BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Sifat Konsinyasi
Penjualan konsinyasi dalam pengertian sehari-hari dikenal dengan sebutan penjualan dengan cara penitipan. Konsinyasi merupakan penyerahan fisik barang-barang oleh pemilik kepada pihak lain, yang bertindak sebagai agen penjual dan biasanya dibuatkan persetujuan mengenai hak yuridis atas barang-barang yang dijual oleh pihak penjual. Pihak yang menyerahkan barang (pemilik) disebut consignor (konsinyor) atau pengamanat sedang pihak yang menerima titipan barang disebut consignee (konsinyi) atau komisioner.
Aliminsyah dan Padji ( 2003: 77 ) dalam kamus istilah keuangan dan perbankan disebutkan bahwa :
Consignment (konsinyasi) adalah barang-barang yang dikirim untuk dititipkan kepada pihak lain dalam rangka penjualan dimasa mendatang atau untuk tujuan lain, hak atas barang tersebut tetap melekat pada pihak pengirim (consignor). Penerimaan titipan barang tersebut (consignee) selanjutnya bertanggung jawab terhadap penanganan barangn sesuai dengan kesepakatan.
Menurut Hadori Yunus Harnanto dalam com/2008/04/21/penjualan, memberikan pengertian mengenai konsinyasi yaitu “Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan memberikan komisi”.
Menurut Sulaiman S Manggala dalam karakteristik dari penjualan konsinyasi sebagai berikut :
1. Konsinyasi merupakan satu-satunya produsen atau distributor
memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas. 2. Konsinyor dapat memperoleh spesialis penjualan.
3. Harga jual eceran barang konsinyasi dapat dikendalikan oleh pihak konsinyor yang masih menjadi pemilik barang ini.
Pihak konsinyor menetapkan perjanjian mengenai penyerahan hak atas barang dan juga hasil penjualan barang-barang konsinyasi. Konsinyi bertanggung jawab terhadap barang yang diserahkan kepadanya sampai barang-barang tersebut terjual kepada pihak ketiga. Hak Konsinyi berhak memperoleh penggantian biaya dan imbalan penjualan dan berhak menawarkan garansi atas
barang tersebut. Kewajiban Konsinyi harus melindungi barang konsinyasi, harus menjual barang konsinyasi, harus memisahkan secara fisik barang konsinyasi dengan barang dagangan lainnya, dan Mengirimkan laporan berkala mengenai kemajuan penjualan barang konsinyasi.
Penjualan yang dilakukan secara konsinyasi, merupakan alternatif lain selain penjualan regular, karena keberadaan penjualan konsinyasi yang berbeda dengan penjualan regular, maka diperlukan akuntansi yang berbeda untuk penjualan konsinyasi dengan penjualan regular, sehingga informasi yang disajikan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan tidak menimbulkan informasi yang menyesatkan.
Didalam penjualan konsinyasi hubungan antara pihak konsinyor dan pihak konsinyi menyangkut hubungan antara pihak pemilik dan agen penjual. Dari segi pengamanat transaksi transaksi pengiriman barang-barang kepada
konsinyi, biasa disebut “barang-barang konsinyasi”. Sedangkan dari pihak komisioner untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan barang-barang milik pengamanat yang dititipkan kepadanya biasa disebut “barang-barang komisi”. Terhadap penyerahan barang atas transaksi konsinyasi, pada umumnya disusun suatu kontrak atau perjanjian tertulis yang menunjukkan sifat hubungan pihak yang menerima barang-barang.
Transaksi dengan cara penjualan konsinyasi mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu dibandingkan dengan penjualan secara langsung barang-barang kepada perusahaan pengecer atau kepada pedagang.
Adapun keuntungan dengan penjualan konsinyasi bagi konsinyor: 1) Konsinyasi merupakan suatu cara untu lebih memperluas pasaran yang
dapat dijamin oleh seorang produsen, pabrikan atau distributor, terutama apabila :
a. Barang-barang yang bersangkutan baru diperkenalkan, permintaan
produk tidak menentu dan belum terkenal.
b. Penjualan pada masa-masa yang lalu dengan melalui dealer tidak
menguntungkan.
c. Harga barang menjadi mahal dan membutuhkan investasi yang cukup besar bagi pihak dealer apabila ia harus membeli barang-barang yang bersangkutan.
2) Resiko-resiko tertentu dapat dihindarkan pengamanat. Barang-barang konsinyasi tidak ikut disita apabila terjadi kebangkrutan pada diri komisioner sehingga resiko kerugian dapat ditekan.
3) Harga barang yang bersangkutan tetap dapat dikontrol oleh pengamanat, hal ini disebabkan kepemilikan atas barang tersebut masih ditangan pengamanat sehingga harga masih dapat dijangkau oleh konsumen.
4) Jumlah barang yang dijual dan persediaan barang yang ada digudangkan mudah dikontrol sehingga resiko kekurangan atau kelebihan barang dapat ditekan dan memudahkan untuk rencana produksi.
Sedangkan bagi komisioner lebih menguntungkan dengan cara penjualan konsinyasi karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Komisioner tidak dibebani resiko menaggung kerugian bila gagal dalam penjualan barang-barang konsinyasi.
