GAMBARAN BIAYA PENGOBATAN HIPERTENSI
PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD MUNTILAN
PERIODE JANUARI-APRIL 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Lina Wardani
NIM : 078114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
GAMBARAN BIAYA PENGOBATAN HIPERTENSI
PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD MUNTILAN
PERIODE JANUARI-APRIL 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Lina Wardani
NIM : 078114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
“When you think you have no
get it, but if you believe in yo
Segala perkara dapat kutanggung
Hasil karya ini kupersem
1. Tuhan Yesus Kristus
2. Bapak Robertus Bell
3. Ibu Maria Imaculat
4. Daniel Sugiyono Adh
no chance of getting what you want
your self, probably……..sooner or la
ng di dalam DIA yang memberikan kekuatan
rsembahkan kepada :
tus
ellarminus Kadar
lata Iswati
Adhi W
iv
ant, you probably won’t
or later, you will get it”
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih dan
KaruniaNya, atas segala berkat yang senantiasa menyertai penulis dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul
“Gambaran Biaya
Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Muntilan Periode
Januari-April 2010”
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Skripsi ini dapat selesai atas doa dan dukungan dari berbagai pihak yang
telah banyak membantu penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih atas bimbingan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan sehingga
penyusunan skripsi ini dapat terlaksana, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas dukungan materiil dan moril kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan yang telah memberikan izin
untuk penulis dapat melakukan penelitian.
2. Kepala beserta staf Bagian Penelitian dan Bagian Rekam Medis Rawat Jalan
RSUD Muntilan, Dokter, Apoteker, dan staf apotek RSUD Muntilan (Ibu Drg.
Heni L, M.Kes, Bapak Srenggono, SKM, Bapak Damianus Agus Riyanto,
S.Si., Apt., dan Ibu Dra. Heny Suryanti, Apt.) atas kritik, saran, bantuan dan
dukungannya.
viii
4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
sabar membimbing, memberi dukungan, semangat, gagasan, dan perhatian
yang sangat berarti di dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah banyak
membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
6. Dra. TB. Titien Siwi Hartayu., M.Kes., Apt selaku dosen penguji yang telah
banyak membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
7. Kedua orang tuaku, Bapak Kadar dan Ibu Iswati yang dengan tulus ikhlas
memberikan dukungan berupa kasih sayang, doa, kepercayaan, perhatian,
nasehat maupun materi dalam setiap langkah hidup penulis.
8. Kakak-kakakku dan keponakanku tercinta, Mas Dani, Mbak Ana, Bintang dan
Sherly, yang telah memberikan doa, dukungan dan semangatnya demi
selesainya skripsi ini.
9. Stefanus Gigih Arif Riyanto, selaku kekasih penulis atas kasih sayang,
perhatian, dukungan, kesabaran dalam penantian dan semangat yang sangat
menguatkan.
10. Keluarga besar Eyang Banjaran dan Eyang Gadingsari, khususnya untuk
keluarga Pakde-Bude Trimanto, atas doa dan dukungan untuk menyelesaikan
skripsi ini.
11. Bude Mastuti yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan
tempat penelitian, memberikan dukungan dan doa.
ix
13. Mbak Lia yang dengan sabar membimbing dan menuntun peneliti dalam
perjalanan skripsi ini dari awal hingga akhir, terimakasih atas nasehat, saran,
dan semangatnya.
14. Mbak Aprin, Etha, Vika, Inez, Evi, Intan, Monic, Galuh, Tyas, Queen, Silvi,
Tika, Esia, dan Sisil, atas kebersamaan, dukungan, semangat, penghibur dan
keluarga bagi penulis selama tinggal di Kost Palem.
15. Sahabat-sahabatku, Ana dan Ita yang memberi semangat, kasih sayang dan
dukungan serta kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama
penulis.
16. Teman-temanku (Dita, Afni, Tika, Pia, Icha, Chandra), dan teman-teman KKN
Merapi, trimakasih atas dukungan, semangat, dan bantuan pada penulis.
17. Seluruh teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 pada umumnya,
teman-teman angkatan 2007 kelas A dan FKK A 2007 pada khususnya, terimakasih
atas kebersamaan, kenangan, keceriaan, dukungan, dan semangat selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga Tuhan Yesus
Kristus selalu berkenan memberikan petunjuk dan berkat kepada kita semua.
Yogyakarta, 10 Januari 2011
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA... vii
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
INTISARI... xviii
ABSTRACT
... xix
BAB I PENGANTAR ...1
A. Latar Belakang ...1
1. Permasalahan ...6
2. Keaslian penelitian...7
3. Manfaat penelitian ...8
B. Tujuan Penelitian...9
xi
2. Tujuan khusus...9
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...10
A. Analisis Biaya...10
B. Hipertensi ...12
1. Definisi, patofisiologi, dan klasifikasi hipertensi ...12
2. Gejala hipertensi ...16
3. Tujuan terapi ...17
4. Algoritma terapi...17
5. Kombinasi terapi hipertensi...19
6. Tatalaksana terapi non-farmakologi ...21
7. Tatalaksana terapi farmakologi...22
C. Asuransi Kesehatan ...29
D. Keterangan Empiris ...32
BAB III METODE PENELITIAN...33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...33
B. Definisi Operasional...33
C. Subyek Penelitian ...35
D. Bahan Penelitian...36
E. Alat Penelitian ...36
F. Lokasi Penelitian ...36
G. Jalannya Penelitian ...37
H. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian ...39
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...43
A. Gambaran Subyek Penelitian ...43
1. Jenis kelamin ...43
2. Umur pasien...44
3. Klasifikasi pasien hipertensi ...46
4. Distribusi diagnosis ...49
B. Gambaran Penggunaan Antihipertensi ...50
1. Golongan antihipertensi ...51
2. Macam antihipertensi ...52
3. Kombinasi antihipertensi...55
4. Gambaran penggunaan antihipertensi berdasarkan diagnosa...57
C. Analisis Biaya...63
1. Biaya antihipertensi ...63
2. Biaya obat non-hipertensi...66
3. Biaya pemeriksaan laboratorium...67
4. Biaya Medik Langsung ...69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...72
A. Kesimpulan...72
B. Saran ...73
DAFTAR PUSTAKA ...74
LAMPIRAN...77
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
INTISARI
Hipertensi merupakan suatu penyakit kardiovaskular dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal (
≥
120/80 mmHg).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan antihipertensi
dan biaya pengobatan hipertensi yang dikeluarkan oleh pasien rawat jalan di
RSUD Muntilan periode Januari-April 2010.
Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental, dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Data diperoleh dari
instalasi rekam medis, instalasi farmasi, dan laboratorium. Biaya medik langsung
meliputi biaya obat antihipertensi, biaya obat non hipertensi, biaya tes
laboratorium, dan biaya administrasi. Penyajian biaya per kasus per bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan obat yang paling banyak
digunakan adalah golongan
calcium channel blocker
(64,15%) dengan macam
antihipertensi yaitu lisinopril (37,74%), HCT (36,79%), amlodipin besylat
(34,91%), dan kombinasi antihipertensi
ACE-inhibitor
dan
calcium channel
blocker
(14,15%). Pemilihan antihipertensi yang tidak sesuai dengan JNC 7 pada
kasus hipertensi tanpa penyulit sebanyak 12 kasus (16,44%) sedangkan pada
kasus hipertensi dengan diabetes mellitus sebanyak 33 kasus (100%) sesuai JNC
7. Biaya medik langsung untuk kasus hipertensi yang menggunakan Askes Rp
193.508,94 per kasus per bulan, dan untuk kasus hipertensi non-Askes Rp
276.726
per kasus per bulan.
xix
ABSTRACT
Hypertension is one of cardiovascular diseases which somebody got an
improvement of blood pressure above normal (
≥
120/80 mmHg). This research
aims to find the usage of antihypertension and the medical cost which carried out
directly by hypertension patients in RSUD Muntilan from January up to April
2010.
