commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang ada.
2.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Penelitian dilakukan di salah satu home industry yang bergerak dibidang
mebel dan furniture yang ada di Kota Surakarta. Home industry ini bernama
Mebel Waluyo Jati yang terletak di Jalan Mendung 2 Gendingan RT 01 RW 15 Jebres, Surakarta. Pemilik UKM ini bernama Bapak Sartono Waluyo yang
merupakan generasi kedua sejak didirikannya home industry ini pada tahun 1987.
Mebel Waluyo Jati kini memiliki 8 orang pekerja yang memiliki tugas masing-masing sesuai stasiun kerjanya. Terdapat beberapa stasiun kerja diantaranya adalah stasiun pemotongan bahan mentah, stasiun perakitan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, stasiun assembly menjadi barang jadi, dan stasiun finishing. Jumlah pekerja pada setiap stasiunnya menyesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan. Waktu kerja yang diterapkan di Mebel Waluyo Jati mulai pukul
08.00-16.00. Mebel Waluyo Jati ini tergolong dalam perusahaan make to order,
yaitu perusahaan yang memproduksi suatu produk sesuai dengan pesanan atau order yang diterima. Pesanan dapat berupa jendela, figura, meja, kursi, kusen pintu, dan berbagai furniture lainnya.
Penelitian ini difokuskan pada proses pengolahan kayu menjadi produk jendela. Terdapat beberapa rangkaian proses kerja pengolahan kayu menjadi
produk jendela diantaranya adalah proses pengerjaan konstruksi, proses assembly
dan proses finishing. Proses kerja diawali dengan proses pengerjaan konstruksi
yang terdiri dari:
1. Pengukuran
Proses kerja diawali dengan melakukan pengukuran pada bahan yang akan dibuat suatu produk. Pengukuran dilakukan menyesuaikan dengan spesifikasi pesanan.
commit to user
II-2
Gambar 2.1 Proses Kerja Pengukuran
2. Pemotongan
Proses selanjutnya yaitu dilakukan pemotongan pada bahan sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan pada proses sebelumnya. Pemotongan dilakukan secara manual dengan gergaji tangan dan dilakukan dengan mesin menggunakan gergaji mesin.
Gambar 2.2 Proses Kerja Pemotongan
3. Penghalusan
Selanjutnya dilakukan proses penghalusan pada kayu yang telah dipotong pada proses sebelumnya. Proses penghalusan difungsikan untuk menghilangkan lapisan kasar pada kulit luar kayu.
commit to user
II-3
4. Pemahatan
Selanjutnya masuk ke proses pemahatan. Proses pemahatan yaitu proses
pemberian lubang pada bagian kayu yang nantinya difungsikan untuk assembly
dengan bahan yang lainnya.
Gambar 2.4 Proses Kerja Pemahatan
5. Pemberian Profil
Proses selanjutnya adalah pemberian profil pada bagian sisi tepi kayu. Proses pemberian profil ini difungsikan untuk memberikan kesan artistik pada produk. Pemberian profil ini juga menyesuaikan dengan pesanan konsumen.
Gambar 2.5 Proses Kerja Pemberian Profil
Proses kerja selanjutnya adalah proses assembly yang terdiri dari:
1. Assembly
Bahan-bahan kayu yang telah dikerjakan pada proses pengerjaan konstruksi
sebelumnya dilanjutkan ke tahap assembly, yaitu proses perakitan menjadi produk
setengah jadi
commit to user
II-4
2. Pengeboran
Setelah kayu dirakit menjadi satu selanjutnya dilakukan pengeboran pada bagian sisi-sisinya. Proses pengeboran difungsikan untuk membuat lubang bagi pen yang nantinya dipasang.
Gambar 2.7 Proses Kerja Pengeboran
3. Pemasangan Pen
Setelah diberi lubang pada proses sebelumnya lalu dipasang pen pada lubang-lubang tersebut. Proses pemasangan pen ini difungsikan untuk mengunci produk sebagai penguat. Pen disini difungsikan sebagai pengganti paku. Pen terbuat dari batang bambu yang disesuaikan ukurannya dengan lubang.
