Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Margaretha Normanita Sinthya Dewi 069114058
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
DAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN
Disusun Oleh :
Margaretha Normanita Sinthya Dewi
NIM : 069114058
Telah Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing,
iii
DAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Margaretha Normanita Sinthya Dewi
NIM : 069114058
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 9 Agustus 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Minta Istono, S. Psi, M. Si
Sekretaris : P. Eddy Suhartanto, S. Psi, M. Si
Anggota : V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi, M. Si
Yogyakarta, 9 Agustus 2010
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
iv
(Filipi 4 : 6)
“anyone can get angry – that is easy.
But to get angry with the right person,
in the right way,
at the right time,
for the right reason,
in the correct form – is not easy”
-Aristoteles-The Secret :
Pikiran yang sedang Anda pikirkan saat ini sedang menciptakan kehidupan masa depan Anda.
Apa yang paling Anda pikirkan atau fokuskan akan muncul sebagai hidup Anda.
Kemarin adalah kenangan hari ini adalah tantangan, dan esok adalah masa depan.
Ingatlah,
masa depan ada di tanganmu…! Oleh karena itu, Berusahalah…… maka Dia akan menentukan jalanmu…
v
tHanx God for blessing me.. i know You know what I want to talk, because You know everything
Saint Margaretha, Thanks for keep, save & loving me, even though it impossible to think and believe….
dad & mum, you’re both my spirit… I can’t reach this without your love, pray,and hardwork Thanks, from the bottom of my heart.. Love u both..
my two little brothers, makasih untuk dukungan & pertanyaan “kamu lulus kapan, mbak?” sekarang kujawab, “aku udah lulus, kalian kapan?”
‘beetong’ kekasihku, sahabatku… wonderful person, kind boy, it’s the most excellent and beautiful *unconditional positive love.. thanks for that *(special), care, pray, support, and for all (b’coz I need much paper to explain) ^ ^
all my big family and friends thanx a lot for your support and pray… amazing have nice famz and friends like you,
nudd, it’s your hard work and beginning of the future, congratz gurl..!
vii
ABSTRAK
Penelitian korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dan performansi kerja karyawan. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menjaga keselarasan emosi diri dan pengungkapannya. Performansi didefinisikan sebagai aktivitas dan hasil kerja karyawan yang berkontribusi pada goal organisasi. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dan performansi karyawan. Subyek penelitian ialah 65 karyawan bagian produksi PT. USMAN JAYA MEKAR TEXTILE INDUSTRY yang memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan (purposive sampling). Data penelitian diungkap dengan skala kecerdasan emosi dan skala performansi kerja. Skala kecerdasan emosi disusun dengan teknik Likert, sedangkan skala performansi kerja disusun dengan teknik rating. Koefisien reliabilitas diperoleh dengan teknik Alpha Cronbach dengan nilai 0.899 pada skala kecerdasan emosi dan 0.777 pada skala performansi karyawan. Data dianalisis dengan menggunakan teknik korelasiPearson Product Momen. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.406 dengan nilai p = 0.00 (p<0.01) yang berarti bahwa Ho ditolak, Ha diterima. Kesimpulan penelitian yaitu bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dan performansi kerja karyawan.
viii
ABSTRACT
This correlational research was aimed to know relation between emotional intelligence and employee work performance. Emotional intelligence is personal capability to keep the appropriateness of self emotion and its expression. Performance is defined as employee activity and outcomes that contribute to organizational goal. The hypothesis proposed in this research was that there was a positive relation between emotional intelligence and employee work performance. The subjects of the research were 65 production employees of PT. USMAN JAYA MEKAR TEXTILE INDUSTRY that fulfilled some criterions (purposive sampling). The data was revealed by emotional intelligence scale and work performance scale. Emotional intelligence scale was arranged by Likert technique, while employee work performance scale was arranged by rating technique. Reliability coefficient was found by Alpha Cronbach technique with value of 0.899 on emotional intelligence scale and 0.777 on employee work performance scale. Data was analyzed by correlation technique Pearson Product Momen. Results of the data analysis showed the correlation coefficient (r) 0.406 with value of p = 0.00 (p<0.01) that means Ho rejected, Ha accepted. Conclusion of this research was that there was correlation between emotional intelligence and employee work performance.
ix
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Margaretha Normanita Sinthya Dewi
Nomor Mahasiswa : 069114058
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Performansi Kerja Karyawan
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal : 26 Juli 2010
Yang menyatakan,
x
Sebuah pencapaian dalam hidup selalu disertai dengan mimpi, kerja keras,
dan doa. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Bapa di surga, yang
kasih dan berkat-Nya melimpah dalam hidupku sehingga proses penulisan skripsi
dapat berakhir dengan indah sesuai dengan rencana-Nya. Skripsi dengan judul
“Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Performansi Kerja Karyawan” ini
mengakhiri proses pendidikan sarjana penulis dan pencapaian ini mengantarkan
penulis untuk melanjutkan kehidupan serta menjadi awal dari langkah berikutnya.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi baik berbentuk
support, doa, dan bantuan dalam proses penulisan skripsi hingga saat ini :
1. Ibu Dr. Ch. Siwi H, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta,
2. Bapak “Papi” Minto Istono, S. Psi, M. Si. selaku dosen pembimbing, dengan
‘caranya membimbing’ senantiasa mendampingi, mendengarkan, memberi
masukan, kritik, bertukar pikiran, melayani tuntutan, keluh kesah serta
kekhawatiran penulis yang dengan diselingi canda memberikan kontribusi yang
signifikan selama proses penulisan. Terima kasih banyak Pak, di sela-sela
kesibukan Bapak meluangkan waktu untuk membimbing saya dan
teman-teman,
3. Bapak Eddy Suhartanto, S. Psi, M. Si, dan Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.
xi
4. Romo Priyono yang telah memberikan masukan mengenai judul penelitian.
Terima kasih Romo.
5. Semua dosen-dosen di Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan value, membagi ilmu, dan mengajarkanku banyak hal. Terima
kasih banyak Bapak dan Ibu dosen.
6. Mas Gandung, Pak Gi, Mba Nanik, Mas Muji dan Mas Doni selaku karyawan
di Fak. Psikologi yang telah membantu dalam banyak hal sejak awal masuk
kuliah sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Heri selaku Kabag Personalia PT. Usman Jaya Mekar Textile Industry.
Terima kasih banyak atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di
PT. Usmantex, terlebih di sela-sela kesibukan Bapak memberikan waktu untuk
menemui dan menjawab telepon saya.
8. Kedua orang tuaku, Bapak Agustinus Suyono dan Ibu Maria Fransiska Syah
Dani yang telah merawat dan membesarkanku, memberikan cinta berlimpah,
melakukan banyak pengorbanan sejak aku lahir sampai detik ini. Terima kasih
atas segala hal yang luar biasa dan indah dalam hidupku. Ini adalah sebuah
persembahan sederhana sebagai baktiku untuk Bapak Ibu, yang tak akan cukup
untuk membayar semua kebaikanmu…. Luv u Mum and Dad…
9. Kedua adikku Gregorius Dedy Mahendra dan Robertus Deny Adi Kristanto
yang cinta, canda, dan keusilannya menemani hari-hari akhir pekan dan libur
xii
menemaniku dengan “cara” kalian sendiri. Perjalanan kalian masih panjang,
jangan menyerah untuk mencapai cita-cita setinggi langit Ok? Semangaad
bro…!
10. Teman-teman seperjuanganku di Psikologi 06, yang menemani, mengisi,
membantu, dan mengajarkanku banyak hal (Wayan, Windi, Ninit, Lily, Liza,
Mia, Ike, Shinta, Sekar, Viany, Chika, Nobi, Erisa, Anna, Inez, Lim, Satria,
Berto, Ari, “Coro” Ardian, Chacha & “Kesed” Rafa, Guntur, Komenk, Aji)
Makasii banyak ya teman-teman… senang bisa mengenalmu lebih dekat.
Sukses untuk kita semua, God Bless.
