• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang  

Pendanaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Meskipun masih terdapat pro-kontra, laporan WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa fairness in health care financing memiliki korelasi yang kuat terhadap sistem kesehatan suatu negara. Salah satu ukuran terpenting dari sistem pendanaan yang adil adalah bahwa beban dari biaya kesehatan dari kantong perorangan tidak memberatkan penduduk. Di dunia kesehatan, aspek pendanaan yang adil tersebut pada umumnya diartikan sebagai pendanaan kesehatan yang adil dan merata atau merata keadilan yang dalam bahasa ingris disebut equity (Thabrany, 2005a). secara umum bahwa untuk mengatasi kesetaraan kesehatan, kita perlu untuk mengeksplorasi dimensi-dimensi yang terkait dengan bidang kesehatan (kesetaraan dalam keluaran, akses ke layanan dan kualitas pelayanan) dan juga dimensi lingkungan kesehatan (ekuitas dalam hidup dan kondisi kerja dan sosial, ekonomi, budaya, dan politik) (Linares-pérez & López-arellano, 2008).

Tantangan sistem jaminan kesehatan ke depan adalah bagaimana menggeser pembiayaan dari pembayaran out-of-pocket dan penggunaan penghasilan negara kepada perluasan skema asuransi dengan kontribusi (contributory insurance scheme), termasuk pada perluasan sistem jaminan bagi pekerja sektor informal (BPPN, 2009).

Pembayaran out-of-pocket pada kesehatan adalah modus dominan pembiayaan di negara berkembang. Analisis determinan pengeluaran kesehatan out of pocket adalah kunci aspek ekuitas dalam pembiayaan kesehatan (Malik & Syed, 2012). Pembayaran out of pocket tidak menurun dengan kemampuan membayar bisa menjadi indikasi yaitu kurangnya asuransi yang menyiratkan bahwa masyarakat harus membayar dari out of pocket untuk mengamankan

(2)

kualitas pelayanan kesehatan dan tidak adanya pembagian resiko atau mekanisme pembayaran yang menimbulkan hambatan keuangan untuk konsumsi pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin (Roy & Howard, 2007).

Ketika seseorang jatuh sakit dan menimbulkan biaya out of pocket untuk pelayanan kesehatan, dampak pada keuangan rumah tangga dapat menjadi parah. Jika jaring pengaman sosial tidak memadai, keluarga dapat menjadi miskin tidak hanya langsung dari pembayaran out of pocket untuk pelayanan kesehatan, tetapi juga secara tidak langsung dari pekerjaan yang hilang, cacat, atau kematian dini, sehingga menyebabkan penurunan pendapatan (Fan et al., 2012).

Akibat rendahnya persentase kepesertaan asuransi kesehatan, sebagaimana gambaran yang terjadi di berbagai negara berkembang lainnya, pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi dengan pembayaran langsung (out of pocket) sebesar 76% (BPPN, 2007). Hal ini merepresentasikan kondisi ketidakadilan yang berakibat pada masih banyaknya masalah terkait dengan penyediaan layanan kesehatan, kesulitan akses, dan perlindungan resiko keuangan individu (financiai protection) khususnya pada kasus-kasus penyakit katastropik (Indriasih, 2010).

Asuransi mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang dihadapi oleh rumah tangga, dan karenanya dapat menurunkan beban out of pocket pengeluaran kesehatan dan resiko pemiskinan yang terkait dengan penyakit, namun memiliki akses ke asuransi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan dalam kondisi tertentu bahkan meningkatkan out of pocket pengeluaran kesehatan. Jadi asuransi tidak perlu selalu mengarah pada pengurangan pengeluaran kesehatan out of pocket, tetapi bahkan kemudian biasanya akan meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan dan prospek kesehatan dan ekonomi rumah tangga yang memiliki akses ke sana (Fan et al., 2012).

Pengembangan sistem jaminan kesehatan di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1998 melalui jaring pengaman sosial bidang kesehatan. Setelah melalui berbagai perubahan skema (termasuk kompensasi pencabutan subsidi BBM), pada tahun 2004 terbit Undang‐Undang Nomor 40 tentang SJSN yang menjadi landasan bagi adanya asuransi kesehatan nasional. Sejak tahun 2005 departemen kesehatan mengembangkan asuransi kesehatan bagi penduduk miskin

(3)

(askeskin) yang kemudian pada tahun 2008 menjadi jaminan pelayanan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Jamkesmas dilakukan pemerintah dengan memberikan jaminan pembiayaan kesehatan dengan membayarkan premi untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan membayarkan biaya pelayanan kesehatan diruang kelas III rumah sakit bagi penduduk miskin. Di berbagai daerah, muncul pula berbagai skema jaminan pelayanan kesehatan sebagai komplementer bagi kelompok yang tidak mendapatkan Jamkesmas. Di tingkat kabupaten/kota pengembangan sistem pembiayaan kesehatan oleh pemerintah daerah terbagi menjadi dua yaitu jaminan atau asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis (BPPN, 2009). Pada awal tahun 2011 pemerintah kembali meluncurkan program jaminan persalinan untuk menjamin seluruh ibu melahirkan.