Gambar 2.8 Proses Kerja Pemasangan Pen
4. Pengampelasan
Setelah pen terpasang pada semua lubang selanjutnya dilakukan pengampelasan dengan menggunakan mesin. Proses ini berfungsi untuk meratakan permukaan setelah dipasangi pen serta untuk membuat permukaan kayu lebih halus.
commit to user
II-5
Selanjutnya adalah proses terakhir sebelum produk didistribusikan ke
konsumen yaitu proses kerja finishing. Penelitian ini berfokus pada proses
finishing pemelituran. Berikut adalah rangkaian proses kerja pada proses finishing pemelituran, antara lain:
1. Pengampelasan
Proses kerja finishing dimulai dengan melakukan proses pengampelasan pada
seluruh permukaan produk. Proses kerja pengampelasan menggunakan alat berupa ampelas. Ampelas yang digunakan biasanya ampelas dengan kode 120 dan 150. Selain itu menggunakan ampelas bekas yang nanti difungsikan ketika proses kerja bergantian saat melakukan pengampelasan pada proses penggilapan.
Gambar 2.10 Proses Kerja Pengampelasan
2. Pelapisan Bahan Plamir
Proses selanjutnya adalah pelapisan bahan plamir pada seluruh permukaan
produk. Bahan plamir terdiri dari campuran spirtus dan wood filler. Pelapisan
bahan plamir pada permukaan produk menggunakan alat berupa scrap.
Gambar 2.11 Proses Kerja Pelapisan Plamir
3. Pemelituran
Setelah permukaan produk dilapisi plamir dan diampelas kembali, selanjutnya adalah dilakukan proses pemelituran. Pemelituran merupakan proses pemberian warna dasaran pada produk yang akan dibuat. Bahan pelitur yang
commit to user
II-6
digunakan merupakan campuran dari spirtus, serlak dan ongker. Alat yang digunakan dalam proses pemelituran yaitu menggunakan kuas.
Gambar 2.12 Proses Kerja Pemelituran
4. Penggilapan
Proses inti dari proses finishing pemelituran yaitu adalah proses penggilapan.
Penggilapan merupakan proses pemberian warna pada kayu dengan cara mengoleskan bahan nggilap pada produk dengan menggunakan kain yang dilipat. Bahan nggilap merupakan campuran yang terdiri dari spirtus dan serlak. Proses penggilapan dilakukan bergantian dengan pengampelasan, dan proses ini merupakan proses yang membutuhkan waktu paling lama. Hasil produk pelituran yang bagus adalah ketika produk diberikan perlakuan penggilapan yang semakin lama. Semakin lama produk diberikan perlakuan penggilapan maka akan menghasilkan warna kayu yang bagus. Selain itu juga warna menyesuaikan permintaan konsumen.
Gambar 2.13 Proses Kerja Penggilapan
2.2 LANDASAN TEORI
Pada subbab ini akan akan dijelaskan mengenai landasan teori yang
digunakan dalam penelitian diantaranya konsep ergonomi, Nordic Body Map
(NBM), sikap kerja ergonomi, faktor resiko sikap kerja terhadap gangguan musculoskeletal, postur kerja, metode analisis REBA, anthropometri dan
commit to user
II-7
aplikasinya dalam perancangan fasilitas kerja, aplikasi distribusi normal dan persentil dalam penetapan data anthropometri.
2.2.1 Konsep Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos
(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2008). Ergonomi merupakan ilmu, seni, dan penerapan teknologi yang digunakan untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara fasilitas yang digunakan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga kualitas hidup bisa menjadi lebih baik (Tarwaka dkk., 2004). Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif dan efisien (Wignjosoebroto, 2000).
Menurut Mc Cormicks dan Sanders (1993) menyatakan bahwa ergonomi terbagi ke dalam tiga pendekatan, yaitu:
1. Fokus Utama
Fokus utama ergonomi adalah mempertimbangkan manusia dalam perancangan benda kerja, prosedur dan lingkungan kerja. Fokus ergonomi adalah interaksi manusia dengan produk, peralatan, fasilitas, lingkungan dan prosedur dari pekerjaan dan kehidupan sehari-harinya. Ergonomi menekankan lebih kepada faktor manusianya dibandingkan ilmu teknik yang lebih menekankan pada faktor-faktor nonteknis.
2. Tujuan
Ergonomi memiliki dua tujuan utama yaitu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan serta aktifitas-aktifitas lainnya serta meningkatkan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari pekerjaan tersebut termasuk memperbaiki keamanan, mengurangi kelelahan dan stress, meningkatkan kenyamanan dan memperbaiki kualitas hidup.
commit to user
II-8
3. Pendekatan Utama
Pendekatan utama mencakup aplikasi sistematik dari informasi yang relevan tentang kemampuan, keterbatasan, karakteristik, perilaku dan motivasi manusia terhadap desain produk dan prosedur yang digunakan serta lingkungan tempat menggunakannya.