This is a non-experimental research which is retrospective and evaluative
descriptive designed research. The data are gained from medical record, pharmacy
installation, and laboratory. Medical items which included in the medical cost are
antihypertension,
non-hypertension
medicine,
laboratory
checking,
and
administration. The presentation cost, case by case once a month.
The result of this research shows that
calcium channel blocker
categories
(64,15%) is commonly used treatment method, which included antihypertension,
named lisinopril (37,74%), HCT (36,79%), amlodipin besylat (34,91%), and the
combination of
ACE-inhibitor
antihypertension and
calcium channel blocker
(14,15%). There are 12 cases in choosing antihypertension which are not
appropriate with JNC 7 in single hypertension case but there are 33 cases (100%)
in hypertension case with diabetes mellitus. Medical cost for hypertension cases
with health insurance (ASKES) costs Rp 193.508,94 in a month but without
health insurance it will costs for about Rp 276.726 in a month.
1
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Dalam dasawarsa terakhir, biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin
meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor, yaitu perubahan pola penyakit dan
pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya
permintaan masyarakat dan perubahan ekonomi secara global. Dilain pihak, biaya
yang tersedia untuk kesehatan belum dapat ditingkatkan, dimana kemampuan
pemerintah semakin terbatas dan peran masyarakat masih belum maksimal.
Sementara itu sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah kita diharapkan untuk
dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Andayani,
2006).
juga sering mengakibatkan komplikasi yang mematikan jika tidak diterapi dalam
waktu yang lama (Chobanian
et al
., 2003).
Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995) menyatakan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia adalah 8,3%. Survei faktor risiko penyakit kardiovaskular
oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan
tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5%
(1993), dan 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988),
17% (1993), dan 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia
lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20%. Survei di pedesaan Bali (2004)
menemukan prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita. Prevalensi di
Vietnam pada tahun 2004 mencapai 34,5%, Thailand (1989) 17%, Malaysia
(1996) 29,9%, Philippina (1993) 22%, dan Singapura (2004) 24,9%. Di Amerika,
prevalensi tahun 2005 adalah 21,7% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2007). Selain mempunyai prevalensi yang tinggi, hipertensi memerlukan biaya
pengobatan yang cukup mahal. Pada tahun 1997, biaya yang dihabiskan untuk
membiayai penyakit kronik ini sekitar 30 milyar dollar Amerika. Biaya yang
dikeluarkan untuk antihipertensi mencapai sekitar 7 milyar dollar. Dengan biaya
antihipertensi yang cukup tinggi ini dapat menjadi kendala dalam penanganan
hipertensi, terutama untuk pengobatan jangka panjang (Huttin, Moeller, and
Stafford, 2000).
mencegah penyakit hipertensi yang berpengaruh besar terhadap kesehatan
masyarakat (Huttin
et al
., 2000).
Penanganan dasar hipertensi terdiri dari penanggulangan
overweight
(bila
ada) dengan diet, pembatasan garam serta peningkatan aktivitas fisik. Selain
tindakan umum itu, pada hipertensi lebih berat perlu ditambahkan obat-obat
hipertensi (antihipertensi) untuk menormalkan tekanan darah. Antihipertensi
hanya menghilangkan gejala tekanan darah tinggi dan tidak penyebabnya. Maka
obat pada hakikatnya harus diminum seumur hidup, tetapi setelah beberapa waktu
dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan data dari
the National Ambulatory Medical Care Surveys and
the outpatient department component of the National Hospital Ambulatory
Medical Care Survey
yang kemudian dianalisis oleh Dr. Ma bersama teman
temannya diperoleh hasil bahwa pada tahun 1993, obat antihipertensi yang paling
sering diresepkan adalah
calcium channel blocker
(CCB) sebanyak 44% dan
ACE-inhibitor
sebanyak 36% (Ma, 2004).
Pada penelitan Asai tahun 1999
menunjukkan bahwa 72% menggunakan CCB, 26% menggunakan
ACE-inhibitor
atau ARB, 16% menggunakan Beta-blocker, dan penggunaan diuretik sebesar
10% (Asai, Heller, and Kalii, 2002).
untuk lansia kurang dari $ 40.000. Untuk biaya pengobatan kurang dari $ 50.000
per tahun dianggap menguntungkan bagi ekonomi kesehatan (Dipiro
et al
., 2008).
Dalam studi menggunakan
Cost-Minimization Analysis
(CMA),
komponen-komponen yang dianalisis mencangkup biaya obat antihipertensi,
biaya tes laboratorium, biaya kunjungan dokter, dan biaya komplikasi, yang
merupakan komponen biaya total. Suatu analisis komparatif menunjukkan bahwa
dari 133.624 pasien hipertensi dengan usia 65 tahun dan > 65 tahun menunjukkan
bahwa 40% dari pasien diberi resep obat yang belum tentu direkomendasikan oleh
pedoman JNC 7. Jika 40% pasien hipertensi telah melakukan modifikasi terapi
pengobatan sesuai dengan pengobatan yang berbasis bukti, dapat mempengaruhi
pengurangan biaya $ 11.600.000 yang pernah terwujud pada tahun 2001, hal ini
juga diperkirakan akan meningkat menjadi $ 20,5 juta (Dipiro
et al
., 2008).
Suatu terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan
bagi pasien, baik dari segi kesehatan atau kesembuhan penyakit yang diderita,
biaya yang harus dikeluarkan, dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
tersebut terutama bagi pasien yang harus mengkonsumsi obat dalam waktu lama,
seperti penyakit hipertensi, oleh karena itu efisiensi dan efektivitas penggunaan
obat dan biayanya merupakan faktor yang penting diperhatikan (Andayani, 2006).
Evaluasi penggunaan obat dan biaya untuk pengobatan hipertensi dapat
memberikan informasi penting untuk membantu dalam meningkatkan efektivitas
biaya dan perawatan (Huttin
et al
., 2000).
yang lebih berat dibanding dengan usia muda pada tekanan darah yang sama
sehingga tingkat kematian usia lanjut semakin besar. Hipertensi harus diobati
secepat mungkin untuk menghidari komplikasi yang diakibatkannya sehingga
kualitas hidup penderita semakin meningkat, oleh karena itu pengobatan yang
terarah sangat dibutuhkan. Dengan semakin banyak pengobatan yang diberikan
pada pasien, maka akan mempengaruhi besar biaya pengobatan yang bervariasi.
Melihat tingginya kasus hipertensi yang terjadi di masyarakat dan
banyaknya berbagai macam antihipertensi yang digunakan dalam pengobatan
hipertensi, mengundang pertanyaan bagi peneliti untuk mengetahui berapa besar
biaya yang dikeluarkan oleh pasien hipertensi dalam mendapatkan pencegahan,
pendeteksian, dan pengobatan penyakit.
satu dari 10 penyakit rawat jalan terbanyak di RSUD Muntilan pada tahun 2009.
Pada penelitian ini ditemukan pasien hipertensi sebanyak 130 kasus selama
periode bulan Januari-April 2010.
Dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Gambaran Biaya Pengobatan Hipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan Di RSUD Muntilan Periode Januari-April 2010”. Dengan
dilakukannya penelitian mengenai Gambaran Biaya Pengobatan Hipertensi Pada
Pasien Rawat Jalan Di RSUD Muntilan Periode Januari-April 2010 diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan antihipertensi serta penggunaan dana
secara lebih rasional dan optimal.