2. Komisioner tidak mengeluarkan biaya operasi penjualan konsinyasi karena semua biaya akan diganti/ditanggung oleh pengamanat.
3. Kebutuhan akan modal kerja dapat dikurangi, sebab komisioner hanya berfungsi sebagai penerima dan penjual barang konsinyasi untuk pengamanat.
4. Komisioner berhak mendapatkan komisi dari hasil penjualan barang konsinyasi.
B. Metode Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan
Semakin besar suatu perusahaan, maka semakin kompleks pula kegiatan dalam perusahaan, sehingga memerlukan kebijakan akuntansi yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan praktek akuntansi. Salah satu pedoman yang diperlukan adalah kebijakan pengakuan pendapatan.
Penting pula halnya dengan pengakuan pendapatan yang dapat menentukan apakah suatu transaksi penjualan tersebut termasuk kedalam penjualan tunai, kredit ataupun konsinyasi, sehingga dapat menjadi laporan keuangan yang wajar dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan (2007:23,2) menjelaskan tentang pendapatan sebagai berikut : “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.”
Pengertian pendapatan dipertegas lagi oleh Standar Akuntansi
Keuangan(2007:23,2) dengan kalimat :
Pendapatan hanya berdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan, dan tidak mengakibatkan ekuitas dan karena itu harus dikeluarkan dan pendapatan. Demikian dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi termasuk jumlah yang ditagih atas nama prinsipal, tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas perusahaan, dan karena itu bukan merupakan pendapatan yang merupakan pendapatan hanyalah komisi yang diterima dari prinsipal.
Sedangkan menurut Chen (1975) dalam Riahi-Belkaoui (2006:179) mendefenisikan pendapatan (revenue) sebagai berikut: Pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa dan diukur dengan beban yang ditanggung pelanggan, klien, atau penyewa barang dan jasa yang disediakan bagi mereka.
Pendapatan juga mencakup keuntungan dari penjualan atau pertukaran aset (selain saham yang diperdagangkan), dan deviden yang diperoleh dari investasi, dan peningkatan lainnya dalam ekuitas pemilik kecuali yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuaian.
Pada hakekatnya pendapatan adalah suatu hasil dari kegiatan normal perusahaan dalam suatu periode tertentu yang dapat menyebabkan meningkatnya jumlah aktiva atau berkurangnya kewajiban perusahaan. Dimana pendapatan disini merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri.
Pengakuan pendapatan merupakan salah satu peristiwa penting yang akan banyak mempengaruhi layak atau tidaknya suatu laporan keuangan karena pendapatan merupakan salah satu bagian dari laporan laba rugi. Laporan laba rugi didalamnya terdapat dua unsur penting yang harus dipertemukan, yaitu pendapatan di suatu pihak dan beban di pihak lain. Untuk penentuan hasil-hasil yang setepat mungkin, maka baik arus pendapatan maupun arus beban ditetapkan setepat mungkin dalam hal waktu atau tingkat pengukurannya dalam masa yang bersangkutan.
Pengakuan pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:23,2) diuraikan sebagai berikut : Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar, imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembelian atau penggunaan aset tersebut. Jumlah tersebut dapat diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan.
Menurut Rustam dalam sebelum suatu item dapat diakui sebagai pendapatan adalah :
1) Defenisi item dalam pertannyaan harus memenuhi defenisi salah satu dari tujuh unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian.
2) Item tersebut harus memiliki atribut relevan yang dapat diukur secara andal, yaitu karakteristik, sifat atau aspek yang dapat dikuantifikasi dan diukur.
3) Relevansi informasi mengenai item tersebut mampu membuat suatu perbedaan dalam pengambilan keputusan.
4) Reliabilitas informasi mengenai item tersebut dapat digambarkan secara wajar dapat diuji, dan netral.
Menurut Theodoras M. Tuana Kotta dalam com/2008/04/21/penjualan. menyebutkan kriteria yang lebih tepat bagi pengakuan pendapatan adalah:
1. Adanya bukti yang kuat bahwa pembeli mempunyai maksud
membeli dan penjual bermaksud menjual.
2. Penentuan mengenai barang tertentu yang akan dijual dan sudah dalam keadaan siap untuk dijual.
3. Perjanjian antara pembeli dan penjual mengenai barang jual formula untuk mencapai harga jual. Jadi pendapatan suatu perusahaan dapat diakui oleh perusahaan apabila memenuhi kriteria diatas.
Pada dasarnya pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli. Pendapatan baru dapat terealisasi apabila telah terjadi suatu transaksi penjualan baik barang maupun jasa, dimana pendapatan yang terjadi dapat dilihat atau dibuktikan dalam tiap-tiap periode. Disamping itu nilai suatu pendapatan dapat diukur sesuai dengan jumlah uang tunai yang berasal dari berbagai macam sumber pendapatan (penjualan tunai, pinjaman bank, pembayaran piutang, penjualan aktiva tetap dan penjualan jasa). Konsinyasi merupakan suatu penjualan dimana salah satu pihak
yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijual dengan memberikan komisi. Dalam hal ini pihak yang menyerahkan (menitipkan) barang-barang tersebut disebut consignor, sedangkan pihak yang menerima dan berusaha untuk menjualkan barang-barang disebut consignee.
