• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Posisi Kerja Dengan Metode Nordic, Rula dan Reba di PT. PLN (PERSERO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Posisi Kerja Dengan Metode Nordic, Rula dan Reba di PT. PLN (PERSERO)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

RULA

(2)

Lembar Pengesahan ... i

Bab 3 Flowchart Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah ... 32

3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 33

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.1. Pengumpulan Data …………... 34

4.1.1. Sejarah Perusahaan PLN (Persero) …... 34

4.1.2. Struktur Divisi Permesinan ………... 35

4.1.3. Assembling ………... 36

4.1.4. Layout Pabrikasi ……….………. 37

4.1.5. Kuesioner Nordic, RULA dan REBA ... 39

(3)
(4)

Bab 5 Analisis

5.1. Analisis Nordic ………... 93

5.2. Analisis RULA... 93

5.3. Analisis REBA... 94

Bab 6 Kesimpulan

6.1. Kesimpulan ... 95

6.2. Saran ... 95

(5)

vi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena telah memberikan

rahmat serta karuniaNya sehingga Tugas Akhir yang berjudul

ANALISIS

POSISI KERJA DENGAN METODE

NORDIC, RULA

DAN

REBA

di PT. PLN (Persero)

PUSHARLIS UNIT WORKSHOP DAN PEMLIHARAAN III – BANDUNG dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang telah

dilakukan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam hal penyajian isi

materi maupun dalam sistematika penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat

menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun mengenai kekurangan yang

ada untuk memperbaiki dan penyempurnaan laporan ini

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan serta nasihat yang

paling berharga dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan laporan

ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus yang selalu memberikan kesehatan, kelancaran, kesabaran,

kekuatan dan segala apapun yang dibutuhkan penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

2. Keluargaku tercinta terutama untuk kedua orang tua tercinta terimakasih untuk

segala doa dan dukungan tak henti-henti, terimakasih atas segala doa,

kesabaran, nafkah dan hal-hal yang membuat anakMU bertambah dewasa

semoga segala amal kebaikan diterima disisi Tuhan.

3. Ibu Dr Henny, ST.MT selaku Dosen pembimbing yang telah sabar membantu

dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh Dosen Teknik Industri yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan

(6)

vii

5. Pihak manajemen PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop III Bandung

Jawa Barat, khususnya Bu warsiti dan pak Agus atas kesempatan yang

diberikan keapda penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian.

6. Untuk Sonya terimakasih banyak untuk supportnya, akhirnya ST pas 4 tahun,

semoga kita ada jalannya amin.

7. Untuk Usep Ginanjar, saya minta maaf jika sering merepotkan dan sikap,

perkataan yang tidak menyenangkan dikarenakan menyangkut penyususan

skripsi. Semoga kita bertemu lagi di dunia industri yang sebenarnya.

Besar harapan penulis bahwa Tugas Akhir ini yang membahas mengenai

perencanaan pengendalian produksi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya. Demikian laporan ini disusun dan

dibuat, atas segala perhatian dan dukungannya penulis mengucapkan terimakasih.

Bandung, Agustus 2013

(7)

Chaffin, Don.B. Andersson, Bernard.J. B.J. Martin. 1999. Occupational

Biomechanics, Third Edition, Michigan.

Massaccesi M & Al. 2003. Investigation of Work-Related Disorders using RULA

and REBA Methods, San Francisto.

Person JG & Al. 2001. Automated High-Frequency Posture Sampling for

Ergonomic Assesment of Laparoscopic Surgery, Surg Endosc.

Roebuck, Kroemer and W.G. Thomson. 1975. Engineering Anthropometry

Methods, New York.

Shuval K & Donchin M. 2005. Ergonomic Risk Factors, International Journal of

(8)

Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

PT PLN adalah indutri besar yang menjadi peranan penting dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat Indonesia, yang dahulu industri ini hanya sebagai

bengkel kecil dan akhirnya sekarang menjadi industri listrik utama,

Pengembangan produk tidak terlepas dari kinerja operator, yang harus

diperhatikan juga adalah posisi kerja. Persaingan bisnis yang semakin

meningkat, menuntut para pelaku bisnis untuk meningkatkan efisiensi di

segala bidang. Salah satu cara untuk mewujudkannya dengan sistem

perencanaan pengendalian posisi kerja yang baik, sehingga operator merasa

aman mengerjakan tugasnya, dengan begitu produk akan tepat waktu karena

operator baik pengerjaanya.