Berdasarkan pendekatan tersebut diatas maka Chappins (1995) merangkum definisi ergonomi sebagai ilmu yang menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai perilaku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan, dan lingkungan untuk meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan, dan efektivitas pekerjaan manusia.
Iftizar Z. Sutalaksana dkk (1987) merumuskan ergonomi sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang yang hidup dan bekerja dalam sistem tersebut mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman, dan nyaman. Dalam hal perancangan alat atau stasiun kerja, penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (design) atau rancang ulang (redesign) (Nurmianto, 2005). Prinsip penting yang harus selalu diterapkan pada setiap perancangan produk
adalah fitting the job to the man rather than the man to the job (Sutalaksana,
1979). Hal ini mengandung pengertian bahwa pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, sehingga hasil yang dicapai dapat menjadi lebih baik.
2.2.2 Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur ergonomik sederhana
yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan
musculoskeletal. Melalui Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada gambar 2.1, maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Menurut Kroemer (2001), kuesioner nordic
commit to user
II-9
merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuesioner ini sudah cukup terstandardisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini dikembangkan oleh Kourinka (1987) dan dimodifikasi oleh Dickinson (1992).
Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak adanya kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal (Wignjosoebroto, 2000). Kuesioner NBM terhadap segmen-segmen tubuh ditampilkan dalam gambar 2.1.
Gambar 2.14 Segmen Tubuh Manusia
2.2.3 Sikap Kerja Ergonomi
Posisi tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Sikap kerja pada saat bekerja sebaiknya dilakukan
secara normal sehingga dapat mencegah timbulnya cedera musculoskeletal. Rasa
nyaman dapat dirasakan apabila pekerja melakukan sikap kerja yang baik. Posisi tubuh dalam beraktivitas melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh hubungan antara
commit to user
II-10
dimensi kerja dengan variasi tempat kerja. Menurut Pheasant (1991) sikap tubuh (posture) manusia secara mendasar yaitu:
1. Sikap berdiri (standing)
Sikap kerja dengan posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada kedua kaki. Berdiri dengan posisi benar yaitu dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua kaki.
Gambar 2.15 Sikap berdiri
2. Sikap duduk
Sikap kerja dimana kaki tidak terbebani oleh berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
3. Sikap berbaring (lying)
Sikap kerja terlentang dengan bagian lordosis dipertahankan dengan pada dan
lutut dalam posisi 450.
4. Sikap jongkok
Sikap kerja dengan posisi lutut, paha, badan, dan lumbal semua dalam posisi fleksi maksimal.
Menurut Weerdmeester (1993) menyatakan bahwa apabila dari sikap tubuh terdapat alat atau peralatan yang digunakan untuk bekerja selanjutnya disebut sebagai sikap kerja. Prinsip kerja secara ergonomi agar terhindar dari risiko cedera (Barnes, 1980), yaitu:
1. Gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi
atau dihilangkan, perhitungan gaya berat yang mengacu pada berat badan dan bila perlu gunakan pengungkit sebagai alat bantu.
2. Sikap kerja duduk, berdiri, dan jongkok disesuaikan dengan prinsip
commit to user
II-11
3. Panca indera dipergunakan sebagai kontrol, bila merassakan kelelahan harus
istirahat (jangan dipaksa), dan bila lapar atau haus harus makan atau minum (jangan ditahan).
4. Jantung digunakan sebagai parameter yang diukur melalui denyut nadi per
menit, yaitu tidak melebihi jumlah maksimum yang diperbolehkan.
Menurut Bridger (1995) sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya adalah:
1. Fisik: umur, jenis kelamin, ukuran anthropometri, berat badan, kesegaran
jasmani, kemampuan gerakan sendi, dan penglihatan.
2. Jenis keperluan tugas: pekerjaan memerlukan ketelitian, kekuatan tangan,
ukuran tempat duduk, giliran tugas, dan waktu istirahat.
3. Desain tempat kerja: seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja,
kondisi bidang pekerjaan, dan faktor lingkungan.
4. Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan,
kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan getaran.
2.2.4 Faktor Resiko Sikap Kerja Terhadap Gangguan Musculoskeletal
Sikap kerja merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan musculoskleletal. Sikap kerja yang biasa dilakukan oleh manusia antara lain dduk, berdiri, membungkuk, jongkok, berjalan, dan sebagainya. Sikap kerja dilakukan tergantung dengan jenis pekerjaan dan sistem kerja yang ada. Berikut penjelasan mengenai gangguan musculoskeletal yang dapat terjadi berkaitan dengan sikap kerja, yaitu:
1. Sikap kerja duduk
Sikap kerja duduk mengakibatkan munculnya keluhan pada punggung bagian bawah, karena pada saat duduk maka otot bagian paha tertarik dan bertentangan
dengan bagian pinggul. Akibatnya tulang pelvis akan miring ke belakang dan
tulang belakang bagian lumbar L3/L4 akan mengendor. Kondisi ini akan membuat sisi depan invertebral disk tertekan dan sekelilingnya melebar. Hal ini menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah dan menjalar ke kaki.
