikan mereka isteri – isteri dan keturunan’’ (Q.S al-Ar-ar’d :38)
Pernikahan juga termasuk, salah satu karunia Allah terhadap
hamba -hambanya.karena melalui pernikahan akan tercipta berbagai
kemaslahatan dunia dan akhirat, kemaslahatan individu dan sosial
sehingga pernikahan menjadi sebuah tuntutan secara syari’at. Diantara
kewajiban terhadap kenikmatan menikah ini adalah bersyukur jangan
sampai pernikhan ini di jadikan sebagai jalan menuju apa yang di haramkan
oleh Allah SWT .
Diantara yang dapat merusak rasa bersyukur terhadap kenikmatan
tersebut adalah banyaknya terjadi pelanggaran dan kemungkaran yang
berkaitan dengan pernikahan, hanya saja berbagai jenis pelanggaran itu
berbeda beda tergantung zaman dan tempat. satu hal yang wajib bagi umat
muslim adalah menghindari semua pelanggaran –pelanggaran tersebut dan
memberikan peringatan kepada orang lain agar tidak melakukanya, serta
3Bandaro.Perkawinan Eksogami Dalam Masyarakat Adat Lohayong.2010,4
4 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Departemen Agama RI: Pustaka Mantiq Solo,
5
menjalankan perinta Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Hadits-hadits
Rasulullah. Di antara pelanggaran yang di lakukan oleh sebagian umat Islam
dewasa ini terkhusus di masyarakat Desa Lohayong , Kecamatan Solor
Timur Kabupaten Flores Timur adalah mengharuskan setiap pasangan yang
melangsungkan perkawinan berbeda suku, padahal dalam Agama tidak
menerapkan larangan semacam itu.
B. Identifikasi Dan Batas Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan
diatas, maka dapat diidentifikan oleh penulis, sebagai berikut:
1. Deskripsi tradisi larangan perkawinan sesama suku masyarakat Desa
Lohayong kec. Solor Timur Kab. Flores Timur
2. AnalisisHukum Islam terhadap larangan pernikahan sesama suku
masyarakat Lohayong kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores.
3. Pandanagan para tokoh terkait dengan larangan pernikahan sesama suku
4. Pendapat para pelaku yang melangsungkan pernikahan sesama suku
5. Efektifitas larangan pernikahan sesama suku di desa Lohayong kec.
Solor Timur Kab. Flores Timur
Dari indentifikasi masalah tersebut diatas, dan banyaknya persoalan
yang di temukan dilapangan,untuk menghindari terjadinya kerancuan serta
melebarnya bahasa dalam skripsi yang penulis angkat, maka penulis
6
1. Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Larangan masyarakat Desa
Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores
2. Pandangan tokoh agama dan masyarakat terkait dengan adanya tradisi
larangan masyarakat Lohayong Kecamatan Solor Timur
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas , dapat dirumuskan
beberapa masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini, rumus masalah
tersebut adalah
1. Bagaimana larangan pernikahan sesama suku di desa Lohayong Kec.
Solor Timur Kab. Flores Timur?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang larangan pernikahan sesama
suku di Desa Lohayong?
D. Kajian Pustaka
Walaupun persoalan yang penulis angkat adalah kepercayan pada
masyarakat tertentu (tidak semua daerah selalu ada), artinya persoalan ini
tidak banyak diketahui umum, akan tetapi bukan berarti hal ini belum ada
yang mengangkat kepermukaan, sebab sejauh yang penulis ketahui ada
beberapa yang telah menyinggungnya lewat penelitian, diantaranya:
1. Tradisi Perkawinan Adat di Kecamatan Tapanulis Selatan ditinjau
dalam hukum Islam, oleh Damrin Nasution: skripsi ini mkenjelaskan
7
konsep hukum Islam. Ia mengemukakan bahwa dalam perkawinan adat
tersebut terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan konsep hukum
Islam.5
2. Upacara pernikahan adat jawa analisis simbol untuk memahami pandang
hidup orang jawa, oleh Puji Wiyandari: pada penelitian ini difokuskan
pada makna symbol upacara pernikahan untuk memahami pandanga
hidup orang jawayang dapat di lihat dari proses pelaksanan serta
perlengkapan –perlengkapan yan digunakan dalam upacara pernikahan.6
Dari hasil telaah pustaka yang di lakukan oleh penulis terhadap
penelitian sebelumnya, bahwa walapun sama – sama membahas terkaitan
dengan perkawinan adat, akan tetapi penulis berkesimpulan bahwa penelitian
yang dilakukan oleh penulis lebih spesifik membahas terkait dengan
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Larangan (Pernikahan Sesama
Suku ) Masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten
Flores Timur.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang di
harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang tradisi larangan (pernikahan sesama suku)
pada masyaraka Lohayong
5Damrin Nasution, “Tradisi Perkawinan Adat Di Kecamatan Pananuli Selatan Di Tinjau
Dalam Hukum Islam” (Skripsi--UI Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008), 25.
6Puji Wiyandari, “Upacara Pernikahan Adat Jawa Analisis Simbol Untuk Memahami
8
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang larangan pernikahan
sesama suku di Desa Lohayong
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Bahwa penelitian dapat di pertimbangan oleh masyarakat Desa
Lohayong ke depan, dalam melaksanakan upaacara pernikahan dan harapan
penulis semoga penyimpangan- penyimpangan dalam pernikahan ini bisa
ditinggalkan oleh masyarakat Desa Lohayong Flores Timur.
