• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Wave Energy Converter Mode Gerak Pitch dengan Variasi Penangkap Gelombang Bentuk Silinder Berpenampang Elips - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemodelan Wave Energy Converter Mode Gerak Pitch dengan Variasi Penangkap Gelombang Bentuk Silinder Berpenampang Elips - ITS Repository"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – MO.141326

PEMODELAN WAVE ENERGY CONVERTER MODE GERAK

PITCH DENGAN VARIASI PENANGKAP GELOMBANG

BENTUK SILINDER BERPENAMPANG ELIPS

IMAM FAIZ FARKHANI

NRP. 4312100099

Dosen Pembimbing :

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D.

Nur Syahroni, S.T., MT., Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya

(2)

HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR

MO141326

PEMODELAN

WAVE ENERGY CONVERTER

MODE GERAK

PITCH

DENGAN VARIASI

PENANGKAP

GELOMBANG

BENTUK

SILINDER BERPENAMPANG ELIPS

IMAM FAIZ FARKHANI

NRP. 4313 100 099

Dosen Pembimbing:

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D.

Nur Syahroni, S.T., M.T., Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN

Fakultas Teknologi Kelautan

(3)

ii HALAMAN JUDUL

HALAMAN JUDUL

FINAL PROJECT

MO141326

THE MODELING OF PITCH MOTION-BASED

WAVE

ENERGY

CONVERTER

WITH

VARIATION

OF

ELLIPTICAL

SHAPED

BUOYANCY CHAMBER

IMAM FAIZ FARKHANI

REG. 4313 100 099

Supervisors:

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D.

Nur Syahroni, S.T., M. T., Ph.D.

OCEAN ENGINEERING DEPARTMENT

Faculty of Marine Technology

(4)
(5)

iv

PEMODELAN

WAVE ENERGY CONVERTER

MODE GERAK

PITCH

DENGAN VARIASI PENANGKAP GELOMBANG

BENTUK SILINDER BERPENAMPANG ELIPS

Nama Mahasiswa : Imam Faiz Farkhani

NRP : 4313100099

Departemen : Teknik Kelautan – FTK ITS

Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. Nur Syahroni, S.T., MT., Ph.D.

ABSTRAK

Gelombang merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang telah banyak diteliti melalui pengembangan konsep Wave Energy Converter (WEC). Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan perancangan dan analisis awal struktur

Wave Energy Converter dengan memanfaatkan konfigurasi dan prinsip kerja struktur lepas pantai berjenis Articulated Tower yang memiliki sifat tidak stabil akibat hempasan gelombang untuk memanfaatkannya sebagai mekanisme penggerak pompa piston yang mengalirkan fluida untuk menggerakkan turbin penghasil listrik. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui karakteristik gerak dari struktur Wave Energy Converter yang divariasikan berdasarkan ukuran

buoyancy chamber pada 3 kedalaman yang berbeda. Dari beberapa variasi ukuran struktur tersebut, akan ditemukan satu struktur yang memiliki amplitudo pitch

terbesar pada masing-masing kedalaman berdasarkan perhitungan dengan metode analitik dan numerik. Hasil penelitian ditemukan bahwa amplitudo pitch struktur meningkat seiring bertambahnya volume buoyancy chamber. Struktur WEC dengan variasi ke-3 dengan kedalaman 10 m pada frekuensi gelombang 1 rad/s menghasilkan amplitudo pitch terbesar dengan nominal amplitudo pitch sebesar 9,10 derajat. Kecepatan aliran air maksimum yang dapat dipompa oleh pompa piston adalah 136,14 m/s.

(6)

v

MODELING OF PITCH MOTION-BASED WAVE ENERGY

CONVERTER WITH VARIATION OF ELLIPTICAL

CYLINDER-SHAPED BUOYANCY CHAMBER

Name of Student : Imam Faiz Farkhani

Reg. Number : 4313100099

Department : OceanEngineering– FTK ITS

Supervisors : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D.

Nur Syahroni, S.T., MT., Ph.D.

ABSTRACT

Wave is one of the example of renewable energy source that has been studied and

harnessed by many researchers through the construction of many kinds of Wave

Energy Converter. In this study, the researcher will conduct the preliminary study

of wave energy converter design using the principle of the Articulated Tower

structure. Pitch motion characteristic of Articulated Tower is the main topic that

will be functioned as the driving force of the piston pump, the device which is

often used as the fluid thruster. The fluid pumped by the piston pump will be

beneficial as a mechanical energy source of electric rotors. The goal of this study

is to discover the motion characteristic of the Wave Energy Converter (WEC)

which will be modified based on the size of buoyancy chamber at 3 different water

depths. From those structure variations, there will be one structure having the

largest pitch amplitude at each depth based on analytical and numerical RAO

calculation. The result of the study shows that the increase of the buoyancy

chamber will also result in the increase of maximum pitch amplitude. At

frequency of 1 rad/s, structure with variation no.1 in the depth of 10 m having the

largest pitch amplitude (9.10 degree). The maximum water flow velocity which

can be pumped by piston is 136.14 m/s.

Keywords Articulated Tower, WEC, RAO, Elliptical Cylinder, Buoyancy Chamber, Piston Pump

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas limpahan kasih sayang dan kemurahan hati Allah SWT, penulis telah berhasil menyusun laporan Tugas Akhir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tugas Akhir yang berjudul “Pemodelan Wave Energy Converter Mode Gerak Pitch dengan Variasi Penangkap Gelombang Bentuk Silinder Berpenampang Elips” ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana S1-Departemen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Penulis memilih topik tugas akhir tersebut karena ketertarikan penulis terhadap hidrodinamika struktur lepas pantai dan sedang berkembang pesatnya teknologi pembangkit listrik tenaga gelombang sebagai alternatif sumber energi terbarukan. Dalam pengerjaan dan penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan bimbingan dosen-dosen pembimbing yang sangat membantu penulis dalam memahami konsep hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Peran teman-teman dengan topik tugas akhir sejenis juga sangat membantu penulis terutama dalam memahami pengoperasian

software.

Penulis menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan Tugas Akhir ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna mewujudkan penyusunan laporan yang lebih sempurna. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak dan dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan penelitian sejenis di masa mendatang.

Surabaya, 17 Juli 2017

(8)

vii

UCAPAN TERIMAKASIH

Tanpa bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak yang bersangkutan, penulis tidak akan dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang tua penulis yang secara tulus ikhlas selalu memberikan doa, dukungan moral, serta panutan kepada penulis.

2. Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia untuk memberikan bimbingan dan pemahaman konsep kepada penulis dalam proses analisis serta penyelesaian tugas akhir.

3. Bapak Nur Syahroni S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memilih topik tugas akhir ini dan meluangkan waktunya untuk memberi asistensi.

4. Bapak Dr. Eng. Rudi Waluyo Prastianto, S.T., M.T., selaku dosen wali yang telah memberi arahan dan dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan di ITS – Surabaya.

5. Danil Tri Putra selaku rekan se-topik bidang, serta rekan-rekan Tugas Akhir bimbingan Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. dan Bapak Nur Syahroni S.T., M.T., Ph.D.

6. Karyawan Tata Usaha Departemen Teknik Kelautan ITS yang telah membantu dalam segala keperluan administrasi selama proses perkuliahan maupun sidang tugas akhir.

7. Keluarga besar Valtameri Teknik Kelautan ITS 2013.

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3. TUJUAN ... 2

1.4. MANFAAT ... 2

1.5. BATASAN MASALAH ... 3

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

2.1. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.2. DASAR TEORI ... 6

2.2.1. Wave Energy Converter ... 6

2.2.2. Articulated Tower ... 8

2.2.3. Teori Gelombang ... 13

2.2.4. Gaya Gelombang Morison ... 15

2.2.5. Mode Gerak Struktur Lepas Pantai ... 19

2.2.6. Response Amplitude Operator (RAO) ... 20

2.2.7. Sistem Kerja Piston ... 20

2.2.8. Estimasi Daya Listrik ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 23

3.1. SKEMA DIAGRAM ALIR ... 23

3.2. PENJELASAN DIAGRAM ALIR ... 24

(10)