1.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun rumusan
masalah mengenai analisis biaya pengobatan hipertensi pada pasien rawat jalan di
RSUD Muntilan periode Januari-April 2010 sebagai berikut di bawah ini.
a.
Seperti apa gambaran pengobatan hipertensi yang meliputi golongan, macam
dan kombinasi antihipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Muntilan?
b.
Apakah terapi antihipertensi yang diberikan kepada pasien rawat jalan di
RSUD Muntilan sesuai dengan antihipertensi
Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of
High Blood Pressure
(2003)?
2.
Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis penelitian yang berjudul “Gambaran Biaya
Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Muntilan Periode
Januari-April 2010” belum pernah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan
antara lain :
a.
Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Dan Analisis Biaya Obat Pada Pasien
Hipertensi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Wirosaban
Yogyakarta Tahun 2004 (Listya, 2005). Subyek penelitian diperoleh dengan
pengambilan sampel secara
accidental
. Golongan dan macam antihipertensi
yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor sebanyak 27% dan
Lisinopril sebanyak 20%, dengan biaya langsung untuk pengobatan hipertensi
sebesar Rp 196.593 per pasien per bulan.
b.
Analisis Biaya Dan Gambaran Pengobatan Pada Pasien Hipertensi Rawat
Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2006 (Natalia, 2007). Subyek
penelitian diambil secara non-random dengan teknik
purposive sampling
.
Antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi ACE-inhibitor
dengan CCB sebanyak 24,3%, dengan biaya medik langsung untuk
pengobatan hipertensi sebesar Rp 194.482,03 per pasien per bulan.
Yogyakarta. Golongan dan macam antihipertensi yang paling banyak
digunakan adalah ACE-inhibitor sebanyak 78,85% dan Captopril sebanyak
73,08%, dengan biaya medik langsung setiap bulannya sebesar Rp 280.120,39
per pasien per bulan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
dalam hal objek pengamatan, instansi yang digunakan untuk penelitian dan tahun
pelaksanaan pengambilan data pasien. Pada penelitian ini peneliti melakukan
pengamatan pada pasien hipertensi yang menggunakan Askes dan non-Askes di
instaansi rawat jalan RSUD Muntilan periode Januari-April 2010.
3.
Manfaat penelitian
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan mempunyai manfaat :
a.
Dapat sebagai sumber informasi dan evaluasi bagi klinisi mengenai biaya
pengobatan hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Muntilan periode
Januari-April 2010.
b.
Dapat memberikan masukan bagi Apoteker di Instalasi Farmasi terutama
kebijakan dalam menentukan biaya pengobatan hipertensi pada pasien rawat
jalan di RSUD Muntilan periode Januari-April 2010.
B. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya medik langsung
pengobatan hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Muntilan periode
Januari-April 2010.
2.
Tujuan khusus:
a.
Untuk mengetahui gambaran penggunaan antihipertensi yang meliputi
golongan, macam dan kombinasi antihipertensi pada pasien rawat jalan di
RSUD Muntilan periode Januari-April 2010.
b.
Untuk mengetahui kesesuaian terapi antihipertensi yang diberikan pada pasien
rawat jalan di RSUD Muntilan periode Januari-April 2010 dengan
Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and treatment of High Blood Pressure
(2003).
10
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Analisis Biaya
Analisis biaya (
Cost Analysis
) adalah identifikasi atau deskripsi
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengobatan atau terapi tanpa membandingkan
kemanjuran atau
efficacy
dari terapi atau obat yang satu dengan yang lainnya
(Sanchez, 2005).
Cost analysis
sering disebut juga
Cost of Illness
(COI)
merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengobatan.
Cost of Illness
(COI)
mencakup biaya langsung dan biaya tidak langsung (Segel, 2006).
Untuk memperlihatkan keadaan seperti sebenarnya, perlu memperhatikan
2 variabel, yaitu input (biaya) yang digunakan dalam mendapatkan atau
menggunakan obat untuk menghasilkan
outcome
. Jika hanya menganalisis
variabel pengukuran saja tanpa memperhatikan
outcome
maka disebut
Cost
analysis
(analisis ekonomi parsial). Sebaliknya, jika hanya
outcome
saja yang
diperhitungkan tanpa memperhatikan biaya maka disebut studi klinik (bukan
suatu analisis ekonomi) (Wilson, and Rascati, 2001).
Biaya pelayanan kesehatan atau keluaran ekonomi dapat di kelompokkan
menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Biaya medis langsung
(Direct medical cost)
langsung dengan produk-produk medis (misalnya, obat-obat, tes laboratorium,
dan hospitalisasi).
2. Biaya non medis
(Direct non medical cost)
Direct non medical cost
merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pasien akibat
dari penyakit yang dideritanya, bukan termasuk biaya pengobatan dan
perawatan. Misalnya: biaya transportasi ke rumah sakit, diet makanan, dan
biaya hidup di rumah sakit bagi keluarganya.
3. Biaya tak langsung (
Indirect cost)
Indirect cost
terdiri dari biaya akibat morbiditas dan kecacatan sehingga
penderita atau keluarganya kehilangan pendapatan atau produktivitasnya, serta
biaya akibat mortalitas yaitu nilai sekarang dari kehilangan nafkah
penghasilan penderita apabila penderita tidak meninggal dunia.
4. Biaya tak terwujud
(Intangible cost)
Intangible cost
merupakan bagian yaag sulit diukur, seperti penderitaan, nyeri,
gelisah, kecemasan dan lain sebagainya. Dalam mengambil keputusan apa
yang harus diberikan atau pemeriksaan apa yang harus dilakukan terhadap
penderita, bukan apa yang termurah atau tercanggih. Melainkan apa yang
terbaik untuk keselamatan penderita, baru biayanya dipertimbangkan
B.
Hipertensi
1.
Definisi, patofisiologi, dan klasifikasi hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit meningkatnya tekanan darah arteri yang
dapat membahayakan sistem organ dan mempunyai faktor resiko terhadap
penyakit kardiovaskuler. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun dapat
dikendalikan (Sassen and Carter, 2005).
Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah. Ginjal memegang peranan utama pada
pengaturan tingginya tekanan darah, yang berlangsung melalui sistem khusus,
yakni melalui sistem renin-angiotensin (gambar 1).
Jika volume darah yang mengalir melalui ginjal berkurang dan tekanan
darah di glomeruli ginjal menurun, misalnya karena penyempitan arteri setempat,
maka ginjal dapat memproduksi dan melepaskan
enzim proteolitis
renin. Dalam
plasma, renin menghidrolisis protein angiotensinogen (yang terbentuk dalam hati)
menjadi angiotensin I (AT 1). Zat ini diubah oleh enzim ACE (
Angiotensin
Converting Enzyme
), yang disintesis antara lain di paru-paru) menjadi zat aktif
angiotensin II (AT II). AT ini antara lain berdaya vasokontriktif kuat, dan
menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh anak ginjal dengan sifat retensi
garam dan air. Akibatnya ialah volume darah dan tekanan darah naik lagi (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Seventh Report of the Joint National Comittee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
mengklasifikasikan tekanan
darah untuk orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) adalah seperti terlihat pada tabel
I.