1. Aspek teoritis, diharapkan dengan penelitan ini dapat memberikan
informasi seputar tentang tradisi larangan (pernikahan sesama suku )
masyarakat desa lohayong kecamatan solor timur kabupaten flores
timur
2. Aspek praktis, sekiranya dapat memberikan sumbangsih terkait dengan
tradisi masyarakat Indonesia yang unik dan beragam, lebih khususnya
tradisi pernikahan sesama suku di desa Lohayong Kec. Solor Timur Kab.
Flores Timur dengan menggunakan hukum Islam sebagai pisau analisis.
G. Defenisi operasional
Untuk mempermudahkan pemahaman penelitian ini, maka perlu
penulis mendefenisikan istilah –istilah dari potongan kata yang terdapat
9
Tradisi Larangan Perkawinan Sesama Suku :ialah larangan melangsungkan
pernikahan sesama marga atau sesama
klan yang terdapat pada masyarakat
desa Lohayong Kec. Solor Timur Kab.
Flores Timur
Hukum Islam : segala peraturan agama yang telah
ditetapkan Allah untuk manusia, baik
dari Al-Quran maupun dari sunah
Rasulullah Saw.
H. Metode Penelitian
1. Data yang Dikumpulkan
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
a. Data Tradisi Larangan masyarakat desa Lohayong kecamatan
Solor Timur Kabupaten Flores Timur
b. Data pencatatan pernikahan sesama suku di desa Lohayong Kec.
Solor Timur Kab. Flores Timur
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa
sumber primer dan sekunder yaitu:
a. Sumber Primer
Data primer merupakan sumber yang secara langsung terkait
10
Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur.
Mengingat data primer adalah data utama demi kelangsungan
penelitian, maka penulis dalam hal ini mewawancarai beberapa
tokoh-tokoh masyarakat di Desa tersebut,yang terdiri dari:
1. Bapak Drs. Musa B Lamarobak selaku tokoh Agama di desa
Lohayong Kec. Solor Timur kab. Flores Timur
2. Bapak Taher Kasim selaku kepala Desa Lohayong
3. Bpk Maser Lamarobak selaku kepala adat desa Lohayong Kec.
Solor Timur Kab. Flores Timur
b. Sumber sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga atau
institusi tertentu.menurut pendapat yang lain, data sekunder adalah
data yang tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan
mengumpulkan untuk digunakan sebagai penunjang data
primer.7Pada umumnya, data sekunder digunakan sebagai
pendukung atau pelengkapa dari data primer. Tentu yang di maksud
adalah studi analisis hukum Islam terhadap tradisi larangan
masyarakta Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten
Flores Timur.yang terdiri dari buku-bukuk buku,skripsi maupun
dokumen yang berkaitan dengan penelitian yang meliputi:
1. Basri Hasan. Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama.
Yogyakarta: Pustraka Pelajar, 1999
11
2. Islam dan Perkawina Karya Nadima Tanjung
3. Konstruksi Seksualitas Islam Dalam Wancana Sosial Karya
Sudirman Rahamat
4. Kawin Sesuku Bawa Penyakit Genetik Karya Eriandi
5. Perkawinan dan Persoalan Dalam Islam Karya Hamidy
Muammal
6. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan Karya Kamal
Muchtar
7. Wawancara Bapak Drs. Musa B Lamarobak selaku tokoh
Agama di desa Lohayong Kec. Solor Timur kab. Flores Timur
8. Wawancara Bapak Taher Kasim selaku kepala Desa Lohayong
9. Asas-asas dan susunan hukum adat karya Sorojo Wignyodiporo
3. Teknik pengumpulan data
Untuk menjadi sebuah penelitian yang dapat dipertanggung
jawaban . penulis menggunakan metode literatul, yaitu : dengan cara
menggali beberapa informasi yang ada di berbagai buku yang
berhubungan dengan tempat penelitian, di samping itu juga tidak
menutup kemungkinan untuk mencari data lainya seperti:
a. Dokumentasi, merupakan suatu teknik yang oleh penulis digunakan
untuk menghimpun data tertulis dengan memakai konsep analisis.
Teknik ini diterapkan oleh penulis untuk menghimpun data tertulis
terkait dengan larangan perkawinan sesama suku masyarakat Desa
12
seperti dokumen pera pelaku pelaksana pernikahan sesama sukudi
kantor urusan Agama setempat
b. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui Tanya jawab, tentu dalam hal ini ialah
wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan para tokoh serta
para pelaku yang melaksanakan pernikahan sesama suku di desa
Lohayong sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Deskriptif analisis induktif, yaitu menjelaskan
permasalah-permasalahan khusus secara sistematis segala fakta actual yang
ditemukan, kemudian dari hasil tersebut dapat ditarik sebagai
kesimpulan yang kongkrit yang sifatnya umum. Tentu yang dimaksud
oelh penulis adalah terkait adanya larangan pernikahan sesama suku
masyarakat Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores
Timur dengan menggunakan studi analisis. Dan dikaitkan pula dengan
teori dan dalil-dalil yang terdapat dalam literatur sebagai bahan
penunjang dalam menganalisis, sehingga memperoleh kesimpulan yang
13
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dengan tujuan demi kelancaran
sistematika penulisan serta mempermudah pemahaman dalam membaca,
yaitu sebagai berikut:
Bab pertama dimulai dari pendahuluan sebagai desain penelitian, bab
ini terdiri atas Latar Belakang Masalah, Identifikasi Dan Batasan Masalah,
Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil
Penelitian, Devinisi Operasional, Metode Penelitian, dan diakhiri dengan
Sistematika Pembahasan.