Pengiriman barang-barang konsinyasi tidak menyebabkan timbulnya pendapatan dan tidak boleh dipakai sebagai kriteria untuk mengakui timbulnya pendapatan, baik oleh pengamanat maupun bagi komisioner sampai dengan saat barang dapat dijual ke pihak ketiga. Hak milik barang dagangan tersebut tetap dimiliki oleh konsinyor sampai terjadi penjualan kepada pihak ketiga. Pada saat itu hak milik beralih kepada pembeli dan dalam akuntansi dipakai sebagai dasar pengakuan timbulnya pendapatan.
Menurut Kieso, dkk (2002:40) pendapatan dari konsinyasi hanya diakui setelah konsinyor menerima pemberitahuan penjualan dan pengiriman kas dari konsinyi. Barang dagang itu dalam sepanjang konsinyasi tercatat sebagai persediaan consignor, dan secara terpisah diklasifikasikan sebagai barang dagang atas konsinyasi. Barang tersebut tidak dicatat sebagai aktiva dalam pembukuan consignee. Pada saat barang itu terjual, consignee mempunyai kewajiban sebesar jumlah bersih yang terutang kepada consignor. Consignor secara periodik menerima dari consignee sebuah laporan penjualan (account sales) yang memperlihatkan barang dagang yang diterima, barang dagang yang terjual, beban yang dapat dikenakan pada konsinyasi, serta kas yang dikirimkan. Saat itulah pendapatan diakui oleh consignor.
C. Metode Pencatatan Penjualan Konsinyasi
Metode pencatatan atas transaksi penjualan konsinyasi terdapat prosedur-prosedur pembukuan tersendiri yang biasanya diikuti oleh pihak konsinyor. Pada prinsipnya pendapatan dalam konsinyasi diakui pada saat penjualan terhadap barang-barang konsinyasi dilakukan oleh konsinyi kepada pihak ketiga. Jika konsinyor membutuhkan laporan penjualan dan untuk mengetahui laba atau rugi penjualan barang-barang konsinyasi, maka pencatatannya harus diselenggarakan terpisah dari transaksi penjualan reguler.
Dalam metode administrasi barang-barang dagangan, terdapat dua alternatif, yaitu metode perpetual dan phisik. Apabila transaksi konsinyasi dicatat terpisah dari transaksi lain, maka metode apapun yang dipakai, pihak konsinyor harus menyelenggarakan rekening “barang-barang konsinyasi”. Apabila transaksi konsinyasi tidak dicatat terpisah dari transaksi lain, maka pengiriman barang-barang konsinyasi dicatat dalam memorandum.
Untuk setiap perjanjian dalam transaksi konsinyasi rekening barang-baranng yang dititipkan pada konsinyi pada dasarnya adalah rekening barang-barang konsinyasi yang merupakan persediaan bagi konsinyor. Apabila pihak konsinyor menghendaki laba atas penjualan konsinyasi harus ditetapkan tersendiri, maka rekening barang-barang konsinyasi untuk masing-masing konsinyi dibebani harga pokok barang yang dikirimkan kepada konsinyi dan semua biaya yang berkaitan dengan konsinyasi.
Jika penjualan telah dilakukan oleh konsinyi maka rekening ini di kredit. Laba atau rugi atas penjualan konsinyasi akhirnya dipindah bukukan dari perkiraan laba atau rugi konsinyasi keperkiraan laba atau rugi konsinyasi keperkiraaan laba atau rugi biasa yang mengikhtisarkan hasil netto dari semua aktifitas. Sedangkan apabila pihak konsinyor menghendaki transaksi konsinyasi harus disatukan dengan transaksi biasa lainnya dan laba atau rugi usaha juga harus dihitung menyatu, maka pendapatan dan biaya penjualan konsinyasi dibukukan dalam perkiraan yang mengikhtisarkan kegiatan usaha bersama.
1. Pencatatan untuk konsinyasi yang terselesaikan yang terselesaikan dengan tuntas.
Apabila dalam suatu perjanjian konsinyasi tersebut telah selesai pada saat pihak konsinyor akan menyusun laporan keuangan diakhir periode aakuntansi maka prosedur pencatatan dan pos-pos jurnal harus dibuat oleh konsinyor atas pengiriman barang-barang, penjualan barang-barang, pembayaran biaya-biaya, dan penyelesaian keuangan, oleh pihak konsinyi kepada konsinyor adalah sebagai berikut: a. Pencatatan pada buku konsinyor jika transaksi konsinyasi
diselenggarakan terpisah dari transaksi penjualan biasa.
Dalam metode ini transaksi-transaksi konsinyasi dipisahkan pencatatannya dari transaksi reguler sehingga laba/pendapatan dari penjualan barang konsinyasi pencatatannya juga dipisahkan. Untuk mengikuti aliran barang konsinyasi dibuat rekening
konsinyasi keluar yaitu rekening untuk menampung seluruh transaksi yang terjadi pada barang konsinyasi.