Perusahaan industri harus lebih dan memperhatikan posisi tubuh operator yang

berhadapan dengan mesin, karena operator mesin memiliki resiko cidera otot

yang lebih tinggi, pada umumnya operator pasti helm dan sarung tangan,

dengan memperhatikan posisi tubuh pasti para pekerja akan lebih aman dalam

melaku aktivitasnya. Jika perusahaan mengutamakan keselamatan operator

maka produk yang dihasilkan akan lebih maksimal karena operator tidak

mengalami gangguan pada aktivitasnya, disamping keselamatan yang

diutamakan, diharapkan dengan ditambahnya peraturan bagaimana posisi

kerja yang baik, dapat memaksimalkan operator mengerjakan suatu produk

dengan aman.

Semua operator yang menggunakan mesin tetap harus menjaga keamanan agar

prosedur produksi berjalan dengan lancar, dengan mengutamakan posisi kerja

yang baik operator mesin dapat menjaga kesehatan otot dalam melakukan

aktivitasnya. Sehigga dapat menjauhkan operator dari cidera otot akibat posisi

(9)

PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III Bandung

adalah sebuah perusahaan yang berlokasi di Jl. Banten No. 10, Bandung.

Perusahaan tersebut merupakan industri jasa dan produksi proses assembling

yang memiliki strategi penempatan produk artinya perusahaan ini termasuk dalam tipe industri yang mebuat produk akhir untuk disimpan dan kebutuhan

konsumen di ambil dari persediaan di gudang. Produk yang dihasilkan di

perusahaan ini salah satunya adalah tiang listrik.

Berdasarkan apa yang terjadi di lapangan, keluhan akibat posisi kerja yang

salah terjadi diantaranya: sakit leher, sakit punggung, otot lengan dan kaki.

Semua itu dialami oleh operator yang bekerja dengan menggunakan mesin

selama berjam-jam dalam sehari. Apabila tidak ada keluhan pada kesehatan

otot operator di bagian produksi, ketua divisi tidak akan menganalisis posisi

kerja yang baik untuk pengembangan sistem kerja. Pada sisi ini perusahaan

dihadapkan pada besarnya tanggung jawab untuk menjaga kesehatan tiap

operatornya dari kesalahan posisi kerja, terutama operator yang berhadapan

dengan mesin. Karena jam kerja yang selalu tinggi seringkali operator hanya

fokus pada produk, bukan pada posisi kerja yang baik dan aman. Tetapi

terkadang perusahaan juga sering mendapatkan pekerja yang mengalami

kesalahan posisi kerja sehingga tugasnya terhambat dan tidak dapat

melanjutkan karena harus menunggu sampai kondisi badan pulih.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas diketahui bahwa perusahaan belum

menggunakan metode yang tepat untuk menganalisis bentuk tubuh yang

pantas jika operator berhadapan langsung dengan mesin, perencanaan

perkiraan posisi kerja yang baik diharapkan dapat membantu mengatur

kesehatan operator agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik dalam

periode waktu dimasa yang akan datang. Untuk menjawab persoalan

bagaimana posisi kerja yang baik sehingga dapat meminimalisir kesalahan

kerja otot, maka dalam tugas akhir ini akan menganalisis dengan

menggunakan metode Nordic, RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dan

(10)

Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) digunakan untuk menganalisis bentukk otot bagian atas, terutama lengan dan posisi punggung. Sehingga

nantinya dapat scoring untuk posisi kerja operator bagian atas.

Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk

menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan

kaki seorang operator.

Sesuai dengan teori , yaitu RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dan REBA (Rapid Entire Body Assessment) dimaksudkan untuk menganalisa bentuk tubuh dan posisi kerja yang pantas, dengan menggunakan metode Nordic Body Map

akan terlihat keluhan otot sehingga perusahaan dapat mengendalikan dan menjaga

semua operator, baik yang ada di gudang maupun produksi, agar perusahaan bisa

menjaga keselamatan dan kesehatan pekerjanya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dalam bentuk tugas akhir dengan judul “ANALISIS POSISI KERJA DENGAN METODE NORDIC, RULA dan REBA di PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III– Bandung).