11. Teman-teman kecilku, sahabat, dan saudaraku yang mendukungku sejak
dahulu kala, terlebih akhir-akhir ini (Mbak Sari, Mba Ely, Mba Tha2, Dunk,
mas Cent, Mas Christ, Randy, Beni, Heri, Fita) terima kasih banyak. Kalian
sangat berkontribusi dalam memberiku semangat untuk terus menulis.
12. Sahabat lamaku (Mb Iko, Kak Dedek, Lala, Nana, Meda) terima kasih ya
menguatkanku dalam pembuatan skripsi ini.
13. Teman-teman UKM MASDHA (Lim, Nicky, Deyo, Aretta, Emil, Mas I Ray,
Budi, Gaga, Antok, Woyo, Bule, Mb Olga, Alfa, Felix, Titan, Piwi, Rey, Lexa,
Kinan, Mb Puri, Mb Septi, Sekar, Mas Lucky double, Aldo, Ike) terima kasih
atas pengalaman selama dua tahun di Masdha. Terima kasih juga memberiku
xiii
2008 (yang merasa pernah jadi panitia AKSI 07-08) terima kasih atas kerja
sama dan kesempatan serta pengalaman berorganisasi di Psi. Sukses ya…!
15. Teman-teman staff dan Co.Fas PPKM 2009, terima kasih telah memberikan
kesempatan dan mengajarkanku tentang pelatihan, games, de brief serta
pengalaman tak terlupakan.
16. Keluarga besarku dimanapun kalian berada (Nenek, Bude-Bude, Pakde-pakde,
Om-om, Bulek-bulek) dan sepupu-sepupuku (all of my lovely cousins, kalian
tahu kan kalo ak ngetik ga tau selesenya kapan) senang memiliki keluarga
yang selalu mendukungku dalam doa. Terima kasih dan lanjutkan kebiasaan
baik kita untuk selalu berkumpul bersama.
17. Keluarga Bapak Renung (Bapak Renung, Ibu Tuti, Mas Hanung, Mba Ditya,
Kosala dan keponakan kecilku Radit) terima kasih banyak atas dukungan,
perhatian, dan doa yang selalu diberikan untuk Nita. Semoga berkat Tuhan
melimpah dalam kehidupan kita.
18. Aditya Advian Natali (my son, my most best friend, and of coursemy tong)
senang akhirnya perjuangan kita terjawab. Terima kasih atas segala dukungan
dan doamu, your *neverending* love, care, support, and a lot of beautiful
things between us.Too much too say, but I wanna say the most important that
you should know, you’re my truly best boyfriend I ever had. Makasih banyak
telah mengisi hari-hariku dan membuat aku nyaman untuk mencurahkan
xiv semua perhatian dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 25 Juli 2010 Penulis,
xv
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING …..……… ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ………...………...
HALAMAN MOTTO ………
HALAMAN PERSEMBAHAN ………
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …...………
ABSTRAK ……….
ABSTRACT ………...
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………
KATA PENGANTAR ………...
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ……… 4
C. Tujuan Penelitian…...………
D. Manfaat Penelitian ………
5
5
BAB II LANDASAN TEORI………... 6
A. Performansi Kerja ………..
1. Definisi Performansi ……… 6
xvi
B. Kecerdasan Emosi ………..
1. Kecerdasan Manusia ………
2. Emosi ………
3. Definisi Kecerdasan Emosi ………..
4. Efek Kecerdasan Emosi dalam Bekerja ………...
5. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ………..
21
C. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Performansi Kerja
Karyawan ………...
D. Skema Penelitian ………
E. Hipotesis Penelitian ………
36
41
42
BAB III METODE PENELITIAN……….………
A. Jenis Penelitian ………...
B. Identifikasi Variabel Penelitian ………..
C. Definisi Operasional ………..
1. Performansi Karyawan ………
2. Kecerdasan Emosi ………
D. Subyek Penelitian ………...
E. Metode Pengumpulan Data ………
1. Skala Performansi ………
2. Skala Kecerdasan Emosi ………..
F. Validitas dan Reliabilitas ………...
xvii
3. Reliabilitas ………...
G. Teknik Analisis Data ………..
BAB IV PERSIAPAN PENELITIAN, PELAKSANAAN PENELITIAN,
HASIL DAN PEMBAHASAN ………...
A. Persiapan Penelitian ………...
B. Pelaksanaan Penelitian ………...
C. Hasil Penelitian ………..
1. Deskripsi Subyek Penelitian ………
2. Deskripsi Data Penelitian ……….
3. Hasil Analisis Data Penelitian ………..
D. Pembahasan ………
DAFTAR PUSTAKA ………... 77
xviii
Tabel 1 Tabel Blueprint Skala Performansi Kerja Sebelum Tryout …….... 46
Tabel 2 Tabel Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi ………... 47
Tabel 3 Tabel Blueprint Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Tryout ……... 48
Tabel 4 Tabel Aitem yang Gugur pada Skala Performansi Kerja Setelah Tryout ……….. 50
Tabel 5 Tabel Distribusi Aitem Skala Performansi Kerja untuk Penelitian... 51
Tabel 6 Tabel Aitem yang Gugur pada Skala Kecerdasan Emosi Setelah Tryout ………... 52
Tabel 7 Tabel Distribusi Aitem Skala Kecerdasan Emosi untuk Penelitian.. 53
Tabel 8 Tabel Deskripsi Jenis Kelamin Subyek………... 59
Tabel 9 Tabel Deskripsi Lama Subyek Bekerja………... 59
Tabel 10 Tabel Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik antara Variabel Kecerdasan Emosi dan Variabel Performansi.…………... 60
Tabel 11 One-Sample Test Perbandingan Mean Teoritik dan Empirik Performansi Kerja ……… 62
Tabel 12 One-Sample Test Perbandingan Mean Teoritik dan Empirik Kecerdasan Emosi ……… 69
Tabel 13 Uji Normalitas ………... 64
Tabel 14 Hasil Uji Linieritas Hubungan ……….… 65
xix
Lampiran 1 Skala Kecerdasan Emosi ……… 81
Lampiran 2 Skala Performansi Kerja ………. 87
Lampiran 3 Uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi ……….….. 90
Lampiran 4 Uji Reliabilitas Skala Performansi Kerja….………... 96
Lampiran 5 Deskriptif Data Penelitian ……….. 99
Lampiran 6 Uji Normalitas ……… 100
Lampiran 7 Uji Linieritas ………. 101
Lampiran 8 Uji Hipotesis ………. 102
Lampiran 9 Uji t Rata-rata Empiris dan Teoritis Data Kecerdasan Emosi 103
xx
Gambar 1. Proses Penilaian Performansi Karyawan ... 15
Gambar 2. Skema Penelitian Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas tenaga kerja menjadi tolak ukur secara keseluruhan dalam
usaha mencapaigoal perusahaan. Kualitas karyawan akan tampak pada hasil
kerja atau yang dikenal dengan istilah performansi. Namun, pada
kenyataannya performansi tenaga kerja di Indonesia tergolong relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Insititute for
Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book
(Mangkuprawira, 2008) memberitakan bahwa peringkat performansi kerja di
Indonesia tahun 2005 berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei.
Peringkat performansi ini semakin turun dibandingkan pada tahun 2001 yang
mencapai urutan 46. Diduga kuat bahwa semua itu karena mutu sumber daya
manusia yang belum mampu bersaing.
Definisi performansi kerja sendiri menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart,
dan Wright (2004) adalah aktivitas dan hasil kerja karyawan yang
berkontribusi pada goal organisasi. Organisasi perlu melakukan penilaian
hasil kerja atau performance appraisal karyawan untuk mengetahui
performansi karyawan secara individu. Penilaian performansi kerja yang
dilakukan antara lain bertujuan untuk membantu manajer dalam mengambil
keputusan penting dalam hal promosi, transfer, pemberhentian, dan gaji.
Selain itu, penilaian performansi kerja juga dilakukan untuk memberikan
feedback dan menentukan pelatihan serta pengembangan yang dibutuhkan
karyawan (Riggio, 2008).