Tabel I. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 (Chobanian et al., 2003)
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah Diastolik
(mmHg)
Normal
Prehipertensi
Hipertensi tingkat I
Hipertensi tingkat II
< 120
120-139
140-159
>160
dan < 80
atau 80 - 89
atau 90 - 99
atau > 100
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terukur saat sebelum
kontraksi kardiac dan menunjukkan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan
yang dimaksud tekanan darah diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat
dari empat kategori, nilai normal saat sistolik
≤
120 mmHg dan diastolik
≤
80
mmHg, penggolongan prehipertensi yang tidak ada dalam klasifikasi WHO
namun didalam ketentuan JNC turut diperhitungkan mengingat agar pasien saat
tahap prehipertensi tersebut waspada karena sangat dimungkinkan meningkat
menuju kearah
stage
I dan
stage
II hipertensi (Sassen and Carter, 2005).
Tekanan darah bervariasi sepanjang hari antara batas-batas tertentu dan
yang terendah terjadi pada malam hari sewaktu tidur. Pagi hari setelah bangun
tidur, tekanan darah berangsur-angsur mulai naik dan biasanya mencapai
puncaknya pada siang hari selama bertugas dengan banyak kemungkinan akan
situasi penuh stress. Oleh karena itu, untuk menentukan dengan pasti adanya
hipertensi diperlukan minimal 3 pengukuran pada saat berlainan (berselang
minimal 1 minggu). Pengulangan ini perlu untuk meniadakan faktor yang dapat
meningkatkan tensi, seperti stress, emosi, letih dan sebagainya (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat digolongkan menjadi hipertensi
essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial (hipertensi
primer/hipertensi idiopatik) adalah hipertensi yang belum diketahui etiologinya
dengan jelas. Kelainan hemodinamik utamanya adalah peningkatan resistensi
perifer. Penyebabnya adalah multi faktor, terdiri atas faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik bersifat poligenik dan terlihat adanya riwayat penyakit
kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa
sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas
lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni obesitas, konsumsi natrium
yang berlebihan, stress psikis dan merokok. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
abnormalitas sistem organ tubuh, di antaranya yang paling sering adalah penyakit
parenkim ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin),
obat-obatan, kaortasia aorta dan kontrasepsi oral (Hawkins, Bussey, and Prisant, 1997).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah yaitu:
a.
Garam
Ion natrium dapat mengakibatkan retensi air, sehingga dapat meningkatkan
volume darah dan menyebabkan meningkatnya daya tahan pembuluh. Selain
itu, juga dapat memperkuat efek vasokontriksi noradrenalin. Secara statistis,
ternyata pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi garam terlalu banyak
dapat meningkatkan jumlah hipertensi daripada penduduk yang
mengkonsumsi sedikit garam.
b.
Liquorice
Liquorice
merupakan sejenis gula-gula yang terbuat dari
Succus liquiritiae
yang didalamnya terkandung asam glizirinat dengan khasiat retensi air, yang
bila dimakan dalam jumlah besar akan meningkatkan tekanan darah
c.
Stress
Stress dapat meningkatkan tekanan darah akibat dari pelepasan adrenalin dan
noradrenalin
(hormon stress)
, yang bersifat vasokonstriktif. Tekanan darah
akan meningkat pada saat terjadi ketegangan fisik (pengeluaran tenaga,
olahraga), dan tekanan darah akan turun bila stress hilang.
Dalam rokok mengandung nikotin yang berkhasiat untuk vasokonstriksi dan
meningkatkan tekanan darah.
e.
Pil antihamil
Dalam pil antihamil mengandung hormon wanita estrogen yang bersifat
retensi garam dan air.
f.
Hormon pria dan kortikosteroid
Hormon pria dan kortikosteroid berkhasiat sebagai retensi air. Setelah
penggunaan hormon ini atau pil dihentikan, atau pemakaian garam dikurangi,
pada umumnya tekanan darah menurun dan normal kembali.
g.
Kehamilan
Kenaikan tekanan darah dapat terjadi selama kehamilan. Mekanisme
hipertensi ini serupa dengan proses di ginjal; bila uterus direnggangkan terlalu
banyak (oleh janin) dan kurang asupan darah, maka dilepaskannya zat-zat
yang meningkatkan tekanan darah.
(Tjay dan Rahardja, 2007).
2.
Gejala hipertensi
Hipertensi
tidak
memberikan
gejala khas, baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri
ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali dengan
pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal
3.
Tujuan terapi
Mengobati pasien hipertensi mempunyai tujuan untuk mencapai tekanan
darah normal yaitu sistolik
≤
120 mmHg dan diastolik
≤
80 mmHg. Pengurangan
tekanan darah hingga mencapai target tidak menandakan bahwa kerusakan organ
tidak terjadi, akan tetapi pencapaian tekanan darah target berhubungan dengan
penurunan resiko terjadinya gangguan pada kardiovaskuler dan gangguan pada
organ yang lain. Perubahan tekanan darah adalah tanda yang digunakan tenaga
medis untuk mengevaluasi respon pasien terhadap terapi yang diberikan (sebagai
bahan pertimbangan untuk melakukan perubahan dosis atau kombinasi terapi)
(Dipiro
et al
., 2005).
Tekanan darah target pada kebanyakan orang adalah < 140/90 mmHg,
kecuali pada pasien penderita diabetes mellitus atau gangguan ginjal tekanan
darah targetnya adalah < 130/80 mmHg (Dipiro
et al
., 2005).
4.
Algoritma Terapi
Tabel II. Algoritma penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC 7
(Chobanian et al., 2003)
Klasifikasi Tekanan
Darah
Penatalaksanaan Hipertensi
Tanpa indikasi penyulit
Dengan indikasi penyulit
Pre-hipertensi
Tidak perlu antihipertensi
Obat yang diindikasikan
untuk komplikasinya
Hipertensi tingkat I
Pada umumnya diuretika
tipe thiazide. Bisa
dipertimbangkan ACEI,
ARB, BB, CCB, atau
kombinasi
Obat yang diindikasikan
untuk komplikasinya.
Antihipertensi lain :
diuretik, ACEI, ARB, BB,
CCB; jika dibutuhkan.
Hipertensi tingkat II
Pada umumnya memerlukan
kombinasi dua obat
(biasanya diuretika tipe
thiazide dan ACEI atau
ARB atau BB atau CCB)
Obat yang diindikasikan
untuk komplikasinya.
Antihipertensi lain :
diuretik, ACEI, ARB, BB,
CCB; jika dibutuhkan.
Keterangan: ACEI=ACE-inhibitor, CCB=calcium channel blocker, BB=
β
-bloker, ARB=
angiotensin II reseptor blocker.
Untuk pasien hipertensi dengan indikasi penyakit penyulit, pemilihan obat
antihipertensi yang digunakan dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Pemberian Antihipertensi pada Pasien dengan Indikasi Penyulit menurut
JNC 7 (Chobanian, et al, 2003)
Indikasi penyulit
Diuretik
BB
ACEI
ARB
CCB
Gagal jantung
*
*
*
*
-Infark miokard
-
*
*
-
-Penyakit koroner
*
*
*
-
*
Diabetes
*
*
*
*
*
Penyakit ginjal kronis
-
-
*
*
-Pencegahan stroke
*
-
*
-
5.