Bab ke Dua terdiri atas landasan teori sebagai bahan analisis terhadap
pokok masalah. Bab ini juga berisi uraian tentang Tinjauan hukum Islam
yang terdiri dari: pengertian pernikahan, dasar hukum, rukun dan syarat
pernikahan, sebab-sebab adanya larangan pernikahan, kedudukan hukum
larangan pernikahan dan istinbat hukum terhadap larangan pernikahan
sesama suku masyarakat desa lohayong kecamatan solor timur kabupaten
flores timur
Bab ke Tiga meliputi tradisi larangan pernikahan sesama suku
masyarakat desa lohayong kecamatan solor timur kabupaten flores timur
profil desa lohayong yang terdiri dari letak geografis desa lohayong serta
keadaan masyarakat desa lohayong.serta dalam bab ini pula mencakupi
gambaran umum terkaitan dengan larangan pernikahan sesama suku
14
pernikahan sesama suku dan konsekuensi terhadap pelaku yang
melaksanakan pernikahan sesama suku.
Bab ke empat memuat analisis deskripsi tradisi larangan pernikahan
sesama suku.studi analisis hukum Islam terhadap larangan pernikahan
sesama sukum di desa lohayong kecamatan solor timur kabupaten flores
timur
Bab ke lima memuat penutup yang merupakan akhir pembahasan
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan “nikah’’dan
perkatan “ziwaj Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat)
dan arti kiasan (majaaz).arti yang sebenarnya nikah ialah :’’dham’’yang
berarti menghimpit,menindiha atau berkumpul, sedangkan arti kiasnnya
ialah: watahaa’’yang berarti bersetubuh atau aqad’’yang berarti
‘’mengadakan perjanjian pernikahan, dalam pemakaian bahasa sehari-hari
perkatan nikah lebih banyak dipakai dalam arti kiasan dari pada arti yang
sebenarnya.1
Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan kata
perkawinan. Dalam bahasa indonesia perkawinan berasal dari kata “ kawin”
yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh”2 istilah kawin, digunakan
secara umum, untuk tumbuhan, hewan, dan manusia, dan menunjukan proses
generatif secara alami. Berbeda dengan itu, nika hanya digunakan pada
manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat
istiadat, dan terutama menurut agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan,
karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan
1 H.M.A. Tihami, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hal 7.
16
dari pihak perempuan) dan kabul(pernyataan penerimaan dari pihak laki-laki)
selain itu, nikah juga bisa diarikan sebagai bersetubuh.3
Dalam masalah pernikahan, para ahli fiqih mengartikan nikah
menjadi beberapa pendapat. mereka berbeda pendapat tentang arti kiasan
yang mereka pakai. Imam Abu Hanif memakai arti setubuh, sedangkan Imam
Asy-Syafi’I memakai arti mengadakan perjanjian perikatan.
Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum dan pemakaian
perkatan nikah’di dalam Al-Qur’an dan Hadits-hadist Nabi maka nikah
dengan arti perjanjian perikatan lebih tepat dan banyak dipakai dari pada
nikah’dengan arti’setubuh. Dalam Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi Saw
perkatan nikah’pada umunya diartikan dengan perjanjian perikatan.4
Firman Allah:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.(Q.S.an-Nur :32)
Dan Firman Allah Swt:
3 Abd. Rahman Assegaf, Studi Islam Kontekstual Elaborasi Paradigma Baru Muslim
Kaffah(Yogyakarta: Gama Media, 2005) hal 131.
4 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum IslamTentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang,
17
‘’Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Allah SAW menyatakan,bahwa nikah itu bukanlah suatu perjanjian
yang biasa saja. Tapi suatu perjanjian yang kuat.
Firman Allah:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.(Q.S.AN-Nisa :21)
Pernikahan menurut istilah terdapat beberapa defenisi yang pada
intinya mengarah kepada satu tujuan yang sama misalnya:
Dalam buku undang- undang pernikahan di Indonesia disebutkan
bahwa, perkawinan adalah ‘’Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan memebentuk rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5
Didalam kompilasi hukum Islam di Indonesia menyebutkan bahwa
pernikahan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat
kuat mitsaqan ghalidzah untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya
merupakan ibadah.Adapun dalam kitab Daa-iratu Ma’arif (encyclopaedie),
Muhammad Farid Wajib menerangkan bahwa Nikah itu salah satu dari
keperluan jasmaniyang telah di adakan oleh Allah Yang Maha Bijaksana
untuk menjaga keadaan bangsa manusia, sebab kalau nikah itu tidak
dijadikan keperluan jasmani, tentulah tidak akan di inginkan oleh seseorang
karena menanggung bebean hidup pernikah itu berat.
18
Maksudnya adalah nikah itu salah satu keperluan jasmani yang
memang telah di adakan oleh Allah, bukan oleh pikiran manusia untuk
mengatur perikehidupan manusia supaya teratur dan beres.sebab kalau
manusia tidak diatur atau di ikat dengan nikah, tentulah bangsa manusia itu
tidak terpelihara keberadanya.
Tegasnya, pernikahan ialah suatu akad atau perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan asas kebahagian hidup berkeluarga yang diliputi rasa
ketentraman serta kasih sayang denga cara yang diridho Allah SWT.
B. Hukum Melakukan Pernikahan
Di Indonesia,umumnya masyarakat memandang, bahwa hukum asal
melakukan perkawinan ialah mubah. Karena hal ini banyak di pengaruhi oleh
pendapat ulama Syafi’iyah. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah,
Malikiyahdan Hambaliyah, hukum melakukanpernikahan itu sunnah. Ulama
Dhahiriyah menetapkan hukum wajib bagi muslim untuk melakukan
perkawinan seumur hidup.