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka permasalahan yang

dihadapi dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana menentukan posisi kerja operator yang tepat?

2. Bagaimana cara mengatasi keluhan akibat posisi kerja yang salah?

3. Bagaimana hasil penerapan metode RULA dan REBA dengan hasil yang

(11)

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah:

1. Memperoleh nilai akhir dengan indikasi posisi kerja yang baik.

2. Memperoleh informasi kode individual bagian tubuh operator.

3. Mengetahui hasil dari sistem penilaian aktivitas otot pada posisi statis

dengan hasil yang optimal.

1.4.Batasan dan Asumsi Penelitian

Agar mempermudah dalam menganalisis masalah dan juga agar masalah

yang di bahas lebih terarah, maka diperlukan suatu batasan dan asumsi dalam

penenlitian ini. Hal ini diperlukan supaya masalah yang di bahas tidak

menyimpang dari pokok permasalahan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal

tersebut, maka dalam penelitian ini pembatasan masalahnya ialah penelitian

hanya dilakukan pada operator bagian produksi yang selalu berhadapan

dengan mesin.

Batasan masalah yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Penelitian di laksanakan di PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop

dan Pemeliharaan III Bandung

2. Pengukuran posisi kerja bagian produksi ( 1 divisi )

3. Dokumentasi pada 8 operator mesin utama.

4. Metode yang digunakan untuk bagian produksi (RULA dan REBA).

5. Hanya operator yang memproduksi lemari bagi saja.

Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penenlitian ini, yaitu:

1. Efek dari posisi kerja yang salah tiap operator.

(12)

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan laporan penelitian ini digunakan sitematika penulisan

sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat pemecahan masalah, pembatasan masalah,

dan asumsi, serta sistematika penulisan.

Bab 2. Landasan Teori

Bab ini berisi uraian teori-teori dan model persediaan bahan baku dan

teori lainnya yang mendukung terhadap pemecahan masalah yang akan

dilakukan

Bab 3. Metodelogi pemecahan Masalah

Bab ini berisi penjelasan masalah mengenai model pemecahan masalah

dan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang diteliti.

Bab 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bab ini berisi data umum perusahan yang dijadikan objek penelitian,

termasuk didalamnya struktur organisasi perusahaan. Selain itu bab ini

juga berisi penjelasan tentang data permasalahan dan pengolahan data

yang di tujukan untuk memecahkan masalah.

Bab 5. Analisis

Bab ini berisi analisis dari hasil perhitungan yang diperoleh dari proses

pengolahan data

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban atas

(13)

Bab 2

Landasan Teori

2.1. Nordic

Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal

dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ

yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem

otot dan rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan

gerakan tubuh.

Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk

hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan

(rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara

terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang.

Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang

ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia

dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu.

Hal ini terdiri dari tulang tubuh (kerangka), otot, tulang rawan, tendon, ligamen, sendi, dan

jaringan ikat lainnya yang mendukung dan mengikat jaringan dan organ bersama-sama.

Fungsi utama sistem muskuloskeletal termasuk mendukung tubuh, sehingga gerak, dan

melindungi organ-organ vital. Bagian kerangka sistem berfungsi sebagai sistem penyimpanan

utama untuk kalsium dan fosfor dan berisi komponen-komponen penting dari sistem

hematopoietik.

Sistem ini menjelaskan bagaimana tulang terhubung ke tulang lain dan serat otot melalui

jaringan ikat seperti tendon dan ligamen. Tulang memberikan stabilitas ke tubuh dalam

analogi batang besi dalam konstruksi beton. Otot menjaga tulang di tempat dan juga

memainkan peran dalam gerakan tulang. Untuk memungkinkan gerak, tulang yang berbeda

dihubungkan oleh sendi. Cartilage mencegah tulang berakhir dari menggosok langsung pada

satu sama lain. Otot kontrak (bergerombol) untuk memindahkan tulang melekat pada sendi.