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada performansi kerja
seseorang (Landy dan Conte, 2010) yaitu ability terutama kecerdasan
(intelegensi), personality (kepribadian), skills (keterampilan), knowledge
(pengetahuan), competencies (kompetensi), dan emotional intelligence
(kecerdasan emosi). Disamping kemampuan kognitif yang dipredikasi dapat
mempengaruhi keberhasilan performansi seseorang, kemampuan non kognitif
merupakan satu hal yang patut diperhitungkan. Hal ini karena kesuksesan
seseorang tidak hanya bergantung pada kecerdasan kognitifnya. Seseorang
yang memiliki kecerdasan kognitif yang tinggi, tetapi kurang cerdas pada
kemampuan non kognitifnya akan mengalami kendala untuk mencapai
kesuksesan.
Salah satu kemampuan non kognitif yang penting yaitu kecerdasan
emosi. Goleman (2002) menemukan fakta bahwa orang yang memiliki
kecerdasan kognitif lebih tinggi justru bekerja untuk orang yang kecerdasan
kognitifnya lebih rendah. Setelah dilakukan penelitian ternyata orang yang
kecerdasan kognitifnya lebih rendah memiliki kecerdasan emosi yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, faktor penentu kesuksesan seseorang tidak hanya
berdasarkan kecerdasan kognitifnya saja, tetapi juga ditentukan oleh
kecerdasan emosinya. Hal ini karena manusia tidak terlepas dari emosi di
dalam kehidupannya termasuk ketika sedang bekerja baik emosi diri sendiri
mengelola emosinya diyakini dapat menghadapi masalah yang ada dan
menyelesaikannya dengan baik pula. Orang seperti ini diyakini memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi. Goleman (dalam Carmeli, 2003) mengatakan
bahwa terdapat fakta atau bukti yang mendukung efek positif kecerdasan
emosi pada kesuksesan pekerjaan seseorang.
Sebaliknya, performansi kerja yang menurun menjadi alasan mengapa
karyawan dalam sebuah perusahaan di PHK (Oin, 2008). Oleh karena itu,
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengatasi masalah finansial sampai saat ini menjadi hal yang menakutkan
bagi karyawan. Bukan hanya karena karyawan yang di-PHK akan menjadi
pengangguran, tetapi mereka juga tidak memiliki penghasilan untuk
kehidupan sehari-hari dan keluarganya.
Peneliti tertarik melakukan penelitian ini berdasarkan masalah
menurunnya peringkat performansi kerja di Indonesia dibandingkan
negara-negara lain. Subyek penelitian merupakan karyawan produksi perusahaan
tekstil. Alasan peneliti memilih karyawan tekstil karena ketatnya persaingan
perusahaan tekstil, terlebih krisis keuangan global yang memaksa industri
tekstil melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya (Pra,
2009). Meskipun PHK yang dilakukan perusahaan disebabkan oleh faktor
eksternal, kualitas karyawan diduga menjadi bahan pertimbangan perusahaan
untuk memampatkan jumlah karyawan. Karyawan perusahaan yang memiliki
performansi tinggi akan tetap dipertahankan, sedangkan karyawan yang
Selanjutnya, jenis pekerjaan seseorang akan menentukan faktor yang
mempengaruhi kesuksesan performansi kerjanya. Misalnya kesuksesan
performansi seorang ahli bedah tergantung pada kecerdasan kognitifnya,
sedangkan pengacara tergantung pada kecerdasan dan keterampilan
komunikasinya. Subyek penelitian ini merupakan karyawan produksi tekstil
yang kesuksesan performansinya lebih ditentukan oleh keterampilan (skill)
dan pengalamannya bekerja. Peneliti ingin mengetahui apakah faktor
kecerdasan emosi yang menurut teori berkontribusi misalnya pada kerja sama
tim, problem solving, dan hubungan interpersonal, berhubungan dengan
kesuksesan performansi kerja karyawan.
Subyek penelitian dari perusahaan tekstil dirasa relevan dengan
penelitian ini karena banyaknya PHK di perusahaan tekstil merupakan
sesuatu yang penting untuk diteliti berkaitan dengan performansi kerja
karyawan. Selain itu, perusahaan tekstil yang diteliti juga belum melakukan
penilaian performansi secara detail dan rutin sehingga penelitian ini perlu
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Peneliti mengidentifikasikan permasalahan yang ada yaitu dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
“Apakah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara
kecerdasan emosi dan performansi kerja karyawan.
D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :
1. Memberikan sumbangan teoritis khususnya bidang Psikologi Industri
tentang hubungan antara kecerdasan emosi seseorang dengan performansi
kerjanya.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan dasar untuk
melakukan penelitian lain dalam melihat hubungan kecerdasan emosi
dengan performansi kerjanya.
Manfaat Praktis :
Bagi Perusahaan :
Membantu kebijakan perusahaan untuk meningkatkan sumber daya
manusia yang ada dengan memperhatikan kecerdasan emosi karyawan
sehingga diharapkan tingkat performansi kerja karyawan juga akan semakin
BAB II DASAR TEORI
A. PERFORMANSI KERJA 1. Definisi Performansi
Performansi kerja merupakan istilah yang sudah tidak asing dalam
bidang industri dan organisasi karena organisasi biasa dinilai dari
performansinya (Hayward, 2005). Performansi organisasi sendiri
ditentukan oleh performansi karyawan yang bekerja dalam organisasi
tersebut. Oleh karena itu, karyawan menurut Bartlett dan Ghosal (dalam
Hayward, 2005) merupakan aset terbesar dalam sebuah organisasi.
Performansi kerja bisa dilihat dari dua sisi, yaitu secara obyektif
dan subyektif. Performansi kerja jika dilihat secara obyektif yaitu
penilaian hasil kerja yang lebih berfokus pada kuantitas, misalnya jumlah
produksi. Performansi kerja jika dilihat secara subyektif yaitu penilaian
hasil kerja secara judgment oleh orang-orang yang mengetahui proses
kerja seseorang, misalnya atasan, rekan sekerja, bawahan, dan pelanggan
(Riggio, 2008).
Pengertian performansi kerja karyawan berdasarkan hasil yang
dicapai adalah catatan dari hasil yang diperoleh melalui fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama jangka waktu tertentu (Bernardin dan Russel,
1993). Performansi kerja juga didefinisikan oleh Hellriegel, Jackson, dan
Slocum (dalam Hayward, 2005) sebagai tingkat pencapaian dari hasil kerja
seseorang setelah melakukan usaha. Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright
(2004) mengatakan bahwa performansi adalah aktivitas dan hasil kerja
karyawan yang berkontribusi padagoalorganisasi.
Secara umum, pengertian performansi yaitu aktivitas dan hasil
kerja yang diperoleh seseorang setelah melakukan usaha melalui fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama jangka waktu tertentu yang
berkontribusi padagoalorganisasi.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja
Pengaruh yang utama dalam performansi yaitu kualitas tenaga
kerja pada seluruh tingkat organisasi. Zeitz (dalam Phalestie, 2010)
mengatakan bahwa performansi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama,
yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor
organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban
kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Sementara
faktor personal meliputi sifat kepribadian (personality trait), senioritas,
masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan
bidang pekerjaan dan kepuasan hidup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi performansi kerja menurut
Aamodt (2010) antara lain ability (kecakapan),supervision (pengawasan),
company policy (kebijaksanaan perusahaan), economic factors (faktor
ekonomi), motivation (motivasi), training (pelatihan), physical
Pendapat lain mengenai faktor yang berpengaruh pada performansi
kerja seseorang (Landy dan Conte, 2010) adalah ability terutama
kecerdasan (intelegensi), personality (kepribadian), skills (keterampilan),
knowledge (pengetahuan), competencies (kompetensi), dan emotional
intelligence(kecerdasan emosi).
Spector (2007) dalam bukunya Industrial and Organizational
Psychology menuliskan beberapa faktor yang berkaitan dengan
performansi kerja karyawan. Faktor-faktor yang berkaitan tersebut yaitu
kecakapan (ability), motivasi (motivation), karakteristik personal, kondisi
lingkungan, dan karakter pekerjaan.