Ketegangan dan rasa sakit bekerja dengan sikap duduk dapat dikurangi dengan merancang tempat duduk yang nyaman. Hasil penelitian menunjukkan
commit to user
II-12
sebanyak sepertiga sampai setengah lebih banyak daripada posisi berdiri (Kroemer, 2000). Sikap kerja duduk pada kursi membutuhkan sandaran untuk menopang punggung, yang memungkinkan pergerakan maju-mundur untuk
melindungi bagian lumbar. Sandaran harus dirancang dengan tonjolan ke depan
untuk memberi ruang bagi lumbar yang menekuk.
2. Sikap kerja berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang paling sering dilakukan saat bekerja. Berat tubuh akan ditopang oleh satu atau dua kaki. Aliran berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah karena adanya gaya gravitasi bumi. Kestabilan posisi tubuh saat berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Posisi kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai tulang pinggul akan menjaga tubuh sehingga tidak tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota tubuh bagian atas dengan tubuh bagian bawah.
3. Sikap kerja membungkuk
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman dan sering menimbulkan rasa sakit adalah sikap kerja membungkuk. Posisi ini menimbulkan ketidaknyamanan karena tidak adanya keseimbangan dan tidak menjaga kestabilan tubuh saat bekerja. Sikap kerja membungkuk yang dikerjakan berulang dan dalam kurun waktu yang lama akan mengakibatkan pekerja mengalami nyeri pada punggung
bagian bawah (low back pain).
Pada saat membungkuk, tulang belakang bergerak ke sisi depan tubuh. Otot
perut dan bagian depan invertebral disk pada bagian lumbar mengalami tekanan.
Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebral disk justru mengalami
regangan. Kondisi ini menyebabkan nyeri pada punggung bagian bawah (low
back pain).
2.2.5 Postur Kerja
Postur (posture) merupakan posisi tubuh manusia secara keseluruhan.
Posisi tubuh (postur) tiap pekerja saat bekerja berbeda, yaitu postur kerja yang merupakan posisi tubuh pada saat pekerja melakukan aktivitasnya. Tubuh adalah keseluruhan jasad manusia yang kelihatan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja membantu
commit to user
II-13
mendapatkan postur yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak nyaman dilakukan. Kondisi tersebut memaksa pekerja berada pada postur kerja yang tidak alami. Hal ini mengakibatkan pekerja cepat lelah dan keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk, bahkan cacat tubuh (Barnes, 1980).
Menurut Barnes (1980) beberapa masalah berkenaan dengan posisi postur kerja yang sering terjadi, yaitu:
1. Hindari kepala dan leher yang mendongak.
2. Hindari tungkai yang menaik.
3. Hindari tungkai kaki pada posisi terangkat.
4. Hindari postur memutar atau asimetris.
5. Sediakan sandaran bangku yang cukup.
Menurut Barnes (1980) untuk menghindari postur kerja tidak alami maka dapat dilakukan pertimbangan ergonomi, yaitu:
1. Mengurangi keharusan bekerja dengan posisi tubuh membungkuk dalam
frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka waktu yang lama.
2. Mengatasi hal ini, maka stasiun kerja dirancang dengan memperhatikan
fasilitas kerja seperti meja dan kursi yang sesuai data anthropometri agar pekerja menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan iniditekankan ketika pekerjaan dilakukan dengan posisi postur tubuh berdiri.
3. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.
Pengaturan postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (prinsip ergonomi gerakan).
4. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja dalam waktu
yang cukup lama dengan posisi kepala, leher, dada, dan kaki berada dalam postur kerja yang miring.
5. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.
Sikap kerja pada saat bekerja sebaiknya dilakukan secara normal sehingga
commit to user
II-14
apabila pekerja melakukan proses kerja dengan postur kerja yang baik. Beberapa pergerakan tubuh saat melakukan proses kerja yaitu sebagai berikut:
a. Korset bahu
Korset bahu memiliki macam-macam gerakan normal, yaitu: abduction,
adduction, elevation, depression. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing macam gerakan korset bahu:
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.16 Jangkauan Gerakan Korset Bahu
Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi sumbu tengah tubuh (the median plane) ditunjukkan oleh gambar 2.16 (a).
Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane) ditunjukkan oleh gambar 2.16 (b).
Elevation adalah pergerakan ke arah atas atau bahu diangkat ke atas, ditunjukkan oleh gambar 2.16 (c).
Depression adalah pergerakan bahu kearah bawah atau bahu diturunkan ke bawah, ditunjukkan oleh gambar 2.16 (d).
b. Persendian bahu
Persendian bahu memiliki beberapa jangkauan gerakan normal yaitu flexion,
extension, abduction, adduction, dan rotation. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing macam gerakan persendian bahu:
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
commit to user
II-15
Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (a).
Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (b).
Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (c).
Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (d).
Rotation adalah pergerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (e dan f).
Circumduction adalah pergerakan perputaran lengan menyamping secara keseluruhan, ditunjukkan oleh gambar 2.17 (g).
c. Persendian siku
Persendian siku memiliki gerakan normal yaitu supination, pronation,
flexion, dan extension. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing macam gerakan persendian siku:
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.18 Jangkauan Gerakan Persendian Siku
Supination adalah pergerakan perputaran kearah samping dari anggota tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.18 (a).
Pronation adalah pergerakan perputaran bagian tengah dari anggota tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.18 (b).
Flexion adalah pergerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan, ditunjukkan oleh gambar 2.18 (c).
Extension adalah pergerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang, ditunjukkan oleh gambar 2.18 (d).
d. Persendian pergelangan tangan
Persendian pergelangan tangan memiliki gerakan normal yaitu flexion,
ekstension, adduction, abduction, dan circumduction. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing macam gerakan persendian pergelangan tangan:
commit to user
II-16
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 2.19 Jangkauan Gerakan Pergelangan Tangan
Flexion adalah pergerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan, ditunjukkan oleh gambar 2.19 (a).
Extension adalah pergerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang, ditunjukkan oleh gambar 2.19 (b).
Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.19 (c).
Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh, ditunjukkan oleh gambar 2.19 (d).
Circumduction adalah pergerakan tangan secara memutar, ditunjukkan oleh gambar 2.19 (e).
2.2.6 Metode Analisis Postur Kerja Rapid Entire Body Assessment (REBA)
REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue
Hignett dan Dr. Lynn McAtamney yang merupakan seorang ergonom dari salah
satu universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occupational Ergonomics). REBA merupakan suatu metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang yang sedang melakukan aktivitas kerja. Selain itu metode ini juga dipengaruhi
oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas
pekerja. Penilaian dengan menggunakan metode REBA tidak membutuhkan
waktu lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar
aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (McAtamney dan Hignett, 2000).
Penilaian postur kerja dengan menggunakan metode ini yaitu dengan cara pemberian skor resiko antara 1 sampai 15, skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam proses kerja.
commit to user
II-17
Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas
dari ergonomic hazard. Metode REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur
kerja yang beresiko sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan yaitu dnegan perbaikan segera. Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney dijelaskan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (McAtamney dan Hignett, 2000):
Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan foto atau video
Gambaran sikap (postur) kerja pekerja pada posisi leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki diperoleh dengan memotret atau merekam pekerja saat melakukan aktivitas kerja. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa diperoleh data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
Tahap 2 : Penentuan sudut dari bagian tubuh pekerja
Pada penilaian dengan menggunakan metode REBA, segmen-segmen tubuh dibagi menjadi 2 kelompok yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi bagian punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Skor berdasarkan data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui, kemudian dengan skor
tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai table A score berdasarkan tabel A
dan nilai table B score berdasarkan tabel B.