Namun demikian, penyakit dan gangguan yang dapat merugikan fungsi dan efektivitas

keseluruhan sistem. Penyakit ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena hubungan dekat sistem

muskuloskeletal ke sistem internal lainnya.

Sistem muskuloskeletal mengacu pada sistem yang memiliki otot melekat pada sistem

(14)

menguntungkan. Masalah yang kompleks dan cedera yang melibatkan sistem muskuloskeletal

biasanya ditangani oleh physiatrist (spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi) atau ahli

bedah ortopedi.

The Skeletal System melayani banyak fungsi penting,. Memberikan bentuk dan bentuk bagi

tubuh kita selain untuk mendukung, melindungi, memungkinkan gerakan tubuh,

memproduksi darah bagi tubuh, dan menyimpan mineral. Jumlah tulang dalam sistem

kerangka manusia adalah topik yang kontroversial. Manusia dilahirkan dengan lebih dari 300

tulang, namun, banyak tulang sekering bersama antara kelahiran dan kematangan. Akibatnya

sebuah kerangka dewasa rata-rata terdiri dari 206 tulang. Jumlah tulang bervariasi sesuai

dengan metode yang digunakan untuk menurunkan menghitung. Sementara sebagian orang

menganggap struktur tertentu menjadi tulang tunggal dengan beberapa bagian, orang lain

mungkin melihatnya sebagai satu bagian dengan beberapa tulang.

Ada lima klasifikasi umum tulang. Ini adalah tulang panjang, tulang pendek, tulang

datar, tulang tidak teratur, dan tulang sesamoid. Kerangka manusia terdiri dari kedua tulang

menyatu dan individu yang didukung oleh ligamen, tendon, otot dan tulang rawan. Ini adalah

struktur yang kompleks dengan dua divisi yang berbeda. Ini adalah kerangka aksial dan

kerangka apendikular.

The Skeletal Sistem berfungsi sebagai kerangka kerja untuk jaringan dan organ untuk

menempel. Sistem ini bertindak sebagai struktur pelindung untuk organ-organ vital. Contoh

utama dari hal ini adalah otak dilindungi oleh tengkorak dan paru-paru yang dilindungi oleh

tulang rusuk.

Terletak di tulang panjang adalah dua perbedaan dari sumsum tulang (kuning dan merah).

Sumsum kuning memiliki jaringan ikat lemak dan ditemukan dalam rongga sumsum. Selama

kelaparan, tubuh menggunakan lemak dalam sumsum kuning untuk energi. Sumsum merah

beberapa tulang adalah situs penting untuk produksi sel darah, sekitar 2,6 juta sel darah merah

per detik untuk menggantikan sel-sel yang ada yang telah hancur oleh hati. Di sini semua

eritrosit, trombosit, dan kebanyakan bentuk leukosit pada orang dewasa. Dari sumsum merah,

eritrosit, trombosit, dan leukosit bermigrasi ke darah untuk melakukan tugas-tugas khusus

mereka.

Fungsi lain dari tulang adalah penyimpanan mineral tertentu. Kalsium dan fosfor adalah salah

satu mineral utama yang disimpan. Pentingnya penyimpanan ini "perangkat" membantu

mengatur keseimbangan mineral dalam aliran darah. Ketika fluktuasi mineral yang tinggi,

(15)

● Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang berarti dan nomos yang berarti dalil, hokum atau peraturan. Sehingga Nurmianto (1996) mendefinisikan istilah ergonomic

sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara

anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan, sehingga dapat diterapkan oleh ahli/pakar diberbagai bidang seperti anatomi, arsitektur,

psikologi, teknik industry, evaluasi proses kerja bagi pemerintahan militer dan lain-lain.

Penerapan ergonomic umumnya diwujudkan dalam aktivitas rancang bangun (design) atau rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (access way), pintu (doors) dll.

2.2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi

ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja

teridentifikasi. Piranti ini tidak membutuhkan peralatan khusus dalam menyediakan

pengukuran postur leher, punggung, lengan dan tubuh bagian atas seiring fungsi otot dan

beban luar yang di alami tubuh.

Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur yang di adopsi pekerja,

tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator display maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana resiko yang terkain dengan kelainan otot

rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada. Metode ini menggunakan diagram-diagram

dari postur tubuh dan tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor

resiko. Faktor-faktor resiko yang di jelaskan merupakan faktor beban eksternal yaitu:

 Jumlah gerakan.