ix

4.1. PENENTUAN DIMENSI WEC ... 29

4.2. TABULASI RAO ANALITIK STRUKTUR WEC ... 31

4.3. PERBANDINGAN RAO ANALITIK DENGAN RAO NUMERIK .. 35

4.4. RAO WEC DENGAN MATERIAL BERBEDA ... 39

4.5. PERHITUNGAN ANALITIK KECEPATAN ALIRAN AIR ... 42

BAB V PENUTUP ... 47

5.1. KESIMPULAN ... 47

5.2. SARAN ... 47

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Pelamis ... 7

Gambar 2.2 Diagram skematik struktur Wave Dragon ... 7

Gambar 2.3 Struktur Oyster 1 ... 8

Gambar 2.4 Konfigurasi dasar struktur Articulated Tower ... 9

Gambar 2.5 Letak titik B, G, dan K struktur Articulated Tower ... 10

Gambar 2.6 Gelombang Sinusoidal ... 14

Gambar 2.7 Regions of Validity of Wave Theory ... 15

Gambar 2.8 Prosedur analisis beban gelombang ... 16

Gambar 2.9 Silinder terpancang tegak dalam medan propagasi gelombang ... 17

Gambar 2.10 Sumbu gerakan pada kapal ... 19

Gambar 2.11 Mekanisme pompa piston ... 21

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir ... 23

Gambar 3.2 Diagram alir pengerjaan tugas akhir (lanjutan) ... 24

Gambar 3.3 Desain tampak samping dan prinsip kerja Wave Energy Converter ... 26

Gambar 3.4 Rack sliding dan roller ... 26

Gambar 3.5 Desain tampak depan Wave Energy Converter ... 27

Gambar 3.6 Desain tampak atas Wave Energy Converter ... 27

Gambar 4.1. Grafik RAO Variasi Dimensi 1 (analitik) ... 33

Gambar 4.2 Grafik RAO Variasi Dimensi 2 (analitik) ... 33

Gambar 4.3 Grafik RAO Variasi Dimensi 3 (analitik) ... 34

Gambar 4.4 Grafik perbandingan RAO WEC D=4m d=1m H=3,5m t=10mm kedalaman 10m ... 35

Gambar 4.5 Grafik perbandingan RAO WEC D=4m d=1m H=3,5m t=10mm kedalaman 15m ... 35

Gambar 4.6 Grafik perbandingan RAO WEC D=4m d=1m H=3,5m t=10mm kedalaman 20m ... 36

(12)

xi Gambar 4.8 Grafik perbandingan RAO WEC D=6m d=1.5m H=4,5m t=25mm

kedalaman 15m ... 37

Gambar 4.9 Grafik perbandingan RAO WEC D=6m d=1.5m H=4,5m t=25mm kedalaman 20m ... 37

Gambar 4.10 Grafik perbandingan RAO WEC D=8m d=2m H=5,5m t=30mm kedalaman 10m ... 38

Gambar 4.11 Grafik perbandingan RAO WEC D=8m d=2m H=5,5m t=30mm kedalaman 15m ... 38

Gambar 4.12 Grafik perbandingan RAO WEC D=8m d=2m H=5,5m t=30mm 3kedalaman 20m ... 39

Gambar 4.13 Grafik RAO fiber glass variasi 1 (analitik) ... 40

Gambar 4.14. Grafik RAO fiber glass variasi 2 (analitik) ... 41

Gambar 4.15 Grafik RAO fiber glass variasi 3 (analitik) ... 41

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kekakuan struktur WEC ... 31

Tabel 4.2 Momen inersia massa struktur WEC ... 32

Tabel 4.3 Momen inersia massa tambah struktur WEC ... 32

Tabel 4.4 Frekuensi natural struktur WEC ... 32

Tabel 4.5 Amplitudo pitch dan amplitudo translasional pada frekuensi 1 rad/s ... 42

Tabel 4.6 Amplitudo pitch dan amplitudo translasional pada frekuensi 1 rad/s (lanjutan) ... 43

Tabel 4.7 Debit dan kecepatan aliran maksimum pada frekuensi 1 rad/s ... 44

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A KALKULASI RAO ANALITIK

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ketersediaan energi dalam jumlah yang memadai merupakan aspek utama yang akan menentukan berjalan tidaknya aktivitas manusia di era globalisasi ini. Melihat semakin pesatnya arus globalisasi, tidak heran jika hampir semua alat yang dipergunakan dalam aktivitas kehidupan manusia telah didominasi oleh perangkat elektronik. Dalam bukunya yang berjudul Energy Conversion, (Goswami dan Kreith, 2008) menuliskan bahwa peningkatan laju pertumbuhan penduduk dunia disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat pesat penduduk pada kawasan Asia Pasifik, khususnya China dan India. Meningkatnya populasi sama artinya dengan meningkatnya permintaan, jika ketersediaan energi tidak dapat dipenuhi, maka bisa saja terjadi kelangkaan energi yang dampaknya akan sangat buruk bagi perekonomian dunia. Kondisi lain yang juga telah menjadi isu internasional adalah perubahan iklim akibat pemanasan global. Kondisi inilah yang membuat banyak peneliti terpacu untuk terus meningkatkan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sumber energi tersebut umumnya dapat berasal dari sinar matahari, geothermal, angin, gelombang, dan arus.

Salah satu sumber energi terbarukan dan tidak asing bagi bidang Teknik Kelautan adalah energi gelombang. Gagasan Wave Energy Converter (WEC) telah ditemukan sejak 1799 oleh Monsieur Girard dengan memanfaatkan pergerakan heave struktur lever yang dipasang pada tepi dermaga. Kurangnya perhitungan numeris menyebabkan Monsieur Girard tidak dapat memperkirakan berapa besar daya yang dapat dihasilkan oleh WEC tersebut sehingga hasil penemuannya pada akhirnya tidak dikonstruksikan. Baru pada tahun 1970-an WEC kembali diteliti lebih mendalam dan beberapa prototype telah berhasil dikonstruksi pada awal tahun 2000-an (Folley, 2016).

(16)

2

Wave Energy Converter adalah berdasarkan kalkulasi analitik yang digunakan pada struktur Articulated Tower. Analisis yang akan dilakukan adalah memvariasikan ukuran penangkap gelombang sehingga dapat diketahui ukuran penangkap gelombang yang menghasilkan amplitudo pitch terbesar. Prinsip Kerja WEC dengan konfigurasi Articulated Tower ini adalah dengan memanfaatkan

buoyancy chamber (silinder elips) sebagai media penangkap gelombang. Struktur diasumsikan akan mengalami gerakan pitch akibat hempasan puncak gelombang dan akan kembali lagi pada kedudukan setimbang secara harmonis akibat

restoring moment. Struktur ini dihubungkan dengan roller joint pada seabed dan akan diinstal pada perairan dekat pantai sehingga arah gelombang diasumsikan datang dari satu arah saja. Buoyancy chamber akan dihubungkan dengan pompa piston memanjang, sehingga gerakan harmonis pitch dari struktur ini diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai gaya mekanis penggerak pompa piston yang mengalirkan fluida berkecepatan tinggi sebagai penggerak turbin penghasil listrik.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah yang akan diselesaikan dalam tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana respon gerak struktur Wave Energy Converter ketika terkena beban

gelombang berdasarkan variasi ukuran silinder berpenampang elips? 2. Berapa kecepatan pancaran air terbesar yang dipompa oleh piston?

1.3. TUJUAN

Adapun tujuan yang akan dicapai penulis dalam melakukan tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui respon gerak struktur Wave Energy Converter ketika terkena beban gelombang berdasarkan variasi ukuran silinder berpenampang elips. 2. Mengetahui kecepatan pancaran air terbesar yang dipompa oleh piston.

1.4. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan pengetahuan dan

(17)

3 dengan konfigurasi Articulated Tower sebagai salah satu media pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan.

1.5. BATASAN MASALAH

Agar ruang lingkup bahasan dalam tugas akhir ini tidak melebar maka perlu adanya batasan-batasan sebagai berikut:

1. Struktur Wave Energy Converter (WEC) merupakan struktur berkonfigurasi

Articulated Tower dengan variasi penangkap gelombang berbentuk silinder berpenampang elips.

2. Analisis kinerja WEC didasarkan pada eksitasi gelombang reguler dengan sejumlah variasi frekuensi dan tinggi gelombang.

3. Analisis gerakan WEC akan dilakukan dengan menerapkan formulasi analitik dan pemodelan numerik berdasar teori difraksi.

4. Struktur WEC diasumsikan akan dioperasikan pada perairan dengan kedalaman antara 10 sampai 20 meter.

5. Struktur kaki WEC diasumsikan kaku, sehingga tidak ada efek hidroelastisitas yang harus diperhitungkan dalam analisis gerakan.

6. Tidak dilakukan desain konstruksi rinci dan analisis kekuatan struktur pada strukturWEC.

7. Analisis hanya dilakukan sampai pada ditemukannya kecepatan aliran air untuk memutar turbin generator. Tidak dilakukan kajian efek pancaran air terhadap kecepatan putar turbin.

8. Tinggi gelombang insiden untuk semua kedalaman diasumsikan sama.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(18)

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Bab ini menjelaskan tentang pustaka-pustaka yang relevan dengan topik tugas akhir serta teori-teori yang akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan analisis. Pustaka dapat diperoleh melalui jurnal nasional maupun internasional, buku, dan juga informasi dari situs web.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metodologi dalam pengerjaan tugas akhir dari tahap awal hingga tahap akhir ditemukannya penarikan kesimpulan. Metodologi berguna untuk memahami prosedur yang digunakan dalam melakukan analisis sehingga proses pengolahan data dapat dilakukan dengan sistematis

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang analisis yang dilakukan berdasarkan metodologi yang telah dipaparkan dalam BAB III untuk menjawab permasalahan yang diuraikan dalam tugas akhir ini.