1) Pengiriman barang konsinyasi kepad konsinyi, akan dijurnal sebagai berikut :
Konsinyasi Keluar – Pengiriman barang XXX
Persediaan barang XXX
2) Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan transaksi konsinyasi, akan dijurnaal sebagai berikut :
Konsinyasi Keluar -biaya Komisi XXX
Kas XXX
3) Transaksi-transaksi pihak Konsinyi
Pihak Konsinyor tidak menyusun pos jurnal untuk transaksi-transaksi pihak konsinyi, sampai ia menerima suatu laporan dari pihak konsinyi. Transaksi tersebut antara lain :
Biaya pihak konsinyi yang ditetapkan dalam konsinyasi
Penjualan oleh pihak konsinyi
Pembebanan komisi oleh pihak konsinyi
4) Laporan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi, yang dicatat oleh pihak konsinyor dijurnal sebagi berikut :
Piutang Komisioner XXX
Konsinyasi Keluar-biaya komisi XXX
5) Pengiriman uang kas dari konsinyi, akan dijurnal sebagai berikut :
Kas XXX
Konsinyasi Keluar-Penjualan XXX
6) Menutup rekening pendapatan dan biaya
Konsinyasi Keluar-Penjualan XXX
Konsinyasi Keluar-biaya komisi XXX
Laba konsinyasi XXX
7) Memindahkan saldo perkiraan pengiriman barang-barang konsinyasi ke laba-rugi
laba konsinyasi XXX
Laba-Rugi XXX
Apabila barang-barang konsinyasi yang dititipkan pada konsinyi dapat terjual seluruhnya sampai akhir periode, maka pihak konsinyor melakukan penutupan buku terhadap perkiraan nominal transaksi konsinyasi ke sebuah perkiraan laba dan rugi konsinyasi. Saldo pada perkiraan laba dan rugi konsinyasi selanjutnya ditutup pada perkiraan laba dan rugi umum. Sald pada perkiraan laba dan rugi dari penjualan konsinyasi yang akhirnya dipidahkan keperkiraan modal.
Pencatatan pada buku konsinyor jika transaksi konsinyasi tidak diselenggarakan terpisah dari transaksi penjualan biasa. Apabila konsinyor dalam mencatat penjualan konsinyasi
mengunakan metode laba tak terpish, maka semua rasaksi konsinyasi pencatatannya tidak terpisahkan dengan pencatatan transaksi penjualan reguler. Akibatnya dalam metode ini tidak akan timbul rekening baru tunuk mencatat transaksi barang konsinyasi tersebut.
Transaksi yang berhubungan dengan barang konsinyasi, akan dicatat seperti transaksi penjualan biasa sehingga pada saat barang konsinyasi tersebut dijual kepada pihak ketiga, perlu diadakan pencatatan harga pokok penjualan oleh konsinyor.
a) Pengiriman barang-barang kepada konsinyi “tidak ada jurnal (hanya dalam memo)
b) Biaya konsinyor yang ditetapkan pada konsinyi, meliputi biaya angkut, biaya pengepakan, akan dijurnal :
Biaya-biaya XXX
Kas XXX
c) Transaksi-transaksi pihak konsinyi
Dalam hal transaksi-transaksi pada pihak konsinyi, pihak konsinyor tidak menyusun jurnal sampai pihak konsinyor menerima laporan dari pihak konsinyi. Transaksi yang terjadi pada konsinyi sehubungan dengan aktifitas penjualan konsinyasi tersebut adalah :
Biaya pihak konsinyi yang ditetapkan pada konsinyasi
Penjualan oleh pihak konsinyasi
d) Laporan penjualan konsinyi oleh pihak konsinyi kepada konsinyor
Piutang komisioner XXX
Mencatat hasil penjualan :
Biaya promosi XXX
Biaya komisi XXX
Penjualan konsinyasi XXX
e) Pengiriman uang kas dari konsinyi
Kas XXX
Penjualan XXX
Penyesuaian-penyesuaian lebih lanjut harus dilakukan atas hasil penjualan, harga pokok penjualan, dan biaya-biaya yang menggambarkan gabungan kegiatan konsinyasi. Untuk lebih jelasnya, lihat contoh ilustrasi ayat-ayat jurnal yang dibutuhkan transaksi pada tabel 2-1 dan tabel 2-2.
Tabel 2- 1
PENCATATAN UNTUK KONSINYASI YANG TEREALISASIKAN TRANSAKSI KONSINYASI DICATAT SECARA TERPISAH
KETERANGAN JURNAL
1) Pengiriman barang jadi
sebanyak 2000 unitkepada Toko X dicatat sebesar harga pokoknya 2000 x 10.000 = 20.000.000
Konsinyasi keluar – Pengiriman
Barang 20.000.000 Persediaan barang 20.000.000
2) Pembayaran ongkos kirim
sebesar Rp. 50.000
Konsinyasi keluar – Ongkos
Kirim 50.000
Kas 50.000
3) Biaya promosi, penjualan dan biaya pentimpanan yang dkeluarkan oleh Toko X sebesar Rp. 700.000
Tidak dibuat jurnal, sebab transaksi tersebut dilakukan oleh Toko X sebagai komisioner
4) Penjualan 2000 unit barang jadi dengan nilai :
2000 x 16.000 = 32.000.000
Tidak ada jurnal, sebab ini terjadi pada Toko X
5) Pengiriman uang sebesar Rp.