Berdasarkan analisis dari beberapa ahli dapat ditarik kesimpulan
bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi performansi kerja antara lain
ability(kecakapan), motivasi, karakteristik kepribadian, kecerdasan emosi,
dan lingkungan fisik. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa
faktor yang mempengaruhi performansi kerja :
a. Ability(Kecakapan)
Menurut Spector (2007) kecakapan adalah kemampuan untuk
belajar sesuatu, misalnya kemampuan untuk belajar memainkan alat
musik atau untuk belajar bahasa asing. Kita menilai seseorang sebagai
orang yang cakap ketika mengasumsikan bahwa orang tersebut
memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan sejumlah aktivitas
yang membutuhkan pembelajaran dan adaptasi (Landy dan Conte,
beberapa bagian yaitucognitive, physical, sensory, danpsychomotoric
abilities.
Dalam psikologi industri dan organisasi, seleksi yang dilakukan
kebanyakan digunakan untuk mengetahui kecakapan dan keterampilan
seseorang. Hal ini seperti analisis KSAOs (knowledge, skill, ability,
and other personal characteristic) yang dilakukan kepada karyawan
apabila akan menduduki jabatan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu, telah ditemukan bahwa pengukuran kecakapan seseorang
berkaitan dengan performansi kerjanya. Seperti penelitian oleh
Gutenberg, Arvey, Osburn, dan Jeanneret (dalam Spector, 2007) yang
menunjukkan bahwa kecakapan kognitif memprediksikan performansi
untuk bermacam-macam pekerjaan. Penelitian lain oleh Pearlman,
Schmidt, dan Hunter (dalam Spector, 2007) menemukan bahwa
kecakapan kognitif digunakan untuk memprediksi performansi kerja.
Caldwell dan O’Reilly (dalam Spector, 2007) memperlihatkan bahwa
kemampuan seseorang yang sesuai dengan KSAOs pada anajab dapat
menjadi strategi yang berguna untuk meningkatkan performansi kerja.
b. Motivasi
Organisasi berupaya untuk meningkatkan motivasi pekerja agar
performansi kerja mereka juga meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yaitu bahwa motivasi berpengaruh terhadap
perilaku karyawan dalam melakukan sesuatu (Schultz, 2006). Hal ini
dikembangkan oleh Edwin Locke dimana motivasi utama pada
pekerjaan ditentukan oleh seberapa kuat keinginan seseorang untuk
mencapaigoal.
c. Karakteristik Kepribadian
Barrick dan Mount (dalam Spector, 2007) mengemukakan bahwa
banyak psikolog yang mempercayai bahwa kepribadian manusia dapat
dijelaskan menjadi lima dimensi yang dikenal dengan Big Five, yaitu
extraversion, emotional stability, agreeableness, conscientiousness,
danopenness to experience.
Penelitian oleh Hurtz, Donovan, dan Salgado (dalam Spector,
2007) menyimpulkan bahwa kepribadian berkaitan bahkan dapat
menjadi prediktor terbaik dalam performansi kerja. Selanjutnya, Hurtz
dan Donovan (dalam Spector, 2007) menemukan bahwa dimensi
kepribadian tertentu memiliki korelasi yang kuat dengan performansi
pada pekerjaan tertentu. Meskipun korelasinya kecil, penelitian ini
memberikan bukti bahwa personality merupakan faktor penting dalam
performansi pada bermacam-macam pekerjaan.
d. Kecerdasan Emosi
Schutte (dalam Carmeli, 2003) mengatakan bahwa kecerdasan
emosi yang biasa dikenal dengan Emotional Intelligence ini dapat
dimasukkan baik dalam ability (Ciarrochi dan Mayer dalam Riggio,
2008) atau karakteristik kepribadian seseorang (Schutte dan Malouff
2003) kecerdasan emosi ini berdiri sendiri sebagai kemampuan non
kognitif yang didefinisikan sebagai susunan kemampuan sosial,
emosi, dan kepribadian yang berpengaruh pada keberhasilan
seseorang untuk dapat mengatasi tekanan dan tuntutan lingkungan
secara efektif.
Pada awal tahun 1990, sebagian besar penelitian hanya
memfokuskan pada kecerdasan kognitif misalnya kemampuan untuk
menyelesaikan masalah. Namun akhir-akhir ini, peneliti dan praktisi
menyadari pentingnya kecerdasan kognitif dan emosi untuk
memperoleh kesuksesan. Fakta dan bukti yang ada juga menunjukkan
adanya efek positif dari kecerdasan emosi pada kesuksesan seseorang
dalam bekerja (Goleman, 2002). Hal ini seperti yang terlihat pada
peneliti dimana mereka menghubungkan kecerdasan emosi pada
penjelasan mengapa terjadi perbedaan yang signifikan dalam
performansi setiap orang (Carmeli, 2003).
e. Kondisi Lingkungan
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor organisasional yang
dapat mempengaruhi performansi kerja pada berbagai cara.
Lingkungan juga memiliki pengaruh positif atau negatif pada motivasi
karyawan yang akan membawa pada peningkatan atau penurunan
usaha karyawan. Selain itu, lingkungan juga dapat dibuat untuk
memfasilitasi performansi dengan membuatnya “lebih mudah” bagi
menunjukkan bahwa sesuatu yang sederhana seperti membiarkan
seseorang mendengarkan musik melalui headset meningkatkan
performansi kerja, rupanya karena hal tersebut dapat meredakan
ketegangan (Oldham, Cummings, Mischel, Schmidtke, dan Zhou,
dalam Spector, 2007).
3. Penilaian Performansi Kerja
a. Definisi Penilaian Performansi Kerja
Riggio dalam bukunya Introduction to Industrial/ Organizational
Psychology (2008) mengatakan bahwa penilaian performansi kerja
merupakan pengumpulan prestasi karyawan sebagai pembanding untuk
menetapkan standar tertentu dalam organisasi. Penilaian performansi
kerja juga diartikan sebagai cara untuk mengukur kontribusi individu
kepada organisasi tempat mereka bekerja (Bernardin dan Russel, 1993).
Bittel (1994) menyebutkan bahwa penilaian performansi kerja adalah
evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang
melakukan tugasnya dan memenuhi perannya yang sesuai dalam
organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penilaian performansi
merupakan evaluasi formal dan sistematis untuk mengukur seberapa
baik karyawan melakukan tugas dan perannya dalam memberikan
kontribusi bagi organisasi sekaligus sebagai cara pembanding untuk
Cascio (dalam Spector, 2007) mendefinisikan performance
appraisal sebagai gambaran atau deskripsi sistematis tentang kekuatan
dan kelemahan seseorang atau kelompok dalam melakukan
pekerjaannya. Definisi lain menyebutkan bahwa penilaian performansi
kerja merupakan evaluasi formal yang dilakukan secara berkala atas
prestasi yang dicapai yang akan digunakan sebagai pembuatan
keputusan karir karyawan (Schultz, 2006). Muchinsky (dalam Riggio,
2008) mendefinisikan penilaian performansi kerja sebagai suatu
ringkasan sistematis terhadap prestasi kerja karyawan dalam pekerjaan
yang digunakan untuk mengevaluasi efektivitas kerja.
Secara keseluruhan, definisi penilaian performansi yaitu evaluasi
formal dan sistematis untuk mengevaluasi efektifitas kerja mengetahui
peran karyawan dalam memberikan kontribusi, mengetahui kekuatan
sekaligus kelemahan sebagai cara pembanding untuk menetapkan
standar dan serta menetapkan keputusan karir karyawan dalam
organisasi.
b. Metode Penilaian Performansi Kerja Karyawan
Penilaian performansi dapat dilakukan melalui beberapa tahap.
Menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (1998) meliputi tiga langkah
yaitu identifikasi (tahap awal untuk menentukan aspek atau dimensi
penilaian), dan pengelolaan (memberikan feedback kepada karyawan
yang merupakan bagian terpenting dari proses penilaian).