Penduduk miskin biasanya mengeluarkan porsi yang lebih besar dari pengeluaran non makanannya untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk kaya. Disamping itu, persentase pengeluaran rumah tangganya untuk makanan (dari total pengeluaran rumah tangga) juga lebih dari total pada orang kaya. Bahkan kadang-kadang mengeluarkan lebih dari 100% pengeluaran non-makanan untuk kesehatan, ini berarti mereka meminjam uang atau menjual barang untuk membiayai pelayanan kesehatan (Aday et al., 1993).

Biaya Kesehatan di Indonesia cenderung meningkat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pola penyakit degeneratif, orientasi pada pembiayaan kuratif, pembayaran out of pocket secara individual, servis yang ditentukan oleh provider, teknologi canggih, perkembangan (sub) spesialisasi ilmu kedokteran, dan tidak lepas juga dari tingkat inflasi. Dengan kondisi dan situasi yang ada seperti ini maka akses dan mutu pelayanan kesehatan terancam, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu (Mukti & Moertjahjo., 2010).

Pada Tahun 2000 strategi global “kesehatan untuk semua” yang menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa kebijakan yang baru atau akan dibuat di sektor kesehatan perlu menegakkan pentingnya pemerataan akses pelayanan kesehatan, maksudnya untuk meningkatkan status kesehatan maka seharusnya setiap orang mempunyai akses

(4)

terhadap pelayanan kesehatan dasar tanpa memandang kemampuannya untuk membayar (WHO, 2000).

Jarak ke penyedia layanan kesehatan merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan penyedia. Oleh karena itu, merancang paket manfaat yang sesuai bagi orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan harus mencakup cakupan penyedia layanan kesehatan yang berada di masyarakat sekitarnya, biaya perjalanan sering melebihi jumlah biaya kesehatan yang dibayar, sehingga biaya perjalanan sering menghalangi pada penggunaan perawatan medis (Erliyana, 2008). Terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan adalah merupakan salah satu tantangan penting dalam pembangunan kesehatan di Indonseia (BAPPENAS, 2010).

Akses ke sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu, dokter praktek, bidan praktek) secara nasional berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2010, sebanyak 94,1% rumah tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari salah satu sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 90,8% rumah tangga dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan 30 menit (Kemenkes RI, 2010).

Di Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang lebih padat, akses terhadap pelayanan kesehatan relatif mudah karena penduduk lebih dekat dengan puskesmas. Namun diwilayah luar Pulau Jawa seperti Indonesia timur, walaupun jumlah penduduk kecil, namun karena tinggal secara tersebar dan menghadapi kendala geografis pada umunya akses masyarakat kepada fasilitas kesehatan lebih rendah (BPPN, 2009)

Berdasarkan data yang di dapatkan dari depertemen kesehatan RI yang dipublikasikan pada situs resminya depkes.go.id, Pulau Jawa memiliki 1.084 rumah sakit terdiri dari 772 rumah sakit umum dan 312 rumah sakit khusus, 158.847 puskesmas, 3.455 puskesmas pembantu serta 4.969 polindes. Untuk daerah luar Pulau Jawa memiliki 1.024 rumah sakit yang terdiri dari 857 rumah sakit umum 167 rumah sakit khusus, 107.980 puskesmas, 5.282 puskesmas pembantu dan 4.805 polindes. Sementara jumlah tenaga kesehatan di Pulau Jawa

(5)

26.362 dokter, 4.950 dokter gigi,117.864 perawat/bidan, untuk daerah luar Pulau Jawa terdapat 25.426 dokter, 11.391 dokter gigi, dan 160.367 perawat/bidan.

Persebaran penduduk menurut Pulau di Indonesia sangat beragam, hal ini menunjukkan penduduk Indonesia mengelompok di Pulau-Pulau tertentu, dari total jumlah penduduk Indonesia 237.641.326 jiwa menurut sensus penduduk 2010, 136.610.590. jiwa (57.5%) penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan luas wilayah 6,8% dari total wilayah Indonesia dan selebihnya berada di daerah lain di luar Pulau Jawa sebesar 101.030.736. jiwa (42.5%) dengan luas wilayah 93,2% dari total wilayah Indonesia (BPS, 2011).

Dari uraian diatas serta menyimak laporan dari Millennium & Goals (2012) bahwa kemampuan memonitor program upaya anti-kemiskinan dilakukan adalah alat penting dalam pengentasan kemiskinan, namun data kualitas dan kuantitas yang memadai sulit didapat, terutama di negara-negara kecil dan di negara-negara dan wilayah dalam situasi rapuh. Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan survei rumah tangga adalah sumber data penting untuk memantau kemiskinan, Untuk itu, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan, dengan membandingkan pengeluaran kesehatan rumah tangga di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, serta untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi dan adanya asuransi kesehatan terhadap pengeluaran kesehatan pada rumah tangga.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan kondisi tersebut peneliti merumuskan: Bagaimana pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia ? Bagaimana pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan wilayah Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa? Bagaimana hubungan pengeluaran kesehatan rumah tangga dengan status sosial ekonomi dan kepemilikan asuransi pada rumah tangga?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: kesatu mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa, kedua mengetahui pengaruh status sosial ekonomi dan pengaruh kepemilikan asuransi kesehatan terhadap pengeluaran kesehatan pada rumah tangga di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: kesatu, bagi pemerintah, sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan pengambilan keputusan dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Kedua, bagi peneliti lain yang ingin mendalami masalah pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian bertema pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan dan dampak yang ditimbulkan sudah pernah dilakukan di Indonesia dan luar negeri diantaranya oleh:

Haryadi (2009) yang meneliti tentang determinan pengeluaran kesehatan katastropik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan pendekatan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Penelitian ini menemukan bahwa rumah tangga yang mengalami pengeluaran kesehatan katastropik sebesar 5,46% (2001) dan 5,70% (2004). Status ekonomi rendah, rawat inap tidak memiliki asuransi, memiliki anggota berusia lanjut dan balita beresiko besar mengalami katastropik. Beda penelitian ini dengan penelitian Haryadi (2009) tersebut terletak pada pengolahan data, tujuan penelitian dan variabel penelitian.

(7)

Nadjib (2002) yang meneliti tentang pola pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan pada kelompok marjinal dan rentan. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder nasional. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia, baik yang tinggal diperkotaan maupun pedesaan, membiayai pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan pembayaran tunai. Beda penelitian ini dengan penelitian Nadjib (2002) terletak pada lokasi penelitian yakni Jawa dan luar Jawa.

Xu et al., (2007) yang meneliti tentang melindungi rumah tangga dari pengeluaran kesehatan katastropik dari out-of-pocket pembayaran kesehatan kepada mekanisme pembayaran dimuka. Survei di delapan puluh sembilan negara yang meliputi 89 persen dari populasi dunia menunjukkan bahwa 150 juta orang di dunia menderita bencana keuangan setiap tahun karena mereka membayar untuk pelayanan kesehatan. Mekanisme prabayar-pemerintah melindungi orang dari bencana keuangan, tetapi tidak ada bukti kuat bahwa sistem asuransi kesehatan sosial menawarkan perlindungan yang lebih baik atau lebih buruk daripada sistem berbasis pajak. Beda penelitian ini dengan penelitian Xu et al. (2007) terletak pada lokasi penelitian dan juga pada variabel penelitian.

Bertoldi (2011) yang meneliti tentang proporsi biaya obat rumah tangga yang dibayarkan oleh rumah tangga dan proporsi dibayar oleh sistem kesehatan nasional di Brasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antar kelompok sosial ekonomi yang berbeda, proporsi biaya obat rumah tangga yang dibayarkan oleh rumah tangga dan proporsi yang dibayar oleh sistem kesehatan nasional di Brasil. Metode penelitian ini menggunakan survei rumah tangga. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sistem kesehatan nasional di Brasil disediakan gratis yakni 78% dari nilai moneter, obat-obatan 79% dibawah quantil 5 dan 32% diatas quantil 2. Biaya rata-rata out-of-pocket untuk obat adalah 6 kali lebih besar antara quantil 5 dibandingkan dengan mereka yang quantil yang lebih rendah, tetapi obat gratis merupakan proporsi 3-kali-lebih besar dari pengeluaran potensial untuk obat-obatan diantara quantil terbawah dari kalangan atas quantil 2. Beda penelitian ini dengan Bertoldi (2011) terletak pada variabel penelitian dan lokasi penelitian.

(8)

Letak kebaruan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun data dan masalah pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia dengan dengan variable letak geografis yaitu membandingkan antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, kepemilikan asuransi dan status sosial ekonomi rumah tangga, menggabungkan dua unit analisis yang berbeda yaitu rumah tangga dan populasi (ketimpangan pengeluaran kesehatan) menjadikan penelitian ini menarik. penelitian ini memakai modul susenas tahun 2011 yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik (BPS).

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kondisi ultimit (116.643,400 N (89% x total berat bangunan)) pola retak geser dinding bata terjadi pada diagonal kolom tepi ke kolom tengah dan menjalar naik pada tepi

Bila kita melihat kepada keberadaan umat manusia di zaman ini maka kita akan dapati penentangan mereka dan pemberian tantangan mereka kepada orang yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Sebelum pembelajaran semua siswa mengalami miskonsepsi, pemahaman yang kurang lengkap dan beberapa konsep yang tidak dipahami tentang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif tetapi lemah antara kualitas komunikasi dokter-pasien dengan loyalitas pasien dan tidak terdapat hubungan

[r]

Perancangan buku belajar menggambar menggunakan tema kartun sebagai pendekatan visualisasi, karena gambar kartun yang lucu, anak lebih mudah tertarik untuk

Data transformasi rataan penambahan panjang sulur (cm) Y l =√Y Mucuna Bracteata 4 MST dengan perlakuan media tanam limbah kelapa sawit dan pemberian

2.. 1) Saya selalu menggunakan kemampuan kerja saya yang terbaik secara optimum, jika mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan pada saya 1. 2) Saya selalu memberikan seluruh perhatian