18.000.000 dari Toko X
Kas 18.000.000
Konsinyasi keluar – Penjualan 18.000.000 6) Setelah menerima laporan dari
komisioner diadakan pencatatan (perhitungan lihat
keterangan)
Piutang komisioner 6.900.000 Konsinyasi keluar – Biaya Promosi 700.000 Konsinyasi keluar – Biaya Komisi 6.400.000
Konsinyasi keluar – Penjualan 14.000.000
7) Menutup rekening pendapatan
dan biaya konsinyasi
Konsinyasi keluar – Penjualan 32.000.000
Konsinyasi keluar – Ongkos kirim 500.000 Konsinyasi keluar – Biaya Promosi 700.000 Konsinyasi keluar – Biaya Komisi 6.400.000 Konsinyasi keluar – Pengiriman barang 20.000.000 Laba konsinyasi 4.400.000
8) Memindahkan rekening laba
konsinyasi ke rekening Laba – Rugi
Laba konsinyasi 4.400.000
Keterangan :
Jumlah piutang dan biaya, perhitungan :
Jumlah penjualan Rp.32.000.000,-
Biaya promosi = Rp.700.000,-
Komisi 20% x Rp.32.000.000,- = Rp.6.400.000,-
Jumlah yang harus diterima Rp.24.900.000,-
Rp.7.100.000,-
Sudah dibayar kas
Jumlah piutang
Rp.18.000.000,-
Rp.
6.900.000,-Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
Tabel 2-2
PENCATATAN UNTUK KONSINYASI YANG TEREALISASIKAN TRANSAKSI KONSINYASI DICATAT SECARA TIDAK TERPISAH
KETERANGAN JURNAL
2) Pengiriman barang jadi
sebanyak 2000 unit kepada Toko X dicatat sebesar harga pokoknya 2000 x 10.000 = 20.000.000
Tidak dibuat jurnal (hanya memo)
2) Pembayaran ongkos kirim sebesar Rp. 50.000
Biaya Kirim 50.000 Kas 50.000
3) Biaya promosi, penjualan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh Toko X sebesar Rp. 700.000
Tidak dibuat jurnal, sebab transaksi tersebut dilakukan oleh Toko X sebagai komisioner
4) Penjualan 2000 unit dengan nilai :
2000 x 16.000 = 32.000.000
Tidak ada jurnal, sebab ini terjadi pada Toko X
5) Pengiriman uang sebesar Rp.
18.000.000 dari Toko X
Kas 18.000.000
Konsinyasi keluar – Penjualan 18.000.000 6) Setelah menerima laporan dari
komisioner diadakan pencatatan (perhitungan lihat keterangan)
Piutang komisioner 6.900.000 Biaya Promosi 700.000 Biaya Komisi 6.400.000
Penjualan 32.000.000
7) Memindahkan rekening laba
konsinyasi ke rekening Laba – Rugi
Laba konsinyasi 4.400.000
Laba – Rugi 4.400.000
8) Menutup rekening pendapatan
dan biaya konsinyasi untuk menentukan laba konsinyasi
Penjualan 32.000.000
Biaya kirim 500.000 Biaya Promosi 700.000 Biaya Komisi 6.400.000 Harga pokok penjualan 20.000.000 Laba konsinyasi 4.400.000
Keterangan :
Jumlah piutang dan biaya, perhitungan :
Jumlah penjualan Rp.32.000.000,-
Biaya promosi = Rp.700.000,-
Komisi 20% x Rp.32.000.000,- = Rp.6.400.000,-
Jumlah yang harus diterima Rp.24.900.000,-
Rp.7.100.000,-
Sudah dibayar kas
Jumlah piutang
Rp.18.000.000,- Rp. 6.900.000,-
Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
2. Pencatatan untuk konsinyasi yang tidak terselesaikan dengan tuntas
Apabila pihak konsinyor perlu menyusun laporan keuangan pada akir periode akuntansi sedangkan jangka waktu perjanjian konsinyasi masih berlangsung atau belum semuanya barang-barang konsinyasi berhasil dijual oleh konsinyi. Maka diperlukan penyesuaian terhadap biaya-biaya yang terkait pada sebagaian produk belum terjual. Masalah-masalah yang timbulpun akan berbeda jika perjanjian penjualan konsinyasi belum terselesaikan dengan tuntas sampai akhir periode akuntansi.
Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut :
1. pencatatan pada buku konsinyor jika transaksi konsinyasi
diselenggarakan terpisah dari transaksi penjualan biasa.
Pada akhir periode keuangan konsinyor membukukan laporan penjualan konsinyasi. Agar ia dapat membukukan laba atau rugi atas penjualan barang-barang konsinyasi sampai tanggal tersebut. Metode pencatatan terhadap transaksi konsinyasi dicatat dengan cara seperti dalam perjanjian konsinyasi yang diselenggarakan dengan tuntas, hanya besarnya penjualan konsinyasi dicatat sebesar jumlah barang-barang konsinyasi yang terjual. Pencatatan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh konsinyor maupun konsinyi yang berkaitan dengan penjualan barang-barang konsinyasi harus dialokasikan masing-masing pada barang-barng yang telah terjual maupun pada barang-barang yang belum terjual.
