Yang Merindu
Yang Mencinta
Kumpulan Puisi:
Nanang Suryadi
Yang Merindu
aku merindukanmu, tapi jarak dan waktu mengurungku o mata, siapa simpan kesedihan di situ, dalam bening sedu sedan tertahan, dalam dada
aku merindukanmu, kau harus percaya itu seperti kau tahu, yang merindu
Tak Ada Yang Sia Sia
Tak ada yang sia sia mencinta Sebagai matahari mencahaya
Mencium embun hingga kekal rindunya Tak ada yang sia sia menanti
Sebagai diri kembali
Ke mula akhirnya sendiri Tak ada yang sia sia merindu Sebagai lagu
Tapi Aku Mencintamu
Tapi aku mencintaimu, dengan kecemasan
Serongga dada yang kosong, sehampa rasa kehilangan Tapi sanggupkah kau tahu, seperti
Aku yang merindui, dengan hunusan belati, tikam sepi Cuma, pada galau menyiksa
Merindurindu
demikianlah hidup. harus terjalani juga. dengan tanyamu tak terjawab. tak berjawab. dalam benak segala tanya. dalam mimpi segala angan. demikian ragu menggodamu. selalu. selalu.
ada yang lelah melangkah. ke ujung cakrawala. ke ujung sepinya sendiri.
Empathy
bahagialah, ada yang merindukanmu
pada waktu, tercatat nama terpahat wajah bahagialah, ada yang mengenangmu
dalam bayang penuh sayang bahagialah...
bahagialah...
Jambangan Retak
menderulah badai memporakkan harapan yang disusun dalam hatinya seseorang yang mencinta meletakkan bunga layu pada jambangan retak kepada siapa kan disampaikan kegundahan
orang sunyi yang merindu menyimpan bayangan menari-nari sebagai cerita tiada terlupakan catatan pada buku menguning
Sketsa Rindu Untukmu
1.
dalam mimpimu, kubisikkan dongeng negeri bunga, warna dan cahaya. seperti kupungut sepercik, dari tatapmu, keriangan kanak. keindahan puisi dan denting pengiring lagu, memecah sunyi
2.
kusapa engkau, kabarkan pelangi yang menjuntai, selendang peri bidadari, guratan warna, lukisan bagi cinta, cintaku
3.
sebagai tanya, pada angin lalu: " yang dirindu akankah tahu, yang dirindu akankah juga merindu, yang dirindu akankah juga menunggu?"
4.
sebagai sketsa, detik menitik, terjemah waktu, tafsir waktu, mengalir aku, mengalir rindu, menujumu...
5.
... ...
Ingatan Dari Masa Lalu
Aku pernah mencintaimu. Kau tahu. Aku pernah sungguh merindu dirimu. Kau tahu. Di baris sajak. Mengekal dongeng airmata. Derita dan bahagia. Sebagai peta yang kuberi tanda. Dimana aku berada? Dalam kerling matamu. Di baris alismu. Di lengkung senyummu. Sepenuh cinta. Setulus doa. Di gelincir mimpi-mimpi. Mengembun di hijau subuh. Terbubuh namamu. Terbubuh di tugu waktu. Dari masa lalu. Ingatanku.
Tapi Aku
tapi aku mencintainya, dan selalu berdoa agar ia tetap bahagia, bahkan jika di puncak rasa tak berdaya dan putus asa
Ketika Aku
ketika aku mencintaimu tak ingin kuterlalu ketika aku membencimu tak ingin kuterlalu
(tapi, hati tak tuntas segala puas jika cinta tak sampai batas
tapi, hati tak tuntas segala puas jika benci tak sampai pada tumpas) o nyala! bakar diri tak henti
Bahasa Hati
aku sampaikan padamu, bahasa hati, di mana kusimpan airmata,
sungguh, aku mencintaimu
mengapa kau tolakan lagi, segala harap di pintumu diketuk tak henti
sungguh, aku mencintaimu jika tak kau mengerti bahasaku biarlah kau rasa dengan hatimu
Aku Mencintaimu aku mencintaimu,
seperti kucintai hari-hariku, dengan kegemasan,
karena cinta maka kau harus tetap ada karena cinta dunia punya warna
baik atau buruk siapa punya kita juga
begitulah:
cinta begitu tulus menerima beda
Mengingat Perbincangan Dalam Gerimis
kehangatan yang menjelma dari gurau, seperti mengingatkan aku pada sebuah cerita di televisi dan buku komik. agaknya ada keinginan untuk mengatakan padamu tentang cinta dan cemburu, seperti juga musik dangdut yang menggoyang kaki dan kepala.
dalam gerimis menjelma pikiran-pikiran meruncing menikami ubun kepala. berbagai tanya, seperti cinta dan benci serta setia dan pengkhianatan. apa yang ditawarkan dari senyum itu? godaan untuk saling memiliki. atau sesuatu hal lain. yang tak dimengerti artinya.
perbincangan mengalir melawati parit-parit. merembes ke tanah. menguap ke udara. omong kosong, basa-basi, omong besar tentang dunia, omong apa saja....