BAB V PENUTUP

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis struktur Wave Energy Converter yang memanfaatkan mode gerakan

pitch struktur masih cukup jarang dijumpai. Struktur wave energy yang sering dikomersialkan umumnya memanfaatkan mode gerakan heave sebagai penggerak tuas yang terhubung dengan pompa. Beberapa nama WEC yang menggunakan prinsip ini adalah Pelamis, Wave Star, Piston Pump, Wave Carpet, dan Oscillo Drive (Grzelak, 2017). Sementara pembangkit listrik tenaga gelombang jenis lain adapula yang tidak memanfaatkan mode gerakan pitch maupun heave dari struktur. Jenis WEC seperti Wave Dragon dan DRAKOO (Dragon King Of Ocean) memanfaatkan prinsip jebakan gelombang, sehingga tenaga penggerak turbin yang digunakan adalah gelombang air yang telah ditangkap dan dialirkan menuju turbin.

Oyster WEC dan Wave Roller adalah dua jenis Wave Energy Converter

yang menggunakan konsep mode gerakan pitch. Keduanya merupakan WEC paling umum dikenal dan telah mengalami pengembangan konsep yang lebih jauh (Whittaker dan Folley, 2012). Namun satu-satunya konsep WEC mode gerak

pitch yang telah berhasil dikomersialkan adalah Oyster WEC yang diproduksi oleh Aquamarine Power.

(20)

6 menunjukkan perbandingan rasio lebar penangkap gelombang dan kedalaman air antara 2 sampai 5 merupakan pilihan yang paling cocok untuk kondisi sea state yang paling umum.

Jurnal nasional yang membahas tentang WEC dengan tipe lain setidaknya masih cukup mudah dijumpai. Utami (2010) melakukan penelitian pada WEC jenis Oscillating Water Column (OWC). Beliau meneliti tentang potensi energi listrik pada 30 laut berbeda di kawasan perairan Indonesia. Penelitiannya menunjukkan bahwa perairan Indonesia yang menghasilkan energi listrik terbesar adalah di daerah Perairan bagian selatan Banten hingga Jawa Barat, perairan selatan Jawa Tengah, perairan selatan Jawa Tengah, dan Laut Arafuru sebesar 1968 kW dan energi yang terkecil sebesar 246 Watt pada perairan Selat Malaka. Yudanto dkk (2016) melakukan penelitian tentang desain dan analisis gerak WEC berbentuk tabung. Analisis yang dilakukan baru sampai pada analisis RAO dan belum membahas tentang potensi energi listrik yang dapat dihasilkan. Rizki (2016) juga melakukan penelitian yang hampir serupa dengan variasi bentuk balok. Sementara jurnal yang membahas tentang articulated tower diantaranya telah dilakukan oleh Datta dan Jain (1989) yang membahas tentang respons struktur Articulated Tower pada kondisi angin dan gelombang acak. Bar-avi dan Benaroya, (1996) telah melakukan penelitian tentang respons Articulated Tower

dengan dua derajad kebebasan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Sementara Islam dkk (2009) melakukan penelitian tentang respons Articulated Tower dengan engsel ganda yang bertujuan untuk meminimalkan amplitudo pitch struktur.

2.2. DASAR TEORI

2.2.1. Wave Energy Converter

(21)

7 Jenis WEC yang telah dikomersialkan umumnya diaplikasikan pada laut menengah dan laut dalam. Struktur WEC seperti Pelamis dan Wave Dragon

memiliki ukuran yang sangat besar dan memiliki ketahanan terhadap kondisi lingkungan ekstrim. Pelamis dapat menghasilkan energi listrik per tahun sebesar 2.7 GWh sementara Wave Dragon dapat menghasilkan energi per tahun sebesar maksimal sebesar 52 GWh. Struktur Pelamis dapat dilihat pada Gambar 2.1, sementara struktur dan prinsip kerja Wave Dragon dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Struktur Pelamis (Meisen dan Loiseau, 2009)

(22)

8 Gambar 2.3 Struktur Oyster 1 (Cameron dkk, 2010)

2.2.2. Articulated Tower

Struktur Articulated Tower merupakan hasil inovasi dari Atkins Global, sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang desain offshore structure. Struktur ini dikembangkan pada awal tahun 1970 an dan pertama kali di install pada perairan Argyll Field di North Sea. Analisis dinamis yang umumnya dilakukan pada Articulated Tower diantaranya (Djatmiko, 2016) :

- Compliant structure : perpindahan mode pitch rotational pada universal joint

- Mekanisme restoring menggunakan buoyancy chamber

- Explore : efek variasi pada ukuran dan pemosisian buoyancy chamber

terhadap perilaku struktur

- Apply : analisis linier SDOF system

(23)

9 Gambar 2.4 Konfigurasi dasar struktur Articulated Tower (Djatmiko, 2016)

Articulated Tower menawarkan solusi yang dapat menurunkan biaya yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan struktur lifted jacket konvensional (Djatmiko, 2016). Articulated Tower disebut juga sebagai Loading Platform,

Buoyant Tower, dan Loading Column dalam dunia offshore. Struktur ini dapat digunakan sebagai mooring kapal tanker, oil loading, production riser, dan control tower pada lingkungan keras dan terpencil (Murtedjo, 2005).

(24)

10 Gambar 2.5 Letak titik B, G, dan K struktur Articulated Tower (Djatmiko, 2016) Persamaan Gerak Struktur Articulated Tower dapat dirumuskan sebagai berikut (Murtedjo, 2005) :

(Iθ + IθA) ̈ + Cθ ̇+ Kθ θ = Mθ0 cos ωt (2.1)

dimana,

= momen massa dari inersia struktur yang mendekati centre of rotation IθA = momen added mass dari inersia struktur yang mendekati centre of

rotation

= koefisien damping struktur

= koefisien kekakuan struktur

Mθ0 = amplitude dari momen eksitasi akibat gelombang insiden ω = frekuensi gelombang insiden

Dengan menghilangkan gaya eksternal dan efek damping, persamaan getaran bebas (free oscillation) dapat ditulis menjadi :

(Iθ + IθA) ̈ + Kθ θ = 0 (2.2)

(25)

11 mengalami gerakan pitch. Restoring moment merupakan efek dari adanya

buoyancy, dan dapat dituliskan sebagai :

M Rθ = (ρgVKB sin θ –gWKG sin θ) (2.3) dimana,

ρ = densitas air laut

g = percepatan gravitasi

KB = centre of buoyancy vertikal

KG = centre of gravity vertical W = berat total articulated tower

θ = rotasi gerakan pitch pada sumbu articulated tower

untuk sudut perputaran yang kecil (sin θ = θ)

M Rθ = (ρgVKB –gWKG) θ (2.4)

sehingga komponen kekakuan dapat dituliskan sebagai :

Kθ = (ρgVKB– gWKG) dalam kN.m (2.5) untuk mendapatkan kekakuan momen yang memadai maka perlu diperhatikan kriteria sebagai berikut :

- Buoyancy chamber harus didesain agar memiliki volume yang cukup untuk menghasilkan gaya buoyant dan momen buoyant.

- Pemasangan buoyancy chamber vertikal yang tepat juga dapat membawa centre of buoyancy ke atas.

- Ballast chamber diisi agar menggeser centre of gravity ke bawah. Komponen Inersia (mass moment) dapat dituliskan sebagai :

Iθ = m0 ( )

+[

( ) . / ]

+ [

( ) . / ]

+ [

( ) . / ]

+[

(26)

12

+[[

( ) . / ] ] (2.6)

dimana :

m0 = massa dek

, , = panjang, radius, dan massa komponen silinder (n = 1, 2, .., 5) n = 1, Upper Shaft

n = 2, Buoyancy Tank

n = 3, Lower Shaft

n = 4, Ballast Tank

n = 5, Connector

sementara untuk komponen Inersia (added mass moment of inertia) :

IθA = m‘1 . / + m’2 . / +

m’3. / + m’4. / + m’5( ) (2.7)

dimana :

l’1, m’1 = panjang dan added mass dari struktur silinder yang tercelup dalam permukaan air

Komponen terakhir dalam persamaan gerak adalah komponen damping hidrodinamis yang dapat dituliskan sebagai :

C =

π c

f

.