Penyerahan barang-barang kepada konsinyi yang semula dibukukan dengan mendebet perkiraan konsinyasi keluar-pengiriman
barang konsinyasi, pada saat penjualan dilakukan saldo barang konsinyasi dikredit sebesar harga pokok barang-barang konsinyasi yang dijual oleh konsinyi. Hal ini menyebabkan perkiraan barang-barang konsinyasi masih mengandung saldo debet. Saldo debet ini menyatakan harga pokok barang barang dan biaya-biaya lain-lain yang dibebankan pada barang konsinyasi yang belum terjual. Saldo dalam perkiraan barang-barang konsinyasi dicantumkan dalam neraca sebagai bagian dari persediaan akhir perusahaan. Untuk lebih jelasnya, lihat contoh pada tabel 2-3.
Tabel 2- 3
PENCATATAN UNTUK KONSINYASI YANG TIDAK
TEREALISASIKAN TRANSAKSI KONSINYASI DICATAT SECARA TERPISAH
KETERANGAN JURNAL
1) Pengiriman barang jadi
sebanyak 2000 unit kepada Toko X dicatat sebesar harga pokoknya 2000 x 10.000 = 20.000.000
Konsinyasi keluar – Pengiriman
Barang 20.000.000 Persediaan barang 20.000.000
2) Pembayaran ongkos kirim sebesar Rp. 500.000
Konsinyasi keluar – Ongkos
Kirim 500.000 Kas 500.000
3) Pengiriman uang sebesar Rp. 24.000.000 dari Toko X
Kas 24.000.000
Konsinyasi keluar – Penjualan 24.000.000 4) Mencatat biaya-biaya yang
masih melekat pada barang yang belum terjual yang meliputi :
- Ongkos kirim Rp. 100.000 - Biaya promosi
Jumlah Rp. 300.000 Rp. 200.000
Konsinyasi keluar –Biaya yang
ditangguhkan 300.000
Konsinyasi keluar – Ongkos kirim 100.000 Konsinyasi kelur – Biaya promosi 200.000
7) Menutup rekening pendapatan
dan biaya konsinyasi
Konsinyasi keluar – Penjualan 24.000.000 Konsinyasi keluar – Ongkos kirim 400.000 Konsinyasi keluar – Biaya Promosi 500.000 Konsinyasi keluar – Biaya Komisi 4.800.000 Konsinyasi keluar – Pengiriman barang 15.000.000 Laba konsinyasi 3.300.000
8) Memindahkan rekening laba
konsinyasi ke rekening Laba – Rugi
Laba konsinyasi 3.300.000 Laba – Rugi 3.300.000
Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
2. Pencatatan pada buku konsinyor jika transaksi tidak diselenggarakan terpisah dari transaksi penjualan biasa.
Apabila transaksi konsinyasi pencatatannya tidak ditetapkan tersendiri atau disatukan dengan transaksi penjualan biasa, maka pihak konsinyor membukukan terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan hasil penjualan konsinyasi kedalam buku-buku pihak konsinyor dengan mendebet perkiraan biaya-biaya yang bersangkutan. Namun apabila barang-barang konsinyasi yang dititipkan pada konsinyi belum terjual, maka biaya-biaya yang masih melekat pada barang-barang konsinyasi yang belum terjual seluruhnya, maka biaya-biaya tersebut harus ditangguhkan pembebanannya.
Jika konsinyor menggunkan metode perpetual, maka penyerahan barang-barang kepada konsinyi dicatat dalam memorandum. Apabila diterima laporan perhitungan penjualan dari konsinyi, diperlukan sama seperti bila terjadi penjualan reguler. Pos jurnal pada saat tutup buku disertai dengan pos jurnal yang menagguhkan biaya-biaya yang berkaitan dengan produk yang belum terjual, yaitu dengan mendebet perkiraan biaya yang ditangguhkan pembebanannya sebesar alokasi biaya untuk barang yang belum terjual dan mengkredit perkiraan biaya-biaya yang masih melekat pada produk yang belum terjual. Untuk lebih jelasnya lihat contoh transaksi tabel 2- 4.