Riggio (2008) mengemukakan bahwa proses penilaian performansi
kerja yang baik sebaiknya meliputi dua hal, yaitu performance
assessmentdan performance feedback.Performance assessmentberarti
bahwa penilaian performansi kerja dilakukan untuk membuat keputusan
personal, misalnya promosi, gaji atau bahkan pemecatan. Performance
feedback menurut Boswell dan Boudreau (dalam Riggio, 2008)
merupakan proses memberikan informasi sebagai bentuk penghargaan
atas hasil kerja dan kesempatan untuk memberi masukan atau saran
untuk meningkatkan performansi. Feedback untuk karyawan biasanya
dilakukan dalam konteks wawancara performansi. Atasan menceritakan
kepada karyawan hasil performansi secara detail, memberi
penghargaan, kritik yang membangun, saran serta bimbingan untuk
peningkatan performansi. Farr (dalam Riggio, 2008) mengatakan bahwa
meskipun feedback yang membangun bersifat kritis untuk penilaian
performansi yang baik,feedback “informal” yang diberikan dari atasan
kepada anak buah sebaiknya dilakukan secara teratur, yaitu setiap hari.
Berikut ini adalah skema sistem penilaian prestasi kerja
Gambar 1.
Proses Penilaian Performansi Karyawan
Ada banyak cara untuk mengukur performansi kerja. Schultz
(2006) mengatakan bahwa penilaian performansi dapat dilakukan
secara obyektif dan judgmental. Menurut Riggio (2008), penilaian
performansi dapat dilakukan dengan subjective performance criteria
dan objective performance criteria. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy
(1998) membagi penilaian performansi menjadi dua cara yaitu tipe
judgment(relativedanabsolute) dan penilaian yang berfokus pada sifat,
perilaku, dan prestasi kerja. Performansi
Karyawan
Feedback karyawan Penilaian
performansi
Keputusan personal
Proses Identifikasi
Pengelolaan hasil penilaian
Berdasarkan teori-teori ahli mengenai cara untuk menilai
performansi kerja karyawan, maka diperoleh kesimpulan bahwa metode
untuk menilai performansi dapat dilakukan dengan cara :
1) Penilaian Obyektif, misalnya :
a) jumlah hari absen kerja
b) keterlambatan kerja
c) total penjualan bulanan sales
d) kasus yang dimenangkan oleh pengacara
e) jumlah operasi yang dilakukan oleh ahli bedah (Spector, 2007)
2) Penilaian Subyektif
a) Penilaian individu
1) Ranking Technique
2) Paired-Comparison Technique
3) Forced Distribution Technique
b) Penilaian berkelompok
1) Penulisan Naratif
2) Merit rating
(a) Rating Scales
(b) Behaviorally Anchored Rating Scales
(c) Behavioral Observation Scales
(d) Management by Objectives
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penilaian
judgmental yaitu dengan rating scale. Alasan peneliti menggunakan
metode rating scale yaitu alat dapat disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan jenis pekerjaan subyek dengan disesuaikan teori penilaian
performansi. Hal ini karena metode rating melibatkan sejumlah perilaku
yang terkait dengan pekerjaan yang telah dirumuskan. Selain itu, metode
ini mengukur performansi kerja berdasarkan deskripsi perilaku yang
spesifik seperti kuantitas, kualitas kerja, pengetahuan, kerjasama,
inisiatif, reliabilitas, kompetensi interpersonal, ketergantungan, kualitas
personal, dan lain-lain (Tipe Kriteria Performansi Pekerjaan, 2009).
Alasan kedua yaitu rating scales dapat mengurangi bias personal karena
penilaian dilakukan oleh atasan berdasarkan observasi sehari-hari
(Schultz, 2006).
Selain menentukan metode penilaian, menetapkan sumber penilai
atau siapa yang melakukan penilaian performansi juga tidak kalah
penting. Penilaian performansi dapat dilakukan oleh atasan, bawahan,
rekan sekerja, diri sendiri bahkan evaluasi pelanggan terhadap pekerja
yang bertugas melayani. Conway, Lombardo, dan Sanders (dalam
Riggio, 2008) mengatakan bahwa berbagai penilaian yang dilakukan oleh
banyak pihak seperti atasan, rekan sekerja, bawahan, dan pelanggan
dapat memberi keuntungan karena banyaknya perbedaan aspek
Dalam penelitian ini, penilaian performansi kerja karyawan
dilakukan oleh satu orang atasan. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
penilaian performansi karyawan yang dilakukan oleh atasan
menunjukkan reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan penilaian oleh
teman sekerja atau bawahan (Spector, 2007). Penilaian performansi
karyawan yang dilakukan oleh atasan merupakan hal yang wajar karena
atasan memiliki pengetahuan yang cukup tentang job requirementuntuk
memberikan penghargaan atas prestasi dan saran yang diperlukan
karyawan demi peningkatan performansi selanjutnya (Spector, 2007).
Kriteria yang digunakan dalam penilaian performansi juga perlu
ditentukan sebelum penilaian dilakukan. Kriteria penilaian pada instansi
swasta biasanya didasarkan pada kebijakan departemen personalia.
Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian menetapkan beberapa
dimensi penilaian sifat dan karakteristik pekerja yang termasuk dalam
bentuk penilaian subyektif yaitu perilaku yang dapat diukur dalamrating
scale, antara lain:
a. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy dalam bukunya Managing Human
Resource (2001) menyebutkan empat karakteristik yaitu decisiveness
(ketegasan), reliability (dapat dipercaya), energy (daya kerja), dan
loyality(kesetiaan).
b. Noe, dkk. (2004) dalam bukunga Fundamentals of Human Resource
Management menyebutkan sepuluh faktor penilaian yang terkait
communication (komunikasi), judgment (keputusan), managerial skill
(keterampilan manajerial), quality performance (kualitas
performansi), teamwork(kerjasama), interpersonal skill(keterampilan
hubungan antar karyawan), initiative(inisiatif), creativity (kreatifitas),
danproblem solving(pemecahan masalah).
c. Schultz (2006) menyebutkan enam kriteria penilaian dalam rating
scale yaitu kerjasama, kemampuan pengawasan, manajemen waktu,
komunikasi, pengambilan keputusan dan inisiatif, serta kehadiran.
Selanjutnya, kriteria penilaian performansi kerja yang dipakai dalam
penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria pekerjaan subyek penelitian
dan kebijakan personalia organisasi. Kriteria penilaian performansi kerja
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, kualitas dan
kuantitas,teamwork,interpersonal skill, kreativitas, danproblem solving.
Keenam kriteria tersebut disesuaikan dengan fungsi pekerjaan subyek
yaitu karyawan bagian produksi dan berdasarkan teori Noe, dkk (2004) di
atas tentang beberapa kriteria penilaian performansi.
Secara umum, penilaian performansi dilakukan secara subyektif yaitu
berdasarkan kriteria penilaian yang sebagian besar merupakan judgment
pihak penilai yaitu atasan yang dilakukan dengan metode rating scale.
Penilaian performansi yang dilakukan berdasarkan observasi sehari-hari
yang dilakukan oleh atasan. Hal ini berarti bahwa atasan juga mengikuti
proses performansi karyawan, yaitu bahwa dalam mencapai hasil
pengetahuan tentang cara kerja yang efektif dan efisien, kerjasama
dengan karyawan lain, mengatasi masalah yang dihadapi, dan lain-lain.
Penilaian secara obyektif juga dilakukan, tetapi hanya terbatas pada
kriteria kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan. Penilaian obyektif
dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan
yaitu layak atau tidaknya kain yang diproduksi untuk dijual dan jumlah
kain yang dihasilkan sesuai dengan target atau tidak.
Berikut adalah penjelasan masing-masing kriteria yang digunakan
dalam skala penelitian untuk menilai performansi kerja karyawan :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah sejauh mana pemahaman karyawan mengenai
fakta-fakta atau faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan (Mondy dan Noe, 1996).