( )

/

(2.8)

dimana,

c

f =

, ( )

= amplitudo gelombang = H/2 H = tinggi gelombang

= densitas air laut = percepatan gravitasi

= angka gelombang = 2π/λ

λ = panjang gelombang (untuk perairan dalam λ = g /2π

(27)

13 sementara untuk mengetahui respons yang dihasilkan oleh articulated tower pada saat terkena gaya gelombang bisa menggunakan rumus :

√{ . / } { }

(2.9)

dimana :

= amplitudo gerakan pitch (respons struktur) = amplitudo momen eksitasi pitch

= kekakuan struktur = frekuensi gelombang = frekuensi natural struktur = damping ratio

2.2.3. Teori Gelombang

Gelombang laut dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi dari satu titik ke titik lain akibat adanya gesekan antara angin dan permukaan air laut. Secara umum fenomena aktual dari gelombang laut sangat kompleks untuk dimodelkan secara matematis akibat adanya sifat nonlinier, karakteristik tiga dimensi, dan perilaku acak. Namun ada dua teori klasik yang dapat mensimulasikan tipe gelombang sederhana, yaitu teori Airy (1845) dan teori Stokes (1880) (Shore Protection Manuals, 1984).

(28)

14 Gambar 2.6 Gelombang Sinusoidal (SPM, 1984)

Teori gelombang dapat mendeskripsikan gelombang dalam bentuk persamaan, yang mana persamaan tersebut berupa persamaan profil gelombang, kecepatan partikel air, dan percepatan partikel air. Parameter kecepatan dan partikel air diperlukan dalam perhitungan gaya gelombang Morison. Untuk menentukan teori gelombang, diperlukan beberapa parameter gelombang untuk divalidasikan dalam grafik regions of validity of wave theories seperti yang tertera pada Gambar 2.7.

(29)

15 Gambar 2.7 Regions of Validity of Wave Theory (SPM, 1984)

2.2.4. Gaya Gelombang Morison

(30)

16 Gambar 2.8 Prosedur analisis beban gelombang (Djatmiko, 2014)

Dalam analisis beban gelombang untuk struktur Wave Energy Converter

berkonfigurasi Articulated Tower, struktur diasumsikan sebagai silinder langsing terpancang tegak. Gaya gelombang Morison merupakan penjumlahan dari gaya inersia dengan gaya drag. Gaya inersia merupakan penjumlahan dari gaya tekanan dinamik dan gaya percepatan. Persamaan gaya Morison dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mencari persamaan momen eksitasi struktur dengan cara diintegralkan. Sama seperti gaya gelombang, Momen eksitasi struktur juga terdiri dari dua jenis momen yaitu momen gaya inersia dan momen gaya drag. Dari persamaan momen eksitasi struktur, selanjutnya dapat dimasukkan dalam persamaan untuk menghitung response struktur.

(31)

17 Gambar 2.9 Silinder terpancang tegak dalam

medan propagasi gelombang (Djatmiko, 2014)

Gaya tekanan yang bekerja pada struktur laut terpancang tegak pada elemen

dapat dituliskan sebagai berikut :

( ) *( ) +( ) (2.10)

Untuk komponen arah sumbu x :

( ) *( ) +( ) (2.11)

Integrasi gaya tekanan sekeliling silinder :

( ) ∫ *( ) + (2.12)

Jika dengan korelasi sudut ganda :

( ) ∫ * ( ) ( )

( ) ( ) + (2.13) Untuk gaya horizontal per satuan kedalaman dapat ditemukan menggunakan persamaan :

( ) ( ) (2.14)

(32)

18

( ) ( ) ( ) (2.15)

Karena nilai dan jadi rumus gaya inersia dapat ditulis menjadi

( ) ( ) ( ) (2.16)

Untuk gaya drag yang bekerja pada silinder tegak yang proporsial dengan kecepatan partikel gelombang dapat dituliskan sebagai berikut :

( ) ( )| ( )| (2.17)

Karena maka dapat dituliskan menjadi :

( ) ( )| ( )| (2.18)

Gaya gelombang total per satuan panjang yang bekerja pada struktur langsing terpancang tegak (gaya Morison) didapatkan dengan menjumlahkan gaya inersia dan gaya drag :

( ) ( ) ( ) (2.19)

( ) * ( ) ( )

( )| ( )| } (2.20)

( ) * | | ( ) ̇+ (2.21) dan ̇ masing-masing adalah kecepatan dan percepatan horizontal partikel gelombang. Dalam analisis secara formulasi analitik dalam tugas akhir ini, digunakan kinematika partikel gelombang Airy untuk perairan menengah demi memudahkan perhitungan. Persamaan kecepatan dan percepatan partikel air teori Airy dapat dituliskan sebagai berikut :

, ( ( )- )

(

)

(2.22)

̇

, (

( )

(

)

(2.23)

sementara momen eksitasi gelombang dapat dicari dengan persamaan

( ) (2.24)

integrasi dari Persamaan 2.24 dapat dituliskan menjadi

(33)

19

2.2.5. Mode Gerak Struktur Lepas Pantai

Akibat pengaruh gelombang, bangunan apung dapat mengalami enam mode gerakan bebas yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu tiga mode gerakan translasional dan tiga mode gerakan rotasional (Bhattacharya, 1978). Berikut adalah keenam mode gerakan tersebut :

1. Mode gerak translasional : - Surge, gerakan transversal arah sumbu x. - Sway, gerakan transversal arah sumbu y. - Heave, gerakan transversal arah sumbu z. 2. Mode gerak rotasional : - Roll, gerakan rotasional arah sumbu x.

- Pitch, gerakan rotasional arah sumbu y. - Yaw, gerakan rotasional arah sumbu z. untuk memahami mode gerak tersebut, dapat dilihat Gambar 2.10 yang menjelaskan tentang sumbu gerak kapal.

Menurut (Battacharya, 1978), gerakan rotasional ada empat momen penting yaitu

gaya inersia : Fa = -až (2.26)

gaya damping: Fb = bż (2.27)

gaya restoring : Fc = cz (2.28)

dan gaya exciting.

Gambar 2.10 Sumbu gerakan pada kapal (Bhattacharya, 1978) Persamaan untuk momen inersia yaitu :

I = mr2 (2.29)

dengan :

(34)

20 Jari-jari girasi di sini yaitu jarak antara titik berat kapal dengan titik berat modul. Jadi untuk gerakan roll, pitch, dan yaw yang membedakan hanya pada besarnya jari jari girasi.

Sedangkan untuk momen gaya persamaannya yaitu :

Momen gaya = I α (2.30)

dengan :

α = percepatan putar (rad/s2 ) I = momen inersia (kg.m2)

2.2.6. Response Amplitude Operator (RAO)

Response Amplitude Operator (RAO) merupakan perbandingan antara amplitudo gerakan struktur dengan amplitudo gelombang. RAO umumnya adalah grafik yang disajikan sedemikian rupa menggunakan absis frekuensi gelombang

(ω), dan ordinat perbandingan antara amplitudo gerakan struktur dan amplitudo

gerakan gelombang. Pada frekuensi dimana frekuensi gelombang insiden mendekati frekuensi natural struktur, grafik RAO akan mengalami penaikan ekstrim.

RAO = ζk0 / ζ0 (deg/m) (2.31)

dengan :

ζk0 = amplitudo struktur (degree, radian atau m)

ζ0 = amplitudo gelombang (m)

Amplitudo gelombang merupakan setengah dari tinggi gelombang, sementara amplitudo struktur dapat dicari menggunakan Persamaan 2.9.

2.2.7. Sistem Kerja Piston

(35)

21 Gambar 2.11 Mekanisme pompa piston(Petersson, 1994)

Selama proses suction, piston bergerak mundur, katup discharge tetap tertutup sementara katup suction terbuka yang membuat fluida tersedot masuk kedalam casing silinder. Ketika proses discharge, piston akan bergerak maju, katup suction akan menutup, sementara katup discharge terbuka yang menyebabkan fluida terdorong dan mengalir menuju katup discharge. Sementara debit air (flow rate) untuk pompa piston single acting dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.32 (Petersson, 1994) :

Q = F S n Ƞv (2.32)

dengan :

Q = flow rate (m3/s)

F = luas penampang piston (m2) S = panjang kayuhan piston (m) n = kecepatan rotasi poros (s-1)

Ƞv = efisiensi volumetris

dalam analisis struktur Wave Energy Comverter ini, persaman di atas tidak dapat digunakan. Oleh karenanya akan dijabarkan pendekatan analitik lain untuk menghitung kecepatan aliran air oleh dorongan pompa piston. Kecepatan gerak struktur dapat ditemukan dari penurunan persamaan simpangan gerak pitch

harmonis (harmonically oscillation) dalam mode angular (rotasional) terhadap waktu. Sehingga :

θ( t ) = θ0 cos( kx - ωt ) (2.33)

diturunkan terhadap waktu menjadi :

(36)

22 mengubah amplitudo pitch rotasioanal (θ0) kedalam amplitudo translasional (x0)

didapatkan :

vx( t ) = x0ω sin( kx –ωt) (2.35)

setelah kecepatan gerak struktur ditemukan, mengalikannya dengan luas penampang piston akan mendapatkan debit air (m3/s). Menggunakan prinsip Bernoulli, dapat dinyatakan bahwa debit air dalam piston sama dengan debit air yang keluar melalui lubang outlet piston. Untuk memaksimalkan kecepatan aliran yang keluar, diperlukan luas penampang lubang outlet piston yang lebih kecil dari luas penampang piston mengingat debit juga dapat dinyatakan sebagai luas penampang dikali dengan kecepatan aliran air.