Tabel 2- 4
PENCATATAN UNTUK KONSINYASI YANG TIDAK
TEREALISASIKAN TRANSAKSI KONSINYASI DICATAT SECARA TIDAK TERPISAH
KETERANGAN JURNAL
1) Pengiriman barang jadi
sebanyak 2000 unit kepada Toko X dicatat sebesar harga pokoknya 2000 x 10.000 = 20.000.000
Tidak dibuat jurnal (hanya memo)
2) Pembayaran ongkos kirim sebesar Rp. 500.000
Ongkos Kirim 500.000 Kas 500.000
3) Pengiriman uang sebesar Rp. 24.000.000 dari Toko X
Kas 24.000.000
Penjualan 24.000.000 4) Mencatat biaya-biaya yang
masih melekat pada barang yang belum terjual yang meliputi :
- Ongkos kirim Rp. 100.000 - Biaya promosi
Jumlah Rp. 300.000 Rp. 200.000
Biaya yang ditangguhkan 300.000
Ongkos kirim 100.000 Biaya promosi 200.000
5) Mencatat harga pokok penjualan barang yang dijual
Harga Pokok Penjualan 15.000.000
Persediaan barang 15.000.000
6) Menutup rekening pendapatan
dan biaya konsinyasi
Penjualan 24.000.000 Ongkos kirim 400.000 Biaya Promosi 500.000 Biaya Komisi 4.800.000 Pengiriman barang 15.000.000 Laba konsinyasi 3.300.000
7) Memindahkan rekening laba
konsinyasi ke rekening Laba – Rugi
Laba konsinyasi 3.300.000 Laba – Rugi 3.300.000
Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
D. Perbedaan Perlakuan Akuntansi Penjualan Reguler dan Penjualan Konsinyasi
Dalam pengertian penjualan reguler menurut M. Ichwan dan Arifin dalam http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/2/penjualan”, adalah :
“Peningkatan jumlah aktiva atau penurunan jumlah utang suatu badan usaha yang timbul dalam penyerahan barang/jasa/aktiva usaha lainnya dalam suatu periode”.
Pada umumnya terdapat empat hal yang umumnya merupakan karakteristik dari transaksi konsinyasi yang sekaligus merupakan perbedaan perlakuan akuntansi untuk transaksi penjualan reguler, menurut Hadori Yunus dalam penjualan antara lain :
1. Barang-barang masih menjadi hak milik konsinyor dan harus dilaporkan sebagai persediaan konsinyor boleh mengakui barang-barang konsinyasi sebagai persediaannya.
2. Pendapatan diakui konsinyor pada saat barang-barang
konsinyasi dapat dijual pada pihak ke-3.
3. Pihak pengamat (consignor) sebagai pemilik tetap bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua biaya yang berhubungan dengan barang-barang konsinyasi. Sejak pengiriman barang sampai dengan saat komisioner berhasil menjual barang kepada pihak ke-3. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian diantara kedua pihak yang bersangkutan.
4. Komisioner dalam batas kemampuannya mempunyai
kewajiban menjaga keamanan dan keselamatan barang-barang yang diterimanya. Oleh karena itu administrasi yang tertib harus diselenggarakan sampai dengan saat ia berhasil menjual barang-barang tersebut kepada pihak ketiga.
Dalam transaksi penjualan reguler hak milik barang berpindah kepada pembeli pada saat barang diserahkan, kemudian keadaan demikian dipakai sebagai dasar pengakuan terhadap timbulnya pendapatan. Sedangkan penjualan pada penjualan konsinyasi tidak berarti adanya
penyerahan hak milik atas barang yang bersangkutan. Walaupun di dalam konsinyasi terjadi perpindahan barang dari konsinyor ke konsinyi mengenai pengelolaan dan penyimpanan barang, akan tetapi barang tersebut masih menjadi hak milik konsinyor. Barang tersebut tidak lagi menjadi hak milik konsinyor apabila konsinyi berhasil menjualkan barang tersebut kepada pihak ketiga.
Pada penjualan reguler pendapatan diakui pada saat barang tersebut berpindah kepada pembeli, sedangkan pada penjualan konsinyasi barang-barang yang telah dikirim konsinyor kepada konsinyi bukan merupakan kriteria pengakuan pendapatan, walaupun telah terjadi transaksi dan dari segi pengelolaan dan tanggung jawab barang-barang sudah berpindah pada konsinyi.
E. Penyajian Transaksi Penjualan Konsinyasi dalam Laporan Keuangan
Prosedur-prosedur yang harus digunakan oleh pihak konsinyor jika menghendaki penyajian informasi lebih lengkap baik mengenai penjualan konsinyasi maupun penjualan regular adalah dengan melakukan pencatatan transaksi penjualan konsinyasi secara terpisah dari transaksi penjualan biasa.
1) Penyajian didalam laporan perhitungan laba rugi dapat dibukukan dengan cara :
a. Menggabungkan data-data penjualan, harga pokok
dengan data-data yang sama pada transaksi penjualan biasa.
b. Data, harga pokok penjualan dan biaya-biaya
penjualan yang bersangkutan dilaporkan secara terpisah dan sejajar dengan data penjualan biasa. Pelaporan yang demikian dipakai apabila transaksi penjualan barang konsinyasi merupakan bagian yang penting dalam kegiatan distribusinya.
c. Menyajikan data transaksi penjualan konsinyasi didalam laporan perhitungan laba rugi dengan melaporkan laba rugi penjualan konsinyasi tanpa menyajikan data penjualan dan biaya-biaya yang bersangkutan yaitu dengan cara menambah (mengurangkan) laba rugi konsinyasi dari laba kotor penjualan biasa.