Terlepas dari pendapat Imam Madzhab, berdasarkan nash-nash baik
al-Quran maupun As-Sunnah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin
yang mampu untuk melangsungkan pernikahan. Namun demikian, kalau
dilihat dari segi kondisi orang yang melakukan serta tujuan melaksanakanya,
maka melakukan pernikahan itu dapat dikenakan hukum wajib,sunnah,
haram, makruh atau pun mubah.6
19
1. Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
seandainya tidak kawin, Hukum melakukan pernikahan bagi orang
tersebut hukumnya wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang
terlarang. jadi menjaga diri itu harus dengan melakukan pernikahan ,
sedangkan menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan pernikahan
itupun wajib. Sesuai dengan qaedah:
مِتَي ََاَم
إ ُِوَج َجََُِ َإُِوَجَِ َ و ِإُِوَجاَو
“Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali denganya, maka sesuatu
itu hukumya wajib’’
Jadi hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut
merupakan hukum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga
diri dari perbuatan ma’siyat.
2. Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Sunnah
Orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak kawin dikhawatirkan
akan berbuat zina, maka hukumnya melakukan perkawinan bagi orang
tesebut adalah sunnah. Alasan menetapkan hukum sunnah itu ialah dari
anjuran al-Quran seperti tersebut dalam surat An-nur: 32 dan Hadits
Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abdullah
20
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-
wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Baik ayat al-Qur’an maupun as-Sunnah tersebut sama-sama
berbentuk perintah tetapi berdasarkan qaidah-qaidah yang ada, perintah
tadi tidak memfaedakan hukum waji tapi sunnah saja.
3. Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan
serta tanggun jawab unutuk melaksanakan kewajiban-kewajibanya
dalam rumah tangga, sehingga apabila melangsungkan pernikahan akan
terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan pernikahan
bagi orang tersebut adalah haram , sehingga Allah melarang keras
orang yang melakukan hal- hal yang akan mendatangkan kerusakan.
4. Melakukan Pernikahan yang Hukumanya Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pernukahan juga cukup mempunyai kemampuan untuk memahami diri,
21
sekiranya tidak kawin, hanya saja orang ini tidak mempunya keinginan
yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri yang baik.
5. Melakukan Pernikahan yang Hukumanya Mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukanya,tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan
istrinya.
C. Rukun Dan Syarat Pernikahan
Al-Quran menggambarkan pernikahan itu sebagai perjanjian antara
Allah dengan manusia, serta antara manusia yang terlibat didalamnya, tentu
saja agar perjanjian itu bisa kuat dan saling memuaskan satu sama lainya.7
Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis
manusia yang wajar dan dengan cara-cara yang terhormat, dan dalam ajaran
Nabi, perkawinan ditradisiskan menjadi sunah beliau. Karena itulah,
pernikahan yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu diatur dengan
syarat dan rukun tertentu, agar tujuan disyariatkanya perkawinan tercapai.
Sebelum membahas tentang rukun dan syarat perkawinan, alangkah
baiknya diketahui terlebih dahulu istilah dari syarat dan rukun perkawinan
itu sendiri.Rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian
22
pekerjaan.8 Rukun sebagai bagian dari sesuatu, yang sesuatu itu tidak akan
terkecuali dengan adanya bagian itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang
mesti ada dan tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan.
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang menjadi sarana bagi
terlaksananya pernikahan atau sesuatu yang menjadikan dapat
dilaksanakanya perkawinan itu bila sesuatu itu ada, jika sesuatu itu tidak ada
maka pernikahan itu tidak akan bisa terlaksana. Akan tetapi bukan berarti
apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut sudah ada pernikahan dapat
dilangsungkan, demikian juga sebaliknya jika salah satu rukunya tidak ada
maka perkawinan juga tidak dapat terlaksana.9
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai syarat dan rukun
pernikahan menurut hukum Islam.Syarat-syarat perkawinan mengikuti
rukun-rukunya, seperti dikemukakan Kholil Rahman.10
a. Calon mempelai pria, syarat-syaratnya:
1) Beragama Islam
2) Laki-laki
3) Jelas orangnya
4) Dapat memberikan persetujuan
5) Tidak terdapat halangan perkawinan
b. Calon mempelai wanita, syaratnya:
1) Beragama Islam atau Ahli Kitab
8Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat. 45-46.
9 Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan “Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk”(Yogyakarta:
al-Bayan, 1994), 52.
23
2) Perempuan
3) Jelas orangnya
4) Dapat dimintai persetujuanya
5) Tidak terdapat halangan perkawinan
c. Syarat-syarat wali nikah
Pernikahan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan
atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.11. Abu Yusuf dan Abu
Tsaur berpendapat, sah perempuan bernikah, asalkan sudah diizinkan
oleh walinya, tetapi jika ia berkawin dengan tidak diizinkan oleh
walinya, lalu kedua-duanya mengadukan pernikahan itu kepada hakim,
dan hakim pun menetapkan sah perkawinan itu, maka tiadalah boleh
bagi hakim yang bermazhab Syafi’I untuk membatalkan.12 Wali
hendaknya seorang laki-laki, muslim, baliq, berakal dan adil (tidak
fasik). Pernikahan tanpa wali tidaklah sah, dijalaskan dalam hadis Nabi
SAW:
يِلَوِب َاِا حَاَكِنَا
ائاسا ااهاو
Artinya: tidak sah perkawinan tanpa wali
Wali yang utama adalah kelompok kerabat laki-laki garis lurus
ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.Kemudian
kelompok kedua yaitu kerabat saudara laki-laki sekandung atau saudara
laki-laki seayah.Kemudian kelompok ketiga terdiri dari kerabat paman,
11 Muhammad Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami,(Bndung: Baitus Salam, 1995), 28.
24
yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah, dan keturunan
laki-laki mereka. Dan kemudian kelompok yang keempat adalah saudara
laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan
laki-laki mereka.