 Pekerja dengan otot statis.

 Tenaga.

 Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan.

(16)

RULA dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan

ergononom dari universitas di Nottingham (University’s Nottingham Institute of

Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi

pada tahun 1993 (Lueder, 1996). RULA diperuntukkan dan dipakai pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan dan aktivitas otot yang

menimbulkan cedera akibat aktivitas berulang (repetitive starain injuries).

Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko antara satu

sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar

(berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin

pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan

untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder,

1996).

RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko pada muskuloskeletal saat

pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap,

kekuatan dan aktivitas yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa

tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper Limb Disorders

(WRULD).

2.1.1. Perkembangan RULA

Metode ini sudah dikembangkan dalam industri garmen, dimana pengukuran dilakukan pada

operator yang melakukan tugas-tugasnya,

termasuk memotong pada saat berdiri pada meja pemotong, menjalankan mesin dengan

menggunakan salah satu mesin jahit, kliping, operasi pengawasan dan pengepakan.

Metode ini menggunakan gambar postur tubuh dan tiga tabel untuk memberikan evaluasi paparan

terhadap faktor-faktor resiko. Faktor tersebut menurut McPhee disebut sebagai faktor beban

(17)

 Jumlah gerakan.

 Kerja otot statis.

 Kekuatan atau tenaga.

 Postur-postur kerja yang digunakan.

 Waktu yang digunakan tanpa adanya istirahat.

Selain faktor-faktor ini, McPhee juga mengajukan beberapa faktor penting lainnya yang

mempengaruhi beban, namun akan sangat bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Faktor ini meliputi postur kerja yang dilakukan, penggunaan otot yang statis yang perlu atau yang

tidak perlu tenaga, kecepatan dan keakuratan gerakan, frekuensi dan durasi istirahat yang dilakukan

oleh operator. Disamping itu ada faktor yang akan merubah respon individu terhadap beban tertentu

yaitu faktor individual (seperti usia dan pengalaman), faktor lingkungan tempat kerja dan

variabel-variabel psikososial.

RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:

 Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat, terutama

pemeriksaan paparan (exposure) terhadap resiko gangguan tubuh bagian atas yang disebabkan karena bekerja.

 Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur kerja,

mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitve yang mengakibatkan

kelelahan otot.

 Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau pengukuran ergonomi

yang mencakup faktor-faktor fisik, epidomiologis, mental, lingkungan dan faktor

organisional dan khususnya mencegah terjadinya gangguan pada tubuh atas akibat kerja.

RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat

dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan.

Pemeriksaan RULA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu pekerja.

Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan untuk

perekaman atau pencatatan postur kerja, tahap kedua adalah pengembangan sistem penskoran

(scoring) dan ketiga adalah pengembangan skala level tindakan yang memberikan suatu panduan

(18)

terperinci. Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh

McAtamney dan Corlett (1993).

Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah sebagai berikut:

 Tahap 1

Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja untuk menghasilkan suatu metode

yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi dua bagian, yaitu grup A dan grup B. Grup

A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B

meliputi leher, badan dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat

sehingga postur kaki, badan dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur

tubuh bagian atas dapat masuk dalam pmeriksaan. Kisaran gerakan untuk setiap bagian

tubuh dibagi menjadi bagian-bagian menurut kriteria yang berasal dari interpretasi

literatur yang relevan. Bagian-bagian ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada

kisaran gerakan atau postur kerja dimana resiko faktor merupakan terkecil atau

minimal. Sementara angka-angka yang lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian

kisaran gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang menunjukkan adanya faktor

resiko yang meningkat yang menghasilkan beban pada struktur bagian tubuh.

Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur bagian tubuh ini menghasilkan urutan angka yang logis dan mudah untuk diingat. Agar memudahakan identifikasi kisaran

postur dari gambar setiap bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.

Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin

dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimanabeban terbesar terjadi. Karena

RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat dilakukan pada setiap

postur pada siklus kerja.

Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah

pergelangan tangan. Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari

studi yang dilakukan oleh Tichauer, Caffin, Herbert Et Al, Hagbeg, Schuld dan

Harms-Ringdahl dan Shuldt. Skor-skor tersebut adalah:

 1 untuk 20° extension hingga 20° flexion.

(19)

 3 untuk 45° - 90° flexion.  4 untuk 90° flexion atau lebih.

Keterangan:

 + 1 jika pundak atau bahu ditinggikan.

 + 1 jika lengan atas abdusted.

 -1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang.

Gambar 2.1.1. Range pergerakan lengan atas (a) postur alamiah, (b) postur extension dan flexion dan

(c) postur lengan atas flexion

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitin Granjean dan Tichauer. Skor tersebut

adalah:

 1 untuk 60° - 100° flexion.

 2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion.

Keterangan:

(20)

Gambar 2.1.2. Range pergerakan lengan bawah (a) postur flexion 60° - 100°,

(b) postur alamiah dan (c) postur 100°+

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive,

digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

 1 untuk berada pada posisi netral.

 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension.

 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension.

Keterangan:

(21)

Gambar 2.1.3. Range pergerakan pergelangan tangan (a), (b) postur flexion 15°+, (c) postur 0° - 15°

flexion maupun extension, (c) postur extension 15°+

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh health and safety

executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah:

 +1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran.

 +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran.

Gambar 2.1.4. Range pergerakan pergelangan tangan dengan postur alamiah

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan

Kilbom Et Al. Skor dan kisaran tersebut adalah:

(22)

 4 jika dalam extention.

Gambar 2.1.5. Range pergerakan leher (a) postur alamiah, (b) postur 10° - 20° flexion, (c) postur 20°

atau lebih flexion dan (d) postur extension

Apabila leher diputar atau dibengkokkan. Keterangan :

 +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.

Gambar 2.1.6. Range pergerakan leher yang diputar atau dibengkokkan (a) postur alamiah, (b)

(23)

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean Et Al:

 1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90° atau lebih.

 2 untuk 0 - 20° flexion.  3 untuk 20° - 60° flexion.  4 untuk 60° atau lebih flexion.

Gambar 2.1.7. Range pergerakan punggung (a) postur 20° - 60° flexion,

(b) postur alamiah, (c) postur 0° - 20° flexion dan (d) postur 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan. Keterangan:

 +1 jika tubuh diputar.

(24)

Gambar 2.1.8. Range pergerakan punggung yang diputar atau dibengkokkan (a) postur alamiah, (b)

postur punggung diputar dan (c) postur dibengkokkan

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:

 +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

 +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana

terdapat ruang untuk berubah posisi.

(25)

Gambar 2.1.9. Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata dan (b) kaki tidak

tertopang, bobot tidak tersebar merata

 Tahap 2

Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh gambar sikap kerja

yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah,

pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor untuk

masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk

(26)

Gambar 2.1.10. Tabel A dalam Worksheet RULA

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan)

dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut

dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

(27)

Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan.

Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Durry, yaitu skor untuk

penggunaan otot sebagai berikut:

 + 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dati 4 kali dalam 1 menit.

 Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian.

Putz-Anderson dan Stevenson dan Baaida, yaitu sebagai berikut:

 0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg dan ditahan.

 1 jika beban sesekali 2-10 kg.

 2 jika beban 2-10 kg bersifat statis atau berulang.

 2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg.

 3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang.

 4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.

Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur da dicatat

dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel

A dan B, yaitu sebagai berikut:

 Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = skor

C.

(28)

Gambar 2.1.12. Perhitungan RULA

 Tahap 3

Pengembangan grand gcore dan daftar tindakan setiap kombinasi skor C dan skor D diberikan

rating yang disebut grand score, yang nilainya 1 sampai 7.

Gambar 2.1.13. Tabel Grand Score dalam RULA

Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action level)

sebagai berikut:

Action level 1 (tingkat tindakan 1)

Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini biasa diterima jika tidak dipertahankan

atau tidak berulang dalam periode yang lama.

Action level 2 (tingkat tindakan 2)

Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan

perubahan-perubahan.

Action level 3 (tingkat tindakan 3)

(29)

Action level 4 (tingkat tindakan 4)

Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan

perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).