Grup A
1) Batang tubuh (Trunk)
Gambar 2.20 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
Tabel 2.1 Skor batang tubuh
Locate Trunk Position Score Adjustment
Posisi normal (tegak lurus) 1
+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk 0-200 (ke depan maupun belakang) 2
< -200 atau 200-600 3
commit to user
II-18
2) Leher (Neck)
Gambar 2.21 Postur tubuh bagian leher (Neck)
Tabel 2.2 Skor leher (Neck)
Locate Neck Position Score Adjustment
100-200 1 +1 jika leher
berputar/bengkok >200 (ke depan maupun belakang) 2
3) Kaki (Legs)
Gambar 2.22 Postur tubuh bagian kaki
Tabel 2.3 Skor kaki (Legs)
Locate Legs Position Score Adjustment
Posisi normal/seimbang (berjalan
atau duduk) 1 +1 jika lutut antara 30
0
-600 +2 jika lutut >600
Bertumpu pada satu kaki lurus 2
4) Beban (Load)
Tabel 2.4 Skor beban (Load)
Load Score Adjustment
< 5 kg 0
+1 jika kekuatan cepat
5 – 10 kg 1
> 10 kg 2
Grup B
5) Lengan atas (Upper Arm)
commit to user
II-19
Tabel 2.5 Skor lengan atas (Upper Arm)
Locate Upper Arm Position Score Adjustment
200 (ke depan maupun ke
belakang) 1 +1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputar/bengkok +1 jika miring, menyangga berat dari
lengan >200 (ke belakang) atau 200-450 2
450 – 900 3
> 900 4
6) Lengan bawah (Lower Arm)
Gambar 2.24 Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower Arm)
Tabel 2.6 Skor lengan bawah (Lower Arm)
Locate Lower Arm Position Score
600 - 1000 1
< 600 atau > 1000 2
7) Pergelangan tangan (Wrist)
Gambar 2.25 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (Wrist)
Tabel 2.7 Skor pergelangan tangan (Wrist)
Locate Lower Arm Position Score Adjustment
00-150 (ke atas maupun ke bawah) 1 + jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah >150 (ke atas maupun ke bawah) 2
Tahap 3 : Penentuan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktivitas pekerja
Selain memberikan skor pada masing-masing segmen tubuh, faktor lain
yang perlu disertakan adalah berat beban, coupling, dan aktivitas pekerjanya.
commit to user
II-20
Adjusment
8) Coupling (kopling)
Tabel 2.8 Skor Coupling
Coupling Score Keterangan
Baik 0 Kekuatan pegangan baik
Sedang 1 Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau kopling
cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin
Tidak dapat diterima 3 Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh
9) Force/ load (beban), diberi skor:
0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali) 1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali)
2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang) 3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat)
Tabel 2.9 Skor Aktivitas
Aktivitas Score Keterangan
Postur statik 1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam,
contoh: memegang lebih dari 1 menit
Pengulangan 1 Tindakan berulang-ulang
contoh: mengulangi >4kali per menit
Ketidakstabilan 1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan
cepat pada postur (tidak stabil)
Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur kerja yang bersangkutan
Setelah diperoleh skor dari tabel REBA A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A.
Sementara skor dari tabel REBA B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling
sehingga diperoleh nilai bagian B. Dari niali bagian A dan B dapat digunakan untuk memperoleh nilai bagian C berdasarkan tabel REBA C. Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas pekerja. Berdasarkan nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta perbaikan metode kerja.
commit to user
II-21
Level resiko yang terjadi dapat diketahui berdasarkan nilai Final REBA
Score. Berikut akan dijelaskan level resiko dan tindakan yang harus dilakukan terhadap suatu pekerjaan:
Tabel 2.10 Level Resiko dan Tindakan
Skor REBA Level Resiko Level
Tindakan Tindakan
1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan
2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan perbaikan
4-7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan
8-10 Tinggi 3 Segera dilakukan perbaikan
11-15 Sangat Tinggi 4 Dilakukan perbaikan sekarang juga
2.2.7 Anthropometri dan Aplikasinya Dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Istilah Anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan
“metri” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 2000). Anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (2008) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran, (tinggi, lebar, dan sebagainya), berat, dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Anthropometri secara luas yang digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk maupun sistem kerja yang akan melibatkan interaksi manusia. Aplikasi anthropometri meliputi perancangan areal kerja, peralatan kerja dan produk-produk konsumtif, dan perancangan lingkungan kerja fisik.
Manusia pada umumnya akan berbeda – beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia diantaranya:
a. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahiran sampai dengan
commit to user
II-22
umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A. F. Roche dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun. Meskipun ada 10 % yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
b. Jenis kelamin (sex)
dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku bangsa (etnic)
Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat pada umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi tubuh suku bangsa negara Timur.
d. Posisi tubuh (posture)
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh karena itu harus posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Berkaitan dengan posisi tubuh manusia dikenal dua cara pengukuran, yaitu:
1. Anthropometri Statis (Structural Body Dimensions)
Tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang diukur meliputi berat badan, tinggi tubuh, dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut, pada saat berdiri/duduk, panjang lengan, dan sebagainya.
2. Anthropometri Dinamis (Functional Body Dimensions)
Pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan (Wignjosoebroto, 2000).
commit to user
II-23
2.2.8 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri
Pada penetapan data anthropometri, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata dan simpangan standarnya dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Bilamana diharapkan ukuran yang mampu
mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil rentang 2,5th dan
97,5thpercentile sebagai batas-batasnya (Wignjosoebroto, 2000).