Kombinasi Terapi Hipertensi
Kombinasi terapi hipertensi menurut
The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7)
dapat dilihat pada tabel IV
Tabel IV. Kombinasi Terapi Hipertensi (Chobanian
et al
., 2003)
Kombinasi Dosis
Kombinasi
Nama Dagang
ACEI dan CCB
Amlodipin-benazepril hidroklorid (2.5/10,
5/10, 10/20)
Enalapril-felodipin (5/5)
Trandolapril –verapamil (2/180, 1/240,
2/240, 4/240)
Lotrel
Lexxel
Tarka
ACEI dan diuretik
Benazepril-hidroklorothiazid/HCT (5/6.25,
10/12.5, 20/12.5, 20/25)
Captopril-hidroklorothiazid/HCT (25/15,
25/25, 50/15, 50/25)
Enalapril- hidroklorothiazid/HCT (5/12.5,
10/25)
Fosinopril-hidroklorothiazid/HCT (10/12.5,
20/12,5)
Lisinopril-hidroklorothiazid/HCT (10/12.5,
20/12.5, 20/25)
Moexipril-hidroklorothiazid/HCT (7.5/12.5,
15/25)
Quinapril-hidroklorothiazid/HCT (10/12.5,
20/12.5, 20/25)
Lotensin HCT
Capozid
Vaseretic
Monopril/HCT
Prinzid, Zestoretic
Uniretic
Accuretik
ARB dan diuretik
Candesartan-hidroklorothiazid/HCT
(16/12.5, 32/12.5)
Eprosartan-hidroklorothiazid/HCT
(600/12.5, 600/25)
Irbesartan-hidroklorothiazid/HCT
(150/12.5, 300/12.5)
Losartan-hidroklorothiazid/HCT (50/12.5,
100/25)
Olmesartan-hidroklorothiazid/HCT
(20/12.5, 40/12.5, 80/12.5)
BB dan diuretik
Atenolol-klorthalidon (50/25, 100/25)
Bisoprolol-hidroklorothiazid/HCT
(2.5/6.25, 5/6.25, 10/6.25)
Metoprolol-hidroklorothiazid/HCT (50/25,
100/25)
Nadolol-bendroflumethiazid (40/5, 80/5)
Propanolol LA-hidroklorothiazid/HCT
(40/25, 80/25)
Timolol-hidroklorothiazid/HCT (10/25)
Tenoretic
Ziac
Lopressor HCT
Corsid
Inderid LA
Timolid
Obat Sistem Saraf
Pusat dan diuretik
Metildopa-hidroklorothiazid/HCT (250/15,
250/25, 500/30, 500/50)
Reserpin-klorthalidon (0.125/25, 0.25/50)
Reserpin-klorothiazid (0.125/250, 0.25/500)
Reserpin-hidroklorothiazid/HCT (0.125/25,
0.125/50)
Aldoril
Demi-Regroton,
Regroton
Dlupres
Hydropres
Diuretik dan
diuretik
Amlloride-hidroklorothiazid/HCT (5/50)
Spironolakton-hidroklorothiazid/HCT
(25/25, 50/50)
Triamterene-hidroklorothiazid/HCT
(37.5/25, 75/50)
Moduretic
Aldactazide
Dyazide, Maxzide
Keterangan: ACEI=ACE-inhibitor, CCB=calcium channel blocker, BB=
β
-bloker, ARB=
angiotensin II reseptor blocker.
Kombinasi terapi dengan dua obat antihipertensi dapat diberikan pada
pasien yang pada pengobatannya belum mencapai target penurunan tekanan darah
(misalnya, target tekanan darah yang ingin dicapai kurang dari 130/80 mm Hg),
dan pada pasien dengan indikasi penyulit dapat diberikan agen antihipertensi yang
berbeda (Dipiro
et al
., 2008).
Kombinasi regimen untuk hipertensi idealnya harus mencakup diuretik,
yaitu golongan thiazid yang lebih sering dipakai. Metode ini akan memberikan
efek terapi yang lebih baik dalam menurunkan tekanan darah. Dalam
menggunakan terapi kombinasi yang lebih dari dua agen terapi diperlukan
pertimbangan khusus terkait ada tidaknya interaksi masing-masing obat, efek
mengontrol tekanan darah dengan targen tekanan darah yang ingin dicapai
<130/80 mm Hg. Kombinasi antihipertensi dengan menggunakan dosis rendah
juga dapat memberikan pengurangan yang lebih besar pada tekanan darah
dibandingkan dengan terapi tunggal dengan dosis tinggi (Dipiro
et al
., 2008).
6.
Tatalaksana terapi non-farmakologi
Pasien dengan prehipertensi dah hipertensi harus melakukan modifikasi
gaya hidup yang dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup untuk Pasien Hipertensi Menurut
JNC 7
Modifikasi gaya hidup
Rekomendasi Rata-rata
penurunan
TDS
Penurunan berat badan
Pertahankan berat badan
normal (Body Mass Index
18,5-24,9 kg/m
2).
5-20 mmHg/10 kg
Dietary Approaches to Stop
Hypertension eating plan
Lakukan diet kaya
buah-buahan, sayuran,
produk-produk susu rendah
lemak, dan makanan yang
sedikit mengandung
lemak jenuh.
8-14 mmHg
Membatasi intake garam
Membatasi asupan hingga
≤
100 mEq (2,4 g Na atau
6 g NaCl).
2-8 mmHg
Olahraga teratur
Olahraga seperti jogging,
berenang, jalan cepat,
aerobik dan bersepeda ±
30 menit perhari.
4-9 mmHg
Mengurangi konsumsi alkohol
Membatasi konsumsi
alcohol
≤
2 gelas/hari (1
oz atau 30 ml etanol
seperti 24 oz beer, 10 oz
wine, 3 oz 80 proof
whiskey) pada laki-laki
dan
≤
1 gelas/hari pada
wanita.
Hal-hal di atas direkomendasikan oleh JNC 7 untuk mengurangi tekanan
darah sistolik (TDS) pada pasien hipertensi dan mencegah terjadinya hipertensi
pada pasien prehipertensi. Pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi satu
macam antihipertensi dapat melakukan pembatasan
intake
natrium dan penurunan
berat badan untuk mengurangi penggunaan obat (Dipiro
et al
, 2005).
7. Tatalaksana terapi farmakologi
Pada penatalaksanaan pasien hipertensi menurut JNC VII, pasien
prehipertensi tidak perlu menggunakan obat antihipertensi. Pasien hipertensi
tingkat 1 menggunakan 1 jenis obat, sebagian besar adalah diuretik jenis thiazid,
dapat juga ACE-inhibitor, CCB, ARB, atau thiazid dan
β
-bloker, atau thiazid dan
CCB. Penggunaan kombinasi 2 jenis atau lebih obat antihipertensi sebaiknya
disertai dengan pemeriksaan peningkatan tekanan darah (Chobanian
et al
., 2003).
Diuretik jenis thiazid menjadi dasar terapi antihipertensi dari sebagian
besar hasil percobaan yang telah dilakukan. Pada percobaan itu, diuretik
sebenarnya tidak lebih unggul dalam mencegah komplikasi kardiovaskular dalam
hipertensi. Ada pengecualian terhadap hal tersebut yaitu ACE-inhibitor lebih
unggul dibandingkan dengan diuretik pada penggunaan dosis awal untuk orang
kulit putih. Hal ini dilaporkan pada percobaan
Second Autralian National Blood
Pressure
. Diuretik meningkatkan efikasi pada penggunaan kombinasi obat
antihipertensi dan dapat digunakan untuk mengontrol tekanan darah. Diuretik juga
terbukti, tetapi penggunaan diuretik masih jarang digunakan (Chobanian
et al
.,
2003).
Diuretik jenis thiazid seharusnya digunakan untuk terapi awal pada pasien
hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat kelas terapi lain
(ACE-inhibitor,
β
-bloker, ARB, CCB) telah menunjukkan keuntungan dari hasil
percobaan terkontrol yang dilakukan secara acak. Jika suatu obat tidak dapat
ditoleransi oleh pasien atau kontraindikasi bagi pasien, sebagai penggantinya
harus menggunakan obat kelas terapi lain yang telah terbukti menurunkan
kejadian penyakit kardiovaskular (Chobanian
et al
., 2003).