Apabila wali-wali tersebut tidak ada, maka hak perwalian pindah
kepada kepala negara yang biasa disebut dengan wali hakim, terkait
dengan ini telah dimuat dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 23:
1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali
nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkanya atau tidak
diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan
2) Dalam hal wali adhal atau enggan, maka wali hakim baru dapat
bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan agama
tentang wali tersebut
d. Saksi nikah, syarat-syaratnya:
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki,
muslim, baliq, berakal, dapat melihat dan mendengar serta mengerti
akan maksud akad nikah.13
Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hanbali, boleh juga saksi
itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.14Dan menurut Hanafi,
dibolehkan dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil).Orang tuli,
13 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh,(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 38.
25
orang tidur dan orang mabuk tidak boleh menjadi saksi.15 Ada yang
berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut:16
1) Berakal, bukan orang gila
2) Baliq, bukan anak-anak
3) Merdeka, bukan budak
4) Islam
5) Kedua orang saksi itu mendengar
Diwajibkanya ada saksi tidak lain adalah untuk kemashlahatan
kedua belah pihak, katakanlah dikemudian hari salah satu pihak
mengingkari perkawinanya, hal ini dapat terbantahkan dengan adanya
saksi. Disamping itu juga dapat merambah kepada keturunan, apakah
benar anak yang lahir dari pasangan tersebut dilahirkan setelah
dilangsungkan pernikahan, dan saksi bisa mengklarifikasi.17Atau
persoalan-persoalan lain yang berkenaan dengan perkawinan kedua
mempelai.
e. Ijab qabul, syaratnya adalah:
Pernikahan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul secara lisan,
inilah yang dinamakan dengan akad nikah.Pengecualian bagi orang bisu
sahnya pernikahan dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa
dipahami.18
15Ibid., 363.
16Ibid., 65.
17 Masyfuk Zuhdi, et al., Masa’il Fiqhiyah…,47.
26
Ijab adalah pernyataan penawaran dari calon pengantin
perempuan yang diwakili oleh walinya.Hakikat ijab adalah suatu
pernyataan dari perempuan sebagai kehendak untuk mengikatkan diri
dengan seorang laki-laki sebagai suami syah.Sedangkan qabul adalah
bentuk penerimaan dari calon pengantin laki-laki atas ijab pengantin
calon perempuan.19
Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau
wakilnya, sedangkan Kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau
wakilnya.20
Ijab dan Kabul dilakukan didalam satu majelis, dan tidak boleh
ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang merusak kesatuan akad
dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan Kabul dapat
didengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan kedua orang saksi.21
Imam Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan Kabul asal masih
dalam satu majelis dan tidak ada hal-hal yang menunjukan salah satu
pihak berpaling dari maksud akad tersebut.22
Lafadz yang digunakan untuk akad nikah adalah lafadz nikah
atau tazwij, yang terjemahanya adalah kawin atau nikah. Sebab
kalimat-kalimat itu terdapat dalam kitabullah dan sunnah, demikian menurut
Imam Asya-Syafi’i dan Hanbali.23
19 Sudarsono, Pokok – Pokok Hukum Islam(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 198.
20Ibid., 17.
21 Djamaan Nur, et al., Fiqh Munakahat…, 31.
22 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab(Jakarta: Lentera, 2001), 364.
27
Jadi kalau dirinci syarat-syarat dalam ijab dan qabul adalah:
1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
3) Memakai kata-kata nikah, tajwij atau terjemahanya
4) Antara ijab dan qabul bersambungan
5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
6) Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak dalam sedang ihram haji
atau umrah
7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang,
yaitu: calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai
wanita dan dua orang saksi
Rukun dan syarat-syarat pernikahan tersebut di atas wajib
dipenuhi, apabila tidak terpenuhi maka pernikahanyang dilangsungkan
tersebut tidaklah sah. Disebutkan dalam kitab al-Fiqh ‘ala al-mazahib
al-Arba’ah: “Nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi
syarat-syaratnya, sedang nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi
rukunya. Dan hukum nikah fasid dan nikah batil adalah sama yaitu tidak
sah”.24 Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dituangkan pula mengenai
rukun nikah, hal ini dijelaskan dalam pasal 14, yaitu:25
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
24Abdurrahman al-Jaziry, et al., Kitab Al-Fiqh ‘ala al-mazahib al-Arba’ah…, 118.
28
d. Dua orang saksi
e. Ijab dan qabul.
Sedangkan dalam undang-undang perkawinan terkait dengan
syarat-syarat perkawinan diatur dalam bab II pasal 6, adalah sebagai
berikut:26
1) Pernikahan harus berdasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai
2) Untuk melangsungkan pernikahan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua
3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka
izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang
masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya
4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin
diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang
mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas
selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya
5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih
29
diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan
dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
memberi izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini
6) Ketentuan tersebut ayat (1-5) pasal ini berlaku sepanjang hukum
agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu tidak menentukan
lain
D. Sebab Adanya Larangan Pernikahan
Larangan pernikahan dalam bahasa Agama disebut dengan
mahram.Larangan pernikahan ada dua macam, pertama, larangan abadi
(muabbad), dan kedua larangan dalam waktu tertentu (muaqqad).27 Larangan
abadi diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 39, larangan itu
disebabkan oleh:
1. Karena pertalian nasab
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkanya
b. Dengan seorang wanita keturunan ayah dan ibu
c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkanya
2. Karena pertalian kerabat semenda
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya
b. Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkan
30
c. Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali
putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla
al-dukhul
d. Dengan seorang wanita bekas istrinya
3. Karena pertalian sesusuan
a. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis
lurus ke atas
b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus
ke bawah
c. Dengan seporang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan
ke bawah
d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke
atas
e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunanya
Ketentuan dalam kompilasi hukum Islam pasal 39 ditentukan dan
ditetapkan berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran surat al-Nisa’ (4: 22
31
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan. (QS. al-Nisa’ ayat 22)
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam pasal 39 kompilasi hukum Islam pada angka 1 didahulukan
larangan perkawinan terhadap mahram nasab, yaitu mahram yang timbul
karena ada hubungan darah yang relefansinya adalah surah an-Nisa ayat 23,
yang juga sekaligus menjadi dasar adanya mahram karena pertalian sesusuan.