95%
2.5% 2.5%
x
2.5-th percentile 97.5-th percentile
Gambar 2.26 Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% dari Populasi
Menurut Julius Panero dan Martin Zelnik (2003) disamping berbagai variasi, pola umum dari suatu distribusi data anthropometrik, seperti juga data-data lain, biasanya dapat diuga dan diperkirakan seperti pada distribusi Gaussian. Distribusi semacam itu, bila disajikan melalui grafik dengan membandingkan kejadian yang muncul terhadap besaran, biasanya berbentuk kurva simetris atau berbentuk lonceng. Ciri umum kurva berbentuk lonceng tersebut adalah besarnya prosentase pada bagian tengah dengan sedikit saja perbedaan yang mencolok pada bagian ujung dari skala grafik tersebut.
Secara statistik sudah diperlihatkan bahwa data hasil pengukuran tubuh manusia pada berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa sehingga data-data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian tengah grafik. Sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan yang ekstrim akan
terletak pada ujung-ujung grafik. Telah disebutkan pula bahwa merancang untuk
kepentingan keseluruhan populasi sekaligus merupakan hal yang tidak praktis. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan perancangan dengan tujuan dan data yang
commit to user
II-24
berasal dari segmen populasi dibagian tengah grafik. Jadi merupakan hal logis untuk mengesampingkan perbedaan yang ekstrim pada bagian ujung grafik dan hanya menggunakan segmen terbesar yaitu 90% dari kelompok populasi tersebut.
Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase teretentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya: 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil; 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil (Nurmianto, 2008).
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri, ditunjukan dalam tabel 2.12.
Pada pengolahan data anthropometri yang digunakan adalah data anthropometri hasil pengukuran dimensi tubuh manusia yang berkaitan dengan dimensi dari perancangan fasilitas kerja.
Tabel 2.11 Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal
Persentil Perhitungan 1-St x- 2,325 σ x 2.5-th x - 1,96 σ x 5-th x - 1,645 σ x 10-th x - 1,28 σ x 50-th x 90-th x + 1,28 σ x 95-th x + 1,645 σ x 97.5-th x + 1,96 σ x 99-th x + 2,325 σ x
Keterangan tabel 2.11, yaitu:
−
x = mean data
x
commit to user
II-25
2.2.9 Mekanika Konstruksi
Mekanika konstruksi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari dan meramalkan kondisi benda diam atau bergerak akibat pengaruh gaya yang bereaksi pada benda tersebut.
A. Statika
Statika merupakan ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut. Tiga jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis perletakan yang digunakan dalam menahan beban yang ada dalam struktur, beban yang ditahan oleh peletakan masing-masing adalah :
1. Tumpuan rol
Tumpuan rol adalah tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang peletakannya.
Gambar 2.27 Tumpuan rol
2. Tumpuan sendi
Tumpuan sendi adalah tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya.
Gambar 2.28 Tumpuan sendi
3. Tumpuan jepitan
Tumpuan jepitan adalah tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan momen sehingga dapat mendukung H,V,M yang berarti mempunyai tiga gaya.
commit to user
II-26
B. Gaya
Gaya merupakan sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sebaliknya. Dalam ilmu statika, gaya dibedakan menjadi :
1. Gaya luar
Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi.
2. Gaya dalam
Gaya dalam adalah gaya yang diakibatkan oleh gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya deformasi atau perubahan bentuk.
3. Gaya geser
Gaya geser adalah gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya tegak lurus pada sumbu batang yang ditinjau.
Gambar 2.30 Sketsa gaya geser
4. Gaya normal
Gaya normal adalah gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya searah sumbu batang yang ditinjau.
Gambar 2.31 Sketsa gaya normal
C. Momen
Momen merupakan gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut.
commit to user
II-27
Gambar 2.32 Sketsa momen bending
Dalam Gambar 2.32 di atas berarti bahwa pada titik C terjadi momen sebesar: Mc = RA. L1 . Bidang momen diberi tanda positif jika bagian bawah atau bagian dalam yang mengalami tarikan. Bidang momen positif diarsir tegak lurus sumbu batang yang mengalami momen. Sebaliknya, apabila yang mengalami tarikan pada bagian atas atau luar bidang momen, maka diberi dengan tanda negatif. Bidang momen negatif diarsir sejajar dengan sumbu batang. Perlu diketahui bahwa momen yang berputar ke kanan belum tentu positif dan momen yang berputar ke kiri belum tentu negatif.