Mekanisme kerja obat antihipertensi adalah sebagai berikut:
a.
Diuretik
Diuretik terutama thiazid adalah lini pertama dalam pengobatan
hipertensi. Efek antihipertensi dari diuretik berawal dari efek diuresis sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Pada awal terapi, tekanan
darah menurun akibat berkurangnya cairan jantung. Sedangkan pada
pemberian kronik, volume plasma mendekati normal, tetapi resistensi perifer
turun sehingga tekanan darah tetap terjaga (Dipiro
et al
., 2005).
Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga
volume darah dan tekanan darah menurun. Di samping itu, diperkirakan
berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh darah, yakni penurunan
kadar Na membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga
tahanannya berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak meningkat
Rahardja, 2007). Menurut JNC 7, ada 4 subkelas diuretik antara lain thiazid,
loop diuretik
, diuretik hemat kalium, dan antagonis aldosteron (spironolakton)
(Chobanian
et al
., 2003).
b.
ACE-Inhibitor (ACEI)
ACE-inhibitor
bekerja dengan mengeblok degradasi bradikinin dan
menstimulasi sintesis agen vasodilatasi seperti prostaglandin E
2dan
prostasiklin. Hal ini menyebabkan meningkatnya efek penurunan tekanan
darah, tetapi juga menyebabkan efek samping
ACE-inhibitor
yaitu batuk
kering (Dipiro
et al
., 2005).
ACE-inhibitor
dapat digunakan sebagai
monoterapi pada hipertensi essensial dan hipertensi renovaskular (antara lain
kaptopril, enalapril, dan lisinopril) (Tjay dan Rahardja, 2007). Terdapat 10
macam obat yang termasuk golongan ini, yaitu benozepril, captopril, enalapril,
fosinopril, lisinopril, moexipril, perindopril, quinopril, ramipril dan
trandolopril (Dipiro
et al
., 2005).
c.
Calcium Channel Blocker (CCB)
Calcium Channel Blocker
bukan lini pertama pengobatan hipertensi.
Obat golongan ini efektif menurunkan tekanan darah terutama pada pasien
lanjut usia dan ras
African-American
, karena bekerja menghambat influx
kalsium melewati membran.
calcium channel blocker
dibagi ke dalam dua
subkelas yaitu Dihidropiridin, contoh obat : amlodipin, felodipin, nifedipin,
d.
Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
Angiotensin Reseptor Blocker
bekerja dengan menduduki reseptor
angiotensin II yang terdapat di dalam tubuh, antara lain otot jantung dinding
pembuluh darah, ginjal dan hati. Obat golongan ini lebih efektif daripada
ACE-inhibitor
, karena jalur kedua melalui enzim chimase juga dirintangi.
Tidak seperti
ACE-inhibitor
, golongan ini tidak menyebabkan batuk dan
hanya beberapa yang disertai dengan ruam kulit. Contoh obat : losartan,
valsartan dan irbesartan (Dipiro
et al
., 2005). Kebanyakan pasien hipertensi
akan memerlukan dua atau lebih pengobatan antihipertensi untuk mencapai
tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari golongan obat
yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat pertama dengan dosis
yang cukup gagal. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg di atas
tekanan darah yang diinginkan, harus dilakukan pertimbangan untuk
melakukan terapi dengan dua obat, baik secara terpisah atau kombinasi. Awal
dari terapi obat dengan lebih dari satu obat mungkin akan meningkatkan
kemungkinan pencapaian tekanan darah dalam jangka waktu yang tidak
panjang. Tetapi terdapat peringatan-peringatan tertentu terhadap pasien yang
berisiko mengalami hipotensi orthostatik, seperti pasien dengan diabetes,
disfungsi autonom, dan beberapa pasien lanjut usia. Penggunaan obat generik
atau kombinasi harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya perawatan
e.
Beta Blocker (BB)
Beta Blocker digunakan pada pasien yang berisiko jantung koroner dan
penderita infark miokard. Beta Blocker dapat digunakan sebagai tambahan
pada pasien gagal jantung yang sedang menggunakan ACE-inhibitor dan
diuretik (Dipiro
et al
., 2005). Mekanisme aksi dari Beta Blocker ditujukan
untuk
β
-adrenoreseptor. Beta Blocker mempunyai efek kronotropi dan
inotropi negatif pada jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung (Dipiro
et al
., 2005). Blokade reseptor
β
mengakibatkan sejumlah efek samping yang
tidak diinginkan, yang pada umumnya bersifat ringan dan terjadi pada kurang
lebih 10% pengguna, antara lain bronchokonstriksi, rasa dingin di jari-jari
kaki-tangan, toleransi glukosa efek sentral, gangguan lambung-usus,
penurunan kolesterol HDL (
High Density Lipoprotein
). Penggunaan pada
penderita diabetes dan gangguan jantung hendaknya dengan berhati-hati.
Obat-obat
β
-blocker antara lain acebutolol, atenolol, bisoprolol, nadolol,
propranolol, timolol (Tjay dan Rahardja, 2007).
f.
α
-Blocker
Mekanisme kerjanya menghambat reseptor alfa adrenergik yang
terdapat di otot polos pembuluh darah, khususnya di pembuluh kulit dan
mukosa. Bila reseptor tersebut diaktivasi oleh (nor)adrenalin akan
menyebabkan otot polos menciut (Tjay dan Rahardja, 2007).
α1
-blocker merupakan alternatif terapi yang digunakan dalam
kombinasi. Efek samping
α1
-blocker terjadi saat pemberian awal/saat
hipotensi ortostatik, depresi, lesu, priapism dan vivid dream. Agen lini paling
efektif jika digunakan dengan diuretik untuk meminimalkan terjadinya edema
(Dipiro
et al
., 2005). Prazosin, terazosin dan doxazosin adalah pengeblok
reseptor
α1
yang selektif. Reseptor
α1
bekerja di pembuluh darah perifer dan
menghambat ambilan kembali katekolamin pada sel otot polos sehingga
menghasilkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah (Dipiro
et al
., 2005).
g.
Central
α2
-agonis
Klonidin, quanaben 2, quanfacin dan metildopa menurunkan tekanan
darah dengan menstimulasi reseptor
α2
-adrenergik di otak. Stimulasi ini
mengurangi aktivitas saraf simpatik dan secara bersamaan terjadi peningkatan
aktivitas parasimpatik sehingga terjadi penurunan denyut jantung, curah
jantung, resistensi perifer total, aktivitas rennin plasma dan reflek baroreseptor
(Dipiro
et al
., 2005). Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi dan
mulut kering. Efek samping yang lain adalah depresi, dizziness, hipotensi
ortostasik, pandangan kabur dan konstipasi (Dipiro
et al
., 2005).
h.
Reserpin
Reserpin kuat menghambat aktivitas simpatik dan meningkatkan efek
parasimpatik sehingga mengakibatkan efek samping seperti hidung tersumbat,
peningkatan sekresi gastrin, diare, dan bradikardi. Depresi mungkin juga
terjadi akibat adanya deplesi ketekolamin dan serotonin di sistem saraf pusat
i.
Vasodilator Arteri
Minoxidil merupakan vasodilator yang lebih poten dibandingkan
hidralazin. Efek samping dari minoxidil adalah hipertriliosis dan hirsutisme
(Dipiro
et al
., 2005).
Minoxidil yang digunakan untuk terapi hipertensi ini dalam bentuk
sediaan oral. Dalam kemasan minoxidil oral ini dilengkapi dengan informasi
cara penggunaannya sehingga pasien dapat membaca secara seksama
bagaimana cara penggunaan minoxidil tersebut. Apabila pasien kurang paham
dalam penggunaan obat tersebut, pasien dapat bertanya kepada apoteker,
dokter, maupun perawat (National Institutes of Health, 2008).