Sementara diangka 2 larangan terhadap mahram karena kerabat semenda
atau karena pernikahan. Kompilasi mengatur secara berurutan mulai dari
larangan perkawinan karena mahram nasab, mahram akibat perkawinan dan
mahram karena sesusuan sesuai dengan Al-Quran surat al-Nisa (4: 22-23)
32
Pada pasal 44 kompilasi hukum Islam dijelaskan pula bahwa seorang
wanita Islam dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang pria yang
tidak beragama Islam, hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-ayat-ayat-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(Q.S.al-Baqarah:221)
Surat al-Baqarah ayat 221 dan kompilasi hukum Islam (KHI)
menetapkan larangan itu, tentu memiliki pertimbangan hukum, bahwa jika
pernikahan yang ada unsur perbedaan keyakinan diantara pasangan akan
menimbulkan mudarat yang lebih besar, betapapun, antara pemeluk Islam
dan selain Islam, terdapat perbedaan prinsip, yang tidak jarang justru
menjadi pemicu munculnya konflik dalam rumah tangga, tentu hal semacam
ini tidak dikehendaki oleh pasangan suami-istri manapun dalam mengarungi
bahtera rumahtangga.
Selain dari larangan perkawinan diatas, terdapat pula pernikahan
33
disyari’atkan dalam Islam, karena itu, pernikahan tersebut sangat dibenci
oleh Rasulullah Saw. Misalnya dari segi tujuan pernikahan, tujuanya tidak
untuk melanjutkan keturunan ataupun membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warahmah tetapi semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu,
meskipun dalam pernikahan ini sudah terpenuhi semua syarat dan rukunya.
Pernikahan semacam inilah yang dilarang dalam Islam, berikut
macam-macam pernikahan yang dilarang dalam Islam:28
1. Nikah Mut’ah
Niukah mut’ah yaitu nikah yang tujuanya semata-mata untuk
melepaskan hawa nafsu belaka untuk bersenang-senang dalam waktu
yang telah ditentukan.Nikah mut’ah ini pernah dihalalkan oleh
Rasulullah Saw di zamanya, tetapi kemudian beliau mengharamkanya
untuk selama-lamanya sampai hari kiamat.
2. Nikah Muhallil
Nikah muhallil yaitu pernikahan yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengahalalkan bekas istri yang telah ditalak tiga kali oleh
suaminya, sehingga mereka dapat kawin kembali.dalam hukum Islam
seorang suami tidak dibenarkan kembali kepada istrinya yang ditalak
tiga kali kecuali istri tersebut sudah menikah lagi dengan laki-laki lain
dengan pernikahan yang sebenarnya kemudian bercerai atau suaminya
meninggal dunia dan telah habis masa iddahnya.
28 Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan(Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
34
3. Nikah Syigar
Nikah syigar yaitu seorang laki-laki menikahkan seorang wanita
yang dibawah perwalianya dengan laki lain, dengan perjanjian
laki-laki lain itu menikahkan pula dengan wanita dibawah perwalianya tanpa
membayar mahar.
4. Nikah Tafwid
Nikah tafwid yaitu nikah yang dalam sigat akadnya tidak
dinyatakan ketersediaan membayar mahar oleh pihak calon suami
kepada calon istri
5. Nikah yang kurang salah satu syarat dan rukunya
Apabila suatu pernikahan dilaksanakan dalamkeadaan kurang
salah satu dari rukun dan syaratnya, maka nikah tersebut dinyatakan
batal dan pernikahan itu dianggap tidak pernah terjadi.
E. Hikmah dan Tujuan Pernikahan
Islam begitu menekankan lembaga perkawinan, tentu saja ada hikmah
dan tujuan dibalik aturan yang ketat.Secara umum, Islammenerima baik
lembaga pernikahan agar setiap orang memperoleh kepuasan perasaan dan
seksual, sebagai sarana untuk mengurangi ketegangan, membiakkan
keturunan dan kedudukan sosial seseorang.29
Hikmah dan tujuan pernikahan menurut agama Islam untuk
memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang
35
harmonis, bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat.harmonis dalam
melaksanakan hak dan kewajiban anggota kelurga, sejahtera artinya tercipta
ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir
dan batinya, sehingga terjalinlah kasih sayang yang erat antara kedua
pasangan.Allah menciptakan manusia berbekal naluri manusiawi yang perlu
mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah untuk
mengabdi kepada-Nya. Manusia dengan berlabel mahkluk yang paling
sempurna diantara makhluk ciptaan sang Kholiq tentu dalam pemenuhan
hasrat biologisnya memerlukan tata aturan sebagai pedoman sehingga gelar
kesempurnaan itu benar-banar adanya.