2.2.8. Estimasi Daya Listrik

Penelitian ini tidak mengkaji pembangkitan energi listrik secara mendalam. Namun setelah menemukan kecepatan aliran air, dapat dihitung daya listrik yang dapat dihasilkan oleh generator turbin menggunakan persamaan analitik sederhana (Grzelak dkk, 2017) :

P(Power) = 0.5 ρ A v3 Cp (2.36)

dengan :

ρ = densitas air laut (kg/m3)

A = luas permukaan yang disapu rotor (turbin) (m2) v = kecepatan aliran air (m/s)

Cp = efisiensi faktor dari turbin

Persamaan di atas sudah sesuai dengan SI base units dari satuan daya atau power

(37)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 SKEMA DIAGRAM ALIR

Proses penelitian perlu digambarkan secara sistematis untuk memudahkan tahapan pengerjaan. Tahap-tahap pengerjaan tersebut dijelaskan dalam Gambar 3.1 dan 3.2.

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir Mulai

Studi Literatur

Penentuan Dimensi dan Pemodelan Geometris Struktur Wave Energy

Converter (Pemodelan Awal)

Analisis Gerak Struktur Berdasarkan Eksitasi

Gelombang Reguler

Analitik (manual) Numerik

(software Ansys AQWA)

A

(38)

24

Gambar 3.2 Diagram alir pengerjaan tugas akhir (lanjutan)

3.2. PENJELASAN DIAGRAM ALIR

1. Studi Literatur

Studi literatur diperlukan untuk mengumpulkan dasar-dasar teori yang diperlukan untuk analisis dalam penelitian yang terkait. Dasar teori dapat diambil dari buku teks maupun jurnal penelitian. Selain dasar teori diperlukan pula tinjauan mengenai penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilakukan yang masih berhubungan dengan bahasan penelitian dalam tugas akhir ini.

2. Pengumpulan Data

Setelah melakukan studi literatur, akan diketahui teori penunjang serta langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian. Selanjutnya akan dilakukan

Perhitungan Kecepatan Aliran Air Terbesar yang Dipompa oleh Piston

Kesimpulan dan Saran Membandingkan sudut kemiringan WEC hasil hitungan manual dengan

hasil perhitungan software ANSYS AQWA

(39)

25 pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian tugas akhir ini. Adapun data-data yang diperlukan dalam pengerjaan tugas akhir ini berupa data ukuran tabung dan data gelombang sebagai berikut :

Data gelombang (BMKG dalam Utami 2011) :

Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) = 0,5m – 2m Tinggi gelombang maksimum (Hmaks) = 0,7m – 2,5m Periode gelombang (T) = 2,51s – 6,51s Panjang gelombang () = 32,26m – 129m

kedalaman air (d) = 12m

densitas air laut () = 1025kg/m3

Percepatan gravitasi (g) = 9,8 m/s2 Data variasi ukuran silinder bouyancy berpenampang elips : Da3 = 8m, Db3 = 2m h3 = 5.5m

Da2 = 6m, Db2 = 1.5m h2 = 4.5m Da1 = 4m, Db1 = 1m h1 = 3.5m

3. Pemodelan Geometris Struktur Wave Energy Converter (Pemodelan Awal)

Pada tahap ini, akan dilakukan pemodelan tiga dimensi struktur WEC. Pemodelan dilakukan untuk mengetahui konfigurasi dasar struktur WEC. Struktur WEC pada dasarnya berupa silinder buoyancy chamber yang ditopang oleh silinder leg yang dihubungkan dengan roller joint pada sea bed. Struktur akan difokuskan untuk bergerak rotasional pada satu arah saja, oleh karena itu struktur ini akan diinstal pada perairan dekat pantai.

(40)

26 Gambar 3.3 Desain tampak samping dan prinsip kerja Wave Energy

Converter

Gambar 3.4 Rack sliding dan roller

(41)

27 Gambar 3.5 Desain tampak depan Wave Energy Converter

Gambar 3.6 Desain tampak atas Wave Energy Converter

4. Analisis Respon Gerak Struktur (Numerik)

Pada tahap ini dilakukan permodelan wave energy converter dengan menggunakan software untuk mengetahui RAO struktur yang akan dianalisis menggunakan bantuan analisis hydrodynamic diffraction software Ansys AQWA.

5. Analisis Respon Gerak Struktur (Analitik)

Pada tahapan ini dilakukan perhitungan sudut kemiringan (amplitudo

(42)

28 6. Membandingkan Sudut Kemiringan Wave Energy Converter Hasil

Hitungan Manual (Analitik) Dan Output Software Ansys AQWA

Setelah mengetahui output dari software. Pada tahap ini mengecek hasil perhitungan manual dan hasil output dari software untuk dibandingkan. Dari hasil presentase perbedaan tidak terlalu besar maka desain wave energy converter telah sesuai. Jika hasil berbeda jauh akan dilakukan pengecekan ulang untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam proses perhitungan ataupun permodelan.

7. Menghitung Kecepatan Aliran Air yang Dipompa oleh Piston

Setelah diketahui amplitudo pitch dari semua variasi struktur pada frekuensi tertentu, selanjutnya akan dilakukan perhitungan kecepatan pancaran air yang keluar dari outlet piston.

8. Kesimpulan

(43)

29

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. PENENTUAN DIMENSI WEC

Tahap awal analisis tugas akhir ini adalah menentukan dimensi Wave Energy Converter (WEC). Penentuan dimensi WEC dilakukan dengan metode

trial and error dengan mengacu pada tiga kedalaman laut yang berbeda diantaranya 10 m, 15 m dan 20 m. Ketiga kedalaman tersebut didasari dengan pertimbangan bahwa struktur WEC nantinya akan diinstal pada perairan dekat pantai. Masing-masing kedalaman laut tersebut akan dilakukan analisis RAO mode gerak pitch untuk mengetahui amplitudo pitch pada rentang frekuensi yang telah ditentukan.

Penentuan dimensi struktur yang dimaksud diantaranya adalah ukuran diameter buoyancy chamber, ketebalan (shell thickness) buoyancy chamber, diameter leg, dan ketebalan leg. Diameter leg telah ditentukan dengan diameter 0,3 m dan ketebalan 100 mm untuk semua variasi dan kedalaman air dengan asumsi bahwa dimensi tersebut cukup kuat untuk semua kondisi variasi ukuran

buoyancy chamber dan kedalaman air. Sementara variasi dimensi buoyancy chamber berpenampang elips ini harus memiliki volume yang harus sama dengan volume diameter buoyancy chamber berbentuk silinder berpenampang lingkaran. Karena luas lingkaran adalah πr2 sementara luas elips adalah πrarb maka diusulkanlah ukuran diameter silinder berpenampang elips sebagai berikut :

Variasi 1

Da1 = 4 m Db1 = 1 m h = 3.5 m

t (shell thickness) = 10 mm

Variasi 2

Da2 = 6 m Db2 = 1.5 m h = 4.5 m

(44)

1

Variasi 3

Da3 = 8 m Db3 = 2 m h = 5.5 m

t (shell thickness) = 30 mm

dengan dimensi leg untuk semua variasi ukuran dan kedalaman : D = 0.3 m

t (shell thickness) = 100 mm.

Ukuran tersebut mengacu pada ukuran penampang silinder berpenampang lingkaran (2 m, 3 m, dan 4 m). Panjang leg menyesuaikan, yaitu dengan mengurangi kedalaman laut dengan panjang buoyancy chamber yang tercelup. Panjang buoyancy chamber yang tercelup adalah panjang total buoyancy chamber

dikurangi panjang buoyancy chamber di atas rata-rata permukaan air laut (unsubmerged length), dengan nominal unsubmerged length sebesar 1,5 m untuk semua variasi buoyancy chamber dan kedalaman. Shell thickness merupakan ketebalan struktur yang diperlukan untuk menghitung massa struktur secara

manual, yaitu dengan mengalikan volume kulit dengan densitas material (baja, ρ =

7850 kg/m3). Dengan demikian, shell thickness adalah faktor kedua setelah diameter dan ketinggian struktur silinder yang sangat mempengaruhi besarnya massa struktur. Massa struktur akan mempengaruhi besarnya momen inersia dan kekakuan struktur.