Untuk cara nomor 1, penyajian dalam perhitungan laba rugi seperti cara biasa, Sedangkan cara nomor 2 dan 3, penyajiannya seperti contoh sebagai berikut :
PT X Laporan Laba - Rugi Untuk Tahun Yang Berakhir
31 Desember 200X
Penjualan Penjualan Jumlah
Konsinyasi Reguler
Penjualan 10.000 25.000 35.000
Harga Pokok penjualan (6.000) (14.000) (20.000)
4.000 11.000 15.000
Biaya usaha
Biaya penjualan 2.000 3.000 5.000
Biaya administrasi dan umum - 5.000 5.000
Jumlah biaya usaha 2.000 8.000 10.000
Laba
usaha 2.000 3.000 5.000
PT X
Laporan Perhitungan Laba-Rugi Untuk Tahun Yang Berakhir
31 Desember 200X
Penjualan 25.000
Harga Pokok penjualan (14.000)
11.000
Biaya usaha
Biaya penjualan 3.000
Biaya administrasi dan umum 5.000
Jumlah biaya usaha (8.000)
Laba
usaha 3.000
Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
com/2008/04/21/penjualan
2).Penyajian dalam neraca
Masalah utama dalam penyajian neraca dari konsinyor adalah penyajian rekening persedian barang dagangan. Dalam penjualan konsinyasi hak milik atas barang-barang konsinyasi
yang belum terjual sampai dengan tanggal neraca termasuk sebagai persediaan barang dagangan dari pengamanat.
Pada metode pencatatan penjualan barang-barang konsinyasi yang terpisah dari transaksi penjualan biasa, saldo rekening “Barang-barang konsinyasi” pada akhir periode akuntansi menunjukkan total harga pokok barang-barang konsinyasi yang belum terjual ( harga pokok ditambah biaya-biaya produk). Saldo rekening ini disajikan dalam kelompok aktiiva lancar sebagai bagian dari persediaan.
Bila penjualan barang-barang konsinyasi digabungkan dengan penjualan biasa dan persediaan dicatat dengan metode perpetual, saldo rekening “Barang-barang konsinyasi” dapat menunjukkan total harga pokok barang konsinyasi yang belum terjual atau menunjukkan harga pokoknya saja karena biaya produk untuk barang konsinyasi yang belum terjual dicatat dalam rekening “Biaya-biaya konsinyasi yang ditangguhkan dan dalam neraca dapat disajikan sebagai biaya yang dibayar dimuka dalam kelompok aktiva lancar”
Konsinyi mungkin memberikan uang muka kepada konsinyor atau membayar lebih dari jumlah yang terhutang dari hasil penjualan barang-barang konsinyasi sampai pada akhir periode akuntansi. Jumlah uang muka atau kelebihan ini dicatat pada rekening “uang muka konsinyi” yang disajikan dalam neraca dalam kelompok hutang. Sebaliknya bila konsinyi
membayar dalam jumlah yang lebih kecil dari jumlah yang seharusnya, maka kekurangan pembayaran ini merupakan piutang kepada konsinyi. Penyajian dalam neraca seperti yang tercantum pada halaman berikut :
NERACA Per 31 Desember 200X
Aktiva Lancar : Pasiva :
Kas 200.000 Hutang bank 210.000
Bank 10.000 Hutang dagang 50.000
Piutang dagang 57.000 Hutang lain-lain 90.000
Piutang Karyawan 33.000 Uang muka penjualan 61.000
Pendapatan lain-lain 9.000 Biaya yang masih harus dibayar 75.000
Persediaan bahan baku 19.000
Persediaan barang jadi 8.000 Jumlah pasiva 486.000
Biaya yang dibayar dimuka 18.500
Barang konsinyasi 26.500 Modal 100.000
Asuransi dibayar dimuka 5.000 Jumlah aktiva lancar 386.000
Aktiva Tetap:
Tanah 110.000
Bangunan 90.000
Jumlah aktiva tetap 200.000
Jumlah 586.000 Jumlah 586.000
Sumber: Hadori Yunus Harnanto dalam
F. Kerangka Konseptual
Gambar 2:1 : Kerangka Konseptual
Penulis melakukan penelitian pada PT.Salemba Empat Cab.Medan, sebagai langkah awal penulis akan memaparkan teori-teori sehubungan dengan variabel yang sedang diteliti.
Pada hakekatnya pendapatan adalah suatu hasil dari kegiatan normal perusahaan dalam suatu periode tertentu yang dapat menyebabkan meningkatnya jumlah aktiva atau berkurangnya kewajiban perusahaan. Disini penulis meninjau pengakuan pendapatan dalam transaksi konsinyasi dan menguraikan antara lain tentang prosedur pengakuan pendapatan dan pencatatan ayat jurnal atas transaksi konsinyasi.
Selanjutnya, penulis menguraikan tentang bagaimana penerapan
pengakuan pendapatan dan pencatatan ayar jurnal transaksi konsinyasi pada objek yang akan diteliti, yaitu pada PT.Salemba Empat Cab.Medan. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan teori, sehingga dapatlah kesimpulan
PT.SALEMBA EMPAT CAB.MEDAN
Pengakuan Pendapatan Transaksi Konsinyasi
Prinsip Akuntansi Berlaku Umum PABU
atau pemecahan atas masalah yang dihadapi yaitu bagaimana prosedur pengakuan pendapatan atas transaksi konsinyasi pada objek yang diteliti.