2. Kuantitas dan Kualitas Hasil Pekerjaan
Kuantitas adalah jumlah / unit yang dapat diproduksi oleh
karyawan, apakah telah sesuai dengan target yang ditentukan.
Kualitas hasil pekerjaan meliputi ketelitian, kecermatan, kerapian,
dan kelengkapan dalam melakukan kewajiban yang telah ditetapkan
(Ivancevich, 1995).
3. Teamwork
Kemampuan dan kemauan karyawan untuk bekerja baik dengan
sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan untuk mencapai goal
4. Interpersonal Skill
Kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan baik dengan
orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.
5. Kreativitas
Meliputi kepercayaan diri seseorang, ide-ide baru, dan kemampuan
untuk menerima tanggungjawab atas ide yang diciptakan (Mondy dan
Noe, 1996).
6. Problem Solving
Kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah yang timbul
dengan menggunakan kompetensi-kompetensi diri untuk mencapai
penyelesaian terbaik.
B. KECERDASAN EMOSI 1. Kecerdasan Manusia
Pada dasarnya manusia memiliki beberapa macam kecerdasan.
Meskipun awalnya kecerdasan yang dipahami oleh masyarakat umum
hanyalah kecerdasan kognitif (intelegensi), perkembangan pengetahuan
membawa manusia pada pengetahuan baru tentang beberapa macam
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia.
Tipe kecerdasan yang lain ditemukan melalui penelitian empiris
dan longitudinal oleh akademisi dan praktisi psikologi meliputi kecerdasan
emosi dan kecerdasan spiritual. Menurut Adhipurna (dalam Armansyah,
menjelaskan kesadaran manusia dengan segenap aspek-aspeknya sebagai
proses-proses yang secara esensial berlangsung pada jaringan syaraf.
Agustina (dalam Armansyah, 2005) menggambarkan intelegensi
dan kecerdasan emosi berfungsi secara horizontal, yakni berperan hanya
pada hubungan antara manusia dengan manusia, sedangkan kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan vertikal yang merupakan hubungan antara
manusia dengan Tuhan. Selain itu, baik kecerdasan kognitif, emosi, dan
spiritual ini mempunyai akar neurologis di otak manusia. Fakta
menyatakan bahwa otak menyediakan komponen anatomisnya untuk aspek
rasional (intelegensi), emosional, dan spiritual. Ini artinya secara kodrati,
manusia telah disiapkan dengan tiga aspek tersebut (Armansyah, 2005).
Kecerdasan emosi bukanlah lawan intelegensi, tetapi keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di
dunia nyata. Selain itu, kecerdasan emosi tidak begitu dipengaruhi oleh
faktor keturunan (Shapiro dalam Carmeli, 2003).
Ketiga bentuk kecerdasan manusia yaitu intelegensi, emosi, dan
spiritual tidak berdiri sendiri untuk dapat meraih kesuksesan baik ketika
bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kesuksesan adalah jika
seseorang mampu menggunakan dengan baik ketiga macam kecerdasan
ini, menyeimbangkan serta mengaplikasikannya dalam kehidupan. Bagi
pekerja dalam lingkungan organisasi manapun, ketiga bentuk kecerdasan
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman,
2000) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang
monolitik yang penting untuk meraih kesuksesan, melainkan ada spektrum
kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/ logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan
intrapersonal. Kecerdasan interpersonal dan intrapersonal ini dinamakan
oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman
disebut sebagai kecerdasan emosi.
Wechsler (dalam Goleman, 2009) mendefinisikan kecerdasan
sebagai sekumpulan atau kapasitas dari seseorang untuk betindak sesuai
dengan tujuan, berpikir rasional, dan bersepakat secara efektif dengan
lingkungannya.
Sternberg dan Detterman (dalam Slavin, 2008) mendefinisikan
kecerdasan sebagai kemampuan untuk menghadapi abstraksi, memecahkan
masalah dan belajar. Definisi lain menyatakan bahwa kecerdasan adalah
sebuah kemampuan mental yang sangat umum meliputi kemampuan untuk
memberikan alasan, merencanakan, mengatasi masalah, berpikir secara
abstrak, memberikan ide-ide yang kompleks dan komprehensif,
kemampuan belajar dengan cepat, dan belajar dari pengalaman (Arvey
dalam Huffman, 2000).
Berdasarkan definisi kecerdasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kecerdasan ialah kapasitas kemampuan mental seseorang untuk
belajar dari pengalaman, bertindak sesuai dengan tujuan, dan bersepakat
secara efektif dengan lingkungannya.
2. Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman (2002)
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan
biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak serta merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Contohnya
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang sehingga
secara fisiologi terlihat tertawa, sedangkan emosi sedih akan mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Definisi emosi menurut Huffman dalam Psychology in Action (2000)
yaitu perasaan atau respon afeksi yang merupakan hasil proses fisiologis,
pikiran dan kepercayaan, evaluasi subyektif, dan ekspresi jasmaniah
(kerutan dahi, senyuman, bahasa tubuh, dan lain-lain).
Berdasarkan uraian tentang emosi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa emosi adalah suatu perasaan (afeksi) dan pikiran yang mendorong
individu untuk merespon stimulus baik yang berasal dari dalam maupun dari
Emosi memainkan peranan penting dalam hidup kita. Emosi juga
mewarnai mimpi, kenangan serta persepsi kita, dan ketika emosi diganggu
maka akan memberikan kontribusi yang signifikan pada gangguan
psikologis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
(Huffman, 2000), psikolog mendefinisikan emosi ke dalam tiga komponen
dasar, yaitu :
a. Kognitif
Berupa pikiran, perasaan, dan harapan-harapan yang membedakan
jenis dan intensitas dari respon emosi. Apa yang menurut pengalaman
seseorang cukup menyenangkan, mungkin cukup membosankan atau
bahkan tidak disukai oleh orang lain.
b. Fisiologis
Emosi yang muncul akan membuat keadaan fisik internal berubah
menjadi hasil jasmaniah. Ketika kita secara emosional dikelilingi oleh
ketakutan atau kemarahan, jantung kita berdetak lebih cepat, pupil
membesar, dan pernapasan meningkat.
c. Perilaku
Tanda-tanda emosi akan diekspresikan melalui perilaku. Ekspresi
wajah, postur tubuh, bahasa tubuh, dan nada suara bervariasi dengan
kemarahan, gembira, sedih, dan emosi lainnya.
Berdasarkan uraian mengenai teori emosi di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa emosi adalah persepsi yang mendorong individu untuk
baik secara kognitif, fisiologis (contoh: keringat dingin, detak jantung
meningkat), dan perilaku (contoh: perubahan ekspresi wajah).
3. Definisi Kecerdasan Emosi
Setelah melakukan analisis pada definisi kecerdasan dan emosi di atas,
peneliti menarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang untuk mempersepsi stimulus secara kognitif dan belajar dari
pengalaman serta dapat mengontrol respon fisiologis dan mengendalikan
perubahan perilaku agar dapat bertindak sesuai tujuan dan bersepakat secara
efektif dengan lingkungan.
Menurut Goleman (2002), definisi kecerdasan emosi adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi;
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan
sosial. Definisi yang lain dari Salovey, Mayer, dan Caruso (dalam Hayward,
2005) mengatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk
menerima, menghargai, dan mengekspresikan emosi secara akurat dan
adaptif; dan kemampuan untuk mengatur emosi diri sendiri dan orang lain.
Bar-On (dalam Carmeli, 2003) mendefinisikan kecerdasan emosi
sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi
Berdasarkan beberapa definisi kecerdasan emosi menurut beberapa
ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah serangkaian
kemampuan untuk mengatur kehidupan emosi baik diri sendiri dan orang
lain dengan menerima, mengenali, menghargai, mengelola, dan menjaga
pengungkapan emosi secara akurat dan adaptif untuk mengatasi tuntutan
dan tekanan lingkungan secara efektif.