"sepertinya kulihat galau itu beriak dalam matamu. entah apa yang membuatmu duka?"
Romantisme Musim
Aku serasa mencium musim-musim Bertumbuhan dalam udara
Kemarau yang hijau Gerimis yang manja Salju yang tulus
Daun jatuh di musim gugur Kau ciptakan lagi dongeng Dalam hatiku yang jauh Mungkin telah padam Di hembus angin Ingatan pada engkau Cinta, segurat luka Tapi kucium musim Melambai dari sunyi Wajahmu
Dua Dan Satu Kerinduan mari,
kugenggam jemari,
engkau yang cahaya purnama, mari menari,
dalam hari
engkau yang tertawa bahagia, mari, ke mari
di sisiku bidadari engkau yang ku cinta
Cerita Sepasang Mata
kutenggelamkan dirimu dalam jiwaku dari matamu kutangkap senja
dan layar-layar yang berkembang dalam mimpimu melajukan sebuah kehidupan
sebuah cerita
anak-anak yang menangis kebingungan menatapi perubahan kau beri senyuman yang menjadi air menyirami rambut mereka yang terbakar
tak ada lagi yang perlu dikemukakan selain cinta yang kau persembahkan dengan bersahaja tanpa meminta apapun tanpa meminta seorangpun untuk mengerti dirimu yang melintas cuaca bergetar penuh duka
punguti satu persatu luka itu yang berserak di sepanjang jalan
di puing-puing rumah terbakar dan anak-anak yang menangis darah serta gelombang udara yang menghipnotis memasuki rumahmu dengan tusukan yang meruncing ke dalam dada-dada kosong. anak-anakmu
sesudah itu wangi mawar yang bertebaran
dari kedalaman bening matamu tawarkan sesuatu yang lain bukan sekedar keluh kesah dan teriakan sebuah keputusasan
Seseorang Yang Menatap Cakrawala
impian ke berapa yang kububuhkan ada hari. cakarawala diam kutatapi saja. adakah jawaban segala rahasia tertera di sana. seperti juga cinta dan kerinduan yang malu-malu dibicarakan. tak kadang orang-orang melarikan dirinya pada ketidakpastian.
dan aku: menatapi cakrawala sebagai harapan. ke mana tatapan diarahkan. mungkin, suatu ketika kau pun ingin menatap segaris pelangi, semburat cahaya matahari, pada sebuah cakarawala yang sama.
kau lihatkah: senyumku tergambar di situ. atau tangis yang ku simpan diam-diam.
Malam Hitam Di Mata Kelam
malam hitam sayang, di matamu kelam ada lukisan diriku, pada selaput
tusuklah saja, dengan penuh cemburu atau cinta dengan segera
katakan, bahwa bayang kan segera lewat menyeberangi cakrawala, atau pikiran kita
Mencatat Namamu
Dalam hati masih ada kegundahan itu Secara perlahan membakar angan Dalam sunyi mengingat wajahmu, berderai potret pecah
terbanting tangan-tangan waktu Begitu kukuh memisahkan kekinianku dengan cerita dulu
Engkaukah itu,
yang bercakap dalam gemerisik angin meniup daunan. Kabarkan sesuatu entah kebencian atau kecintaan? Berayun angan menari
dalam jagat semesta pertanyaan Begitu samar
Begitu samar
Namamu yang terbubuh
Pada Gemersik Daunan Ditabuh Angin
kucari engkau pada keramahan dan kecintaan yang menjelma dari senyuman dan tatapan manja. pada keheningan semesta. pada gemersik daunan ditabuh angin. pada embun kesejukan.
inilah jeda itu istirah dari hiruk pikuk yang menikam. kujemput engkau pada keheningan. dengan senyum bagai embun. membasuh marah yang membakar dalam dada.
kudirikan cerita di situ. pada padang rumput. pada kerimbunan pohonan yang menaungi. pada telaga yang kutemukan dalam matamu
engkau yang dilulur angin laut. menari bersama gelombang. burung camar. perahu-perahu bercadik. menarikan waktu. menuangkan garam pada kehidupan.