Penentuan dimensi awal struktur WEC ini berhubungan erat dengan analisis respons struktur dengan metode formulasi analitik karena memudahkan kita untuk mengetahui kegagalan yang dapat terjadi dalam perhitungan respons struktur tersebut. Kegagalan yang mudah diamati adalah respons pitch struktur (amplitudo

(45)

31 penentuan dimensi awal ini merupakan langkah yang panjang karena telah melalui berbagai trial and error dan pengecekan perhitungan analitik yang lebih teliti.

4.2. TABULASI RAO ANALITIK STRUKTUR WEC

Penentuan dimensi awal struktur akan dilanjutkan dengan perhitungan respons struktur menggunakan metode analitik. Pada penelitian ini, penulis hanya akan menguji struktur pada 3 kedalaman berbeda yaitu, 10 m, 15 m, dan 20 m. Kombinasi antara 3 jenis kedalaman dan 3 variasi ukuran buoyancy chamber akan menghasilkan total 9 variasi struktur. Sementara rentang frekuensi yang digunakan untuk plot grafik RAO adalah 0.1 – 2.0 rad/s dengan tinggi gelombang insiden 2.5 m. Rentang antar frekuensi ditentukan sebesar 0.1 rad/s dan dapat diperkecil untuk area kurva kritis untuk menghasilkan grafik RAO yang lebih akurat.

Tahap awal dalam perhitungan respons secara analitik adalah menghitung kekakuan struktur, momen inersia struktur dan momen inersia massa tambah yang diperlukan untuk mencari frekuensi natural struktur berdasarkan mode gerak

pitch. Selanjutnya, parameter yang perlu dihitung adalah momen eksitasi maksimum struktur dengan menggunakan integral persamaan Morison dengan kinematika partikel gelombang Airy untuk perairan menengah yang dikalikan

dengan lever. Damping ratio (ζf) yang digunakan sebesar 0,05 berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Helvacioglu, 1998. Hasil kalkulasi kekakuan, momen inersia massa struktur, momen inersia massa tambah, dan frekuensi natural disajikan dalam Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3, dan Tabel 4.4.

Tabel 4.1 Kekakuan struktur WEC Kekakuan (Kθ) (kN/m)

Da=4m,Db=1m H=3,5m t=10mm

Da=6m,Db=1,5m H=4,5m t=25mm

Da=8m,Db=2ma H=5,5m t=30mm

d=10m 184,71 531,97 1743,91

d=15m 154,73 764,52 2824,02

(46)

32 Tabel 4.2 Momen inersia massa struktur WEC

Momen Inersia Massa Struktur (Iθ) (ton.m2) Da=4m,Db=1m

H=3,5m t=10mm Da=6m,Db=1,5m H=4,5m t=25mm Da=8m,Db=2ma H=5,5m t=30mm

d=10m 337,38 1193,80 2098,17

d=15m 936,84 2948,55 5197,88

d=20m 1988,51 5649,06 9865,06

Tabel 4.3 Momen inersia massa tambah struktur WEC

Momen Inersia Massa Tambah (IθA) (ton.m2) Da=4m,Db=1m

H=3,5m t=10mm Da=6m,Db=1,5m H=4,5m t=25mm Da=8m,Db=2ma H=5,5m t=30mm

d=10m 2095,92 6287,89 13193,58

d=15m 5088,963 15876,77 34853,06

d=20m 9405,38 29845,43 66846,86

Tabel 4.4 Frekuensi natural struktur WEC

Frekuensi Natural (ωn)

Da=4m,Db=1m

H=3,5m t=10mm Da=6m,Db=1,5m H=4,5m t=25mm Da=8m,Db=2ma H=5,5m t=30mm

d=10m 0,2755 0,2667 0,3377

d=15m 0,1602 0,2015 0,2655

d=20m 0,0435 0,1587 0,2266

Tabel 4.1 sampai 4.4 diatas memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran

(47)

33 Plot grafik RAO metode analitik dipaparkan dalam Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 :

Gambar 4.1 Grafik RAO Variasi Dimensi 1 (analitik)

Gambar 4.2 Grafik RAO Variasi Dimensi 2 (analitik)

(48)

34 Gambar 4.3 Grafik RAO Variasi Dimensi 3 (analitik)

*)catatan : D = Da = diameter mayor , d = Db = diameter minor, h = panjang buoyancy chamber

Berdasarkan Grafik RAO dari 9 struktur tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran buoyancy chamber maka semakin besar pula amplitudo

pitch maksimum yang terjadi. Penambahan panjang leg (akibat penambahan kedalaman) akan menyebabkan puncak grafik RAO bergeser ke sebelah kiri karena frekuensi natural struktur yang mengecil. Hal ini disebabkan karena penambahan panjang leg mengakibatkan masssa struktur yang membesar yang juga menyebabkan momen inersia yang ikut membesar. Momen inersia yang membesar akan mengurangi besar frekuensi natural struktur. Penambahan ukuran

buoyancy chamber akan menyebabkan kekakuan struktur membesar. Meskipun diikuti pula dengan momen inersia yang membesar, penambahan ukuran

buoyancy chamber tetap akan menyebabkan membesarnya frekuensi natural struktur sehingga RAO pitch maksimum akan terjadi pada frekuensi gelombang insiden yang lebih besar dengan momen eksitasi maksimum yang lebih besar pula. Hasil Analisis RAO ini juga menyatakan bahwa karakteristik gerak struktur sudah sesuai dengan dasar teori.

(49)

35

4.3. PERBANDINGAN RAO ANALITIK DENGAN RAO NUMERIK

Hasil RAO menggunakan kalkulasi analitik perlu dibandingkan dengan hasil RAO menggunakan kalkulasi numerik (software ANSYS AQWA). Meskipun hasil RAO analitik sudah menunjukkan pola gerak yang harmonis, kalkulasi numerik tetap dilakukan dengan harapan untuk mengetahui hasil yang lebih akurat.

Perbandingan RAO analitik dan numeric dipaparkan daam Gambar 4.4 sampai Gambar 4.12 :

Gambar 4.4 Grafik perbandingan RAO WEC D=4m d=1m H=3,5m t=10mm kedalaman 10m

(50)

36 Gambar 4.6 Grafik perbandingan RAO WEC D=4m d=1m H=3,5m t=10mm

kedalaman 20m

(51)

37 Gambar 4.8 Grafik perbandingan RAO WEC D=6m d=1.5m H=4,5m t=25mm

kedalaman 15m

(52)

38 Gambar 4.10 Grafik perbandingan RAO WEC D=8m d=2m H=5,5m t=30mm

kedalaman 10m

(53)

39 Gambar 4.12 Grafik perbandingan RAO WEC D=8m d=2m H=5,5m t=30mm

kedalaman 20m

Hasil plot RAO software Aqwa memperlihatkan bahwa meskipun terlihat perbedaan dengan RAO analitik, pola grafik juga memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu menunjukkan bahwa puncak RAO terletak pada frekuensi yang hampir sama dan frekuensi natural struktur mengecil seiring dengan bertambahnya panjang leg (akibat penambahan kedalaman). Beberapa kekurangan

software aqwa adalah hanya dapat menganalisis ―surface body‖ sehingga tidak dapat digunakan untuk menganalisis kecepatan aliran air yang dipompa oleh piston. Selain itu, input momen inersia dari hasil hitungan analitik dengan hasil

software solidworks menunjukkan hasil yang berbeda dengan perbedaan yang cukup signifikan. Tidak dijumpainya input kekakuan struktur dalam analisis

hydrodynamic diffraction dalam software ANSYS AQWA juga menjadi kendala lain dalam proses running RAO struktur.