Secara keseluruhan, definisi kecerdasan emosi berdasarkan analisis
peneliti dan pendapat beberapa ahli yaitu kemampuan untuk mengenali dan
menerima emosi diri dan orang lain dengan mempersepsi stimulus secara
kognitif dan belajar dari pengalaman, mengelola emosi untuk dapat
mengontrol respon fisiologis serta mengendalikan perubahan perilaku
dengan menjaga pengungkapan emosi untuk bertindak sesuai tujuan dan
mengatasi tuntutan serta tekanan lingkungan secara efektif.
4. Efek Kecerdasan Emosi dalam Bekerja
Bagi sebagian besar orang, pekerjaan adalah hal yang penting dalam
hidup. Pekerjaan tidak hanya menyediakan sumber-sumber (misalnya upah
dan keuntungan) untuk mencukupi kebutuhan hidup, tetapi juga tujuan
hidup dan relasi sosial. Tidak dapat dihindarkan seseorang akan bereaksi
secara emosional pada kejadian dan situasi di tempat kerja (Spector, 2007).
Emosi yang dimiliki oleh seseorang berisi seluruh kejadian atau
pengalaman yang segera dari sebagian emosi, seperti marah atau takut, yang
atasan (Spector, 2007). Emosi yang berlebihan dapat menghambat penalaran
dan analisis yang bersifat rasional. Namun, kejadian pada sebagian kasus
menjelaskan bahwa emosi yang terlalu rendah justru dapat menghancurkan
karir sekaligus perusahaan (Mustafa, 2007). Ekspresi dari emosi menjadi
satu bagian penting yang dihubungkan dengan perilaku dan hasil kerja
karyawan yang terlibat dalam organisasi.
Brief dan Weiss (dalam Schultz, 2006) mendiskusikan bagaimana
stres dan penolakan atau pertentangan (termasuk hukuman) dapat
menghasilkan emosi negatif. Ashkanasy, Hartel, dan Daus (dalam Spector,
2007) membandingkan hasil dari emosi positif dan negatif. Hasilnya yaitu
bahwa emosi positif berhubungan dengan kreativitas yang lebih besar,
kepuasan kerja yang lebih tinggi, kurangnyaturnover, dan performansi kerja
yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan memahami arus emosi dalam
perusahaan dapat mendatangkan manfaat nyata (Mustafa, 2007).
Matthews, Zeidner, dan Roberts (dalam Donclark, 2009)
mengemukakan bahwa kecerdasan emosi dipandang sebagai sebuah konsep
yang menarik banyak perhatian sekarang ini. Banyak penelitian yang telah
dilakukan sehubungan dengan manfaat kecerdasan emosi dalam kehidupan
sehari-hari. Goleman (2002) mengatakan bahwa orang yang mampu melatih
emosinya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk merasa puas dan
efisien dalam hidupnya, mendominasi perilaku mental yang memelihara
kehidupan emosi akan membahayakan kompetensinya untuk berkonsentrasi
pada pekerjaan dan berpikir jernih.
Terdapat sebuah fakta yang meyakinkan yaitu bahwa sisi psikologis
mempengaruhi kesehatan. Depresi, duka cita, dan pesimis semuanya
membuat kesehatan menjadi lebih buruk baik jangka pendek dan panjang
(Seligman dalam Benefits of EQ, 2003). Di samping itu, Seligman juga
menemukan bahwa sikap optimis merupakan keterampilan yang dapat
dipelajari, lebih memotivasi, menunjukkan tingkat prestasi yang lebih tinggi
serta membuat kesehatan fisik dan mental menjadi lebih baik secara
signifikan. Dengan kesehatan yang optimal baik secara fisik dan mental,
seseorang diharapkan dapat meningkatkan semangat dalam bekerja.
Penelitian tentang manfaat kecerdasan emosi di bidang kesehatan juga
didukung oleh hasil penelitian Cryer (dalam Benefits of EQ, 2003) yaitu
bahwa dengan menggunakan teknik manajemen stres dan kecerdasan emosi,
Delnor Community Hospital, Chicago dapat mengurangiturnoverkaryawan
dari 28% menjadi 21% dan dapat menyimpan $800.000 dalam waktu kurang
dari setahun.
Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Feist dan Baron
(dalam Cherniss, 2000) menunjukkan bahwa kemampuan sosial dan emosi
empat kali lebih penting daripada IQ dalam menentukan kesuksesan
profesional dan martabat. Penelitian lainnya oleh Salovey, Bedell,
Detweiler, dan Mayer (dalam Cherniss, 2000) yaitu bahwa orang yang
mengendalikan perubahan dan membangun relasi sosial yang lebih baik.
Manfaat lain dari kecerdasan emosi di bidang bisnis yaitu setelah pabrik
Motorola menggunakanHeartMath’s stressand program kecerdasan emosi,
93% karyawan meningkat produktivitasnya (HeartMath dalam Benefits of
EQ, 2003). Selain itu, prestasi puncak pegawai toko 12 kali lebih produktif
dari sebelumnya dan 85% lebih produktif dari rata-rata karyawan. Sekitar
sepertiga dari perbedaan ini karena keterampilan teknik dan kemampuan
kognitif sementara dua pertiga bagiannya karena kecerdasan emosi
(Goleman dalamBenefits of EQ, 2003).
Penelitian lainnya yaitu setelah supervisor di salah satu pabrik
tanaman menerima pelatihan untuk kompetensi emosi, pemborosan waktu
berkurang sekitar 50%, keluhan berkurang dari rata-rata sekitar 15 per tahun
menjadi 3 per tahun dan produksi tanaman melampaui goal produksi
sebesar $ 250.000 (Pesuric dan Byham dalamBenefits of EQ, 2003). Dalam
sebuah perusahaan Multinational Consulting, rekan kerja yang
menunjukkan kompetensi kecerdasan emosi yang tinggi digaji 139% lebih
dari rekan kerja yang memiliki kecerdasan emosi yang lebih rendah
(Boyatzis dalamBenefits of EQ, 2003). Bar-On dan Orme (dalamBenefits of
EQ, 2003) menemukan di UK’s Whitbread Group, bahwa restoran dengan
manajer yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki kepuasan
pelanggan yang lebih tinggi, turnover yang lebih rendah, dan pertumbuhan
5. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Menurut beberapa ahli, kecerdasan emosi dibagi menjadi beberapa
bagian. Kecerdasan emosi menurut Bar-On (2010), dibedakan menjadi tujuh
sub bagian yaitu :
a. Intrapersonal(Diri pribadi)
1. Self-Regard(penghargaan terhadap diri sendiri)
2. Emotional Self-Awareness(kesadaran emosi)
3. Assertiveness(sikap asertif)
4. Independence(kebebasan/ kemerdekaan)
5. Self-Actualization(aktualisasi diri)
b. Interpersonal(Antar Pribadi)
1. Empathy(empati)
2. Social Responsibility(tanggung jawab sosial)
3. Interpersonal Relationship(hubungan antar pribadi)
c. Stress Management(Manajemen Stres)
1. Stress Tolerance(toleransi stres)
2. Impulse Control(kontrol impuls)
d. Adaptability(Adaptabilitas)
1. Reality testing(Tes terhadap realitas)
2. Flexibility(sikap fleksibel)
3. Problem Solving(pemecahan masalah)
e. General Mood(Suasana hati)
2. Happiness(kebahagiaan)
f. Positive Impression(Kesan Positif)
g. Inconsistensi Index(Ketidak-konsekuensian kata-kata)
Goleman (2002) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam
definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang dicetuskannya dan
memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
a. Knowing one’s emotions(Self-awareness: menyadari emosi)
b. Managing emotions(mengatur emosi)
c. Self Motivation(motivasi diri)
d. Empathy(empati)
e. Managing relationships(membina hubungan)
Tokoh lain yaitu Mayer, Salovey, dan Caruso memberi tekanan bahwa
“intelegensi” adalah bagian dari kecerdasan emosi (Donclark, 2009).
Mereka menggunakan kerangka dimana kecerdasan emosi mewakili sebuah
sistem kecerdasan untuk menginput dan memproses informasi emosi.