Lagu Romantik
dalam dada getar percakapan merambat dari tatapan rahasia dan senyum penuh kehangatan. dirimu yang menjelma keindahan bersinar sebagai warna-warna beraneka. tersenyumlah untukku. berceritalah untukku. kan tercipta puisi dalam dada.
"adakah itu cinta?"
mungkin begitu. karena cinta adalah keajaiban. dan manusia ingin menjenguknya. ingin memasuki ke dalam rahasianya yang terdalam. ke dalam dada kehidupan. "beri aku cinta"
wahai, tiadakah kau rasa itu dalam dadamu. telah kulihat ia terbayang dalam matamu yang telaga.
Catatan Menjelang Senja
seperti senja yang kemarin, tak ada yang mengubahnya menjadi ragu burung-burung rindu pulang, kepaknya dihentak tak henti
lihatlah, warna yang menyala, di lengkung langit tertatah seperti sebuah kerinduan yang juga nyala, yang juga mencatat seperti senja yang kemarin, tak ada yang mengubahnya menjadi lain pejalan rindu pulang, langkahnya dijejak tak henti
lihatlah, warna menyala, di lengkung langit tertatah seperti cinta yang juga menyala, menatah nama : engkau!
Terjemah Mata
sebagai pijar di kegelapan
pada percik cahaya tatapmu kutelurusi riwayat manusia
di mana bahagia mengucap: "selamat datang musafir pengelana" sebagai oase di gurun-gurun tandus
pada teduh tatapmu kutelusuri riwayat manusia di mana cinta mengucap: "mengapa kau tetap ragu?" sebagai palung curam rahasiamu
pada kedalaman tatapmu kutelusuri riwayat manusia
Seorang Yang Memandang Keluasan Langit
sebagaimana malam yang lain, kutengok langit, mungkin mimpiku berkelip, pada keluasan hati, langit tak bertepi, tapi tak usai kuterjemah diriku sendiri, inginku sendiri
seorang pendongeng bercerita padaku: sebuah bintang tercipta dari sebuah mata, binar penuh cinta...
tapi tak kutemukan bintang berkelip malam ini, mungkin tak ada binar mata, mungkin esok, kutengok lagi langit yang sama, keluasan yang sama, menerjemah diri sendiri, inginku sendiri
seorang yang memandang keluasan langit demikian takjub dan berteriak : ah lihat, binar mataku sendiri, penuh cinta...
aku adalah kegelisahan aku adalah kegelisahan takluk di tatap mata
sedanau cintamu
gelisah yang api takluk di bening mata
Negeri Cinta
akulah negeri yang kau cari detik demi detik dalam kata kata meneulusup ke dalam relung dada menelusup lewat tatap matamu yang rindu bicara agar cinta tak habis agar gairah tak habis agar mimpi mimpi tak habis agar tak darah matahari menangis agar tak pedih dipanggang api abadi agar laksana mimpimu!
Gelombang Pasang
rinduku menderu sebagai gelombang bergulung gulung ke pantaimu dengan gairah yang tak habis habis membandang bandang membanjir banjir
membuncahruah tak henti henti mencium melumat karang dengan cinta cintaku detik harus berhenti saat ini juga aku rindu pantai aku rindu memeluk aku rindu pasir pasir aku rindu tubuhmu aku rindu!
Narasi Mawar
serindu-rindu mawar menanti harumnya menebar tebar menunggu tunggu kabar tersampai.
“sioux, kutunggu beritamu.”
serindu-rindu mawar ingin dikalung cinta pada leher menutup dada bidang dagu biru.
“sioux, acung kapak dengan berani”
serindu-rindu mawar ingin terbang menemu yang dirindu. menemu tatapmu “sioux, di altar persembahan darah perawan akan menetes”
Memburu Cakrawala
sebagai deru memburu cakrawala. cintamu. melesatkan huruf-huruf ke udara. hingga sampai berita pada nama. ditatah kata demi kata hingga kukuh. tak luruh menjadi airmata.
sebagai deru. memburu cakrawala. mimpimu. menerbangkan huruf-huruf ke angkasa. hingga sampai saat pada alamat. ditatah kalimat demi kalimat hingga kekal riwayat.
Diciptanya Cinta
DiciptaNya cinta sebagai sebusur panah ditancapkan ke dalam dada
Demikianlah diciptaNya juga duka bahagia, tawa dan airmata
Gaung Dalam Relung
Nada, denting, suaramu, kemudian gema, mengombak memanggil Inikah geletar kepedihan dan cinta, o jiwa yang murni
Nantikan aku, katamu, seperti gaung mengaung dalam relung Gelombang hantam-hantam dada, o badai sampai juga di sini Remuk redam kepayang rindu, mabuk tarikan gerak
Usaikan segera! Usaikan segera!