Aplikasi RULA, selama periode RULA sedang diuji validasi, metode ini telah digunakan di system

kerja indusrti maupun perkantoran oleh para ahli Ergonomi dari Instute for Ocupational Ergonomics

dan oleh fisioterapis yang menghadiri kursus pengenalan Ergonomi. Operasi–operasi spesipik dimana

RULA dilaporkan sebagai piranti pengukuran yang berguna. Antara lain sejumlah operasi pengepakan

manual dengan mesin, pekerjaan berbasis komputer, operasi pembuatan garmen, operasi pengecekan

supermarket, pekerjaan mikroskopik dan pekerjaan indusrti manufaktur mobil. Sekali pengguna

merasa familiar dengan RULA, mereka melaporkan bahwa RULA cepat dan mudah digunakan. RULA

sering kali dilaporkan sangat berguna dalam mempersentasikan konsep pembebanan musculoskeletal

akibat kerja dalam pertemuan dengan manajemen. Para manajemen cepat menyadari dan mengingat

skor final dan level tindakan yang terkait.

Hal ini sangat membantu dalam mengkomunikasikan masalah, memutuskan prioritas investigasi dan

perubahan yang dilakukan pada tempat kerja. Sebagai tambahan, RULA ditemukan secara khusus

berharga dalam pengukuran kembali perubahan dalam pembebanan musculoskeletal setelah

modifikasi telah diperkenalkan pada pekerjaan dan stasiun kerja.

Setelah dikatakan sebelumnya, jika pengukuran komprehensif dari tempat kerja akan dilakukan RULA

sebaiknya menggunakan sebagian bahan dari studio Ergonomi yang lebih besar meliputi epidemiologi,

fisik, mental, lingkungan dan organisasi. Metodologi yang lebih lengkap untuk mengidentifikasi dan

menginvestigasi kelainan tubuh bagian atas kerja terkait kerja, termasuk RULA telah dihasilkan oleh

Instute for Ocupational Ergonomics.

Pengembangan RULA terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

 Mengidentifikasi Postur Kerja yang Diukur

Sebuah pengukuran RULA merepresentasikan satu momen dalam siklus kerja dan penting untuk

(30)

postur yang akan diukur. Tergantung pada jenis studi, pemilihan mungkin akan jatuh pada postur

yang tertahan dalam jangka waktu yang lama atau postur paling buruk yang teradopsi.

 Sistem Pemberian Sekor dan Perekaman Postur Kerja

Putuskanapakah sisi kiri, kanan atau kedua lengan yang akan diukur. Nilai postur masing–masing

bagian badan menggunakan panduan. Periksa kembali penilaian dan lakukan penyesuaian jika

dibutuhkan.

 Skala Level

(31)

2.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn

Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s

Institute of Occuptaional Ergonomic).

Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam

bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur

leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini

juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk

melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney,

2000).

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor coupling

yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja

dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang

mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk

dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang

diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin.

REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti

untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan

tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu

pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap.

Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan

bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja,

(32)

penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA

untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui

level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–

tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):

1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.

Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan,

pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau

memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data

postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa

didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan

foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing

segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan

(33)

REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A

meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan

bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat

diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A

dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.

Gambar 2.2.1 Range Pergerakan Punggung

(34)

Gambar 2.2.2 Range Pergerakan Leher

(35)
(36)

Tabel 2.2.16 Skor Pergerakan Kaki

(37)
(38)
(39)
(40)

Gambar 2.2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan

(41)
(42)

Tabel 2.2.21. Tabel B Skor REBA

(43)
(44)

Bab 3

Metodologi Pemecahan Masalah

3.1. Flowchart Pemecahan Masalah

Flowchart pemecahan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini dapat dilihat

pada gambar 3.1. berikut ini:

- Mengumpulkan hasil data kuesioner nordic

- Memotret posisi tubuh operator mesin

(45)

3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah

1. Memulai Penelitian.

Memulai penelitian dengan membuat kuesioner Nordic, RULA dan REBA.

2. Survey Perusahaan dan Studi Literatur

Pengamatan dimulai dengan mengumpulkan data dari kuesioner yang

disebarkan pada operator di tiap divisinya.