Bagian kecerdasan emosi yaitufacilitating thoughtmerupakan bukti bahwa
ketiga tokoh ini menempatkan kecerdasan kognitif dalam bagian kecerdasan
emosi. Mayer, Salovey, dan Caruso (2010) membagi kecerdasan emosi
menjadi empat bagian:
a. Perceiving Emotions(Penerimaan Emosi)
1. Faces(wajah)
b. Facilitating Thought(Fasilitasi Pemikiran)
1. Facilitation(fasilitas)
2. Sensation(sensasi)
c. Understanding emotion(Pemahaman Emosi)
1. Changes(perubahan)
2. Blends(paduan)
d. Managing Emotions(Pengelolaan Emosi)
1. Emotion Management(Pengelolaan Emosi)
2. Emotional Relations(Relasi emosi)
Penelitian yang dilakukan menggunakan teori yang dicetuskan oleh
Goleman yaitu terdapat lima aspek dalam kecerdasan emosi seperti yang
telah disebutkan di atas. Berikut adalah penjelasan secara rinci mengenai
kelima aspek tersebut :
a. Self Awareness(Mengenali Emosi Diri)
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan
kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan
emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002) kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila
kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi
penguasaan emosi, tetapi merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Managing Emotion(Mengelola Emosi)
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi
yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan
emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau
lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan
yang menekan.
c. Self Motivation(Motivasi Diri)
Self motivation merupakan kemampuan menciptakan sinergi
diantara perasaan dan mengendalikan sampai tujuan, kemarahan
merupakan bentuk kurangnya rasa percaya diri, apatis (kelesuan), dan
spontanitas. Prestasi dapat dicapai dengan dimilikinya motivasi dalam
diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai
perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis dan
d. Empathy(Mengenali Emosi Orang Lain)
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk
mengenali emosi orang lain atau peduli menunjukkan kemampuan
empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih
mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain
dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang
yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu
menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul,
dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan
bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan
emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002).
Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki
kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya
sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Management of Relationship(Membina Hubungan)
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan
berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan
membina hubungan.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan
ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan
karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain.
Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang
menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002).
C. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN
Banyak sumber mengatakan bahwa manusia merupakan aset organisasi
yang paling penting karena memiliki peranan terbesar dalam mencapai goal
perusahaan. Kualitas SDM menjadi hal yang vital bagi organisasi termasuk
kecerdasan manusia yang melatarbelakangi hasil kerja karyawan. Hal ini
karena output atau hasil kerja karyawan dapat menunjukkan kualitas sebuah
organisasi. Kecerdasan sangat berhubungan dengan aspek kesuksesan bekerja
maupun kesuksesan dalam hidup. Tidak hanya intelegensi yang berhubungan
dengan kesuksesan, tetapi dinamika dari ketiga bentuk kecerdasan yang
dimiliki oleh manusia yaitu intelegensi, emosi maupun spiritual dapat semakin
mendukung seseorang untuk dapat meraih kesuksesan (Armansyah, 2001).
Kecerdasan emosi menurut Goleman akan semakin mendukung intelegensi
yang dimiliki jika seseorang mampu mengelolanya dengan baik dan efektif
menghambat atau menghentikan penalaran dan analisis yang bersifat rasional,
tetapi kejadian pada sebagian kasus menjelaskan bahwa emosi yang terlalu
rendah justru dapat menghancurkan karir sekaligus perusahaan (Mustafa,
2007). Ekspresi dari emosi menjadi satu bagian penting dalam pekerjaan yang
dihubungkan dengan perilaku dan hasil kerja karyawan. Ashkanasy, Hartel,
dan Daus (dalam Spector, 2007) membandingkan hasil dari emosi positif dan
negatif. Mereka menemukan bahwa emosi positif berhubungan dengan
kreativitas yang lebih besar, kepuasan kerja yang lebih tinggi, kurangnya
turnover, dan performansi kerja yang lebih baik.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan karyawan untuk mengenali
emosi diri (kesadaran diri), mengelola emosi diri (pengaturan diri), memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan membina
hubungan yang dimiliki oleh karyawan. Kecerdasan emosi merupakan salah
satu faktor yang menjadi komponen dari kualitas sumber daya manusia pada
karyawan.
Karyawan yang memiliki kemampuan mengenali emosi berarti memiliki
kesadaran diri sehingga mampu mengetahui penyebab dari perasaannya. Hal
ini membuat seseorang lebih waspada akan pikiran dan perasaannya sehingga
tidak mudah larut dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri membantu
pengelolaan emosi agar seseorang mampu melakukan sesuatu yang berguna
untuk menyalurkan emosinya dengan tepat. Pengelolaan emosi ini meliputi
mampu menghibur diri, melepaskan kecemasan, dan bangkit dari perasaan
merasa terganggu oleh emosinya sehingga tercipta sikap profesional di tempat
kerja. Goleman (2002) berpendapat bahwa orang yang mampu melatih
emosinya mampu memelihara produktivitas mereka. Sedangkan orang yang
tidak memiliki kontrol dalam kehidupan emosi akan membahayakan
kompetensinya untuk berpikir jernih dan berkonsentrasi pada pekerjaan. Oleh
karena itu, dengan mampu mengenali dan mengelola emosinya seorang
karyawan dapat menunjukkan hasil performansi kerja yang lebih baik.
Motivasi diri diperlukan ketika seseorang menghadapi situasi yang
emosional untuk dapat melewati “masa sulit” dengan baik. Karyawan yang
mampu memotivasi dirinya dalam menghadapi situasi yang emosional
memiliki motivasi yang positif, optimis, keyakinan diri, dan tetap antusias
untuk bekerja. Seligman (dalam Benefits of EQ, 2003) menemukan bahwa
sikap optimis merupakan sebuah keterampilan yang dapat dipelajari, lebih
memotivasi, meningkatkan prestasi serta membuat kesehatan fisik dan mental
menjadi lebih baik secara signifikan. Dengan kesehatan yang optimal baik
secara fisik dan mental, diharapkan karyawan dapat meningkatkan semangat
dalam bekerja. Oleh karena itu, motivasi diri mendorong orang untuk tetap
tekun dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan performansi kerjanya.
Karyawan yang mampu menyadari dan mengelola emosi dirinya dengan
baik, akan semakin peka dalam menghadapi dan mengenali emosi orang lain.
Dengan mampu mengenali dan membaca emosi orang lain melalui komunikasi
non verbal, seseorang dapat memahami dan berempati terhadap emosi yang
apa yang dibutuhkan orang lain sehingga mampu menerima sudut pandang
orang lain, lebih peka, dan mampu mendengarkan orang lain. Hal ini akan
mengantarkan karyawan untuk menjalin hubungan yang baik dan
menyenangkan dengan orang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Salovey, Bedell, Detweiler, dan Mayer (dalam Cherniss, 2000) yaitu bahwa
orang yang secara akurat menerima emosi orang lain akan lebih baik dalam
mengendalikan perubahan dan membangun relasi sosial yang lebih baik. Oleh
karena itu, hubungan yang baik diantara sesama karyawan akan membangun
relasi yang baik dan suasana kondusif untuk bekerja yang akan membawa
karyawan pada performansi kerja yang memuaskan.
Terdapat beberapa fakta tentang manfaat kecerdasan emosi dalam berbagai
aspek kehidupan termasuk dalam bidang bisnis. Jika seseorang mampu melatih
emosinya, maka orang tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
merasa puas dan efisien dalam hidupnya, lebih sehat secara fisik dan mental,
dan meraih kesuksesan di tempat kerja (Goleman, 2002). Hasil penelitian lain
menemukan bahwa kecerdasan emosi seorang karyawan akan dapat
mengantarkan mereka kepada performansi kerja yang tinggi. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian oleh Chipain yang dikutip oleh Mustafa (2007) dengan
judul penelitian Emotional Intelligence and Its Relationship With Scales
Success, yang hasilnya menyatakan bahwa kecerdasan emosi seorang
karyawan akan berpengaruh pada kinerja. Performansi kerja yang tinggi akan
mengantarkan seseorang pada sikap profesional yaitu seseorang yang