Dan Aku Jatuh Cinta
dan aku jatuh cinta,
pada lengkung alis dan keteduhan mata, sebuah ingatan yang bikin tawa
sungguh, aku jatuh cinta padamu, kurasakan debar itu,
Cerlang Bintang Cintaku
Di sudut langit mana bintangku Cahayanya biru
Kunanti hingga dinihari Kau tahu
Di mana cerlang bintangku Cintaku
Kusapa Engkau Dengan Wangi Bunga
kusapa engkau, sayangku, dalam wangi bunga dieja diri di petang hari,
ini percik kan jadi api, mengobar abadi? atau bakar diri jadi puing menjadi : mengabu cintaku
Segelas Jus Melon
digalau rasamu menjadi segelas jus melon, nikmati saja, teraduk-aduk memusing dalam blender rinducintamu dukacitamu
Sebagai Aku Yang Gigil Sendiri
Sebagai aku yang gigil sendiri, tak memahami, cinta dan benci setipis kulit ari
O beri aku puisi malam ini, agar ku tak gelisah sendiri
Kulihat api menyala, membakar penuh benci, membakar diri tak henti O beri aku puisi malam ini, agar ku tak gelisah sendiri
Tak usai mengapi! Tak usai mengapi!
Maka Kukirim Cinta
Begitu Senyap
begitulah, aku kehilangan kata-kata,
begitu senyap, begitu lenyap dalam tatapmu, kau keheningan, sesungguhnya
mengukur gelisahku,
atau kau cemburu. dengan hidupku tak menentu katakan saja, karena cinta, juga mengenal derita kau takut derita? apakah kau mengenalnya
seperti bahagia, seperti bahagia, kau tahu siapa dia ah, kau, kekasihku, mengapa ragu juga di dadamu? kau tahu? di mana tepi kita kan sampai
Kau Tunggu
sebuah berita kau tunggu, dari rimba
mungkin pekik hewan, dengus angin, terkirim ke dalam kamarmu yang hangat,
kau tetap menunggu, secarik kertas kumal bertuliskan: jaga dirimu, sayang
begitulah, pada jarak, kau mengetahui arti cinta dan kasih sayang,
dengan harap dan kecemasan, kau tunggu berita itu
Demi Cinta Yang Dirindu!
darah mancur dari dadaku! berulang belati dihunjamkan "demi cinta!"
seperti kudengar aba-aba juga derap kaki kuda "taklukan!"
sejuta takut dan gemetar pada mata
"teruskan!"
begitu gigil, dalam bugil tatapmu
Penerimaan
yang ingin berlari pada rengkuhmu, adalah lelaki menemu ujung angan, rambut poni
lurus menutup dahi
apa yang dibicarakan pada saat ini duka atau tawa
fana atau baka
cuma hati yang terbuka, menerima kesah atau cinta
Serindu Mawar Menggambar Rerumputan
sebara asmara merekah rekah semerah mawar ditabur-tabur dialir sampai ke muara. o, sebara rindumu dilecutlecut matahari. tuangkan ke dalam gelas secoklatcoklat agar mengentalngental cerita.
pada ketukan berikutnya: tak ada anggrek di hutan. ajaib. siapa memetik impian. seribu bulan. seputihputih anggrek menghilanghilang. o, engkau. sepi menggambari rerumputan.
sampaikah segala rindu?
beri aku puisi, agar ku tak gelisah malam ini "satu kuterbangkan lewat bayu,
dan satu lagi kulayarkan dengan rindu" o, sampaikah segala rindu?
"tanyakan pada debu dan rasa ragu" mengapa bukan dirimu...
Kau Yang Menunggu
seperti buku-buku tua membuka,
kau kirim berita: "aku bersama sunyi. menunggu diriku sendiri." sepertinya tak ada yang datang, pergi atau menunggu.
namun kau serupa halaman yang mengelupas dari gitanjali, matsnawi,
zarathustra, atau pekik alhalaj musafir musafir di mana kau puaskan rindu? "maka kutunggu diriku sendiri. sendiri"
Melukis Kekosongan
aku bisa melukis, katamu, sebuah kekosongan, di mana tak ada cakap dusta, ada yang memercik, mungkin api, dari matamu, seperti kerinduan
tapi tak ada genggam itu, katamu, sebuah kekosongan, di mana tiada menjadi nyata,
Tiga Sketsa Ketika Rindu (1)
beri aku waktu...
seperti ketukan yang ragu pada keyboard, huruf-huruf menghambur tak tentu arah tapi ia naluri purba menyusuri waktu menjelajah tanya
beri aku waktu...
mengurai tanda memaknai hidup sendiri ada yang kosong di sini
: beri aku waktu! (2)
kau tahu:
"apa yang bisa membuat kita bahagia?"