Cara penggunaan minoxidil oral ini dengan diminum dengan atau
tanpa makanan, biasanya penggunaan minoxidil ini sekali atau dua kali sehari
sesuai petunjuk dokter. Dosis pemakaiannya telah ditentukan oleh dokter
berdasarkan kondisi medis pasien dan respon terhadap pengobatan. Pada
awalnya Dokter akan memberikan terapi minoxidil ini dalam dosis rendah dan
secara bertahap dokter akan meningkatkan dosis (National Institutes of Health,
2008).
Pasien diharapkan dapat mengikuti petunjuk dokter dengan hati-hati.
Dosis maksimum biasa untuk orang dewasa adalah 100 miligram setiap hari
.
Minoxidil dalam terapinya biasanya dikombinasikan dengan obat
antihipertensi lainnya, maka dari itu sebaiknya obat ini diminum secara teratur
dengan kombinasi obat antihipertensi yang diresepkan oleh dokter untuk
s
d
k
m
P
tanpa ter
berhenti
pasien. H
tersebut
semakin
Institutes
Peng
suatu perjan
dirinya untu
karena terjad
mengakibatk
Gambar
Pasien tidak
rlebih dahulu
dalam men
Hal yang m
secara bert
memburuk
s of Health,
gertian asura
njian dimana
uk member
dinya suatu p
kan kehilang
2. Hubungan
BADAN
dianjurkan
u berkonsult
ngkonsumsi
mungkin dap
tahap. Jika
k sebaiknya
2008).
C.
Asu
ansi menuru
a penanggun
ganti rugi k
peristiwa ya
gan, kerugian
n Pihak-Piha
N ASURANSI
untuk berhe
tasi dengan d
obat ini aka
pat dilakuka
pasien men
a segera k
uransi Kese
ut Kitab UU
ng dengan m
kepada siter
ang mengand
n atau kehila
ak Dalam As
PESER
Imbal Jas
I
enti dalam m
dokter. Kare
an berakibat
an adalah m
ngalami kon
katakan kep
hatan
U Hukum D
menerima sua
rtanggung y
dung ketidak
angan suatu k
uransi Keseh
RTA
P
amengkonsum
ena jika pasie
memperbur
menurunkan
ndisi yang t
ada dokter
Dagang (19
atu premi m
yang mungk
kpastian dan
keuntungan.
hatan (Azwa
PENYEDIA
msi obat ini
en tiba-tiba
ruk kondisi
dosis obat
tidak baik/
(National
87) adalah
mengikatkan
kin diderita
n yang akan
.
Bentuk klasik asuransi kesehatan terdiri dari tiga pihak (
third party
) yang
saling berhubungan dan mempengaruhi, antara lain :
1.
Tertanggung/peserta
Tertanggung/peserta ialah mereka yang terdaftar sebagai anggota, membayar
iuran (
premi
) sejumlah dan dengan mekanisme tertentu sehingga ditanggung
biaya kesehatannya.
2.
Penanggung/badan asuransi
Penanggung atau badan asuransi (
health insurance institution
) ialah yang
bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola iuran serta membayar biaya
kesehatan yang dibutuhkan peserta.
3.
Penyedia layanan
Penyedia layanan (health provider) ialah yang bertanggung jawab
menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan karena itu mendapatkan
imbal jasa dari badan asuransi (Azwar, 2010).
Ditinjau dari pengelola dana, asuransi kesehatan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu :
1.
Asuransi kesehatan Pemerintah
Pada asuransi kesehatan Pemerintah, pengelolaan dana dilakukan oleh
Pemerintah. Dengan ikut sertanya Pemerintah dalam pembiayaan kesehatan
maka biaya kesehatan dapat diawasi, pelayanan kesehatan dapat
asuransi ini yang pada umumnya berkisar pada kurang puasnya para peserta
yang kesemuanya terkait dengan mutu pelayanan yang kurang sempurna.
2.
Asuransi kesehatan swasta
Pada asuransi kesehatan swasta, pengelolaan dana dilakukan oleh suatu badan
swasta. Keuntungan dari asuransi kesehatan swasta ialah mutu pelayanan
relatif lebih baik. Namun, pada asuransi ini sulit mengawasi biaya kesehatan
yang pada akhirnya dapat memberatkan pemakai jasa pelayanan kesehatan
(Azwar, 2010).
Saat ini terdapat tiga bentuk sistem pre-payment yang dikenal, yakni :
a.
Sistem kapitasi
Sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan
asuransi kepada saran pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga
untuk setiap peserta yang dipertanggungkan. Besarnya biaya yang dibayar
oleh badan asuransi kepada sarana pelayanan kesehatan ditentukan oleh
kesepakatan harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan.
b.
Sistem paket
Sistem paket adalah system pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan
asuransi kesehatan kepada sarana pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Besarnya
biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada sarana pelayanan kesehatan
ditentukan oleh paket pelayanan kesehatan yang dipertanggungkan.
Sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada sarana pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan
harga sesuai dengan anggaran yang diajukan oleh sarana pelayanan kesehatan
(Azwar, 2010).
Asuransi kesehatan dapat memberikan berbagai manfaat terkait dengan
pelayanan kesehatan antara lain membebaskan peserta dari kesulitan menyediakan
dana tunai, dapat mengawasi mutu pelayanan kesehatan, serta dapat menyediakan
data kesehatan (Azwar, 2010).
D.
Keterangan Empiris
Pada penelitian ini biaya medik langsung dapat diukur dari biaya obat
hipertensi, biaya obat non-hipertensi, biaya pemeriksaan dokter, dan biaya
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai gambaran biaya pengobatan hipertensi pada pasien
rawat jalan di RSUD Muntilan periode Januari 2010-April 2010 merupakan jenis
penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif evaluatif. Dalam
penelitian ini, subyek penelitian diperoleh dari populasi pasien hipertensi rawat
jalan di RSUD Muntilan yang sesuai dengan kriteria penelitian.
Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan melakukan
penelusuran lembar rekam medis pasien hipertensi rawat jalan di RSUD Muntilan
periode Januari 2010-April 2010.
B. Definisi Operasional
1. Rumah sakit adalah rumah sakit umum daerah Muntilan.
2. Pasien adalah pasien asuransi kesehatan (ASKES) dan pasien umum (non-
ASKES) dengan diagnosa utama hipertensi yang menjalani rawat jalan di
poliklinik penyakit dalam RSUD Muntilan selama 2 bulan berturut-turut pada
periode Januari-April 2010.
3. Kasus adalah pasien yang berkunjung kepoliklinik rawat jalan RSUD
4. Gambaran pengobatan hipertensi adalah golongan, macam dan kombinasi
antihipertensi yang diresepkan, pada pasien rawat jalan di RSUD Muntilan
selama peiode Januari-April 2010.
5.
Kesesuaian dengan JNC 7 (2003) adalah kesesuaian penggunaan
antihipertensi berdasarkan diagnosa pada pasien rawat jalan yang
mendapatkan terapi antihipertensi pada bulan Januari-April 2010 di RSUD
Muntilan dengan antihipertensi
Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure
(2003).
6. Gambaran biaya adalah perhitungan biaya medik langsung pengobatan
hipertensi tanpa penyakit penyulit dan hipertensi dengan penyakit penyulit
berupa diabetes mellitus pada pasien hipertensi rawat jalan yang menggunakan
Askes dan non-Askes setiap bulannya di RSUD Muntilan.