4.4. RAO WEC DENGAN MATERIAL BERBEDA

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab 3, berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa frekuensi gelombang lokasi studi masih berada jauh dari frekuensi natural struktur pada umumnya. Frekuensi gelombang insiden di lokasi studi berkisar pada rentang 1 hingga 2.5 rad/s sementara frekuensi natural struktur umumnya masih berkisar pada rentang 0.1 hingga 0.3 rad/s. Dalam sub bab ini akan dilakukan percobaan untuk meningkatkan frekuensi natural struktur agar mendekati frekuensi gelombang insiden di lokasi studi untuk menghasilkan

(54)

40 amplitudo pitch struktur yang lebih besar. Mengacu pada persamaan frekuensi natural struktur yang telah dijelaskan pada dasar teori, maka untuk meningkatkan frekuensi natural dapat dilakukan peningkatan kekakuan pada struktur. Metode lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan frekuensi natural struktur adalah dengan mengurangi massa struktur (yang berpengaruh pada penurunan momen inersia massa struktur). Dalam kasus ini peneliti memutuskan untuk memilih mengurangi massa struktur karena hal ini dapat dilakukan tanpa mengubah

dimensi struktur. Penggantian jenis material struktur yang semula adalah baja (ρ =

7.85 ton/m3) akan diubah dengan material fiber glass dengan ρ = 1.55 ton/m3. Plot RAO untuk struktur bermaterial fiberglass disajikan dalam Gambar 4.13, Gambar 4.14, dan Gambar 4.15 :

Gambar 4.13 Grafik RAO fiber glass variasi 1 (analitik)

(55)

41 Gambar 4.14 Grafik RAO fiber glass variasi 2 (analitik)

Gambar 4.15 Grafik RAO fiber glass variasi 3 (analitik)

(56)

42 bahwa dalam menentukan dimensi awal struktur ini tidaklah mudah dan memerlukan proses trial and error yang cukup lama. Penggunaan formulasi analitik memungkinkan untuk mengetahui parameter-parameter yang membuat struktur tidak masuk akal untuk dikonstruksi, seperti nilai kekakuan struktur yang negatif karena massa struktur yang lebih besar daripada massa displasmen dan amplitudo pitch yang terlalu besar (seringkali berada diatas 100 derajat). Seringkali amplitudo pitch yang terlalu besar diakibatkan oleh kekakuan yang terlalu besar dan frekuensi natural yang terlalu besar sehingga menyebabkan puncak RAO terjadi pada frekuensi dengan momen eksitasi yang lebih besar.

4.5. PERHITUNGAN ANALITIK KECEPATAN ALIRAN AIR

Merujuk pada hasil pengumpulan data pada BAB III, telah diketahui bahwa periode gelombang pada lokasi rencana instalasi WEC (pantai selatan Jawa Timur) adalah berkisar antara 2,51 – 6,51 s atau setara dengan frekuensi 2,5 – 1 rad/s. Maka akan kita ambil salah amplitudo pitch (θ0) dari frekuensi yang

memiliki amplitudo pitch terbesar yaitu pada frekuensi 1 rad/s. Dari frekuensi tersebut, akan dihitung amplitudo translasional struktur menggunakan aturan tangent. Posisi vertikal dari piston telah ditentukan dengan kedalaman 1,5 m dari

permukaan air, sehingga akan muncul parameter baru berupa ―panjang lengan‖

yang merupakan jarak vertikal piston dari dasar laut. Ukuran diameter tabung piston dan diameter outlet ditentukan dengan ukuran masing-masing 0.5 m dan 0.05 m, dengan panjang tabung piston sama dengan dua kali amplitudo translasional struktur. Sementara vx piston adalah kecepatan aliran air dalam tabung piston yang diasumsikan sama dengan kecepatan translasional struktur vx(t) yang dapat dicari menggunakan Persamaan (2.35).

Tabel 4.5 Amplitudo pitch dan amplitudo translasional pada frekuensi 1 rad/s

(57)

43 Tabel 4.6 Amplitudo pitch dan amplitudo translasional pada frekuensi 1 rad/s

(lanjutan) Da=6m, Db=1,5m H=4,5m

t=25mm d=10m 8,29 8,5 1,24 2,48

Da=6m, Db=1,5m H=4,5m

t=25mm d=15m 5,06 13,5 1,20 2,40

Da=6m, Db=1,5m H=4,5m

t=25mm d=20m 3,62 18,5 1,17 2,34

Da=8m, Db=2m H=5,5m

t=30mm d=10m 9,10 8,5 1,36 2,72

Da=8m, Db=2m H=5,5m

t=30mm d=15m 5,35 13,5 1,26 2,52

Da=8m, Db=2m H=5,5m

t=30mm d=20m 3,78 18,5 1,22 2,44

Gambar 4.16 Parameter dalam kalkulasi kecepatan aliran

Dalam kalkulasi yang tertera pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 diperlukan beberapa parameter yang perlu dipahami. Parameter-parameter tersebut telah dijelaskan pada Gambar 4.16, sementara metode untuk mencari parameter tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

amplitudo translasional struktur dapat dihitung dengan :

Amplitudo translasional (xo) = panjang lengan . tan (0) (4.1)

sementara kecepatan outlet piston dapat dihitung dengan :

Debit piston = Debit outlet

(58)

44 persamaan diatas menjelaskan bahwa alasan untuk memperkecil diameter outlet piston adalah untuk meningkatkan kecepatan pancaran air yang keluar dari piston tersebut. Selanjutnya hasil kalkulasi akan disajikan dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Debit dan kecepatan aliran maksimum pada frekuensi 1 rad/s

Ukuran o

Merujuk pada Persamaan (2.35), kecepatan translasional struktur dapat didefinisikan sebagai :

vx( t ) = x0ω sin( kx –ωt) = vx piston

(59)

45 amplitudo pitch maksimum terbesar berdasarkan hasil plot RAO (variasi 3, kedalaman 10 m) dengan besar kecepatan 136,14 m/s. Sementara kecepatan aliran rata-rata dari struktur tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Kecepatan aliran air rata-rata pada struktur variasi 3 kedalaman 10 m t (s) vx outlet (m/s)

Perlu diketahui bahwa dalam perhitungan kecepatan pancaran air ini masih menggunakan asumsi analitik yang sederhana dan belum memperhatikan efek-efek lain yang terjadi akibat penyambungan struktur WEC dengan pompa piston, seperti redaman (damping) yang secara teori dapat menurunkan amplitudo maksimum struktur. Dalam tugas akhir ini, tidak mampunya software dalam menganalisis pompa dan belum adanya literatur mengenai kalkulasi pompa dengan konfigurasi struktur serupa menjadi kendala yang besar untuk menghasilkan kalkulasi yang valid.

Kecepatan pancaran air outlet akan dialirkan melalui jalur pipa khusus untuk memutar turbin listrik sehingga dapat menghasilkan daya listrik. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukan analisis dengan metode yang lebih valid dan disertai dengan perancangan mendetail dari struktur. Namun, dengan menggunakan Persamaan (2.36) kita dapat mengetahui estimasi daya listrik yang dapat dihasilkan dari kecepatan aliran air outlet. Dalam perhitungan daya listrik ini, kecepatan aliran air yang digunakan adalah kecepatan aliran air rata-rata yang telah tersaji dalam Tabel 4.8. Maka estimasi daya listrik yang dapat dihasilkan dari kecepatan aliran rata-rata yang telah dihitung adalah :

P(Power) = 0.5 ρ A v3 Cp

(60)

46 P(Power) = 6,91 MW

Sementara pada kecepatan aliran maksimal, daya yang dapat dihasilkan adalah : P(Power) = 0.5 1025 π 0,25 0,22 136,143 0,8

P(Power) = 36,56 MW

Turbin hydroelectric yang digunakan memiliki diameter 0,2 m, dengan efisiensi 80%. Ukuran tersebut didapatkan berdasarkan asumsi awal saja, karena dalam tugas akhir ini tidak dilakukan kajian khusus mengenai pembangkitan daya listrik. Merujuk pada daya listrik yang dihasilkan oleh WEC jenis lain, Oyster 1 dapat menghasilkan daya sebesar 315 kW per unit, sementara satu unit Oyster 2

(61)

47

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Amplitudo Pitch (respons) struktur akan meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran buoyancy chamber. Penambahan kedalaman air akan diikuti oleh penambahan ukuran leg yang pada dasarnya memiliki ketebalan yang lebih besar sehingga meningkatkan massa struktur. Massa struktur yang meningkat (momen inersia meningkat) akan menurunkan frekuensi natural yang berdampak pada amplitudo pitch maksimum struktur yang mengecil. Penelitian ini dilakukan pada tiga kedalaman berbeda untuk mengetahui variasi ukuran buoyancy chamber mana yang menghasilkan amplitudo pitch terbesar untuk masing-masing kedalaman tersebut. Hasil Plot RAO dengan formulasi analitik menunjukkan bahwa RAO pitch terbesar dimiliki oleh struktur variasi 3 (Da = 8 m, Db = 2 m H = 5,5 m t = 30 mm) untuk semua kedalaman. Struktur variasi 3 dengan kedalaman 10 m memiliki RAO pitch maksimum sebesar 48,89/m, sementara kedalaman 15 m memiliki RAO pitch maksimum sebesar 35,390/m, dan kedalaman 20 m memiliki RAO pitch maksimum sebesar 16,470/m

2. Kecepatan pancaran air terbesar pada outlet piston adalah 136,14 m/s, dihitung pada frekuensi 1 rad/s yang terdapat pada variasi ukuran Da = 8 m Db= 2 m H = 5,5 m t = 30 mm (variasi 3) dengan kedalaman 10 m dan amplitudo pitch 9,10.

5.2. SARAN

(62)

48 1. Perlunya desain struktur yang lebih mendetail, pertimbangan kekuatan struktur, pengkajian ilmu structural dynamic yang lebih mendalam dan kerja sama dengan departemen lain (terutama teknik mesin) untuk menghasilkan penelitian yang lebih valid.