3. Rumusan masalah

Merumuskan permasalahan yang ada pada perusahaan sehingga mengetahui

posisi kerja mana yang harus diperhatikan .

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada data kuesioner posisi otot bagian atas

(RULA), kemudian posisi otot bagian bahawa (REBA) dan posisi badan bagian

bawah (Nordic), semua posisi yang menentukan kinerja operator pada mesin.

5. Pengolahan Data

Data hasil pengumpulan data, selanjutnya data diolah dengan berbagai

penilaian sesuai worksheet:

hasil kuesioner Nordic, RULA dan REBA berdasarkan manual worksheet. 7. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan memberikan

saran-saran untuk menentukan posisi kerja yang terbaik dan aman bagi operator guna

menjaga kesehatan semua kerja agar barang selesai dengan maksimal.

(46)

CURRICULUM VITAE

Data pribadi

Nama : Demaz Adithya Widharma

Alamat : Golden Vienna I B3/20 XII-3 BSD CITY

Telepon : 08999017250 (Mobile)

Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 5 April 1991

Usia : 22 tahun

2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM Bandung)

Pengalaman organisasi

HMTI Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi (2011)

HMTI Panitia Kunjungan Industri (2012)

Hormat Saya,

Demaz Adithya.W |Tubagus Ismail Raya No:2 Bandung |

(47)

iv

ANALISIS POSISI KERJA DENGAN METODE NORDIC, RULA dan

REBA di PT. PLN (Persero)

Demaz Adithya. W 10309005

Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang

dikenal dengan musculoskeletal. RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. REBA

adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.

Inti dari perencanaan dan pengendalian posisi kerja dengan metode Nordic, RULA

dan REBA adalah dapat dilakukan optimisasi posisi kerja yang baik tiap operator

yang melakukan aktivitasnya di ruang produksi. Maka dalam Tugas Akhir ini akan menganalisis dengan menggunakan ketiga metode di atas.

PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III – Bandung merupakan perusahaan jasa dan produksi yang bergerak dalam bidang Assembly, salah satu produk yang dihasilkan yaitu produk Tiang Listrik Besi dan Lemari Bagi. Perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to stock. Saat ini, tiap operator masih terlihat tidak memperhatikan semua posisi kerja, dari posisi leher, punggung sampai kaki, sehingga sangat perlu dilakukan perubahan.

Hasil yang diperoleh dari ketiga metode dapat digunakan oleh perusahaan untuk memperbaiki posisi kerja semua operator di bagian produksi. Sehingga perusahaan dapat mengurangi keluhan sakit otot tiap operatornya.

Kata Kunci: Nordic Body Map, RULA (Rapid Upper Limb Asssesment), REBA

Gambar

Gambar 2.1.1. Range pergerakan lengan atas (a) postur alamiah, (b) postur extension dan flexion dan
Gambar 2.1.2. Range pergerakan lengan bawah (a) postur flexion 60° - 100°,
Gambar 2.1.4. Range pergerakan pergelangan tangan dengan postur alamiah
Gambar 2.1.5. Range pergerakan leher (a) postur alamiah, (b) postur 10° - 20° flexion, (c) postur 20°
+7

Referensi

Dokumen terkait

Postur punggung terlalu membungkuk dan leher terlalu menunduk menyebabjkan nyeri otot pada leher, bahu punggung dan pinggaang, Kaki tidak tertopang menyebabkan beban

Postur punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher tersebut tidak perlu dilakukan oleh responden 1 jika posisi timbangan sejajar dengan mata

Posisi Lengan Bawah, Berdasarkan pada lembar kerja RULA, dengan membandingkan dengan data postur tubuh pekerja maka didapatkan nilai sebesar 2 dikarenakan sudut yang membentuk

Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur

Postur punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher tersebut tidak perlu dilakukan oleh responden 1 jika posisi timbangan sejajar dengan mata

Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur

Selanjutnya penelitian terkait analisis ergonomi postur kerja di industri baja di Mesir dengan menggunakan digital human modeling yang sesuai dengan pada industri baja diraih bahwa skor

Keluhan pekerja tersebut dianalisis menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment REBA untuk mengetahui secara tepat dan cepat dan menilai posisi kerja atau postur leher, punggung,