2.2.10 Review Penelitian Mengenai Perbaikan Postur Kerja
Maria Puspita Sari (2010) meneliti mengenai perbaikan postur kerja saat pekerja melakukan proses pemasangan stiker dalam pembuatan gitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pekerja saat melakukan proses kerja. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengambilan gambar postur kerja, data keluhan pekerja, data anthropometri dan wawancara.
Data keluhan pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuesioner Nordic Body
Map. Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode RULA untuk
mengetahui seberapa besar level resiko dan level tindakan yang harus dilakukan terhadap postur kerja tersebut.
Obyek yang diteliti pada penelitian ini adalah postur kerja pada kegiatan pemasangan stiker gitar. Postur kerja awal proses pemasangan stiker gitar dilakukan di lantai tanpa alas duduk dengan memangku gitar yang akan dipasangi stiker. Berdasarkan penilaian dengan menggunakan RULA, postur kerja yang dilakukan termasuk level resiko tinggi dengan tindakan perlu dilakukan sekarang juga.
commit to user
II-28
Metode yang diterapkan pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan ergonomi. Pengolahan data pada penelitian ini diawali dengan menghitung persentil data anthropometri. Data anthropometri yang digunakan diantaranya tinggi siku berdiri dan jangkauan tangan ke depan. Tahapan perancangan alat pemasang stiker gitar diawali dari identifikasi kebutuhan dalam perancangan. Identifikasi kebutuhan dalam perancangan menghasilkan data kebutuhan dan desain alat yang diperoleh dari data keluhan dan harapan pekerja. Selanjutnya pembangkitan gagasan/ide dari data kebutuhan diterjemahkan menjadi desain alat.
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh suatu hasil rancangan alat pemasang stiker gitar. Hasil rancangan alat bantu diimplementasikan pada proses pemasangan stiker gitar. Perbaikan postur kerja yang awalnya dilakukan dengan memangku gitar di lantai tanpa alas duduk menjadi berdiri tegak dengan fasilitas alat bantu. Dengan diterapkannya alat bantu pada proses pemasangan stiker gitar maka dapat menurunkan level resiko menjadi 3-4 yang berarti tergolong dalam resiko kecil.
Bayu Putut Tri Nugroho (2012) meneliti perbaikan postur kerja pada penggilingan padi yang dilakukan di daerah Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat bantu angkut karung gabah berdasarkan pendekatan anthropometri pekerja penggilingan padi di Sragen. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengambilan gambar postur kerja, data aktivitas kerja, data keluhan pekerja, dan data anthtopometri pekerja. Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode REBA untuk mengetahui seberapa besar level resiko dan level tindakan yang harus dilakukan terhadap postur kerja tersebut.
Penyusunan konsep perancangan pada penelitian ini dilakukan dengan cara menjabarkan keluhan dan keinginan pekerja menjadi kebutuhan perancangan. Informasi keluhan dan keinginan pekerja diperoleh dengan cara wawancara langsung terhadap pekerja. Data kebutuhan dikembangkan sebagai pembangkitan gagasan desain. Berdasarkan penjabaran kebutuhan dihasilkan suatu usulan rancangan alat bantu berupa troli angkut karung gabah.
Konsep perancangan dilanjutkan dengan penentuan spesifikasi alat bantu meliputi penentuan dimensi, penentuan komponen, dan pembuatan gambar desain
commit to user
II-29
2D. Hasil rancangan berupa troli angkut karung gabah diilustrasikan ke dalam gambar 3D dengan tujuan untuk mengetahui cara kerja troli hasil rancangan. Perbaikan metode kerja ditunjukkan dengan perubahan aktivitas kerja yang awalnya mengangkut karung gabah secara manual menjadi menggunakan alat bantu berupa troli. Dari 6 aktivitas kerja yang dilakukan penilaian postur kerja diperoleh 4 aktivitas kerja dengan REBA skor 9, 1 aktivitas kerja dengan REBA skor 8, dan 1 aktivitas kerja dengan REBA skor 10. Hal ini menunjukkan bahwa postur kerja yang dilakukan memiliki resiko tinggi. Setelah diterapkan troli pengangkut karung gabah dapat menurunkan level resiko yang ditunjukkan dengan 5 aktivitas kerja dengan REBA skor 1 dan 1 aktivitas kerja dengan REBA skor 6. Hal ini berarti bahwa postur kerja perbaikan tergolong ke dalam level resiko kecil. Manfaat lain yang diperoleh selain perbaikan postur dengan diterapkannya troli tersebut dapat meningkatkan produktivitas kerja karena troli mampu mengangkut 3 karung gabah sekaligus.