(63)

49

DAFTAR PUSTAKA

Bar-Avi, P., Benaroya, H. Response of A Two Degrees of Freedom Articulated Tower to Different Environmental Conditions. 1996. International Jurnal of Non-Linear Mechanics, Vol 31, No. 5, pp, 717-741. Pistacaway. USA. Bhattacharya, R. 1978. Dynamic of Marine Vehicles, John Wiley and Sons

Inc. New York.

Cameron, L., Doherty, R., Henry, A., Van’t Hoff, J., Kaye, D.,Naylor, D.,

Bourdier., Whittaker, T. 2010. Design of the Next Generation of the Oyster Wave Energy Converter. Aquamarine Power Ltd., 10 St. Andrew’s Square,

Edinburgh, U.K.

Chakrabarti, S. K. 1987. Hydrodynamics of Offshore Structures. Computational Mechanics Publications Southampton. Boston. USA.

Department of The Army. 1984. Shore Protection Manual (SPM) Volume I. Vicksburg, Mississippi.

Djatmiko, E. B. 2014. Gaya Gelombang pada Struktur Langsing Terpancang. Mata Kuliah Hidrodinamika I. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Djatmiko, E. B. 2016. Hydrodynamic Analysis On Articulated Tower. Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Teknologi Kelautan. Surabaya.

Datta, T. K., Jain, A. K.,. 1989. Response of Articulated Tower Platforms to Random Wind and Wave Forces. Department of Civil Engineering. Indian Institut of Technology. Delhi.

Folley, M. 2016. Numerical Modelling of Wave Energy Converter. Elsevier. London.

Gomes, R. P. F., dkk. 2014. The Dynamics and Power Extraction of Bottom-Hinged Plate Wave Energy Converters in Regular and Irregular Waves.

LAETA, IDMEC, Instituto Superior Técnico, Universidade de Lisboa,

Av. Rovisco Pais, 1049-001 Lisboa, Portugal.

Goswami, D. Y dan Kreith, F. 2008. Energy Conversion. CRC Press. Taylor and Francis Group. Boca Raton.

(64)

50 Helvacioglu, I.H., dan Incecik, A. 1998. Dynamic Analysis of Coupled Articulated Tower and Floating Production Systems‖. Proceedings of

the 7th International Conference on Offshore Mechanics and Arctic

Engineering, ASME, Houston.

Islam, N., Zaheer, M. M., Ahmed, S. 2009. Double hinged articulated tower interaction with wind and waves. Jurnal of Wind Engineering and Industrial Aerodynamics. Delhi. India

.

Meisen, P., Loiseau, A. 2009. Ocean Energy Technologies for Renewable Energy Generation. Global Energy Network Institut.

Murtedjo, M., Djatmiko, E. B., dan Sudjianto, H. 2005. The Infuence of Buoyancy Parameters on the Dynamic Behavior of Articulated Tower.

Jurnal Mekanikal, No.19, 32-47.

Petersson, M. 1994. Design of Fluid Power Piston Pumps: With Special Reference to Noise Reduction. Division of Fluid Power Technology, Department of Mechanical Engineering, Linköping University.

Rizki, E. S., Hadi E. S., Kiryanto. 2016. Desain Konverter Gelombang Bentuk Segi Empat sebagai Sumber Pembangkit Listrik di Perairan Laut Jawa. Jurnal Teknik Perkapalan. Universitas Diponegoro.

Utami, S. R. 2010. Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut

dengan Menggunakan Sistem Oscillating Water Column (OWC) di Tiga

Puluh Wilayah Kelautan Indonesia. Departemen Teknik Elektro. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Indonesia.

Whittaker, T., Folley, M., 2012. Nearshore oscillating wave surge converters and the development of Oyster. Philos. Trans. R. Soc. A 370, 345–364. Yudanto, R., Hadi E. S., Kiryanto. 2016. Desain Konverter Gelombang Bentuk

(65)

LAMPIRAN A ( KALKULASI RAO ANALITIS)

Tabel D.1 Kalkulasi RAO variasi 1, kedalaman 10 m

D=4m d=1m h=3.5m depth=10m

ωn ω Mmax k c ϴ (rad) ϴ (deg) ζ0 (m) rao (ϴ/m) rao (deg/m) 0.275514 0.1 3.676791 184.7068 0.05 0.022906 1.3124383 1.25 0.0183251 1.04995064 0.275514 0.2 14.66137 184.7068 0.05 0.165857 9.502889461 1.25 0.13268537 7.602311569 0.275514 0.25 18.53534 184.7068 0.05 0.505338 28.95376013 1.25 0.40427076 23.16300811 0.275514 0.3 32.81747 184.7068 0.05 0.825539 47.29988745 1.25 0.66043102 37.83990996 0.275514 0.4 57.92164 184.7068 0.05 0.280669 16.08114138 1.25 0.22453509 12.8649131 0.275514 0.5 89.66854 184.7068 0.05 0.211014 12.0902175 1.25 0.16881128 9.672174003 0.275514 0.6 127.678 184.7068 0.05 0.184386 10.56455688 1.25 0.14750904 8.451645507 0.275514 0.7 171.5037 184.7068 0.05 0.170025 9.741687454 1.25 0.13601962 7.793349963 0.275514 0.8 220.6425 184.7068 0.05 0.160625 9.203140059 1.25 0.12850008 7.362512047 0.275514 0.9 274.5453 184.7068 0.05 0.153611 8.801240561 1.25 0.1228885 7.040992449 0.275514 1 332.6273 184.7068 0.05 0.147862 8.471841323 1.25 0.11828922 6.777473059 0.275514 1.1 394.2796 184.7068 0.05 0.142826 8.183310663 1.25 0.11426057 6.546648531 0.275514 1.2 458.8793 184.7068 0.05 0.138208 7.918724684 1.25 0.11056625 6.334979747 0.275514 1.3 525.7999 184.7068 0.05 0.133841 7.668551572 1.25 0.10707318 6.134841258 0.275514 1.4 594.4216 184.7068 0.05 0.12963 7.427274544 1.25 0.10370432 5.941819635 0.275514 1.5 664.1394 184.7068 0.05 0.125519 7.191688649 1.25 0.10041492 5.753350919 0.275514 1.6 734.3719 184.7068 0.05 0.121475 6.959979499 1.25 0.09717965 5.567983599 0.275514 1.7 804.5678 184.7068 0.05 0.117482 6.731195668 1.25 0.09398522 5.384956535 0.275514 1.8 874.2129 184.7068 0.05 0.113532 6.504931807 1.25 0.09082598 5.203945445 0.275514 1.9 942.8342 184.7068 0.05 0.109626 6.281130473 1.25 0.08770113 5.024904378 0.275514 2 1010.005 184.7068 0.05 0.105766 6.059953866 1.25 0.08461292 4.847963093

47.29988745

thickness=10mm RAO

variasi 1

depth m1 (ton) a1 (m) b1 (m) l1 (m) m2 (ton) a2 (m) b2 (m) l2 (m) Iyy

10 m 2.630199 0.5 0.49 3.5 3.952006 0.15 0.05 8 337.3747

Ixx

2.630199 2 1.99 3.5 3.952006 0.15 0.05 8 342.2866

Izz

10 m 25.76106 2 0.579624 8 2095.92

added mass moment of inertia

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Pelamis (Meisen dan Loiseau, 2009)
Gambar 2.9 Silinder terpancang tegak dalam
Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir
Gambar 3.2 Diagram alir pengerjaan tugas akhir (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam aktivitas berbangsa dan bernegara pelaksanaannya harus berdasarkan hukum dan secara yuridis normatif, Negara Indonesia telah berdasarkan atas hukum sebagaimana

Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini (1) bagaimana proses pengembangan buku ajar mata pelajaran akuntansi perbankan syariah berbasis problem

Sekaitan dengan pengolahan analisis data berupa angka (numerik), kita bisa menggunakan salah satu program aplikasi komputer yang bisa digunakan untuk mengolah data

INDIKATOR TARGET ALOKASI INDIKATOR TARGET ALOKASI SEPAKAT TIDAK SEPAKAT DIBAHAS LEBIH LANJUT KETERANGAN SUMATERA A F1 - PERSANDINGAN ( SHORTLIST ) KELOMPOK 4 PEMERINTAH ACEH..

Pada saat ini eksploitasi terhadap sumber daya Ikan Demersal di perairan sekitar Kendal telah terjadi lebih tangkap, hal ini dapat diketahui dengan menurunnya jumlah

Manajemen perubahan, pengembangan kepemerintahan yang baik hanya dapat dicapai apabila didukung oleh komitmen yang kuat dari seluruh tingkatan manajemen untuk

Sebagai salah satu tahap dalam hirarki komunikasi merek ( hierarchy of branding), citra merek atau lebih dikenal dengan sebutan brand image memegang peranan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha.Lansia yang berpikir