(3) ... ... ...
Menarilah Bayang-Bayang
aku ingin merenggutmu dari masa lalu, dengan senyum gemintang, goda sepiku
coba katakan pada lengkung langit wajah siapa tertatah mungkin kerinduan atau kepak burung yang terbang ke utara mulailah menari
dengan gaun warna-warni paras binar
mata menikam ke dalam dadaku!
Kau Sebut Kerinduan Angin
kau menyebutnya sebagai kerinduan, sedangkan ia adalah angin yang bertiup ke sana ke mari. menjadi semilir atau badai. menidurkan atau menghempaskan. kau sebut ia angin. adakah ia punya kehendak sendiri. bertiup ke sana kemari. membelai atau menghempaskan. adakah itu inginnya sendiri?
Cahaya Mata angin kemarau mendera tubuhku panas dan berdebu
kala begini kurindu menatap wajahmu sebagai kesejukan menyiram kegundahanku wahai
betapa bening telaga pada sepasang mata mencahaya
Sajak Mengapung Dalam Seember Air
Seember air merendam sajakku untukmu
Embun yang kutadahi malam itu penuh rindu Matamu berkaca
Jangan memaki sayang
Mari kita apungkan perahu kertas Dari sesobek halaman sajak
Agar sajak mengapung Bersama senyummu Kanak bermata bening
Batu Airmata
Di puncak diam. Di perih rindu. Mendebar-debar jejantung. Batu menangis. Di sela-sela sunyi sendiri. Tangis sebagai gerimis.
Engkau menyapaku.
Sampaikan salam pada penghujung hari. Airmata mencurah dalam rindu. Tapi beku dalam waktu.
Dunia demikian dikhawatirkanmu.
Sebagai haru tersampai. Ingin gapai. Mimpi tak usai. Menderai ingatan diterpa angin lalu. Lelambai tangis batu. Ditempa waktu. Sebagai gerimis.
Di Sebuah Stasiun
Ada yang tersisa dari sebuah keberangkatan bersama deru Di sini ditunggu segala mungkin menjadi rindu
Jangan ucapkan selamat tinggal
mungkin kau akan kembali dan aku akan pergi
Tapi tak ingin kuucapkan selamat jalan bagi diriku sendiri
Tapak
Jejak senyum dan binar bulat mata Gerai rambut lurus hitam perempuan
Demikian derai itu tawa, menderaikan segala Ingatan seperti tangis yang dirindukan
Karena Hujan
Impian mengembun pada kaca, sebentuk wajahmu kugambar di situ Karena hujan aku kesepian, menanti dan menanti
Nada tercipta dari gemericik
Ingatan menyergap, engkau dengan senyum yang mawar Karena hujan aku rindukan, menunggu dan menunggu Nantikan waktu berdetik sampai pada titik
Setulus Cium Pada Jemari
setulus cium pada jemari, pada pipi
seteduh tatapmu, seteduh rindu menyelinap di kalbu mari berkemas, kau tahu
waktu tak pernah lama menunggu malang-depok, 2001
Degup Dini Hari
degup terasa pada dada sepi, dinihari mimpi
o sunyi rindui hati, mengaca sendiri
Nanang Suryadi
,
lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Aktif mengelola fordisastra.com. Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997),Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu
(Dewata Publishing, 2002), Cinta, Rindu & Orang-orang yang Menyimpan Api dalam Kepalanya (UB Press, 2011) sebagai kumpulan puisi pribadi. Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995),
Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan
(FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia
(Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002
(Penerbit Buku Kompas, 2002 ), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2004), Dian Sastro for President End of Trilogy
(Insist, 2005), Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi untuk Munir (Sayap Baru – AWG, 2005), Jogja 5.9 Skala Richter (Bentang Pustaka - KSI, 2006), Tanah Pilih, Bunga Rampai
Puisi Temu Sastrawan Indonesia I (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi,
2008), Pesta Penyair Antologi Puisi Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009)
Email: nanangsuryadi@yahoo.com
Situs: www.nanangsuryadi.web.id Twitter: www.twitter.com/penyaircyber Facebook: www.facebook.com/nanangsuryadi