7. Biaya medik langsung adalah biaya rata-rata golongan obat hipertensi + biaya
rata-rata obat non-hipertensi + rata-rata biaya pemeriksaan laboratorium per
kasus per bulan dalam periode Januari-April 2010.
8. Biaya rata-rata golongan obat adalah rata-rata dari satu golongan obat
hipertensi. Golongan obat hipertensi dalam penelitian ini adalah
ACE-inhibitor, calcium channel blocker,
β
-bloker, angiotensin II reseptor blocker
.
Biaya golongan obat didapatkan dari harga DPHO 2010.
9. DPHO tahun 2010 adalah daftar obat dengan nama generik dan atau nama
dagang serta daftar harganya bagi pasien peserta asuransi kesehatan (ASKES)
10. Biaya rata-rata obat non-hipertensi adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan
oleh pasien hipertensi rawat jalan untuk membeli obat selain antihipertensi
setiap bulannya .
11.
Biaya rata-rata pemeriksaan laboratorium adalah rata-rata biaya yang
dikeluarkan oleh pasien untuk membayar pemeriksaan laboratorium setiap
bulannya. Pemeriksaan laboratorium dalam penelitian ini meliputi gula darah
sewaktu, cholesterol, trigliserida, asam urat,
high density lipoprotein
, dan
low
density lipoprotein
.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan adalah data kunjungan pasien rawat
jalan di poliklinik penyakit dalam RSUD Muntilan dengan data berasal dari rekam
medis bulan Januari sampai dengan April 2010.
1.
Kriteria inklusi :
a.
Pasien tercatat sebagai peserta asuransi kesehatan (ASKES) atau pasien
non-ASKES.
b.
Pasien hipertensi rawat jalan yang berkunjung ke poliklinik penyakit dalam
dengan diagnosa utama hipertensi tanpa penyakit penyulit dan pasien dengan
penyakit penyulit berupa diabetes mellitus di RSUD Muntilan dengan minimal
kunjungan satu kali setiap bulan pada periode pemeriksaan Januari-April
2010.
c.
Pasien hipertensi rawat jalan yang menggunakan antihipertensi sebagai terapi
2.
Kriteria eksklusi : Pasien hipertensi dengan data rekam medis yang tidak
jelas/lengkap.
D. Bahan Penelitian
Bahan dan sumber data penelitian diperoleh dari kartu rekam medis, resep
obat dari dokter, dan lembar catatan pemeriksaan laboratorium pasien hipertensi
rawat jalan RSUD Muntilan yang digunakan untuk melihat hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh klinisi, buku standart tarif pelayanan RSUD Muntilan, DPHO
2010 dan perincian biaya obat dari Instalasi Farmasi RSUD Muntilan.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lembar pengumpul data
penelitian yang berisi identitas pasien, data tekanan darah pasien, klasifikasi
tekanan darah menurut JNC 7, data pemeriksaan laboratorium, diagnosa, terapi
yang diberikan (nama obat, dosis, dan frekuensi pemberian) serta alat tulis untuk
mencatat data yang dikumpulkan.
F. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Rawat Jalan RSUD Muntilan, dengan
pengambilan data di Instalasi Rekam Medis, Apotek, Laboratorium, dan
G. Jalannya Penelitian
Jalan penelitian ini melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.
1.
Tahap persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa studi pustaka yang
berkaitan dengan penelitian dan pembuatan proposal penelitian, pembuatan
lembar pengumpul data, serta pembuatan dan pengurusan surat ijin penelitian di
RSUD Muntilan. Pertama, surat ijin penelitian diajukan kepada pihak fakultas dan
ditanda tangani oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Selanjutnya surat tersebut disampaikan pada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Muntilan, untuk mendapatkan ijin penelitian dengan tembusan kepada Kepala
Bagian Pendidikan dan Penelitian sebagaimana prosedur resmi untuk melakukan
penelitian di rumah sakit.
2.
Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa pengumpulan dan
pencatatan data pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang diperoleh dari bagian
Instalansi Rekam Medis. Adapun data yang dikumpulkan dan dicatat meliputi data
identitas pasien, obat yang digunakan, biaya pemeriksaan laboratorium serta biaya
obat pasien di RSUD Muntilan periode Januari 2010 sampai April 2010.
Data-data tersebut didapatkan dari :
a.
Kartu rekam medis pasien, yang memuat data antara lain identitas pasien, data
tekanan darah pasien, data pemeriksaan laboratorium, diagnosa dan
b
c
3
J
b.
Catatan
antihiper
termasuk
obat.
c.
Catatan
pemeriks
3.
Tahap pe
Pada tah
dan pem
a.
Peng
b.
Pemb
Pemb
Jalannya pen
Pembuata
lembar pe
obat yang d
rtensi dan o
k keterangan
biaya peme
saan laborat
enyelesaian
hap ini, dilak
mbuatan lapor
golahan data
buatan lapor
buatan lapor
nelitian ini d
an proposal d
engumpul da
diterima pasi
obat penyak
n mengenai
eriksaan labo
orium yang
kukan peng
ran dari hasi
dilakukan d
ran
ran dimaksud
dapat dilihat
Gamba
T
dan
ata
P
P
d
Pe
ien, yang me
kit penyulit
nama obat
oratorium, y
dibayarkan p
olahan data
il penelitian
dengan meng
dkan untuk m
pada gamba
ar 3. Jalann
Tahap persiap
Perijinan
Pengambilan d
Pengolahan d
dan analisis d
embuatan lap
emuat data a
yang dires
t, aturan do
yang memua
pasien.
yang dipero
yang telah d
ganalisis data
menampilka
ar 3.
ya Penelitia
pan
data
data
data
poran
antara lain b
sepkan kepa
sis, jumlah
at harga dan
oleh selama
dilaksanakan
a secara desk
an data hasil
an
Penelusuran
berupa obat
ada pasien
dan harga
n atau jenis
a penelitian
n.
kriptif.
penelitian.
H.
Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian
Data yang telah dikumpulkan dan dicatat selama penelitian, kemudian
dianalisis secara deskriptif berupa :
1.
Gambaran Subyek Penelitian yang meliputi :
a.
Persentase jenis kelamin
Yaitu gambaran distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin yang
ditampilkan dalam bentuk persentase. Persentase jenis kelamin didapatkan
dengan membagi kelompok laki-laki dan perempuan dengan total kasus dari
bulan Januari-April 2010 dikalikan dengan 100%.
b.
Persentase umur pasien
Yaitu gambaran distribusi subyek penelitian berdasarkan rentang usia yang
ditampilkan dalam bentuk persentase. Persentase umur pasien didapatkan
dengan membagi jumlah kasus dalam beberapa kelompok umur dengan total
kasus dari bulan Januari-April 2010 dikalikan dengan 100%.
c.
Persentase stadium hipertensi
Yaitu gambaran distribusi subyek penelitian berdasarkan tekanan darah pasien
pada saat melakukan pemeriksaan ke dokter yang ditampilkan dalam bentuk
persentase. Persentase stadium hipertensi didapatkan dengan membagi jumlah
kasus dalam beberapa kelompok stadium dengan total kasus dari bulan
Januari-April 2010 dikalikan dengan 100%.
d.
Persentase diagnosa
Yaitu gambaran distribusi subyek penelitian berdasarkan diagnosa ada
persentase. Persentase diagnosa didapatkan dengan membagi jumlah kasus
dalam beberapa kelompok diagnosa dengan total kasus dari bulan
Januari-April 2010 dikalikan dengan 100%.
2.
Gambaran Penggunaan Antihipertensi yang meliputi :