Menurut Sudarsono ada enam hikmah dilangsungkanya perkawinan,
yaitu:
1. Suami istri ikut memakmurkan bumi Tuhan dengan usaha saling tolong
menolong antara keduanya yang bisa melipatgandakan hasil dan
keuntungan-keuntungan sesudah manusia tidak bisa hidup dengan
sempurna
2. Suami itsri hidup dengan bebas dalam pergaulan dan senggama yang
teratur setelah merintis jalan yang sah
3. Mengurangi terjadinya aksi pemerkosaan kepada wanita, maksiat mata
maupun maksiat kelamin
4. Suami istri itu dapat diharapkan mendapat ganjaran yang banyak dari
36
keduanya sesudah matinya akibat adanya amal anak sholeh yang tidak
pernah putus
5. Nikah itu merupakan salah satu perintah Allah
6. Hikmah nikah itu dapat menenangkan pikiran, menyehatkan dan dapat
menimbulkan perbaikan akhlak
Jadi, aturan perkawinan dalam Islam sebagai tuntunan adalah menjadi
sebuah keharusan serta cukup urgen keberadaanya.Sehingga, tujuan dasar
dilangsungkan pernikahan pun ditujukan untuk memenuhi anjuran
agama.Kalau diringkas ada dua tujuan dilangsungkan pernikahan ialah untuk
memenuhi naluri manusiawi dan untuk menunaikan perintah agama.30
Terkait dengan naluri manusia yang termaktub diatas, Allah
berfirman yang berbunyi:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Q.S.al-Imran:14)
Dari ayat di atas, jelas bahwa manusia mempunyai kecenderungan
terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta akan harta kekayaan.
37
Dalam pada itu, manusia mempunyai fitrah mengenal kepada Tuhan
sebagaimana Firman Allah:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Q.S.ar-Rum:30
Dan perlulah pengenalan terhadap Allah itu dalam bentuk pengenalan
agama. Melihat dua tujuan diatas, dan memperhatikan uraian Imam
al-Ghazali dalam ihya’ ulumuddin tentang faedah melangsungkan pernikahan,
maka tujuan pernikahan itu dapat dikembangkan menjadi lima, yaitu:31
1. Mengembangkan keturunan
Naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai
keturunan yang sah, yang dapat pengakuan dari masyarakat, Negara dan
keyakinanya (agama).Agama memberi jalan hidup manusia agar bahagia
di dumia dan akhirat.kebahagiaan itu dapat tercapai dengan hidup
berbakti kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga dan
bermasyarakat.
Al-Quran juga menganjurkan agar manusia selalu berdoa’a agar
dianugerahi putra terbaik yang didambakan oleh setiap suami istri,
sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Furkan ayat 74:
38
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
mencurahkan kasih sayangnya. Sudah menjadi kodrat Allah, manusia
diciptakan perpasang-pasangan serta berkeinginan untuk berhubungan
antara pria dan wanita. Disamping pernikahan untuk pengaturan naluri
seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang dikalangan pria
dan wanita secara harmonis dan bertanggungjawab.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan. Islam mengajarkan bahwa ketenangan hidup dan cinta serta
kasih sayang keluarga dapat ditunjukan melalui pernikahan.
Orang-orang yang tidak melakukan penyaluran penyaluranya melalui
pernikahanakan mengalami ketidakwajaran dan dapat menimbulkan
kerusakan, entah itu kerusakan dirinya sendiri ataupun orang lain, pun
yang lebih luas lagi adalah masyarakat pada umumnya, manusia
memiliki nafsu, sedangkan nafsu itu condong untuk mengajak kepada
perbuatan yang tidak baik, sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah
39
dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha PenyanyanQ.S.al-Yusuf:53)
Dorongan nafsu yang utama adalah nafsu seksual, karenanya itu
perlu menyalurkanya dengan cara-cara yang beradab, sehingga derajat
kemanusiaanya sebagai makhluk yang berakal tidak tercemari.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk harta kekayaan yang
halal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, hal ini
menunjukan orang-orang yang berkeluarga tindakanya masih
dipengaruhi oleh emosinya sehingga kurang mantap dan kurang
bertanggungjawab. Suami istri yang perkawinanya didasarkan pada
nilai-nilai agama, jerih payah dalam usaha dan upayanya mencari
keperluan hidup keluarga yang dibina dapat digolongkan ibadah dalam
arti luas. Dengan demikian, melalui rumahtangga dapat ditimbulkan
gairah bekerja bertanggungjawab serta berusaha mencari harta yang
halal.
5. Membangun rumahtangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang. Dalam hidupnya manusia memerlukan
ketenangan dan ketentraman, kehagiaan itu dapat tercapai dengan
adanya ketengan dalam berumahtangga. Keluarga merupakan bagian
yang ikut berperan penting didalam mewujudkan kehidupan yang aman
40
pentingnya lagi adalah untuk menghindari fitnah serta menenangkan
hati orang, famili dan lain sebagainya.32
41
BAB III
PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT DESA
LOHAYONG KECAMATAN SOLOR TIMUR KABUPATEN
FLORES TIMUR
A. Gambaran Umum Desa Lohayong Kecamatan Solor Timur Kabupaten
Flores Timur
Sebelum menjelaskan karakteristik masyarakat Desa Lohayong,
terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan secara singkat sejarah Desa
Lohayong mulai dari lahirny,a hingga terbentuknya sebuah desa yang
dikenal hingga saat ini.Lohayong adalah sebuah Desa yang letaknya pas di
pesisir pantai utara Pulau Solor. Sebuah perkampungan yang cukup tua, yang
diapiti oleh Lamakera di sebelah timur dan Pamakayo di sebelah barat yang
berhadapan langsung Kota Rainha Lrantuka.
Posisi pantai Lohayong memang masih seperti dulu.Ketika angin
tidak sedang meniupkan gelora, hamparan Laut Sawu yang membelah Flores
dan Solor dihadapanya itu menjadi mirip sebuah telaga tanpa gejolak.
Lohayong memang bukan sebuah nama yang harum ditengah zaman yang
sedang beruba saat ini.tetapi dibalik ketertinggalanya, Lohayong
meninggalkan sebuah sejarah yang monumental untuk dijadikan sebagai
pelajaran bagi generasi muda kita saat ini yaitu perjuangan masyarakat Desa
Lohayong dalam mempertahankan eksitensi Islam dari rongrongan para
42
1. Sejarah Solor Lima Pantai
Posisi Solor Lima Pantai yaitu Lebala. Lewohayong, Lamakera,
Lamahala dan Terong pada saat itu tempat utama jalur lintas selatan
perdagangan rempah-rempah antara pulau Jawa dan Maluku dengan
Timor dalam perdagangan cendana, lilin dan hasil-hasil laut. Karena
posisinya yang demikian ini tidak heran kalau Solor menjadi amat
terkenal.Lima Pantai ini merupakan kerajaan-kerajaan yang cukup maju.
Keadaan mulai berubah sejak masuknya orang – orang Eropa
pada permulaan abad ke 16. Orang – orang Eropa, Spanyol dan Protugis
dalam pelayaran mereka ke Maluku banyak yang singgah dan menetap
di Solor Lima Pantai ini. dimana Solor sebagai pusat pelayaran niaga
mejadi tujuan penaklukanya. Untuk tujuan ini Bhisop Malaka pada
tahun 1561 mengirimkan tiga orang misionaris ke Lewohayong ketiga
orang ini yang merintis Pembangunan Benteng Lewohayong pada
tahun 1566 dan pada tahun ini juga di bangun dua buah gereja dalam
benteng. Satu diperuntungkan bagi penduduk asli sekitar 1.000 orang
dibawah pimpinan penguasa Lohayong yang bergelar Sang Adipati.
Gereja untuk penduduk asli ini letaknya di bagian barat sedangkan
bagian timur diperuntukan bagi orang – orang Protugis yang pada saat
43
2. Perjuangan Mempertahankan Eksitensi Islam
Tidak ada dokumen tertulis yang menceritakan awalnya
masuknya Islam di Solor, tetapi berdasarkan laporan Dos Sentos sejak
tahun 1566 orang-orang Islam telah memegang supermasi politk dan
perniagaan atas Solor dengan pusat pengendalian adalah Ternate.
Walapun demikian perkembangan agama Kristen (Katolik) sangat pesat
hanya dalam tempo dua tahun setelah terutusnya tiga orang misionaris
pada tahun 1561.
Pesatnya perkembangan agama Katolik dan keangkuhan
orang-orang Protugis membuat orang-orang-orang-orang Solor tidak senang.Benteng
Lewohayong diserang berkali-kali dan di bakar sebanyak dua
kali.Serangan-serangan orang Solor menimbulkan kemarahan
orang-orang Protugis. Komandan Benteng Lewohayong yang bernama
Anthonio de Andria bersikap amat keras terhadap orang-orang
solor.Sengaji Lewohayong yang walaupun sudah diberi nama Serani
Dom Diogo dihukum secara semena-mena,karena menurut de Andria dia
adalah dalang dari seluruh pemerontakan.masih banyak peperangan lain
yang dilakukan orang-orang Islam di Solor Lima Pantai
3. Sejarah Terbentuknya Desa Lohayong
Dengan berakhirnya peperangan dengan Belanda,orang-orang
Islam Lohayong mulai menata keadaan perkampungan mereka untuk
44
penjajahan Belanda,Desa Lohayong Solor dipimpin oleh seorang Raja
dalam artian bahwa struktur permerintahan berbentuk kerajaan yang
dalam bahasa Belanda disebut Hamente sekitar tahun 1951-1960 sejak
tahun 1960-1966, sistem pemerintahan yang berbentuk Hamente ini
berubah menjadi Kordes, tetapi yang memimpin masih Raja. Kemudian
pada tahun 1967 Kordes ini berubah menjadi Desa,karena terbentuknya
kecamatan, yang pada saat itu di sebut Desa Praja. Desa Praja ini hanya
bertambah beberapa bulan saja.Sebelum Desa Praja ini berubah menjadi
Desa Baru.Penamaan Desa Lohayong dengan Desa Gaya Baru ini
sampai tahun 1982.Setelah Desa Lohayong ditimpa gempa pada tahun
1982 Desa Gaya Baru berubah menjadi Desa Lohayong hingga saat ini.
Asal mula penamaan Desa Lohayong dinisbatkan kepada nama
orang yang lebih dahulu menginjak kaki di bumi Lohayong ini
yaitu’’Lewo Hajong ‘Lewo artinya kampung’ dan Hajong’ artinya
Hajong ( nama orang) jadi Lewo Hajong artinya’’ kampung ini milik
Hajong’ karena kalimat ini agak susa disebut maka orang
menggatikanya dengan Lohayong.
Desa Lohayong adalah salah satu Desa kecil yang terletak
dipulau terhitung amat kecil dideretan pulau-pulau yang ada di Flores
Timur yaitu Pulau Solor. Dipulau solor yang kecil ini terdapat dua
kecamatan yaitu:
Pertama : Kecamatan Solor Barat yang didiami oleh masyarakat yang